BAB 2 -...

59
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan perkembangan gigi Tahap perkembangan dari gigi sulung dimulai antara minggu ke lima dan ke enam pada periode embriogenesis selama perkembangan prenatal. Perkembangan ini dimulai dengan pembentukan dental lamina yang merupakan suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel rongga mulut yang meluas sepanjang batas occlusal dari rahang atas dan rahang bawah. Dental lamina ini berada pada tempat gigi-geligi akan muncul kemudian. Perkembangan awal terjadi pada daerah anterior rahang bawah, kemudian diikuti perkembangan pada daerah rahang atas dan berlanjut ke arah posterior kedua rahang (Hashanur, 1991). Gigi-geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai fase pergantian gigi menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi pada setiap fase terjadi secara fisiologis. Erupsi gigi permanen ke dalam rongga mulut terletak pada posisi lingual dari akar gigi sulung. Pengecualian pada gigi incisivus rahang atas, pergerakannya lebih banyak pada posisi facial ketika erupsi ke dalam rongga mulut (Balogh & Fehrenbach, 1997). Penelitian mengenai urutan waktu erupsi gigi molar pertama, sering dilakukan dalam sejumlah penelitian paleoantropologi. Tujuannya adalah untuk merekonstruksi sejarah kehidupan fosil primata dan hominin (Dean, et al., 2001; Kelley & Smith, 2003). Teknik baru untuk pemetaan pertumbuhan gigi geligi individu dapat diterapkan pada fosil, yang dapat melengkapi dan bahkan memperjelas kronologi dari penelitian erupsi gigi, berat badan, dan dimensi tulang (Dean, et al., 2001; Schwartz, Samonds, Godfrey, Jungers, & Simons, 2002). ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Transcript of BAB 2 -...

Page 1: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan perkembangan gigi

Tahap perkembangan dari gigi sulung dimulai antara minggu ke lima dan ke

enam pada periode embriogenesis selama perkembangan prenatal. Perkembangan

ini dimulai dengan pembentukan dental lamina yang merupakan suatu pita pipih

yang terjadi karena penebalan jaringan epitel rongga mulut yang meluas

sepanjang batas occlusal dari rahang atas dan rahang bawah. Dental lamina ini

berada pada tempat gigi-geligi akan muncul kemudian. Perkembangan awal

terjadi pada daerah anterior rahang bawah, kemudian diikuti perkembangan pada

daerah rahang atas dan berlanjut ke arah posterior kedua rahang (Hashanur, 1991).

Gigi-geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu

erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai fase

pergantian gigi menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi

pada setiap fase terjadi secara fisiologis. Erupsi gigi permanen ke dalam rongga

mulut terletak pada posisi lingual dari akar gigi sulung. Pengecualian pada gigi

incisivus rahang atas, pergerakannya lebih banyak pada posisi facial ketika erupsi

ke dalam rongga mulut (Balogh & Fehrenbach, 1997).

Penelitian mengenai urutan waktu erupsi gigi molar pertama, sering

dilakukan dalam sejumlah penelitian paleoantropologi. Tujuannya adalah untuk

merekonstruksi sejarah kehidupan fosil primata dan hominin (Dean, et al., 2001;

Kelley & Smith, 2003). Teknik baru untuk pemetaan pertumbuhan gigi geligi

individu dapat diterapkan pada fosil, yang dapat melengkapi dan bahkan

memperjelas kronologi dari penelitian erupsi gigi, berat badan, dan dimensi tulang

(Dean, et al., 2001; Schwartz, Samonds, Godfrey, Jungers, & Simons, 2002).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 2: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

9

Pertumbuhan gigi manusia dipengaruhi oleh faktor genetik. Tidak hanya

dalam bentuk dan ukuran, mahkota gigi ditentukan dengan baik sebelum erupsi

dalam rongga mulut. Setelah mahkota gigi terbentuk, perubahan selanjutnya

terjadi oleh karena pemakaian atau trauma. Dalam mempelajari morfologi

mahkota gigi, sebaiknya juga mempelajari secara retrospektif gangguan

pertumbuhan dan perkembangan yang mempengaruhi odontogenesis (Scott &

Turner, 2000).

2.1.1 Tahap perkembangan gigi

Perkembangan gigi yang disebut odontogenesis, adalah proses yang berlanjut

terus yang terjadi pada beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, tahap proliferasi, tahap

histodeferensiasi, tahap morfodeferensiasi, tahap aposisi, tahap kalsifikasi, tahap

erupsi dan tahap atrisi (Harshanur, 1991; Dofka, 2000).

Tahap inisiasi adalah tahap dimana terjadi permulaan pembentukan kuncup

gigi (bud) dari jaringan epitel rongga mulut, yang biasa disebut dengan epithelial

bud stage. Tahap proliferasi adalah tahap pembelahan dari sel dan perluasan dari

organ enamel, yang disebut sebagai cap stage. Kemudian tahap histodiferensiasi,

terjadi spesialisasi dari sel yang mengalami perubahan histologis dalam

susunannya, misalnya sel bagian dalam dari organ enamel yang menjadi

ameloblas, dan sel perifer dari organ dentin pulpa yang menjadi odontoblas.

Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

terbentuk susunan dari sel pembentuk sepanjang dentino enamel junction, yaitu

batas antara dentin dan enamel yang akan muncul nantinya. Sel ini memberi garis

luar dari bentuk dan ukuran mahkota dan akar yang akan tumbuh (Harshanur,

1991) (Gambar 2.1).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 3: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

10

Gambar 2.1 Tahap pertumbuhan gigi (Dofka, 2000 p.31).

Tahap selanjutnya adalah erupsi intraosseus, terdiri dari tahap aposisi dan

tahap kalsifikasi, kemudian diikuti tahap erupsi dan atrisi. Tahap aposisi adalah

tahap yang terjadi ketika enamel, dentin, sementum secara berturut-turut

disekresikan sebagai matrik, yang merupakan substansi ekstraselular yang

terkalsifikasi sebagian untuk mendukung proses kalsifikasi selanjutnya. Tahap

kalsifikasi adalah pengerasan dari matrik oleh pengendapan garam kalsium,

terjadi ketika jaringan gigi telah termineralisasi seluruhnya. Tahap erupsi adalah

pergerakan gigi ke dalam rongga mulut, spesifik untuk waktu dan urutan

erupsinya. Erupsi dibantu oleh tarikan ligamen periodontal, tulang alveolar yang

sedang tumbuh dan akar gigi yang memanjang. Tahap atrisi adalah pengausan gigi

(Harshanur, 1991) (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Tahap pertumbuhan gigi (Dofka, 2000 p.31).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 4: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

11

Proses pembentukan odontoblas dan matriks dentin

Sel terluar dari dental papilla dirangsang oleh pre-ameloblas untuk

berdiferensiasi menjadi odontoblas. Sel ini melakukan repolarisasi yang

mengakibatkan nukleusnya berpindah dari pusat menuju posisi terjauh dari

membran dasar. Odontoblas akan memulai proses dentinogenesis, yang

menghasilkan matriks dentin atau pre-dentin pada membran dasar. Odontoblas

memulai aktifitas sekresi beberapa waktu sebelum matriks enamel dimulai. Hal ini

menjelaskan bahwa dalam gigi yang sedang berkembang, lapisan dentin pada

setiap lokasi agak lebih tebal dibandingkan dengan matriks enamel yang sesuai

(Balogh & Fehrenbach, 1997).

Proses pembentukan enamel, dentino enamel junction dan matriks enamel

Pada pembentukan dentin, odontoblas akan mensekresi prokolagen yang

kemudian bergabung menjadi serabut kolagen dari pre-dentin. Sel odontoblas ini

juga menjadi perantara pada proses mineralisasi serabut kolagen yang kemudian

membentuk dentin (Junqueira, Carnairo, & Kelly, 1997). Setelah odontoblas

berdiferensiasi dari sel terluar dental papilla dan proses pembentukan dari pre-

dentin, membran dasar antara pre-ameloblas dan odontoblas menjadi hancur.

Penghancuran membran dasar ini menyebabkan pre-ameloblas berkontak dengan

pre-dentin yang baru terbentuk, hal ini merangsang pre-ameloblas untuk

berdiferensiasi menjadi ameloblas (Balogh & Fehrenbach, 1997).

Ameloblas mulai amelogenesis atau aposisi dari matriks enamel dengan

melapisi bagian bawah dari sisi di mana membran dasar hancur. Matriks enamel

disekresikan dari Tome’s process (Tome), bagian yang lonjong dari tiap ameloblas

yang mengalami penghancuran membran dasar. Dengan adanya matriks enamel

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 5: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

12

yang kontak dengan pre-dentin, terjadi proses mineralisasi dari membran dasar

yang hancur, serta membentuk dentino enamel junction, batas antara dentin dan

enamel. Kalsifikasi atau maturasi dari setiap tipe matriks timbul kemudian, dan

merupakan proses yang berbeda antara enamel dan dentin. Badan sel dari

ameloblas berpengaruh dalam proses erupsi dan mineralisasi, tetapi akan hilang

setelah erupsi (Balogh & Fehrenbach, 1997).

Gambar 2.3 Perkembangan gigi selama tahap aposisi, tampak formasi matrik enamel dan dentin (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.75).

2.1.2 Gangguan pertumbuhan perkembangan gigi

Tahap inisiasi yang tidak normal dapat menyebabkan pertumbuhan satu atau

lebih gigi tambahan atau gigi supernumerary. Gigi tambahan ini dimulai dari

lamina dental, dan mempunyai etiologi faktor herediter. Area tertentu dari ke dua

tempat pertumbuhan gigi pada umumnya memiliki gigi supernumerary, seperti

diantara incisivus sentral rahang atas (mesiodens), di sebelah distal molar ketiga

rahang atas (distomolar), dan di regio premolar (perimolar) dari kedua rahang

(Balogh & Fehrenbach, 1997).

Tahap inisiasi juga mengakibatkan hilangnya satu gigi (sebagian) atau

beberapa gigi (seluruhnya), yang disebut hypodontia (anodontia atau oligodontia).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 6: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

13

Hypodontia sebagian adalah yang paling umum dan paling sering terjadi pada gigi

incisivus lateral rahang atas, molar ketiga, dan pada premolar kedua rahang

bawah. Hypodontia dapat dikaitkan dengan sindrom displasia ektodermal, karena

banyaknya bagian gigi yang secara langsung maupun tak langsung berasal dari

ektodermal. Etiologi hypodontia terkait dengan faktor genetik dan lingkungan

(faktor hormonal, penyakit sistemik, terpapar radiasi) (Lamour, Mossey, Thin,

Forgie, & Strirrups, 2005).

Proliferasi yang abnormal dapat menyebabkan satu gigi atau seluruh gigi

menjadi lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normalnya. Ke abnormalan gigi

dengan ukuran yang lebih besar disebut makrodontia, sedang yang lebih kecil

disebut mikrodontia. Gigi yang pada umumnya mengalami parsial mikrodontia

adalah gigi incisivus lateral pemanen rahang atas dan molar ketiga permanen.

Makrodontia seluruhnya jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan

disfungsi dari kelenjar pituitari/hipofisis. Pada tahap proliferasi, enamel organ

secara abnormal melakukan invaginasi ke dalam papilla dental yang

mengakibatkan terjadinya dens in dente atau dens invaginatus. Gigi yang paling

banyak terkena adalah incisivus permanen rahang atas, khususnya incisivus

lateral. Pada dens in dente, terlihat gigi dengan pit tunggal pada area terjadi

invaginasi, dan akan terlihat bentukan seperti gigi di dalam gigi pada pemeriksaan

radiologi. Pit tunggal ini akan menyebabkan kegagalan pulpa, kondisi patologis,

dan dibutuhkan terapi endodontik. Oleh karena itu, deteksi awal sangatlah

penting, dan faktor herediter mungkin terlibat dalam kasus mikrodontia,

makrodontia, maupun dens in dente (Balogh & Fehrenbach, 1997).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 7: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

14

Beberapa faktor dapat mengganggu proses metabolisme ameloblas, sering

terjadi pada kasus displasia enamel, yang merupakan keabnormalan

perkembangan enamel. Displasia enamel lokal dihasilkan oleh trauma atau infeksi

kelompok kecil ameloblas. Displasia sistemik melibatkan ameloblas dalam jumlah

yang besar dan dihasilkan dari trauma saat kelahiran, infeksi sistemik, defisiensi

nutrisi, atau fluorosis. Displasia enamel dapat menyebabkan hipoplasia enamel

dan hipokalsifikasi enamel. Hipoplasia enamel diakibatkan oleh reduksi kuantitas

matrik enamel, sehingga pada permukaan enamel gigi akan tampak pit dan

groove. Dapat dijumpai pada Hutchinson’s incisors dan Mulberry molars, yang

disebabkan oleh faktor teratogenik dari congenital syphilis. Dari pandangan sisi

labial, Hutchinson’s incisors mempunyai mahkota dengan bentuk seperti obeng

yang melebar di bagian servikal dan menyempit di bagian incisal. Pada Mulberry

molars terdapat tubercle di bagian permukaan enamel. Hipokalsifikasi enamel

menyebabkan kurangnya kualitas dari maturasi enamel, gigi tampak opaque, lebih

kuning, atau mungkin lebih coklat, tergantung pewarnaan enamel dari dalam.

