KEBERPIHAKAN MAJALAH ROLLING STONE INDONESIA...
Transcript of KEBERPIHAKAN MAJALAH ROLLING STONE INDONESIA...
KEBERPIHAKAN MAJALAH ROLLING STONE INDONESIA
TERHADAP JOKO WIDODO-JUSUF KALLA DALAM
PEMILIHAN PRESIDEN 2014
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ruliyan Akbar
NIM: 1110051100017
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
i
ABSTRAK
Ruliyan Akbar
Keberpihakan Majalah Rolling Stone Indonesia Terhadap Joko Widodo-
Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014
Penelitian ini mengenai pemberitaan Pemilihan Presiden 2014 di Majalah
Rolling Stone Indonesia (RSI). Untuk pertama kalinya, majalah RSI yang
biasanya mengangkat isu budaya pop seperti musik dan film, pada edisi 111/Juli
2014, mereka mengangkat isu politik. Namun dalam pemberitaannya, peneliti
melihat ketidakberimbangan terhadap porsi yang diberikan kepada kedua kubu
pendukung calon presiden. Majalah RSI memberikan porsi yang lebih banyak
terhadap pemberitaan tentang Joko Widodo. Hal ini menarik untuk diteliti untuk
mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap politik majalah RSI.
Dalam mengungkap kecenderungan suatu media, Noam Chomsky dan
Edward S. Herman merumuskan lima filter yang dapat mempengaruhi sikap suatu
media. Filter pertama adalah tentang konsentrasi kepemilikan, filter kedua tentang
iklan sebagai sumber pendapatan media, filter ketiga tentang sumber berita, filter
keempat tentang “flak” atau respon negatif, dan filter kelima tentang anti-
komunisme.
Berdasarkan konteks di atas, pertanyaan mayor dalam penelitian ini adalah
bagaimana sikap politik majalah RSI pada pemberitaan tentang Pilpres 2014?
Sedangkan pertanyaan minornya adalah faktor apa saja yang mempengaruhi
majalah RSI sehingga terjadi ketidak-berimbangan dalam porsi pemberitaannya?
Penelitian ini menggunakan metodologi dengan pendekatan kualitatif yang
bersifat deskriptif. Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti
menggunakan metode analisis konten dan mendeskripsikannya secara konkret.
Untuk memperoleh data, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap
pemimpin redaksi dan editor majalah RSI, serta melalui majalah edisi 111/Juli
2014.
Dari hasil analisis yang diperoleh, berdasarkan filter-filter yang
dirumuskan Noam Chomsky dan Edward S. Herman, filter kepemilikan tidak
mempengaruhi kecenderungan majalah RSI terhadap Jokowi, karena pemilik
majalah RSI tidak memiliki afiliasi politik terhadap Jokowi. Pada filter iklan,
pihak pengiklan juga tidak mempengaruhi kecenderungan majalah RSI, karena
majalah RSI menerapkan prinsip “garis api”, serta pengertian pihak pengiklan
terhadap independensi media. Pada filter sumber berita, majalah RSI telah
berusaha berimbang dalam mengumpulkan nara-sumber. Namun karena alasan
keterbatasan waktu narasumber, menyebabkan porsi berita terhadap dukungan
kepada salah satu kandidat menjadi lebih sedikit. Pada filter “flak” atau respon
negatif, majalah RSI tidak mendapatkan respon negatif, baik itu dari pihak
pengiklan, maupun pihak pendukung Prabowo yang memiliki porsi lebih sedikit
dalam pemberitaannya. Pada filter anti-komunisme, pemilik majalah RSI tidak
melakukan intervensi terhadap kebijakan redaksi. Kebijakan redaksi majalah RSI
murni dikembalikan kepada kesepakatan pada rapat redaksi.
Kata Kunci: Keberpihakan media, keberimbangan berita, Noam Chomsky,
Pilpres 2014, majalah Rolling Stone Indonesia
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam,
atas limpahan karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat
dan barakah-Nya. Salawat serta salam semoga senantiasa dicurahkan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umatnya dari jalan yang gelap menuju
jalan yang terang.
Peneliti bersyukur setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keberpihakan Majalah
Rolling Stone Indonesia Terhadap Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam
Pemilihan Presiden 2014 guna memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos).
Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti menyadari adanya kekurangan
dan kelemahan yang melekat pada diri peneliti. Namun, Alhamdulillah dengan
keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya peneliti bisa menyelesaikan penelitian
ini. Hal ini tidak akan terwujud dengan sendirinya, melainkan karena dukungan
dan bantuan dari banyak pihak, baik moril maupun materil. Sehingga banyak
ucapan terima kasih yang peneliti ucapkan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan,
Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Suprapto, M.Ed., Ph.D., Wakil Dekan
Bidang ADKUM, Dr. Roudhonah, M.Ag., dan Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
iii
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho M.Si, yang telah banyak
memberikan bantuan kepada saya selama berada di kampus ini.
3. Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfiroh Nurlaili, MA, yang
selalu mendukung dan memberi banyak kemudahan kepada saya dalam setiap
kesempatan hingga berakhirnya penyusunan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Ade Rina Farida, M.Si, yang selalu
mendukung dan memberi banyak bantuan serta arahan kepada saya dalam
setiap kesempatan.
5. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si., yang telah membim-
bing saya sepanjang proses pembuatan skripsi ini.
6. Kedua orangtua tercinta, Ibunda Herlina dan Ayahanda Syurhubel yang selalu
memberikan kasih sayang, bimbingan, serta dukungan moril maupun materil
yang tak henti-hentinya kepada saya.
7. Kakak dan adik tercinta, Yezi Bellina dan Nurhani Bellina yang selalu
memberikan semangat dalam setiap kesempatannya.
8. Keluarga besar majalah Rolling Stone Indonesia, Khususnya Pak Firman dan
Mas Wendi Putranto, Mas Adib Hidayat, dan Mas Reno Nismara, yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Rekan-rekan Nongkrongin Pilem (Nopil), Rahman, Budi, Imam, Atép, Ruri,
Kiki, Valen, Fajar, dan Yudi yang selalu mendukung dan membantu saat
senang maupun susah.
10. Teman-teman terdekat, Yuni, Dhabith, Cipto, Alda, dan Gema, yang selalu
memberi motivasi dan menghibur selama proses penyusunan skripsi ini.
iv
11. Rekan-rekan Ants Event Organizer, Ardi, Rega, Dwiky, dan Masno yang
sudah memberi dukungan moral kepada peneliti.
12. Teman-teman Mlaku-Mlaku Men! Dan Tisbah Riverside, yang selalu
menghadirkan keseruan dan keceriaan di setiap kesempatan yang ada.
13. Kawan-kawan “Pejuang Terakhir” Konsentrasi Jurnalistik 2010, Imam,
Rahman, Atép, Rizki, Ardiansyah, Ambar, Yunas, Erna, Mella, Amel,
Denisa, dan Annisa, yang telah saling membantu walaupun memiliki
kesulitan masing-masing.
14. Teman-teman seperjuangan di Konsentrasi Jurnalistik tahun 2010 kelas A,
kelas B, dan kelas C.
15. Dream Theatre, Foo Fighters, Coldrain, James Bay, yang selalu menemani
dalam kejenuhan dan memberikan semangat baru dengan lagu-lagunya
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu peneliti baik secara
langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT menambah Rahmat dan
Karunia-Nya. Peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penelitian
ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya, Amiin yaa
rabbal’alamin.
Ciputat, 17 Juli 2017
Ruliyan Akbar
111005110017
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
D. Metodologi Penelitian ..................................................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Agenda Media ............................................................................................... 12
B. Pembingkaian Pesan (Framing) .................................................................... 15
C. Berita Sebagai Medium Agenda Media ......................................................... 18
1. Definisi Berita ........................................................................................ 18
2. Jenis-Jenis Berita..................................................................................... 20
3. Nilai Berita ............................................................................................. 21
4. Kategori Berita ....................................................................................... 24
5. Berita dalam Agenda Media ................................................................... 26
6. Konstruksi Berita .................................................................................... 27
D. Ideologi Media dan Keberpihakan ................................................................. 28
1. Ideologi ................................................................................................... 28
a. Konsep Ideologi ................................................................................. 28
b. Perkembangan Pemikiran Tentang Ideologi ..................................... 30
2. Ideologi Media ....................................................................................... 33
vi
3. Keberpihakan Media .............................................................................. 36
BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA
A. Sejarah Majalah Rolling Stone ..................................................................... 42
1. Sejarah Majalah Rolling Stone di Amerika ........................................... 42
2. Sejarah Majalah Rolling Stone di Indonesia .......................................... 43
B. Visi dan Misi Majalah Rolling Stone Indonesia ........................................... 44
C. Pemberitaan Majalah Rolling Stone Indonesia ............................................. 44
D. Alur Kerja Majalah Rolling Stone Indonesia ................................................ 46
E. Susunan Redaksi Majalah Rolling Stone Indonesia....................................... 49
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
A. Temuan Data .................................................................................................. 51
1. Hubungan Media dan Politik pada Majalah Rolling Stone
Indonesia ................................................................................................ 51
2. Agenda Media Majalah Rolling Stone Indonesia .................................. 54
3. Pembingkaian Berita Majalah Rolling Stone Indonesia
dalam Pemberitaan Pilpres 2014 ............................................................ 58
4. Ideologi Majalah Rolling Stone Indonesia terhadap
Pemberitaan Pilpres 2014 ....................................................................... 77
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Majalah Rolling Stone
Indonesia terhadap Pemberitaan Pilpres 2014 ....................................... 80
B. Analisis Data ................................................................................................. 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 100
B. Saran .............................................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Susunan Redaksi majalah Rolling Stone Indonesia .............................57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Wawancara Peneliti Dengan Ifan (Seventeen) ................................98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu merupakan pesta rakyat demokrasi
“terpanas” dalam sejarah Indonesia. Seluruh lapisan masyarakat turut meramaikan
kampanye calon presiden yang mereka jagokan. Adu argumen pun tak
terhindarkan dalam setiap diskusi yang terkait dengan pemilihan presiden. Banyak
yang mati-matian membela pilihannya, namun tidak sedikit yang bersikap netral.
Dari banyaknya lapisan masyarakat yang meramaikan pesta demokrasi ini,
termasuk media massa turut ikut serta meramaikannya. Tidak sedikit media massa
memuat berita tentang calon presiden terpilih. Mulai dari media berita online,
media cetak harian, sampai media cetak tabloid atau majalah. Biasanya, topik
berita mengenai politik, terutama pada pemilihan umum banyak dijumpai pada
media massa mainstream, seperti, Metro TV, TV One, Harian Kompas, Media
Indonesia, dan Koran SINDO. Namun ternyata, majalah yang terfokus pada tema-
tema musik seperti Rolling Stone Indonesia juga ikut membahas persaingan dalam
Pemilihan Presiden 2014 lalu.
Sebagai majalah yang terfokus pada tema-tema musik, majalah Rolling
Stone Indonesia (RSI) edisi Juli 2014 menampilkan tema yang berbeda, yaitu
tema politik. Hal tersebut terlihat dari cover yang memuat foto kedua calon
presiden. Biasanya, majalah Rolling Stone Indonesia menampilkan figur musisi
pada cover-nya. Dari segi konten, tema mengenai Pemilihan Presiden muncul
2
dalam rubrik “Editor’s Note” sebanyak satu halaman, rubrik “Random Notes”
sebanyak dua halaman, serta rubrik khusus bertema “Pilpres 2014” dengan judul
“Musisi Terbelah Mendukung Prabowo dan Jokowi” sebanyak 23 halaman.
Sebagian besar media di Indonesia telah kehilangan idealismenya. Idealisme
yang dipegang oleh media pada umumnya adalah idealisme pemilik modal. Hal
ini membuat media setidaknya mengikuti kebijakan sang pemilik modal. Media
terpaksa menjalankan kepentingan yang dimiliki pemilik modal. Sehingga media
tidak lagi menjalankan sebenar-benarnya tugas media.
Melihat kondisi tersebut, beberapa media kini telah menjadi media
propaganda. Dalam konteks ini, media berperan sebagai media propaganda politik
dalam kampanye pemilihan presiden. Di sisi mana pemilik modal suatu media
berdiri, maka di sisi itu pula media berdiri. Sebagai contoh adalah harian Koran
SINDO dan harian Media Indonesia.
Pada pemilihan presiden 2014 lalu, harian Koran SINDO yang dimiliki
Hary Tanoesoedibjo, memberikan porsi lebih kepada pasangan calon presiden
nomor urut satu, Prabowo Subiyanto dan Hatta Rajasa. Hal ini dikarenakan sang
pemilik modal telah menentukan sikap dan pilihannya kepada pasangan tersebut.
Sehingga menjadikan Koran SINDO sebagai media propaganda politik demi
melancarkan kepentingannya. Sedangkan pada harian Media Indonesia yang
dimiliki oleh Surya Paloh, memberikan porsi lebih kepada calon presiden nomor
dua, yakni Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tidak berbeda dengan Koran SINDO,
Media Indonesia memilih sikap tersebut juga karena sang pemilik modal telah
menentukan sikap dan pilihannya kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
3
Majalah Rolling Stone Indonesia tak ubahnya dengan harian Media
Indonesia. Dalam rubrik “Pilpres 2014” pada terbitan Juli 2014 lalu, majalah
Rolling Stone Indonesia pun ikut memberikan porsi lebih banyak kepada
pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dibandingkan pasangan Prabowo
Subiyanto dan Hatta Rajasa.
Menurut Noam Chomsky dan Edward S. Herman dalam bukunya,
Manufacturing Consent: The Political Economy Of The Mass Media, berpendapat
bahwa media dilihat sebagai agen yang mempropagandakan nilai-nilai tertentu
untuk didesakkan kepada publik. Pada model propaganda ini, fokusnya adalah
pada perbedaan antara kekayaan dan kekuatan juga berbagai efek media massa
yang bersifat multilevel dari berbagai kepentingan dan pilihan.
Dalam model teori propaganda ini menggambarkan adanya filter
(penyaring) yang mempresentasikan kekuatan politik yang ada. Informasi yang
disajikan oleh media telah disaring oleh beberapa filter yang antara lain ada 5
yaitu1 :
1. Filter pertama : Ukuran, Kepemilikan dan Orientasi Profit dari media
Media mempunyai keterkaitan jaringan kepemilikan dengan institusi
ekonomi lainnya (korporasi, begara, bank dsb). Media yang dominan dikuasai
oleh sedikit orang. Mereka yang menguasai media juga mempunyai kepemilikan
pada bidang bisnis atau politik lain akibatnya media dikontrol oleh sedikit orang.
1 Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, (New York: Pantheon Books, 2002), h. 2.
4
2. Filter kedua : Pengiklan
Pengiklan mempengaruhi isi media secara langsung ataupun tidak langsung.
Isi media merefleksikan perspektif dan kepentingan dari penjual, pembeli dan
produk. Dan iklan adalah sumber utama bahkan bagi media. Seperti televisi dan
radio, hampir 100% pendapatan berasal dari iklan. Sementara untuk media cetak,
antara 50-75% pendapatan berasala dari iklan.
3. Filter ketiga : Sumber Media
Media massa memerlukan sumber berita (narasumber). Sumber berita
tersebut bisa orang yang mengetahui fakta (kejadian), bisa juga orang yang
dianggap otoritatif dalam menjelaskan suatu peristiwa. Tanpa narasumber, berita
media massa bisa menjadi sekedar rumor. Dan sumber berita penting untuk dua
hal: pertama, kredi-bilitas berita, semakin sulit narasumber diraih, semakin
prestise suatu berita. Kedua, media bisa mengklaim berita yang dihasilkan
“objektif”.
4. Filter keempat : Flak
Flak merujuk pada respon negatif pada program atau institusi media. Bisa
berupa surat, petisi, telepon, gugatan hukum, dan bentuk-bentuk komplain dan
protes lainnya. Flak bisa muncul secara sporadis tetapi bisa juga terorganisir oleh
korporasi atau kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.
5. Filter kelima : Ideologi Anti-komunisme
Filter ini dipahami sebagai ideologi yang membantu memobilisasi dukungan
publik dalam melawan “musuh bersama”. Ideologi dan musuh bersama tersebut
menyatukan media dan pandangan publik.
5
Dalam konteks ini, majalah Rolling Stone Indonesia yang dijadikan media
kampanye pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, memiliki kemungkinan terkait
dengan kelima poin tersebut dalam penentuan berita, serta penentuan sikap
politiknya.
Dari latar belakang di atas, maka judul penelitian ini adalah "Keberpihakan
Majalah Rolling Stone Indonesia Terhadap Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam
Pemilihan Presiden 2014”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan pada berita-berita
terkait pemilihan presiden dalam majalah Rolling Stone Indonesia edisi Juli
2014.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah, bagaimana sikap politik majalah Rolling Stone Indonesia pada
pemberitaan tentang Pilpres 2014? Apa sajakah faktor-faktor yang membuat
majalah Rolling Stone Indonesia menjadi media kampanye pasangan Joko
Widodo dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2014 menurut model teori
ekonomi politik media massa Noam Chomsky dan Edward S. Herman?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat
majalah Rolling Stone Indonesia menjadi media kampanye pasangan Joko
Widodo dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2014 lalu.
6
Manfaat penelitian:
1. Manfaat akademis
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan keilmuan komunikasi terutama komunikasi massa dan
pengetahuan pada bidang jurnalisme cetak. Selain itu, penelitian diharapkan
pula dapat menjadi referensi peningkatan wawasan akademis, khususnya
dalam pengembangan teori-teori
2. Manfaat praktis
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca mengenai penerapan ekonomi politik media massa dalam kegiatan
politik
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma
kritis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena atau sesuatu yang
terjadi sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data dan wawancara.2
Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu
pertama, peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil. Kedua,
peneliti kualitatif lebih memperhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif
merupakan media utama dalam pengumpulan data dan analisis data serta
peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi di
2 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Predana Media
Group, 2006), hal. 58.
7
lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat
dalam proses interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau
gambar.3
Tujuan dari penelitian ini hanya memberi gambaran, oleh karena itu
penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif timbul karena ada atau
munculnya suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti, tetapi belum ada
kerangka teoretis untuk menjelaskannya. Artinya penelitian deskriptif
digunakan untuk mendapat suatu gambaran yang dapat menjelaskan peristiwa
menarik tersebut. (Rakhmat, 2007:24). Metode kualitatif dengan desain
deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu serta tentang keadaan dan gejala yang terjadi
(Koentjaraningrat, 1993:89).
2. Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitian ini adalah majalah Rolling Stone Indonesia,
sedangkan objeknya adalah berita-berita terkait Pilpres 2014 di majalah
Rolling Stone Indonesia, pemimpin redaksi, serta editor majalah Rolling
Stone Indonesia pada edisi 111/Juli 2014.
3. Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan langsung untuk memperoleh data yang
diperlukan. Dalam metode ilmiah observasi adalah suatu cara bagi peneliti
3 Agus salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), cet ke-1 h. 204
8
untuk memperoleh data dengan melakukan pengamatan secara sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki.4
Observasi yang dilakukan peneliti merupakan observasi teks. Peneliti
melakukan pengamatan terhadap berita pada rubrik-rubrik yang terkait
dengan Pilpres 2014 dalam majalah Rolling Stone Indonesia edisi 111/Juli
2014.
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh
keterangan dari pihak yang bersangkutan dan dianggap memahami masalah
atau suatu peristiwa dan femonema tertentu untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.5
Dalam hal ini, wawancara berfungsi sebagai metode pelengkap yakni sebagai
media untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terhadap
Adib Hidayat sebagai pemimpin redaksi dan Reno Nismara sebagai
editor majalah Rolling Stone Indonesia untuk melengkapi data yang
akan dia-nalisis. Peneliti memilih kedua narasumber ini karena
keduanya dinilai bertanggung jawab atas setiap edisi majalah RSI
yang terbit. Selain itu, keduanya juga dinilai lebih memahami apa
yang terjadi di dalam majalah RSI selama produksi edisi ini.
4 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.92
5 Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234
9
c. Dokumen
Dokumen yang digunakan peneliti berupa tulisan-tulisan berbentuk
catatan, buku, naskah, dokumen ataupun arsip-arsip lain yang terkait dengan
pembahasan penelitian ini. Dari dokumen tersebut, nantinya penulis gunakan
untuk mengumpulkan data dengan mempelajari bahan tertulis sehingga dapat
mem-bantu penulis dalam mencari informasi yang terkait dengan
permasalahan penelitian.
d. Pedoman penulisan
Penulisan dalam penelitian ini menggunakan teknik yang mengacu pada
buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya
Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Teknik analisis data
Pada penelitian ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan analisis teks terhadap berita-berita terkait Pilpres 2014 yang
terdapat pada majalah Rolling Stone Indonesia, dan mendeskripsikan data yang
diperoleh dari wawancara secara konkret. Peneliti kemudian menganalisis
dengan teori lima filter berita oleh Noam Chomsky dan Edward S. Herman.
Dengan teknik analisis ini, peneliti memberikan pertanyaan terkait lima filter
berita tersebut kepada narasumber. Hasil dari wawancara tersebut kemudian
digunakan untuk melihat bagaimana filter-filter berita tersebut mempengaruhi
10
keberpihakan majalah RSI dalam memberitakan tentang pemilihan presiden
tahun 2014.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini mengunakan beberapa referensi yang dapat dijadikan
acuan. Tinjauan pustaka yang dipilih adalah skripsi yang disusun oleh Dirga
Maulana dengan judul “Relasi Media dan Politik: Analisis terhadap tvOne dan
Kepentingan Politik Pemilik”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan dan
digambarkan bagaimana pemilik media mengendalikan medianya demi
kepentingan politiknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut
berupa pendekatan kualitatif dengan analisis kritis. Teori yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah teori propa-ganda media massa dari Noam Chomsky
dan Edward S. Herman.
F. Sistematika Penulisan
1. BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah, rumusan dan batasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka
dan sistematika penulisan.
2. BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tinjauan umum tentang agenda media, pembingkaian berita,
ideologi media, dan keberpihakan media berdasarkan lima filter berita oleh
Edward S. Herman dan Noam Chomsky.
11
3. BAB III: GAMBARAN UMUM MAJALAH ROLLING STONE
INDONESIA
Pada bab ini, pembahasan dikhususkan kepada profil serta pemberitaan
pada majalah Rolling Stone Indonesia.
4. BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Membahas faktor yang mempengaruhi sikap majalah Rolling Stone
Indonesia berdasarkan teori lima filter berita dari Edward S. Herman dan Noam
Chomsky pada kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden,
Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
5. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Peneliti mengakhiri skripsi ini dengan memberikan kesimpulan yang
berfungsi menjadi jawaban umum yang terdapat pada bab 1, serta diikuti saran
dari peneliti terhadap media dan akademisi untuk penyempurnaan penelitian
yang terkait dengan penelitian ini.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Agenda Media
Agenda media atau yang biasa disebut sebagai agenda setting media pertama
kali dikemukakan oleh Walter Lipmann dalam konsep “The World Outside and
The Picture In Our Head”. McCombs dan Shaw yang sependapat dengan
Lipmann, menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara apa yang
diagendakan oleh media dan apa yang menjadi agenda publik. Pendapat ini
kemudian menjadi teori yang diperkenalkan oleh McCombs dan Shaw.
Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw pertama kali memperkenalkan
teori agenda setting pada tahun 1973 dari School of Journalism, Universtiy of
California, dalam tulisan mereka, “The Agenda Setting Function of Mass
Media”. Teori ini mengakui adanya pengaruh media terhadap khalayak dalam
pemilihan presiden melalui penayangan berita, isu, cerita, dan penampilan
kandidat tersebut. Dalam Canggara, Becker & McLeod dan Iyengar & Kinder
mengakui bahwa meningkatnya penonjolan atas isu yang berbeda bisa
memberikan pengaruh signifikan terhadap opini publik.1
Dalam jurnalnya, McCombs menyebutkan bahwa agenda sebuah media
dapat ditemukan pada pola peliputan terhadap isu-isu yang berkembang di
masyarakat selama periode waktu tertentu, baik itu satu minggu, satu bulan, atau
1Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: Rajawali Press,
2009), h. 124.
13
satu tahun. Selama periode ini, media akan memberikan penekanan lebih, tidak
terlalu memberikan perhatian, atau bahkan sama sekali tidak memberi perhatian
terhadap suatu isu.2
Dalam Severin dan Tankard, Kurt Lang dan Glady Engel Lang
menyatakan bahwa media massa memaksakan isu tertentu. Media massa
membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan
menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya
dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat.3
Mengutip pendapat Dennis McQuail tentang penentuan agenda, bahwa:
Process by which relative attention given to items or issues in
news coverage influences the rank of publik awareness of issues and
attribution of significance. As an extention, effects on publik policy
may occur.4
Berdasarkan ungkapan di atas, menurut McQuail, penentuan agenda meru-
pakan sebuah proses di mana perhatian yang diberikan terhadap masalah dalam
berita, dapat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat tentang isu dan
atribusi makna. Sebagai tambahan, hal tersebut dapat memberikan efek pada
kebijakan publik.
Bernard Cohen dalam Severin dan Tankard memberikan pendapat tentang
kekuatan pers:
Surat kabar mungkin sering tidak berhasil dalam memberi
tahu orang tentang apa yang yang harus dipikirkan, tetapi surat
2Maxwell McCombs, The Agenda-Setting Role of the Mass Media in the Shaping of Public
Opinion, (University of Texas at Austin, 2003), h. 2 3Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, h. 124.
4Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2012), h. 22.
14
kabar dengan luar biasanya berhasil dalam memberi tahu
pembacanya apa yang harus dipertimbangkan.5
Maksudnya, media dapat membentuk persepsi khalayak tentang apa yang
dianggap penting. Media memberikan test case dengan teknik pemilihan dan
penonjolan.6
Penerapan agenda publik menunjukkan bahwa meningkatnya isu bagi
suatu media menyebabkan meningkatya isu untuk publik. Dalam hal agenda
setting, agenda media member dampak pada agenda publik, di mana sebuah
agenda merupakan peringkat kepentingan relatif dari berbagai isu publik.7
Tamburaka berpendapat, bahwa sejarah agenda setting sudah aja sejak
lama, tanpa ada yang memperkenalkannya terlebih dahulu. Menurutnya, agenda
setting sudah dipraktikkan oleh media massa, khususnya media cetak seperti
koran atau majalah pada era Penny Press.8
Dalam Morrisan, Stephen D. Reese menyatakan bahwa agenda media
merupakan hasil tekanan (pressure) yang berasal dari luar dan dari dalam media
itu sendiri. Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk berdasarkan
kombinasi sejumlah faktor yang memberikan tekanan kepada media, seperti
proses penentuan program internal, keputusan redaksi dan manajemen, serta
berbagai pengaruh eksternal yang berasal dari sumber nonmedia, seperti
5Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapam di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 265. 6Elvinaro Erdianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 74. 7Stuart N. Soroka, Issue Attributes And Agenda Setting By Media, The Public, and Policy
Makers In Canada, (International Journal of Public Opinion Research Vol. 14 No. 3), h. 265. 8Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, h. 23.
15
pengaruh individu tertentu, pengaruh pejabat pemerintah, pemasang iklan dan
sponsor.9
B. Pembingkaian Pesan (Framing)
Pembingkaian (framing) terhadap realitas sosial yang telah dikonstruksi
selalu dilakukan oleh media. Dalam Suprapto, Hamad berpendapat,
pembingkaian tersebut dilakukan karena beberapa sebab, antara lain, terdapat
tuntutan teknis seperti keterbatasan kolom atau halaman pada media cetak, atau
keterbatasan waktu pada media elektronik.10
Menurut kaidah jurnalistik,
peristiwa yang panjang, lebar, serta rumit, disederhanakan melalui pembingkaian
(framing) fakta-fakta dalam bentuk berita, sehingga layak terbit ataupun layak
tayang.
Berawal dari anggapan para wartawan, bahwa kini tidak bisa lagi
menganggap pembaca bersikap pasif, duduk manis sambil menelan bulat-bulat
informasi yang disodorkan oleh pewarta berita. Pembaca justru secara aktif
melakukan perlawanan terhadap isi tulisan, karena pembaca aktif
mengkonstruksi bacaan, otoritas kepengarangan si pengarang akan teruji dari
sini. Demikian, muncullah istilah ragam bahasa jurnalistik yang dapat membantu
wartawan dalam menyederhanakan pengemasan pesan berita.
Penulisan berita yang berlandaskan prinsip pembingkaian mampu
mewujudkan penulisan yang jelas dan komunikatif saat melakukan strategi
pembingkaian pesan (framing) dengan cara menggarisbawahi atau menonjolkan
9Morrisan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa, (Jakarta: Prenada Media Group,
2013), h. 499. 10
Tommy Suprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita Media,
(Jakarta: Pustaka Kaiswaran, 2010), h. 70
16
perspektif penulis terhadap gagasan inti pemberitaan agar pembaca terpengaruh
ideologi penulisnya.
Pembingkaian mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh kognisi penulis
dalam membentuk skema mengenai sesuatu dan bagaimana pengaruh tersebut
dapat dimaknai sehingga bermanfaat bagi penulis itu sendiri maupun bagi
pembacanya. Dalam penegasan lainnya, pembingkaian berisikan perspektif yang
digunakan penulis dalam mengkonstruksi fakta atau fenomena sebagai dasar
penonjolan gagasan inti dalam tulisannya.11
Wibowo dan Tamburaka menyebutkan sejumlah strategi yang sering
dilakukan dalam pembingkaian pesan, diantaranya:12
a. Pengulangan kata
Hubungan antarkalimat yang dilakukan dengan cara pengulangan kata
dipercaya efektif jika digunakan dalam strategi pembingkaian karena mampu
menonjolkan gagasan inti. Sebagai contoh, kata “antek” dapat diulang dalam
satu kalimat berbeda untuk menonjolkan karakter.
b. Sinonim
Penggunaan sinonim sebagai penghubung antarkalimat juga diyakini
efektif dalam strategi pembingkaian. Tujuan utamanya adalah mencegah
kejenuhan oleh pembaca. Sebagai contoh, kata “Joko Widodo” dapat
digantikan dengan kata “Jokowi”, “Presiden RI”, “RI-1”, dan lain sebagainya.
11
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, h. 118. 12
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, h.121.
17
c. Kesamaan topik
Menghubungkan kalimat satu dengan lainnya dalam rangka strategi
pembingkaian juga bisa dilakukan dengan cara membangun kesamaan topik.
Contohnya, kata “pendekatan antropologi” pada kalimat lain dalam satu
tulisan yang sama dapat ditulis menjadi “pendekatan melalui ilmu tentang
manusia”.
Dalam implementasinya, framing dijalankan oleh media dengan
menyeleksi isu tertentu dan menyebarkan isu yang lain, dengan menonjolkan
aspek dan isu tersebut dengan berbagai strategi wacana.
Berikut beberapa strategi yang dijalankan framing dalam
implementasinya:13
a. Penempatan informasi yang mencolok (menempatkan headline, depan atau
bagian belakang),
b. Pengulangan, penggunaan grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan,
c. Pemakaian label tertentu ketika menggambarkan seseorang atau peristiwa
yang diberitakan,
d. Asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi, dan sebagainya.
Keempat aspek di atas dipakai untuk membuat dimensi tertentu dan
membuat konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.
Membingkai suatu realitas menjadi sebuah berita merupakan suatu strategi
13
Tommy Soeprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita
Media,(Yogyakarta: MMTC, 2007), h. 71.
18
dalam politik redaksi media untuk menarik khalayak dalam memberikan
respon terhadap wacana teks dalam berita.
Menurut Hamad yang mengutip Todd Gitlin, pembuatan bingkai
berdasarkan berbagai kepentingan internal maupun eksternal media baik itu
teknis, ekonomis, politis, maupun ideologis. Sehingga pembuatan sebuah
wacana tidak saja mengindikasikan adanya kepentingan-kepentingan
tersebut, tetapi juga bisa mengarahkan akan dibawa ke mana isu yang
diangkat tersebut ke dalam suatu wacana.14
C. Berita Sebagai Medium Agenda Media
1. Definisi Berita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berita memiliki arti cerita
atau keterangan mengenai kejadian yang hangat. Menurut Dean Lyle Spencer
dalam Suhirman, berita adalah suatu kejadian atau ide yang benar yang dapat
menarik perhatian sebagian dari pembaca. Pengertian tentang berita yang lebih
sempurna dikemukakan oleh William S. Maulsby. Menurutnya, berita dapat
didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-
fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian
para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.15
14
Tommy Soeprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita Media,),
h. 73. 15
Imam Suhirman, Menjadi Jurnalis Masa Depan, (Bandung: Dimensi Publisher, 2005),
h. 1.
19
Berita berasal dari kata new (baru) yang memiliki dikonotasikan kepada hal-
hal yang baru. Dengan kata lain, semua hal yang baru merupakan bahan informasi
yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam bentuk berita (news).16
Secara etimologis, istilah berita dalam bahasa Indonesia mendekati istilah
bericht (en) dalam bahasa Belanda. Dalam bahasa Belanda, istilah bericht
dijelaskan sebagai mededeling (pengumuman) yang berasal dari kata mede (delen)
dengan sinonim bekend maken (memberitahukan, mengumumkan, membuat
terkenal) dan vertelen (menceritakan atau memberitahukan). Kemudian,
Departemen Pendidikan Republik Indonesia membakukan istilah berita dengan
pengertian sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita
juga memiliki kesamaan makna dengan kabar dan informasi resmi yang berarti
penerangan, keterangan, atau pemberitahuan.17
M. Lyle Spencer dalam bukunya “News Writing” menyebutkan bahwa
berita merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian
sebagian besar pembaca.18
Menurut Sumadiria, berita merupakan laporan
mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi
sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi,
atau media online internet.19
16
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, Kode
Etik,(Bandung: Nuansa, 2004), h. 102-103. 17
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, Kode Etik, h.
103. 18
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),
h. 132. 19
Haris Sumaridia, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2006), h. 65.
20
Berita bukan merupakan cerminan situasi dan kondisi sosial, akan tetapi
laporan dari aspek yang “menonjolkan diri”. Semakin banyak celah yang
memungkinkan kejadian dapat ditentukan sebelumnya, diungkapkan secara
objektif, diukur, diberi nama, maka semakin banyak kemungkinan untuk dijadikan
berita.20
Berbeda dengan pengertian berita menurut Lipmann, ia merefleksikan
berita layaknya penentuan agenda media, yang kemudian kita kenal sebagai
agenda setting pada media massa.
2. Jenis-Jenis Berita
Berita dikelompokkan menjadi beberapa jenis, diantaranya:21
a. Straight news report
Laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya berita ini
ditulis dengan unsur-unsur who, what, where, when, why, dan how
(5W+1H).
b. Depth news report
Laporan yang dihimpun informasi dengan fakta mengenai peristiwa
itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut.
c. Comprehensive news
Laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai
aspek.
20
Walter Lipmann, Opini Umum, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 325. 21
Haris Sumandria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, h. 69-71.
21
d. Interpretative report
Memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa
kontroversial. Namun fokus laporan beritanya masih berbicara me-ngenai
fakta yang terbukti, bukan opini.
e. Feature story
Cara penulis untuk menarik perhatian pembacanya. Penulis feature
menyajikan suatu pengalaman membaca (reading experience) yang lebih
bergantung pada gaya (style) penulisan dan humor daripada pentingnya
informasi yang disajikan.
f. Depth reporting
Pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap, dan
utuh tentang suatu peristiwa yang fenomenal (aktual).
g. Investigative reporting
Berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan laporan interpretatif.
Biasanya memusatkan pada sejumlah dan kontroversi. Dilakukan
penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan.
h. Editorial writing
Pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum.
3. Nilai Berita
Berdasarkan pengertian dari berita, kita dapat mengetahui empat unsur yang
harus dipenuhi oleh sebuah berita dan juga menjadi karakteristik utama sebuah
berita dapat dipublikasikan media massa. Keempat unsur tersebut dikenal dengan
nilai-nilai berita (news value) atau nilai-nilai jurnalistik.
