BAB 2 LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI -...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Kualitas barang dan jasa yang dihasilkan merupakan faktor utama yang
menentukan kinerja suatu perusahaan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah
produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya.
Berikut ini adalah beberapa definisi kualitas menurut beberapa ahli :
1. Deming (1982) ” kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan di masa mendatang . ”
2. Feigenbaum (1991) ” kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan
jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana
produk dan jasa tersebut dalam pemakainnya akan sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pelanggan. ”
3. Juran (1962) ” kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. ”
4. Crosby (1979) ” kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi
availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness. ”
5. Scherkenbach (1991) ” kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya
pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut. ”
29
6. Elliot (1993) ” kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan
tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan. ”
7. Goetch dan Davis (1995) ” kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan
dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi apa yang diharapkan. ”
Menurut perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia
(SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau
jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara
tegas maupun tersamar.
Konsep kualitas harus bersifat menyeluruh, baik produk maupun prosesnya.
Kualitas produk meliputi kualitas bahan baku dan barang jadi, sedangkan kualitas
proses meliputi kualitas segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi
perusahaan manufaktur dan proses penyediaan jasa atau pelayanan bagi perusahaan
jasa.
30
2.2 Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu prosedur untuk mencapai sasaran mutu
yang telah ditetapkan. Pada umumnya ada 4 langkah dalam pengendalian mutu,
antara lain :
1. Menetapkan standar.
Standar merupakan dokumen, spesifikasi teknik atau sesuatu yang dibakukan,
disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait (stakeholders) dengan
memperhatikan syarat kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan, serta
berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan mendatang, untuk manfaat
sebesar - besarnya. Standar yang ditentukan meliputi : standar mutu biaya, standar
mutu-prestasi kerja, standar mutu - keamanan, standar mutu - keterandalan yang
diperlukan untuk produk tersebut.
2. Menilai kesesuaian.
Membandingkan kesesuaian antara produk yang dibuat, atau jasa yang ditawarkan,
dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Bertindak bila perlu.
Mengkoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor - faktor yang mencakup
pemasaran, perancangan, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang
mempengaruhi kepuasan pemakai.
4. Merencanakan perbaikan
Mengembangkan suatu upaya yang kontinu untuk memperbaiki standar -standar
biaya, prestasi, keamanan, dan keterandalan.
31
2.3 Pengendalian Proses Statistik / Statistical Process Control (SPC)
2.3.1 Pengertian Statistical Process Control (SPC)
Pengendalian kualitas statistik ( statistical quality control ) adalah salah satu
teknik dalam TQM ( Total Quality Management ) yang digunakan untuk
mengendalikan dan mengelola proses baik manufaktur maupun jasa melalui
penggunaan metode statistik. Penerapan metode-metode statistik dalam
perbaikan kualitas produk tidak dapat berhasil tanpa dukungan manajemen,
keterlibatan karyawan, dan kerja tim.
Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang
digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan
memperbaiki produk dan proses menggunakan metode statistik. Pengendalian
kualitas statistik ( statistical quality control ) sering disebut sebagai
pengendalian proses statistik ( statistical process control ).
Pengendalian proses statistik dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi
pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi
pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem
industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan
ekspektasi pelanggan.
Menurut Maleyeff (1994), pengendalian kualitas statistik mempunyai cakupan
yang lebih luas dari pengendalian proses statistik karena didalamnya terdapat
pengendalian proses statistik, pengendalian produk ( acceptance sampling ), dan
analisis kemampuan proses.
32
2.3.2 Variasi Dalam Konteks SPC
Dr. W. Edwards Deming menyatakan bahwa sasaran dari pengendalian
kualitas adalah mengurangi variasi sebanyak mungkin. Variasi adalah
ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga
menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output ( barang dan/atau jasa )
yang dihasilkan. Dengan mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi
dalam menghasilkan output maka dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan
terhadap proses itu secara tepat.
Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Variasi Penyebab Khusus ( Special Causes Variation ) adalah kejadian-
kejadian di luar sistem yang mempegaruhi variasi dalam sistem. Penyebab
khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, peralatan, material,
lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola
nonacak sehingga dapat diidentifikasikan / ditemukan, sebab mereka tidak
selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada
proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses
statistik menggunakan peta-peta kendali atau kontrol ( control chart ), jenis
variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau
keluar dari batas-batas pengendalianyang didefinisikan (defined control
limits).
33
2. Variasi Penyebab Umum ( Common Causes Variation ) adalah faktor-faktor
di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya
variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga
sebagai penyebab acak atau penyebab sistem. Karena penyebab umum ini
selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri
elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat
memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu.
Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta
kendali atau kontrol ( control chart ), jenis variasi ini sering ditandai dengan
titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang
didefinisikan ( defined control limits ).
2.3.3 Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan
data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan
yang tepat berdasarkan pada fakta itu.
Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1. Data Atribut ( Attributes Data ), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung
untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas
adalah : ketiadaan label dalam kemasan produk, kesalahan proses administrasi
buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, dll. Data atribut
34
biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
2. Data Variabel ( Variables Data ) merupakan data kuantitatif yang diukur
untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas
adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam
kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen,
dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya
merupakan data variabel.
Dalam pengendalian proses statistikal untuk meningkatkan kualitas,
pengumpulan data bertujuan untuk :
1. Memantau dan mengendalikan proses.
2. Menganalisis hal-hal yang tidak sesuai ( non-conformance ).
3. Inspeksi.
2.3.4 Tujuh Alat Pengendalian Kualitas
2.3.4.1 Lembar Periksa ( Check Sheet )
Lembar periksa adalah suatu formulir, dimana item-item yang akan
diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat
dikumpulkan secara mudah dan ringkas.
35
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk :
● Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui
bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan utama dari
penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan
banyaknya kejadian dari suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu.
● Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam
kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam
kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah,
dll.
● Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan
dengan mudah.
● Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita
mengetahui sesuatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab
itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa
akan membantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
Pada dasarnya lembar periksa dapat dibuat dengan menggunakan enam
langkah utama, sebagai berikut :
1. Menjelaskan tujuan pengumpulan data.
2. Identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang
diukur.
3. Menentukan waktu atau tempat pengukuran. Dalam kaitan ini kita perlu
memutuskan apakah ingin mengumpulkan informasi berdasarkan pada
36
waktu ( misalnya : banyaknya kejadian per jam,per hari, per minggu,
per bulan, dll), berdasarkan tempat ( misalnya : banyaknya kejadian per
departemen, per shift, per mesin, dll), atau berdasarkan tempat dan
waktu ( misalnya : banyaknya kejadian per departemen per hari,
banyaknya produk cacat per mesin per jam, banyaknya produk cacat per
mesin per minggu, dll).
4. Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam
kaitan ini kita harus mencatat kejadian secara langsung pada lembar
periksa.
5. Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan itu. Dalam hal ini kita
harus menjumlahkan banyaknya kejadian untuk setiap kategori yang
sedang diukur. Sebagai contohnya : banyaknya kali penyerahan
terlambat pada minggu pertama bulan Juni 1998, banyaknya produk
cacat yang dihasilkan oleh shift pertama dan kedua pada bulan Juni
1998, dll.
6. Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab
masalah yang sedang terjadi itu. Perlu diingat bahwa setiap tindakan
perbaikan harus diambil berdasarkan fakta dan bukan hanya
berdasarkan opini.
37
Berikut ini adalah contoh lembar periksa untuk data variabel :
Tabel 2.1 Contoh Lembar Periksa Data Variabel Hasil Pemeriksaan
Deviasi 5 10 15 20 Frekuensi -10 -9 Spesifikasi Bawah
-8
-7 -6 -5 x 1 -4 x x 2 -3 x x x x 4 -2 x x x x x x 6 -1 x x x x x x X x x 9 Nilai Target = 8.300 cm
0 x x x x x x X x x x x 11
1 x x x x x x X x 8 2 x x x x x x X 7 3 x x x 3 4 x x 2 5 x 1 6 x 1 7 Spesifikasi Atas
8
9 10 T o t a l 55
38
Berikut ini adalah contoh lembar periksa untuk data atribut :
Tabel 2.2 Contoh Lembar Periksa Data Atribut Produk : Mainan Plastik Tgl./Bln./Thn. : 6-11 April 1998 Tahap Produksi : Akhir Seksi : Produksi Jenis Cacat : Tergores, Retak, Tidak Lengkap, Nama Pemeriksa : Amir Sanusi Tidak Serasi, dll. No. Lot : MP 4325, 4326, 4327 Banyak Produk Yang Diperiksa : 1000 unit No. Pesanan : PO 2365, 2366, 2367
Keterangan Untuk Semua Item Yang Diperiksa
Jenis Kerusakan Hasil Pemeriksaan Frekuensi Permukaan Tergores ///// ///// ///// // 17 Retak ///// ///// / 11 Tidak Lengkap ///// ///// ///// ///// ///// / 26 Bentuk Tidak Serasi ///// 5 Lain-lain /// 3 Total - 62
2.3.4.2 Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak
terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta
ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang
paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah
serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
39
Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi
untuk :
● Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah
atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
● Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui
pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab
dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
Pembuatan diagram Pareto dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa
langkah di bawah ini :
1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-
kategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan
diperbandingkan. Setelah itu, merencanakan dan melaksanakan
pengumpulan data.
2. Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir
pengumpulan data atau lembar periksa.
3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian
dari yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif,
persentase dari total kejadian, dan persentase dari total kejadian secara
kumulatif.
4. Menggambar dua buah garis yaitu sebuah garis vertikal dan sebuah
garis horisontal.
40
Garis vertikal
● Garis vertikal sebelah kiri : skala pada garis ini merupakan skala dari
nol sampai total keseluruhan dari variabel masalah yang terjadi
(misalnya total kerusakan produk).
● Garis vertikal sebelah kanan : skala pada garis ini adalah skala dari
0% sampai 100%.
Garis Horisontal
● Garis ini dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan
banyaknya item masalah yang diklasifikasikan.
5. Buatkan histogram pada diagram Pareto.
6. Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif ( total
kumulatif atau persen kumulatif ) di sebelah kanan atas dari interval
setiap item masalah.
7. Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama
dari masalah yang sedang terjadi itu.
41
Berikut ini adalah contoh diagram Pareto :
MASALAH
Lain-lainBentuk Tidak Serasi
RetakPermukaan Tergores
Tidak Lengkap
FREQ
70
60
50
40
30
20
10
0
Percent100
50
05
11
17
26
Diagram 2.1 Contoh Diagram Pareto
Diagram Pareto terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena
Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan
dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada.
Contoh fenomena, antara lain :
● Kualitas : kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang
dikembalikan, perbaikan (reparasi), dll.
● Biaya : jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
42
● Penyerahan (delivery) : penundaan penyerahan, keterlambatan
pembayaran, kekurangan stok, dll.
● Keamanan : kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
2. Diagram Pareto Mengenai Penyebab
Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan
untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada.
Contoh penyebab, antara lain :
● Operator : umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual,
pergantian kerja (shift), dll.
● Mesin : peralatan, mesin, instrumen, dll.
● Bahan baku : pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik
bahan baku, dll.
● Metode Operasi : kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan,
dll.
2.3.4.3 Diagram Sebab Akibat ( Cause and Effect Diagram )
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan
hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses
statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-
faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang
disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini
sering juga disebut sebagai Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram)
43
karena bentuknya seperti kerangka tulang ikan, atau diagram Ishikawa
(Ishikawa’s Diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru
Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan berikut :
● Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
● Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
● Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Pembuatan diagram sebab akibat dapat mengikuti beberapa langkah
berikut ini :
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan
mendesak untuk diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan
akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala
ikan), kemudian gambarkan ”tulang belakang” dari kiri ke kanan dan
tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang
mempengaruhi masalah kualitas sebagai ”tulang besar”, juga
ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-
kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam
pengelompokan dari faktor-faktor : manusia, mesin, peralatan, material,
metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll, atau stratifikasi
44
melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab
atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-
penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab
sekunder itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran sedang”.
5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-
penyebab tersier itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran kecil”.
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-
faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata
terhadap karakteristik kualitas.
7. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab akibat itu,
seperti: judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan,
tanggal, dll.
45
Berikut ini adalah contoh diagram sebab akibat :
Diagram 2.2 Contoh Diagram Sebab Akibat
2.3.4.4 Histogram
Histogram merupakan salah satu alat yang membantu kita untuk
menemukan variasi. Histogram merupakan suatu potret dari proses yang
menunjukkan : (1) distribusi dari pengukuran dan (2) frekuensi dari setiap
pengukuran itu. Dengan demikian histogram dapat dipergunakan sebagai
suatu alat untuk : (1) mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam
proses dan (2) membantu manajemen dalam membuat keputusan-
keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan terus-menerus ( continuous
improvement efforts ).
46
Beberapa langkah untuk membuat histogram adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data pengukuran.
2. Tentukan besarnya Range (R).
R = Xmaks – Xmin
Dimana :
Xmaks = nilai data terbesar
Xmin = nilai data terkecil
3. Tentukan banyaknya Kelas Interval (K).
Banyaknya kelas interval ditentukan mengikuti banyaknya data
pengukuran, sebagai berikut :
Tabel 2.3 Tabel Pedoman Penentuan Kelas Interval
Banyaknya Data Pengukuran Banyaknya Kelas Interval
< 50
50 – 100
101 – 150
>150
5 – 7
6 – 10
7 – 12
10 - 12 Sumber : Vincent Gaspersz, Statistical Process Control – Penerapan Teknik-Teknik
Statistikal Dalam Manajemen Bisnis Total, 1998.