Hipoplasia dan hipokalsifikasi enamel mungkin terjadi bersama, hal ini sering

dijumpai pada fluorosis (Balogh & Fehrenbach, 1997).

Tipe tertentu dari displasia enamel, yaitu amelogenesis imperfecta adalah

kelainan pembentukan enamel yang dipengaruhi oleh faktor genetik, pewarisan

secara autosomal dominant atau autosomal resesif. Amelogenesis imperfecta

dapat terjadi pada gigi sulung maupun permanen dan terdapat 4 tipe yaitu,

hipoplastik, hipomaturasi, hipokalsifikasi dan hipomaturasi-hipoplasi dengan

taurodontism. Gangguan ini menyebabkan gigi mempunyai lapisan enamel yang

sangat tipis, mahkota berwarna kuning atau coklat kekuningan, dan mengalami

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 8: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

15

atrisi yang sangat ekstrim dengan kehilangan material gigi saat mastikasi

(Crawford, Aldred, & Zupan, 2007).

Salah satu tipe displasia dentin adalah dentinogenesis imperfecta juga dikenal

sebagai opalescent dentin, yang mengakibatkan gigi berwarna biru ke abu-abuan

atau coklat buram. Dentinogenesis imperfecta dapat terjadi pada gigi susu

maupun gigi permanen, dipengaruhi oleh faktor genetik dan pewarisan secara

autosomal dominant atau autosomal recessive. Komposisi dari enamel normal,

tetapi mudah terkelupas oleh karena kurangnya pertahanan dari dentinnya yang

abnormal. Akibatnya adalah atrisi karena dentin kurang termineralisasi secara

keseluruhan. Hal ini diakibatkan maturasi yang tidak berjalan dengan semestinya

(Barron, McDonnell, McKieand, & Dixon, 2008).

2.2 Faktor pertumbuhan gigi

Gigi merupakan materi yang kuat yang dapat digunakan untuk penelitian di

bidang anthropologi ragawi, genetik odontologi dan forensik, baik pada populasi

yang hidup maupun populasi yang sudah mati (Kaushal, Patnik, Sood, &

Agnihotri, 2004).

Morfologi, ukuran dan jumlah gigi mempunyai komponen genetis yang

sangat kuat. Semua gigi sebagai penentu pewarisan, adalah penting ketika variasi

morfologi gigi (karakteristik gigi) mulai diwujudkan. Selain faktor genetik yang

kuat, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti budaya, termasuk kebiasaan

manusia. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada individu dapat menjadi ciri

khas suatu populasi; dan observasi karakteristik gigi dilakukan berdasarkan letak

geografisnya (Kieser, 1990; Scott & Turner, 2000).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 9: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

16

Garn, Lewis, & Kerewsky (1965) menyatakan bahwa gen, hormon, dan kalori

memainkan peranan penting dalam pertumbuhan gigi, namun belum jelas efeknya

terhadap bentuk gigi. Menurut Harris & Couch (2006), perbedaan jenis kelamin

yang dilihat melalui bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor hormonal terutama

sebelum masa remaja. Menurut Duraiswany (2009) bentuk gigi dipengaruhi oleh

faktor genetik dan lingkungan (misalnya ras, dan budaya). Agnihotri dan Sikri

(2010) juga berpendapat bahwa bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor genetis dan

lingkungan, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperjelas

hal ini.

2.2.1 Faktor genetik

Karakteristik gigi diturunkan secara genetis, sehingga menimbulkan keunikan

bagi setiap individu. Pengetahuan mengenai besarnya faktor genetis dalam

mempengaruhi karakteristik gigi, sangat berguna dalam beberapa hal antara lain,

penentuan ras, hereditas, determinasi umur, dimorfisme seksual dan penentuan

parentage atau asal usul. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada kumpulan

individu memungkinkan dilakukan pengelompokan antar ras geografis dan dapat

menjadi ciri khas suatu populasi, sehingga dapat diselidiki seberapa dekat afinitas

antar kelompok populasi (Artaria, 2009).

Banyak peneliti yang melaporkan, bahwa terdapat bukti yang cukup kuat

mengenai pengaruh faktor genetik terhadap ukuran gigi. Salah satu penelitian

yang telah dilakukan pada hewan coba adalah dengan mengukur gigi tikus rumah

dan melihat hubungan kekeluargaannya. Sejumlah studi pada manusia juga

menunjukkan ada hubungan ukuran dimensi mahkota gigi dengan faktor genetis.

Hubungan antar anggota keluarga yang dekat seperti orang tua dan anak, saudara

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 10: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

17

kandung, dan antar sepupu untuk menunjukkan hubungan yang signifikan pada

ukuran mahkota giginya (Rizk, Amugongo, Mahaney, & Hulzko, 2008).

Beberapa kecurigaan yang mengarah pada dugaan adanya faktor genetik

sebagai penyebab suatu kelainan dan sifat yang diwariskan. Pertama adalah

adanya agregasi familial (pengelompokan dalam keluarga/kerabat penderita) yaitu

frekuensi kelainan dan sifat yang diwariskan tersebut lebih tinggi pada kerabat

derajat satu (orang tua, anak dan saudara kandung), bila dibandingkan dengan

frekuensinya pada populasi umum. Kedua, dijumpai adanya perbedaan frekuensi

etnis yang berbeda. Agregasi familial dan variasi etnis belum merupakan bukti

definitif adanya faktor genetik yang mendasari suatu kelainan dan sifat yang

diwariskan, mengingat keluarga dalam lingkup yang lebih besar yaitu kelompok

etnis tertentu, mempunyai faktor genetik dan faktor lingkungan yang sama seperti

diit, geografi, pemamparan bahan infeksius tertentu (Thompson, McInnes, &

Willard, 1991).

2.2.2 Faktor lingkungan

Teori plastisitas terhadap morfologi gigi, adalah faktor lingkungan seperti

stress, ketinggian tempat tinggal (geografi), pola makan (status gizi) dan radiasi,

mampu memberikan dampak terhadap pembentukan morfologi gigi pada suatu

populasi, sekalipun struktur gigi sangat keras dan tidak mudah berubah bentuk.

Kondisi lingkungan yang berbeda mampu menghasilkan morfologi gigi yang

berbeda, karena sifat alami manusia yang berdaptasi dengan lingkungannya (Scott

& Turner, 2000).

Kandungan mineral dalam gizi suatu populasi juga termasuk efek lingkungan.

Meskipun banyak mineral yang berhubungan, kandungan fluorin dalam suatu

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 11: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

18

populasi juga berdampak terhadap pembentukan morfologi gigi, dimana biasanya

didapat dalam suatu kemasan dalam bentuk air minum (Geologi, Hidrologi) dan

berbeda menurut lokasinya. Di North USA, Tanzania, ukuran fluorin dalam air

minum adalah 0,8 ppm-45-53 ppm, sedangkan di Indonesia atau negara lain

berbeda (Scott & Turner, 2000).

Ukuran gigi dengan heritabilitas yang juga relatif tinggi, juga menunjukkan

plastisitas, sebagai bukti adanya perbedaan pada generasi di antara bapak dengan

anak lelaki dan ibu dengan anak perempuan dan perbedaan sekuler dalam periode

waktu yang pendek (Lavelle, 1972).

2.2.3 Faktor hormonal

Hingga saat ini masih timbul pertanyaan tentang sejauh mana efek dari

hormon seksual dalam mempengaruhi ukuran mahkota gigi menurut jenis

kelamin. Menurut Kieser (1990), yang paling menunjukkan perbedaan jenis

kelamin adalah gigi caninus (taring), namun menurut Alvesalo, Tammisalo, &

Townsend (1991) tidak ditemukan hasil statistik yang signifikan mengenai

perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi. Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008),

menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi hormon seksual di antara kedua jenis

kelamin tidak menjelaskan mengapa gigi caninus dinyatakan sebagai gigi yang

paling memiliki perbedaan jenis kelamin.

Asumsi dari hipotesis Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008) menyatakan

bahwa hormon seksual mempengaruhi perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi

dan adanya hormon seksual steroid yang terus meningkat di antara kedua jenis

kelamin dari lahir sampai pubertas. Menurut Quilley (2002) cit. Steinberg, Sciulli,

& Betsinger (2008), asumsi ini tampaknya tidak tepat, karena selama enam bulan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 12: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

19

pertama kehidupan, pada laki-laki maupun perempuan terjadi peningkatan sampai

ke pubertas pada konsentrasi plasma hormon seksual steroid. Pada bayi laki-laki

serum testoteron mencapai konsentrasi puncak sekitar usia dua bulan, dan akan

menurun ke tingkat prapubertas pada usia enam bulan. Pada bayi perempuan,

testoteron menurun pada tingkat prapubertas antara minggu pertama sampai bulan

kedua.

Hormon seksual mempengaruhi pertumbuhan jaringan gigi, meskipun

sepanjang masa kanak-kanak, anak laki-laki memiliki ketebalan dentin yang lebih

besar dibanding anak perempuan yang didasarkan pada pengaruh dari kromosom

Y terhadap pertumbuhan gigi, namun perbedaan terbesar dari ketebalan dentin

pada laki-laki dan perempuan sebenarnya terjadi selama masa pubertas

(Ziberman & Smith, 2001). Menurut Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008),

meskipun terdapat perbedaan pada ketebalan dari dentin selama masa pubertas,

yaitu masa setelah gigi terbentuk, namun tidak memiliki kontribusi yang cukup

dalam mempengaruhi perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi.

Jain, Rai, & Anand (2008), menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat

dilihat dari volume kompleks pulpa dentin dan enamel. Hormon seksual juga

mempengaruhi fungsi odontoblas di kemudian hari. Reseptor antigen estrogen

juga telah diidentifikasi pada lapisan odontoblas pre-dentin dan pembuluh darah

pulpa dari gigi manusia yang diekstraksi.

2.2.4 Pola makan

Kebiasaan makan sebagai salah satu unsur kebudayaan, dan konsep

kebudayaan sendiri mulai dibahas dan dikembangkan pada akhir abad 19. Definisi

kebudayaan pertama dibuat oleh Sir Edward Burnett Tylor (1981) cit. Soekadijo

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 13: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

20

(1988), yang menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan ilmu

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum moral, serta kebiasaan yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sejak zaman Tylor banyak sekali

definisi tentang kebudayaan, namun semua dapat disimpulkan sebagai berikut:

kebudayaan merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama

oleh para anggota masyarakat, yang bila dilaksanakan oleh para anggotanya,

melahirkan perilaku yang layak dapat diterima.

Salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat adalah makan, yang dalam

pengertian kebudayaan merupakan kebutuhan pokok yang telah diterima, diolah

dan dipersiapkan menurut budaya agar makanan tertentu pantas dimakan

(Kalangie, 1985; Koentjaraningrat, 1989). Suhardjo, Harper, Deaton, & Driske

(1985) menjelaskan tentang konsep pola makan yang dapat juga dikatakan sebagai

kebiasaan makan, merupakan pola tingkah laku seseorang atau sekelompok orang

tertentu dalam memilih jenis sebagai tanggapan pengaruh budaya, fisiologi,

psikologi dan sosial. Dengan demikian setiap masyarakat sesungguhnya telah

melakukan sosialisasi terhadap warganya mengenai pola makan dan jenis pangan

tertentu.

Penelitian Sylvia (1993) mengenai pengaruh pola makan pada morfologi

rahang, gigi dan wajah serta akibatnya pada kejadian maloklusi pada penduduk

Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

karena gigi-geligi adalah bagian tubuh yang terkena langsung dalam proses

mengunyah makanan. Adanya perbedaan dalam pola makan dan jenis pangan

akan mengakibatkan gambaran pada permukaan gigi serta lebar mesiodistal gigi.

Ukuran mesiodistal gigi pada kelompok berpola makan keras baik pria maupun

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 14: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

21

wanita, lebih kecil dibanding kelompok berpola makan lunak. Oleh karena itu

pada kasus kelompok berpola makan keras permukaan gigi mengalami atrisi berat,

dan gigi molar mengalami atrisi lebih banyak dibanding gigi incisivus.

Penelitian Yuniati (1982) bertujuan untuk mendapat informasi tentang pola

makan dan kebiasaan makan masyarakat Tengger dan bukan Tengger di

Kecamatan Sukapura. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dari segi

kehidupan di kedua kelompok. Keadaan usaha tani yaitu tanah yang dimiliki oleh

masyarakat Tengger lebih luas, sehingga pendapatan lebih tinggi dan keadaan

lingkungan lebih baik dibandingkan kelompok bukan Tengger. Konsumsi energi

dan protein masyarakat Tengger sudah berada di atas ambang kecukupan, yaitu

pada tingkat 101.8% dan 107.9 %, sedangkan garam besi dan vitamin A masih di

bawah angka kecukupan, yaitu 77.4% dan 29%. Pada kelompok bukan Tengger

konsumsi energi, protein, garam besi dan vitamin A masih berada di bawah angka

kecukupan, masing-masing pada tingkat 89.0%, 95.3%, 74.0% dan 55.2%.

