BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN...

download BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00507-mn 2.pdf · perusahaan yang melibatkan aspek moneter secara langsung mengandung

If you can't read please download the document

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN...

  • 6

    BAB 2

    LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    2.1 Resiko

    2.1.1 Definisi Resiko

    Istilah resiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang umumnya

    sudah dipahami secara intuitif. Tetapi pengertian secara ilmiah dari resiko sampai saat ini

    masih tetap beragam, yaitu antara lain :

    - Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H resiko adalah suatu variasi dari hasil-

    hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu. (Djojosoedarso, 2003, p2)

    - Menurut A. Abas Salim resiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin

    melahirkan peristiwa kerugian. (Djojosoedarso, 2003, p2)

    - Menurut Soekarto resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.

    (Djojosoedarso, 2003, p2)

    - Menurut Herman Darmawi resiko adalah probabilitas sesuatu hasil/ outcome

    yang berbeda dengan yang diharapkan. (Djojosoedarso, 2003, p2)

    - Berdasarkan Workbook level 1 Global Association of Risk Professionals Badan

    Sertifikasi Manajemen Risiko (2005, A.4) resiko didefinisikan sebagai Change of

    bad outcome. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang

    tidak diinginkan serta tidak dikelola dengan semestinya.

    - Menurut Gallati (2003, h.7), resiko didefinisikan sebagai a condition in which

    there exist an exposure to adversity.

    - Menurut Bessis (2002, 11) resiko adalah sebagai Risk are uncertainty resulting

    in adverse variations of probability or in losses.

  • 7

    - Menurut Djohanputro (2008, p31-p32) pengertian dasar resiko terkait dengan

    keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara

    kuantitatif. Resiko juga dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang telah

    diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.

    Jadi resiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau

    kehancuran. Lebih luas resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang

    tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.

    2.1.2 Klasifikasi Resiko

    Menurut Djohanputro (2008, p33-p35) untuk memudahkan pengenalan resiko, perlu

    dilakukan klasifikasi sehingga mengenal karakter dari resiko. Resiko dapat dikategorikan ke

    dalam resiko murni dan resiko spekulatif. Cara lain mengklasifikasi resiko adalah

    mengategorikan ke dalam resiko sistematik dan resiko spesifik.

    a. Resiko Murni dan Spekulatif

    Resiko murni merupakan resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada

    perusahaan, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan. Perusahaan

    menghadapi berbagai hal dalam resiko ini. Misalnya, kekayaan mesin yang

    menanggung resiko murni. Ada kemungkinan mesin mengalami kerusakan, mulai

    dari kerusakan kecil sampai besar. Tetapi, tidak mungkin keadaan sebaliknya bisa

    terjadi. Kekayaan berupa gedung juga ada kemungkinan mengalami kerugian berupa

    kerusakan atau kehancuran.

    Sementara itu yang disebut dengan resiko spekulatif adalah resiko yang dapat

    mengakibatkan dua kemungkinan, merugikan atau menguntungkan perusahaan.

    Misalnya perusahaan yang menyimpan valuta asing seperti US$, GB, atau JPY dapat

    mengalami keuntungan atau kerugian. Simpanan tersebut menguntungkan bila nilai

    tukar mata uang tersebut menguat. Nilai simpanan tersebut meningkat bila dihitung

  • 8

    dalam Rupiah. Sebaliknya, nilai simpanan tersebut menurun bila dihitung dalam

    Rupiah pada saat nilai tukar valuta asing tersebut melemah. Kebanyakkan transaksi

    perusahaan yang melibatkan aspek moneter secara langsung mengandung resiko

    spekulatif.

    b. Resiko Sistematik dan Spesifik

    Resiko sistematik (systematic risk) juga disebut resiko yang tidak dapat didiversifikasi

    (nondiversiviable risk). Ciri dari resiko sistematik adalah tidak dapat dihilangkan atau

    dikurangi dengan cara penggabungan berbagai resiko.

    Resiko spesifik (specific risk), atau resiko yang dapat didiversifikasi (diversiviable

    risk) dapat dihilangkan melalui proses pengganbungan (pooling).

    Konsep resiko sistematik dan spesifik sangat berguna dalam menangani resiko

    keuangan. Banyak resiko yang berkaitan dengan keuangan perusahaan dapat

    ditekan dengan menerapkan diversifikasi.

