BAB 2 DASAR TEORI -...
Transcript of BAB 2 DASAR TEORI -...
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐1
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
BAB 2 DASAR TEORI
2.1 UMUM
Dalam perencanaan struktur lepas pantai, terdapat beberapa tahapan utama yang
harus dilakukan. Tahapan tersebut yaitu tahap persiapan, tahap desain, tahap
penawaran, dan tahap konstruksi.
Perencanaan struktur anjungan lepas pantai pada umumnya mencakup bidang
keilmuan yang disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Bidang cakupan anjungan lepas pantai
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐2
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Untuk perencanaan dan desain struktur anjungan lepas pantai, diperlukan standar
spesifikasi yang sesuai. Peraturan perencanaan dan spesifikasi standar yang
digunakan adalah:
1. API RP 2A-WSD, 21st Edition “Recommended Practice for Planning,
Designing, and Cosntruction Fixed Offshore Platform”. American
Petroleum Institute, Washington DC, July 1st, 2000.
2. AISC 9th Edition “Manual of Steel Construction, Allowable Stress
Design”. American Institute of Steel Construction, AISC, New York 1989.
2.2 PEMBEBANAN
Anjungan lepas pantai harus di disain berdasarkan beban-beban yang
diklasifikasikan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Beban tetap (Beban Mati)
2. Beban saat kondisi operasi
3. Beban lingkungan termasuk beban gempa
4. Beban konstruksi-instalasi
5. Beban impak
Beban lingkungan adalah beban yang bekerja pada struktur platform akibat dari
fenomena alam, antara lain akibat angin, arus, dan gelombang. Beban lingkungan
ini harus diperhitungkan dari segala arah kecuali jika kondisi tertentu, dapat
dilakukan asumsi yang berbeda.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐3
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Gambar 2. 2 Beban lingkungan pada struktur offshore
Data yang tersedia untuk beban ini diolah untuk menggambarkan struktur
platform dalam kondisi lingkungan operasional maupun ekstrim.
1. Kondisi lingkungan operasional
Kondisi normal diharapkan terjadi berulangkali selama struktur beroperasi.
Kondisi ini penting dalam tahap konstruksi dan tahap masa
layan struktur platform.
2. Kondisi lingkungan ekstrim
Kondisi lingkungan ekstrim yang jarang terjadi selama struktur beroperasi.
Kondisi ini penting untuk memformulasikan beban rencana platform.
2.2.1 Beban Mati
Beban mati pada struktur platform adalah berat dari struktur platform itu sendiri
dan semua peralatan permanen serta perlengkapan struktur yang tidak berubah
selama pengoperasian.Yang termasuk dalam beban mati struktur platform adalah:
1. Berat struktur platform di udara, termasuk berat dari pile, grout, dan
ballast jika ada.
2. Berat peralatan dan perlengkapan struktur yang sifatnya permanen pada
platform.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐4
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
3. Gaya hidrostatik yang bekerja pada struktur dibawah permukaan laut,
termasuk tekanan dan gaya angkat.
2.2.2 Beban Hidup
Beban hidup pada struktur platform adalah beban-beban yang bekerja pada
platform selama masa layannya dan mungkin dapat berubah saat pengoperasian.
Yang termasuk dalam beban hidup struktur platform adalah:
1. Beban perlengkapan pengeboran dan perlengkapan produksi yang bisa
dipasang dan dipindahkan dari platform.
2. Berat dari ruang tempat tinggal (living quarters), heliport, dan
perlengkapan penunjang lainnya yang bisa dipasang dan dipindahkan dari
platform.
3. Berat dari suplai kebutuhan dan benda cair lainnya yang mengisi tangki
penyimpanan.
4. Gaya yang bekerja pada struktur selama operasional seperti pengeboran,
penambatan kapal, dan beban helikopter.
5. Gaya yang mengenai struktur dari penggunaan crane diatas deck.
2.2.3 Beban Konstruksi-Instalasi
Beban konstruksi-instalasi dihasilkan dari beban-beban pada saat fabrikasi,
penambatan ke kapal pengangkut, transportasi, dan instalasi.
2.2.4 Angin
2.2.4.1 Gaya Angin
Gaya angin yang bekerja disebabkan oleh gesekan udara dengan permukaan dari
struktur dan perbedaan tekanan antara bagian depan dan belakang dari struktur.
Beban angin dikenakan pada bagian struktur yang berada diatas permukaan air.
Beban angin diperhitungkan dengan menggunakan persamaan (2.1) dibawah ini:
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐5
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
F = 21 ρ Cs A V2 (2.1)
Keterangan:
ρ = massa jenis udara
Cs = koefisien bentuk
A = luas objek (ft2)
V = kecepatan angin (mph)
ρ biasanya dianggap konstan terhadap perubahan tekanan dan suhu. Untuk suhu
60° F dan tekanan 14,7 lb/in persamaannya menjadi:
F = 0,00256 Cs A V2 (2.2)
Keterangan:
Cs = koefisien bentuk
A = luas objek (ft2)
V = kecepatan angin (mph)
Harga koefisien bentuk yang biasa digunakan dalam perancangan dan analisis
struktur lepas pantai diperlihatkan dalam dalam Tabel 2.1
Tabel 2. 1 Koefisien Bentuk
Kecepatan angin berubah sesuai ketinggian. Koreksi kecepatan angin apabila
tidak sama dengan ketinggian referensi disajikan dengan persamaan:
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐6
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Vz = V × m
Rzz⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (2.3)
Keterangan:
V = kecepatan angin pada 32,8 ft diatas permukaan laut
z = elevasi disain
zR = 32,8 ft diatas permukaan laut
m = 1/8 untuk angin tetap, atau
m = 1/13 untuk angin badai
2.2.4.2 Gaya Angin Pada Bidang Miring
Untuk permukaan yang tidak tegak lurus terhadap arah angin, gaya angin harus
diperhitungkan dengan menggunakan persamaan berikut ini.
F = 21 ρ C A V2 cos2 α (2.4)
Keterangan:
α = sudut arah angin dan arah normal dari permukaan elemen
A = luas area pada arah normal elemen
Kecepatan angin pada arah normal elemen menjadi V cos α. Untuk silinder
dengan panjang L dan diameter D atau untuk pelat datar dengan panjang L dan
lebar D, maka A = L x D. Setelah F didapat, besar beban diproyeksikan kepada
arah x dan y, sehingga Fx = F cos α dan Fy = F sin α
Gambar 2. 3 Proyeksi bidang angin
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐7
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2.2.5 Gelombang
Gelombang laut terjadi karena adanya gaya-gaya yang bekerja pada fluida.
Tiupan angin dan jatuhnya benda pada permukaan air dapat menimbulkan
gelombang.
Parameter–parameter terpenting dalam menggambarkan gelombang (Gambar 2.4)
adalah:
1. Panjang gelombang L (jarak horisontal antara dua puncak gelombang atau
dua lembah gelombang yang saling berurutan).
2. Tinggi gelombang H (jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah
gelombang).
3. Perida gelombang T (waktu yang ditempuh untuk mencapai satu lintasan
gelombang).