2.3 Pewarisan

Derajat pewarisan (heritability) adalah istilah yang digunakan untuk

menyatakan estimasi seberapa besar proporsi variasi fenotip dari suatu sifat

tertentu yang disebabkan oleh perbedaan genetik dalam populasi tertentu dan

dalam waktu tertentu (Lewis, 2007).

Genetika pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan

sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam dunia biologis dikenal

sebagai teori pewarisan mengenai genotip dan fenotip, yaitu perbedaan yang jelas

antara faktor genetik yang mendasari (genotip) dan penampilan fisik yang

dihasilkan (fenotip ) (Kieser, 1990).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 15: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

22

Genetika ialah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sifat yang

diwariskan dari induk ke keturunannya, dalam hal ini kita pelajari juga hubungan

antara genotip dan fenotip. Kemungkinan munculnya sifat yang diturunkan

tersebut sebagian besar sesuai hukum Mendel dapat berasal dari salah satu orang

tua atau dari keduanya. Hasilnya mungkin harmonis atau dapat juga disharmonis.

Seorang anak dapat mewarisi sifat dari orang tuanya, seperti ukuran dan bentuk

gigi, ukuran dan bentuk rahang, relasi rahang, struktur jaringan lunak dan otot.

Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang diturunkan dan

berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan (Mossey, 1999).

2.3.1 Genotip dan fenotip

Pada tahun 1909 Wilhem Johannsen (1957-1927) mengintroduksi pembedaan

yang penting antara genotip dan fenotip. Genotip adalah keseluruhan jumlah

informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup atau konstitusi

genetik dari suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa

lokus gen yang sedang mendapat perhatian. Fenotip adalah karakter atau sifat

yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan hasil interaksi antara

genotip dan lingkungan). Selama hidup suatu makhluk hidup, fenotip dapat

berubah tetapi genotip tetap konstan (Ayala, 1984).

Mossey (1999), menyatakan bahwa genotip adalah informasi genetik yang

dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan dengan lokus gen. Fenotip

adalah produk akhir dari kombinasi antara genetik dan pengaruh faktor

lingkungan, yang tampak sebagai ciri khas suatu individu atau sifat atau karakter

yang tampak pada suatu individu yang dapat diamati adanya.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 16: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

23

2.4 Pewarisan monogenik (Single gene atau Mendelian inheritance)

Pewarisan monogenik menunjukkan bahwa fenotip yang terdeteksi ditentukan

oleh satu gen atau sepasang gen (alel) yang terletak pada kromosom autosom atau

kromosom kelamin. Pewarisan yang demikian adalah merupakan cara pewarisan

Mendel. Mendel merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa pewarisan

sifat/ciri (trait), tidak selalu membingungkan tetapi mempunyai pola yang bisa

diramalkan. Hukum genetika klasik Mendel diperoleh dengan percobaan

hibridisasi (persilangan varietas yang berbeda) dan di analisis statistik

menggunakan matematika untuk mengolah hasil percobaannya secara kuantitatif,

sehingga dapat memilih ciri yang ingin dipelajari (Emery & Rimoin, 1990).

2.4.1 Pembagian pewarisan monogenik

Kromosom manusia adalah 23 pasang yang terdiri dari 22 pasang kromosom

autosom dan sepasang kromosom kelamin (sex), pada perempuan mempunyai

sepasang kromosom sex yang sama yaitu XX, pada laki-laki pasangan kromosom

sexnya tidak sama yaitu X dan Y. Pewarisan gena tunggal disebut juga Mendelian

atau unifactorial inheritance, di mana pola pewarisannya mengikuti hukum

Mendel sederhana yang ditentukan oleh dua hal yaitu: lokus gena mutan (pada

autosom atau kromosom X) dan sifat ekspresi genanya (dominan atau resesif).

Oleh karenanya pewarisan gena tunggal dibagi menjadi 4 macam, yaitu pewarisan

autosomal dominant, autosomal recessive, X-linked dominant dan X-linked

recessive. Kromosom Y miskin gena, sehingga kelainan Y-linked sangat sedikit

dan tidak fatal, misal infertilitas pada laki-laki oleh karena azoospermia atau

oligospermia (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 17: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

24

2.4.1.1 Pewarisan autosomal dominant

Pewarisan autosomal dominant (AD) disebabkan oleh adanya satu gen mutan

yang merugikan (abnormal) yang terletak pada autosom (pada kromosom nomor 1

sampai nomor 22). Adanya satu gen mutan yang merugikan (abnormal) di salah

satu genorip, sudah dapat menimbulkan suatu kelainan, atau sifat yang nampak

pada seseorang (Emery & Rimoin, 1990; Lewis, 2007).

Karena autosom itu secara normal berpasangan, maka gennya juga

berpasangan dan terletak pada lokus yang sama (alel). Apabila kedua gen pada

sepasang kromosom (disebut kromosom homolog) tadi: a) Sama, yaitu keduanya

normal atau keduanya mutan (abnormal), maka keadaan demikian disebut

homozigot normal atau homozigot sakit; b) Berbeda, yaitu yang satu normal dan

yang lain mutan (abnormal) maka keadaan demikian disebut heterozigot, dan

karena gen (alel) mutan dominan terhadap gen (alel) normal, maka individu

demikian disebut heterozigot sakit (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes,

& Willard, 1991).

Gambar 2.4 Pewarisan autosomal dominant (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.60). Keterangan: (laki-laki) dan (perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau sifat Setiap generasi ada yang mewarisi suatu kelainan atau sifat Setiap anak (laki-laki dan perempuan) mempunyai resiko mewarisi 50% Ada transmisi ayah ke anak laki-laki (male to male transmission).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 18: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

25

Untuk menentukan apakah suatu sifat diwariskan secara autosomal dominant,

ada tiga gambaran khusus yang perlu diamati. Pertama, baik laki-laki dan

perempuan dapat sakit dalam proporsi yang sama (karena gen yang cacat di

autosom); kedua, hal yang dipengaruhi dari satu generasi ke generasi berikutnya;

dan ketiga, segala sifat dapat diwariskan dari ayah atau ibu ke anak laki-laki,

maupun anak perempuan. Setiap anak mempunyai kemungkinan mewarisi sifat

dominan 1 : 2 (50%) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,

1991) (gambar 2.4).

Beberapa contoh kelainan yang diwariskan secara autosomal dominant

adalah: polidaktili (kelebihan jari tangan atau kaki), sindroma Marfan, aniridia

(tidak terbentuk iris), blefarofimosis (celah mata sempit). Beberapa contoh

sifat/karakter yang diwariskan secara autosomal dominant adalah: kemampuan

menggulung lidah, kemampuan mengecap, lobulus daun telinga yang bebas,

rambut keriting, dagu yang besar dan menonjol (makro dan prognati), dens in

dente, talon cusps (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,

1991).

2.4.1.2 Pewarisan autosomal recessive

Pewarisan autosomal recessive (AR) disebabkan oleh sepasang gen mutan

resesif yang terletak pada lokus yang sama di autosom. Dengan demikian

frekuensi kelainan atau sifat ini pada laki-laki dan perempuan sama. Pada

pewarisan autosomal recessive berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Setiap

individu yang mempunyai kelainan harus dalam keadaan homozigot; b) Kedua

orang tua (ayah dan ibu) membawa satu alel untuk gen mutan resesif; c) Individu

dengan satu alel resesif tidak menunjukkan kelainan (disebut carrier); d) Rasio

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 19: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

26

rata-rata antara anak normal dan anak yang mewarisi kelainan atau sifat pada

perkawinan kedua individu heterozigot adalah 3:1; e) Adanya perkawinan

keluarga antara orang tua (perkawinan sedarah, konsanguin, inbreeding) (Emery

& Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Pewarisan autosomal recessive (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.67). Keterangan:

(laki-laki) dan (perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau Sifat; Tampak horizontal (satu generasi yang mewarisi suatu kelainan atau sifat); Setiap anak (laki-laki atau perempuan) mempunyai resiko mewarisi 25 % = Perkawinan keluarga/sedarah (blood relatives) antara orang tua

Beberapa contoh kelainan yang diwariskan secara autosomal recessive

adalah: albino (bulai), fenilketonuria (karena gangguan metabolisme fenilalanin),

Alzeimer (atrofi cerebri senilis), osteogenesis imperfecta (pertumbuhan tulang

tidak sempurna), amelogenesis imperfecta dan osteogenesis imperfecta

(pertumbuhan enamel dan dentin tidak sempurna). Beberapa sifat/karakter yang

diwariskan secara autosomal recessive adalah: ketidakmampuan menggulung

lidah, buta kecap, lobulus daun telinga melekat, rambut lurus, dagu kecil dan

mundur ke belakang (mikroretrognati), taurodontism atau bull tooth (pelebaran

saluran akar gigi molar) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, &

Willard, 1991).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 20: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

27

2.4.1.3 Pewarisan X-linked dominant

Pewarisan X-linked dominant (XLD) ini disebabkan adanya satu gen mutan

dominan pada salah satu kromosom X. Pada perempuan karena sifat ekspresi gen

dominan, meskipun dalam keadaan heterozigot (hanya 1 kromosom X membawa

gene yang cacat), tetap tampak sakit. Perempuan dalam keadaan heterozigot akan

menunjukkan kelainan yang lebih ringan daripada laki-laki yang sakit. Ini

disebabkan pada perempuan heterozigot masih ada satu kromosom X dengan alel

yang normal (Lewis, 2007).

Pewarisan X-linked dominant ini mempunyai sifat sebagai berikut: a)

Perkawinan antara laki-laki dengan kelainan dan perempuan normal akan

menghasilkan anak laki-laki normal dan semua anak perempuan mempunyai

kelainan; b) Perkawinan perempuan dengan kelainan (heterozigot) dan laki-laki

normal akan menghasilkan 50% anak laki-laki mempunyai kelainan dan 50%

anak perempuan mempunyai kelainan; c) Jumlah perempuan dengan kelainan

kira-kira dua kali lebih banyak daripada laki-laki, tetapi kebanyakan pada

perempuan lebih ringan (karena pada laki-laki pada umumnya kelainannya fatal)

(Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.6).

Gambar 2.6 Pewarisan X-linked dominant (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.79). Keterangan: (perempuan), setiap generasi ada yang mewarisi suatu kelainan atau sifat; Setiap anak (laki-laki/perempuan) mempunyai resiko mewarisi 50% kelainan atau sifat dari ibu; Semua anak perempuan mewarisi kelainan atau sifat dari ayah, anak (laki-laki) tidak.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 21: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

28

Contoh kelainan pewarisan X-linked dominant adalah: rakitis resisten

terhadap vitamin D, yaitu kelainan tulang yang disebabkan ketidakmampuan

ginjal untuk menyerap kembali kalsium yang difiltrasi ginjal. Contoh lain

kelainan pewarisan X-linked dominant adalah defisiensi transkarbamoilase ornitin

hati (menyebabkan hiperamonemia neonatus) dan sindrome Retts (sindrome

keterlambatan mental) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard,

1991).

2.4.1.4 Pewarisan X-linked recessive

Pewarisan X-linked recessive (XLR) disebabkan oleh gen mutan resesif yang

terdapat pada kromosom X, artinya bahwa adanya satu gen mutan pada wanita

normal XX tidak menimbulkan kelainan. Gambaran silsilah keluarga pewarisan

X-linked recessive adalah sangat khas, ialah jauh lebih banyak laki-laki yang

mempunyai kelainan daripada perempuan, atau bahkan yang nampak mempunyai

kelainan hanya laki-laki (Lewis, 2007).

Pewarisan X-linked recessive ini mempunyai sifat sebagai berikut: a) Insiden

kelainan X-linked recessive pada laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan.

Hal ini disebabkan karena perempuan yang mempunyai kelainan membutuhkan

sepasang gen mutan pada sepasang kromosom X (homozigot). Di lain pihak, laki-

laki hanya mempunyai satu kromosom X membawa gen mutan, dapat

menyebabkan kelainan (laki-laki hemizigot mutan); b) Gen yang bertanggung

jawab untuk terjadinya kelainan diwariskan dari laki-laki dengan kelainan kepada

semua anak perempuannya. Separo cucu laki-laki juga akan mewarisi gen

abnormal tadi; c) Gen resesif tadi tidak pernah diwariskan langsung dari ayah

kepada anak laki-laki, tetapi diwariskan lewat anak perempuan, baru kemudian ke

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 22: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

29

cucu laki-laki; d) Gen dapat diwariskan dari sejumlah perempuan pembawa

(carrier), sehingga munculnya penyakit pada pria adalah berasal dari wanita

carrier (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar

2.7).

Gambar 2.7 Pewarisan X-linked recessive (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.77). Keterangan: Kebanyakan (laki-laki) yang mewarisi suatu kelainan atau sifat Pewarisan terjadi secara sporadis pada setiap generasi Anak laki-laki mempunyai resiko mewarisi 50% suatu kelainan atau sifat bila ʘ (ibu) carrier.