47
4. Tentukan Interval Kelas, Batas Kelas, dan Nilai Tengah Kelas.
a. Lebar dari setiap kelas interval (L) ditentukan berdasarkan
pembagian antara range data (R) dan banyaknya kelas interval (K)
yang diinginkan.
KXXmaks
KRL min−==
b. Tetapkan batas untuk setiap kelas interval, dimana setiap data
pengukuran harus jatuh atau berada di antara dua batas kelas ( batas
bawah dan batas atas ).
Batas Bawah = Ujung Bawah Kelas Interval – ( 21 x Unit Pengukuran)
Batas Atas = Ujung Atas Kelas Interval + ( 21 x Unit Pengukuran)
c. Tentukan Nilai Tengah Kelas.
Nilai Tengah = 2
BatasAtasBatasBawah +
5. Tentukan Frekuensi dari Setiap Kelas Interval.
6. Buatlah Histogram dengan memeprhatikan hal-hal berikut :
a. Buatlah garis horisontal dengan menggunakan skala berdasarkan
pada unit pengukuran data.
b. Buatlah garis vertikal dengan menggunakan skala frekuensi.
c. Gambarkan grafik batang ( histogram ) untuk setiap kelas interval
dengan tingginya berdasarkan pada frekuensi setiap kelas interval itu.
Setiap kelas interval diwakili oleh nilai tengahnya.
48
Berikut ini adalah contoh histogram :
42
18
13
17
97
0
5
10
15
20
Frek
uens
i
1 2 3 4 5 6 7
Diagram 2.3 Contoh Histogram
2.3.4.5 Diagram Tebar ( Scatter Diagram )
Pada dasarnya diagram tebar ( scatter diagram ) merupakan suatu alat
interpretasi data yang digunakan untuk :
● Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel, misalnya
kecepatan dari mesin bubut dengan dimensi dari bagian mesin,
banyaknya kunjungan tenaga penjual dan hasil penjualan, temperatur
dan hasil proses kimia , downtime mesin dan persentase banyaknya
produk yang ditolak (cacat), konsumsi makanan dan pertambahan bobot
badan, biaya pengeluaran iklan dan penjualan, pengalaman kerja dan
performansi karyawan, dll.
● Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif,
negatif, atau tidak ada hubungan.
49
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar, dapat berupa :
1. Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya.
2. Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
3. Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik
kualitas.
Diagram tebar dapat dibuat melalui beberapa langkah berikut :
1. Kumpulkan pasangan data ( x , y ) yang akan dipelajari hubungannya
serta susunlah data itu dalam tabel. Usahakan agar pasangan data yang
dikumpulkan cukup banyak, sebaiknya tidak kurang dari 30 pasangan
data ( n > 30 ).
2. Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x
dan y.
3. Tebarkan ( plot ) data pada selembar kertas.
Terdapat tiga pola diagram tebar, sesuai dengan bentuk hubungan
diantara dua variabel x dan y yang dipelajari. Ketiga pola diagram tebar itu
adalah :
1. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan
(korelasi) positif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari
variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y,
serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nila-nilai
kecil dari variabel y. Hal tersebut juga berarti semakin besar nilai
50
variabel x maka semakin besar pula nilai variabel y, dan sebaliknya.
Semakin kecil nilai variabel x maka semakin kecil pula nilai variabel y.
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25
Diagram 2.4 Diagram Tebar Dua Variabel yang Berkorelasi Positif
2. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan
(korelasi) negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari
variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel y,
serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-
nilai besar dari variabel y. Hal tersebut juga berarti bahwa semakin
besar nilai variabel x maka nilai variabel y akan semakin kecil, dan
sebaliknya. Semakin kecil nilai variabel x maka nilai variabel y akan
semakin besar. Kedua nilai variabel saling berbanding terbalik.
51
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25
Diagram 2.5 Diagram Tebar Dua Variabel yang Berkorelasi Negatif
3. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan
(tidak berkorelasi), dimana tidak ada kecendrungan bagi nilai-nilai
tertentu dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai
tertentu dari variabel y.
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25
Diagram 2.6 Diagram Tebar Dua Variabel yang Tidak Berkorelasi
52
2.3.4.6 Run Chart
Run chart adalah suatu bentuk grafik garis yang dipergunakan sebagai
alat analisis untuk :
1. Mengumpulkan dan menginterpretasikan data, juga merupakan
ringkasan visual dari data itu, sehingga memudahkan dalam
pemahaman.
2. Menunjukkan output dari suatu proses sepanjang waktu.
3. Menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam situasi tertentu sepanjang
waktu.
4. Menunjukkan kecendrungan dari data sepanjang waktu.
5. Membandingkan data dari periode yang satu dengan periode lain,
demikian pula memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi.
Run chart dapat dibuat secara mudah dengan mengikuti langkah-langkah
berikut :
1. Memilih satu ukuran kunci untuk mengkaji pergerakan dari variabel
atau atribut yang berkaitan dengan kualitas sepanjang waktu.
2. Menggambarkan run chart, dimana sumbu horisontal menunjukkan
periode waktu pengamatan sedangkan sumbu vertikal menunjukkan
indikator pengukuran yang berkaitan dengan karakteristik kualitas yang
ingin dikaji dari waktu ke waktu.
3. Plot data pengamatan ke dalam run chart.
53
4. Lakukan analisis lanjutan serta mengambil tindakan untuk perbaikan
proses terus-menerus sesuai dengan komitmen dari manajemen.
Berikut ini adalah contoh run chart :
0
15
30
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Tanggal Bln.September 1997
Bany
akny
a K
ali P
enag
ihan
Grafik 2.1 Contoh Run Chart
2.3.4.7 Peta Kontrol ( Control Chart )
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew
Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun
1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui
pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus ( special causes
variation ) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum ( common
causes variation ). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi,
namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara
menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi
yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum.
54
Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses,
asalkan penggunaannya dipahami secara benar.
Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk :
● Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal
atau tidak. Dengan demikian peta kontrol digunakan untuk mencapai
suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata
dan range dari sub-sub kelompok (subgrup) contoh berada dalam batas-
batas pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab
khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
● Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap
stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
● Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses
berada dalam pengendalian statistical, batas-batas dari variasi proses
dapat ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki :
1. Garis tengah ( Central Line ), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
2. Sepasang batas kontrol ( control limits ), dimana satu batas kontrol
ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas
(Upper Control Limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu
lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas
kontrol bawah (Lower Control Limit), biasa dinotasikan sebagai LCL.
55
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan
dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu
berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan
kecendrungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai
proses yang berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara
statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendalian statistikal.
Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada
di luar batas-batas kontrol atau memperlihatkan kecendrungan tertentu
atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung
dianggap sebagai proses yang berada dalaa keadaan di luar kontrol
(tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian statistikal
sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses
yang ada.