4. Kedalaman perairan h, dimana gelombang tersebut merambat.
Gambar 2. 4 Sketsa profil gelombang
Keterangan:
L = panjang gelombang
H = tinggi gelombang
A = amplitudo gelombang (1/2 H)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐8
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
C = cepat rambat gelombang
u = kecepatan horisontal partikel air
w = kecepatan vertikal partikel air
MWL = Mean Water Level
η(x,t) = elevasi muka air di lokasi x pada saat t
h = kedalaman perairan
2.2.5.1 Teori Gelombang Airy / Linier
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa tinggi gelombang jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan panjang gelombang L dan kedalaman h, jadi H<<L,h.
Dengan asumsi bahwa H<<L,h tersebut, maka nilai suku-suku tak linier pada
syarat batas kecil dan dapat diabaikan serta syarat batas di permukaan dapat
diterapkan di z = 0, bukan di z = η lagi.
Dari syarat batas dinamis, dengan membuat rata-rata η = 0 maka C(t) = 0 sehingga
η = 2H cos (kx – ωt) (2.5)
Dari asumsi tersebut, maka menghasilkan persamaan berikut :
Kecepatan partikel air pada arah horisontal u,
u = ( ) ( )tkxkh
zhkHx
ωωφ−
+=
∂∂
− cossinh
cosh2
(2.6)
atau
u = ( ) ( )tkxkh
zhkgHkω
ω−
+cos
sinhcosh
2 (2.7)
Percepatan partikel air arah horisontal adalah,
( ) ( )tkxkh
zhkHtu ωω −
+=
∂∂ sin
sinhcosh
22 (2.8)
Kecepatan partikel air arah vertikal w,
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐9
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
w = ( ) ( )tkxkh
zhkHx
ωωφ−
+=
∂∂
− sinsinh
sinh2
(2.9)
Percepatan partikel air arah vertikal adalah,
( ) ( )tkxkh
zhkHtw ωω −
+=
∂∂ cos
sinhsinh
22 (2.10)
Kecepatan dan percepatan merupakan fungsi dari posisi, sehingga terdapat beda
fase sebesar 90°, kecepatan horisontal akan mempunyai nilai yang ekstrim pada
saat fase (kx – ωt) = 0, π,.... atau dibawah puncak dan lembah gelombang.
2.2.5.2 Teori Gelombang Stokes
Karena masalah konvergensi yang lebih sulit untuk kondisi laut dangkal, teori
gelombang Stokes orde ke-5 dianggap valid untuk kondisi perairan dimana rasio
kedalaman h/L lebih besar dari 101 . Kondisi ini umumnya sesuai dengan
gelombang badai (storm wave) yang biasanya diperhitungkan dalam perancangan
bangunan lepas pantai.
Untuk tinggi gelombang H, bilangan gelombang k, dan frekuensi ω, yang
bergerak dalam arah sumbu x, permukaan gelombang Stokes dituliskan;
η = ∑=
5
1
1n
nFk
cos n (kx – ωt) (2.11)
dimana
F1 = a
F2 = a2 F22 + a4 F24
F3 = a3 F33 + a5 F35 (2.12)
F4 = a4 F44
F5 = a5 F55
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐10
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
F22, F24, dan seterusnya, merupakan parameter profil (bentuk) gelombang yang
tergantung pada kh dan a merupakan parameter tinggi gelombang didalam
persamaan berikut:
kH = 2 ( )[ ]55355
333 FFaFaa +++ (2.13)
Kecepatan horisontal (u) dan kecepatan vertikal (w) partikel air gelombang Stokes
(pada posisi x, waktu t, dan sejauh z dari dasar perairan) adalah:
u = nkhnkz
Gk n
n sinhcosh5
1∑=
ω cos n (kx – ωt) (2.14)
w = nkhnkz
Gk n
n sinhsinh5
1∑=
ω sin n (kx – ωt) (2.15)
dimana G1, G2, dst dituliskan sebagai berikut;
G1 = a G11 + a3 G13 + a5 G15
G2 = 2 ( )244
222 GaGa +
G3 = 3 ( )355
333 GaGa + (2.16)
G4 = 4 a4 G44
G5 = 5 a5 G55
G11, G13, dst adalah parameter kecepatan gelombang yang bergantung pada kh.
Persamaan parameter F22, F24, G11, dst diberikan oleh Skjelbreia dan Hendrickson
(F22 = B22, F24 = B24,dst dan G11 = A11 sinh kh, G24 = A24 sinh 2kh, dst). Tabel 2.2
dan tabel 2.3 memberikan pendekatan parameter-parameter tersebut untuk
berbagai harga π2
khLh= .
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐11
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Tabel 2. 2 Harga Parameter Bentuk Gelombang
Hubungan antara frekuensi gelombang dengan bilangan gelombang dalam teori
Stokes;
ω2 = gk ( )24
121 CaCa ++ tanh kh (2.17)
dimana C1 dan C2 adalah parameter frekuensi gelombang, tabel 2.3 memberikan
ilustrasi harga parameter frekuensi gelombang untuk berbagai harga h/L.
Kecepatan gelombang c ditentukan seperti pada teori gelombang Airy, c = kσ ,
dimana kecepatan gelombang Stokes orde ke-5 dituliskan sebagai berikut;
c = ( ) 21
24
12 tanh1 ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ ++ khCaCa
kg
(2.18)
Tabel 2. 3 Harga Parameter Kecepatan Gelombang
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐12
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Tabel 2. 4 Parameter Frekuensi dan Tekanan Gelombang
Setelah semua koefisien dalam persamaan untuk kecepatan partikel akibat
gelombang Stokes ditentukan, percepatan horisontal ax dan percepatan vertikal
az dapat ditentukan dengan persamaan;
ax = zuw
xuu
tu
∂∂
+∂∂
+∂∂ (2.19)
az = zww
xwu
ww
∂∂
+∂∂
+∂∂ (2.20)
dengan menuliskan koefisien kecepatan sebagai:
Un = Gn nkhnkz
sinhcosh (2.21)
Wn = Gn nkhnkz
sinhsinh (2.22)
dengan operasi trigonometri, persamaan percepatan partikel air dapat dituliskan
dalam bentuk eksplisit berikut;
ax = ( )tkxnRkcn
n ω−∑=
sin2
5
1
2
(2.23)
az = ( )tkxnSkcn
n ω−− ∑=
cos2
5
1
2
(2.24)
dimana koefisien Rn dan Sn dituliskan sebagai fungsi Un dan Wn berikut ini;
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐13
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
R1 = 2U1 – U1U2 – W1W2 – U2U3 – W2W3
R2 = 4U2 – U12 + W1
2 – 2U1U3 – 2W1W3
R3 = 6U3 – 3U1U2 + 3W1W2 – 3U1U4 – 3W1W4 (2.25)
R4= 8U4 – 2U22 + 2W2
2 – 4U1U3 + 4W1W3
R5= 10U5 – 5U1U4 – 5U2U3 + 5W1W4 + 5W2W3
dan
S0 = -2U1W1
S1 = 2W1 – 3U1W2 – 3U2W1 – 5U2W3 – 5U3W2
S2 = 4W2 – 4U1W3 – 4U3W1
S3 = 6W3 – U1W2 + U2W1 – 5U1W4 – 5U4W1 (2.26)
S4 = 8W4 – 2U1W3 + 2U3W1 + 4U2W2
S5 = 10W5 – 3U1W4 + 3U4W1 – U2W3 + U3W2
Tekanan akibat gelombang dan kontribusi hidrostatik dapat ditentukan dan
komponen kecepatan dengan mensubstitusikan pada persamaan berikut,
p = ( ) ( )'21
44
3222 kzCaCa
kgwuu
k++−+−
ρρωρ (2.27)
dimana z’ = z – h, C3 dan C4 adalah parameter tekanan yang tergantung pada kh
atau h/L, harga C3 dan C4 dapat dilihat pada tabel 2.4
2.2.5.3 Analisis Statik Gelombang
Beban gelombang memiliki sifat dinamis. Untuk sebagian besar kedalaman
perairan rencana, beban ini dapat terwakili oleh beban statik yang ekuivalen.