Contoh kelainan atau sifat pewarisan X-linked recessive adalah: buta warna,

hemofilia (darah sulit membeku saat perdarahan atau luka), sindrom displasia

ektodermal: displasia ektoderm anhidrotik (sulit berkeringat karena kelenjar

keringat abnormal), hypodontia atau anodontia (gigi tidak tumbuh sebagian atau

seluruhnya (Emery & Rimoin, 1990).

2.4.1.5 Pewarisan Y-linked

Pewarisan Y-linked (terangkai Y) disebut juga pewarisan holandrik yang

berarti fenotip yang ada hanya diwariskan oleh seorang ayah kepada anak laki-

lakinya, dan kemudian ke cucu laki-laki dan seterusnya kesemua keturunan laki-

lakinya. Dalam pewarisan terangkai Y tidak ada istilah dominan dan resesif,

karena kromosom Y hanya terdapat pada laki-laki, dan laki-laki normal hanya

mengandung satu kromosom Y. Pewarisan terangkai Y, contohnya pada kelainan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 23: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

30

yang mengenai masalah keraguan kelamin (sex ambigua). Selain itu di India,

daun telinga berambut juga diwariskan secara terangkai Y (Emery & Rimoin,

1990; Lewis, 2007).

2.4.2 Faktor yang mempersulit analisis pedigree dan yang menyimpang dari Hukum Mendel

Frekuensi kelainan kecil (small family size atau isolated case):

Penderita hanya satu-satunya yang mempunyai kelainan dalam keluarga

(analisis pedigree). Frekuensi kebanyakan kelainan genetik adalah berkisar 1 per

10.000 kelahiran sampai 1 per 50.000 kelahiran, bahkan ada yang lebih kecil lagi.

Beberapa kelainan sering pada etnis tertentu, misalnya: thalasemia alfa di Asia,

anemia sel sabit (sickle cell anemia) pada orang negro Afrika, Tay Sachs pada

orang Jahudi Askenazik, dan fibrosis kistika pada orang kulit putih (Lewis, 2007).

Manfestasi kelainan pada umur tua (late age of onset):

Khorea Huntington, yaitu kelainan yang ditandai oleh kemunduran otak,

biasanya baru muncul setelah pembawa gen berumur 50 tahun. Dengan demikian

sering anak dan penderita kelainan ini belum menampakkan gejala, sehingga sulit

untuk diagnosis kliniknya (Lewis, 2007).

Penetrasi atau non penetrasi (penetrance atau reduce penetrance):

Gen dikatakan dengan penetrasinya sempurna (completely penetrance atau

degree of penetrance 100%) bila setiap gen (genotip) yang sakit juga

menampakkan gejala klinik (fenotip). Gen dikatakan mempunyai penetrasi tidak

sempurna/penetrasinya berkurang (reduce penetrance atau incompletely

penetrance), bila tidak menampakkan gejala klinik (fenotip). Tidak semua

individu membawa gen dominan menampakkan fenotip, tetapi dapat mewariskan

gen tadi kepada keturunannya (Lewis, 2007).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 24: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

31

Variabilitas ekspresi (variable expressivity):

Ekspresivitas adalah derajat fenotip atau berat ringannya kelainan. Satu gena

cacat tetapi lebih dari satu sistem organ yang manifest (mengalami kelainan).

Banyak pewarisan autosomal dominant yang memperlihatkan ekspresivitas yang

sangat beraneka ragam, dari yang sangat berat sampai yang sangat ringan (Lewis,

2007).

Pleiotropy:

Cukup satu gena cacat tetapi memberikan banyak manifestasi klinik.

Heterogenitas genetik (genetic heterogeneity):

Banyak kelainan genetik yang diwariskan dengan pola pewarisan yang

berbeda. Misalnya retinitis pigmentosa (satu jenis kelainan mata yang mengenai

retina dan dapat menyebabkan kebutaan) dapat diwariskan secara autosomal

dominant, autosomal recessive dan X-linked recessive (Lewis, 2007).

Mutasi baru (new mutation):

Pada salah satu kelainan autosomal dominant (misalnya akondroplasia, suatu

jenis kerdil karena gangguan pembentukan tulang) kadang-kadang ditemukan

tanpa riwayat keluarga. Dengan demikian munculnya kelainan ini karena mutasi

gen baru terjadi pada individu tersebut (Lewis, 2007).

Imprinting gen (genomic imprinting):

Perbedaan dalam fungsi kromosom yang tergantung pada parental origin

(asal kromosom dari ayah atau ibu). Beberapa kelainan atau sifat gen telah

diketahui ekspresinya berbeda apabila kelainan atau sifat tadi diwariskan dari

ayah atau dari ibu kepada anak laki-laki atau perempuan (Lewis, 2007).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 25: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

32

Mosaik (mosaicism):

Keadaan mosaik adalah keadaan di mana seseorang mempunyai lebih dari

satu populasi sel (cell lines) di dalam tubuhnya yang secara genetis berbeda, tetapi

berasal dari satu zygota. Pada umumnya bila seseorang mempunyai kelainan

kromosom, kelainan ini biasanya terdapat diseluruh sel tubuhnya. Tetapi kadang-

kadang, dua atau lebih komplemen kromosom yang berbeda bisa terdapat pada sel

tubuh seseorang. Hal ini yang mendasari terjadinya keadaan mosaik (Lewis,

2007).

Uniparental disomi (iso atau hetero):

Mempunyai dua kromosom tertentu yang diwariskan dari satu orang tua atau

dua kromosom dari ayah atau ibu saja (Lewis, 2007).

Hipotesis Lyon (Lyonization)

Pada perempuan kromosom sexnya adalah XX dan pada laki-laki XY.

Kromosom X membawa gen yang vital disamping gen untuk sifat kewanitaan,

sedangkan kromosom Y hanya mengandung gen untuk ke laki-lakian, sehingga

gena kromosom X pada wanita terdapat kelebihan bahan genetik. Oleh karena itu

terdapat mekanisme untuk menyeimbangkan (kompensasi) bahan genetik antara

laki-laki dan perempuan untuk gen yang terdapat pada kromosom X, yang

diajukan oleh Lyon, yang dikenal sebagai inaktivasi kromosom X atau hipotesis

Lyon, yaitu: a) Salah satu dan dua kromosom X pada sel somatik perempuan

normal diinaktifkan secara genetik; b) Kromosom X yang diinaktifkan bisa

berasal dari maternal (Xm) atau paternal (Xp) pada sel yang berbeda; c) Inaktivasi

kromosom X terjadi pada awal perkembangan embrio, dan sekali terjadi

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 26: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

33

inaktivasi, maka kromosom X tersebut akan tetap inaktif pada sel turunannya

(Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007).

Selanjutnya bila mengandung lebih dari dua kromosom X, maka hanya satu

kromosom X yang tetap aktif, sisanya mengalami inaktivasi (kondensasi),

membentuk bangunan yang disebut kromatin X atau kromatin kelamin (barr

body) di dalam inti sel. Barr body ini mudah ditunjukkan pada biakan sel

fibroblas, sel mukosa pipi, sel mukosa vagina, pada lekosit polimorfonuklear.

Banyaknya barr body adalah sebagai berikut: perempuan normal (XX)

mengandung 1 barr body, laki-laki normal (XY) dan perempuan Turner (XO)

tidak mengandung barr body, laki-laki Klinefelter (XXY) mengandung 1 barr

body, dan perempuan XXX mengandung 2 barr body (Thompson, McInnes, &

Willard, 1991; Lewis, 2007).

2.5 Pewarisan poligenik atau pewarisan polifaktorial

Pewarisan poligenik adalah suatu kelainan atau sifat yang ditentukan oleh

interaksi sejumlah gena (poligenik) pada lokus berbeda. Apabila faktor

lingkungan juga ikut berpengaruh untuk timbulnya suatu sifat, maka pewarisan

demikian disebut pewarisan polifaktorial/multifaktorial. Sifat multifaktor bisa: a)

kontinyu (continuous multifactorial traits), yaitu perbedaan fenotip terjadi secara

graduil atau tidak berbatas jelas misalnya: tinggi badan, berat badan, intelegensia,

tekanan darah, warna kulit dan sebagainya atau b) diskontinyu (discontinuous

multifactorial traits), yaitu dengan fenotip jelas berbeda. Sifat diskontinyu secara

umum dibedakan atas dua macam, yaitu malformasi kongenital misalnya:

sumbing bibir atau palatum (cleft lip atau cleft palate), defek tuba neuralis,

stenosis pylorus, penyakit jantung bawaan dan penyakit umum pada orang dewasa

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 27: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

34

misalnya: diabetes mellitus, hipertensi, rheumatoid arthritis, epilepsy, manic

depression, schizophrenia, penyakit vaskuler prematur (Thompson, McInnes, &

Willard, 1991; Lewis, 2007).

Beberapa sifat pewarisan poligenik atau multifaktorial adalah sebagai berikut:

a) Meskipun kelainan atau sifat ini bersifat familial, tetapi tidak ada pola

pewarisan yang pasti untuk setiap keluarga; b) Resiko pada anggota keluarga

derajat I kira-kira pangkat dua resiko dalam populasi (frekuensi kelainan atau sifat

ini dalam populasi); c) Resikonya akan jauh lebih kecil pada anggota keluarga

dengan derajat II dan makin kecil kalau derajat kekeluargaanya makin jauh; d)

Resiko rekurensinya lebih besar apabila lebih dari satu anggota keluarga yang

mewarisi kelainan atau sifat multifaktorial; e) Makin berat kelainan makin tinggi

resiko rekurensinya; f) Apabila kelainan atau sifat tersebut lebih sering terjadi

pada jenis kelamin tertentu (misal perempuan), maka adanya kelainan atau sifat

gpada jenis kelamin yang lain (misal laki-laki) akan memberikan resiko rekurensi

yang lebih tinggi pada keturunannya atau anaknya (Thompson, McInnes, &

Willard, 1991; Lewis, 2007).

2.6 Anatomi gigi dan fungsi gigi

Gigi terdiri dari mahkota dan akar, bagian mahkota terdiri dari enamel dan

dentin sedangkan bagian akar terdiri dari dentin dan sementum. Pertemuan antara

mahkota dan akar terjadi pada cemento enamel junction dan disebut sebagai

cervical line. Dentin dan pulpa yang berada di mahkota meneruskan diri ke

bagian akar. Pulpa pada bagian mahkota disebut sebagai ruang pulpa (pulp

chamber) sedangkan pulpa pada bagian akar disebut saluran akar (pulp canal atau

pulp cavity). Enamel, dentin, sementum, dan pulpa merupakan bagian dari

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 28: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

35

jaringan gigi. Enamel, dentin, dan sementum merupakan jaringan keras gigi,

sedangkan pulpa adalah jaringan lunak gigi. Pada pulpa terdapat pembuluh darah,

saraf dan kelenjar limfe (Kumar, 2004).

Gambar 2.8 Anatomi gigi anterior & posterior (sagital section)

(Balogh & Fehrenbach, 1997 p.221).

Enamel merupakan jaringan unik yang terdapat pada gigi. Enamel

mengandung hampir seluruhnya bahan anorganik hidroksiapatit, yaitu sekitar

96% dan 1% bahan organik, serta sisanya air (Hillson, 1996). Enamel adalah

jaringan yang paling kuat, sehingga mampu melindungi gigi dari rangsangan

selama proses pengunyahan (Harshanur, 1991).

Ziberman & Smith (2001), menjelaskan bahwa pada gigi manusia terdapat

dua tipe dentin, yaitu dentin primer, dentin sekunder. Dentin primer terbentuk

dengan cepat selama pembentukan gigi, berkaitan dengan aposisi enamel atau

sementum. Dentin sekunder merupakan hasil dari aposisi lanjutan yang lebih

lambat, dan terbentuk kemudian dalam proses yang berlangsung seumur hidup.

Pulpa gigi merupakan komponen jaringan lunak dari gigi dan menempati

rongga internal gigi, yaitu ruang pulpa dan kanal pulpa atau saluran akar. Secara

umum, bentuk jaringan pulpa gigi sesuai dengan bentuk luar gigi, baik pada

bagian mahkota maupun pada bagian akar. Fungsi utama dari pulpa gigi adalah

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 29: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

36

pembentukan dentin. Sistem sensorik yang kompleks dalam pulpa gigi

mengontrol aliran darah dan bertanggung jawab untuk mediasi dari sensasi rasa

sakit. Pembentukan dentin reparatif merupakan respon defensif untuk segala

bentuk iritasi baik iritasi mekanik, iritasi termal, iritasi kimia, maupun iritasi oleh

bakteri di alam (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).

Fungsi utama gigi adalah untuk mengunyah makanan agar mudah ditelan dan

untuk memfasilitasi pencernaan. Gigi memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai

dengan bentuknya, misalnya gigi seri (incisivus) untuk memotong dan estetika,

gigi taring (caninus) untuk mengoyak dan estetika, gigi premolar dan gigi molar

untuk menggiling dan mempertahankan dimensi vertikal wajah (Kumar, 2004).