22
Berikut penjelasan Romli dalam bukunya, Jurnalistik Praktis:22
a. Cepat
Aktual atau ketepatan waktu. Dalam unsur ini terkandung makna harfiah
berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). Menurut Al Hester, tulisan
jurnalistik adalah tulisan yang member pemahaman kepada pembaca atau
informasi yang sebelumnya tidak ia ketahui. Aktual memiliki kesamaan makna
dengan Immediacy, sering diistilahkan dengan timelines. Artinya terkait dengan
kesegaran peristiwa yang dilaporkan.
b. Faktual (Nyata)
Informasi tentang sebuah fakta, bukan fiksi atau karangan. Fakta dalam
dunia jurnalistik terdiri dari kejadian nyata (real event), pendapat (real
opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. dalam unsure ini,
terkandung pengertian bahwa berita harus merupakan informasi tentang
sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta
sebagaimana adanya. M. L. Stein berpendapat bahwa seorang wartawan harus
menulis apa yang benar saja. Ia juga mengingatkan agar wartawan tidak sekali-
kali mengubah fakta untuk memuaskan hati seseorang atau suatu golongan.
Sumber yang dapat dipercaya merupakan hal yang penting.
c. Penting
Artinya menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya, peristiwa
yang akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai
22
Asep Syamsul M Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 5-6.
23
perlu untuk diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak, seperti
kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainya.
d. Menarik
Berarti mengundang banyak orang untuk membaca berita yang ditulis.
Berita yang menarik perhatian pembaca biasanya selain faktual dan aktual,
serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga bersifat menghibur (lucu),
mengandung keganjilan dan keanehan, atau berita human interest (menyentuh
emosi, menggugah perasaan).
Selain keempat unsur di atas, Santana memberikan beberapa elemen
penting yang mendasari pelaporan kisah berita, yaitu:23
1. Proximity, artinya kedekatan peristiwa dengan pembaca atau pemirsa
dalam keseharian kehidupan mereka. Khalayak berita akan tertarik dengan
peristiwa yang terjadi di dekatnya, di sekitar kehidupan sehari-harinya.
2. Consequence, artinya suatu berita yang dapat mengubah kehidupan
pembaca, yaitu berita yang mengandung nilai konsekuensi. Sebagai
contoh, berita kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Di sini, masyarakat
akan segera mengikuti berita tersebut karena terkait dengan konsekuensi
kalkulasi ekonomi sehari-hari yang harus mereka hadapi.
3. Conflict, yakni sajian berita yang mengandung peristiwa-peristiwa
perang, demonstrasi, criminal, ataupun berita yang mengandung elemen
konflik di dalam pemberitaan.
23
Septian Santana K., Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),
h. 18-20.
24
4. Oddity, artinya dengan peristiwa yang tidak biasa terjadi merupakan
sesuatu yang akan segera diperhatikan oleh masyarakat. Contohnya,
kelahiran bayi kembar sebelas, gempa dengan skala Richter yang tinggi,
dan sebagainya. Ini merupakan berita yang akan menjadi perhatian
masyarakat.
5. Sex, artinya dalam pemberitaan, seks sering menjadi elemen utama
dalam sebuah pemberitaan. Tetapi, sering pula seks menjadi elemen
tambahan dalam pemberitaan tertentu, seperti pada berita olahraga,
selebritis, atau kriminal.
6. Suspense, elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu
masyarakat terhadap sebuah peristiwa.
7. Progress, merupakan elemen perkembangan peristiwa yang ditunggu
masyarakat.
4. Kategori Berita
Berbagai elemen berita harus dipaparkan menggunakan bahasa pelaporan
berita. Penulisannya tentu saja berbeda dengan penulisan makalah, laporan
pertanggungjawaban, atau notulensi hasil rapat. Dalam dunia jurnalistik,
penulisan berita memiliki tempat khusus. Dalam arti, dibahas secara khusus
melalui karakteristik dan batasan-batasan yang harus dipenuhi.
Terkait hal tersebut, jurnalistik membakukan beberapa kategori
pemberitaan, yakni:24
24
Septian Santana K., Jurnalisme Kontemporer, h. 20.
25
1. Hard news, merupakan kisah berita utama dari sebuah pemberitaan.
Berisi hal-hal penting terkait kehidupan pembaca, pendengar, dan pemirsa.
Kisah-kisahnya biasanya adalah hal-hal yang dianggap penting. Oleh karena
itu, kisahnya bersifat segera dilaporkan semenjak peristiwa tersebut terjadi.
2. Feature news, ialah kisah peristiwa atau situasi yang menimbulkan
kegemparan atau imaji-imaji (pencitraan). Peristiwa bias jadi tidak termasuk
dan teramat penting yang harus diketahui masyarakat, bahkan mungkin hal-
hal yang telah terjadi beberapa waktu lalu.
3. Sports news, merupakan berita-berita olahraga yang bias dimasukkan ke
dalam kategori hard news atau feature.
4. Social news, meliputi pemberitaan yang terkait dengan kehidupan
masyarakat sehari-hari, dari soal keluarga hingga soal perkawinan anak-
anak.
5. Interpretative, merupakan kisah di mana wartawan berupaya untuk
memberikan kedalaman analisis, dan melakukan survai terhadap berbagai
hal yang terkait dengan peristiwa yang hendak dilaporkan.
6. Science, merupakan berita di mana wartawan berusaha menjelaskan
dalam bahasa berita, tentang kemajuan perkembangan keilmuan dan
teknologi.
7. Consumer story, ialah para pembantu khalayak yang hendak membeli
barang-barang kebutuhan sehari-hari, baik yang bersifat kebutuhan primer,
maupun kebutuhan sekunder.
26
8. Financial, ialah kisah berita yang difokuskan perhatiannya pada bidang
bisnis, komersial, atau investasi.
5. Berita dalam Agenda Media
Nilai berita dan nilai politik berkaitan dengan kepentingan media massa itu
sendiri, dan kepentingan masarakat sebagai konsumen atau publik dari media
massa tersebut. Suatu peristiwa politik dapat ditanggapi dengan cara yang
berbeda-beda oleh berbagai media massa, melalui peletakan berita (utama atau
biasa), volume berita, dan teknik kecenderungan pemberitaannya, di mana isi
media massa mengenai peristiwa tersebut sangat mungkin mendapat tanggapan
yang berbeda oleh khalayak yang berbeda.25
Arifin berpendapat, tidak dapat dibantah bahwa selain masalah teknis
pemuatan, penempatan dan jumlah berita, maka pemilihan narasumber, gaya
berita, dan opini medua yang ditawarkan bisa menjadi frame bagi khalayak
untuk menentukan sikapnya atas suatu isu tertentu. Dengan demikian, peranan
media massa dalam proses pembentukan opini publik dalam komunikasi politik
menjadi strategis, tidak hanya dalam konteks pendistribusian pesan yang bersifat
umum, melainkan yang lebih penting dari itu adalah nilai berita politik yang
diterima oleh khalayak.26
Idi Subandy dan Bachruddin Ali, dalam bukunya, memandang media
sebagai pembentuk. Dalam hal ini, mereka berpendapat bahwa isi (berita) yang
disebarkan oleh media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masa depan
25
Ardial, Komunikasi Politik, (Jakarta: Indeks, 2009), h. 163. 26
Anwar Arifin, Pers dan Dinamika Politik: Analisis Media Massa Komunikasi Politik
Indonesia, (Jakarta: Yasrif Watampone, 2010), h. 120.
27
masyarakat.27
Tidak hanya mempengaruhi masyarakat dalam bersikap, tetapi
juga dalam membentuk opini terhadap berita tersebut.
6. Konstruksi Berita
Secara sederhana, berita sering didefinisikan sebagai laporan dari sebuah
kejadian. Namun definisi membuat khalayak lupa bahwa sebenarnya sebuah
berita dibuat untuk memenuhi tujuan tertentu. Seperti yang diungkapkan
Palgunov bahwa,
“……news should not be merely concerned with reporting
such and such for a fact or event, it must pursue a definite purpose
…. It should not simply report all fact and just any events …”28
Dari kutipan di atas, menurut Palgunov, berita tidak harus terfokus pada
pelaporan mengenai fakta dan peristiwa. Menurutnya, berita harus memiliki
tujuan yang pasti. Bukan hanya melaporkan fakta dan peristiwa.
Adanya tujuan dalam pembuatan berita membuat berita tidak lagi murni
sebagai pelaporan apa yang ada di lapangan. Secara umum, tujuan pembuatan
berita tersebut dapat dilihat dari siapa pemilik media massa dan apa visi serta
misi media massa yang memuat berita tersebut.29
Zaman dahulu, berita dianggap sebagai sesuatu yang selalu baru. Tetapi
sekarang, tidak semua berita dapat menarik perhatian khalayak. Oleh karena itu,
berita akan menjadi perhatian apabila informasi yang dijadian berita adalah
27
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi:
Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2014), h. 3. 28
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 32. 29
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, h. 93.
28
adalah sesuatu yang baru.30
Pada zaman ini, berita dinilai menarik jika memiliki
nilai berita. dalam pandangan kontruksionis, nilai berita tidak berdiri sendiri.
Terdapat “agen-agen” di dalamnya yang membentuk nilai berita. Nilai berita
disebut sebagai prosedur standar terhadap peristiwa yang layak disebarkan
kepada khalayak. Dengan demikian, berita merupakan konstruksi dari wartawan
dan media massa.
D. Ideologi Media dan Keberpihakan
1. Ideologi
Secara umum, ideologi memiliki arti kumpulan ide atau gagasan yang
dapat diartikan sebagai visi yang luas dalam memandang segala sesuatu.
Namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “ideologi” memiliki
tiga arti. Yang pertama, diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk
kelangsungan hidup. Kedua, “ideologi” juga dapat diartikan sebagai cara
berpikir seseorang atau suatu golongan. Ketiga, “ideologi” berarti paham,
teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.31
a. Konsep Ideologi
Menurut Thompson, konsep ideologi memiliki sejarah panjang dan
kompleks dan telah digunakan dalam berbagai analisis baik di bidang
ekonomi, politik, dan sosial.32
Menurutnya, konsep-konsep yang
berkembang menunjukkan suatu yang ambigu. Pada konsep yang pertama,
30
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h. 134. 31
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, h. 567. 32
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis, dalam Perspektif, Teori dan Metode, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2015), h. 52.
29
ideologi memiliki pengertian yang netral, yaitu sebagai sistem pemikiran,
sistem keyakinan, dan sistem simbol yang berhubungan dengan tindakan
social dan praktik politik.33
Selain itu, konsepsi perspektif kritikal yang
memandang ideologi secara mendasar merupakan proses pembenaran
relasi kuasa yang tidak simetris atau digunakan untuk melegitimasi praktik
penguasaan.34
Sementara dalam konsep yang kedua, ideologi merupakan
sebuah proses kesadaran yang dipaksakan dari satu kelompok ke
kelompok lain atau dari satu orang ke seorang atau sekelompok lain
sehingga menciptakan suatu dominasi.35
Menurut Raymond William dalam Fiske, ia mengemukakan tiga
defiinisi utama yang biasa digunakan, yaitu ideologi sebagai sistem
kepercayaan dari suatu kelompok atau kelas, ideologi sebagai suatu sistem
keyakinan ilusioner atau kesadaran palsu yang bisa dikontraskan dengan
pengetahuan sejati atau ilmiah, dan ideologi sebagai proses produksi
makna dan gagasan.36
Ideologi sebagai sistem kepercayaan dari suatu kelompok atau
kelas, berarti beberapa sikap mengenai suatu objek yang satu sama lain
terkait dan menjadi suatu kepercayaan bersama. Jadi, terbentuknya
ideologi ditentukan oleh kelompok atau masyarakat dan bukan hal yang
spesifik ditentukan individu tertentu.37
33
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis, dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 52. 34
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis, dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 52. 35
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis, dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 52. 36
John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 228. 37
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 53.
30
Ideologi sebagai suatu sistem keyakinan ilusioner atau kesadaran
palsu yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau ilmiah,
artinya ideologi diciptakan oleh kellas yang berkuasa untuk
melanggengkan dominasinya terhadap kelompok kerja atau kelompok
subordinat lainnya. Dengan cara mengendalikan berbagai alat utama bagi
para pekerja yang tampak seperti alami dan seperti tampak suatu yang
benar.38
Ideologi sebagai proses produksi makna dan gagasan, digunakan
untuk menggambarkan proses produksi makna. Seperti pemikiran Roland
Barthes, ideologi diartikan sebagai penanda yang memiliki makna
konotatifyang disebut retorika ideologi yang menjadi sumber pemaknaan
tataran kedua. Tataran pertama, ialah tahap pembentukan makna
denotative yang tahapannya melalui interaksi antara penanda dan petanda.
Sedangkan tataran kedua merupakan tahapan pembentukan makna
konotasi dan mitos. Oleh karena itu, nilai konotatif dan mitos merupakan
ideologi yang kegunaannya bisa diwujudkan.39
b. Perkembangan Pemikiran Tentang Ideologi
1. Plato (428-348 SM)
Plato berpandangan bahwa dunia ide yang ada di dalam jiwa,
terpisah dari dunia fisik atau badan. Menurutnya, kebenaran sejati ada
pada dunia ide. Kebaikan yang ada di dunia fisik merupakan tiruan dari
dunia ide yang bersifat abadi dan kekal.
38
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 53. 39
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 53.
31
Jika ingin mengetahui suatu kebenaran, dilakukan proses
mengingat kembali pengetahuan mengenai kebenaran yang sudah ada
dalam jiwa. Maka dari itu, Plato memandang ideologi sebagai
kebenaran sejati.40
2. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles berpendapat bahwa hubungan dunia ide dan fisik tidak
dapat terpisah, jiwa dan tubuh tidak dalam kondisi yang terpisahkan,
keduanya menyatu sebagai sebuah substansi yang mewakili badan dan
jiwa. Ia menyebut ide merupakan representasi mental yang ada di dalam
benak manusia dan dibentuk dari kenyataan melalui pancaindera.
Menurut Aristoteles, pengetahuan diperoleh dari alam semesta
melalui proses indrawi yang kemudian diolah menjadi ide. Kualitas
kebenaran yang menjadi sebuah ide ditentukan melalui proses indrawi
yang disebut sebagai proses logika. Jika pengetahuan yang diperoleh
berasal dari proses logika yang salah, maka akan menghasilkan ide
yang salah pula. Oleh karena itu, Aristoteles memandang ideologi
sebagai hasil dari poses pengolahan informasi yang ditangkap oleh
indra manusia.41
3. Destutt de Tracy (1754-1836)
Destutt de Tracy merumuskan ideologi sebagai ilmu pengetahuan
tentang ide-ide yang memberikan perhatian pada analisis sistematik
tentang ide dan penginderaan atau sensasi. Menurutnya, kita hanya bisa
40
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 54. 41
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 55.
32
mengetahui sesuatu dalam diri sendiri dari ide yang terbentuk melalui
penginderaan. Tetapi, untuk melakukan analisis yang sistematik tentang
keterkaitan ide dengan penginderaan, perlu didukung oleh dasar yang
kuat dari semua ilmu pengetahuan, sehingga kesimpulan yang diambil
memiliki bukti-bukti empiris.42
4. Napoleon Bonaparte (1796-1821)
Pada masa kekuasaannya, Napoleon menganggap konsep ideologi
yang dikemukakan de Tracy dalam pengertian negatif, yaitu sebagai
sebutan yang ditujukan kepada kelompok yang mengembangkan
rasionalitas dan melawan kekuasaannya. Menurutnya, konsep ideologi
pada masa itu merupakan pemikiran spekulatif yang membahayakan
kekuasaan dan tidak mendukung politik Napoleon.43
5. Karl Marx (1818-1883)
Marx meletakkan ideologi sebagai pemikiran kritikal dan menjadi
komponen integral dalam teoretis. Paham yang dianut Marx dikenal
dengan materialism, yang beranggapan bahwa ide-ide yang berkembang
ditentukan secara mekanis oleh lingkungan material.
Bersama Engels, Marx mengikuti Napoleon dalam memandang
“ideologi” dengan tujuan politik, yakni dengan tujuan melawan
kelompok kritis yang membahayakan kepentingan politiknya.
Dalam tulisannya, Engels dan Marx mengaitkan ide dan
persebarannya dengan produksi yang melibatkan relasi antarkelas. Ide
42
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 54. 43
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 54.
33
dominan dimiliki oleh kelas yang berkuasa yang memiliki kekuatan
mengendalikan material yang ada dalam masyarakat. Maka dari itu,
kelas yang berkuasa memiliki kekuatan material sekaligus kekuatan
intelektual sebagai pusat pengendalian ide pada masyarakat.44
Kuatnya
pengaruh pemikiran Karl Marx membuat konsep ideologi terbagi
menjadi tiga kategori pemikir, yakni pemikir non-Marxis, Marxis, dan
neo-Marxis.
2. Ideologi Media
Ideologi media adalah ideologi yang dimiliki oleh media sebagai
sebuah institusi atau yang menjadi landasan hidup bagi media. Namun, ada
tiga kategori pemikir konsep ideologi yang juga memiliki pandangan masing-
masing tentang ideologi media.45
Pemikir non-Marxis memandang ideologi sebagai sistem kepercayaan
bagi setiap individu atau kelompok. Pandangan mereka tentang ideologi
media dapat dilihat teori normatif tentang media. Teori ini memaparkan pola
kekuasaan yang mengendalikan media. Kekuasaan media dihubungkan
dengan struktur kekuasaan negaranya. Sebagai mana yang dikemukakan
Siebert dkk., bahwa sistem pers di suatu negara akan menyesuaikan sistem
politik di mana media itu berada.46
Selain melalui teori normatif tentang media, ideologi media pada non-
Marxis juga dapat dilihat dari pandangan ekonomi politik liberalis.
Pandangan ini menganggap bahwa faktor ekonomi secara murni tidak terkait
44
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 56. 45
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 82 46
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 82.