Urutan langkah perhitungan dari gaya gelombang statik deterministik pada
anjungan lepas pantai tipe tetap, dimulai dengan penentuan tinggi gelombang
desain dan perida gelombang yang berkaitan, kedalaman laut pada saat badai, dan
profil arus. Prosedur perhitungan gaya gelombang menurut API RP2A-WSD,
mengikuti langkah berikut ini:
1. Menentukan perida gelombang nyata (Apparent Wave Period), ditentukan
dengan memperhitungkan efek Doppler akibat arus pada gelombang.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐14
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2. Kinematika gelombang dua dimensi ditentukan dari teori gelombang yang
sesuai untuk suatu tinggi gelombang, kedalaman laut saat badai, dan
apparent wave period.
3. Komponen mendatar dari kecepatan dan percepatan partikel yang
diakibatkan oleh gelombang dikurangi oleh faktor kinematika gelombang,
yang terutama mempertimbangkan arah penyebaran gelombang.
4. Arus efektif lokal ditentukan dengan mengalikan arus yang diketahui
dengan faktor hambatan arus (current blockage factor).
5. Arus efektif lokal dikombinasikan searah dengan kinematika gelombang
untuk menentukan kecepatan dan percepatan fluida lokal yang akan
digunakan pada persamaan Morison.
6. Ukuran elemen diperbesar akibat marine growth.
7. Koefisien hidrodinamik (drag dan inertia) ditentukan sebagai fungsi dari
parameter gelombang dan arus, bentuk elemen, kekasaran (akibat marine
growth), ukuran, dan arah.
8. Koefisien gaya gelombang untuk kumpulan konduktor berkurang karena
adanya conductor shielding factor.
9. Pengembangan model hidrodinamik untuk riser dan struktur tambahan.
10. Gaya gelombang / arus lokal dihitung untuk seluruh elemen anjungan,
konduktor, riser, dan struktur tambahan, menggunakan persamaan
Morison.
11. Gaya keseluruhan dihitung sebagai penjumlahan vektor dari seluruh gaya
lokal.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐15
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Gambar 2. 5 Prosedur perhitungan gaya akibat gelombang dan arus untuk analisis statik
2.2.5.4 Apparent Wave Period
Arus yang searah dengan gelombang cenderung memperbesar panjang
gelombang, sedangkan arus yang berlawanan memperkecil panjang gelombang.
Apparent wave period, Tapp, adalah perioda gelombang relatif terhadap arus
sejajar efektif. Untuk gelombang yang merambat pada suatu profil arus,
penentuan apparent wave period dilakukan dengan menyelesaikan persamaan di
bawah ini:
1VTT app
+=λλ
Tapp2 = ( )λπ
πλ/2tanh
2dg
(2.28)
V1 = ( ) ( ) ( ) dzdzzUd d
c∫ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +0 4cosh
/4sinh/4
λπ
λπλπ (2.29)
dimana:
λ = panjang gelombang
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐16
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
d = kedalaman laut saat badai
Uc(z) = komponen profil arus untuk kondisi tetap pada arah
gelombang z
g = percepatan gravitasi
V1 = kecepatan arus sejajar efektif
T = perioda gelombang relatif terhadap objek tetap
2.2.5.5 Kinematika Gelombang Dua Dimensi
Kinematika gelombang dua dimensi dapat dihitung menggunakan Teori
Gelombang Stream Function dengan diketahuinya apparent wave period Tapp,
ketinggian gelombang H ,kedalaman saat badai d.
Dalam banyak kasus, teori gelombang Stokes orde ke-5 akan menghasilkan
keakuratan hasil yang dapat diterima. Gambar 2.6 menunjukkan daerah aplikasi
dari Stokes orde ke-5 dan berbagai derajat dari penyelesaian Stream Function
pada bidang H/gTapp2,d/gTapp
2.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐17
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Gambar 2. 6 Diagram penentuan teori gelombang aplikasi
2.2.5.6 Faktor Kinematika Gelombang
Kinematika gelombang umum dua dimensi dari teori gelombang Stream Function
atau Stokes orde ke-5 tidak memperhitungkan penyebaran arah gelombang atau
ketidakseragaman dalam bentuk profil gelombang. Karakteristik nyata ini dapat
dimodelkan dalam analisis gelombang deterministik dengan mengalikan
kecepatan dan percepatan mendatar dari penyelesaian gelombang dua dimensi
umum dengan faktor kinematika gelombang. Pengukuran kinematika gelombang
memiliki faktor berkisar antara 0,85 sampai 0,95 untuk badai tropis dan 0,95
sampai 1,0 untuk badai bukan tropis.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐18
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2.2.5.7 Marine Growth
Semua bagian dari struktur (elemen, konduktor, riser, struktur tambahan, dan lain-
lain) yang berada dibawah permukaan laut tertinggi, luas penampangnya
diperbesar dikarenakan adanya marine growth. Diameter efektif dari elemen
adalah D = Dc + 2t, dimana Dc adalah diameter luar dan t adalah ketebalan
marine growth rata-rata yang dapat diperoleh dari pengukuran keliling dengan
pita pengukur.
2.2.5.8 Koefisien Hidrodinamik
Pembebanan pada struktur yang diakibatkan oleh gelombang merupakan hasil dari
daerah tekanan yang dihasilkan oleh gelombang. Beberapa mekanisme terpisah
telah diidentifikasikan dalam kejadian ini. Terdapat komponen gaya seret yang
bersesuaian dengan daerah terpaan dari badan struktur dan kuadrat dari kecepatan
arus. Hal ini muncul dari gangguan arus akibat badan struktur. Gaya inersia terdiri
dari dua komponen, yaitu gaya yang seharusnya bekerja pada massa air yang telah
digantikan oleh badan struktur, atau gaya Froude-Krylof, dan gaya yang bekerja
pada massa air yang ditahan oleh badan struktur atau disebut gaya massa
tambahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi besar dari gaya seret adalah
koefisien, CD, dan ukuran dari elemen, A, atau dalam kasus ini yang merupakan
obyek silinder adalah diameter elemen, D. Dan beberapa faktor yang
mempengaruhi besar gaya inersia adalah koefisien inersia, CM, dan volume yang
dipindahkan elemen, V.
Untuk situasi desain biasa, gaya gelombang global dapat diperhitungkan dengan
menggunakan nilai-nilai berikut ini, untuk silinder yang tidak tertutup.
Halus CD = 0.65 CM = 1.6
Kasar CD = 1.05 CM = 1.2
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐19
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Banyak bukti eksperimen telah menunjukkan bahwa nilai dari koefisien
hidrodinamik tidak tetap dan berubah mengikuti diameter elemen dan bilangan
Reynolds. Tabel 2.5 memberikan nilai CD dan CM untuk berbagai diameter.