Gigi juga berfungsi untuk mempertahankan jaringan penyangga gigi agar tetap

dalam kondisi yang baik dan berada di dalam lengkung gigi, dan juga membantu

memproduksi suara (Harshanur, 1991).

2.7 Morfologi gigi

Para pakar morfologi gigi mempelajari struktur dan morfologi gigi, melalui

dua pendekatan yang berbeda pada morfologi mahkota dan akar. Pada manusia

terdapat 20 gigi di usia anak-anak yang disebut sebagai gigi sulung atau gigi

primer (milk teeth atau primary dentition) dan 32 gigi di usia dewasa yang disebut

gigi permanen (permanen dentition) (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson,

2003).

Pada gigi sulung terdapat tiga jenis gigi, yaitu gigi seri (incisivus), gigi taring

(caninus) dan gigi molar. Pada gigi permanen terdapat empat jenis gigi, yaitu gigi

incisivus, gigi caninus, gigi premolar dan gigi molar. Pada rongga mulut, gigi

berada pada rahang atas dan rahang bawah dengan jumlah yang secara fisiologis

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 30: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

37

sama, yaitu masing-masing lima di tiap kwadrannya untuk gigi sulung dan

delapan di tiap kwadrannya untuk gigi permanen (Ash & Nelson 2003; Kumar,

2004).

Gigi yang berlawanan dalam kedua rahang menunjukkan perbedaan ukuran

dan bentuk. Incisivus berbentuk seperti sekop (shovel shape), caninus berbentuk

cuspid tunggal dan seperti kerucut, premolar berbentuk bicuspid, dan gigi molar

berbentuk multicuspid. Ciri lain yang dapat dilihat adalah incisivus dan caninus

berakar tunggal, sementara molar rahang atas berakar tiga dan molar rahang

bawah berakar dua. Premolar pada umumnya memiliki akar tunggal, walaupun

jumlah akar premolar pertama rahang atas kadang-kadang dua, adalah ciri khas

dan ciri normal gigi dan merupakan salah satu variasi dari struktur morfologi gigi

(Harshanur, 1991).

2.7.1 Gigi sulung

Gigi sulung terdiri dari empat kwadran, di mana di tiap kwadran normalnya

terdiri dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dan dua gigi molar. Gigi

incisivus sulung rahang atas mempunyai permukaan labial yang halus dan

penebalan di tepi enamel kearah cingulum. Gigi incisivus sulung rahang atas pada

pandangan mesial atau distal tampak lebih cembung daripada gigi incisivus

permanen rahang atas. Gigi incisivus sulung rahang bawah memiliki mahkota

yang sama dengan gigi incisivus sulung rahang atas. Bagian distal dari gigi

incisivus lateralnya bulat dan groove yang tidak begitu dalam seperti pada gigi

incisivus permanen. Gigi caninus mempunyai mahkota gigi yang pendek dan

lebar, permukaan labial cembung dengan ukuran labiolingual lebih besar daripada

ukuran mesiodistal (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 31: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

38

Gigi molar sulung memiliki bentuk yang berbeda dengan gigi molar

permanen. Gigi molar pertama sulung rahang atas (m1 RA) mempunyai variasi

bentuk premolar dan molar. Pada permukaan mesiopalatal mahkota gigi terdapat

tonjolan kecil yang menjadi tuberculum molare. Pada gigi molar kedua sulung

rahang atas (m2 RA) terdapat lebih banyak anomali dari cusp carabelli

dibandingkan dengan gigi m1 RA. Gigi m2 RA memiliki ukuran lebih kecil dari

m1 RA, namun lebih besar daripada gigi premolar permanen. Gigi molar pertama

sulung rahang bawah (m1 RB) memiliki empat cusp dengan cusp lingual yang

agak tajam dibandingkan cusp buccal. Gigi molar kedua sulung rahang bawah (m2

RB) memiliki bentuk seperti gigi m1 RB, namun ukurannya lebih kecil dan

mempunyai lima cusp (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).

Gambar 2.9 Morfologi gigi sulung rahang atas dan bawah

(permukaan occlusal) (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.214).

2.7.2 Gigi permanen

Gigi permanen terdiri dari empat kwadran, di tiap kwadran normalnya terdiri

dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dua gigi premolar, dan tiga gigi molar.

Pada manusia, mahkota gigi insisivus memberikan bentuk yang sama, yaitu

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 32: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

39

mahkota dengan tepi incisal yang tajam dan permukaan labial yang cembung.

Permukaan lingualnya divergen ke arah occlusal dari tonjolan cingulum pada

leher gigi. Terdapat tiga lobus pada gigi ini yang ditandai dengan tiga mamelon

pada sepanjang tepi incisalnya. Pada gigi permanen maupun gigi sulung, mahkota

gigi incisivus pertama rahang atas selalu lebih besar dari mahkota gigi incisivus

kedua rahang atas, sedangkan untuk ke dua gigi incisivus rahang bawah

ukurannya hampir sama (Hillson, 1996).

Gigi ketiga dari garis median adalah gigi caninus, diberi nama caninus karena

tumbuh dengan baik pada binatang carnivore. Gigi caninus mempunyai akar

terpanjang dan terbesar, sehingga menjadikan gigi ini paling kuat. Mahkota gigi

caninus panjang dan memiliki bentuk yang tahan terhadap tekanan pengunyahan.

Gigi caninus tanggal paling akhir dan seringkali digunakan untuk penyangga gigi

tiruan dan merupakan gigi yang penting dalam membentuk karakter wajah,

estetika dan memberikan kekuatan (Harshanur, 1991).

Gigi premolar rahang atas memiliki dua cusp yaitu cusp buccal dan cusp

palatal, cusp buccal lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan cusp palatal.

Gigi premolar rahang bawah biasanya terdapat dua atau tiga cusp, dengan cusp

yang dominan pada sebelah buccal, dan cusp lain di sebelah lingual (Hillson,

1996).

Gigi molar permanen rahang atas memiliki empat cusp utama, tiga yang

terbesar pada mesiopalatal, mesiobuccal, dan distobuccal. Cusp yang ke empat

yaitu cusp distopalatal kurang menunjol dibandingkan cusp yang lain. Gigi molar

permanen rahang bawah memiliki bentuk mahkota segi empat pada Homosapiens

dan Australopithecus, namun lebih oval pada Paranthropus. Empat cuspnya

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 33: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

40

terdapat pada sudut segi empat dari mahkota gigi dan memiliki kesamaan pada

tingginya. Pada Homosapiens biasanya ada tiga, empat, atau bahkan lima cusp.

Namun tidak jarang juga terdapat terdapat variasi cusp keenam dan cusp ketujuh

(Hillson, 1996).

Gigi permanen lebih menjadi pusat perhatian para peneliti daripada gigi

sulung, karena variasi gigi permanen lebih banyak daripada gigi sulung. Usia 12

tahun sampai 16 tahun, setelah semua gigi sulung tanggal merupakan usia

morfologi mahkota gigi dari semua gigi permanen (Scott & Turner, 2000).

Gambar 2.10 Morfologi gigi permanen rahang atas dan bawah (permukaan occlusal) (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.214). 2.8 Karakteristik gigi

Karakteristik gigi adalah suatu variasi morfologi gigi yang diturunkan secara

genetis, berupa variasi dalam ukuran gigi (karakteristik metris gigi) dan variasi

dalam ciri atau bentukan khas pada gigi (karakteristik non metris gigi) (Kieser,

1990; Lauweryns, Carels, & Vlietink, 1993; Dempsey, Townsend, Martin, &

Neale, 1995; Hillson, 1996; Scott & Turner, 2000).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 34: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

41

Salah satu cabang spesifik Antropologi yang mempelajari mengenai gigi-

geligi manusia adalah Antropologi dental. Antropologi dental merupakan studi

terapan yang dapat melacak evolusi periode primata dan menentukan karakteristik

ras dari sisi morfologi giginya (Matsumura & Husdson, 2004). Banyak studi di

bidang Antropologi dental yang merunut sejarah persebaran populasi di suatu area

tertentu, dengan memperbandingkan karakteristik giginya sehingga dapat

diselidiki seberapa dekat afinitas antara kelompok populasi satu dengan lain (Scott

& Turner, 2000).

Dalam buku “Races, Types and Etnic Groups” Molnar (1975) cit. Scott &

Turner (2000), membuat beberapa referensi tentang variasi morfologi gigi atau

disebut karakterisik gigi. Beberapa morfologi gigi menunjukkan peran yang

besar dalam variasi gigi dan dalam beberapa kasus, telah dikelompokkan menurut

ras. Hanya ada satu variasi dalam frekuensi yang terjadi pada sifat tertentu pada

suatu populasi manusia menunjukkan dalam satu tingkatan, untuk itu pentingnya

penelitian mengenai afinitas populasi. Variasi populasi manusia lebih bersifat

kuantitatif daripada kualitatif, dan sangat penting untuk mempertimbangkan

sebanyak mungkin variabel dalam penelitian sejarah dan mikro evolusi.

2.8.1 Karakteristik metris gigi

Karakteristik metris gigi adalah variasi dalam ukuran gigi, yaitu karakteristik

gigi yang diperoleh dengan mengukur gigi secara langsung, yaitu pengukuran

diameter mesiodistal, labiolingual dan buccolingual pada mahkota gigi, dan tidak

ada karakteristik gigi yang menjelaskan pada ukuran gigi, kecuali mesiodistal,

labiolingual dan buccolingual ( Scott & Turner, 2000).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 35: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

42

Ukuran mesiodistal adalah ukuran panjang mahkota gigi (anterior dan

posterior) yang diukur dari arah mesial ke distal, ukuran labiolingual adalah

ukuran lebar mahkota gigi (anterior) yang diukur dari arah labial ke lingual, dan

ukuran buccolingual adalah ukuran lebar mahkota gigi (posterior) yang diukur

dari arah buccal ke lingual. Bagian mesial gigi adalah sisi yang berhadapan

dengan garis median, sedangkan bagian distal gigi adalah sisi yang menjauhi

dengan garis median. Bagian labial gigi adalah sisi yang berhadapan dengan

labium (bibir), bagian buccal gigi adalah sisi yang berhadapan dengan buccae

(pipi), dan, sedangkan bagian lingual gigi adalah sisi yang berhadapan dengan

linguae (lidah) (Ash & Nelson, 2003).

Gambar 2.11 Terminologi gigi (permukaan occlusal) (Ash & Nelson, 2003 p.10). 2.8.1.1 Ukuran mesiodistal mahkota gigi

Ukuran mesiodistal gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi mesiodistal

mahkota gigi, yaitu jarak terbesar antara permukaan mesial dan permukaan distal

dari mahkota gigi sejajar dengan permukaan occlusal gigi (Fitzgerald & Hillson,

2008). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dental caliper digital dengan

kepekaan 0,01 mm, dan hasil pengukuran dalam mm.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 36: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

43

Bila ukuran mesiodistal mahkota gigi tersebut besar, maka lebar lengkung

rahang akan besar pula. Ukuran mesiodistal dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungan dan antara satu ras dengan ras lainnya berbeda pula. Penelitian antara

ras berkulit putih, berkulit kuning dan ras berkulit hitam yang dilakukan oleh

Lavelle (1972) dan Smith, Buschang, & Watanabe (2000), hasilnya menunjukkan

ada perbedaan, yaitu ukuran mesiodistal mahkota gigi ras berkulit hitam lebih

besar daripada berkulit kuning lebih besar daripada berkulit putih. Pengaruh

genetik sangat kuat, yaitu dengan estimasi untuk gambaran morfologis mahkota

sebesar 90%.

Penelitian Swasono, Sylvia, & Susilowati (2004) mengenai variasi normal

Lebar Mesiodistal Gigi (LMG) pada orang Bugis dan Toraja menyimpulkan

bahwa, LMG laki-laki Toraja lebih besar daripada wanita Toraja, demikian juga

LMG pria Bugis juga lebih besar daripada wanita Bugis. Lebar mesiodistal baik

laki-laki maupun wanita Toraja lebih besar daripada laki-laki dan wanita Bugis.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Budirahardjo & Pradopo (2002), yang

menyatakan bahwa ukuran mesiodistal laki-laki Madura dan Jawa lebih besar

daripada wanita Madura dan Jawa.

Penelitian Fidya (2011) pada tengkorak Jawa, menunjukkan bahwa seluruh

rata-rata diameter mesiodistal mahkota gigi mulai dari insisivus pertama rahang

atas sampai molar ketiga rahang atas dan rahang bawah lebih besar pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan, sesuai dengan penelitian Adeyemi & Isiekwe

(2003) yang menyatakan bahwa diameter mesiodistal seluruh mahkota gigi laki-

laki secara konsisten lebih besar dibandingkan perempuan.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 37: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

44

2.8.1.2 Ukuran labiolingual dan buccolingual mahkota gigi

Ukuran labiolingual gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi

labiolingual mahlota gigi anterior (incisivus-caninus), yaitu jarak terbesar antara

permukaan labial dan permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu

panjang gigi (Fitzgerald & Hillson, 2008). Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil

pengukuran dalam mm.