    2.1.3 Upaya Penanggulangan Resiko

    Menurut Djojosoedaraso (2003, p4) upaya untuk menanggulangi resiko harus selalu

    dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimumkan. Sesuai dengan sifat dan

    objek yang terkena resiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk

    meminimumkan resiko kerugian, antara lain :

    a. Melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya

    peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan bahan-

    bahan yang antiterbakar untuk mencagah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin

    untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan

    yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari resiko kecurian dan

    kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya

    pemogokan, sabotase, dan pengacauan.

  • 9

    b. Melakukan retensi, artinya mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan untuk

    mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan

    sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh : pos biaya lain-lain atau tak

    terduga dalam anggaran perusahaan).

    c. Melakukan pengendalian terhadap resiko, contohnya melakukan hedging

    (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi resiko kelangkaan dan fluktuasi

    harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.

    d. Mengalihkan/ memindahkan resiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara

    mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi

    terhadap resiko tertentu, dengan mambayar sejumlah premi asuransi yang telah

    ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul

    terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian.

    Tugas dari seorang manajer resiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan

    menentukan cara-cara/ metode yang paling efisien dalam penaggulangan resiko yang

    dihadapi perusahaan.

    2.2 Manajemen Resiko

    2.2.1 Definisi Manajemen Resiko

    - Menurut Djojosoedarso (2003, p4) secara sederhana pengertian manajemen

    resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan

    resiko, terutama resiko yang dihadapi oleh organisasi/ perusahaan, keluarga dan

    masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun,

    memimpin/ mengkoordinir, dan mengawasi (termasuk mengeveluasi) program

    penanggulangan resiko.

    - Menurut Djohanputro (2008, p43) manajemen resiko merupakan proses

    terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan,

  • 10

    mengembangkan alternatif penanganan resiko, dan memonitor dan

    mengendalikan implementasi penanganan resiko.

    - Menurut Fahmi (2010, p2) manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang

    membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam

    memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai

    pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis.

    Jadi manajemen resiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian

    resiko yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan

    perusahaan.

    2.2.2 Manfaat Manajemen Resiko

    Menurut Darmawi (2005, p11) manfaat manajemen resiko yang diberikan terhadap

    perusahaan dapat dibagi dalam 5 kategori utama yaitu :

    a. Manajemen resiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.

    b. Manajemen resiko menunjang secara langsung peningkatan laba.

    c. Manajemen resiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.

    d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan

    terhadap resiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.

    e. Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko murni, dan karena kreditur

    pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara

    tidak langsung menolong meningkatkan public image. Anonim (http://jurnal-

    sdm.blogspot.com/)

    Menurut Fahmi (2010, p3), dengan diterapkannya manajemen resiko di suatu

    perusahaan ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu :

  • 11

    a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap

    keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu

    menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.

    b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh

    yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang.

    c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari

    resiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian dari

    segi finansial.

    d. Memungkinkan perusahaan memperoleh resiko kerugian yang minimum.

    e. Dengan adanya konsep manajemen resiko (risk management concept) yang

    dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan

    mekanisme secara suistainable (berkelanjutan).

    2.2.3 Tahap-tahap dalam Melaksanakan Manajemen Resiko

    Menurut Fahmi (2010, p3), untuk mengimplementasikan manajemen resiko secara

    komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu :

    a. Identifikasi Resiko

    Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa

    mengidentifikasi setiap bentuk resiko yang dialami perusahaan, termasuk bentuk-

    bentuk resiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Identifikasi ini dilakukan

    dengan cara melihat potensi-potensi resiko yang sudah terlihat dan yang akan

    terlihat.

    b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk resiko

    Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan

    bentuk dan format resiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk resiko yang diidentifikasi di

    sini telah mampu dijelaskan secara detail, seperti ciri-ciri resiko dan faktor-faktor

  • 12

    timbulnya resiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah

    mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan

    kuantitatif.

    c. Menempatkan ukuran-ukuran resiko

    Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala

    yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian yang akan

    digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk

    kualitatif dan kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan

    metodologi yang digunakan. Dengan kepemilikan rancangan metodologi penelitian

    yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna

    melakukan pengolahan data. Untuk dipahami bahwa penggunaan ukuran dengan

    berdasarkan format metodologi penelitian yang digunakan harus dilakukan dengan

    sangat hati-hati dan penuh kecermatan karena jika salah atau tidak sesuai dengan

    kasus yang ditangani maka hasil yang akan diperoleh nantinya juga dianggap tidak

    akan akurat.

    d. Menempatkan alternatif-alternatif

    Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data.

    Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif

    beserta akibat-akibat atau pengaruh-pengaruh yang akan timbul jika keputusan-

    keputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut

    dipilah dan ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan.

    e. Menganalisis setiap alternatif

    Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan

    dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul. Dampak

    yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparkan

    secara komprehensif dan sistematis, dengan tujuan mampu diperoleh suatu

  • 13

    gambaran secara jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan dangat penting guna

    membantu pengambilan keputusan secara tepat.

    f. Memutuskan suatu alternatif

    Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam

    bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka diharapkan pihak

    manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara khusus dan mendalam.

    Pemilihan satu alternatif dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil

    alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan

    menolak berbagai alternatif lainnya. Dengan pemilihan satu alternatif sebagai solusi

    dalam menyelesaikan berbagai permasalahan diharapkan pihak manajer perusahaan

    sudah memiliki fondasi kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk

    bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada.

    g. Melaksanakan alternatif yang dipilih

    Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk

    melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat

    Keputusan (SK) yang dilengkapi dengan rincian biaya. Rincian biaya yang

    dialokasikan tersebut telah disetuju oleh bagian keuangan serta otoritas pengambil

    penting lainnya.

    h. Mengontrol alternatif yang dipilih tersebut

    Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan oleh pihak tim manajemen

    beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer perusahaan adalah

    melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai resiko yang

    tidak diinginkan.

    i. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih

    Pada tahap ini setelah alternatif dilaksanakan dan kontrol dilakukan maka

    selanjutnya pihak tim manajemen secara sistematis melaporkan kepada pihak

  • 14

    manajer perusahaan. Pelaporan tersebut berbentuk data-data yang bersifat

    fundamental dan teknikal serta dengan tidak mengesampingkan informasi yang

    bersifat lisan. Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah

    bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai dengan yang

    direncanakan.

    2.3 Resiko Operasional

    2.3.1 Definisi Resiko Operasional

    Resiko operasional oleh Basel II didefinisikan sebagai suatu resiko kerugian yang

    disebabkan karena tak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem, serta

    oleh peristiwa eksternal. Walaupun resiko ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi

    bisnis, keterkaitan utamanya adalah pada bidang perbankan yang regulatornya bertanggung

    jawab untuk menciptakan pengamanan sebagai perlindungan terhadap kegagalan sistemik

    sistem perbankan dan ekonomi. Anonim (http://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_operasional)

    Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional adalah potensi penyimpangan

    dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau

    faktor lain. Resiko operasional bisa terjadi pada 2 tingkatan : teknis dan organisasi. Pada

    tataran teknis, resiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat,

    informasi yang tidak memadai, dan pengukuran resiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada

    tataran organisasi, resiko operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan,

    sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

    Menurut Fahmi (2010, p54) resiko operasional merupakan resiko yang umumnya

    bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana resiko ini terjadi disebabkan oleh

    lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang dilakukan oleh

    pihak internal perusahaan.

  • 15

    Jadi resiko operasional adalah resiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari

    ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, dan sistem sistem yang dapat

    menimbulkan kerugian keuangan dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan

    memperoleh keuntungan.

    2.3.2 Klasifikasi Resiko Operasional

    Menurut Bank for International Settlement (2004, p140) kerugian operasional

    dikelompokkan ke dalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss event types). Tujuh tipe kejadian

    kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut :

    a. Penyelewengan internal (internal fraud).

    b. Penyelewengan eksternal (external fraud).

    c. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and workplace

    safety).

    d. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business practices).

    e. Kerusakan terhadap aset fisik perusahaan (physical asset damages).

    f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure).

    g. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution,

    delivery and process management).

    Menurut Fahmi (2010, p54) terdapat 7 (tujuh) jenis resiko operasional atau

    operational risk, antara lain :

    a. Resiko pada Komputer (Computer Risk).