Tabel 2. 5 Koefisien Hidrodinamik API
2.2.5.9 Gaya Gelombang Pada Tiang Silinder Tegak
Gambar 2. 7 Gaya gelombang pada tiang silinder tegak
Gaya pada tiang silinder tegak akibat gelombang pertama kali diperkenalkan oleh
Morison dengan batasan diameter tiang relatif kecil dibandingkan panjang
gelombang yang menerpa tiang.
f = xmd aDCUUDC42
1 2πρρ + (2.30)
keterangan:
f = gaya per satuan panjang
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐20
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
ρ = kerapatan massa fluida
U = kecepatan partikel air pada kedalaman tertentu, tegak
lurus terhadap tiang
ax = percepatan partikel air pada kedalaman tertentu, tegak
lurus terhadap tiang
D = diameter tiang
Cm = koefisien inersia
Cd = koefisien seret
Suku pertama dari ruas kanan pada persamaan Morison merupakan komponen
gaya seret (drag force) yang besarnya sebanding dengan kuadrat kecepatan
partikel. Tanda harga absolut digunakan untuk memastikan arah komponen gaya
seret sesuai dengan arah kecepatan partikel. Suku kedua dari ruas kanan
merupakan komponen gaya inersia yang besarnya sebanding dengan percepatan
partikel air.
Modifikasi nilai koefisien seret dan inersia diperlukan apabila pada batang tubular
tersebut terdapat tambahan struktur atau komponen lain, misalnya anoda.
Modifikasi koefisien seret dan inersia tersebut ditentukan dengan rumusan sebagai
berikut:
Cd’ = 1
2211
ACnACA dd +
(2.31)
Cm’ = 1
2211
VCnVCV mm +
(2.32)
keterangan:
A1 = luas seret batang tubular
Cd1 = koefisien seret batang tubular
A2 = luas seret komponen / anoda
Cd2 = koefisien seret komponen / anoda
V1 = volume batang tubular
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐21
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Cm1 = koefisien massa batang tubular
V2 = volume komponen / anoda
Cm2 = koefisien massa komponen / anoda
n = jumlah komponen / anoda
Gaya total F diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan Morison
sepanjang elemen struktur. Pada gambar silinder tegak diatas, gaya total dihitung
dengan mengintegrasikan persamaan Morison dari z = 0 sampai z = z.
F= ( )dzzfz
∫0
(2.33)
Dengan cara yang sama, momen total M pada z = 0 (sea floor) akibat gaya
gelombang yang bekerja sepanjang z = 0 sampai dengan z = z adalah,
M = ( )dzzzfz
∫0
(2.34)
Titik tangkap resultan gaya gelombang yang bekerja pada tiang silinder tegak
dihitung dengan persamaan
FMz =
(2.35)
dimana z dihitung dari dasar tiang (sea floor)
2.2.5.10 Gaya Akibat Gelombang Linier (Airy)
Misalkan gelombang permukaan yang terjadi adalah gelombang linier dengan
parameter-parameter antara lain tinggi gelombang H, frekuensi gelombang ω,
bilangan gelombang k, dan kedalaman perairan h dengan mengambil x = 0
sebagai posisi / lokasi tiang silinder, maka gaya total yang terjadi pada tiang tegak
adalah,
F = FD + FI (2.36)
dengan komponen gaya seret dari persamaan Morison,
FD = ( ) ttkh
kzkhkz
HkDCD ωωω
ρcoscos
sinh2
sinh2sinh
32 222
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+ (2.37)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐22
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
dan komponen gaya inersia akibat gelombang,
FI = tkhkz
HDk
CI ωωπρsin
sinhsinh
422
2
(2.38)
Momen pada tiang di dasar perairan adalah, M = MD + MI (2.39) dimana,
MD = ( ) ttQHk
DCD ωωωρ coscos64 1
22 (2.40)
MI = tHQDkCI ωωπρ sin
42 22
2
2− (2.41)
Q1 = ( )kh
kzkzkzkz2
2
sinh122cosh2sinh2 ++− (2.42)
Q2 = kh
kzkzkzsinh
1coshsinh +− (2.43)
2.2.5.11 Gaya Akibat Gelombang Stokes
Dengan memasukkan komponen kecepatan dan percepatan horisontal partikel air
gelombang Stokes pada persamaan Morison, maka gaya pada tiang silinder tegak
(x = 0) menjadi,
f = tnRkDC
tntmUUk
DC
nn
I
m
m
nnm
D ωωπρ
ωωρ
sin8
coscos2
5
1
4
1
5
12
2
∑∑∑==
−
=
− (2.44)
dimana koefisien Un dan Rn didefinisikan pada persamaan 2.21 dan 2.25. Sesuai
dengan teori Stokes orde ke-5, perkalian UmUn untuk m+n > 5 diabaikan. Maka
dari persamaan 3.30 didapat,
F(z) = FD(z) + FI(z) (2.45)
FD = tntmAkDC
m
m
nmn
D ωωωρ
coscos2
4
1
5
13
2
∑∑=
−
=
(2.46)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐23
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
FI = - tnBkDC
nn
I ωωπρ
sin4
5
12
22
∑=
(2.47)
Koefisien Amn (untuk m ≠ n) dan Ann (untuk m = n) adalah,
Amn = nm
nmnm
nm
nmnm
n
n
m
m
GnmWS
GnmWS
SG
SG
−
−−
+
++
−+
+ )()(2 (2.48)
Ann = 24 2
222
2 kznG
WSSG
n
nn
n
n + (2.49)
Sn = sin nkh (2.50)
Wn = koefisien kecepatan = nkhnkzGn sinh
sinh (2.51)
Koefisien Bn adalah,
B1 = W1 - 532
5
5
323
21
3
3
21
101
61 W
SSS
GGG
WSS
SGGG
−
B2 = W2 - 431
4
4
312
1
21
41
21 W
SSS
GGG
kzSG
−
B3 = W3 - 541
5
5
411
2
2
103
23 W
SSS
GGGW
SG
− (2.52)
B4 = W4 - 231
2
2
3122
22
21 W
SSS
GGG
kzSG
−
B5 = W5 - 341
3
3
411
32
1
1
32
65
25 W
SSS
GGGW
SSS
GGG
−
Karena bentuk persamaan yang komplek, perhitungan gaya dan momen
maksimum akan sulit dilakukan seperti pada perhitungan gaya akibat gelombang
linier. Dalam hal ini, lebih baik menggunakan metoda numerik dimana tiang
silinder dibagi menjadi N segmen dan menghitung gaya pada setiap segmen
dengan menggunakan persamaan 2.45 pada saat (t) gaya maksimum terjadi dan
menganggap gaya yang terjadi merata sepanjang tiap segmen. Momen pada dasar
tiang bisa didapat dengan menjumlahkan momen dari tiap segmen. Dengan
menganggap gaya tersebut terdistribusi secara merata, titik tangkap gaya resultan
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐24
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
akan terletak ditengah setiap segmen sehingga momen pada tiang di dasar perairan
dapat dituliskan sebagai berikut,
M = ( )( )121211 21
21 zzFFzF +−+ (2.53)
Harga t harus dicari dimana gaya yang terjadi maksimum. Secara umum, momen
yang terjadi pada dasar tiang bila kita membagi tiang menjadi N segmen adalah,
M = ( )( )11
121
−=
− −−∑ nn
N
nnn zzFF (2.54)
dengan F0 = 0 dan z0 = 0
2.2.5.12 Gaya Gelombang Pada Tiang Silinder Miring
Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat
menghitung gaya gelombang pada ”cross brcing” struktur atau pada kaki jacket
yang tidak tegak (battered). Chakrabarti dkk. (1975) mengembangkan metoda
penerapan persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang
miring dengan menguraikan kecepatan dan percepatan partikel kedalam
komponen tegak lurus dan sejajar / tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian,
hanya komponen kecepatan dan percepatan partikel yang tegak lurus tiang silinder
yang digunakan untuk menentukan gaya per satuan panjang pada tiang silinder
miring.
Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai
dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang
silinder miring. Untuk keperluan analisa struktur, gaya tersebut bisa disesuaikan
lagi kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal.
Perhatikan tiang miring pada gambar 2.8. Misalkan gelombang bergerak dalam
arah sumbu +x, sehingga terdapat komponen horisontal dan vertikal kecepatan (u
dan v) dan percepatan (ax dan ay) partikel air akibat gelombang.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐25
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Dengan menggunakan sistem koordinat polar dan sudut θ dan β untuk
mendefinisikan orientasi dari sumbu tiang, besar kecepatan partikel arah tegak
lurus / normal sumbu tiang adalah,
Vn = ( )[ ] 21222 vcucvu yx +−+ (2.55)
komponen kecepatan pada arah x, y dan z adalah sebagai berikut,
un = u – cx (cxu + cyv)
vn = v – cy (cxu + cyv) (2.56)
wn = – cz (cxu + cyv)
dimana,
cx = sin β cos θ
cy = cos β (2.57)
cz = sin β sin θ
Percepatan partikel arah normal sumbu tiang silinder dapat diuraikan kedalam
komponen dalam arah x, y dan z sebagai berikut,
anx = ax – cx (cxax + cyay)
any = ay – cy (cxax + cyay) (2.58)
anz = - cz (cxax + cyay)
Maka komponen gaya per satuan panjang dalam arah x, y dan z adalah,
fx = nxInnD aDCuDVC42
1 2πρρ +
fy = nyInnD aDCvDVC42
1 2πρρ + (2.59)
fz = azDCwDVC InnD 421 2πρρ +
Arah gaya f disesuaikan dengan arah komponen gaya fx, fy dan fz.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐26
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Komponen total gaya yang bekerja pada tiang silinder miring harus dihitung
dengan cara integrasi numerik berdasarkan persamaan berikut,
Fx = dsfs
x∫
Fy = dsfs
y∫ (2.60)
Fz = dsfs
z∫
dimana variabel s menunjukan integrasi sepanjang tiang silinder.
2.2.5.13 Gaya Gelombang Pada Deck
Prosedur perhitungan gaya gelombang pada deck tergantung pada tinggi puncak
gelombang (Wave Crest). Tinggi puncak gelombang harus dihitung menggunakan
teori gelombang berdasarkan API RP 2A-WSD (kinematika gelombang dua
dimensi), tinggi gelombang untuk analisis tegangan ultimat, periode gelombang,
kondisi pasang saat badai.
Langkah-langkah perhitungan gaya pada deck berdasarkan API RP 2A-WSD
adalah sebagai berikut:
1. Dari data tinggi puncak gelombang (wave crest), hitung luas daerah
tangkapan gelombang pada deck (A), dengan arah gelombang yang terjadi
(θw).
Luas daerah tangkapan gelombang pada deck berupa daerah arsiran pada
gambar 2.16, luas antara daerah scaffolding deck terbawah sampai
equipment tertinggi pada main deck atau sampai elevasi puncak
gelombang (wave crest) apabila elevasi puncak gelombang dibawah
elevasi Main Deck.
Area deckleg dan bracing di atas cellar deck adalah bagian dari luas daerah
tangkapan. Deckleg dan bracing yang berada di bawah cellar deck harus
dimodelkan bersama dengan member jacket dalam prosedur perhitungan
gaya pada jacket. Struktur rangka batang tambahan di atas equipment pada
main deck dapat diabaikan.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐27
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Berikut ini adalah rumus perhitungan area (A):
(2.61)
Keterangan:
θw, Ax, dan Ay ditentukan pada gambar 2.17
Gambar 2. 8 Luas Daerah Tangkapan Wave in Deck
Gambar 2. 9 Sudut dating gelombang dan penentuan arah
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐28
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2. Menggunakan teori gelombang berdasarkan API RP 2A-WSD dan
menghitung maksimum kecepatan gelombang arah horizontal, V, pada
elevasi puncak gelombang (wave crest) atau main deck teratas, dicari nilai
elevasi terendah dari kedua elevasi tersebut.
3. Gaya gelombang pada deck, Fdk dihitung sebagai berikut:
(2.62)
Keterangan:
U = Kecepatan arus sejajar dengan gelombang
awkf = Faktor kinematik gelombang (0.88 untuk hurricane & 1 untuk
winterstorm)
αcbf = Current blockage factor untuk jacket
ρ = Massa jenis air laut
Tabel 2. 6 Koefisien Cd Untuk Gaya Gelombang/Arus di Deck
Tabel 2. 7 Koefisien αcbf
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐29
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
4. Gaya Fdk diberikan pada elevasi Zdk di atas cellar deck terbawah. Zdk
ditentukan sebesar 50% jarak antara titik terendah luas daerah tangkapan
dan tinggi puncak gelombang terendah atau main deck teratas.
2.2.6 Arus
Arus, relatif memiliki pergerakan yang konstan. Arus di laut biasanya terjadi
akibat adanya pasang surut dan gesekan angin pada permukaan air (wind-drift
current). Kecepatan arus bekerja pada arah horisontal dan bervariasi menurut
kedalaman. Besar dan arah arus pasang surut dipermukaan biasanya ditentukan
berdasarkan pengukuran di lokasi. Wind-drift current di permukaan biasanya
diasumsikan sekitar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian 30 ft diatas
permukaan air. Untuk kebutuhan rekayasa, variasi arus pasang surut terhadap
kedalaman biasanya diasumsikan mengikuti profil pangkat 1/7 ("one-seventh
power law") dan variasi arus akibat gesekan angin diasumsikan linier terhadap
kedalaman.
Variasi arus ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐30
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Gambar 2. 10 Variasi arus
Dalam kondisi badai, arus terjadi bersamaan dengan gerakan air akibat
gelombang. Arah arus pasang surut bisa tidak sama dengan arah rambat
gelombang, tetapi wind-drift current biasanya diasumsikan searah dengan gerakan
gelombang. Arus yang terjadi bersamaan dengan gelombang akan mempengaruhi
karakteristik gelombang. Besar pengaruh arus terhadap gelombang tergantung
pada rasio kecepatan maksimum arus terhadap kecepatan gelombang. Namun
pengaruh arus bisa diabaikan untuk kondisi gelombang saat badai (storm).
Sehingga untuk kebutuhan desain, dalam perhitungan gaya akibat arus dan
gelombang yang bekerja pada struktur dilakukan dengan menambahkan kecepatan
arus dengan kecepatan horisontal akibat gelombang. Metoda ini sesuai dengan
API RP2A-WSD yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
2.2.6.1 Current Blockage Factor
Kecepatan arus disekitar anjungan berkurang akibat faktor hambatan (Current
Blockage Factor). Dengan kata lain, kehadiran struktur mengakibatkan arus
menyebar, sebagian arus mengelilingi struktur dan tidak melaluinya, dan
kecepatan arus disekitar struktur berkurang. Current Blockage Factor dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
( ) 1
41
−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+∑ W
DC id (2.63)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐31
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Dimana Σ(CdD)i adalah penjumlahan dari “drag diameter” dari seluruh elemen
yang terpotong oleh suatu bidang mendatar tertentu dan W merupakan lebar
keseluruhan dari anjungan, tegak lurus terhadap arus pada elevasi tersebut.