Peta kontrol untuk data variabel berbeda dengan peta kontrol untuk data
atribut. Peta yang biasa digunakan untuk mengolah dan mengendalikan
data variabel adalah peta x dan peta R. Sedangkan peta kontrol yang biasa
digunakan untuk mengolah data atribut adalah peta p, np, c, dan u. Dalam
bab ini hanya dibahas mengenai peta kontrol untuk data variabel saja
karena dalam mengolah data pada bab 4, data yang akan diolah merupakan
data variabel.
56
Peta Kontrol x dan R
Peta kontrol x (rata-rata) dan R (range) digunakan untuk memantau
proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga peta
kontrol x dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel.
Peta kontrol x menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang telah
terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu
proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti : peralatan
yang dipakai, peningkatan temperatur secara gradual, perbedaan metode
yang digunakan dalam shift kedua, material baru, tenaga kerja baru yang
belum dilatih, dll. Sedangkan peta kontrol R (range) menjelaskan tentang
perubahan-perubahan yang terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian
berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui
suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti :
bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir
dengan baik, kelelahan pekerja, dll.
Langkah-langkah untuk membangun peta kontrol x dan R adalah
sebagai berikut :
1. Tentukan ukuran contoh atau ukuran subgrup (n = 4, 5, 6,......).
2. Kumpulkan sejumlah set contoh atau sejumlah subgrup data yang akan
diolah.
3. Hitung nilai rata-rata ( x ) dan range (R) dari setiap subgrup.
57
4. Hitung nilai rata-rata dari semua x , yaitu : x yang merupakan garis
tengah (central line) dari peta kontrol x , serta nilai rata-rata dari semua
R, yaitu : R yang merupakan garis tengah (central line) dari peta
kontrol R.
5. Hitung batas-batas kontrol σ3 (3-sigma) dari peta kontrol x dan R.
Peta kontrol x ( batas-batas kontrol σ3 ) :
CL = x
UCL = x + A2 R
LCL = x - A2 R
Peta kontrol R ( batas-batas kontrol σ3 ) :
CL = R
UCL = D4 R
LCL = D3 R
Dimana : nilai A2, D3, dan D4 merupakan nilai koefisien atau tetapan
yang dapat dilihat pada tabel ” Daftar Nilai Koefisien Dalam
Perhitungan Batas-Batas Peta Kontrol x dan R serta Indeks
Kapabilitas Proses ”.
58
6. Buatkan peta kontrol x dan R dengan menggunakan batas-batas kontrol
σ3 di atas. Setelah itu, plot atau tebarkan data-data x dan R dari setiap
contoh yang diambil itu pada peta kontrol x da R.
Berikut ini adalah contoh peta kontrol :
Control Chart
Sigma level: 3
2725
2321
1917
1513
119
75
31
Mea
n
118.93333
117.13333
115.33333
113.53333
111.73333
VAR00003
UCL = 118.1185
Average = 115.3333
LCL = 112.5482
Grafik 2.2 Contoh Peta Kontrol
59
2.4 Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk
yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, proses itu
akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya,
apabila proses memiliki kapabilitas yang jelek, proses itu akan menghasilkan banyak
produk yang berada di luar batas-batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian
karena banyak produk akan ditolak. Analisis kapabilitas proses boleh dilakukan
hanya apabila proses berada dalam batas pengendali statistik (process in statistical
control).
Menurut Tham (1997), analisis kapabilitas proses merupakan konsep yang penting
dalam statistical process control, karena analisis ini menguji variabilitas dalam
karakteristik-karakteristik proses dan apakah proses mampu menghasilkan produk
yang sesuai dengan spesifikasi. Analisis kapabilitas proses membedakan kesesuaian
dengan batas-batas toleransi.
Batas-batas pengendali menunjukkan penyimpangan atau variabilitas proses dan
tidak berhubungan dengan batas-batas spesifikasi yang dipilih untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Oleh karenanya, sering kali terjadi bahwa proses berada dalam
batas pengendali statistik tetapi produk tidak memenuhi spesifikasi, atau proses
berada di luar batas pengendali statistik tetapi produk masih memenuhi spesifikasi.
Beberapa tujuan dilaksanakannya analisis kapabilitas proses, yaitu :
1. Memprediksi variabilitas proses yang ada.
2. Memilih diantara proses-proses yang paling tepat atau memenuhi toleransi.
60
3. Merencanakan hubungan diantara proses-proses yang berurutan.
4. Menyediakan dasar kuantitatif untuk menyusun jadwal pengendalian proses dan
penyesuaian secara periodik.
5. Menugaskan mesin-mesin ke dalam kelas-kelas pekerjaan sehingga sesuai dengan
pengujian yang dilakukan.
6. Menguji teori mengenai penyebab kesalahan selama program perbaikan kualitas.
7. Memberikan pelayanan sebagai dasar untuk menentukan syarat kinerja kualitas
untuk mesin-mesin yang ada.
Selain itu, ada beberapa manfaat dilakukannya analisis kapabilitas proses. Menurut
Mitra (1993), manfaat tersebut antara lain :
1. Dapat menciptakan output yang seragam.
2. Kualitas dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
3. Membantu dalam membuat perancangan produk maupun proses.
4. Membantu dalam pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan.
5. Mengurangi biaya mutu total dengan memperkecil biaya kegagalan internal dan
eksternal.
6. Memperkirakan seberapa baik proses akan memenuhi toleransi.
7. Mengurangi variabilitas dalam proses produksi.
8. Membantu dalam pembentukan interval untuk pengendalian interval antara
pengambilan sampel.
61
9. Merencanakan urutan proses produksi apabila ada pengaruh interaktif proses
pada toleransi.
10. Menetapkan persyaratan penampilan bagi alat baru.
Indeks Kapabilitas Proses (Cp) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
sLSLUSLCp
6−
=
)1()().( 22
−
−= ∑ ∑
nnXiXin
s atau 2d
Rs =
Dimana : Cp = Indeks Kapabilitas Proses ( process capability index )
USL = batas spesifikasi atas ( upper specification limit )
LSL = batas spesifikasi bawah ( lower specification limit )
6 s = enam simpangan baku
Kriteria Penilaian :
33,1>Cp , maka berarti kapabilitas proses sangat baik.
33,100,1 ≤≤ Cp , maka berarti kapabilitas proses baik namun perlu pengendalian.
00,1<Cp , maka berarti kapabilitas proses rendah.
62
Indeks kapabilitas proses biasanya juga dipergunakan bersamaan dengan indeks
performansi ( performance index ), Cpk, yang dikemukakan oleh Kane pada tahun
1986. Indeks Performansi Kane (Cpk) merefleksikan kedekatan nilai rata-rata dari
proses sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi baik itu batas spesifikasi atas
(USL) ataupun batas spesifikasi bawah (LSL). Indeks Performansi Kane (Cpk) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Cpk = minimum {CPU,CPL}
sXUSLCPU
3−
= dan sLSLXCPL
3−
=
Dimana : Cpk = Indeks Performansi Kane
CPL = Indeks Kapabilitas Bawah ( lower capability index )
CPU = Indeks Kapabilitas Atas ( upper capability index )
X = nilai rata-rata dari X
3 s = tiga simpangan baku
Kriteria Penilaian :
33,1>CPL , proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL).