Ukuran buccolingual gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi

buccolingual mahkota gigi posterior (premolar-molar), yaitu jarak terbesar antara

permukaan buccal dan permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu

panjang gigi (Fitzgerald & Hillson, 2008). Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil

pengukuran dalam mm.

Biasanya ukuran buccolingual lebih besar sekitar 1 mm dari ukuran

mesiodistal, tetapi bervariasi pada tiap individu. Ukuran buccolingual dipengaruhi

oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan tersebut seperti aktivitas

fungsional, hormon, dan nutrisi yang sangat penting pada saat tumbuh kembang,

baik selama dalam kandungan maupun setelah lahir (Ash & Nelson, 2003).

2.8.1.3 Index mahkota gigi

Index adalah adalah bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk

menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat

disimpulkan dari sederetan observasi yang terus menerus. Penrose shape

menegaskan bahwa bentuk (shape) gigi adalah lebih dapat dipercaya (reliable)

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 38: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

45

sebagai patokan kedekatan taksonomis, daripada variasi ukuran (size) (Artaria,

2009).

Index mahkota gigi menggambarkan suatu bentuk (shape) yang diperoleh dari

perhitungan: ukuran lebar dibagi ukuran panjang mahkota gigi dikalikan 100.

Index mesiodistal-labiolingual mahkota gigi anterior adalah ukuran labiolingual

dibagi ukuran mesiodistal dikalikan 100. Index mesiodistal-buccolingual mahkota

gigi posterior adalah ukuran buccolingual dibagi ukuran mesiodistal dikalikan 100

(Glinka, Myrtati, & Koesbardiati, 2008).

Index mesiodistal-labiolingual adalah adalah suatu bentuk (shape) mahkota

gigi incisivus pertama permanen rahang atas (I1 RA) yang diperoleh dari

penghitungan: ukuran lebar (labiolingual atau LB) dibagi ukuran panjang

(mesiodistal atau MD) mahkota gigi dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, &

Koesbardiati, 2008).

Index mesiodistal-buccolingual adalah suatu bentuk (shape) mahkota gigi

molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), yang diperoleh dari penghitungan:

ukuran lebar (buccolingual atau BL) dibagi ukuran panjang (mesiodistal atau MD)

mahkota gigi dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, & Koesbardiati, 2008).

2.8.2 Karakteristik non metris gigi

Karakteristik non metris gigi adalah variasi dalam ciri atau bentukan khas

pada gigi, di mana observasi terhadap sifat morfologis dilakukan dengan

observasi, perbandingan, dan kemudian dilakukan scoring, diidentifikasi ada atau

tidak ada. Beberapa karakteristik non metris gigi yang sering diteliti adalah shovel

shape, winging, Bushmen canine, tuberculum dentale, Uto-Aztecan premolar,

odontome, interrruption groove, deflecting wrinkle, hypocone, metacone,

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 39: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

46

metaconule, carabelli’s cusp/traits, parastyle, protostylid, mesial marginal

accesory tubercle. Pemilihan shovel shape dan carabelli’s cusp, karena banyak

dipelajari dalam praktek klinis. Shovel shape adalah ciri yang umum yang dimiliki

oleh “Mongoloid race”, contohnya populasi Cina, Jepang, Mongolia, dan Eskimo,

serta populasi di kawasan Asia Tenggara. Carabelli’s cusp adalah ciri yang paling

umum dimiliki oleh populasi keturunan Eropa (Hillson, 1996; Scott & Turner,

2000).

2.8.2.1 Shovel shape

Shovel shape adalah bentukan yang terdapat pada palatal atau lingual

incisivus yang disebabkan adanya peninggian pada marginal ridge, dimana

marginal ridge lebih menonjol dan memagari fossa yang dalam pada bagian

palatal atau lingual gigi. Shovel shape paling sering ditemukan pada gigi incisivus

pertama rahang atas (I1 RA) dan gigi incisivus kedua rahang atas (I2 RA), kadang-

kadang pada gigi caninus rahang atas, dan dapat juga membentuk pit pada bagian

palatal atau lingual gigi incisivus pertama rahang atas. Frekuensi tertinggi (>

90%) dijumpai di antara populasi Asia dan populasi asli Amerika, frekuensi

terendah pada populasi Eropa (Hillson, 1996).

Shovel shape terdiri dari dua jenis, yaitu shovel shape tunggal dan ganda.

Pada shovel shape tunggal terdapat pada sebelah palatal, sedangkan shovel shape

ganda terdapat pada sebelah labial gigi incisivus rahang atas. Kebanyakan peneliti

mengevaluasi adanya marginal ridge pada sebelah mesial dan distal untuk

memberi skor shovel shape tunggal. Pandangan umum tentang kegunaan shovel

shape adalah untuk menambah kekuatan incisivus (Mizoguchi, 1985).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 40: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

47

Menurut Arizona State University (ASU) Dental Anthropology System,

terdapat tujuh kelas untuk membedakan derajat shovel shape. Kelas pertama

sampai keenam dapat ditemukan baik pada gigi I1 RA dan gigi I2 RA, sedangkan

kelas ketujuh hanya ditemukan pada I2 RA. Berikut adalah kelas dalam pembagian

derajat shovel shape (Hillson, 1996):

0 : none (tidak terdapat shovel shape) - permukaan palatal atau lingual datar.

1 : faint - mulai tampak dan terasa adanya peninggian pada daerah mesial dan distal.

2 : trace - peninggian sudah terlihat jelas oleh sebagian besar pengamat.

3 : semi-shovel.

4 : semi shovel – ridge tambahan cenderung saling kontak di cingulum.

5 : shovel – ridge tambahan tampak hampir saling kontak di cingulum.

6 : marked shovel – tampak adanya kontak antar ridge tambahan di cingulum.

7 : barrel – gigi I2 sudah tidak tampak seperti shovel (sekop), tetapi lebih tampak seperti barrel atau tong kayu.

Gambar 2.12 Shovel shape I1 RA (tanda panah) (Scott & Turner, 2000 p.26).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 41: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

48

Adapun penelitian yang dilakukan Turner II (1987) menunjukkan frekuensi

shovel shape di Afrika sebesar 7,3% untuk shovel shape ganda 2,6%, di Eropa

sebesar 2,3% dan shovel shape ganda 3,6%, di Asia utara sebesar 73,5% dan

shovel shape ganda 24,2%, di Asia tenggara sebesar 34,5% dan shovel shape

ganda 9,6%, di Malaya sebesar 26,8% dan shovel shape ganda 28,4%, di Malaysia

sebesar 9,3% dan shovel shape ganda 5,1%, di Australia sebesar 15,9% dan shovel

shape ganda 7%.

Ciri adanya shovel shape terjadi hampir merata dan paling sering terjadi pada

ras Mongoloid. Meningkatnya frekuensi shovel shape merupakan ciri khas yang

menunjukkan derajat Mongoloidnya. Hal ini terlihat bahwa frekuensi di Indonesia

lebih rendah dibandingkan ras Mongoloid lainnya (Mizoguchi, 1985; Hsu, Tsai,

Liu, & Ferguson, 1997).

Karakteristik gigi shovel shape pada gigi incisivus rahang atas banyak

dijumpai pada ras Mongoloid yang terdiri dari kelompok Sundadont dan Sinodont,

dimana shovel shape pada Sundadont lebih rendah dibandingkan dengan

Sinodont. Ras Mongoloid tersebut termasuk Asia Timur, bangsa Indian di

Amerika Utara dan Selatan. Kelompok Sundadont menetap atau hidup di sekitar

daratan Cina. Shovel shape tampak jelas pada orang Eskimo atau Amerika Utara

sekitar 4000 tahun yang lalu, melalui jembatan antar benua pada zaman Es

terakhir (Scott & Turner, 2000).

Penelitian Wahyuningsih & Prameswari (2007), mengenai perbedaan

karakteristik shovel shape incisivus sentral permanen rahang atas pada beberapa

populasi di Jawa Timur menyimpulkan bahwa, populasi Tengger menunjukkan

kecenderungan derajat yang tinggi yaitu dengan skor 2 (shovel shape kecil)

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 42: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

49

berjumlah 41,2%. Sedangkan untuk populasi Jawa menunjukkan hasil terbanyak

dengan skor 1 (shovel shape samar-samar) yaitu 38.6%. Demikian juga dengan

populasi Madura menunjukkan hasil terbanyak sebesar 3.4,3% dengan skor 1

(shovel shape samar-samar).

Secara umum, karakteristik tengkorak Mongoloid dengan bentuk hampir

persegi (brachycephalic), hidung datar, lengkung alveolar agak luas, telah

dianggap sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan yang sangat dingin.

Khususnya tengkorak orang Eskimo yang memiliki kekhasan seperti penurunan

tulang hidung, wajah datar, pembesaran bagian zygomaticus, garis temporal

tinggi, mandibula yang kuat dengan ramus yang lebar, rendah, dan miring ke atas,

disebabkan oleh karena kebiasaan berburu yang secara langsung dan tidak

langsung berhubungan pola makan dari hasil perburuan. Manusia berkembang

secara bertahap, hal ini seiring dengan penggunaan rahang dan giginya untuk

mengunyah makanan yang secara langsung berhubungan dengan otot

pengunyahan dan tulang yang berhubungan dengan fungsi tersebut, dan shoveling

pada dasarnya erat hubungannya dengan kekuatan menggigit (Hayek, 2009;

(Nakbunlung & Wathanawareekool, 2009).

2.8.2.2 Carabelli’s cusp

Carabelli’s cusp atau carabelli traits adalah bentukan berupa cusp tambahan

(accessory cusp) pada bagian mesiopalatal gigi molar rahang atas, seringkali

ditemukan pada gigi molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), gigi molar

kedua sulung rahang atas (m1 RA), dan kadang-kadang pada gigi molar kedua

permanen rahang atas (M2 RA). Carabelli’s cusp ditemukan oleh Georg von

Carabelli pada tahun 1842, adalah seorang dokter gigi yang dipekerjakan oleh

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 43: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

50

Kaisar Franz di Austria. Carabelli’s cusp mungkin adalah yang paling dikenal

oleh dokter gigi kulit putih (Eropa, Amerika serikat, Australia) (Hillson, 1996;

Scott & Turner, 2000).

Gambar 2.13 Carabelli’s cusp M1 RA (tanda panah) (Harris, 2007 p.241).

Derajat carabelli’s cusp (0-7) menurut Arizona State University (ASU)

Dental Anthropology System (Hillson, 1996), yaitu:

0. Tonjol mesiopalatal rata

1. Terdapat groove

2. Terdapat pit

3. Terdapat depresi berbentuk seperti huruf Y yang kecil

4. Terdapat depresi berbentuk seperti huruf Y yang besar

5. Terdapat tonjol kecil

6. Terdapat tonjol sedang

7. Terdapat tonjol dengan ukuran besar

Pada penelitian yang mengkorelasikan antara carabelli’s cusp dengan ukuran

mahkota gigi, ternyata terdapat korelasi yang positif antara besarnya carabelli

cusps dengan ukuran mahkota gigi. Diameter dari buccolingual dengan adanya

carabelli’s cusp lebih besar dibandingkan diameter buccolingual tanpa adanya

carabelli’s cusp. Ada indikasi dimorfisme sexual pada ukuran carabelli’s cusp, di

mana laki-laki cenderung mempunyai cusp yang lebih besar, meskipun tidak

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 44: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

51

semua penelitian menghasilkan kesimpulan yang sama (Noss, Scott, Potter,

Dahlberg, & Thelma, 1983; Mizoguchi, 1985).

Etiologi terjadinya carabelli’s cusp secara pasti belum diketahui, tetapi ada

dua faktor yang berperan dalam terjadinya carabelli’s cusp, yaitu faktor genetik

dan faktor lingkungan. Para peneliti setuju bahwa harus ada gen dominan yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya carabelli’s cusp yang menentukan

fenotip dari bentukan carabelli’ cusp tersebut (Mavrodisz, 2007).

Faktor nutrisi dan faktor hormonal sebagai faktor pertumbuhan dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan gigi (Alvesalo,

Tammisalo, & Townsend, 1991; Agnihotri & Sikri, 2010; Mavrodisz, 2007).

Pemenuhan nutrisi yang berbeda pada setiap individu dapat mempegaruhi proses

pembentukan carabelli’s cusp, sedangkan hormon pertumbuhan berperan dalam

mengendalikan pertumbuhan serta mempengaruhi kecepatan pertumbuhan.

Apabila pemenuhan nutrisi dan produksi hormon kurang, maka akan menghambat

pertumbuhan dan perkembangan gigi dan akan berpengaruh terhadap variasi tipe

bentuk carabelli’s cusp (Djoharnas, 2000).