34
dengan faktor politik dan kekuasaan. Mereka melihat permasalahan dan
perkembangan media hanya berdasarkan faktor supply dan demand. Artinya,
media dikendalikan hukum pasar. Oleh karena itu, ideologi yang dianut
media adalah ideologi liberalisme atau ideologi pasar.47
Golding mengungkapkan, dalam pandangan teori-teori Marxis, yaitu
ekonomi politik kritikal yang mengkaji kaitan antara relasi sosial dengan
permainan kekuasaan, terfokus melihat bagaimana makna yang diungkapkan
media dipengaruhi oleh struktur asimetris dari relasi sosial. Dalam perspektif
ini, ideologi media dibedakan berdasarkan varian ekonomi kritikal, yaitu
instrumentalis dan strukturalisme.48
Dalam pandangan instrumentalis, kajian
media terfokus pada cara-cara kapitalisme menggunakan kekuatan ekonomi
untuk menjamin arus informasi sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan
dalam pandangan strukturalisme, media dikuasai oleh struktur yang berlaku,
yaitu struktur dominan. Artinya, yang berkuasa bukanlah individu, melainkan
aturan-aturan atau sistem, berupa sistem negara, kelompok, atau golongan49
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese membahas ideologi pada
media massa dalam model “Hierarchy of Influence”. Dalam model ini,
Shoemaker dan Reese memaparkan lima lapisan yang mempengaruhi isi
media, yaitu tingkat individual, tingkat rutinitas media, tingkat organisasi,
tingkat ekstramedia, dan tingkat ideologi.50
Ideologi pada media massa
merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh.
47
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 83. 48
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 83. 49
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 83-84. 50
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, h. 85.
35
Di sini, ideologi diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan
kekuatan kohesif yang mempersatukan pada masyarakat.51
Menurut mereka, ideologi media berasal dari ideologi pemilik media
tersebut. Ideologi yang dibangun oleh pemilik media memiliki tujuan untuk
memproduksi dan melegitimasi dominasi pemilik. Media membuat kesadaran
kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted.52
Media mentransmisi ideologi dengan cara memberi gambaran tentang tema
tertentu pada budaya yang dekat dan sedang bergema di khalayak. Tentunya,
tema-tema tersebut sudah melalui proses seleksi dan kemudain
dikonstruksikan ke dalam struktur yang koheren.53
Dalam tingkat ideologi tersebut, Shoemaker dan Reese kemudian
mencoba memprediksi kapan media dan elit politik akan mengintervensi
melawan kerutinan norma jurnalistik dan profesionalisme. Mereka berasumsi
bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan.
Kekuasaan akan menciptakan hilangnya netralitas, sehingga tidak hanya
berita tentang kelas yang berkuasa, tetapi juga struktur berita agar kejadian-
kejadian diinterpretasikan dari perspektif penguasa dan kepentingan
penguasa.54
Menurut Yasraf Amir Piliang, ada dua kepentingan utama dalam
perkembangan media mutakhir, yaitu kepentingan ekonomi dan kepentingan
51
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, Dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2001) h. 138. 52
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: PT. LKiS
Printing Cemerlang, 2001,) h. 13. 53
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 13. 54
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 13.
36
kekuasaan. Kedua kepentingan inilah yang kemudian membentuk isi media
berupa informasi yang disajikan dan makna yang ditawarkannya.55
Kuatnya
kedua kepentingan ini menjadikan media tidak dapat bersikap netral, jujur,
adil, obyektif, dan terbuka.56
Menurut Pawito, pada dasarnya, ideologi media adalah gagasan pokok
yang diusung media melalui penyampaian pesan kepada khalayak. Media
menampakkan ideologinya dalam bentuk sistem lambang yang
mendefinisikan tentang realitas serta menjadi pemantik bagi khalayak untuk
ikut berpikir, bersikap, dan memberikan respon terhadap realitas yang ada.57
3. Keberpihakan Media
Keberpihakan media dalam menyebarkan berita merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Menurut Berkowitz, keberpihakan yang paling mendasar
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung (favourable) ataupun
perasaan tidak mendukung (unfavourable). Lebih spesifik lagi adalah sikap
berpihak sebagai derajat afeksi positif atau negatif terhadap objek psikologis.
Dalam kegiatan jurnalistik, keberpihakan media akan tampak pada
kecenderungan afeksi positif, netral, dan negatif. Keberpihakan positif berarti
media memilih sikap mendukung (favourable). Sedangkan sikap negatif
mencerminkan sikap tidak mendukung (unfavourable).58
55
Mahpudin, Ideologi Media Massa dan Pengembangan Civil Society, (Academica, 2009)
Vol. 1 No.2 h. 191 56
Mahpudin, Ideologi Media Massa dan Pengembangan Civil Society, h. 191 57
Pawito, Meneliti Ideologi Media: Catatan Singkat (Jurnal Komunikasi Profetik Vol.7,
No. 1, April 2014), h. 6 58
Rahayu, Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar Di Indonesia, (Jakarta:
Dewan Pers, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer , 2006), h. 134.
37
Berdasarkan gagasan jurnalisme profesional dalam pemberitaan
konflik, media dituntut berada dalam situasi netral antara pihak-pihak yang
terlibat konflik. Maka dari itu, dalam menjalankan peran idealnya, terutama
jurnalis, dalam memberitakan konflik harus menjalankan tugas sesuai dengan
pedoman profesional. Burns mengungkapkan, hal tersebut dilakukan untuk
menjaga sikap objektif, berimbang, akurat, dan benar, sehingga tetap dalam
posisi independen.59
Noam Chomsky dan Edward S. Herman yang memiliki asumsi dasar
bahwa media massa berfungsi untuk memobilisasi dukungan kepada
kepentingan khusus kelas yang mendominasi negara dan swasta,
membongkar politik keberpihakan media secara lengkap melalui buku
mereka, “Manufacturing Consent: The Political Economy of The Mass
Media”. Buku ini kemudian seolah menjadi buku pedoman dalam
membongkar masalah yang ada di dalam media massa.
Pada buku tersebut, Chomsky dan Herman menyebutkan filter-filter
yang menjelaskan alasan media menjadi alat utama propaganda kepentingan
elit. Filter-filter tersebut yaitu, (1) kepemilikan, (2) iklan, (3) sumber
informasi media, (4) flak, dan (5) anti-komunisme.60
1. Kepemilikan
Maksudnya bahwa ukuran, konsentrasi kepemilikan, kekayaan pemilik,
dan orientasi keuntungan dari perusahaan media massa yang dominan
59
Rahayu, Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar Di Indonesia, h. 132. 60
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, (New York: Pantheon Books, 2002), h. 2.
38
berpengaruh pada sikap keberpihakan media.61
Menurutnya, pada filter ini
perusahaan media yang dominan merupakan bisnis yang sangat besar.
Perusahaan ini dikendalikan oleh orang-orang yang sangat kaya atau manajer
yang patuh pada batasan tajam yang diberikan para pemilik dan kekuatan-
kekuatan pasar lainnya. Mereka saling bertautan dan memiliki kepentingan
bersama dengan perusahaan besar lainnya, bank, dan pemerintah.62
2. Iklan
Dalam hal ini, Herman dan Chomsky memandang iklan sebagai sumber
pemasukan sebuah media massa.63
Bisnis utama media adalah menjual
konsumennya kepada para pemasang iklan. Tanpa dukungan pemasang iklan,
roda perekonomian media bisa terhenti.
Berkenaan dengan ideologi, Herman dan Chomsky berpendapat bahwa
banyak perusahaan yang akan selalu menolak menjalankan bisnis dengan
musuh ideologis mereka dan yang mereka anggap berbahaya bagi
kepentingannya. Maka dari itu, pemasang iklan hampir tidak pernah
mensponsori program-program yang berisi kritik serius terhadap aktivitas
korporat karena hal tersebut dapat mengganggu serta mempengaruhi selera
pembeli.64
61
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 14. 62
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 14. 63
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 2. 64
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 18.
39
3. Sumber Informasi Media
Perolehan informasi sebuah media bergantung pada pemerintah, bisnis,
dan “para ahli” yang didanai dan disetujui oleh sumber-sumber primer serta
kalangan bisnis. Menurut Herman dan Chomsky, pemerintah dan sumber-
sumber korporat juga sangat layak mendapat pengakuan dan kepercayaan
mengingat status dan gengsi yang mereka miliki. Apalagi, mereka memiliki
banyak uang untuk menghasilkan arus berita yang dapat digunakan oleh
media.65
Pertimbangan ekonomi memaksa media untuk memfokuskan sumber
daya mereka di tempat yang sering muncul berita-berita penting, di tempat
yang berlimpah rumor dan bocoran-bocoran informasi, dan di tempat di mana
konferensi sering diadakan.66
Herman dan Chomsky menambahkan,
korporasi bisnis dan kelompok-kelompok dagang juga merupakan pemasok
cerita-cerita yang dianggap berharga. Hal tersebut dapat memberikan
sejumlah materi untuk memenuhi permintaan organisasi berita terhadap arus
berita yang terjadwal dan terpercaya.67
4. Flak
Herman dan Chomsky mengartikan “flak” sebagai respon negatif
terhadap pernyataan media atau program.68
Respon negatif tersebut biasa kita
65
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 19. 66
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 18. 67
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 19. 68
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 26.
40
kenal dengan “kritik”. Keduanya sepakat, kritik yang berasal dari kaum kaya
dan berkuasa dapat digunakan sebagai alat untuk mendisiplinkan media.69
Kritik bisa berasal dari organisasi atau individu secara bebas. Produsen
kritik dapat meningkatkan kekuatan produsen kritik lainnya dan dapat
memperkuat otoritas politik di dalam aktivitas manajemen berita.70
Pemerintah merupakan produsen utama kritik yang terus menerus menyerang,
mengancam, dan mengoreksi media, mencoba mengatasi segala
penyimpangan terhadap kebijakan pemerintahan.71
Kritik yang dilakukan secara besar-besaran dapat menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan dapat merugikan media. Namun menurut Herman
dan Chomsky, walaupun kritik terus menerus datang kepada media, media
tetap akan memperlakukan mereka dengan baik.72
5. Anti-komunisme
Komunisme, dan seluruh bentuk sosialisme dianggap sebagai iblis oleh
korporat dan kaum kaya, karena gagasan mengenai kepemilikan kolektif
terhadap aset produksi yang memberikan kekuatan yang lebih besar kepada
kaum pekerja, atau memungkinkan rakyat biasa memiliki suara lebih besar
69
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 2. 70
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h.28. 71
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h.28. 72
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 28.
41
dalam keputusan kebijakan publik, merupakan ancaman terhadap kedudukan
kelas dan status superior kaum elit.73
Komunisme telah menjadi musuh bersama sejak tahun 50-an, saat
keberadaan Rusia, China, dan Kuba kian menonjol. Ideologi dan musuh
bersama tersebut menyatukan media serta pandangan publik, sehingga opini
publik dapat disetir sesuai dengan ideologi yang ada di negara tersebut, yang
kemudian menempatkan posisi aman secara nasional.
Maka dari itu, anti-komunisme menjadi senjata yang sangat ampuh,
karena dapat digunakan untuk mendiskreditkan apapun yang mendukung
kebijakan yang dirasa merugikan kepentingan korporat. Ideologi ini juga
membantu memecah belah kaum kiri dan gerakan pekerja, membenarkan
dukungan untuk rezim sayap kanan pro-AS di luar negeri sebagai “iblis
yang lebih baik”.74
Dalam media, anti-komunisme dapat dimaksudkan kepada sikap
pemilik modal atau pemilik media dalam mempengaruhi kebijakan
medianya. Pemilik modal dapat menggunakan kekuasaannya tersebut tanpa
memperhatikan suara sumbang yang datang dari para pekerja di medianya.
73
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 29. 74
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, h. 29.
42
BAB III
GAMBARAN UMUM MEDIA
A. Sejarah Majalah Rolling Stone
1. Sejarah Majalah Rolling Stone di Amerika1
Rolling Stone merupakan majalah yang berbasis di Amerika Serikat.
Berbeda dengan band “The Rolling Stones”, majalah ini tidak menggunakan
“the” pada awalan nama mereka dan tidak menggunakan huruf “s” pada kata
“stone”. Majalah ini pertama kali digagas oleh Jann S. Wenner dan Ralph J.
Gleason pada tahun 1967. Keduanya bertemu untuk yang pertama kali dalam
sebuah konser tribute untuk Dr. Strange di Longshoreman’s Hall, San Francisco
pada tahun 1965. Pertemuan ini menjadi cikal bakal majalah Rolling Stone yang
kemudian terbit untuk pertama kalinya pada tanggal 9 November 1967 dengan
John Lennon sebagai “cover story”.
Pada edisi pertama, Wenner menjelaskan bahwa nama majalah ini merujuk
pada lagu blues pada tahun 1950 berjudul “Rollin’ Stone” dari Muddy Waters,
terinspirasi dari nama band rock and roll “The Rolling Stones”, dan dari lagu
Bob Dylan berjudul “Like a Rolling Stone”. Atas saran Gleason, Wenner
menamakan majalahnya karena lagu Bob Dylan tersebut.
1 https://www.rollingstone.com/
43
2. Sejarah Majalah Rolling Stone Di Indonesia2
Rolling Stone merupakan majalah yang digagas Jann S. Wenner dan Ralph
J. Gleason yang terbit sejak tahun 1967 di San Francisco, Amerika Serikat dan
memfokuskan peliputannya pada musik, politik dan kebudayaan populer.
Majalah ini sangat terkenal di dunia dan menjadi simbol kebudayaan populer
yang sangat bergengsi.
Rolling Stone edisi Indonesia pertama kali terbit pada bulan Mei 2005
dibawah penerbit PT. JHP Media. Sampul pertama bergambar artis legendaris
reggae dunia Bob Marley. Indonesia adalah negara pertama yang menerbitkan
majalah Rolling Stone di benua Asia dan mendapat lisensi langsung dari Wenner
Media LLC, New York, Amerika Serikat.
Selain memuat artikel atau berita yang berasal dari edisi Rolling Stone
USA, majalah Rolling Stone Indonesia juga semakin memperbesar porsi
peliputannya bagi perkembangan musik, film, politik serta kebudayaan populer
di Indonesia.
Pada tahun 2006 penerbit Rolling Stone Indonesia beralih dari PT. JHP
Media menjadi PT. a&e Media dengan Presiden Direktur Andy F. Noya
(sebelumnya dikenal sebagai Pemimpin Redaksi Metro TV, Media Indonesia
serta host talk show “Kick Andy”). Sementara sejak pertengahan 2007,
Managing Editor Rolling Stone Indonesia dipegang oleh Adib Hidayat.
Pada bulan Oktober 2009 majalah Rolling Stone Indonesia untuk pertama
kalinya menerbitkan buku berjudul Rolling Stone Music Biz (Manual Cerdas
2 Dokumen resmi majalah Rolling Stone Indonesia
44
Menguasai Bisnis Musik) yang merupakan antologi artikel editor Wendi
Putranto tiap bulannya dari kolom Music Biz yang ada di majalah tersebut.
Rolling Stone Indonesia tiap bulannya hingga Desember 2009 telah
menerbitkan majalah sebanyak 56 edisi dengan 3 edisi di antaranya adalah edisi
istimewa: “150 Album Terbaik di Indonesia”, “Immortals: 25 Artis Legendaris
Indonesia Sepanjang Masa” dan “150 Lagu Terbaik Indonesia Sepanjang Masa”.
Sejak Oktober 2009, Rolling Stone Indonesia juga meluncurkan website
terbaru mereka www.rollingstone.co.id (Rolling Stone Online) yang akan lebih
memfokuskan pada berita-berita aktual, tercepat dan terpercaya seputar dunia
musik, hiburan, politik dan kebudayaan populer pada umumnya selama 24 jam
sehari dan 365 hari dalam setahun. Posisi Digital Managing Editor dipegang
oleh Wendi Putranto.
B. Visi dan Misi
Tidak berbeda dengan Rolling Stone Amerika, majalah RSI memiliki visi
ingin memperkaya pengetahuan masyarakat tentang budaya pop yang baik
menurut majalah RSI. Untuk mewujudkan visi tersebut, majalah RSI berusaha
memberikan asupan gizi musik pada awalnya, kemudian berkembang ke wilayah
budaya pop yang lain seperti film, olahraga, dan segala macam budaya-budaya
pop yang menurut mereka baik.
C. Pemberitaan Majalah Rolling Stone Indonesia
Majalah yang diterbitkan bulanan ini berisi berita-berita bersifat features
yang dikemas dengan gaya in-depth reporting. Hal ini membuat majalah RSI
memiliki berita features yang lebih panjang dan mendalam. Majalah RSI mencoba
45
mengungkapkan sisi lain yang lebih panjang dari sudut pandang kami untuk
bahasan-bahasan musik, film, politik dengan sudut pandang gaya Rolling Stone.
Majalah RSI memiliki ragam rubrik yang bervariasi. Tidak hanya melulu
tentang musik, majalah RSI juga membahas film, mode busana, dan isu-isu
nasional. Rubrik tersebut antara lain:
a. Editor’s Note
b. Editor’s Playlist
c. Rock&Roll (News, Concert, Movie)
d. Soundwave
e. Q&A
f. Random Notes
g. Musician Reviews
h. Vine
i. Close Up
j. Crossover
k. Music Matters
l. Fashion (Fashion Guide, Fashion Culture)
m. Reviews Music
n. Reviews Live
o. Spotlight
p. The Shop
q. Concert Guide
r. Charts
46
s. National Affairs/Pilpres 2014
D. Alur Kerja Majalah Rolling Stone Indonesia
a. Ragam Berita
Sumber:
1. Breaking news events (konser, wawancara, dsb.)
Berita yang diperoleh dari acara konser atau jumpa pers yang bersifat
aktual
2. Press release
Berita yang diperoleh dari jumpa pers yang diadakan secara secara
eksklusif
3. Online Media: Facebook, Twitter, YouTube, dsb.
Berita yang diperoleh dari akun-akun media online artis.
4. Publicist artis, PR agent
Berita yang diperoleh dari publisis atau humas dari pihak artis
5. Komunitas
Berita yang diperoleh dari komunitas-komunitas di bidang musik maupun
kultur pop lainnya
6. Blog
Berita yang diperoleh dari blog yang ditulis oleh figur publik tentang
musik ataupun kultur pop lainnya
7. Orang dalam: Manajer artis, personal assistant, dsb.
Berita yang diperoleh dari orang-orang yang berada di dalam lingkaran
artis
47
b. Pengembangan Berita
Sumber:
1. Wawancara narasumber
Berita yang dikembangkan dengan cara wawancara langsung dengan
narasumber terkait
2. Peliputan
Berita yang dikembangkan dengan melakukan liputan langsung ke
lapangan
3. Riset data
Berita yang dikembangkan melalui proses riset terhadap tema yang
akan diangkat
4. Referensial
Berita yang dikembangkan dengan mencari referensi-referensi
terpercaya
c. Produksi
Pada tahap produksi dalam setiap edisinya, majalah Rolling Stone
Indonesia memiliki tiga tahap. Tahap pertama yang dijalankan adalah
pengetikan naskah, tahap kedua adalah pendesainan ilustrasi, dan tahap ketiga
adalah pemilihan foto.
d. Editing
1. Pengeditan naskah, EYD, tata bahasa, dsb.
Proses penyuntingan naskah agar sesuai dengan EYD dan tata
bahasa yang berlaku.
