BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA...

31
8 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Risiko 2.1.1 Definisi Risiko Menurut salah satu definisi, risiko atau risk adalah sama dengan uncertainty atau ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian seringkali seringkali digunakan dalam arti yang sama, penggunaannya saling dipertukarkan dengan maksud yang sama. Oleh karena itu, sangat membantu sekali jika mengetahui definisi risiko secara tepat. Menurut Idroes (2006,p7) risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Berdasarkan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2005, A.4) risiko didefinisikan sebagai “Chance of a bad outcome”. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Menurut Eddie Cade mendefinisikan risiko sebagai “exposure to uncertainty of outcome”. Menegaskan bahwa “outcome” tidak selalu berupa dalam kerugian, outcome” dapat saja berupa keuntungan. (Tampubolon, 2004,p20) Menurut George J. Benston mengemukakan bahwa risiko merupakan probabilita dari setiap kemungkinan yang mungkin terjadi dan biasanya dikaitkan dengan konotasi negatif atau sebagai kejadian yang tidak diinginkan – atau dapat mengakibatkan

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA...

   

 

8

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Risiko

2.1.1 Definisi Risiko

Menurut salah satu definisi, risiko atau risk adalah sama dengan uncertainty atau

ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian seringkali seringkali digunakan dalam arti yang

sama, penggunaannya saling dipertukarkan dengan maksud yang sama. Oleh karena itu,

sangat membantu sekali jika mengetahui definisi risiko secara tepat.

• Menurut Idroes (2006,p7) risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya

kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan

terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.

• Berdasarkan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2005, A.4) risiko didefinisikan

sebagai “Chance of a bad outcome”. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan

terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila

tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya.

• Menurut Eddie Cade mendefinisikan risiko sebagai “exposure to uncertainty of

outcome”. Menegaskan bahwa “outcome” tidak selalu berupa dalam kerugian,

“outcome” dapat saja berupa keuntungan. (Tampubolon, 2004,p20)

• Menurut George J. Benston mengemukakan bahwa risiko merupakan probabilita dari

setiap kemungkinan yang mungkin terjadi dan biasanya dikaitkan dengan konotasi

negatif atau sebagai kejadian yang tidak diinginkan – atau dapat mengakibatkan

   

 

9

institusi keuangan mengalami kegagalan daripada kesuksesan (Kertonegoro, 2000,

p1)

• Menurut Emmet J. Vaughan dan Curtis M. Elliot dalam bukunya Fundamentals of Risk

and Insurance, mendefinisikan risiko adalah kans kerugian (The chance of loss),

kemungkinan kerugian (The possibility of loss), ketidakpastian (uncertainty),

penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan (the dispersion of actual from

expected result), probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan (the

probability of any outcome different from the one expected). (Kertonegoro, 2000,

p1)

Jadi definisi dari risiko adalah suatu kemungkinan (ketidakpastian) akan terjadinya hasil yang

tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak

dikelola semestinya.

2.1.2 Bahaya dan Ancaman

Berdasaran perspektif bahaya menurut Robert Tampubolon, (2004, p26-p27)

menggambarkan bahaya adalah sebab kerugian. Misalnya : kematian, kebakaran, atau

kecelakaan. Sedangkan ancaman adalah keadaan yang dapat menciptakan atau menambah

kemungkinan terjadinya kerugian yang timbul dari suatu bahaya.

Ancaman biasanya dibedakan dalam tiga golongan, yaitu :

a) Ancaman fisik (physical hazard) adalah sifat-sifat fisik yang menambah kemungkinan

kerugian dari berbagai bahaya. Misalnya : tipe konstruksi, lokasi bangunan, dan

hunian gedung menambah kemungkinan kerugian dari kebakaran.

   

 

10

 

b) Ancaman mental (moral hazard), ialah tambahan kemungkinan kerugian yang

diakibatkan dari tendensi kecurangan pada sifat manusia yang terganggu. Misalnya,

keinginan memperoleh uang pertanggungan dengan memalsukan dokumen klaim.

c) Ancaman moril (morale hazard), yaitu timbulnya sifat tak acuh pihak tertanggung

terhadap terjadinya kerugian. Misalnya karena telah ada pihak penanggung maka

tertanggung menjadi tidak berhati-hati dibanding jika kerugian itu ditanggung

sendiri.

menyumbang pada

menyebabkan

menciptakan

berupa

menyangkut

Gambar 2.1 Penyebab Kerugian

Sumber : Bickelhaupt, General Insurance, 2005

Fisik Ancaman (Hazard)

Mental

Bahaya (peril)

Subyektif Obyektif Kans atau probabilitas kerugian

Ketidakpastian atau penyimpangan

Risiko

Kerugian

   

 

11

2.1.3 Jenis-Jenis Risiko

Menurut Kertonegoro, (2000,p7) risiko dapat diklasifikasikan dalam beberapa

kategori tertentu sebagaimana diuraikan berikut :

a) Risiko yang dapat diukur dan risiko yang tidak dapat diukur

Risiko yang dapat diukur (measurable risk) adalah risiko yang dapat diukur melalui

analisis kuantitatif atau statistik, seperti tingkat kematian pada berbagai golongan

umur manusia. Risiko yang tidak dapat dapat diukur (unmeasurable risk) yaitu

risiko yang tidak dapat dikuantifikasi, seperti kegagalan atau usaha.

b) Risiko finansial dan risiko non finansial

Istilah risiko termasuk setiap situasi yang mengandung eksposur terhadap sesuatu

yang negatif (adverity). Dalam beberapa hal, sesuatu yang negatif itu menyangkut

kerugian finansial, dan dalam hal-hal lain tidak menyangkut konsekuensi finansial.