Persebaran populasi yang paling banyak terdapat carabelli’s cusp adalah pada

populasi Eropa. Penelitian menunjukkan bahwa ada tidaknya carabelli’s cusp

lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dari suatu populasi. Faktor genetik juga mempengaruhi ada tidaknya

carabelli’s cusp pada gigi sulung. Seseorang yang awalnya memiliki carabelli’s

cusp pada gigi sulung mungkin bisa tidak memilikinya pada gigi permanen,

begitu juga sebaliknya namun kasus lebih sedikit. Carabelli’s cusp dapat menjadi

pembantu dalam kedokteran gigi forensik, karena dapat ditentukan etnis atau

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 45: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

52

populasi dari ada atau tidaknya carabelli’s cusp tersebut (Bang & Hasund, 2005;

Harris, 2007).

2.8.3 Kegunaan karakteristik gigi

Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, karena enamel yang melapisi

mahkota gigi mengandung komponen inorganik bahan utama hidroksiapatit atau

Ca10 (PO4)6 (OH)2 (Junqueira, Carnairo, & Kelly, 1997). Komponen inorganik ini

sangat tahan lama, dimana pada tempat yang terdapat fosil dan situs arkeologi,

gigi merupakan komponen terbaik yang masih tersisa atau dapat ditemukan (Scott

& Turner, 2000).

Gigi secara keseluruhan merupakan sistem terintegrasi yang berkembang

dibawah kontrol genetik. Hal ini berlaku tidak hanya untuk pembentukan mahkota

dan akar, tetapi juga untuk variasi morfologi gigi atau karakteristik gigi. Dahlberg

(1971) mencatat bahwa setiap manusia mempunyai morfologi gigi dan kondisi

gigi yang sama. Perbedaan antar setiap individu adalah seberapa besar

karakteristik gigi yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang berbeda dari setiap

individu, dan ada perbedaan karakteristik gigi pada setiap populasi.

Gigi menyediakan banyak informasi yang relevan untuk berbagai macam

masalah biologis. Mahkota gigi manusia merupakan struktur yang komplek,

dimana dimensi mahkota gigi banyak didokumentasikan sebagai ciri

antropometrik. Dimensi mahkota gigi terdiri dari ukuran panjang gigi

(mesiodistal) dan lebar gigi (labiolingual dan buccolingual), memberikan

informasi yang signifikan pada masalah biologis manusia, sebagai hubungan

genetik antara populasi dan adaptasi lingkungan manusia. Sebagai sistem

experimental, dimensi mahkota gigi berfungsi sebagai test pada prosedur dento-

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 46: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

53

craniofacial, sementara sebagai kesatuan evolusi, membantu memecahkan

masalah anatomi komparatif dan filogeni (Kieser , 1990; Yuen, Lisa, & Tang,

1997).

Gigi juga merupakan satu-satunya jaringan keras pada tubuh manusia yang

dapat di observasi langsung pada individu hidup. Namun pada umumnya, lebih

efisien dengan mereplikasi gigi-geligi pada rahang atas dan rahang bawah dengan

memakai cetakan negatif alginate yang berfungsi sebagai mould untuk

pencampuran plaster, sehingga menghasilkan cetakan permanen atau model studi

(Kieser, 1990).

2.9 Penentuan pewarisan

Dari sensus material tulang yang berasal dari empat belas situs hominid

Afrika, Tobias (1972) cit. Kieser (1990) menyimpulkan bahwa gigi mewakili

tiga-perempat dari total sampel. Data gigi memberikan bukti yang cukup tentang

evolusi, pada hubungan antara populasi manusia dan antara individu, pada variasi

pertumbuhan normal dan faktor yang mempengaruhi mereka, pada pengendalian

perkembangan, pada mekanisme genetika dan pada model warisan.

Ketika studi pada golongan darah tidak banyak menolong dalam penentuan

genetis suatu populasi prasejarah, antropologi dapat mempunyai peran.

Antropologi dental dapat menjadi penghubung antara populasi prasejarah dengan

populasi masa kini berdasarkan studi genetika dari karakteristik gigi (Kieser,

1990; Scott & Turner, 2000).

Pengetahuan mengenai besarnya faktor genetis dalam mempengaruhi

karakteristik gigi sangat berguna untuk beberapa hal: 1) penentuan ras manusia,

dapat dilakukan berdasarkan karakteristik giginya, dan juga hereditas atau

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 47: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

54

keturunan. Populasi yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai

contoh, orang Asia mempunyai akar gigi yang pendek, dan mahkota yang besar,

relatif terhadap orang Eropa; 2) determinasi umur dapat dilakukan karena

kemunculan gigi (erupsi gigi) dapat diprediksi pada masa tertentu (yang juga khas

pada ras tertentu). Lebih penting lagi, setelah erupsi sempurna, gigi cenderung

mengalami masa statis di mana tidak lagi terjadi pertumbuhan; 3) karena gigi

berkaitan dengan gen, maka logis kalau gigi dapat dikaitkan dengan jenis kelamin.

Perbedaan jenis kelamin juga berakibat pada perbedaan morfologis gigi tertentu.

Dimorfisme seksual pada gigi manusia tidak sebesar dimorfisme seksual pada

tengkorak dan kerangka manusia; 4) karena sifat genetis gigi yang kuat maka gigi

pun dapat dipergunakan untuk menentukan parentage. Gigi anak banyak mirip

dengan gigi orang tua, karena sifatnya yang diturunkan. Begitu juga morfologi

gigi antar saudara, dapat dikatakan bahwa gigi saudara kembar satu telur

(monozygot) akan lebih mirip satu sama lain dari pada gigi anak kembar dizygot

ataupun gigi saudara sekandung (Artaria, 2009).

Penelitian saudara kembar sangat popular pada genetika manusia selama abad

ke-20. Kegunaannya adalah untuk membedakan kontribusi relatif dari gen dan

lingkungan terhadap anatomi, fisiologi, dan atau ciri kebiasaan yang modus

penurunan sifatnya tidak diketahui atau diperkirakan menjadi kompleks. Perkiraan

awal adalah bahwa kembar identik menyumbang 100% gen pada umumnya, jadi

dapat diukur perbedaan antara kembar tersebut dengan lingkungan aslinya (Scott

& Turner, 2000).

Banyak penelitian yang tidak mengemukakan bagaimana karakteristik gigi

diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu alternatif dari

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 48: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

55

kuantitatif genetik, yang lebih menekankan terhadap korelasi fenotip antara

anggota keluarga (Scott & Turner 2000).

2.10 Penelitian sebelumnya

Goose (1967), melakukan studi pendahuluan dari ukuran gigi pada 20

keluarga Liverpool dengan dua generasi untuk melihat korelasi ukuran mesiodistal

gigi antara orang tua dengan keturunan. Hasil penelitian menunjukkan, korelasi

antara ayah dengan keturunan dan antara orang tua dengan keturunan agak

rendah, meskipun hanya untuk ayah dengan keturunan pada nilai gigi incisivus

lateral dan untuk orang tua dengan keturunan pada nilai gigi caninus, ada

perbedaan signifikan dengan nilai teori. Sebagian besar penulis sepakat bahwa

ukuran gigi terutama ditentukan secara genetik. Penelitian pada hewan coba

menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga mempengaruhi ukuran gigi.

Holloway 1961 cit. Goose 1967 menunjukkan bahwa tikus dengan protein diet

rendah memiliki keturunan gigi lebih kecil. Demikian juga untuk faktor diet,

Painter & Grainger (1956) cit. Goose (1967) menunjukkan bahwa pada tikus,

pengurangan ukuran gigi dikaitkan kekurangan vitamin A atau kelebihan fluorida

atau fosfat.

Untuk mengetahui sejauh mana faktor genetik mempengaruhi karakteristik

gigi, dapat dilakukan studi kembar pada kembar identik atau kembar monozygot.

Kemungkinan munculnya sifat yang diturunkan tersebut bisa berasal dari salah

satu orang tua atau dari keduanya, dan hasilnya mungkin harmonis atau bisa juga

disharmonis. Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang

diturunkan dan berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan

(Mossey, 1999). Hal itu didukung dengan pendapat Salzmann (1974) dan Harris

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 49: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

56

& Smith (1994) yang mengatakan tidak ada individu yang mempunyai genotip

sama kecuali kembar identik atau kembar monozygot. Moyers (1988),

menyatakan bahwa dalam sebuah keluarga sering terlihat kemiripan satu dengan

lain, meskipun belum diketahui secara pasti pola transmisi ataupun peranan gen.

Konsep gigi secara berurutan berulang dari stuktur meristik, dan dipandang

sebagi satu unit, bervariasi dan berkembang secara keseluruhan (Bateson, 1894

cit. Scott & Turner, 2000). Berdasarkan data spesifik suatu ciri khas populasi,

menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis penelitian yang meneliti pada kembar dari

tiga populasi yang berbeda mengenai ada tidaknya carabelli’s cusp. Scott &

Potter (1984) dan Townsend & Martin (1992) mengkalkulasi sifat keturunan

carabelli’s cusp adalah 0.46, 0.38 dan 0.144 (Mean kiri dan kanan UMI), berturut-

turut untuk keturunan carabelli’s cusp di Jepang, Amerika (kulit putih), kembar

Australia (kulit putih). Hasil serupa didapatkan pada sifat keturunan shoveling,

dimana Hanihara, Masuda, & Tanaka (1975), Blanco & Chakraborty (1976) cit.

Scott & Turner (2000) menemukan jarak hereditas dari 0.68 sampai 0.76

berdasarkan pada korelasi antar keluarga.

Kieser (1990) dan Lauweryns, Carels, & Vlietink (1993) melakukan

penelitian pada diameter mesiodistal dan buccolingual pada 75 pasang kembar,

untuk membuktikan: (1) adanya kontrol genetik yang kuat pada diameter mahkota

individu; (2) keberadaan kelompok gen berkontribusi terhadap diameter

mesiodistal dan buccolingual dan (3) penentuan gen dari gigi maxilla dan

mandibula. Sesuai dengan pendapat Alvesalo & Tigersteds (1974) dan Garn

(1977), sebagian besar bukti mengarah bahwa diameter mesiodistal dan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 50: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

57

buccolingual ditentukan oleh faktor genetik, dan faktor genetik cenderung

mempengaruhi karakter pada ke dua sisi lengkung geligi yang sama.

Ukuran gigi di populasi manusia telah menjadi subyek penelitian untuk

menentukan banyak aspek, antara lain pola variabilitas gigi yang berbeda,

hubungan diantara lengkung geligi, dan derajad relatif pengaruh genetik dan

lingkungan. Meskipun faktor genetik cukup kuat, faktor lingkungan juga perlu

mendapat perhatian (Dempsey, Townsend, Martin, & Neale, 1995).

Dempsey & Townsend (2001), melakukan penelitian diameter mesiodistal

dan buccolingual pada 28 mahkota gigi permanen (tidak termasuk molar ketiga),

terhadap 600 kembar monozygot dan dizygot. Dari 56 variabel menunjukkan

kontribusi variasi genetik yang signifikan, yaitu 56-96% dari variasi fenotipik dan

sebagian besar lebih dari 80%, faktor individu atau lingkungan berkisar 8-29%.

2.11 Kawasan Bromo

Gunung Bromo berada di kawasan pelestarian alam Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru (TNBTS) merupakan satu-satunya kawasan konservasi di

Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir kaldera seluas 2.250 hektar,

yang berada pada ketinggian ± 2100 m dpl. Gunung Bromo termasuk gunung api

aktif yang se waktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam

kehidupan manusia disekitarnya (± 3.500 jiwa). Dasar Kaldera Tengger berupa

laut pasir seluas 5.290 ha, terdapat Gunung Bromo (2.392 m), Gunung Batok

(2.470 m), Gunung Kursi (3.392 m), Gunung Watangan (2.601 m), dan Gunung

Widodaren (2.600 m). Gunung Bromo merupakan gunung yang masih aktif yang

pada waktu tertentu mengeluarkan asap. Menurut Schmidt and Ferguson, tipe

iklim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tergolong tipe C dan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 51: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

58

D, dan musim hujan berlangsung pada bulan Oktober sampai dengan Maret. Suhu

rata-rata berkisar 7-18 derajat Celcius. Disamping untuk tujuan pariwisata, Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru berfungsi pula untuk penelitian, pengembangan

ilmu pengetahuan, pendidikan, konservasi dan pembinaan cinta alam (Kabupaten

Probolinggo, 2012)

2.11.1 Populasi Tengger

Populasi Tengger adalah populasi yang tinggal di kawasan Bromo, yang

merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah suku asli

yang mayoritas beragama Hindu. Masyarakat Tengger mempunyai sejarah yang

unik. Menurut pengakuan para pewaris aktif tradisi lisan terutama para dukun

Tengger, masyarakat Tengger adalah keturunan pengungsi dari kerajaan

Majapahit. Dipertegas melalui kisah Rara Anteng dan Jaka Seger yang sampai

sekarang tetap diyakini sebagai sejarah asal usul masyarakat Tengger. Penemuan

prasasti yang terbuat dari batu berangka tahun 851 S (929M) di desa Walandhit

dan kemudian disusul dengan penemuan prasasti terbuat dari kuningan yang

ditemukan di desa Wonokitri kabupaten Pasuruan berangka tahun 1327 S atau

1407 M. Kedua prasasti menyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandhit

yang terletak di pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni para

hulun hyang atau abdi dewata (Sutarto, 2006)

Identitas orang Tengger terkesan problematik, mereka bukan suku primitif,

suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari suku Jawa. Jumlah mereka tidak

banyak, yakni sekitar populasi kecil yang berada di tengah-tengah masyarakat

yang sedang berkembang, Tengger kekurangan referensi untuk menemukan

kembali jatidiri dan sejarah mereka. Sebelum munculnya gerakan reformasi Hindu

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 52: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

59

pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk mendefinisikan kembali warisan

leluhurnya dalam kaitannya dengan masyarakat Jawa hanya bersandar pada

sumber budaya setempatnya (Sutarto, 2006).