48
2. Fact-checking
Pengecekan fakta-fakta berita kepada sumber berita. Biasanya
dengan cara menghubungi narasumber melalui telepon atau meminta bukti
rekaman wawancara kepada jurnalis yang mewawancarai narasumber
tersebut.
3. Copy Editing
Penyalinan hasil penyuntingan ke dalam layout yang sudah dibuat
sebelumnya
e. Publish
1. Penerbitan berita
Pada proses penerbitan berita, majalah Rolling Stone Indonesia
mengedarkan dan menyebarkan edisinya kepada pembaca.
2. Revisi/Ralat/Updating
Pada proses ini, majalah Rolling Stone Indonesia melakukan peng-
koreksian terhadap berita-berita jika terdapat kesalahan atau kekurangan
dalam berita yang telah disebarkan.
49
E. Susunan Redaksi
Posisi Nama
Chairman Eddie J. Soebari
President Director R. Monika Soebari
Editor In Chief Adib Hidayat
Managing Director Ricky Siahaan
Editor
Hasief Ardiansyah, Wendi Putranto, Wening
Gitomartoyo, Reno Nismara
Fashion Director Ayu Utami
Art Director A. Mufrodi
Graphic Designer Stephen Manuel Mondal
Photographer Bayu Aditya
Tabel 1. Susunan Redaksi majalah Rolling Stone Indonesia
50
BAB VI
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
Pada pembahasan ini, peneliti menganalisis temuan yang ada pada majalah
Rolling Stone Indonesia (RSI) edisi ke-111, bulan Juli 2014. Pada edisi yang
mengangkat tema politik ini, majalah RSI terkesan berat sebelah. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak berimbangnya porsi tulisan terhadap kedua pihak. Tulisan
tentang Joko Widodo memiliki porsi yang lebih banyak ketimbang Prabowo
Subiyanto. Tidak hanya porsi tulisan, porsi foto yang ditampilkan pun lebih
banyak foto dari acara kampanye Joko Widodo. Inilah yang membuat majalah
RSI terkesan menjadi media kampanye untuk kubu Joko Widodo dalam pemilihan
presiden 2014 lalu.
Selain melalui majalah, Rolling Stone Cafe yang berlokasi di kawasan yang
sama dengan kantor majalah Rolling Stone Indonesia, pernah dipakai untuk
konser bertajuk “Rock The Vote”. Konser ini menampilkan musisi papan atas
pendukung Joko Widodo. Konser yang memiliki jargon “Melawan Lupa” ini
bermaksud untuk memberikan edukasi kepada pemilih-pemilih pemula untuk
tidak memilih calon presiden yang memiliki rekam jejak sebagai pelanggar Hak
Asasi Manusia. Di mana calon presiden yang dimaksud adalah Prabowo
Subiyanto yang dianggap sebagai pelaku kejahatan HAM terhadap penculikan
aktivis pada tahun 1998.
Melihat hal tersebut, peneliti mencoba menganalisis temuan ini. Peneliti
mengaitkan masalah ini dengan teori lima filter politik ekonomi media oleh Noam
51
Chomsky dan Edward S. Herman. Kelima filter tersebut merupakan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi sikap suatu media dalam mempertahankan
kelangsungan media tersebut.
A. Temuan Data
1. Hubungan Media dan Politik pada Majalah Rolling Stone
Indonesia
Dewasa ini, media dijadikan penentu arah politik di Indonesia. Bagaimana
pun, media mampu menggiring sikap politik dan mempengaruhi opini
masyarakat. karena ini karena media massa kerap disebut sebagai pilar keempat
dalam suatu pemerintahan (the fourth estate) setelah lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Hal ini tidak lepas dari realitas bahwa media massa memiliki
pengaruh yang cukup besar di dalam kehidupan politik di Indonesia.
Media massa juga memiliki peran penting dalam kehidupan politik di
negara demokrasi lainnya. Melihat pentingnya posisi dan peran media massa,
keber-adaannya sering dijadikan ukuran demokratis atau tidaknya suatu negara.
Jika dalam suatu negara, media massa mampu menjadi instrumen bagi adanya
kebebasan ber-ekspresi dan berpendapat, maka hal ini mengindikasikan bahwa
negara tersebut memiliki corak demokrasi. Sebaliknya, ketika media massa di
suatu negara tidak bisa menjadi instrumen bagi kebebasan berekspresi dan
berpendapat, atau bahkan berada di bawah kendali penguasa, maka hal ini
mengindikasikan bahwa negara tersebut tidak demokratis. Maka dari itu, dapat
disimpulkan bahwa keberadaan media massapada dasarnya tidak lepas dari corak
sistem politik yang melingkupinya. Sistem politik demokratis memungkinkan
52
media massa menjadi lebih bebas. Sebaliknya, sistem politik otoriter cenderung
menjadikan media massa terkendali.
Pada pemilihan presiden 2014 lalu, majalah RSI menerbitkan edisi khusus
bertema politik. Bagi masyarakat awam, majalah RSI yang mengangkat tema
politik merupakan hal yang berbeda, karena biasanya majalah RSI hanya
membahas tentang musik, film, dan budaya pop lainnya. Namun menurut Reno
Nismara, hal ini bukanlah hal yang di luar kebiasaan Rolling Stone.
“RSI kan franchise dari Amerika. Jadi sebelum kita penerbitan
edisi pertama, kita pelajari dulu seperti apa identitas dan
karakteristik majalah Rolling Stone di Amerika. Dan bidang politik
merupakan karakter yang utama di majalah Rolling Stone. Mungkin
harusnya lebih mengutamakan film. Karena edisi pertama mereka,
mereka membahas tentang perang Vietnam. Karena mereka
menginginkan Rolling Stone menjadi sebebas „Zine‟, tapi juga
memberitakan seserius koran mainstream. Jadi RSI ada di tengah-
tengah. Berbicara musik, juga berbicara politik. Perang Vietnam
merupakan salah satu yang ditentang dari awal oleh Rolling Stone
Amerika. Dan RSI mengambil sifat politik dari Rolling Stone
Amerika.Kita implementasikan di sini. Lagipula, dunia politik dan
musik tidak jauh. Banyak musisi yang berbicara politik, seperti Iwan
Fals. Kita juga pernah mewawancarai Anies Baswedan dan Ahok
(Basuki Tjahaya Purnama). Bahkan tahun lalu RSI memberikan
penghargaan kepada Ahok pada edisi ulang tahun dalam Editor‟s
Choice Award.Karena memang RSI peduli dengan hal seperti itu
(politik).”1
Reno mengatakan, majalah RSI memang merupakan majalah yang mem-
fokuskan diri kepada dunia musik. Tidak hanya musik, tetapi juga film, olahraga,
dan budaya pop lainnya. Bukan berarti majalah RSI tidak peka terhadap dunia
1 Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
53
politik. Reno menambahkan, rubrik “National Affairs” adalah bukti bahwa
majalah RSI juga peka terhadap dunia politik dan isu-isu nasional lainnya.2
”Memang terlihat jarang menjadi cover. Tapi setiap edisi RSI
selalu ada rubrik “National Affairs” yang membahas isu-isu
nasional, termasuk politik. RSI pernah mengangkat isu Papua dan
Rembang. Walaupun kami menggunakan kontributor dalam
penulisannya. Ini yang membuat RSI terkesan ”musik banget” dan
“pop culture banget” dari luar. Baru kali ini tema politik dijadikan
„cover story‟.”3
”
Majalah RSI memiliki alasan mengapa mengangkat topik ini untuk edisi
bulan Juli 2014 lalu. Reno mengatakan bahwa majalah RSI mengangkat politik
sebagai topik utama adalah karena mereka melihat situasi politik Indonesia saat
itu merupakan fenomena yang dibicarakan masyarakat.
“awalnya memang ramai-ramai,lagi rapat redaksi, kita
bingung mau ngangkat apa untuk edisi berikutnya. Kebetulan pada
tahun 2014 itu lumayan sering mengangkat cover Indonesia. Karena
sudah mulai ada pergeseran untuk lebih berani mengangkat cover
Indonesia. Saat itu kami menganalisa pada rapat awal tahun, orang
Indonesia menginginkan cover Indonesia. Makanya, kita mencari
konten Indonesia lebih banyak. Untuk edisi ini, pas ramai-ramainya
Pemilu. Tidak bisa dipungkiri.Jadi, semuanya pun sepakat. Kalau
untuk siapa yang mencetuskan pertama kali, saya lupa pastinya.
Intinya, semuanya sepakat bahwa kita harus mengangkat tema ini.
Karena ini semacam fenomena. Pemilu kali ini terlihat benar-benar
diikuti, benar-benar terpecah menjadi dua kubu, benar-benar ketat,
dan keduanya mumpuni, dan benar-benar satu negara membicarakan
ini.”4
Berdasarkan alasan “fenomena” tersebut, majalah RSI pun ikut mengupas
isu nasional tersebut dalam edisi mereka. Pemilihan topik ini pun tanpa intervensi
2Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017 3Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017 4Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
54
dari pemilik yang memang tidak memiliki kecenderungan terhadap pihak politik
tertentu.
Ketika peneliti menanyakan perihal acara konser “Rock The Vote” yang
diadakan oleh Rolling Stone Cafe, Reno dan Adib memberikan pernyataan yang
berbeda. Menurut Reno, acara tersebut bukan merupakan dukungan dari majalah
RSI terhadap Joko Widodo. Menurut sepengetahuannya, acara itu
diselenggarakan oleh pihak Rock The Vote yang menyewa Rolling Stone Cafe,
meskipun pemilik Rolling Stone Cafe dan majalah RSI adalah orang yang sama.
Reno menambahkan, menurutnya pihak Prabowo Subianto memiliki metode
kampanye yang berbeda, sehingga tidak ada rencana kampanye di tempat itu,
walaupun Prabowo Subianto juga didukung oleh musisi-musisi ternama.
Adib memberikan pernyataan yang berbeda.Adib menilai, bahwa acara
tersebut merupakan hal yang patut didukung.
“…Walaupun tempat ini (Rolling Stone Cafe) pernah dipakai
juga untuk acara (Rock The Vote), tapi ini lebih kepada bentuk
dukungan dari sebuah gerakan yang baik dari masyarakat, yaitu
untuk membela kepentingan orang banyak. Jadi itu yang kami dukung
waktu itu.”5
2. Agenda Media Majalah Rolling Stone Indonesia
Pemilihan Umum Presiden 2014 menjadi pemilu yang cukup
menarik.Pasalnya, hampir seluruh lapisan masyarakat memperbincangkan topik
ini. Perdebatan menjadi hal yang biasa pada masyarakat dalam perbincangan
terhadap topik ini. Mereka membela pilihannya dan mencibir calon yang lainnya.
5Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
55
Tingginya intensitas dibicarakannya topik ini tentu karena gencarnya media
dalam membahas pemilu dalam pemberitaan mereka. Sebagaimana fungsi media
sebagai pembentuk opini publik, media akan menyuguhkan berita yang dianggap
penting dan perlu untuk dibicarakan oleh masyarakat. Media yang secara terus-
menerus memberitakan berita tersebut membuat masyarakat merasa perlu untuk
mengetahui seputar berita yang diberitakan. Memberitakan hal yang penting
menurut media dan perlu diketahui oleh masyarakat merupakan inti dari agenda
media.
Majalah Rolling Stone Indonesia (RSI) juga menganggap bahwa Pemilu
2014 merupakan hal yang penting untuk dibahas. Hal ini membuat majalah RSI
menerbitkan edisi politik pada bulan Juli 2014 bertajuk “Musisi
Terbelah”.Melalui wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, ia mengatakan
bahwa majalah RSI melihat masyarakat seakan terbelah karena pilihan politik.6
Senada dengan Adib, Reno Nismara menceritakan bahwa diangkatnya topik
politik pada edisi ini bukan tanpa alasan. Didasari dengan mulai memperbanyak
mengangkat cover Indonesia di tahun 2014, majalah RSI juga menyadari bahwa
Pemilu merupakan hal yang sedang ramai dibicarakan oleh masyarakat.7 Dengan
sikap majalah RSI yang ikut mengangkat topik ini dalam edisinya, menambahkan
kadar betapa pentingnya Pemilu 2014 bagi masyarakat.
Menurut Reese dalam Morrisan, agenda media merupakan hasil tekanan
yang berasal dari dalam dan dari luar media itu sendiri. Dalam hal ini, agenda
6Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, Pemimpin Redaksi majalah Rolling Stone
Indonesia, di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017 7Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
56
media terbentuk berdasarkan kombinasi sejumlah faktor yang memberikan
tekanan kepada media. Tekanan dari dalam yang dimaksud dapat berupa
penentuan program internal, keputusan redaksi dan manajemen. Sedangkan
tekanan dari dalam antara lain berupa pengaruh individu tertentu, pengaruh
pemerintah, dan pemasangan iklan dan sponsor.8
Dalam edisi ini, agenda media majalah RSI dihasilkan dari tekanan yang
diterima datang dari dalam berupa keputusan redaksi. Dalam wawancara dengan
Reno, ia mengatakan bahwa keputusan ini diambil melalui rapat redaksi.
Menurut-nya, tidak ada tekanan dari luar dalam penentuan agenda majalah RSI.
Baik itu dari pemerintah, maupun dari pihak pengiklan serta sponsor. Ia
menambahkan, majalah RSI mengangkat topik ini karena mereka ingin
menangkap isu yang sedang menjadi fenomena pada masyarakat.
Tamburaka, dalam bukunya memberikan dua asumsi yang mendasari
agenda media sebuah media. Yang pertama, pers maupun media tidak
merefleksikan realitas sebenarnya. Mereka menyaring dan membentuk realitas
itu. Yang kedua, konsentrasi media terhadap beberapa isu dan subjek tertentu
yang menjadikan isu tersebut jauh lebih penting daripada isu lainnya.9 Dalam hal
ini, hanya asumsi kedua yang mendasari asumsi agenda media di majalah RSI.
Pada edisi ini, majalah RSI terkonsentrasi pada isu pemilu. Mereka
mengang-gap bahwa isu pemilu merupakan isu yang penting pada saat itu. Dalam
8Morrisan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa, (Jakarta: Prenada Media Group,
2013), h. 499. 9 Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2012), h. 23.
57
wawancara peneliti dengan Adib, ia menceritakan alasan majalah RSI
mengangkat isu pemilu untuk edisi ini.
”Kami melihat bahwa masyarakat seperti terbelah dua, dan
kami ingin memberikan opsi kepada mereka dengan cara
mengumpulkan pemikiran, ide, dan masukan dari musisi-musisi
pendukung kedua pasangan calon. Karena kami majalah musik, kami
ingin menyuarakan aspirasi yang ada dari musisi pendukung Jokowi
maupun Prabowo. Maka dari itu, di situ ada adu gagasan, kemudian
kami kembalikan kepada pembaca, bahwa musisi yang diidolakan
masyarakat mendukung kubu yang mana. Jadi kami ingin
memberikan alternatif pilihan kepada pembaca, kami persilahkan
pembaca memilih sesuai hati nurani setelah membaca.”10
Dalam pernyataan di atas, majalah RSI menjalankan salah satu fungsi
media massa, yaitu sebagai pembentuk opini publik. Majalah RSI mengangkat isu
pemilu ini agar masyarakat dapat menilai para kandidat berdasarkan penilaian
musisi-musisi ternama tanah air yang mendukung kedua kandidat tersebut. Hal
ini tentu akan berpengaruh kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya.
Ada yang akan lebih mantap dengan pilihannya, namun tidak menutup
kemungkinan ada yang berpindah pilihannya karena tulisan dari musisi-musisi
tersebut.
Penyusunan agenda terjadi karena media harus selektif dalam melaporkan
berita.saluran berita sebagai penjaga gerbang informasi membuat pilihan tentang
apa yang harus dilaporkan dan bagaimana cara melaporkannya.11
Hal ini
membuat para redaktur media dituntut untuk memiliki ketajaman dalam
mengangkat isu yang perlu dibicarakan oleh masyarakat. Dalam majalah RSI
10
Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, PemimpinRedaksi majalah Rolling Stone
Indonesia, di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017
11
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teosi Komunikasi, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), h. 416
58
pada edisi ini, mereka menganggap bahwa isu pemilu perlu dilaporkan kepada
masyarakat dengan cara mereka, yakni dengan memunculkan penilaian musisi-
musisi tanah air terhadap kandidat yang mereka dukung.
3. Pembingkaian Berita Majalah Rolling Stone Indonesia dalam
Pilpres 2014
Pembingkaian berita (framing) dilakukan oleh media karena beberapa
alasan, di antarnya, adanya tuntutan teknis terhadap keterbatasan kolom atau
halaman pada media cetak.12
Dewasa ini, framing dilakukan untuk
mengkonstruksi khalayak terhadap berita yang disampaikan. Hal ini dilakukan
dengan cara menggarisbawahi atau menonjolkan perspektif penulis berita
terhadap inti pemberitaan agar pembaca terpengaruh ideologi penulisnya.
Framing juga merupakan indikasi adanya pengaruh kognisi penulis dalam
pembentukan skema tentang sesuatu dan bagaimana pengaruh tersebut dapat
dimaknai, sehingga bermanfaat bagi penulis maupun pembacanya.Penulis berita
menggunakan framing yang berisikan perspektif untuk mengkonstruksi fakta atau
fenomena sebagai dasar penonjolan gagasan inti dalam penulisannya.13
Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu
tertentu dan menyebarkan isu yang lainnya dengan menonjolkan aspek dan isu
dengan berbagai strategi wacana. Strategi tersebut antara lain, a) penempatan
informasi yang mencolok, b) pemakaian label tertentu ketika menggambarkan
12
Tommy Suprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita Media,
(Jakarta: Pustaka Kaiswaran, 2010), h. 70 13
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2012), h. 118.