Dan dalam pembahasan ini, risiko yang dimaksud adalah menyangkut kerugian

finansial.

c) Risiko statis dan risiko dinamis

Risiko dinamis adalah risiko yang diakibatkan dari perubahan-perubahan dalam

perekonomian. Perubahan-perubahan dalam harga, selera konsumen, penghasilan

produksi, dan teknologi dapat menyebabkan kerugian finansial kepada para

anggota perekonomian. Risiko statis menyangkut kerugian-kerugian yang terjadi

meskipun tidak ada perubahan dalam perekonomian. Walaupun selera,

penghasilan, produksi, dan teknologi tidak berubah, tetapi para individu dapat

mengalami kerugian finansial. Jika risiko dinamis dapat memberikan manfaat bagi

   

 

12

masyarakat dalam jangka panjang karena dinamikanya, maka risiko statis

mengakibatkan kerusakan dan kerugian baik harta/miliknya ataupun jiwa/

tubuhnya.

d) Risiko fundamental dan risiko khusus

Risiko fundamental menyangkut kerugian-kerugian yang sebab dan

konsekuensinya bersifat nonpribadi (impersonal). Risiko ini termasuk risiko

kelompok yang disebabkan sebagian besar oleh fenomena ekonomis, sosial, dan

politis, meskipun juga diakibatkan bisa diakibatkan dari kejadian fisik,

pengaruhnya meliputi bagian besar atau seluruh penduduk. Sedangkan risiko

khusus menyangkut kerugian yang timbul dari peristiwa individual, dan dirasakan

oleh individu daripada oleh seluruh kelompok.

e) Risiko murni dan spekulatif

Risiko murni (pure risk) menunjukkan situasi yang menyangkut kemungkinan

antara kerugian atau tidak ada kerugian. Contoh: setiap individu yang memiliki

mobil atau rumah selalu menghadapi kemungkinan miliknya itu rusak atau

terbakar; setiap individu juga selalu menghadapi kemungkinan kematian prematur.

Sedangkan risiko spekulatif menunjukkan situasi dimana terdapat kemungkinan

kerugian juga kemungkinan laba.

Berikut adalah gambar yang menunjukkan jenis-jenis risiko :

   

 

13

Gambar 2.2 : Jenis-Jenis Risiko

Sumber : Triesman, Gustavson, Hoyt, Risk Management and Insurance, 2001

2.1.4 Metode Penanganan Risiko

Menurut Robert Tampubolon, (2004, p31-p32) Risiko selalu ada, dan manusia tidak

bisa melarikan diri dari adanya risiko, sehingga orang harus mencari cara-cara untuk

menanganinya. Oleh karena risiko dan ketidakpastian yang menyertainya menimbulkan

ketidakenakan dan kecemasan, maka manusia rasional akan melakukan tindakan untuk

mengatasinya. Pada dasarnya penanganan risiko bisa dilakukan dengan lima cara, yaitu

bahwa risiko bisa dihindari, ditanggung sendiri, dikurangi, dialihkan, dan dibagi.

a. Menghindari risiko

Risiko ini bisa dihindari jika orang tidak mau menerima risiko barang sedikit atau

sebentar pun. Oleh karena setiap kegiatan dan usaha selalu mengandung risiko,

maka menghindari risiko berarti tidak berbuat apa-apa pun, sehingga akan

menghambat kemajuan bagi individu dan masyarakat.

b. Menanggung sendiri

Oleh karena setiap individu menghadapi berbagai risiko yang cukup banyak maka

RISK

SPECULATIVE PURE

DYNAMIC STATIC DYNAMIC STATIC

SUBJECTIVE OBJECTIVE SUBJECTIVE OBJECTIVE

   

 

14

banyak juga risiko yang tidak tertangani, dan berarti kemungkinan kerugiannya

ditanggung sendiri. Potensi risiko ini dapat bersifat sukarela (voluntary) yang berarti

individu mengetahui adanya risiko dan dengan sadar menanggungnya sendiri, atau

bersifat tidak sukarela (involuntary) yang berarti individu tidak mengetahui adanya

risiko dan tanpa disadari menangung sendiri konsekuensi kerugiannya. Retensi risiko

dapat dilakukan untuk kemungkinan kerugian yang relatif kecil.

c. Mengurangi risiko

Risiko dapat dikurangi melalui dua cara. Pertama, tindakan pencegahan seperti

keselamatan. Kesehatan, peringatan dini, dan penjagaan. Contoh : program

keselamatan dan kesehatan kerja untuk pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat

kerja. Kedua, penggunaan hukum besar untuk mengurangi risiko yang berkelompok.

Dengan ini perusahaan dapat menanggung kemungkinan kerugian secara

keseluruhan yang lebih kecil daripada jumlah seluruh eksposur individual.

d. Mengalihkan risiko

Risiko dapat dialihkan dari satu pihak kepada pihak lain yang bersedia menanggung

risiko. Contoh : melalui prosedur hedging yaitu pembelian dan penjualan untuk

penyerahan komoditi mendatang dimana dealer dan produsen melindungi diri

terhadap penurunan atau kenaikan harga pasar antara waktu membeli bahan

mentah dan menjual produk jadi.

e. Membagi risiko

Risiko bisa dibagi dengan mengumpulkannya dari para anggota suatu kelompok

sehingga akibatnya secara individual berada dalam batas kemampuan untuk

menangggung. Contoh: suatu Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk badan

   

 

15

hukum yang mengumpulkan investasi dari sejumlah besar peserta (pemegang

saham), sehingga masing-masing peserta hanya menanggung risiko yang terbatas

pada jumlah investasinya saja.