2.2.6.2 Kinematika Gelombang dan Arus Gabungan
Kinematika gelombang yang telah disesuaikan dengan penyebaran arah dan
ketidakseragaman, harus digabungkan dengan profil arus yang telah disesuaikan
dengan faktor hambatan. Karena profil arus hanya ditentukan untuk kedalaman air
rata-rata pada kriteria disain, harus digunakan beberapa cara untuk
memperpanjang atau memperpendek profil arus tersebut terhadap ketinggian
gelombang lokal.
Untuk profil arus dimana perpanjangan linier merupakan pendekatan yang dapat
diterima, Vz arus pada jarak z diatas kedalaman laut rata-rata, dapat
diperhitungkan dari profil arus yang telah ditentukan pada elevasi z’ dengan
menggunakan persamaan di bawah ini:
Vx = ( )( ) ( )η+++
dd
dzdzVz '
' (2.64)
keterangan:
Vz’ = arus tertentu pada elevasi z’
d = kedalaman air pada saat badai
η = jarak antara permukaan gelombang dengan kedalaman
laut rata-rata
(η dan z positif diatas kedalaman laut rata-rata dan sebaliknya)
Penelitian telah menunjukkan bahwa sebuah profil arus yang diperpanjang secara
non-linier cocok digabungkan dengan kinematika gelombang yang telah
terpengaruh Doppler. Perpanjangan non-linier memperhitungkan arus yang telah
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐32
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
dipanjangkan, Vz, untuk sebuah partikel yang berada pada elevasi z, berdasarkan
kecepatan Vz’ yang telah ditentukan di profil arus pada elevasi z’ sebagai berikut:
Vz = Vz’( )( )( ) ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡ ++
m
m
ddz
zz
λπλπη
/2sinh/'2sinh' (2.65)
dimana λm adalah panjang gelombang untuk ketinggian H dan perioda Tapp
tertentu.
2.2.7 Gaya Apung
Tekanan air pada struktur yang tenggelam, timbul karena berat air diatasnya dan
pergerakan fluida di sekitar struktur yang diakibatkan oleh gelombang. Tekanan
air pada struktur yang tenggelam dapat memperbesar tegangannya. Gaya yang
diakibatkan oleh gelombang telah dihitung di dalam persamaan Morison
sedangkan gaya apung yang diakibatkan oleh berat air diatasnya diperhitungkan
dengan menggunakan persamaan berikut:
Fb = γf V (2.66)
keterangan:
γf = berat jenis fluida
V = volume struktur yang tenggelam
2.3 KOMBINASI PEMBEBANAN
Anjungan harus didesain dengan kombinasi pembebanan yang akan menghasilkan
efek yang paling membahayakan bagi struktur. Kombinasi pembebanan ini terdiri
dari beban lingkungan, beban mati dan beban hidup yang sesuai.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐33
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Beban lingkungan harus dikombinasikan dengan cara yang sesuai dengan
kemungkinan kejadian tersebut terjadi bersamaan selama kondisi pembebanan
yang sedang dipertimbangkan.
Pembagian beban yang akan dikombinasikan:
1. Beban gravitasi
Beban gravitasi ini terdiri dari:
a. Berat sendiri platform .
b. Beban peralatan.
c. Beban lain-lain (perubahan desai n, perubahan fabrikasi, berat ,
dan lain-lain).
2. Beban angin
• Dianalisis untuk kondisi operasional dan kondisi ekstrim.
• Beban angin ini bekerja pada 12 mata angin. Setiap arahnya
diproyeksikan pada arah x dan arah y.
• Koefisien untuk beban angin ini dibedakan berdasarkan arah
angin yang sedang ditinjau. Hal ini dilakukan agar desain yang
dihasilkan lebih akurat dan menyerupai kondisi sebenarnya.
• Penting untuk diperhatikan formula yang akan dipakai dalam
analisis beban angin.
3. Beban gelombang dan arus
• Dianalisis untuk kondisi operasional dan kondisi ekstrim.
• Dianalisis pada 12 mata angin.
• Koefisien untuk beban gelombang dan arus diperoleh dari
besarnya Dynamic Amplification Factor (DAF), yang nilainya
sudah diasumsikan sebelumnya. Besar DAF untuk kondisi
operasional dan ekstrim memiliki nilai yang berbeda.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐34
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Tiap elemen anjungan harus didesain dengan kombinasi pembebanan yang
mengakibatkan tegangan terbesar pada elemen, dengan turut mempertimbangkan
tegangan izin untuk kondisi pembebanan yang mengakibatkan tegangan tersebut.
Kombinasi pembebanan pada umumnya terbagi menjadi:
1. Kombinasi pembebanan antara beban lingkungan, beban mati, dan
beban hidup maksimum saat operasi normal.
2. Kombinasi pembebanan antara beban lingkungan, beban mati, dan
beban hidup minimum saat operasi normal.
3. Kombinasi pembebanan antara beban lingkungan, beban mati, dan
beban hidup maksimum pada kondisi ekstrim.
4. Kombinasi pembebanan antara beban lingkungan, beban mati, dan
beban hidup minimum pada kondisi ekstrim.
Adapun komponen penyusun dari kombinasi pembebanan:
a. Komponen akibat beban gravitasi.
b. Untuk kondisi operasional, beban gravitasi yang digunakan adalah
beban gravitasi maksimum, sedangkan untuk kondisi ekstrim,
beban gravitasi yang digunakan adalah beban gravitasi minimum.
c. Komponen akibat beban angin yang sudah diproyeksikan pada arah
x dan arah y.
d. Komponen akibat beban gelombang dan arus pada arah mata angin
yang sedang ditinjau.
2.4 TEORI ANALISIS LINIER
Struktur lepas pantai biasanya menggunakan baja struktur biasa. Material baja
akan tetap bersifat elastis selama tegangan yang terjadi tidak melampaui tegangan
leleh. Tujuan utama dari desain adalah memiliki ukuran komponen yang sesuai,
sehingga kondisi elastis tetap dipenuhi selama di bebani beban rencana (design-
level loading). Faktor keamanan (safety factor) biasanya diterapkan untuk
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐35
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
mendapatkan tegangan ijin (allowable stress = yield stress / safety factor) yang
kemudian dijadikan kriteria tegangan yang tidak boleh dilewati selama struktur
dibebani gaya rencana.
Filosofi perencanaan yang diterapkan dalam merancang fixed platform yang akan
dibahas dalam laporan ini adalah filosofi tegangan kerja / elastis (working stress
design —WSD). Menurut filosofi ini, elemen struktural harus direncanakan
sedemikian rupa sehingga tegangan yang dihitung akibat beban kerja tidak
melampaui tegangan izin yang diberlakukan.