33,100,1 ≤≤ CPL , proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL),
namun perlu pengendalian.
00,1<CPL , proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL).
33,1>CPU , proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL).
63
33,100,1 ≤≤ CPU , proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL),
namun perlu pengendalian.
00,1<CPU , proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL).
CpCpk = , maka berarti proses tepat berada di tengah.
1=Cpk , maka berarti proses menghasilkan produk telah sesuai dengan spesifikasi.
1<Cpk , maka berarti proses belum menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi.
Kondisi Ideal :
33,1>Cp dan CpkCp =
2.5 Design of Experiment ( DOE )
2.5.1 Tujuan Design of Experiment ( DOE)
Menurut Douglas Montgomery, sebuah perancangan percobaan adalah sebuah
tes dengan membuat perubahan-perubahan pada variabel masukan dari sebuah
proses supaya kita dapat mengamati dan mengidentifikasi perubahan yang terjadi
pada keluaran dari proses tersebut.
Tujuan dari perancangan percobaan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan variabel yang paling mempengaruhi variabel respon, y.
2. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya variabel respon
mendekati nilai target.
64
3. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya variasi variabel
respon kecil.
4. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya supaya pengaruh
dari faktor gangguan dapat diperkecil.
Perancangan Percobaan dapat mempelajari pengaruh dari beberapa faktor
dalam suatu proses pada saat yang bersamaan. Ketika melakukan sebuah
percobaan, memvariasikan level dari faktor-faktor pada saat yang bersamaan
daripada satu persatu lebih efisien baik dari sisi waktu maupun biaya, dan juga
dapat mempelajari interaksi di antara faktor-faktor. Interaksi adalah faktor
penggerak dalam banyak proses. Tanpa penggunaan percobaan faktorial, faktor
interaksi yang penting mungkin tidak akan terdeteksi.
2.5.2 Prinsip Dasar Design of Experiment ( DOE)
Untuk dapat memahami perancangan percobaan lebih lanjut maka perlu
memahami terlebih dahulu tiga prinsip dasar yang biasa digunakan dalam
perancangan percobaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah : replikasi, randomisasi
atau pengacakan, dan kontrol lokal atau blocking.
65
Berikut ini adalah penjelasan mengenai prinsip-prinsip dasar dalam Design of
Experiment ( DOE) :
1. Replikasi
Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama dalam suatu
percobaan dengan kondisi yang sama untuk memperoleh ketelitian yang lebih
tinggi.
Replikasi diperlukan karena dapat :
● Memberikan taksiran kekeliruan percobaan yang dapat dipakai untuk
menentukan panjang interval konfidensi atau dapat digunakan sebagai
satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi dari perbedaan-
perbedaan yang diamati.
● Menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan percobaan.
● Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai
efek rata-rata dari suatu faktor.
Selain itu, dikemukakan pula bahwa penambahan replikasi akan mengurangi
tingkat kesalahan percobaan secara bertahap, namun jumlah replikasi dalam
suatu percobaan dibatasi oleh sumber yang ada yaitu waktu, tenaga, biaya dan
fasilitas.
66
2. Pengacakan atau Randomisasi
Dalam percobaan, selain faktor-faktor yang diselidiki pengaruhnya terhadap
suatu variabel, juga terdapat faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan/tidak diinginkan seperti kelelahan operator, naik/turun daya
mesin, dll. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan. Pengaruh
faktor-faktor tersebut diperkecil dengan menyebarkan pengaruh selama
percobaan melalui randomisasi (pengacakan) urutan percobaan.
Secara umum randomisasi dimaksudkan untuk :
● Meratakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan pada
semua unit percobaan
● Memberikan kesempatan yang sama pada setiap unit percobaan untuk
menerima suatu perlakuan sehingga diharapkan ada kehomogenan
pengaruh dari setiap perlakuan yang sama
● Mendapatkan hasil pengamatan yang bebas (independen) satu sama lain
Dalam perancangan percobaan akan banyak test atau uji signifikansi
dilakukan dan umumnya untuk setiap prosedur pengujian, asumsi-asumsi
tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar supaya pengujian yang dilakukan
menjadi berlaku. Salah satu asumsinya adalah pengamatan-pengamatan (jadi
juga kekeliruan-kekeliruan) berdistribusi secara independen. Asumsi ini sukar
untuk dapat dipenuhi, akan tetapi dengan jalan berpedoman kepada prinsip
sampel acak (random sample) yang diambil dari sebuah populasi atau
berpedoman pada perlakuan acak terhadap unit percobaan, maka pengujian
67
dapat dilakukan seakan-akan asumsi yang telah diambil benar adanya.
Dengan kata lain, pengacakan menyebabkan pengujian menjadi berlaku yang
menyebabkan pula memungkinkannya data dianalisis, dengan anggapan
seolah-olah asumsi tentang independen dipenuhi. Pengacakan memungkinkan
kita untuk melanjutkan langkah-langkah berikutnya dengan anggapan soal
independensi sebagai suatu kenyataan. Ini berarti bahwa pengacakan tidak
menjamin terjadinya independensi, melainkan hanyalah memperkecil adanya
korelasi antarpengamatan (jadi juga antar kekeliruan). Jika replikasi dengan
tujuan untuk memungkinkan dilakukannya test signifikan, maka randomisasi
bertujuan menjadikan test tersebut valid dengan menghilangkan sifat bias.
Randomisasi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan acak,
mengundi, menggunakan mata uang dan sebagainya. Ada beberapa teknik
randomisasi yang dapat dilakukan seperti randomisasi lengkap, randomisasi
lengkap dengan blok, pengulangan sederhana, split-plot design, dan lain-lain.
Pemilihan teknik yang digunakan tergantung dari masalah yang diselidiki,
hasil yang diharapkan, data yang didapat, dan penyesuaian yang akan
dilakukan dengan teknik-teknik yang ada.
3. Kontrol Lokal atau Blocking
Kontrol Lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip percobaan
yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah atau usaha-
usaha yang berbentuk penyeimbangan, pengkotakan atau pemblokan dan
pengelompokkan dari unit-unit percobaan yang digunakan dalam percobaan.
68
Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya akan memungkinkan berlakunya
uji signifikansi, maka kontrol lokal menyebabkan percobaan lebih efisien,
yaitu mengahsilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.
Dengan pengelompokkan akan diartikan sebagai penempatan sekumpulan
unit percobaan yang homogen ke dalam kelompok-kelompok agar supaya
kelompok yang berbeda memungkinkan untuk mendapatkan perlakuan yang
berbeda pula.