2.2 Manajemen Risiko

2.2.1 Definisi Manajemen Risiko

Dengan adanya penerapan manajemen risiko dilakukan secara bertahap dan sedini

mungkin. Implementasinya akan memberi manfaat yang luar biasa dalam hal meningkatkan

daya saing, fleksibilitas, dan dalam pemanfaatan peluang-peluang bisnis baru. Untuk lebih

jelasnya, manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai berikut :

• Menurut Siahaan (2007,p19) manajemen risiko adalah proses sistematik untuk

mengelola risiko. Terlepas apakah risiko murni atau spekulasi, yang dapat

mempengaruhi kemampuan perusahaan mencapai tujuan strategisnya.

• Dalam jurnal Kerangka Kerja Risk Management BEI NEWS. Edisi 5 Tahun II Maret-

April 2001, Manajemen Risiko pada dasarnya adalah proses menyeluruh yang

dilengkapi dengan alat, teknik, dan sains yang diperlukan untuk mengenali,

mengukur, dan mengelola risiko secara lebih transparan. (Batuparan,2001,p23)

• Menurut Sukarman, mendefinisikan manajemen risiko sebagai keseluruhan sistem

pengelolaan dan pengendalian risiko yang terdiri dari seperangkat alat, teknik,

proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem dan prosedur operasional)

dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat

kesehatan perusahaan yang telah ditetapkan dalam corporate plan atau rencana

   

 

16

strategis perusahaan lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan perusahaan yang

berlaku. (Tampubolon, 2004, p33)

• William Thornhill mendefinisikan manajemen risiko sebagai sebuah disiplin

pengelolaan yang tujuannya adalah untuk memproteksi aset dan laba sebuah

organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan

pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena

bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan.

(Tampubolon, 2004, p34)

Jadi definisi dari manajemen risiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian

risiko yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan

dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara

tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan perusahaan yang telah ditetapkan dalam

corporate plan atau rencana strategis perusahaan lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan

perusahaan yang berlaku.

2.2.2 Tujuan Manajemen Risiko

Menurut Sentanoe, Kertonegoro (2000,p59) Tujuan manajemen risiko adalah untuk

menekan akibat merugikan (adverse effect) dari risiko murni dengan biaya minimum sesuai

dengan tujuan perusahaan.

Menurut Salim (1993,p195) tujuan manajemen risiko adalah tujuan yang hendak

dicapai dengan manajemen risiko ialah dalam mengelola perusahaan supaya mencegah

perusahaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan perusahaan,

menekan biaya produksi, dan sebagainya. Adapun sasaran utama yang hendak dicapai yaitu

oleh manajemen risiko terdiri dari :

   

 

17

a. Untuk kelangsungan hidup perusahaan (survival)

b. Keterangan dalam berpikir

c. Memperkecil biaya (least cost)

d. Menstabilisir pendapatan perusahaan

e. Memperkecil atau meniadakan gangguan dalam berproduksi

f. Mengembangkan pertumbuhan perusahaan.

g. Mempunyai tanggung jawab sosial terhadap karyawan

2.2.3 Proses Manajemen Risiko

Sentanoe mendeskripsikan proses manajemen risiko menyangkut lima langkah,

yaitu: (2000,p59-p60)

a) Prosedur dan sistem informasi harus diciptakan dalam organisasi untuk dapat

menginventarisasi dan menemukan selengkapnya seluruh potensi risiko (murni)

yang dapat timbul dalam kegiatan perusahan. Penemuan risiko merupakan fungsi

yang pertama dan paling sulit bagi risiko manajer atau administrator. Jika tidak

semua risiko dapat diidentifikasi, maka manajer risiko tidak bisa berkesempatan

untuk menangani risiko-risiko yang tidak diketahui ini.

b) Pengukuran yang tepat atas kerugian yang berhubungan dengan risiko.

Pengukuran ini termasuk penentuan (i) probabilitas atau kans bahwa kerugian

akan terjadi, (ii) pengaruh kerugian tersebut terhadap keuangan perusahaan, jika

terjadi, (iii) kemampuan untuk memprakirakan kerugian yang akan benar-benar

terjadi selama periode anggaran. Proses pengukuran ini penting karena

menunjukkan risiko-risiko yang serius dan karenanya perlu mendapat perhatian.

   

 

18

c) Setelah risiko diidentifikasi dan diukur, berbagai berbagai alternatif penyelesaian

dan alat manajemen risiko harus dipertimbangkan dan keputusan dibuat mengenai

kombinasi alat yang terbaik untuk digunakan memecahkan masalah. Alat-alat ini

termasuk (i) menghindari risiko, (ii) menurunkan kans terjadinya kerugian atau

mengurangi besarnya kerugian, jika terjadi, (iii) mengalihan risiko kepada pihak

lain, (iv) menanggung sendiri risiko secara internal.

d) Setelah memutuskan di antara berbagai alternatif metode penanganan risiko,

administrator risiko dan juga kelompok manajemen yang berkepentingan harus

menetapkan cara-cara untuk menerapkan keputusan yang dibuat itu.

e) Hasil keputusan yang dibuat dan dilaksanakan harus dimonitor untuk menilai

kearifan dari keputusan itu, dan menentukan apakah perubahan kondisi/ situasi

memerlukan pemecahan yang berbeda.

Menurut Siahaan (2007,p28) Manajemen risiko akan melindungi dan menambah nilai

kepada para stakeholders organisasi dengan bantuannya mencapai tujuan organisasi, yaitu

dengan cara:

• Menyediakan kerangka kerja organisasi yang memungkinkan menjalankan kegiatan

yang akan datang secara konsisten dan terkendali.

• Memperbaiki pengambilan keputusan, perencanaan, dan penyusunan skala prioritas

berdasarkan pemahaman secara komprehensif kegiatan usaha, volatility (fluktuasi)

serta peluang dan ancaman proyek.

• Menyumbang pada penggunaan dan pengalokasian modal dan sumber daya

organisasi yang lebih efisien.

• Mengurangi volatility pada bidang-bidang usaha yang tidak penting.