    Ada beberapa resiko yang diperkirakan akan timbul dalam bidang komputer, yaitu :

    Terjadinya perubahan data-data komputer karena faktor terserang oleh

    virus. Kondisi ini sering terjadi karena jaringan komputer berhubungan

    dengan internet. Oleh karena itu, komputer harus selalu memiliki antivirus

  • 16

    yang terbaru. Maka sebaiknya perusahaan harus selalu memiliki tempat

    khusus yang aman untuk menyimpan dokumen panting.

    Komputer adalah teknologi yang selalu mengalami perubahan terutama pada

    setiap program yang ditawarkan, sehingga mengharuskan kualitas IT dari

    para personelnya juga dapat di update setiap waktunya dengan tujuan

    berbagai permasalahan yang akan timbul di kemudian hari dapat dihindari.

    Komputer adalah masuk dalam kategori IT yang memiliki nilai pasar yang

    tinggi, sehingga setiap pergantian perangkat komputer dan biaya tenaga

    ahlinya selalu saja membutuhkan biaya yang tinggi. Seperti biaya training,

    course, service komputer, dan pembelian program berbagai komputer. Dan

    bagi setiap perusahaan program yang harus dibeli adalah selalu harus yang

    bersifat original.

    b. Kerusakan Maintenance Pabrik

    Beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri pada saat timbulnya

    kerusakan maintenance pabrik adalah :

    Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat.

    Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga ahli, jika

    perusahaan tidak memilikinya.

    Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan pabrik.

    Dan persoalan yang lebih jauh jika barang yang dipesan tersebut tidak

    tersedia di pasaran dengan cepat, sehingga mengharuskan perusahaan

    untuk memesan terlebih dahulu dan ini akan memakan waktu yang lama.

    c. Kecelakaan Kerja

    Beberapa bentuk resiko dalam bidang kecelakaan kerja yang akan dialami oleh suatu

    perusahaan yaitu sebagai berikut :

  • 17

    Perusahaan harus memperbaiki sistem manajemen kerja yang telah

    diterapkan selama ini karena dianggap tidak efektif, sehingga untuk

    menyempurnakan konsep sistem manajemen kerja yang baik sebuah

    perusahaan kadangkala harus mengundang konsultan dalam bidang yang

    bersangkutan sehingga pengalokasian anggaran untuk membayar konsultan

    tersebut harus dipertimbangkan termasuk masa uji coba sistem tersebut.

    Bila kecelakaan kerja sering terjadi dan mendapat sorotan dari pihak

    jurnalistik (pers) maka ini bisa berakibat pada turunnya reputasi perusahaan

    di mata konsumen dan mitra bisnis.

    Jika perusahaan tidak menerapkan konsep keselamatan kerja dengan baik

    maka pada saat mengajukan pinjaman ke perbankan akan mengalami

    kendala.

    d. Kesalahan dalam Pembukuan Secara Manual (Manual Risk)

    Resiko dalam bidang pembukuan secara manual sebenarnya terjadi karena beberapa

    sebab seperti :

    Pembukuan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di kertas, sehingga

    pada saat suatu kantor mengalami kebanjiran, kebakaran, kesalahan dalam

    peletakkan tidak bisa atau sulit untuk mencari penggantinya.

    Jika kesalahan dalam pencatatan secara pembukuan terjadi maka

    penyelesaian dan pencarian sumber masalahnya juga harus dilakukan secara

    manual.

    Proses penyusunan pembukuan akan berlangsung dengan waktu yang lama

    sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif. Efisien dilihat dari segi

    biaya dan efektif dilihat dari segi waktu.

  • 18

    Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa

    pengiriman surat. Sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat

    dilakukan dengan cara email atau via internet.

    e. Kesalahan Produksi Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang

    yang Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali

    Ketika kesepakatan tersebut tidak dibuat, maka perusahaan harus menanggung

    beberapa resiko kerugian, yaitu sebagai berikut :

    Adanya barang yang sudah diproduksi dengan harapan dapat terjual namun

    tidak laku terjual dan tidak ada perjanjian barang tersebut tidak bisa ditukar

    sehingga perusahaan mengalami kerugian.

    Pada saat barang sudah diproduksi namun ternyata ada sisa, maka ini

    memaksa perusahaan untuk menjualnya dengan harga yang murah dengan

    asumsi daripada barang tersebut tidak terjual di pasaran atau mengalami

    kadaluarsa.