59
sese-orang atau peristiwa yang diberitakan, dan c) asosiasi terhadap simbol
budaya, generalisasi, simplikasi, dan sebagainya.14
Penerapan strategi framing pada majalah RSI pada edisi Juli 2014 yang
berkaitan dengan Pemilu 2014 adalah sebagai berikut:
Pada edisi ini, majalah RSI menampakkan wajah kedua kandidat presiden
pada sampul (cover story) yang ditunjukkan Gambar 1 (lihat lampiran) dengan
judul besar bertuliskan “PRABOWO VS JOKOWI”. Hal ini menunjukkan topik
utama yang akan di-bahas pada edisi ini, yaitu tentang pemilu 2014, khususnya
tentang kedua kandidat.
Dilanjutkan dengan judul kecil bertuliskan “MUSISI DI ANTARA
CAPRES PILIHAN MEREKA”, dan diikuti oleh pencantuman nama-nama
musisi ternama di tanah air, yakni Ahmad Dhani, Slank, Rhoma Irama, /RIF, Kla
Project, Radja, Trio Lestari, Pasha, Anang, Giring, Makki, dan Erwin Gutawa.
Judul kecil ini memberikan informasi tentang musisi-musisi tersebut yang telah
menentukan pilihannya.
Strategi penempatan informasi yang mencolok yang terdapat pada sampul
majalah RSI edisi ini menunjukkan tentang topik yang akan dibahas. Melalui
sampul ini, majalah RSI menyampaikan kepada pembaca tentang pemilu 2014
untuk dibahas. Majalah RSI memberikan informasi kepada pembacanya bahwa
mereka ingin membahas kedua kandidat melalui musisi-musisi tanah air yang
mendukung masing-masing kandidat.
14
Tommy Soeprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita
Media,(Yogyakarta: MMTC, 2007),h. 71.
60
Sedangkan pada judul kecil, majalah RSI memberikan informasi kepada
pembaca tentang adanya musisi tanah air yang memeberikan dukungannya
terhadap kandidat-kandidat tersebut.
Gambar 2 merupakan halaman bertajuk “Editor’s Note”.Halaman ini
berisikan tulisan pimpinan redaksi tentang topik utama yang menjadi perhatian
majalah RSI. Tulisan berjudul “Sikap Politik Musisi Indonesia” ini berisikan
pengantar terhadap topik utama ini, khususnya tentang terbelahnya kalangan
musisi menjadi dua kubu. Penulis memaparkan beberapa contoh musisi mana saja
yang mendukung Prabowo Subiyanto, musisi mana saja yang mendukung Joko
Widodo, serta musisi mana saja yang bersikap netral atau tidak ingin
menunjukkan dukungannya.
Seperti yang tertulis dalam rubrik tersebut, salah satu musisi yang secara
vocal memberikan dukungannya terhadap Prabowo Subiyanto adalah Ahmad
Dhani. Dalam sambutannya pada Deklarasi Gerakan Muda (Gema) Indonesia, ia
mengungkapkan salah satu alasan memilih Prabowo, yakni karena Indonesia
membutuhkan pemimpin yang tegas.
Di kubu yang berlawanan, penulis menyebutkan beberapa musisi yang
mendukung Joko Widodo.
“Sementara Slank sebagai salah satu musisi yang paling awal
menyatakan dukungan kepada Jokowi dan Jusuf Kalla bersama
hampir 40 musisi seperti KLa Project, Krisdayanti, Ian Antono, Joe
Saint Loco, Ello, Kikan, Roy Jeconiah, JFlow, Kartika Jahja, Widy
Vierratale, Yacko, Oppie Andaresta, Jalu, dan banyak lagi
mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi dan Jusuf Kalla dengan
gerakan Revolusi Harmoni”
61
Di samping itu, penulis juga mencantumkan musisi-musisi yang tidak
menunjukkan dukungannya terhadap kedua kandidat tersebut. Di antaranya
adalah band Superman Is Dead. Dalam tulisannya, penulis mencantumkan
kutipan deklarasi band tersebut dari akun media sosial Twitter dan Facebook.
Klarifikasi ini berisi sikap band Superman Is Dead yang tidak mendukung kedua
kandidat tersebut.
Selain band Superman Is Dead, penulis juga mencantumkan musisi lainnya
yang tidak menunjukkan dukungan terhadap kedua kandidat, yakni Iwan Fals.
Seperti band Superman Is Dead, penulis pun mencantumkan kutipan dari akun
media sosial Facebook manajemen Iwan fals. Kutipan tersebut adalah klarifikasi
manajemen Iwan Fals terhadap kunjungan Jokowi ke rumah Iwan Fals yang
kemudian menjadi perhatian masyarakat, bahwa Iwan Fals mendukung Jokowi.
Manajemen Iwan Fals membantah tentang dukungan Iwan Fals terhadap Jokowi.
Pada rubrik ini, terlihat adanya informasi yang mencolok. Majalah RSI
mencantumkan foto kunjungan Jokowi ke rumah Iwan Fals. Hal ini dapat
menarik perhatian pembaca dan membentuk persepsi pembaca bahwa dukungan
Iwan Fals terhadap Jokowi memang benar adanya.
Selain itu, informasi yang mencolok juga terlihat dalam rubrik ini. Pada
rubrik ini, penulis mencantumkan lebih banyak nama musisi yang mendukung
Jokowi dibandingkan nama-nama musisi yang mendukung Prabowo. Hal ini
dapat membuat pembaca mempertanyakan independensi majalah RSI. Pembaca
akan mempertanyakan alasan terhadap kurangnya nama-nama musisi yang
dicantumkan dalam rubrik ini.
62
Gambar 3 hingga gambar 7 adalah rubrik “Random Notes”. Rubrik ini
merupakan galeri foto yang dihimpun jurnalis majalah RSI tentang berbagai
kegiatan musisi. Pada edisi ini, terlihat pada gambar 3 dan gambar 4 merupakan
kumpulan foto musisi-musisi dari acara Soundrenaline 2014 yang diadakan di
Surabaya. Pada gambar 5 dan gambar 6, majalah RSI menampilkan foto-foto
musisi dalam berbagai kegiatan secara acak.
Pada gambar 6 terdapat hal yang mencolok dalam salah satu foto, yakni
foto Marzuki Mohamad atau yang dikenal dengan nama Kill The DJ. Pada foto
tersebut, Kill The DJ bersama warga berpose dengan gestur mengacungkan dua
jari, di mana pada masa itu, gestur tersebut sangat erat kaitannya dengan Jokowi
yang memiliki nomor urut dua pada plipres 2014. Hal ini didukung dengan
caption foto yang dituliskan oleh majalah RSI. Caption tersebut bertuliskan
“KILL THE IGNORANCE: Marzuki dari Jogja Hip Hop Foundation
menunjukkan dukungannya”.
Pada gambar 7, majalah RSI menampilkan foto-foto musisi dari gelaran
deklarasi pendukung Jokowi yang bertajuk “Revolusi Mental”. Hal ini me-
rupakan hal yang mencolok karena majalah RSI secara khusus menampil-kan
foto-foto ini dalam satu halaman.Untuk kumpulan foto ini, majalah RSI
menuliskan deskripsi tentang acara pada foto tersebut
“Revolusi Mental: Tanggal 11 Juni 2014, Slank menggelar
deklarasi „Revolusi Mental‟ dalam menunjukkan dukungannya
terhadap pasangan Jokowi-JK. Di hajatan ini, Slank mengundang
berbagai musisi dan tokoh yang memiliki visi sama dengan mereka.
Hasilnya, berbagai musisi hadir, juga ribuan penonton yang
memenuhi Parkir Timur Senayan.”
63
Pada halaman tersebut, majalah RSI menampilkan foto-foto musisi dan
figur publik yang mengenakan baju kemeja bermotif kotak-kotak yang pada saat
itu menjadi simbol budaya terhadap dukungan kepada Jokowi. Selain melalui
baju, gestur pengacungan dua jari yang mereka tunjukkan juga menjadi simbol
dukungan terhadap Jokowi. Melihat hal ini, tidak heran jika terjadi generalisasi
terhadap dua simbol ini pada masyarakat. Masyarakat yang menggunakan baju
bermotif kotak-kotak atau berfoto dengan pose mengacungkan dua jarinya akan
dianggap sebagai pendukung Jokowi.
Gambar 9 hingga gambar 29 merupakan isi dari berita utama majalah RSI
pada edisi ini. Berita utama ini terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama yang
ditunjukkan pada gambar 9 hingga gambar 16, bagian kedua pada gambar 17
hingga gambar 18, dan bagian ketiga pada gambar 19 hingga gambar 30.
Pada bagian pertama, yakni untuk gambar 9 hingga gambar 16 berisikan
opini yang ditulis oleh dua kontributornon-musisi bernama Al-Zastrouw Ng., dan
Usman Hamid, dan seorang musisi, Makki Omar Parikesit dari band Ungu.Dalam
tulisannya, mereka memaparkan opini mereka tentang Pilpres 2014. Dalam
tulisan yang berjudul “Musisi dalam Panggung Politik”, Al-Zastrouw membahas
musisi-musisi yang terkait dengan politik. Ia menceritakan pentingnya peran
seniman musik pada zaman pergerakan hingga era reformasi.
Menurutnya, karya seniman musik pada zaman pergerakan digunakan
untuk menggelorakan semangat pengabdian dan pengorbanan masyarakat dalam
berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan negara ini. Ia
menceritakan bagaimana Ismail Marzuki, Kusbini, C. Simanjuntak, dan Haji
64
Muthohar mengobarkan semangat perjuangan bangsa. Lewat karya-karyanya,
mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa penting dalam merebut dan
mempertahankan negara.
Pada era revolusi, seniman musik pada zaman itu menelurkan karya-karya
tentang kecintaan kepada tanah air. Namun pada saat terjadi konflik sosial, musisi
mulai terbelah ke dalam berbagai faksi, seperti Manikebu untuk PSI, Lekra untuk
PKI, dan Lesbumi untuk NU. Masing-masing faksi tersebut turut membuat karya
dalam menggelorakan semangat juang para pendukungnya.
Pada era orde baru, musisi mengambil peran sebagai media sosialisasi
program pembangunan oleh pemerintah.Peran seniman pada masa ini bisa
dibilang efektif sebagai media propaganda dalam menyukseskan program
pembangunan pada saat itu. Al-Zastrouw menyebutkan, bahkan pemerintah
memiliki lagu tema untuk beberapa program yang digunakan sebagai sarana
sosialisasi. Sebut saja program KB, Transmigrasi, Modernisasi Desa,
pengembangan lumbung desa, dan sebagainya.
Namun di sisi lain, musisi menempatkan musik sebagai sarana yang efektif
dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah yang dinilai tidak bisa
memerikan keadilan kepada masyarakat. Musisi-musisi yang kerap meng-
ungkapkan kritiknya terhadap kondisi tersebut antara lain Iwan Fals, Gombloh,
Rhoma Irama, Sirkus Barock, God Bless, Kantata Takwa, dan yang lainnya.
Perubahan peran musisi kembali mengalami perubahan pada era reformasi.
Pada masa ini, menurut Al-Zastrouw, peran seni musik mengalami pe-
nurunan.Hal ini dikarenakan munculnya beragam media sosialisasi yang
65
membuat berkurangnya peran musisi dalam sosialisasi. Pada era ini, musisi
memiliki peran sebagai penggerak mobilisasi massa dan sosialisasi bagi politisi
pada momen seperti pilkada, pileg, hingga Pilpres.
Selanjutnya, Al-Zastrouw membahas nasib musisi di tengah dunia politik.
Ia membandingkan perbedaan yang signifikan antara musisi pada masa lalu dan
masa sekarang. Menurutnya, musisi masa lalu mendapatkan tempat yang sejajar
dengan profesi lainnya dalam mengemukakan aspirasi dan pandangan politik
mereka. Berbeda dengan yang ada di masa sekarang, musisi terkesan hanya
dianggap sebagai pemain bayaran oleh politisi dalam melakukan mobilisasi
massa, kemudian dilupakan setelah hajatan politik selesai.
Menurut Al-Zastrouw, para politisi tidak seharusnya menyikapi musisi
seperti itu. Menurutnya, seharusnya politisi juga memperhatikan musisi sebagai
bagian dari komponen bangsa yang berperan penting dalam proses pembentukan
bangsa. Maka dari itu, menjadi penting bagi politisi untuk melihat musisi lebih
dari sekadar pemain bayaran.
Al-Zastrouw mengungkapkan kurangnya perhatian politisi terhadap para
musisi. Hal ini ditunjukkan dari tidak jelasnya visi para politisi terhadap seni
musik. Sebagai contoh, Al-Zastrouw mengungkapkan bahwa politisi terlihat
kurang memberikan perlindungan secara hukum terhadap karya-karya para
musisi terhadap pembajakan serta kurangnya dukungan dalam membuka ruang
untuk acara-acara pertunjukan musik.
Selanjutnya, Al-Zastrouw mengungkapkan harapannya terhadap musisi di
dalam dunia politik. Ia mengungkapkan, melihat pentingnya peran seni musik
66
dalam upaya mempertahankan martabat bangsa, maka sudah saatnya para
seniman musik terjun ke dunia politik. Hal ini dikarenakan adanya fakta yang
menunjukkan berbagai persoalan terkait nasib para musisi yang tidak bisa
dititipkan kepada para politisi dan pemerintah.
Berbeda dengan Al-Zastrouw yang bersikap netral dalam tulisannya,
Usman Hamid dalam tulisan opininya, dengan lantang menunjukkan
dukungannya terhadap Jokowi. Pada tulisan yang berjudul “Pilpres 2014, Agama,
dan HAM”, iamembicarakan isu yang kian marak di tengah masyarakat. Dalam
tulisan tersebut, Usman memaparkan kaitan isu Pilpres 2014 dengan masalah
agama dan HAM yang menimpa kedua kandidat.Prabowo dikaitkan dengan
masalah HAM, sedangkan Jokowi dengan masalah agama.
Pada tulisan ini, Usman mengawali bahasannya dengan memberikan
alasannya memilih Jokowi. Ia pun menggambarkan sosok Jokowi di matanya
serta penilaiannya terhadap kampanye hitam yang menimpa Jokowi. Selain itu,
Usman juga mamaparkan data survey yang menunjukkan turunnya elektabilitas
Jokowi karena kampanye hitam tersebut.
Tidak hanya membahas kampanye hitam yang menimpa Jokowi, Usman
juga membahas kampanye hitam yang menimpa Prabowo, yakni masalah Hak
Asasi Manusia (HAM).Ia mengungkapkan masalah HAM yang dikaitkan dengan
Probowo adalah tentang penculikan yang terjadi pada Peristiwa ’98 yang
menimpa aktivis pada saat itu. Namun menurutnya, isu ini bukan merupakan
isapan jempol belaka. Ia memaparkan tentang adanya data-data yang mendukung
tentang pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo. Data yang dimaksud
67
antara lain adalah kebocoran dokumen Keputusan Dewan Kehormatan Perwira
(DKP) ABRI No:KEP/03.VIII/1998/DKP tentang pemberhentian Prabowo secara
Resmi, yang kemudian kebocoran tersebut dikonfirmasi kebenarannya oleh
Wiranto selaku mantan Panglima ABRI, dan Fachrul Raiz selaku Wakil Panglima
ABRI. Namun hal tersebut dibantah oleh Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen
(Purn) Kivlan Zein.Menurutnya, kebocoran itu dilakukan oleh rival militer
Prabowo.
Ia juga menceritakan tentang pengakuan-pengakuan terkait korban
penculikan tersebut. Ia memaparkan bahwa menurut Kivlan, korban penculikan
telah dibebaskan, namun ada tim lain yang mengambil kembali orang-orang itu.
Kivlan juga menceritakan kepada Usman tentang bagaimana nyawa korban
penculikan tersebut dihabisi.
Selain itu, Usman juga menceritakan temuan dari penelusuran yang
dilakukan Tim KontraS terhadap penghabisan nyawa korban tersebut. Melalui
penelusuran tersebut, tim menemukan kebenaran tentang informasi itu, yang
kemudian disampaikan kepada Presiden SBY dan disaksikan oleh Ketua Komnas
HAM, Ifdhal Kasim, serta staf khusus Presiden bidang hukum dan HAM, Denny
Indrayana.
Usman menyayangkan belum selesainya kasus HAM tersebut membuat
masyarakat kurang sadar terhadap isu HAM. Hal ini ia sampaikan berdasarkan
hasil survey LSI yang menemukan bahwa kurang dari sepertiga pemilih
mengetahui tentang isu HAM. Kemudian ia juga memaparkan hasil survey dari
lembaga survey lainnya. Menurut peneliti LSI, Adjie Alfaraby menjelaskan
68
bahwa pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab terkait keterlibatan Prabowo
dalam pelanggaran HAM dan penculikan aktivis 1998 akan menentukan tingkat
elektabilitas Prabowo.
Dalam pembahasan tentang Jokowi, Usman juga membahas tentang
bagaimana Jokowi juga ditimpa kempanye hitam. Ia menilai, kampanye yang
paling hitam adalah propaganda yang disebarkan oleh “tabloid” Obor Rakyat. Di
antara edisi-edisinya, mereka menerbitkan edisi dengan halaman depan yang
bernada SARA berjudul “PDIP Partai Salib (3)”, dan “Pria Berdarah Tionghoa
itu, Kini Jadi Capres”. Usman menilai bahwa hal ini merupakan tuduhan Obor
Rakyat terhadap Jokowi yang dinilai sebagai anti-Islam.
Usman menggambarkan betapa masifnya gerakan ini. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan Usman terhadap pengakuan pengurus Pondok Pesantren Al
Falah, KH. Imam Haramin kepada Kompas. KH. Imam Haramin mengakui
bahwa pondok pesantrennya sering mendapat kiriman tabloid tersebut secara
cuma-cuma.
Usman menambahkan pembelaan-pembelaannya terhadap Jokowi.dalam
pembahasannya tentang pemahaman demokrasi oleh kedua kandidat. Pada bagian
ini, Usman menuliskan pendapat Prabowo tentang demokrasi. Menurut Prabowo,
dalam tulisan Usman, demokrasi merupakan alat menuju cita-cita Indonesia yang
kuat dan sejahtera. Prabowo menambahkan, bahwa Indonesia menginginkan
demokrasi yang produktif, bukan destruktif.
Selanjutnya, Usman juga menuliskan pendapat Jokowi tentang demokrasi.