   

 

19

• Mengembangkan dan mendukung orang-orang dan pengetahuan dasar tentang

organisasi

• Mengoptimalkan efisiensi operasi.

2.2.4 Sumbangan Manajemen Risiko

Menurut Sentanoe (2000,p60-p61) sumbangan manajemen risiko pada suatu

perusahaan dapat dibagi dalam tiga golongan utama :

Pertama, manajemen risiko memberi sumbangan langsung pada laba perusahaan

(atau bagi organisasi nonlaba berupa efisiensi operasi) dengan menekan biaya dan

sekaligus meningkatkan penghasilan. Contoh : manajemen risiko dapat menurunkan

biaya melalui pencegahan atau penurunan kerugian yang tak terduga sebagai hasil

dari upaya-upaya dengan biaya kecil tertentu, melalui pengalihan kerugian serius

yang potensial kepada pihak lain dengan biaya yang serendah mungkin, dan melalui

penanganan sendiri kerugian-kerugian kecil

Kedua, manajemen risiko memberi sumbangan tidak langsung pada laba perusahaan

dengan lima cara.

a) Jika perusahaan dapat berhasil menangani risiko murni, maka ketenangan pikiran

dan kepercayaan yang ditimbulkannya memungkinkan manajer dapat melakukan

risiko-risiko yang lebih spekulatif. Contoh : jika suatu perusahaan terus khawatir

terjadinya kebakaran atas pabriknya dan kecelakaan kerja atas karyawannya,

manajernya mungkin akan membatasi diri pada pasar yang ada saat ini saja. Jika

terbebas dari kekhawatiran itu, manajer akan memperluas pasaran ke luar negeri.

b) Dengan memberi peringatan kepada manajer puncak adanya aspek risiko murni

dalam suatu usaha, manajemen risiko meningkatkan kualitas keputusan

   

 

20

mengenai usaha itu. Contoh: suatu perusahaan yang sedang mempertimbangkan

apakah menyewa atau membeli sebuah gedung akan mengambil keputusan yang

keliru, jika mengabaikan berbagai pengaruh ekonomis dari kemungkinan

kerusakan fisik karena kebakaran, gempa, dan sebagainya.

c) Jika suatu keputusan telah dibuat untuk melakukan suatu usaha yang berisiko,

penanganan aspek risiko murni yang sebaik-baiknya memungkinkan perusahan

menjalankan usahanya lebih arif dan lebih efisien. Contoh : suatu perusahaan

dapat mengembangkan jenis-jenis produknya lebih agresif jika mendapat jaminan

bahwa perusahaan terlindungi terhadap kemungkinan tuntutan mengenai

produknya.

d) Manajemen risiko dapat menekan fluktuasi dalam laba dan aliran kas, sehingga

akan membantu penyusunan kerja dan anggaran perusahaan.

e) Kreditur, pelanggan, dan pemasok yang dapat menunjang laba perusahaan

memilih berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai perlindungan yang

cukup terhadap risiko-risiko murni.

Ketiga, manajemen risiko dapat ikut menentukan kelangsungan hidup dan kegagalan

perusahaan. Beberapa risiko murni, seperti tuntutan liabilitas yang besar atau

kehancuran fisik fasilitas pabrik, dapat melumpuhkan suatu perusahaan; tanpa

persiapan yang baik atas peristiwa-peristiwa tersebut, perusahaan dapat bangkrut.

Seandainya manajemen risiko tidak memberi sumbangan pada kesehatan ekonomis

perusahaan dengan cara lainnya, kemanfaatan ini saja sudah merupakan fungsi kritis

dari manajemen perusahaan.

   

 

21

2.3 Risiko operasional

2.3.1 Definisi Risiko Operasional

Risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks dengan sumber risiko

yang merupakan gabungan dari berbagai sumber yang ada dalam organisasi, proses dan

kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Untuk memahami

pengertian risiko operasional, berikut definisi risiko operasional :

• Menurut Idroes (2006,p131) Risiko operasional adalah sebuah risiko yang

mempengaruhi semua bisnis karena risiko operasional tidak dapat dipisahkan dalam

melakukan aktivitas proses atau operasional.

• Menurut Tampubolon (2006,p27) Risiko operasional adalah eksposur yang timbul

antara lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal

(process factors). Juga adanya kesalahan atau kecurangan manusia (human factors),

kegagalan sistem (system factors) dalam mencatat, membukukan, dan melaporkan

transaksi secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam

mematuhi ketentuan intern maupun regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau

adanya problem eksternal (external factors).

• Menurut Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dalam

Lampiran SE No.5/21/DPN tanggal 29September2003, risiko operasional adalah risiko

yang antara lain disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses

internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang

mempengaruhi operasional Bank. Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian

keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas

hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan.

   

 

22

• Menurut Basel II Accord, risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian yang

terjadi sebagai akibat dari iketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia,

dan sistem-sistem atau sebagai akibat dari kejadian eksternal (tidak memuat bisnis,

strategis, dan risiko reputasi). (Mashyud,2006,p272)

Jadi definisi dari risiko operasional adalah risiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari

iketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, dan sistem-sistem atau sebagai

akibat dari kejadian eksternal. Juga dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung

maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh

keuntungan.