Pemblokan berarti pengalokasian unit-unit percobaan ke dalam blok
sedemikian sehingga unit-unit dalam blok secara relatif bersifat homogen
sedangkan sebagian besar daripada variasi yang dapat diperkirakan di antara
unit-unit telah baur (confounded) dengan blok. Ini berarti, berdasarkan
pengetahuan si peneliti mengenai sifat atau kelakuan unit-unit percobaan,
maka dapat dibuat perancangan percobaan sedemikian rupa sehingga
kebanyakkan dari variasi yang dapat diduga tidak menjadi bagian dari
kekeliruan percobaan. Dengan jalan demikian dapat diperoleh percobaan yang
lebih efisien.
Dengan penyeimbangan diartikan usaha memperoleh unit-unit percobaan,
usaha pengelompokkan, pemblokan, dan penggunaan perlakuan terhadap
unit-unit percobaan sedemikian rupa sehingga dihasilkan suatu konfigurasi
atau formasi yang seimbang.
69
Untuk percobaan tertentu mungkin proses penyeimbangan ini praktis tidak
dapat dicapai, dalam hal lainnya mungkin dapat menghasilkan keseimbangan
sebagian, hampir terjadi keseimbangan atau keseimbangan sempurna.
2.5.3 Istilah Dalam Design of Experiment ( DOE)
Dalam Design of Experiment ( DOE) terdapat beberapa istilah yang sering
dipakai yaitu perlakuan, kekeliruan percobaan dan unit percobaan.
Berikut ini adalah penjelasan dari istilah-istilah yang terdapat Design of
Experiment (DOE) :
1. Perlakuan atau Treatment
Sekumpulan kondisi percobaan yang akan dikenakan terhadap unit percobaan
dalam ruang lingkup perancangan yang dipilih. Perlakuan ini bisa berbentuk
tunggal atau terjadi dalam bentuk kombinasi.
Ketika melakukan percobaan dalam rangka menyelidiki pengaruh jenis
makanan terhadap sapi misalnya, maka perlakuan bisa berbentuk : a) jenis
sapi, b) jenis kelamin sapi, c) umur sapi, atau d) takaran makanan yang
diberikan kepada sapi. Tiap perlakuan di atas merupakan perlakuan tunggal
yang mungkin memberikan efek sendiri-sendiri terhadap variabel respon
(berat badan, misalnya). Efek perlakuan terhadap variabel respon mungkin
saja terjadi dalam bentuk gabungan atau bentuk kombinasi beberapa
perlakuan tunggal yang terjadi secara bersamaan.
70
Dalam hal ini, kita mendapatkan kombinasi perlakuan. Efek gabungan
daripada jenis kelamin sapi dan takaran makanan yang diberikan terhadap
berat badan misalnya, merupakan salah satu kombinasi perlakuan yang
mungkin terjadi.
2. Unit Percobaan
Unit percobaan yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu yang dikenai oleh
perlakuan baik itu berupa perlakuan tunggal atau merupakan gabungan dari
beberapa perlakuan. Dalam contoh di atas yang menjadi unit percobaannya
adalah sapi.
3. Kekeliruan Percobaan
Kekeliruan percobaan menyatakan kegagalan daripada dua unit percobaan
identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini bisa
terjadi karena, misalnya kekeliruan waktu menjalankan percobaan, kekeliruan
pengamatan, variasi dari bahan percobaan, variasi antara unit percobaan, dan
pengaruh gabungan dari semua faktor tambahan yang mempengaruhi
karakteristik yang sedang dipelajari.
Tentu saja kekeliruan percobaan ini hendaknya diusahakan supaya terjadi
sekecil-kecilnya. Cara yang lazim ditempuh untuk menguranginya antara lain
dengan jalan menggunakan bahan percobaan yang homogen, menggunakan
informasi yang sebaik-baiknya tentang variabel yang telah ditentukan dengan
tepat, melakukan percobaan seteliti-telitinya dan menggunakan perancangan
percobaan yang lebih efisien.
71
4. Satuan amatan
Satuan amatan adalah anak gugus dari unit percobaan tempat dimana respon
perlakuan diukur. Jika respon yang akan diamati adalah produksi maka satuan
amatannya adalah unit percobaan itu sendiri, tetapi jika respon yang diukur
adalah tinggi tanaman maka satuan amatannya adalah satu tanaman jagung di
dalam unit percobaan.
5. Faktor
Faktor adalah peubah bebas yang dicocokkan dalam percobaan sebagai
penyusun struktur perlakuan. Peubah bebas yang dicobakan dapat berupa
peubah kualitatif maupun peubah kuantitatif. Contoh faktor kualitatif yaitu
jenis pupuk, metode belajar, jenis varietas, dan lain-lain, sedangkan contoh
faktor kuantitatif yaitu dosis pupuk, radiasi, intensitas sinar (naungan) dan
lain-lain.
6. Taraf (Level)
Taraf adalah nilai-nilai peubah bebas (faktor) yang dicobakan dalam
percobaan.
72
2.6 Factorial Experiment
2.6.1 2k Factorial Design
Dalam percobaan faktorial 2k, mengandung k faktor dengan masing-masing
faktor mempunyai 2 level yaitu level Low (rendah) dan level High (tinggi).
Gambar berikut ini menunjukkan percobaan dengan 2 dan 3 faktor. Titik-titik
yang ada pada gambar mewakili kombinasi yang unik dari level setiap faktor.
Sebagai contoh, dalam percobaan dengan dua faktor, titik pada sudut kanan atas
mewakili trial percobaan ketika faktor A diset pada level tinggi dan faktor B juga
diset pada level tinggi.
Gambar 2.1 Percobaan faktorial k2
Model matematis untuk percobaan 2k mencakup k faktor utama, ( )2k interaksi
dua faktor, ( )3k interaksi 3 faktor, . . . , dan satu interaksi k-faktor. Sehingga
untuk faktorial penuh 2k akan mempunyai 2k – 1 efek. Notasi yang dipergunakan
sama seperti yang sudah dikatakan sebelumnya sebagai contohnya dalam
percobaan 22, A melambangkan kombinasi perlakuan faktor A pada level tinggi
73
dan faktor B pada level rendah. Kombinasi perlakuan dapat dituliskan dalam
urutan standar dengan setiap faktor dituliskan kemudian dilanjutkan dengan
faktor lainnya yang dikombinasikan secara berurutan dengan faktor sebelumnya.
Contohnya, urutan standar untuk percobaan 22 adalah (1), A,B, dan AB.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam membuat percobaan faktorial adalah
sebagai berikut :
1. Penentuan nilai level tiap faktor dan jumlah replikasi
Pada tahap ini, peneliti menentukan nilai level tiap faktor yaitu berapa
nilainya saat faktor di set pada level rendah (Low) dan berapa nilainya bila
faktor di set pada level tinggi (High). Selain itu, peneliti juga harus
menentukan jumlah replikasi yang akan digunakan.