Menurut Jokowi, dalam tulisan Usman, demokrasi adalah mendengar suara
69
rakyat, kemudian melaksanakannya. Jokowi menyebut, dialog merupakan cara
dalam menghadapi masalah bersama Jusuf Kalla. Jokowi menilai JK telah banyak
menyelesaikan konflik dengan cara musyawarah untuk memanfaatkan seluruh
rakyat. Sebagai contoh, Jokowi menyebutkan penggunaan pendekatan
musyawarah yang kerap dilakukan JK dalam menyelesaikan Poso dan Maluku,
serta konflik bersenjata di Aceh.
Dalam tulisan ini, Usman melalui majalah RSI memberikan informasi yang
mencolok tentang dukungannya terhadap Jokowi. Pada tulisan ini, Usman
cenderung menyampaikan kritik tajam terhadap Prabowo. Tulisan Usman tentang
Prabowo cenderung bersifat tajam. Berbeda dengan tulisan tentang Jokowi,
Usman cenderung lebih halus. Hal ini karena memang Usman telah menunjukkan
sikap dukungannya terhadap Jokowi.
“Saya ingin Jokowi jadi penanda alih generasi dari kultur
politik organisme ke reformasi yang sejati”
Penulis opini terakhir pada bagian pertama ini, Makki Omar Parikesit dari
band Ungu menulis tentang siapa yang pantas untuk memangku jabatan sebagai
Presiden Republik Indonesia. Ia mengungkapkan kejenuhannya terha-dap para
penguasa pendahulu. Dalam tulisannya ini, ia memberikan gambaran pemimpin
yang dibutuhkan oleh Indonesia. Menurutnya, dalam memimpin bangsa yang
majemuk seperti Indonesia tidak cukup hanya berbekal pengalaman dalam
memangku jabatan atau posisi, serta keterlibatan organisasi maupun latar
belakang pendidikan yang baik. Tidak hanya bersandar pada kemampuan dan
penguasaan teori-teori, dan tren-tren good governance maupun ilmu politik dan
kemasyarakatan yang mutakhir. Makki mengungkapkan, pemimpin bangsa ini
70
juga memerlukan pemahaman dan pengalaman yang mendalam tentang dinamika
psikologi bangsa untuk mema-hami dan merancang pergerakan ke depan.
Selanjutnya, Makki menggambarkan masing-masing kandidat.Makki
melihat pada Pilpres kali ini diisi oleh dua calon dengan latar belakang dan gaya
berbeda. Ia menyebutkan, Prabowo merupakan seorang pensiunan jendral dengan
gagasan ekonomi kerakyatan dan paham nasionalisnya. Sedang Jokowi adalah
seorang mantan pengusaha dengan platform revolusi mental.
Makki menyebutkan, ada pihak yang menilai bahwa Indonesia belum
waktunya untuk dipimpin oleh pihak sipil, tapi masih memerlukan pemimpin
dengan latar belakang militer, karena organisasi militer merupakan salah satu
organisasi dengan sistem dan jenjang pengkaderan yang jelas dan tegas. Mereka
terdidik dalam ilmu kepemimpinan dan kebangsaan, sehingga dinilai paling siap
untuk memimpin. Di sisi lain, ia mempertanyakan kesempatan pemimpin
Indonesia dari kalangan yang berlatar sipil.
Pada tulisan ini, Makki cenderung netral dalam menyikapi kedua kandidat.
Hal ini terlihat dari tidak adanya pujian terhadap salah satu kandidat. Pada kedua
gambar ini, majalah RSI menampilkan informasi yang mencolok berupa foto
Makki dan foto Prabowo ketika masih menjadi anggota aktif ABRI.Hal ini dapat
memberikan kesan kepada pembaca bahwa dalam Pilpres 2014, Makki
memberikan dukungannya kepada Prabowo.
Bagian kedua pada rubrik ini terletak pada gambar 17 dan gambar 18.
Kedua gambar ini menampilkan para musisi yang mendukung Prabowo. Pada
bagian yang diberi judul “Mereka mendukung Prabowo-Hatta Rajasa” ini berisi
71
tulisan kutipan pendapat para musisi dan figur publiktanah air yang mendukung
Prabowo. Musisi tersebut antara lain Ahmad Dhani, Anang Hermansyah, Rhoma
Irama, Rachel Maryam, Pasha (Ungu), Dwiki Dharmawan, Andika Mahesa (eks-
Kangen Band), Ian Kasela (Radja), dan Jaja Miharja.
Pada bagian ini, pernyataan dukungan para musisi dan figur publik terhadap
Prabowo disampaikan RSI dalam bentuk kutipan yang bersumber dari portal
berita di media online. Majalah RSI mengutip pernyataan dukungan Ahmad
Dhani terhadap Prabowo dari tempo.co, Anang Hermansyah, Rachel Maryam,
dan Ian Kasela dari detik.com, Rhoma Irama dan Jaja Miharja dari kompas.com,
Pasha dari indopos.co.id, serta Dwiki Dharmawan dan Andika Mahesa dari
inilah.com.
Dalam dua halaman tersebut, majalah RSI menonjolkan foto-foto para
musisi yang mendukung Prabowo. Pada gambar 17, terdapat foto Ahmad Dhani.
Pada gambar 18, terdapat foto Pasha (Ungu) dan foto Prabowo yang
berdampingan dengan para personil band Radja. Foto-foto ini menunjukkan
bahwa musisi-musisi tersebut berada di kubu Prabowo.
Bagian ketiga pada rubrik ini terdapat pada gambar 19 hingga 30 berisi
tulisan opini tentang dukungan musisi dan figur publik yang berada di kubu
Jokowi. Pada bagian pertama, pada gambar 19 hingga gambar 22, figur publik
pertama yang menuliskan opininya tentang dukungan terhadap Jokowi adalah
Pandji Pragiwaksono. Dalam tulisannya ini, ia membuka pemaparannya dengan
menggambarkan sosok Jokowi di matanya. Menurutnya, Jokowi merupakan
sosok yang baik untuk menjalankan pemerintahan.
72
Dalam tulisannya yang berjudul “Jokowi adalah Kita, Kami, dan Anda” ini,
Pandji memaparkan alasan-alasan mengapa ia kemudian mendukung Jokowi.
Padahal sebelumnya, ia berada di belakang Anies Baswedan dalam Konvensi
Demokrat. Pandji menceritakan bagaimana perjalanannya keliling Indonesia dan
bertemu dengan masyarakat dari berbagai kalangan. Menurutnya, sifat-sifat
Jokowi memiliki kemiripan dengan masyarakat Indonesia yang ia temui. Pandji
mengungkapkan hal tersebut karena Jokowi pernah merasakan penggusuran
rumah sebanyak tiga kali ketika Jokowi masih kecil, pernah mencari penghasilan
tambahan untuk uang jajannya dengan mengojek payung, dan pada usia 12 tahun,
Jokowi sudah mulai belajar untuk meneruskan usaha sebagai tukang kayu yang
dijalankan ayahnya. Menurutnya, Jokowi merupakan sosok yang dibutuhkan
untuk memimpin Indonesia karena karena sosoknya yang dinilai memiliki
kedekatan dengan masyarakat.
Di bagian kedua, pada gambar 23 dan gambar 24, giliran Marzuki
Mohamad alias Kill The DJ yang menuliskan opini tentang dukungannya
terhadap Jokowi. Tulisan Marzuki Mohamad ini diberi judul “Jangan Memilih
Jokowi Karena Kill The DJ”.
Marzuki membuka tulisannya dengan membandingkan kebebasan yang ada
pada era orde baru dan era reformasi. Ia menceritakan bagaimana kebebasan
berekspresi dan menyampaikan pendapat dikekang oleh pemerintah pada masa
orde baru. Ia mengkritisi sikap pelabelan “pemberontak” oleh pemerintah
terhadap masyarakat yang mengkritik negara atau pejabat. Marzuki tidak
menyetujui gaya otoriter pada masa itu. Ia pun menyinggung keterkaitan Prabowo
73
dalam penculikan aktivis yang memperjuangkan demokrasi. Melihat peristiwa
tersebut, Marzuki mengaku tidak ingin berasumsi, namun ia hanya ingin kasus
tersebut diungkapkan kebenarannya.
Selanjutnya, ia memaparkan bagaimana nyamannya masyarakat Indonesia
saat ini dalam menyampaikan pendapat, termasuk kritik terhadap pemerintah.
Marzuki mengingatkan bahwa kenyamanan yang ada pada saat ini merupakan
hasil perjuangan dengan darah dan nyawa yang dilakukan para aktivis mahasiswa
dalam Peristiwa ’98.
Sebagai bentuk dukungannya kepada Jokowi, Marzuki memberikan
alasannya kepada pembaca dan penggemarnya. Menurutnya, Jokowi merupakan
pencerahan. Ia melihat cara Jokowi yang mengajak rakyat pendukungnya untuk
menyumbang dana kampanye yang penggunaannya kemudian dilaporkan secara
terbuka. Menurutnya, cara ini bertujuan untuk mengajak masyarakat agar turut
berpartisipasi dalam pesta demokrasi itu.
Marzuki menuliskan harapannya agar masyarakat dapat memilih kandidat
secara cerdas. Bukan karena berdasarkan citra, agama, partai, uang, dan lain-lain.
Selain itu, ia juga berpesan agar penggemarnya tidak ikut-ikutan mendukung
Jokowi hanya karena dirinya mendukung Jokowi. Ia menyarankan agar memilih
Jokowi karena memang penggemarnya memiliki prinsip yang kuat dan tanpa rasa
takut dalam membela kebenaran.
Pada gambar 25 sampai gambar 27, opini berisi dukungan terhadap Jokowi
ditulis oleh Anies Baswedan.Tulisan Anies diberi judul “Mencari Pengurus,
Bukan Penguras Republik”.
74
Pada tulisannya, Anies mengawalinya dengan menuliskan pengantar
tentang Pilpres 2014.Dalam pengantar ini, Anies menjabarkan sosok yang pantas
untuk memimpin Indonesia. Anies juga menuliskan harapannya terhadap
pembaruan pemimpin bagi Indonesia. Menurutnya, Indonesia memerlukan
pemimpin uang tegas, terutama dalam memerangi korupsi yang ada di Indonesia.
Memerangi dengan cara yang dalam koridor hukum, bukan melampaui hukum.
Selain itu, menurut Anies, Indonesia juga membutuhkan pemimpin yang
berorientasi pada pembangunan kualitas manusia dalam memenangkan kompetisi
persaingan global.Hal ini dapat dilakukan melalui pemberantasan korupsi,
pemerintahan yang bersih, serta pendidikan yang baik.
Anies menilai, sosok Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) masuk ke dalam kriteria
pemimpin yang baik. Anies melihat kedua sosok ini memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan masalah dengan langkah yang strategis. Menurutnya, Jokowi dan
JK merupakan sosok yang baik yang perlu untuk didukung untuk memimpin
Indonesia. Ia menganggap bahwa rakyat Indonesia menginginkan pemimpin yang
penuh dengan karya, bukan janji.
Selanjutnya, Anies membahas bagaimana Jokowi mendapatkan banyak
dukungan dari kalangan muda. Hal ini, menurut Anies, dikarenakan sosok Jokowi
dan JK mewakili sosok pemimpin yang menggerakkan. Sosok impian ini
membuat kalangan pemuda ikut tergerak untuk mendukung Jokowi dan JK, tidak
terkecuali kalangan musisi. Karya-karya para musisi pendukung Jokowi dan JK
turut memberikan warna baru dan kesadaran bahwa kampanye politik bisa
75
dilakukan dengan santun, kreatif, dan menyenangkan tanpa memfitnah kubu
lawan.
Pada gambar 27, majalah RSI menampilkan foto para musisi yang sedang
tampil di atas panggung. Dalam foto tersebut, terlihat beberapa musisi
mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak yang merupakan simbol dukungan
terhadap Jokowi.majalah RSI memberikan informasi yang mencolok dengan
menampilkan sosok musisi ternama tanah air yang mendukung Jokowi.
Gambar 28 sampai gambar 30 merupakan bagian terakhir tentang dukungan
terhadap Jokowi. Bagian ini merupakan laporan salah satu editor majalah RSI,
Reno Nismara, yang menghadiri acara konser musik bertajuk “Revolusi Harmoni
untuk Revolusi Mental” yang diadakan oleh para pendukung Jokowi. Laporan
yang ditulis oleh Reno ini berjudul “Harmonisasi Untuk Jokowi”, berisi ulasan
tentang konser tersebut dan wawancaranya dengan beberapa musisi yang hadir
pada acara tersebut dalam memberikan dukungannya terhadap Jokowi.
Pada laporan ini, Reno membukanya dengan menceritakan pemilihan
presiden yang berlangsung di Amerika Serikat pada tahun 2008, yang pada saat
itu, Barack Obama mendapatkan banyak dukungan dari musisi Amerika Serikat.
Reno menyebutkan nama-nama musisi yang turut mendukung Obama utnuk
menjadi presiden Amerika Serikat. Nama-nama tersebut di antaranya adalah
Arcade Fire, Beastie Boys, Bob Dylan, Bruce Springsteen, Flea, Jay-Z, Kim
Gordon, Patti Smith, Pharrell Williams, Pearl Jam, R.E.M, dan Stevie Wonder.
Selain musisi, tidak sedikit actor yang juga turut mendukung Obama, di antaranya
76
adalah Al Pacino, Ben Affleck, George Clooney, Morgan Freeman, Robert de
Niro, Sean Perin, dan Zooey Deschanel.
Reno melihat adanya kemiripan yang terjadi pada Pilpres 2014 di
Indonesia. Menurutnya, dukungan dari nama-nama tenar dapat menguntungkan
bagi siapapun. Ucapan yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi tindakan
yang akan diambil oleh khalayak ramai, termasuk dalam hal memilih calon
presiden.
Selanjutnya, Reno menyebutkan beberapa nama musisi yang hadir pada
acara “Revolusi Harmoni untuk Revolusi Mental”. Di antaranya adalah Slank,
Glenn Fredly, Giring Ganesha (Nidji), Ello, Erwin Gutawa, Lilo Romulo dan Adi
Adrian (KLa Project), dan Roy Jeconiah yang hadir dengan mengenakan pakaian
bermotif kotak-kotak. Ia menceritakan, bahwa tidak sulit untuk menemukan
musisi-musisi dalam acara itu.
Laporan wawancara Reno diawali dengan wawancaranya dengan Ian
Antono. Kemudian Roy Jeconiah, Oppie Andaresta, Erwin Gutawa, Marzuki
Mohammad alias Kill The DJ, Ho Katarsis, Kaka (Slank), Kartika Jahja, Marcello
Tahitoe (Ello), dan terakhir adalah Giring Ganesha. Dalam wawancara ini, Reno
menuliskan alasan mereka mendukung Jokowi dan JK.
Pada gambar 28, majalah RSI menampilkan foto berisi para pengisi acara
konser tersebut. Mereka terlihat berkumpul di atas panggung. Tidak hanya
musisi, tetapi juga figur publik lainnya. Beberapa dari mereka terlihat
mengenakan pakaian bermotif kotak-kotak yang menjadi simbol yang melekat
dengan dukungan terhadap Jokowi. Sedangkan pada gambar 29 dan gambar 30,
77
majalah RSI menampilkan foto-foto para musisi dan aktor, di antaranya adalah
Marcello Tahitoe (Ello), Erwin Gutawa, Giring Ganesha (Nidji), Ho Kartasis, Ian
Antono, Oppie Andaresta, Marzuki Mohamad (Kill The DJ), Lilo (KLa Project),
dan Kaka (Slank).
4. Ideologi Majalah RSI Terhadap Pemberitaan Pilpres 2014
Pendapat tentang ideologi media dapat dilihat dalam teori normatif
tentang media yang dikemukakan oleh para pemikir non-Marxis. Dalam
teori ini dikatakan bahwa yang mengendalikan media adalah pola
kekuasaan. Kekuasaan terhadap media dihubungkan dengan struktur
kekuasaan negara di mana media tersebut berada.15
Selain itu, ideologi
media juga dapat dilihat dari pandangan ekonomi politik liberalis yang
menganggap bahwa faktor ekonomi tidak terkait dengan faktor politik dan
kekuasaan. Mereka melihat bahwa permasalahan dan perkembangan media
hanya berdasarkan faktor supply dan demand, yang berarti bahwa media
dikendalikan oleh hukum pasar.16
Golding mengungkapkan bahwa ideologi media dibedakan
berdasarkan varian ekonomi kritikal, yakni instrumentalis, yang
menyatakan bahwa media terfokus padacara kapitalisme menggunakan
kekuatan ekonomi untuk men-jamin arus informasi agar sesuai dengan
keinginan. Sedangkan menurut pandangan strukturalisme, media dikuasai
oleh struktur yang berlaku, yakni struktur dominan, yang berarti kekuasaan
15
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2015), h. 82. 16
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2015), h. 83.
78
bukan dipegang oleh individu, melainkan aturan-aturan berupa sistem
negara, kelompok, atau golongan.17
Menurut Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, ideologi media
merupakan ideologi yang dibangun oleh pemilik media yang bertujuan
untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi pemilik. Media
mentransmisi ideologi dengan cara memberikan gambaran kepada khalayak
tentang tema yang sedang ramai dibicarakan. Keduanya berasumsi bahwa
ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan yang
menciptakan netralitas pada terhadap media. Hal ini menyebabkan media
tidak hanya memberitakan tentang kelas yang berkuasa, tetapi juga
mempengaruhi struktur berita, agar berita tersebut diinterpretasikan
berdasarkan perspektif dan kepentingan penguasa.18
Terkait majalah RSI yang memberitakan tema politik pada edisi ini,
ideologi pemilik juga turut mempengaruhi ideologi majalah RSI. Sikap
netral pemilik terhadap dunia politik juga tertular kepada medianya. Hal ini
terlihat dari cara majalah RSI dalam memberitakan tentang Pilpres 2014.
Pada edisi ini, majalah RSI berusaha untuk bersikap netral dalam
memberitakan tentang kedua kandidat dalam Pilpres 2014.
Jika melihat konsep ideologi media berdasarkan pandangan pemikir
non-Marxis, maka majalah RSI berada di posisi yang sejalan dengan
mereka. Pada edisi ini, majalah RSI dikendalikan oleh hukum pasar, di
17
Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2015), h. 82. 18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: PT. LKiS
Printing Cemerlang, 2001,) h. 13.