2.3.2 Kerugian Operasional

Bank for International Settlement (BIS, p140, 2004) telah mengelompokkan kerugian

operasional kedalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss even types). Tujuh tipe kerugian

tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut :

a. Penyelewengan internal (internal fraud)

b. Penyelewengan eksternal (external fraud)

c. Praktik kepegawaian dan keselematan kerja (employment practices and workplace

safety)

d. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business damages)

e. Kerusakan terhadap asset fisik perusahaan (physical asset damages).

f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure)

g. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution,

delivery and process management)

   

 

23

2.3.3 Sumber-Sumber Risiko Operasional

BIS, Inter American Development Bank (2000,p109) membagi sumber risiko

operasional menjadi enam klasifikasi, yaitu sebagai berikut :

a. Masalah pengendalian internal seperti struktur organisasi, yaitu risiko yang

disebabkan oleh tidak memadainya pemisahan tugas, fungsi, wewenang, dan

tanggung jawab dalam struktur organisasi perusahaan.

b. Masalah otorisasi atau pendelegasian wewenang, yaitu risiko yang timbul dari suatu

transaksi yang dilaksanakan tanpa otorisasi yang sesuai dengan kerangka kerja

operasional perusahaan.

c. Ketidakcukupan prosedur atau tidak berfungsinya proses internal seperti dalam

peluncuran produk dan aktivitas baru. Risiko operasional yang timbul dari

pengenalan produk dan aktivitas baru tanpa didukung pengetahuan atau prosedur

operasi dan struktur pengendalian yang memadai.

d. Proses transaksi, yaitu risiko dari kesalahan atau kegagalan pengendalian dalam satu

atau lebih pemrosesan transaksi sebagai berikut :

1) Pencatatan, yaitu risiko yang timbul saat transaksi tidak dicatat atau tidak

tercatat dengan benar, yang mengakibatkan kesalahan dalam informasi eksposur

risiko sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil.

2) Penilaian (penghitungan) posisi, yaitu risiko yang disebabkan dari tidak

terdeteksinya perbedaan antara posisi yang dilaporkan oleh unit bisnis dengan

satuan kerja yang melaksanakan fungsi kontrol dan pengendalian.

   

 

24

3) Konfirmasi, yaitu risiko yang ditimbulkan akibat proses konfirmasi tidak dapat

mendeteksi terjadinya kesalahan dalam data transaksi yang tercatat, atau dari

transaksi yang telah dilaksanakan namun tidak tercatat.

4) Penyelesaian transaksi (settlement), yaitu risiko yang timbul akibat aset tidak

tertagih (diterima) atau dibayarkan (dikirimkan) sesuai dengan tanggal

penagihan atau pembayaran yang telah disepakati, atau tidak dapat

dilaksanakan dengan tepat.

5) Aset fisik, yaitu risiko yang timbul akibat kas atau aset-aset lain (sekuritas, surat

berharga, cek, dan sebagainya) dapat diakses oleh staf yang tidak memiliki

otorisasi terhadap aset yang bersangkutan.

6) Akses sistem informasi, yaitu risiko yang ditimbulkan dari staf yang tidak

memiliki otorisasi, dapat melakukan modifikasi atau membaca data tertentu

dalam sistem informasi.

7) Finansial, yaitu risiko yang ditimbulkan dari kesalahan pengelolaan dana dan

asset-aset lainnya yang menyebabkan timbulnya overdraft atau tingginya biaya

oportunitas akibat utilisasi dana yang tidak dilakukan dengan tepat.

8) Valuasi, yaitu risiko yang timbul akibat suatu transaksi atau aset yang tidak

dinilai dengan tepat akibat penggunaan data pasar atau model valuasi yang

salah.

e. Kesalahan manusia dan fraud yang meliputi kerugian operasional seperti berikut :

Integritas dan pertimbangan yang baik, yaitu risiko yang terjadi akibat sumber daya

   

 

25

manusia perusahaan dengan tidak sengaja maupun sengaja tidak mematuhi

kebijakan, prosedur, dan pengendalian yang telah ditetapkan.

1) Sumber daya manusia, yaitu risiko yang timbul dari inefisiensi atau kesalahan

dalam proses transaksi akibat kurangnya sumber daya manusia yang memadai,

program pelatihan, dan turnover pegawai yang tinggi. Situasi yang sering timbul

dalam kasus ini disebabkan oleh perbedaan signifikan dalam program pelatihan

bagi satuan kerja unit bisnis dengan staf departemen administrasi dan

pengendalian. Hal tersebut merupakan salah satu faktor signifikan yang

mengakibatkan tingginya risiko operasional perusahaan.

2) Fraud dan konflik kepentingan, yaitu risiko yang timbul karena sumber daya

manusia perusahaan lebih condong kepada kepentingan pribadi dibandingkan

kepentingan perusahaan.

f. Kegagalan sistem teknologi informasi, yaitu kerugian operasional yang disebabkan

oleh gangguan dalam melaksanakan proses transaksi atau aktivitas kerja, kebocoran

dalam sistem informasi dan gangguan lainnya yang ditimbulkan dari tidak

berfungsinya sistem teknologi informasi akibat kegagalan hardware, software, dan

sebagainya.

2.3.4 Teknik Identifikasi Risiko Operasional

Menurut Muslich (2007,p10-p11) Untuk mengidentifikasi risiko operasional yang

dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan, dapat dilakukan dengan beberapa teknik.

Beberapa teknik identifikasi risiko operasional adalah sebagai berikut :

a. Risk Self Assessment (RSA)

Adalah perusahaan melakukan penelitian sendiri terhadap aktivitas dan operasi

   

 

26

perusahaan berdasarkan kejadian risiko. Proses RSA ini didasarkan keinginan

perusahaan sendiri untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan

risiko operasional. Proses penilaian RSA dilakukan dengan mempergunakan suatu

daftar checklist yang berisi butir-butir pertanyaan tentang evaluasi kekuatan dan

kelemahan lingkungan risiko operasional tersebut.

b. Risk Mapping

Merupakan suatu proses dimana berbagai unit usaha atau departemen, fungsional

organisasi, atau arus proses transaksi yang di-mapping berdasarkan tipe risiko.

c. Key Risk Indicator

Key risk Indicator atau data statistik keuangan yang dapat memberikan gambaran

tentang posisi risiko operasional perusahaan. Indikator ini harus dikaji ulang

sekurang-kurangnya setiap triwulan untuk dapat memberikan peringatan tentang

terjadinya perubahan yang mengindikasikan adanya risiko yang sedang menjadi

bahan pemantauan. Key Risk Indicator tersebut dapat ditunjukkan dengan jumlah

pembatalan, jumlah pegawai yang mangkir atau perputaran pegawai, frekuensi

jumlah kesalahan termasuk nilai kesalahan dalam transaksi.

d. Limit Threshold

Limit Threshold menunjukkan batas kerugian yang dapat dijadikan ukuran toleransi

risiko yang dapat diterima. Dengan limit threshold ini manajemen perusahaan dapat

menentukan di bidang apa dan tipe risiko yang manakah yang perlu mendapat

perhatian.