Tegangan izin ini ditentukan oleh peraturan bangunan atau spesifikasi (seperti
dalam AISC) untuk mendapatkan faktor keamanan terhadap tercapainya tegangan
batas, seperti tegangan leleh minimum atau tegangan buckling (tekuk). Tegangan
yang dihitung harus berada dalam batas elastis. Misalnya pada sebuah balok,
kriteria aman dalam perencanaan WSD bisa dinyatakan sebagai
(2.67)
Dengan fb adalah tegangan di serat terluar dari penampang balok akibat momen
beban kerja maksimum M yang dihitung dengan menganggap balok bersifat
elastis, c adalah jarak dari garis netral balok ke serat terluar, dan I adalah momen
inersia penampang balok. Tegangan izin Fb diperoleh dengan membagi tegangan
batas (seperti tegangan batas Fb atau tegangan tekuk Fcr) terhadap faktor
keamanan.
2.4.1 Batang Tarik
Batang tarik lazim dijumpai pada struktur baja sebagai member (batang) struktural
pada struktur rangka berjenis menara. Keadaan batas kekuatan yang berpengaruh
bagi suatu batang tarik dapat berupa (a) pelelehan penampang lintang bruto batang
pada tempat yang jauh dari titik sambungan dan retakan dari suatu luas bersih
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐36
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
efektif (yakni melalui lubang-lubang) pada sambungan. Bila keadaan batasnya
adalah pelelehan umum dari penampang lintang bruto atas panjang batang, seperti
halnya untuk batang tarik tanpa pelubangan (dengan sambungan las), kekuatan
batas Tu dapat dinyatakan sebagai
(2.68)
dengan Ag adalah luas penampang bruto dan Fy adalah tegangan leleh baja.
Beban kerja yang aman T dapat dihitung dengan membagi kekuatan dengan faktor
keamanan, yaitu
(2.69)
Untuk batang silinder yang mengalami beban tarik, formula API RP 2A-WSD
dalam menentukan tegangan tarik ijin Ft dapat dituliskan sebagai berikut:
(2.70)
Batas tegangan ijin tersebut menerapkan angka keamanan sebesar 1,67.
2.4.2 Batang Tekan
Pada umumnya batang tekan akan mengalami buckling (tekuk) atau lenturan
tiba-tiba akibat ketidakstabilan sebelum mencapai kekuatan penuh material baja
tersebut. Hanya batang yang sangat pendek saja yang dapat dibebani sampai ke
tegangan lelehnya. Karena itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang
stabilitas batang tekan untuk desain batang tekan dalam struktur baja.
2.4.2.1 Tekuk Kolom dan Tekuk Lokal
Berdasarkan API RP 2A-WSD, untuk elemen dengan rasio D/t kurang dari atau
sama dengan 60, tegangan tekan izin, Fa, harus dihitung dengan persamaan AISC
berikut:
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐37
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
(2.71)
(2.72)
dimana:
(2.73)
E = Modulus Elastisitas Young, ksi (MPa)
K = faktor panjang efektif
L = panjang batang tak tersokong (unbraced), in. (m)
r = radius girasi, in. (m)
Untuk elemen dengan rasio 60 < D/t ≤ 300 dan tebal silinder t ≥ 0,25 in (6 mm),
ganti tegangan tekuk lokal kritis (Fxe dan Fxc diambil yang lebih kecil) untuk Fy
dalam menentukan Cc dan Fa. Rumus Fxe atau Fxc diberikan sebagai berikut:
Tegangan Tekuk Lokal Elastis, Fxe
(2.74)
Secara teoritis, nilai C = 0,6. Namun demikian, reduksi nilai C = 0,3 diizinkan
untuk memperhitungkan pengaruh ketidaksempurnaan geometrik.
Tegangan Tekuk Lokal Inelastis, Fxc
(2.75)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐38
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2.4.2.2 Panjang Efektif
Pembahasan mengenai kekuatan batang tekan di atas menggunakan batang dengan
tumpuan sendi pada kedua ujungnya sehingga tidak ada kekangan rotasional atau
momen pada kedua ujung batang tersebut. Untuk batang tekan atau kolom dengan
ujung tumpuan sendi, panjang ekivalennya Kl adalah sama dengan panjang l.
Maka dalam hal ini harga K adalah 1,0. Panjang ekivalen batang tekan dengan
ujung tumpuan sendi disebut sebagai panjang efektif dan K disebut sebagai faktor
panjang efektif.
Untuk kondisi struktur pada umumnya, terjadi kekangan momen pada ujung-
ujung batang tekan atau kolom sehingga menyebabkan titik momen nol atau titik
balik ( inflection point ) bergerak menjauhi ujung-ujung yang ditahan. Kondisi ini
bisa dilihat pada Gambar 2.9, dimana panjang efektif Kl tereduksi.
Penilaian secara tepat mengenai derajat kekangan momen pada struktur pada
umumnya sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Kekangan momen tersebut
dipengaruhi oleh batang-batang yang tidak berdekatan yang mengikat ke batang
tekan atau kolom, oleh pondasi setempat dan lapisan tanah di bawahnya, dan
interaksi penuh semua batang dalam struktur rangka baja.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐39
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Gambar 2. 11 Faktor panjang efektif
Tabel 2. 8 Faktor Panjang Efektif
Situasi Faktor Panjang Efektif (K)
Faktor Reduksi (Cm)
Kaki Struktur Atas Terkekang 1,0 (a) Portal (tak terkekang) K (a) Tiang dan Kaki Platform Penampang Komposit 1,0 (c) Kaki Platform Ungrouted 1,0 (c) Tiang Pancang Ungrouted 1,0 (b) Elemen Web Penopang Deck Aksi In-Place 0,8 (b) Aksi Out-of-Place 1,0 (a) atau (b) Penguat Brace
0,8 (a) atau (b) Panjang Face-toFace dari Diagonal Utama Untuk K Brace 0,8 (c) Segmen lebih panjang dari X Brace 0,9 (c) Secondary Horizontal 0,7 (c) Elemen Penghubung Penopang Deck 1,0 (a), (b) atau (c)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐40
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Nilai Faktor reduksi Cm ditujukan untuk tabel 2.8, adapun penjelasan notasi pada
Tabel 2.8 adalah:
a. 0,85
b. 0,6-0,4 , tetapi tidak boleh kurang dari 0,4 dan tidak boleh lebih dari
0,85
c. 1-0,4 , atau 0,85, yang manapun lebih kecil
2.4.3 Tegangan Lentur
Tegangan lentur izin, Fb, harus dihitung dengan menggunakan persamaan:
(2.76)
2.77)
(2.78)
2.4.4 Kombinasi Beban Lentur dan Aksial
Hampir semua batang dalam sebuah struktur terkena momen lentur dan beban
aksial (tarik atau tekan) sekaligus. Gaya tekan aksial akan menambah momen
lentur yang besarnya sama dengan gaya tekan aksial dikali defleksi. Berikut
adalah beberapa kemungkinan kombinasi beban aksial dan lentur, serta beberapa
kecenderungan model kegagalannya.
a. Tarik aksial dan lentur. Biasanya gagal karena leleh.
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐41
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
b. Tekan aksial dan lentur. Biasanya gagal karena tekuk pada bidang
lentur.
c. Tekan aksial dan lentur bi-aksial pada penampang yang kaku terhadap
puntir. Biasanya gagal karena tekuk pada salah satu arah utama.
