Bab 2 Tinjauan Pustaka -...

13
1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya tentang “Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Indikator Kemiskinan Dengan Metode Cluster Analysis. Peneliti ini melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan dengan 14 variabel dan melakukan evaluasi terhadap hasil pengelompokkan yang telah terbentuk pada masing-masing metode penggabungan dan jarak kedekatan (Komariyah dkk, 2011). Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan data Provinsi Jawa Tengah hanya menggunakan variabel pengangguran, berobat sendiri, tabungan dan pendidikan yang di tamatkan dengan penyelesaian algoritma linkage serta jarak kedekatan euclid. Peneliti lain meneliti tentang “Evaluasi dan Perbandingan Algoritma Clustering Hierarki Agglomerative Single dan Complete Linkage dengan Fungsi Minimum Rastrigin dan Rosenbrock Menggunakan Iterasi Newton Raphson”. Maksud dari penelitian ini adalah menerapkan, mengevaluasi dan membandingkan kedua algoritma cluster hirarki berdasarkan studi pustaka. Sehingga dapat diperoleh berbagai informasi yang berhubungan dengan analisis cluster dan optimasi (Mualvi, 2009). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini membahas Clistering Hierarki

Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka -...

1

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya tentang “Pengelompokkan

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Indikator

Kemiskinan Dengan Metode Cluster Analysis”. Peneliti ini

melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur

berdasarkan indikator kemiskinan dengan 14 variabel dan

melakukan evaluasi terhadap hasil pengelompokkan yang telah

terbentuk pada masing-masing metode penggabungan dan jarak

kedekatan (Komariyah dkk, 2011). Berbeda dengan penelitian

tersebut, penelitian ini menggunakan data Provinsi Jawa Tengah

hanya menggunakan variabel pengangguran, berobat sendiri,

tabungan dan pendidikan yang di tamatkan dengan penyelesaian

algoritma linkage serta jarak kedekatan euclid.

Peneliti lain meneliti tentang “Evaluasi dan Perbandingan

Algoritma Clustering Hierarki Agglomerative Single dan Complete

Linkage dengan Fungsi Minimum Rastrigin dan Rosenbrock

Menggunakan Iterasi Newton Raphson”. Maksud dari penelitian ini

adalah menerapkan, mengevaluasi dan membandingkan kedua

algoritma cluster hirarki berdasarkan studi pustaka. Sehingga dapat

diperoleh berbagai informasi yang berhubungan dengan analisis

cluster dan optimasi (Mualvi, 2009). Berbeda dengan penelitian

sebelumnya, penelitian ini membahas Clistering Hierarki

2

agglomerative single linkage, complete linkage dan average linkage

dengan menggunakan perhitungan jarak Euclidean Distance.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kemiskinan

Miskin adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan

yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya (BPS,

2004).

Kemiskinan merupakan suatu masalah dalam pembangunan

yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang

kemudian menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya

lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada

kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya

yang mempunyai potensi yang lebih tinggi (Muljono, 2010).

Kemiskinan hampir menjadi problem di hampir semua

negara. Tak perduli apakah negara maju atau negara yang sedang

berkembang. Tingkat kekompleksitas masalahnya pun berbeda antar

negara menyelesesaikan masalah kemiskinan. Di Indonesia, sebagai

negara berkembang angka kemiskinan masih cukup tinggi. Karena

itu, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) membuat

kriteria kemiskinan, agar dapat menyusun secara lengkap pengertian

kemiskinan sehingga dapat diketahui dengan pasti jumlahnya dan

cara tepat menanggulanginya. Pengertian kemiskinan antara satu

negara dengan negara lain juga berbeda. Pengertian kemiskinan di

Indonesia dibuat oleh BPS. Lembaga tersebut mendefinisikan

kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per

3

orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu,

pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan

untuk penentuan kriteris tersebut. Kriteria statistik BPS tahun 2012

tersebut adalah:

1. Tidak miskin adalah mereka yang pengeluaran per orang

per bulan lebih dari Rp 350.610.-

2. Hampir tidak miskin dengan pengeluaran per bulan per

kepala antara Rp 280.488.s/d. – Rp 350.610.- atau

sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per

hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa.

3. Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala

antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara

Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya

mencapai 30,02 juta

4. Miskin dengan pengeluaran per orang perbulan per

kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.-

kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta

5. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa

pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan

pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan

mencapai sekitar 15 juta .