2. Pengacakan urutan percobaan
Pada tahap ini, dilakukan pengacakan urutan percobaan dengan maksud untuk
memperkecil pengaruh faktor-faktor lain selain faktor utama yang tidak dapat
dikendalikan / tidak diinginkan.
74
Pengacakan urutan percobaan dapat dilakukan dengan bantuan software
Minitab, dan akan didapat data seperti tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Contoh Pengacakan Urutan Percobaan dengan Minitab
StdOrder RunOrder CenterPt Blocks Faktor (A) Faktor (B) 2 1 1 1 1 -15 2 1 1 -1 -18 3 1 1 1 110 4 1 1 1 -14 5 1 1 1 111 6 1 1 -1 17 7 1 1 -1 13 8 1 1 -1 11 9 1 1 -1 -112 10 1 1 1 19 11 1 1 -1 -16 12 1 1 1 -1
3. Pelaksanaan percobaan
Percobaan dilakukan dengan mengukur nilai variabel respon yang didapat
dengan menggunakan settingan yang telah diatur sebelumnya. Hasil
pengukuran variabel respon dapat dimasukkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2.5 Contoh Replikasi Hasil Percobaan
Factor Treatment Replicated A B Combination I II III Total
(I) - - A low,B low 11.0 11.2 11.1 33.3 A + - A high,B low 10.4 10.5 10.4 31.3 B - + A low,B high 10.8 11.0 10.8 32.6
AB + + A high,B high 11.2 11.0 11.0 33.2
75
Data dari tabel di atas, kemudian dapat dimasukkan dalam tabel hasil
percobaan yang dilakukan seperti pada contoh tabel berikut ini :
Tabel 2.6 Contoh Hasil Percobaan
StdOrder RunOrder CenterPt Blocks Faktor (A) Faktor
(B) Variabel Respon
2 1 1 1 1 -1 10.4 5 2 1 1 -1 -1 11.0 8 3 1 1 1 1 11.2 10 4 1 1 1 -1 10.5 4 5 1 1 1 1 11.0 11 6 1 1 -1 1 10.8 7 7 1 1 -1 1 11.0 3 8 1 1 -1 1 10.8 1 9 1 1 -1 -1 11.2 12 10 1 1 1 1 11.0 9 11 1 1 -1 -1 11.1 6 12 1 1 1 -1 10.4
2.6.2 Analysis Of Variance ( ANOVA )
Analisis Anova dilakukan untuk menguji apakah faktor-faktor yang
digunakan mempengaruhi secara signifikan atau tidak. Dalam melakukan uji
anova diperlukan beberapa faktor yang perlu dihitung seperti nilai Contrast,
Efek, dan Sum Of Squares.
Untuk menghitung efek atau Sum Of Squares, terlebih dahulu harus
ditentukan contrast untuk efek yang bersangkutan. Secara umum, contrast untuk
efek AB . . . K ditentukan dengan cara menyelesaikan sisi sebelah kanan dari
persamaan berikut ini.
ContrastAB . . . K = (a ± 1)(b ± 1) . . . (k ± 1)
76
Dalam menyelesaikan persamaan di atas simbol angka “1” pada hasil terakhir
diubah menjadi “(1)”. Tanda positif negatif pada setiap suku dalam persamaan
tersebut menjadi negatif jika faktor tersebut termasuk ke dalam efek dan
sebaliknya. Sebagai contohnya kita ambil percobaan 22 maka :
ContrastA = (a – 1)(b + 1)
= [ ab + a – b – (1) ]
ContrastB = (a + 1)(b – 1)
= [ ab + b – a – (1) ]
ContrastAB = (a – 1)(b – 1)
= [ ab + (1) – a – b ]
Begitu juga cara mencari efek untuk yang lainnya sehingga setelah selesai
dapat dibentuk tabel tanda positif dan negatif sesuai dengan contrastnya. Setelah
nilai contrast dihitung maka efek dan Sum Of Squares juga dapat dihitung
dengan rumus berikut :
2K...ABkK)...(AB
K)...(ABkK)...(AB
)(Contrastn2
1es(SS)SumOfSquar
Contrastn2
2Effect
=
=
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan anova secara manual untuk
percobaan 22 :
1. Membuat Hipotesis Nol ( 0H ) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang
digunakan tidak mempengaruhi secara signifikan.
Contoh : 0H = Faktor A tidak signifikan.
77
2. Membuat Hipotesis Satu ( 1H ) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang
digunakan mempengaruhi secara signifikan.
Contoh : 1H = Faktor A signifikan.
3. Penentuan taraf nyata (α )
4. Wilayah Kritik :
Tolak Ho jika f > ],[ EA dofdoffα
5. Melakukan perhitungan menggunakan rumus di bawah ini :
Effect A = AContrastn2
1
Effect B = BContrastn2
1
Effect AB = ABContrastn2
1
nContrastSS A
A 4)( 2
=
nContrastSS B
B 4)( 2
=
nContrastSS AB
AB 4)( 2
=
nyySS
i j
n
kijkT 4
...22
1
2
1 1
2 −= ∑∑∑= = =
ABBATE SSSSSSSSSS −−−=
78
Hasil-hasil perhitungan di atas dapat dimasukkan ke dalam tabel anova seperti di
bawah ini :
Tabel 2.7 Tabel Anova
Source of Variation
Sum of Square (SS) Dof Mean Square
(MS) F0
A ASS 1 AA dofSS / EA MSMS /B BSS 1 BB dofSS / EB MSMS /
AB ABSS 1 ABBA dofSS / EAB MSMS /
Error ESS )1(2 −nkEE dofSS /
Total TSS 12 −kn Dimana : k = jumlah faktor
n = jumlah replikasi
6. Membuat kesimpulan.
2.6.3 Proses Permesinan
Sebelum memulai proses pemesinan pada mesin corrugator, terlebih dahulu
para operator yang bekerja telah dilatih untuk menggunakan apa yang disebut
LPP atau Lembar Petunjuk Produksi. Pada lembar ini terdapat berbagai macam
informasi, misalnya nomor order, jenis floating, jenis kertas yang digunakan, dan
jenis wall sesuai keinginan pelanggan. Dengan adanya LPP ini, operator baru
dapat mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan pada mesin corrugator.
79
Setelah kertas dipasang pada roll yang sesuai, maka proses pertama yang akan
dilakukan oleh mesin corrugator adalah membuat lembaran karton gelombang
dengan menggunakan mesin corrugating yang merupakan bagian dari mesin
corrugator. Sebelumnya dilakukan pemanasan mesin boiler yang nantinya akan
mengalirkan uap ke mesin corrugator. Setelah mesin cukup panas dan telah
menghasilkan suhu sesuia keinginan barulah dilakukan proses di atas.