2.4.4.1 Kombinasi Tekan Aksial dan Lentur
Berdasarkan API RP 2A-WSD, dalam mendesain suatu batang tubular yang
dikenai kombinasi tekan dan lentur harus memenuhi persyaratan berikut:
(2.79)
Apabila , maka persamaan inilah yang digunakan menggantikan kedua
persamaan di atas:
(2.80)
Persamaan tersebut mengasumsikan kalau nilai yang sama dari Cm dan Fe sesuai
untuk fbx dan fby. Jika nilai lain dapat diterapkan, maka persamaan berikutlah yang
digunakan menggantikan persamaan sebelumnya:
(2.81)
Parameter yang digunakan dalam persamaan di atas adalah sebagai berikut:
Fa = tegangan izin aksial
Fb = tegangan izin terhadap momen
fa = tegangan aksial yang terjadi
fb = tegangan yang terjadi akibat lentur
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐42
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Cm = faktor reduksi / pembesaran momen yang berkaitan
dengan kekangan`ujung
Fe’ = Euler buckling stress
2.4.4.2 Kombinasi Tarik Aksial dan Lentur
Batang ubular yang dikenai kombinasi tarik aksial dan lentur, berdasarkan API RP
2A-WSD harus memenuhi persamaan berikut:
(2.82)
Komponen dari persamaan di atas harus dientukan berdasarkan kondisi tarik pada
batang tubular.
2.4.5 Tarik Aksial dan Tekanan Hidrostatis
Pada saat tegangan regangan elemen longitudinal dan keruntuhan terjadi
bersamaan, persamaan interaksi berikut di bawah ini harus dipenuhi:
(2.83)
dimana:
A harus dapat menunjukkan kombinasi regangan maksimum
v = rasio Poisson = 0,3
Fy = kuat leleh, ksi (MPa)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐43
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
fa = nilai absolut untuk tegangan aksial, ksi (MPa)
fb = nilai absolut untuk yang diakibatkan oleh tegangan lentur,
ksi (MPa)
fh = nilai absolut untuk tegangan tekan, ksi (MPa)
Fhc = tegangan hoop kritis
2.4.6 Tekan Aksial dan Tekanan Hidrostatis
Pada saat tegangan tekan longitudinal dan tegangan tekan hoop terjadi bersamaan,
maka persamaan di bawah ini harus dipenuhi:
(2.84)
Persamaan di atas seharusnya menunjukkan kombinasi tegangan tekan terbesar.
Pada saat fx > 0,5 Fha, persamaan ini harus terpenuhi:
(2.85)
dimana:
SFx = faktor keamanan untuk tekan aksial
SFh = faktor keamanan untuk lentur
fx = fa + fb + (0,5fh), fx seharusnya menunjukkan kombinasi
tegangan tekan maksimum
Fxe = 2CE t/D
Fxc = Fy [1,64-0,23(D/t)1/4] ≤ Fxe
Fxc = Fy jika (D/t) ≤ 60
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐44
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2.5 TEORI ANALISIS NON LINIER (PUSHOVER)
Kejadian leleh pertama pada titik tekanan tertinggi pada komponen struktur sering
dijadikan ukuran kapasitas struktur. Banyak komponen yang mengalami hal ini
berulang-ulang. Komponen ini mampu menyalurkan ulang tegangan dan beban-
beban melalui garis lurus saat beberapa bagian mulai untuk leleh. Pada kasus
seperti ini, leleh pertama merupakan kriteria konservatif. Salah satu contoh yang
untuk transisi ini dari leleh fiber pertama hingga kondisi plastis penuh pada balok
akibat momen. Jika garis lurus ditujukan untuk kombinasi beban-beban misal,
gaya aksial dan momen, maka penyaluran ulang beban terjadi di antara keduanya.
Hal ini sangat penting karena disipasi energi menjadi terpusat dibandingkan
tahanan maksimum.
Gambar 2. 12 Definisi Kapasitas Ultimate
(Analisis Non-linear Offshore Platform, Jorgen Amdahl)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐45
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
2.5.1 Reserve Strength Ratio
Dalam menilai kemampuan struktur untuk menahan beban-beban berlebih pada
beban rencana atau untuk menyokong beban dalam keadaan dibutuhkan, bebrapa
penukurn atas kemampuan ini membutuhkan kekuatan cadangan.
Kekuatan cadangan biasanya didefinisikan sebagai kemampuan struktur untuk
menahan beban-beban berlebih pada perencanaan (Billington 1993). Tahanan
cadangan muncul saat tingkat komponen dimana ketidakpastian pada tahanan
komponen dan komponen yang dikenakan pembebanan diperbolehkan.
Berdasarkan data statistik, nilai karakteristik diadopsi untuk memastikan bahwa
kemungkinan kegagalan dapat diterima. Di luar hal tersebut, faktor keamanan
diaplikasikan untuk meningkatkan kepastian bertahan dan untuk menerima faktor-
faktor untuk hal-hal yang tidak ada pada data statistik. Sudah jelas bahwa
kapasitas aktual komponen mampu melampaui beban-beban yang yang diizinkan
pada komponen dimana beban tersebut direncanakan.
Pada tingkat sistem, bagaimanapun terdapat tambahan sumber tahanan cadangan.
Kegagalan salah satu komponen tidak membatasi kapasitas seluruh struktur
melainkan terdapat redundansi dan daktilitas yang cukup seperti beban-beban
yang bisa disalurkan ulang. Untuk struktur yang lebih rumit, kejadian kegagalan
komponen mungkin dibutuhkan sebelum kondisi ultimate dicapai. Kapasitas
elastis rencana dibatasi oleh teori kejadian kegagalan komponen pertama sehingga
Reserve Strength Ratio (RSR) dapat ditetapkan sebagai berikut:
(2.86)
Hal ini sama dengan faktor tahanan ekivalen kekuatan cadangan (Resistance
Equivalent Factor / REF) yang didefinisikan oleh Llyod dan Clawson (1984)
sebagai berikut:
(2.87)
Laporan Tugas Akhir
Analisis Linier dan Non Linier Struktur Anjungan Lepas Pantai Akibat Subsidence
2‐46
Akhmad Rafiudin – 15004060 Harry Firmansyah – 15004096
Kriteria yang bisa diterima berdasarkan API RP 2A-WSD RSR harus melebihi
1,6.
Pada literatur, RSR diukur sebagai variasi cara dan selain dari rasio beban yang
menyebabkan keruntuhan pada beban rencana. RSR juga dikutip sebagai istilah
geser dasar pada platform atau disebut sebagai overtunning momen. Pengukuran
semacam RSR dapat membimbing dalam kesulitan membandingkan konfigurasi
struktur alternatif yang memiliki geser dasa atau overtunning momen yang
berbeda-beda untuk kasus beban yang diberikan. Oleh karena itu, pendekatan
yang lebih konsisten adalah menggunakan rasio terhadap pembebanan yang
diaplikasikan menurut Lllyod dan Clawson (1984). Diketahui juga bahwa terdapat
RSR yang terpisah untuk tiap kasus atau kombinasi beban. Tentu saja pada
kebanyakan kasus beban yang menghasilkan utilisasi komponen terbesar pada
tingkat beban rencana bukan merupakan kasus pembebanan yang menghasilkan
RSR terendah. Oleh karena itu, seperti yang diilustrasikan nanti, saat menilai RSR
maka variasi penuh dari kasus pembebanan harus dipertimbangkan untuk
memastikan kasus paling kritis dapat teridentifikasi. Gambar 2.20 berikut ini
menggambarkan kekuatan cadangan pada struktur yang diuji coba. Rasio dari
kapasitas puncak pada struktur utuh dibandingkan dengan beban rencana (Y vs X)
adalah kekuatan cadangan.
Gambar 2. 13 Reserve Strength Ratio (Collin J Billinton)