   

 

27

e. Scorecard

Scorecard merupakan suatu alat untuk mengkonversi penilaian pengelolaan dan

pengendalian berbagai aspek kerugian risiko operasional yang bersifat kualitatif

menjadi perhitungan yang bersifat kuantitatif.

f. Analytical Hierarchy Process (AHP) / Pairwise Comparison

Alat bantu yang bermanfaat untuk menyederhanakan pola piker permasalahan yang

ada dan kemudian menghasilkan alternatif yang lebih sederhana untuk memudahkan

pengambilan keputusan. AHP memecah suatu situasi yang kompleks, tidak

terstruktur, ke dalam bagian komponen-komponennya; menata bagian dalam suatu

hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif

pentingnya setiap variabel; dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk

menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi, dan bertindak

untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

2.4 Generalized Pareto Distribution

2.4.1 Metode Generalized Pareto Distribution

Generalized Pareto Distribution (GPD) seringkali digunakan oleh para praktisi risiko

untuk mencari nilai potensi kerugian yang terjadi pada suatu perusahaan ataupun organisasi

khususnya untuk kasus kerugian operasional yang ekstrim terjadi. Untuk lebih jelasnya

berikut pemahaman metode Generalized Pareto Distribution menurut para ahli statistik:

• Generalized Pareto Distribution adalah bagian dari pengembangan metode Extreme

Value Theory yang merupakan kombinasi dari distribusi Gumbell, Frechet dan

Weibul. Generalized Pareto Distribution biasanya didistribusikan pada variabel acak.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_distribution).

   

 

28

• Diambil dari pernyataan Kabir Dutta dan Jason Perry, dari jurnalnya yang berjudul A

Tale of tails : An Empirical Analysis of Loss Distribution Models for Estimating

Operational Risk Capital bahwa Generalized Pareto Distribution terutama digunakan

untuk mengukur potensi kerugian operasional yang sifatnya jarang terjadi dan jika

terjadi mempunyai konsekuensi nilai kerugian yang sangat besar dan tidak dapat

dimodelkan dengan pendekatan yang biasa.

• Menurut Rossa Hastaryta dan Aditya Ronnie Effendie dalam jurnalnya yang berjudul

Estimasi Value-at-risk dengan Pendekatan Extreme Value Theory-Generalized Pareto

Distribution mengungkapkan bahwa Generalized Pareto Distribution secara luas

digunakan dalam upaya menaksir terjadinya nilai ekstrim dalam reliabilitas, asuransi,

hidrologi, klimatologi, dan ilmu lingkungan. Dalam kaitannya dengan manajemen

risiko, GPD dapat meramalkan terjadinya kejadian ekstrim pada data berekor gemuk

yang tidak dapat dilakukan dalam pendekatan tradisional lainnya.

• Menurut Wei han Liu dalam jurnalnya yang berjudul A Closer Examination of Extreme

Value Theory Modelling in Value at Risk Estimation berpendapat bahwa Generalized

Pareto Distribution merupakan salah satu alat untuk menghitung Value at Risk dalam

membantu memperkirakan suatu kerugian.

• Menurut Enrique Castillo dan Ali S. Hadi metode ini ditemukan pertama kali oleh

Pickands (1975) untuk memodelkan nilai kerugian yang melebihi threshold.

• Menurut Najer Tajvidi dalam jurnalnya yang berjudul Confidance Intervals and

Accuracy Estimation for Heavy-Tailed Generalized Pareto Distributions berpendapat

bahwa Generalized Pareto Distribution merupakan bagian dari Extreme Value Theory

digunakan secara luas untuk menghitung data yang berada di atas nilai threshold.

GPD seringkali diaplikasikan pada masalah klaim asuransi, perubahan iklim, hidrologi

sampai fluktuasi besar yang terjadi pada data keuangan.

   

 

29

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode Generalized Pareto Distribution merupakan metode

yang digunakan untuk mencari nilai potensi kerugian yang terjadi pada suatu perusahaan

ataupun organisasi khususnya untuk kasus kerugian operasional yang ekstrim terjadi dengan

menggunakan data yang berada di atas nilai threshold / Peak Over Threshold (batas

kerugian yang ditanggung perusahaan).

2.4.2 Threshold

Threshold adalah kerugian maksimal atau batas kemampuan perusahaan untuk

menanggung suatu kerugian. Besarnya threshold biasanya ditentukan berdasarkan kebijakan

perusahaan yang terkait. Misalnya, dapat dilihat dari rekapitulasi arus kas perusahaan. Untuk

mendapatkan rata-rata nilai threshold maka dapat dicari dengan pendekatan sample mean

excess function. Sample mean excess function merupakan ukuran kelebihan atau nilai di atas

threshold dibagi dengan jumlah data points yang berada di atas threshold. Rumus Sample

mean excess function adalah sebagai berikut : (Muslich,2007,p134)

Gambar 2.3 Sample mean excess function

Sumber : Manajemen Risiko Operasional, Muslich, 2007

Pada Generalized Pareto Distribution, data kerugian operasional tidak dibagi dalam

block-block periode. Kerugian maksimal ditentukan dengan mempergunakan besaran yang

disebut threshold. Semua kerugian operasional yang dimasukkan dalam sampel adalah

semua data kerugian operasional yang melampaui atau di atas nilai threshold diidentifikasi

sebagai nilai kerugian ekstrim tanpa membedakan periodenya.