Setelah terbentuk karton gelombang maka karton gelombang itu akan
melewati jalur kertas menuju alat atau mesin yang dinamakan double bekker
yang merupakan bagian dari mesin corrugator juga. Di dalam mesin double
bekker ini terdapat lem. Karton gelombang tadi akan ditempel dengan karton
gelombang lain dan atau dengan kertas lapisan dibagian bawahnya menggunakan
lem tersebut.
Setelah ditempel, karton tersebut akan masuk ke heating plate yang berbentuk
suatu area yang cukup luas yang merupakan bagian dari mesin corrugator. Di
tempat ini, karton ditekan atau dipress dengan suhu tertentu dengan tujuan untuk
membuat karton gelombang dengan kertas lapisannya dapat menyatu dengan
sempurna.
Setelah keluar dari heating plate, karton akan melalui roll berjalan untuk
selanjutnya dibawa ke mesin slitter yang juga merupakan bagian dari mesin
corrugator. Di mesin slitter ini, akan dibuat tekukan untuk lebih memudahkan
dilakukannya penekukan setelah karton box jadi.
80
Bila pelanggan tidak menginginkan tekukan pada karton box-nya maka
bagian ini akan dilewatkan dan dilanjutkan ke bagian pemotongan dengan mesin
NC Cut Off (salah satu mesin yang juga merupakan bagian dari mesin
corrugator). Di tempat ini, karton box dipotong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan. Setelah itu, jadilah karton box lalu disusun oleh operator untuk
dibawa ke gudang atau diproses dengan proses selanjutnya.
81
Berikut ini adalah Flow Chart untuk proses pembuatan karton box dengan
menggunakan mesin corrugator :
Gambar 2.2 Flow Chart proses pembuatan karton box dengan mesin corrugator
82
2.6.4 Analisis Regresi
Dalam pembuatan model regresi percobaan menggunakan metode least
square. Metode least square biasanya banyak digunakan untuk menghitung
koefisien regresi dalam model multiple linier regresi.
Secara umum, variabel respon y mungkin berkaitan dengan k banyaknya
variabel regressor. Modelnya yaitu : ∈+++++= kk xxxy ββββ ...22110 disebut
model multiple linier regresi. Parameter βj , j = 0, 1, ..., k disebut koefisien
regresi. Model ini menggambarkan bentuk dalam k-dimensi dari variabel
regressor (xj). Parameter βj mewakili perubahan yang diharapkan pada respon y
setiap unit perubahan pada xj sewaktu semua variabel bebas lainnya xi (i ≠ j)
ditahan konstan.
Untuk model yang lebih rumit, misalnya pada model percobaan orde II dalam
dua variabel yaitu :
∈++++++= 21122
2222
11122110 xxxxxxy ββββββ
jika x3 = x12, x4 = x2
2, x5 = x1x2, β3 = β11, β4 = β22, dan β5 = β12 maka persamaan
diatas menjadi :
∈++++++= 55443322110 xxxxxy ββββββ
yang merupakan bentuk linier model regresi. Umumnya setiap model regresi
yang linier pada parameter (pada nilai β) adalah model regresi linier, tak
terkecuali bentuk respon permukaan apa yang membangkitakannya.
83
Agar lebih memudahkan perhitungan maka digunakan notasi matrix dalam
memecahkan permasalahan regresi yang ada.
Model umum dalam notasi matrix adalah :
∈+= βXy
dimana :
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
ny
yy
y...
2
1
, ⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
nk
k
k
nn x
xx
xx
xxxx
x...
...1
............
...1
...1
2
1
21
2221
1211
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
nβ
ββ
β...
2
1
, dan ⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
∈
∈∈
∈=
n
...2
1
Secara umum, y adalah matrix (n x 1) vektor dari pengamatan. X adalah matrix
(n x p) dari level-level variabel bebas, β adalah matrix (p x 1) vektor dari
koefisien regresi, dan ∈ adalah matrix (n x 1) dari error/galat acak.
Kita mengharapkan agar dapat menemukan vektor dari perhitungan least
squares, β , yang meminimasi :
)()'('1
2 ββ XyXyLn
ii −−∈==∈∈=∑
=
Perlu diingat bahwa L mungkin saja digambarkan sebagai :
ββββ XXXyyXyyL '''''' +−−=
βββ XXyXyyL ''''2' +−=
84
Karena yX ''β adalah matrix (1 x 1), atau skalar, maka transpose dari
ββ XyyX ')'''( = adalah skalar yang sama. Perhitungan least square harus
memenuhi :
yXXX 'ˆ' =β
Agar dapat menyelesaikan rumus normal tersebut maka kedua sisi harus
dikalikan dengan inverse dari X’X. Sehingga perhitungan least squares dari β
menjadi :
yXXX ')'(ˆ 1−=β
Sehingga model regresi yang dicobanya adalah :
βˆ Xy =
Keterangan :
L = fungsi least square
y = variabel respon
y = model regresi yang dicoba
β = koefisien regresi
β = penghitung least square koefisien regresi
∈ = eror/galat acak
X = variabel bebas
'X = transpose variabel bebas
1−X = inverse variabel bebas
85
2.6.5 Countur Plot & Response Surface
Setelah diperoleh model regresi, maka diketahui koefisien mana saja yang
mempengaruhi secara signifikan. Dari model tersebut maka dapat dibuat plot
datanya baik itu Surface plot dan Contour plot. Surface plot adalah plot data
berbentuk tiga dimensi dan memiliki grafik permukaan yang sesuai dengan
fungsi modelnya. Sedangkan Contour plot adalah plot data berbentuk planar
hasil interpretasi dari Surface plot agar memudahkan dalam menganalisa
hasilnya. Contoh gambar Surface plot dan Contour plot tersebut dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Contoh Surface Plot
86
Gambar 2.4 Contoh Contour Plot
Dari gambar Surface plot terlihat bahwa faktor-faktor yang digunakan terletak
di bidang alas dari kubus. Sedangkan nilai hasil percobaan ditunjukkan dengan
sumbu Y. Hasil dari setiap perubahan nilai pada faktor-faktor yang digunakan
ditunjukkan dengan bidang yang terletak di tengah-tengah kubus. Bidang
tersebut berubah tergantung pada model regresi yang diperoleh. Untuk
memudahkan melihat bidang tersebut, maka sebaiknya menggunakan Contour
plot dimana faktor-faktor yang digunakan terletak pada sumbu X dan sumbu Y
dan hasil yang diperoleh untuk setiap perubahan nilai ditunjukkan dengan garis
putus-putus dalam bidang koordinat.
87
Interpretasi terhadap hasil pada gambar Surface plot dan Contour plot
tergantung pada karakteristik yang ingin dicapai. Apabila yang ingin dicapai
adalah nilai target dan berada diluar daerah percobaan (-1 sampai +1) maka hasil
sekarang masih belum optimum sehingga perlu ditingkatkan. Sebaliknya apabila
berada didalam daerah percobaan, maka percobaan sekarang sudah mendekati
titik optimum.