Anggapan yang berkembang akhir-akhir ini, terutama yang muncul dalam

tulisan, brosur, dan penelitian tentang Tengger, yang dimasukkan ke dalam “desa

Tengger” adalah desa dalam wilayah 4 kabupaten yang mayoritas penduduknya

beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat Tengger. Desa yang

dimaksud adalah Ngadas, Jetak, Wonotoro, Ngadirejo, dan Ngadisari (Kecamatan

Sukapura, Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerso

(Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri, Sedaeng,

Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan), Keduwung

(Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan), Ngadas (Kecamatan Poncokusumo,

Kabupaten Malang), dan Argosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro,

Kabupaten Lumajang) (Sutarto, 2006).

Masyarakat Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh,

bertempat tinggal berkelompok di bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian

mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak

pagi hingga sore hari. Prosentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai

petani sangat besar, yakni 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup

sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa. Bidang jasa yang

mereka tekuni antara lain menyewakan kuda tunggang untuk para wisatawan, baik

dalam maupun luar negeri, menjadi sopir jeep (biasanya miliknya sendiri), dan

menyewakan kamar untuk para wisatawan. Hasil pertanian yang utama adalah

sayur mayur, seperti kobis, kentang, wortel, bawang putih, dan bawang prei.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 53: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

60

Lahan mereka juga cocok untuk tanaman jagung. Pada awalnya jagung adalah

makanan pokok orang Tengger. Pada saat ini mereka kurang suka menanam

jagung karena nilai ekonominya rendah dan menggantinya dengan sayur-sayuran

yang nilai ekonominya tinggi. Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian mereka

masih ditanami jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan

pokoknya dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus

menunggu cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron Tengger

(nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam khazanah kuliner

Nusantara (Sutarto, 2006).

Kehidupan dan pola berkebudayaan masyarakat Tengger di tengah begitu

derasnya arus perubahan zaman, merupakan sebuah pembelajaran dan perhelatan

sebuah keharmonisan dan keselarasan hidup. Mereka begitu teguh memegang

adat-istiadat dan itu dijadikan sebagai sebuah perekat sosial sehingga timbul

sebuah integrasi sosial yang sangat kohesif dan mampu menetralisasi dan

membendung segala apa yang dibawa dari luar. Bahkan jika seandainya ada

budaya luar yang masuk, maka masyarakat Tengger akan dengan begitu cerdas

memanfaatkan budaya luar tersebut sebagai jalan untuk merekatkan dan

memberdayakan masyarakatnya untuk tetap melestarikan tradisi dan adat-istiadat

asli mereka. Masyarakat Tengger sangat toleran dengan masyarakat luar dan bisa

menghormati dan menghargai, namun bila yang berkaitan dengan hak atas daerah

maupun perkembangan budaya serta lestarinya adat-istiadat di daerah mereka,

orang luar tidak boleh mengganggunya. Keeksklusifan mereka memang sangat

terjaga dan itu diperkuat dengan pewarisan adat-istiadat yang berkelanjutan dari

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 54: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

61

generasi ke generasi sehingga nilai-nilai budaya mereka bisa lestari dan tetap

eksklusif (Santoso, 2007).

2.11.2 Model perkawinan masyarakat Tengger

Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengan keagamaan dan adat

istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun menurun. Dukun

Tengger berperan penting dalam pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan,

kematian ataupun kegiatan lainnya. Sistem perkawinan masyarakat Tengger

memiliki kekhasan tersendiri dengan nilai luhur yang terkandung di dalamnya,

pada umumnya mempunyai pendirian yang cukup bermoral dalam perkawinan.

Di tengah arus pariwasata dan unsur modernitas yang berkembang pesat di sana,

masyarakat Tengger mampu mempertahankan dan memegang teguh warisan

budayanya tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat Tengger perkawinan tidak

hanya menyangkut dua orang dan dua keluarga, tetapi diikuti juga oleh arwah para

leluhur kedua belah pihak. Keluarga meminta nasihat dukun mengenai kapan

sebaiknya perkawinan dilaksanakan, dan sebelum upacara perkawinan dimulai

maka didahului dengan acara nelasih atau ziarah kubur dan memberikan

tetamping atau sesaji (Yasinta, Chairisma, Siti, & Noviani, 2012).

Perkawinan dalam masyarakat Tengger umumnya masih terjadi antara

kalangan mereka sendiri (endogami). Endogami masyarakat Tengger tergolong

dalam endogami lokal yaitu perkawinan antar desa di wilayah Tengger sendiri, di

mana tingkat endogami dalam masyarakat Tengger sebesar 62,86%. Sedangkan

yang dimaksud dengan eksogami masyarakat Tengger adalah perkawinan antara

masyarakat Tengger dan masyarakat non Tengger yaitu sebesar 25,71% (Novita,

2012). Lebih lanjut Novita (2012) menyatakan bahwa, model perkawinan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 55: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

62

endogami ini terjadi secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat Tengger

yang disebabkan isolasi biologis yang terjadi sejak jaman nenek moyang mereka

dan kuatnya pengaruh adat Tengger dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Walaupun orang tua mengijinkan anaknya untuk menikah dengan orang yang

berbeda agama, tetapi karena ajaran agama dan adat yang telah mereka anut sejak

kecil membuat mereka enggan untuk menikah dengan orang selain orang Tengger.

Faktor geografis dan transportasi juga memungkinkan tingginya endogami

lokal masyarakat Tengger. Sebelum terbukanya trasnportasi seperti saat ini,

mereka tinggal di lereng gunung Tengger yang terkadang harus berjalan kaki

(Hefner, 1999). Keadaan ini membuat mereka sulit untuk bersosialisasi dengan

kelompok di luar Tengger, sehingga pencarian jodoh hanya terjadi di dalam rerata

Mean Matrimonial Radius (MMR) sebesar 1,68-6.5 km (Novita, 2012).

Faktor warisan juga menjadi alasan masyarakat Tengger untuk menganut

sistim perkawinan endogami oleh karena faktor kepercayaan dan faktor

kepemilikan harta. Perkawinan merupakan peristiwa penting di mana orang tua

akan memberikan harta bendanya sebagai warisan bagi anaknya (Fauzi, 2012).

Dalam masyarakat Tengger warisan terbesar adalah tanah yang tidak akan

berhenti menghasilkan hasil bumi yang berguna bagi umat manusia. Masyarakat

Tengger tidak akan pindah walaupun gunung Bromo meletus, dan mereka akan

tetap melaksanakan upacara adat dan tetap tinggal di wilayah tersebut. Bagi

masyarakat Tengger, gunung Bromo senantiasa memberikan kebaikan bagi

mereka, yang secara ilmiah terbukti bahwa abu dari letusan gunung Bromo akan

menyuburkan lahan pertanian mereka (Mudjono cit. Novita, 2012).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 56: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

63

2.12 Populasi Jawa

Populasi di Indonesia menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari

300 kelompok etnik atau atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Populasi Jawa adalah

kelompok populasi terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total

populasi, yaitu sekitar 100 juta orang. Populasi Jawa kebanyakan berkumpul di

Pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai

pulau di Nusantara bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan

Suriname. Populasi Jawa, dengan ciri ragawi tertentu, warna mata coklat tua,

lipatan mata kadang-kadang jelas, rambut hitam lurus atau berombak, warna kulit

coklat (Kota Surabaya, 2009)

Adanya variasi biologis populasi manusia di Pulau Jawa adalah contoh

polimorfisme. Selain karena adaptasi terhadap lingkungan, polimorfisme juga

tercipta karena percampuran ras. Migrasi bergelombang membuat percampuran

tidak hanya terjadi dalam satu tahap, melainkan bertahap. Tiap tahapan

percampuran juga diikuti oleh adanya proses adaptasi terhadap lingkungannya.

Pulau Jawa telah dihuni oleh manusia kurang lebih selama dua juta tahun. Ada

indikasi cukup kuat bahwa evolusi Homo erectus ke arah Homo sapiens terjadi

disini. Pulau Jawa dan sebagian besar kepulauan Nusantara sejak 40 ribu tahun

yang lalu yaitu pada masa Mesolitik, telah dihuni oleh Homo sapiens yang berciri

ras Australomelanesid. Mulai masa Neolitik, migrasi populasi dengan ciri

Mongolid dari Utara ke Selatan, maka populasi asli yang berciri

Australomelanesid lambat laun berubah dengan dominasi ciri Mongoloid, seperti

dapat kita saksikan dewasa ini pada populasi Jawa (Glinka, 1981).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 57: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

64

Populasi Jawa pada awalnya bukanlah perantau, tapi sejak masa penjajahan

Belanda, banyak orang Jawa yang dipindahkan sebagai buruh yang ditempatkan di

beberapa daerah, seperti pertama kali di Sumatra Utara, sebagai buruh kontrak di

perkebunan, yang dilanjutkan ke daerah lain di Indonesia. Populasi orang Jawa

yang begitu besar, membuat banyak orang Jawa yang berada di bawah garis

kemiskinan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sekolompok orang Jawa

pernah dibawa ke Suriname di Amerika Selatan, sebagai buruh pekerja paksa,

yang akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat ini, dan membentuk

suatu komunitas tersendiri di Suriname sebagai etnis Jawa, yang tetap

mempertahankan adat-istiadat serta budaya Jawa (Suku Jawa, 2009 ).

Orang Jawa terkenal karena keramahan dan sopan santun apabila berbicara

dengan orang lain. Mereka juga tidak mudah tersinggung dalam menghadapi

orang lain, mereka juga suka bercanda dan periang, serta bisa menempatkan diri

di hadapan kelompok etnis lain. Karena sifat dan karakter seperti ini lah yang

membuat mereka bisa hidup dan berbaur dengan populasi dari mana saja. Orang

Jawa berbicara dalam bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari, tapi mereka juga

bisa berbicara dalam bahasa Indonesia dengan dialek yang kental, untuk

berkomunikasi. Populasi Jawa yang telah bermukim di luar pulau Jawa, seperti di

Sumatra Utara dan yang terdapat di daerah Tondano provinsi Sulawesi Utara, para

generasi mudanya kebanyakan sudah tidak bisa berbahasa Jawa lagi, mereka

cenderung menggunakan bahasa dan dialek setempat (Suku Jawa, 2009).

2.12.1 Populasi Jawa di Surabaya

Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya

berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 58: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

65

Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Surabaya berada pada dataran rendah,

ketinggian antara 3 - 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat

2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m

di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya

terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Menurut

Sensus Penduduk Tahun 2010, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk

sebanyak 2.765.908 jiwa, dengan wilayah seluas 333,063 km² maka kepadatan

penduduk Kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa per km² (Surabaya, 2009).

Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota metropolis

terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya merupakan pusat bisnis,

perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya

terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat

diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari

penjajah. Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di

muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31

Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit

yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai

Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO

(ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan

sebagai BOYO (buaya atau bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani

menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu

diperingati sebagai hari jadi Surabaya (Surabaya, 2009).

Populasi Jawa adalah populasi mayoritas di Surabaya (83,68%), tetapi

Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia,

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI

Page 59: BAB 2 - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/765/gdlhub-gdl-s3-2015-kristianis-38211-9.-bab-2-a.pdf · Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi,

66

termasuk populasi Madura (7,5%), Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan

sisanya merupakan suku bangsa lain seperti Bali, Batak, Bugis, Manado,

Minangkabau, Dayak, Toraja, Ambon, dan Aceh atau warga asing. Dibanding

dengan masyarakat Jawa pada umumnya, populasi Jawa di Surabaya memiliki

temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah

jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa

(Surabaya, 2009).

Surabaya memiliki Bahasa Jawa dengan dialek khas yang dikenal dengan

Boso Suroboyoan. Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan

memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal

egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa

Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan

bangga terhadap bahasanya, tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan

banyaknya pendatang yang datang ke Surabaya yang telah mencampuradukkan

bahasa Suroboyo, Jawa Ngoko dan Madura, bahasa asli Suroboyo jarang

digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Contoh Boso Suroboyoan Njegog:

Belok, Ndherok: Berhenti, Gog: Paklek atau Om, Maklik: Bulek atau tante

( Surabaya, 2009).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DISERTASI PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS ..... SUSY KRISTIANI