    Perusahaan tidak bisa melakukan penghematan biaya karena kontrak

    dagang dengan para mitra bisnis bersifat tunai dan tidak ada konsep service

    purna jual.

    f. Pegawai Outsourcing

    Pada saat suatu perusahaan menerima pegawai yang bersifat outsourcing maka ada

    beberapa resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan, yaitu :

    Pegawai tersebut bukan pegawai tetap, dalam artian pegawai tersebut tidak

    bekerja hingga pensiun. Sehingga ia akan bekerja sebatas masa kontrak

    kerja saja. Dengan begitu rasa tanggung jawab psikologis untuk menjaga

    perusahaan tidak begitu ia pikirkan karena pegawai tersebut lebih

    bertanggungjawab kepada perusahaan penyalur.

  • 19

    Rahasia perusahaan selama ia bekerja memungkinkan sekali untuk diketahui

    oleh publik luar ketika ia tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut.

    Sementara rahasia perusahaan menyangkut dengan wibawa dan nama bali

    perusahaan.

    g. Globalisasi dalam Konsep dan Produk

    Era globalisasi telah memberi perubahan besar bagi konsep bisnis pada seluruh

    sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan konsep produk

    dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka artinya

    produk tersebut tidak akan laku di pasaran secara baik.

    Karena faktor itu perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen yang berbasis

    konsep global yang secara tidak langsung mekanisme operasional perusahaan juga

    harus bersifat global.

    Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional bisa disebabkan oleh beberapa

    faktor, yaitu :

    - Manusia (SDM)

    - Teknologi

    - Sistem dan prosedur

    - Kebijakan

    - Struktur organisasi

    Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam resiko operasional, antara

    lain :

    a. Resiko Produktivitas

    Resiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat produktivitas

    yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel yang mempengaruhi

  • 20

    produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan

    SDM

    b. Resiko Teknologi

    Resiko teknologi berupa potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang

    digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi.

    c. Resiko Inovasi

    Resiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya pambaharuan,

    modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek bisnis.

    d. Resiko Sistem

    Resiko ini merupakan bagian dari resiko proses, yaitu potensi penyimpangan hasil

    karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam operasi perusahaan.

    e. Resiko Proses

    Resiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang

    diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi

    sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan material) dan karena

    perubahan lingkungan. Kesalahan prosedur merupakan salah satu bentuk

    perwujudan resiko proses.

    2.3.3 Siklus Manajemen Resiko Operasional

    Menurut Djohanputro (2008, p43) siklus manajemen resiko operasional terdiri dari 5

    tahap, yaitu :

    1. Tahap satu : Identifikasi Resiko

    Pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja resiko yang dihadapi oleh

    perusahaan.

  • 21

    2. Tahap dua : Pengukuran Resiko

    Pada dasarnya, pengukuran resiko mengacu pada 2 faktor : kuantitas resiko dan

    kualitas resiko. Kuantitas resiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur,

    yang rentan terhadap resiko.

    3. Tahap tiga : Pemetaan Resiko

    Perusahaan tidak perlu menakuti semua resiko. Ada resiko yang perlu mendapat

    perhatian khusus, tetapi ada pula resiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya

    perusahaan perlu membuat peta resiko. Tujuan pemetaan ini adalah untuk

    menetapkan prioritas resiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan.

    4. Tahap empat : Model Pengelolaan Resiko

    Ada beberapa model yang bisa diterapkan perusahaan dalam mengelola resiko.

    5. Tahap lima : Monitor dan Pengendalian

    Mengapa monitor dan pengendalian penting? Pertama, manajemen perlu

    memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan resiko berjalan sesuai dengan rencana.

    Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua, manajemen juga

    perlu memastikan bahwa model pengelolaan resiko cukup efektif. Artinya, model

    yang diterapkan sesuai dengan tujuan pengelolaan resiko. Ketiga, karena resiko itu

    sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau

    perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil resiko.

    Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta resiko yang otomatis pada

    perubahan prioritas resiko.

    2.4 Forecasting

    2.4.1 Definisi forecasting

    Forecasting adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang

    melalui pengujian keadaan masa lalu. Definisi lain forecasting yaitu; merupakan suatu cara

  • 22

    untuk mengukur atau menaksir kondisi bisnis di masa mendatang secara kuantitatif dan

    kualitatif (Astuti, 2005, p25).