Berdasarkan kriteria kemiskinan yang dilansir oleh BPS

tersebut menunjukan jumlah keluarga miskin di Indonesia cukup

besar. Total jumlah penduduk Indonesia kalau dihitung dengan

kriteria pengeluaran per orang hari Rp 11.687.- kebawah , mencapai

sekitar 103,14 juta jiwa. Angka kemiskinan tersebut tentu sangat

besar untuk ukuran negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia.

Namun, hal tersebut tak membantu masyarakat mengatasi

4

kekurangannya. Selain itu, sebaran angka kemiskinan dari BPS,

sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk

miskin di desa selalu lebih besar dibanding dengan di kota. Salah

satu sumbangan kenaikan angka kemiskinan di desa antara lain,

rendahnya tingkat pendidikan, banyak yang jadi buruh tani karena

ketidaan lahan dan banyknya anak dalam satu keluarga. Untuk tahun

2011, sebaran angka kemiskinan berjumlah 63,2 % ada di desa,

sedang 36,8 % berada di perkotaan. Kemiskinan di perkotaan

disebabkan, lowongan kerja sempit dan rendahnya kualitas sumber

daya manusia (BPS, 2012).

Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab

kemiskinan adalah sebagai berikut:

a. Laju Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10

tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat

Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih

penduduk.Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk

meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa.

dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan

waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang

pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau

232 orang/jam atau 4 orang/menit. Banyaknya jumlah penduduk ini

membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya

setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk

membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi

5

yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding

dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim

ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus

ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

b. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan

Pengangguran

Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua

yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi

tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja.

Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan

yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah

minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap

orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai

tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang

selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban ketergantungan.

Tenaga kerja (manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu

angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang

termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam

usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk

sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan

yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja

dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai

pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang

yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumahtangga, serta orang

yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung

atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula

6

menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang

dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai

pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan

memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan

namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan

pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan,

lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan.

c. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau

timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan

penduduknya. Kriteria ketidak merataan versi Bank Dunia

didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga

lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah

(penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta

20% penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya).

Ketimpangan dan ketidak merataan distribusi dinyatakan parah

apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari

12 persen pendapatan nasional.

Ketidak merataan dianggap sedang atau moderat bila 40%

penduduk berpendapatan rendah menikmati 12hingga 17 persen

pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin

menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan

ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi

pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996)

Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang

mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

7

sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai

pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai ketimpangan.

Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan

inefisiensi ekonomi.

Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata

± rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan

menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi

syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu

ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien.

Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu

tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas

universal pendidikan dasar, dan kemudian menyebabkan

kesenjangan pendapatan yang semakin melebar (Todaro,2006).

Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini

berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau

dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya

dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga ketimpangan kegiatan

atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata

berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan

sektoral dan ketimpangan regional.

Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara

lain dengan menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ± aspek

seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi

dan pertumbuhan. Sepanjang era PJP I (lima pelita) yang lalu, sektor

pertanian rata ± rata hanya tumbuh 3,54 persen per tahun.

Sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh dengan rata-rata

12,22 persen per tahun.

8

Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh

rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata

tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun.

Tidak sepertimasa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu

terdapat sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari

tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan, selama Repelita

VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi suatu

hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan

menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai

sejauh manakah ketimpangan ini dapat ditolerir? Pemerintah perlu

memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan

industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat

berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan

(Dumairy, 1996).

d. Tingkat pendidikan yang rendah

Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu

penyebab kemiskinan di suatu negara Ini disebabkan karena

rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja.

Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas

sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill

atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker

pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya

dibandingkan faktor-faktor produksi lain ( Irawan, 1999).

9

e. Kurangnya perhatian dari pemerintah

Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan

masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan.

Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu

mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah

dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu

diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari

kemiskinan (BPS, 2007).

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-

rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin

terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin

jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai

penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi

nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara

penduduk miskin (BPS SulBar).

2.3 Analisis Cluster

Ada beberapa devinisi tentang analisis cluster dari beberapa

literatur sebagai berikut:

Definisi 1:

Analisis klaster adalah suatu analisis statistika yang

bertujuan memisahkan objek ke dalam beberapa kelompok yang

mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang

lain (Prayudho, 2007:1).

Definisi 2:

10

Analisis cluster adalah teknik analisis yang

mengelompokkan observasi dalam grup atau klaster, seperti:

1. Masing-masing grup atau klaster bersifat homogen, yakni

observasi pada tiap kelompok memiliki kemiripan satu sama lain.