   

 

30

Semua kerugian risiko operasional X1, X2, dan seterusnya yang berada di atas

threshold dimasukkan dalam sampel untuk pengukuran risiko kerugian operasional EVT

dengan pendekatan point process. Metode ini paling sering diaplikasikan karena data

kerugian operasional digunakan secara efisien.

Gambar 2.4 Peak Over Threshold

Sumber : Hastaryta, Rossa dan Aditya Ronnie Effendie, Estimasi Value-at-risk dengan

Pendekatan Extreme Value Theory-Generalized Pareto Distribution (Studi Kasus IHSG 1997-

2004), 2006.

2.4.3 Parameter Generalized Pareto Distribution

Parameter adalah suatu besaran yang nilainya menyatakan kondisi sebenarnya dari

besaran tersebut. Parameter melibatkan seluruh elemen populasi dalam perhitungannya.

Parameter yang digunakan dalam metode Generalized Pareto Distribution adalah parameter

location atau rataan (simbol µ), parameter scale /standard deviasi (simbol ψ), dan parameter

shape / tail index (simbol ξ ). (Zanbar, 2005, p5)

A. Location / µ = rata-rata populasi atau sampel

   

 

31

Rata-rata (average) adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok data.

Nilai rata-rata umumnya cenderung terletak di tengah suatu kelompok data yang

disusun menurut besar kecilnya nilai.

∑= iXn

X 1

= )...(1

321 nXXXXn

++++

Gambar 2.5 Parameter Location

Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)

B. Scale / ψ / σ = standar deviasi atau simpangan baku

Simpangan baku adalah akar dari tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah atau

akar simpangan rata-rata kuadrat. Untuk sampel, simpangan bakunya (simpangan

baku sampel) disimbolkan dengan s. Untuk populasi, simpangan bakunya

(simpangan baku populasi) disimbolkan σ.

dan untuk mencari varian dapat dicari dengan :

1

)( 2

−= ∑

nxx

s

Gambar 2.6 Parameter Scale

Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)

C. Shape / ξ = tail index

Parameter shape adalah parameter distribusi probabilitas selain parameter location

dan scale. Parameter shape mempengaruhi bentuk distribusi dibandingkan fungsi

   

 

32

parameter location dan scale yang merubah panjang dan lebar bentuk distribusi.

Berikut adalah rumus untuk mencari parameter tail index :

Metode 1 : )ln()ln(1

1 1

1k

k

iik xx

k−⎟

⎞⎜⎝

⎛−

= ∑−

=

ξ

dan

Metode 2 : )ln()ln(11

k

k

iik xx

k−⎟

⎞⎜⎝

⎛= ∑

=

ξ

Gambar 2.7 Paramater Shape

Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)

2.4.4 Value-at-Risk (VaR)

Dari jurnal Paul Embretchts, hansjorg fuhrer, dan Robert Kauffman dalam jurnalnya

yang berjudul Quantifying regulatory capital for operational risk. VaR adalah pengukuran

risiko yang digunakan untuk memperoleh ketetapan modal yang dibutuhkan. Oleh karena itu

dalam konteks risiko operasional Value at Risk dapat juga disebut sebagai Operational Value

at Risk (OpsVaR).

Menurut Batuparan dalam jurnalnya yang berjudul Kerangka kerja Risk Management

berpendapat bahwa Value at Risk (VaR) adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi

dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan

tertentu (predicted worst case loss with a specific confidence level over a period of time).

Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat

dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif. VaR juga dapat digunakan untuk

mengakomodasi kebutuhan untuk mengetahui potensi kerugian atas exposure tertentu. VaR

juga dapat diterapkan pada berbagai level transaksi, mulai dari individual exposure sampai

pada portfolio exposures. Salah satu keterbatasan konsep VaR adalah bahwa VaR hanya

efektif diterapkan dalam kondisi pasar yang normal. Konsep VaR tidak dirancang untuk

   

 

33

memprediksikan terjadinya suatu kejadian yang akan menyebabkan runtuhnya pasar

(unexpected eventI) seperti perang, bencana alam, perubahan drastis, di bidang politik,dll.

(2001,p5-p6).

Sedangkan untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional Value at Risk

dengan distribusi GPD dipergunakan rumus berikut :

Gambar 2.8 VaR GPD

Sumber : Estimasi Value atRisk dengan pendekatan EVT-GPD (Studi Kasus IHSG 1997-2004, Rossa Hastaryta dan

Aditya Ronnie Effendie,2006

2.4.5 Expected Short-fall (ES)

Alternatif terkenal lainnya selain VaR yang digunakan untuk menghitung besarnya

potensi kerugian operasional adalah Expected Shortfall yang juga dikenal sebagai rata-rata

VaR, VaR conditional atau tail VaR. Pengukuran risiko ini adalah koheren dan

mengindikasikan ukuran yang diharapkan dari kerugian yang melebihi Value at Risk.

(Biagini,2008,p2)

Expected Shortfall yang juga sering disebut sebagai tail conditional expectation

merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang melebihi VaR. Penerapannya pun

biasanya dilakukan setelah perhitungan VaR. ES juga sangat cocok untuk data historis dan

data POT (Peak Over Threshold) yang terbukti telah memberikan estimasi yang lebih akurat.