    Menurut Siswanto (2007, p7) dalam blognya mengenai Business Forecasting, ada

    beberapa definisi mengenai forecasting :

    - forecasting adalah proses untuk mendeteksi pola yang akan datang apakah

    berupa siklus, asosiasi, atau analogi berdasar pada intuisi dan critical judgment.

    - forecasting adalah proses menghitung dan memprediksi kejadian-kejadian yang

    akan datang, biasanya didasarkan pada ekstrapolasi masa lalu dengan berbagai

    tingkat ketidakpastian.

    - forecasting adalah proses untuk memprediksi beberapa kejadian atau kondisi

    yang akan datang atau mengindikasikan kemungkinan-kemungkinan yang paling

    mungkin terjadi, biasanya merupakan hasil dari sebuah proses mempelajari dan

    menganalisis data yang tersedia dan relevan.

    2.4.2 Hubungan forecasting dengan rencana

    Forecasting adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang,

    sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan dilakukan pada waktu yang akan

    datang (Astuti, 2005, p25). Untuk membuat rencana jangka panjang, suatu perusahaan

    harus mempertimbangkan kapasitas, fasilitas, elastisitas harga, forecast permintaan

    konsumen dan sebagainya.

    2.4.3 Tujuan forecasting

    Dalam dunia usaha sangat penting diperkirakan hal-hal yang terjadi di masa depan

    sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, terutama dunia usaha itu merupakan bagian

    dari kehidupan sosial; dimana segala sesuatu yang terjadi serba tidak pasti, sukar diprediksi

  • 23

    dengan tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah forecast / rencana. Forecasting yang

    dibuat selalu diupayakan agar dapat:

    a. Meminimumkan pengaruh ketidakpastian terhadap perusahaan,

    b. Forecasting bertujuan mendapatkan forecast yang bisa meminimumkan kesalahan

    meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan mean squared error (MSE), mean

    absolute error (MAE), dan sebagainya (Astuti, 2005, p25).

    2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

    2.5.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP)

    Menurut Jaelani (2009) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode untuk

    memecahkan suatu situasi yang kompleks tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen

    dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap

    variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi

    guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

    Menurut Kastowo (2008) metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang

    ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan

    efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses

    pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya,

    menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada

    pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai

    pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi

    dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu

    memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang

    berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan

    bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika

    yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang

  • 24

    beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang

    dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).

    2.5.2 Menyusun Hierarki

    Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu

    prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan skala prioritas (Comparative

    Judgement), prinsip menentukan bobot prioritas (Systhesis of Priority), dan prinsip

    konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari

    permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau

    komponen - komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan

    tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria

    yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada

    setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:

    a. Lengkap

    Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang

    digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.

    b. Operasional

    Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi

    pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif

    yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk

    berkomunikasi.

    c. Tidak berlebihan

    Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang

    sama.

  • 25

    d. Minimum

    Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah

    pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.

    Decomposition

    Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu

    memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan

    hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga

    didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses

    analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan

    pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari

    pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan

    kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis

    hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua

    elemen pada semua tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat

    berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap.

    Comparative Judgement

    Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada

    suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini

    merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-

    elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam bentuk matriks yang

    dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap

    elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni:

    a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)

    b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)

  • 26

    Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu

    dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala kepentingan,

    Saaty menggunakan patokan pada tabel berikut.

    Tabel 2.1 Penetapan Prioritas dengan Perbandingan Berpasangan

    Intensitas Kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen

    menyumbangnya sama besar pada sifat itu

    3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

    Pengalan dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

    5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya

    Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

    7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya

    Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek

    9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya

    Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

    2, 4, 6, 8 Nilai nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

    Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

    Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan suatu aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aktivitas i.

    Sumber : http://www.ittelkom.ac.id/library/

    Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya

    jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama

    dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua

  • 27

    elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen

    yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan

    diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang

    diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena

    matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1.

    Synthesis of Priority

    Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari eigenvectornya untuk

    mendapatkan local priority, karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap

    tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara

    local prority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.

    Pengurutan elemen elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa

    dinamakan priority setting.

    Logical Consistency

    Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat

    dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah

    menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria

    tertentu.

    2.5.3 Penggunaan Metode AHP

    Menurut Kastowo (2008) Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat

    diringkas dalam penjelasan berikut ini:

    1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan.

    2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks

    dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.

  • 28

    3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini

    menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan

    bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan.