2. Masing-masing grup akan berbeda dengan grup yang lainnya

karena mempunyai karakteristik yang berbeda, yakni observasi dari

satu kelompok harus berbeda dari observasi kelompok yang lainnya

(Sharma, 1996:185).

Definisi 3:

Analisis cluster adalah suatu teknik yang secara otomatis

menilai objek ke dalam kelompok yang belum diketahui berdasarkan

pehitungan tingkat kesamaan di antara objek (Santoso, dkk,

2001:334 dalam Arwendria, 2009).

Analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dan

dipergunakan untuk mengklasifikasi obyek atau kasus ke dalam

kelompok yang relatif homogen, yang disebut cluster . Obyek dalam

setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh

(tidak sama) dengan obyek dari cluster lainnya (Supranto, 2004).

Pengelompokkan dilakukan berdasarkan kemiripan

(similarity) antar obyek. Kemiripan diperoleh dengan cara

meminimalkan jarak antar obyek dalam kelompok (within-cluster)

dan memaksimalkan jarak antar kelompok (between-cluster) (Jaya,

2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cluster hirarki

aglomerative untuk penyelesaian studi kasus ini. Tipe dasar dalam

metode hirarki adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode

aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster

tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi.

11

Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi

suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap

tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster

besar yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-

observasi yang paling tidak sama dipisah dan dibentuk cluster-

cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi

menjadi cluster sendiri-sendiri. Hal penting dalam metode hirarkhi

adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu bersarang di dalam

hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon.

2.4 Single linkage method

Single Linkage adalah proses pengklasteran yang didasarkan

pada jarak terdekat antar objeknya. Jika dua objek terpisah oleh

jarak yang pendek, maka kedua objek tersebut akan digabung

menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = min {dXZ,dYZ}

Dimana : D(XY)Z = jarak antara cluster XY dengan obyek Z

dXZ = jarak antara cluster XZ

dYZ = jarak antara cluster YZ

2.5 Complete linkage method

Complete Linkage Method adalah proses pengklasteran yang

didasarkan pada jarak terjauh antar objek. Jika dua objek terpisah

oleh jarak yang jauh, maka kedua objek tersebut akan digabung

menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = max {dXZ,dYZ}

Dimana : D(XY)Z = jarak antara cluster XY dengan obyek Z

12

dXZ = jarak antara cluster XZ

dYZ = jarak antara cluster YZ

2.6 Average linkage method

Average Linkage Method adalah proses pengklasteran yang

didasarkan pada jarak rata-rata antar objeknya.

D(XY)(ZA) = ½ {dXZ,dYZ,dXA,dYA}

Dimana : D(XY)(ZA) = jarak antara cluster XY dengan

obyek ZA

dXZ = jarak antara cluster XZ

dYZ = jarak antara cluster YZ

dXA = jarak antara cluster XA

dYA = jarak antara cluster YA

Gambar 2.1 Prosedur klaster

13

Dari gambar 2.1 untuk mengelompokkan data yang ingin kita

peroleh, bisa menggunakan perhitungan jarak dengan Euclidean

Distance. Jika dimasukkan kedalam rumus misalkan ukuran jarak

antara dua item X dan Y.

D(X,Y)= [(Xi-Xj)2+(Yi-Yj)

2]1/2

Dimana: D(X,Y) = Jarak item X dan Y

Xi = X1,X2,X3......Xi,Xj

Xj = X1,X2,X3......Xi,Xj

Yi = Y1,Y2,Y3......Yi,Yj

Yj = Y1,Y2,Y3......Yi,Yj

Sebelum dilakukan penghitungan jarak dengan metode jarak

Euclidean, peubah yang akan dianalisis harus memenuhi 3 syarat,

yaitu: peubah tidak saling berkorelasi, memiliki satuan pengukuran

yang sama, dan pengukuran terstandarisasi (Manly, 1988).

Uji Normalitas merupakan uji yang sering dilakukan sebagai

prasyarat untuk melakukan analisis data, banyak sekali metode

analisi yang mensyaratakan data harus normal misalnya analisis

regresi dan lain sebagainya, bahkan ada juga yang uji normalitas

pada residual model statistika. Uji normalitas dilakukan sebelum

data diolah berdasarkan model-model penelitian yang diajukan. Uji

normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam

suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang

baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut

adalah data yang memiliki distribusi normal (Dunistika, 2012).