Berikut adalah rumus untuk mencari estimasi besarnya Expected Shortfall pada distribusi

GPD :

   

 

34

Gambar 2.9 Expected Shortfall GPD

Sumber : Manajemen Risiko Operasional,Muslich,2007,p146

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dikutip dari pernyataan Saaty, 1986 memberikan pernyataan bahwa Analytic

Hierarchy Process (AHP) merupakan alat bantu yang bermanfaat untuk menyederhanakan

pola pikir permasalahan yang ada dan kemudian menghasilkan alternatif yang lebih

sederhana untuk memudahkan pengambilan keputusan. Pada dasarnya metode Analytical

Hierarchy Process memecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian-

bagian komponennya; menata bagian dalam variabel dalam suatu hierarchy, memberi nilai

numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; dan

mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas

yang paling tinggi, dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. (Idris,p1)

AHP juga merupakan metode analisis keputusan dengan kriteria majemuk yang

digunakan untuk menurunkan skala rasio dari perbandingan berpasangan dari kriteria dan

alternatif, baik yang diskrit maupun sampai pada kontinyu, yang tersusun dalam hirarki

multilevel. Perbandingan ini bisa diambil dari hasil pengukuran aktual atau menggunakan

skala dasar yang menunjukkan kepentingan/kekuatan relatif berdasarkan preferensi

partisipan.(Rian,p2)

Pairwise Comparison adalah proses dalam AHP dimana para ahli dan pembuat

keputusan memberikan preferensi untuk setiap kriteria dalam tiap masalah. Setiap kriteria

   

 

35

mendapatkan preferensi yang mengekspresikan tingkat kepentingan dari kriteria yang

dibandingkan terhadap kriteria lainnya, para pembuat keputusan dihadapkan pada kondisi

yang terbatas untuk mendeterminasikan hasil dari proses pembuatan keputusan,

ketersediaan anggaran, teknologi, sensitivitas ekosistem terhadap emisi, dll. (Malisie,p10)

Prinsip yang dimiliki oleh AHP menurut Saaty (1991,p17), adalah sebagai berikut :

1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun secara

hirarki yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur yang terpisah-pisah.

2. Pembedaan prioritas dan sintesis yang disebut penetapan prioritas yaitu

menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat kepentingannya.

3. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara

logis dan diperingatkan secara konsistensi sesuai dengan kriteria yang logis.

2.5.1 Keunggulan Analytical Hierarchy Process

Keunggulan AHP adalah memungkinkan pengguna untuk memasukkan semua aspek

permasalahan yang relevan, baik yang bersifat objektif, ke dalam satu model dan

keunggulan utamanya terletak pada mekanisme pengujian konsistensi dari partisipannya.

Untuk lebih jelasnya, Saaty (1991,p25) menguraikan keuntungan-keuntungan dari AHP :

1. Kesatuan. AHP memberi suatu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes

untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.

2. Kompleksitas. AHP memadukan rancangan deduktif berdasarkan sistem dalam

memecahkan persoalan kompleks

3. Saling ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-

elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

   

 

36

4. Penyusunan hierarki. AHP mencerminkan kecenderungan alami untuk memilah-

milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan struktur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Pengukuran. AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud. Suatu

metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

7. Sintesis. AHP menuntun ke suatu taksiran yang menyeluruh tentang kebaikan

setiap alternatif.

8. Tawar-menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai

faktor sistem dan memungkinkan seseorang memilih alternatif terbaik

berdasarkan tujuan mereka.

9. Penilaian dan konsensus. AHP memaksakan consensus tetapi mensintesis suatu

hasil yang representative dari berbagai penilaian yang bebeda-beda.

10. Pengulangan proses. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka

pada suatu persoalan dan memperbaikipertimbangan dan pengertian mereka

melalui pengulangan.

Namun AHP juga memiliki kelemahan dalam hal kemungkinan terjadinya perubahan urutan

jika muncul alternatif baru dalam permasalahan yang dihadapi.

2.5.2 Tahap-Tahap Analytical Hierarchy Process

AHP yang dikembangkan oleh Thomas Saaty merupakan metode penentuan rangking

alternatif keputusan dan pemilihan yang terbaik dari alternatif tersebut ketika pengambil

keputusan memiliki sasaran atau kriteria multiple (lebih dari satu) yang mendasari

keputusan.

   

 

37

Dalam menyusun AHP ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: (Idris,p3) :

1. Menentukan hierarki

2. Menyusun tabel preferensi

3. Menentukan matriks perbandingan berpasangan

4. Menentukan vektor prioritas

5. Membandingkan alternatif bentuk bisnis

6. Menentukan vektor prioritas alternatif

7. Menentukan ranking keseluruhan

Adapun prosedur singkat AHP, adaah sebagai berikut : (Rian,p2)

Langkah 1 : Definisikan masalah dan buat strukturnya mulai dari hirarki paling atas

sampai dengan hirarki paling bawah.

Langkah 2 : Buat matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level dan tentukan

nilai untuk setiap perbandingan. Konsistensi ditentukan dengan

menggunakan nilai eigen.

Langkah3 :Bobot relatif dihitung dengan melakukan analisis vector eigen untuk

setiap kelompok kriteria yang ada dalam level hirarki yang sama terkait

dengan kriteria yang sama pada level yang tinggi.

Langkah 4 : Konsistensi dari seluruh hirarki ditemukan.

AHP

Usulan Penanggulang-

an Risiko Operasional (Manajemen

Risiko Operasional)

1 Determinasi Risiko Ops

PT.INS

2 Analisa & Determinasi Dampak Risiko Ops PT.

INS

3 Determinasi Probabilita

Risiko Ops PT.INS

Probabilita frekuensi Risiko Ops PT. INS

Generalized Pareto

Distribution

Uji Normalitas

Paramater GPD

Value at Risk Expected shortfall

4 Determinasi

Strategi Mitigasi Risiko

Operasional

5 Pengendalian Strategi

Risiko Operasional

6 Pengukuran

Keefektifan Strategi & Monitoring

Antisipasi terhadap ketidakmampuan

perusahaan menerima order