    Menurut Heru (2006, p1) kaidah pembobotan menyatakan bahwa:

    1. Nilai bobot KPI berkisar antara 0 1 atau antara 0% 100% jika kita menggunakan

    prosentase.

    2. Jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%)

    3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).

    2.6 Generalized Pareto Distribution

    2.6.1 Definisi Generalized Pareto Distribution

    Menurut Muslich (2007, p145) pada umumnya observasi yang menarik untuk

    diketahui adalah observasi yang melampaui suatu tingkat threshold. Untuk mengetahui data

    kerugian operasional di atas suatu level threshold digunakan teori Picklands, Dalkema, de

    Hann. Teori Picklands, Dalkema, de Hann menyatakan bahwa fungsi distribusi atau yang

    disebut sebagai fungsi distribusi kondisi lebih dirumuskan sebagai distribusi Pareto yang

    digeneralisasikan (Generalized Pareto Distribution GPD).

    Generalized Pareto Distribution dapat digunakan seperti distribusi eksponensial,

    dimana terdapat distribusi probabilitas standar yang seringkali digunakan untuk model-model

    tersebut. Anonim (http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/stats/brn2ivz-

    52.html#brn2ivz-54).

    Generalized Pareto Distribution adalah sebuah keluarga yang terdiri atas 3

    parameter, yaitu location (), scale (), dan shape (). Anonim

    (http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_distribution).

    Jadi Generalized Pareto Distribution adalah metode yang digunakan untuk

    mengetahui tingkat potensi kerugian pada suatu perusahaan karena kasus kerugian

  • 29

    operasional dengan menggunakan data yang berada di atas nilai threshold (batas kerugian

    yang dapat ditoleransi oleh perusahaan).

    2.6.2 Value at Risk (VaR)

    Menurut Zubair (2010, p3) Value at Risk dapat diartikan sebagai kerugian terburuk

    dari suatu portofolio aset pada suatu jangka waktu tertentu dengan suatu tingkat

    kepercayaan tertentu. VaR dapat menghitung besarnya kerugian terburuk yang dapat terjadi

    dengan mengetahui posisi aset, volatilitas dari aset, tingkat kepercayaan akan terjadinya

    resiko, dan time horizon atau jangka waktu penempatan aset.

    Menurut Nababan (2008, p12) Value at Risk sekarang ini menjadi alat standar dalam

    mengelola resiko pada bank dan institusi keuangan lainnya. Hal ini diartikan sebagai kerugian

    untuk suatu tingkat kepercayaan yang diberikan. Untuk suatu tingkat kepercayaan p = 99%,

    seseorang percaya bahwa 99% pada akhir resiko terpilih tidak akan terdapat lebih besar

    kerugian dari VaR.

    Menurut Satria (2009, p1) Value at Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin

    terjadi dalam rentang waktu/ periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat

    kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data

    historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif.

    Jadi Value at Risk adalah suatu metode pengukuran resiko yang memperkirakan

    kerugian maksimum yang mungkin terjadi atas suatu portofolio pada tingkat kepercayaan

    tertentu.

    2.6.3 Expected Shortfall (ES)

    Expected Shortfall (ES) adalah alat ukur resiko, atau konsep yang digunakan dalam

    pembiayaan (dan lebih khusus lagi di bidang pengukuran resiko keuangan) untuk

    mengevaluasi resiko pasar atau resiko kredit portofolio. ES adalah suatu alternatif untuk nilai

  • 30

    pada resiko yang lebih sensitif dengan bentuk distribusi kerugian dalam tail. Expected

    Shortfall sering disebut conditional value at risk (CVaR), average value at risk (AVaR),

    dan expected tail loss (ETL). Anonim (http://en.wikipedia.org/wiki/Expected_shortfall).

    Menurut Muslich (2007, p131) Expected Shortfall dikenal juga dengan sebutan tail

    conditional expectation yang merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang melebihi

    VaR.

  • 31

    2.7 Kerangka Pemikiran

    PT. HOME SPIRIT

    Analytical Hierarchy Process (AHP)

    Generalized Pareto

    Distribution

    Value at Risk (VaR)

    Expected Shortfall

    (ES)

    Perencanaan Solusi Penanganan Resiko Operasional

    PT. HOME SPIRIT

    Penetapan Alternatif Vektor Prioritas

    Peramalan Resiko Operasional Forecasting