79
mana faktor permin-taan dan penawaran mempengaruhi berita yang
disampaikan. Permintaan yang dimaksud adalah minat masyarakat terhadap
isu yang sedang marak dibica-rakan. Sedangkan penawarannya adalah
penyajian berita oleh media terkait isu yang sedang marak dibicarakan
tersebut. Dalam hal ini, majalah RSI melihat tingginya minat masyarakat
terhadap pemberitaan tentang Pilprespada saat itu, kemudian memberikan
penawaran kepada masyarakat dalam penyajian berita tentang politik
dengan gaya majalah RSI.
Jika mengacu pada pandangan teori-teori Marxis, majalah RSI dapat
di-kategorikan ke dalam pandangan instrumentalis. Pandangan ini
menyebutkan bagaimana kapitalisme menggunakan kekuatan ekonomi
dalam menjamin arus informasi sesuai dengan kepentingan pemilik modal.
Dalam hal ini, pemilik majalah RSI menggunakan kekuatannya sebagai
media dalam mengendalikan arus informasi agar sesuai dengan
kepentingannya. Kepentingan yang di-maksud bukanlah kepentingan
politik dari sang pemilik, melainkan adalah kepentingan terhadap
keberlangsungan medianya. Hal ini dikarenakan pemilik majalah RSI tidak
memiliki ketertarikan terhadap dunia politik pada saat itu.19
Shoemaker dan Reese berasumsi bahwa kekuasaan akan menciptakan
simbol-simbol yang tidak netral, sehingga media hanya akan memberitakan
tentang kelas yang berkuasa dan membuat berita-berita berdasarkan
interpretasi dari perspektif dan kepentingan penguasa. Namun menurut
19
Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, PemimpinRedaksi majalah Rolling Stone
Indonesia, di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017
80
Adib, pemilik majalah RSI tidak melakukan intervensi dalam pemberitaan
pada edisi tersebut, sehingga tidak terlihat simbol-simbol yang
menunjukkan ketidaknetralan majalah RSI.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Majalah Rolling Stone
Indonesia dalam Pemberitaan Pilpres 2014
Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi majalah Rolling Stone
Indonesia dalam pemberitaan Pilpres 2014, peneliti menggunakan
perspektif Edward S. Herman dan Noam Chomsky, bahwa institusi media
dipengaruhi oleh beberapa filter, di antaranya:
1. Filter Pertama (Konsentrasi kepemilikan)
Kepemilikan suatu media yang merupakan filter pertama menjadi
penting dalam ekonomi politik media massa. Menurut Chomsky dan
Herman, faktor kepemilikan dapat mempengaruhi sikap politik suatu media
yang kemudian juga mempengaruhi sifat berita yang diterbitkan.20
Melalui
faktor kepemilikan ini, pemilik akan menentukan sikap medianya
berdasarkan kepentingannya. Berkenaan dengan dunia politik, pemilik akan
menentukan sikap politiknya berdasarkan kepentingan pemilik dan
perusahaan lain yang dapat membawa keuntungan untuk kelangsungan
medianya.
Peneliti berasumsi bahwa majalah RSI yang lebih banyak
menampilkan berita tentang Joko Widodo, terpengaruh dari sikap pemilik
RSI yang mencondongkan diri pada kubu Joko Widodo. Melalui faktor
20
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, (New York: Pantheon Books, 2002), h. 14
81
kepemilikan ini, pemilik RSI akan membuat sikap politik yang memberi
keuntungan untuk majalah RSI. Tidak hanya untuk majalah RSI, tetapi juga
untuk perusahaan-perusahaan besar lainnya yang memiliki pengaruh
langsung terhadap majalah RSI. Salah satunya, dengan membuat majalah
RSI memberitakan pihak politik yang didukung dengan berita positif. Tidak
hanya dengan memberitakan berita positif, tetapi bisa juga dengan
memberikan porsi lebih terhadap Joko Widodo.
2. Filter kedua (Iklan sebagai sumber utama pendapatan media)
Media merupakan institusi padat modal yang memerlukan pemasukan
dari iklan sebagai sumber utama pendapatan. Pada beberapa media, porsi
iklan dapat mempengaruhi keberpihakan suatu media dalam
pemberitaannya.
Tidak terkecuali pada majalah, perusahaan pengiklan juga melihat
majalah sebagai media yang strategis untuk beriklan. Terhitung, setidaknya
terdapat 16 slot iklan dari 122 halaman pada edisi ini. Hampir di setiap
perahilan rubriknya, diisi oleh iklan.
Pentingnya topik pada suatu edisi dapat berpengaruh terhadap
banyaknya iklan yang masuk. Pada edisi ini, majalah RSI yang baru pertama
kali mengangkat topik politik dapat menarik pembaca untuk membeli edisi
ini. Tidak hanya pembaca yang sudah berlangganan, tetapi juga pembaca-
pembaca baru yang ingin mengenal calon presidennya melalui musisi-
musisi tanah air yang menunjukkan dukungannya kepada calon-calon
pilihannya.
82
Pada edisi ini, majalah RSI melalui Reno Nismara mengaku optimis
dalam mendapatkan iklan.
“Untuk masalah iklan, kita optimis. Dengan tema ini, kita
bisa menarik pengiklan untuk bekerja sama di sini, karena kita
yakin, produk yang ini bakal menjual. Alasannya, edisi ini
adalah cover politik pertama yang diangkat Rolling Stone
Indonesia. Hal ini akan membuat pembaca penasaran seperti
apa Rolling Stone Indonesia ketika mengangkat isu politik.
Ketika Rolling Stone Indonesia mengangkat cover film pun,
banyak pembaca yang bingung kenapa Rolling Stone Indonesia
mengangkat cover film.”21
Melihat pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa majalah RSI juga
menggantungkan nasib kepada iklan. Semakin menarik berita yang
diangkat, akan semakin banyak iklan yang masuk. Iklan melihat menariknya
berita yang ditampilkan akan membuat pembaca membeli majalah, yang
kemudian pembaca akan melihat dan mengenal produk yang diiklankan.
Dalam penentuan sikap politik, iklan dapat mempengaruhi sikap
politik suatu media. Jika media mendukung salah satu pihak politik yang
sejalan dengan dukungan pihak politik yang juga didukung oleh perusahaan
pengiklan, maka perusahaan tersebut akan memiliki ketertarikan untuk
beriklan di media tersebut. Sebaliknya, jika media mendukung pihak politik
yang menjadi lawan dari perusahaan pengiklan, maka perusahaan tersebut
bisa saja menolak untuk beriklan di media tersebut.
Namun ketika peneliti menanyakan tentang pengaruh iklan terhadap
penentuan sikap politik majalah RSI, Adib Hidayat mengatakan bahwa iklan
tidak memberi pengaruh terhadap keredaksian majalah RSI.
21
Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
83
“kami mengutamakan „garis api‟ antara iklan dengan
editorial. Jadi tidak ada hubungan sama sekali. Kami hanya
mengkonfirmasi kepada pengiklan tentang topik yang akan
diangkat, dan tidak pernah ada penolakan dari mereka. Selama
RSI berdiri, tidak pernah ada perdebatan antara pihak
pemasaran dengan editorial karena masalah tema. Pihak
pengiklan juga mengerti bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-
apa karena sikap independensi dari media.”22
Dapat dilihat bahwa majalah RSI tidak mengalami intervensi dari
pengiklan terhadap berita yang tidak berimbang pada pemberitaan Pilpres
2014.
3. Filter ketiga (Narasumber)
Dalam dunia jurnalistik, narasumber merupakan salah satu unsur
penting dalam pemberitaan.Begitupun pada majalah RSI. Majalah RSI juga
tidak main-main dengan pemilihan narasumber untuk berita-berita yang
akan mereka terbitkan. Narasumber yang mereka pakai merupakan orang-
orang yang memang kompeten dalam membahas soal musik, film, dan
kultur pop lainnya.
Pada edisi ini, majalah RSI menghadirkan narasumber-narasumber
tersebut untuk menulis opini mereka tentang calon yang mereka dukung.
Narasumber ini berasal dari musisi-musisi besar tanah air yang memiliki
massa penggemar yang besar, selebriti ibu kota, hingga tokoh-tokoh politik.
Majalah RSI menampilkan narasumber tersebut dalam bentuk opini
yang ditulis oleh narasumber untuk rubric “Pilpres 2014”.Narasumber yang
ditampilkan berasal dari kedua kubu.Namun terdapat perbedaan porsi di
22
Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, Pemimpin Redaksi majalah Rolling Stone Indonesia,
di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017
84
antara keduanya, di mana kubu Jokowi memiliki porsi yang lebih banyak
dibandingkan kubu Prabowo.
Pada edisi ini, dalam rubrik “Pilpres 2014”, majalah RSI
menampilkan Pandji Pragiwaksono (selebriti), Marzuki Mohamad (musisi),
dan Anies Baswedan (tokoh politik) untuk menuliskan opini mereka dari
kubu pendukung Joko Widodo. Dari kubu pendukung Prabowo Subianto,
pada awalnya majalah RSI memberikan tawaran kepada Ahmad Dhani
(Dewa 19), Anang Hermansyah, Ifan (Seventeen), dan Makki (Ungu).
Namun hingga tenggat waktu yang ditentukan, hanya Makki (Ungu) yang
mngirimkan opininya kepada majalah RSI, sehingga majalah RSI hanya
menampilkan tulisan opini dari Makki “Ungu”.
4. Filter keempat (Pelindung dan Tameng/”flak”)
“Flak” di sini merujuk pada respon-respon negatif terhadap
pernyataan atau pemberitaan yang disampaikan oleh media.23
Dalam hal ini,
“flak” bisa terjadi ketika media melakukan kesalahan dalam pemberitaan
yang dapat merugikan iklan atau kelompok tertentu. Mereka akan meminta
media tersebut untuk mengklarifikasi, bahkan penarikan berita yang dirasa
merugikan bagi mereka.
Pada majalah RSI edisi ini, “flak” bisa terjadi ketika terjadi ketidak-
berimbangan dalam pemberitaan kedua pasangan calon, atau keberpihakan
terhadap salah satu pasangan calon. Dalam kondisi tersebut, pihak yang
dirugikan dapat melakukan permintaan klarifikasi kepada majalah RSI. Jika
23
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, Manufacturing Consent: The Political Economy
of the Mass Media, (New York: Pantheon Books, 2002), h. 26.
85
tidak puas, mereka dapat juga meminta majalah RSI untuk menarik kembali
edisi tersebut dari pasar.
Untuk majalah RSI edisi ini, Adib mengatakan bahwa tidak ada
pihak pengiklan yang menyampaikan respon negatif terhadap topik yang
diangkat, maupun terhadap tidak berimbangnya porsi berita yang diterbitkan
oleh majalah RSI. Tidak berbeda dengan pengiklan, pendukung Prabowo
pun tidak menyampaikan respon negatif terhadap sedikitnya porsi berita
tentang dukungan musisi terhadap Prabowo Subianto yang diterbitkan.24
5. Filter kelima (Anti-komunisme)
Dalam hal ini, anti-komunisme merujuk pada penentuan kebijakan
oleh pemilik modal. Pemilik modal dapat dengan leluasa menentukan
kebijakan medianya. Pemilik modal pun dapat pula menentukan sikap
politiknya tanpa memperhatikan sikap politik para pekerja di medianya.
Kecenderungan pemilik modal terhadap pihak politik yang didukungnya
bertujuan untuk menjaga kestabilan posisi medianya.
Pada majalah RSI edisi ini, pemilik modal bisa membuat kebijakan
untuk memberikan dukungan medianya kepada salah satu calon presiden.
Dalam hal ini, Joko Widodo. Namun Adib Hidayat mengatakan bahwa pada
saat itu, pemilik majalah RSI tidak memiliki kecenderungan terhadap salah
satu calon presiden, ataupun pihak politik manapun. Adib juga
menambahkan bahwa tidak ada intervensi dari pemilik kepada karyawan-
24
Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, PemimpinRedaksi majalah Rolling Stone
Indonesia, di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017
86
karyawannya untuk mendukung salah satu calon presiden yang membuat
berita pada rubrik “Pilpres 2014” menjadi terkesan berat sebelah.
“Pemilik RSI tidak memiliki kecenderungan dan kefanatikan
terhadap salah satu calon.Jadi semuanya dikembalikan kepada
independensi kami. Ketika pemilik melihat hasil penyuntingan seperti
itu, mereka tidak mempermasalahkannya. Juga tidak ada sama sekali
intervensi dari mereka. Semua dikembalikan kepada rapat redaksi.
Ketika rapat redaksi, semuanya berhak bersuara mengeluarkan ide.
Setelah keluar dari ruang rapat, ada yang tidak disepakati, walaupun
itu ide dari pemred, editor, sekalipun reporter, kalau ide tersebut
tidak bagus, maka tidak akan dilaksanakan. Sebaliknya, jika ide
tersebut bagus, dari siapapun, akan kami laksanakan. Jadi semuanya
atas kesepakatan bersama. Tidak ada veto, tidak ada intervensi.”25
Melihat hal ini, pemilik memang tidak memiliki kecenderungan politik
pada pemilihan presiden 2014 lalu. Namun bukan berarti pemilik memberi
kebebasan kepada karyawannya untuk juga tidak mengikuti sikapnya terhadap
politik. Ideologi pemilik tersebut juga membuat medianya mengikuti sikap politik
pemilik, yaitu tidak berpihak kepada salah satu calon presiden.
B. Analisis data
Majalah RSI, sebagaimana media massa lainnya tentu juga memiliki agenda
dalam pemberitaannya. Mereka menyusun agenda mereka melalui rapat redaksi.
Pada rapat redaksi tersebut, mereka melakukan pemilihan dalam menentukan
berita apa yang akan diberitakan pada terbitan majalah. Pada edisi ini, majalah
RSI melihat tingginya intentsitas dibicarakannya isu Pilpres pada
masyarakat.majalah RSI melihat tingginya intensitas tersebut sebagai fenomena.
Hal ini yang mendasari diangkatnya isu politik pada edisi ini.
25
Wawancara peneliti dengan Adib Hidayat, PemimpinRedaksi majalah Rolling Stone
Indonesia, di Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 2 Juni 2017
87
Dalam rapat redaksi tersebut, mereka juga menentukan sudut pandang
dalam memberitakan isu Pilpres. Majalah RSI memilih untuk tidak memberitakan
tentang salah satu kandidat. Namun, mereka memberitakan isu ini dengan melalui
sudut pandang musisi dan figur publik yang mendukung kedua kandidat. Adib
mengungkapkan, sejak awal majalah RSI tidak ingin menunjukkan dukungan
terhadap salah satu kandidat.Mereka mencoba untuk tetap bersikap netral. Maka
dari itu, mereka mengundang para musisi dan figur publik untuk menuliskan
opininya tentang para kandidat. Para musisi dan figur publik tersebut diposisikan
sebagai kontributor oleh majalah RSI.
Sebagai media yang menjalankan fungsinya sebagai pembentuk opini
khalayak, majalah RSI turut menyajikan berita tentang Pilpres sebagai referensi
bagi khalayak dalam menentukan pilihannya. Ditampilkannya tulisan tentang
kandidat yang ditulis oleh musisi dan figur publik tanah air dapat mempengaruhi
pilihan khalayak yang membacanya. Pengaruh ini terjadi melalui kegemaran
pembaca terhadap musisi atau figur publik yang menunjukkan dukungannya
kepada salah satu kandidat.
Dalam pemberitaan ini, majalah RSI turut membingkai berita-beritanya
sehingga layak terbit. Dalam hal ini, majalah RSI menjalankan strategi
pembingkaian dengan menempatkan informasi yang mencolok, melakukan
pengulangan untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, dan menampilkan
asosiasi terhadap simbol budaya.
Dalam edisi ini, terinspirasi dari desain gambar yang dibuat oleh Shepard
Fairey, majalah RSI membingkai sampulnya dengan menampilkan gambar wajah
88
kedua kandidat yang diikuti tulisan nama-nama musisi yang mendukung
kandidat-kandidat tersebut. Melalui sampul ini, majalah RSI tidak terlihat adanya
bentuk dukungan terhadap salah satu kandidat.
Pada rubrik “Editor’s Note” majalah RSI terkesan menunjukkan
kecenderungannya terhadap salah satu kandidat, yakni Jokowi. Hal ini terlihat
dari dicantumkannya foto kunjungan Jokowi ke rumah Iwan Fals.Terkait foto
tersebut, majalah RSI mencantumkan tulisan dari manajemen yang membantah
bahwa Iwan Fals mendukung Jokowi karena kunjungan tersebut. Bagi pembaca
yang tidak cermat, foto tersebut akan direpresentasikan oleh pembaca bahwa
Iwan Fals memberikan dukungannya kepada Jokowi. Namun bagi pembaca yang
lebih cermat dalam membaca rubrik tersebut, mereka tidak akan terbawa oleh
pembingkaian tersebut. Selain itu, ditampilkannya foto Jokowi ini juga
menunjukkan kesan tidak berimbangnya majalah RSI karena pada rubrik ini,
majalah RSI hanya menampilkan foto Jokowi, tidak ada foto Prabowo.
Pada rubrik “Random Notes” yang ditunjukkan pada gambar 3 sampai
gambar 7, majalah RSI masih menjalankan strategi pembingkaian. Terlihat hal
yang mencolok pada gambar 6, yaitu ditampilkannya foto Marzuki Mohamad
alias Kill The DJ. Pada foto ini, majalah RSI memberikan caption “Kill The
Ignorance: Marzuki dari Jogja Hip Hop Foundation menunjukkan dukungannya”.
Menurut Reno, galeri ini merupakan kumpulan foto para musisi dari berbagai
kegiatannya. Seakan tidak ada foto lain, majalah RSI lebih memilih
mencantumkan foto tersebut.
89
Pada gambar 7, mereka menempatkan informasi yang mencolok dengan
menam-pilkan satu halaman berisi galeri foto dari acara konser “Revolusi
Mental”. Dikhususkannya halaman ini terhadap dukungan untuk Jokowi,
membuat majalah RSI terkesan turut menunjukkan dukungan terhadap Jokowi.
Pada gambar ini juga terlihat adanya penunjukan asosiasi terhadap simbol
budaya. Hal ini terlihat dari banyaknya baju bermotif kotak-kotak yang dikenakan
para musisi dalam foto itu.
Selanjutnya adalah pembahasan tentang rubrik utama pada edisi ini, yaitu
rubrik “Pilpres 2014” yang dibagi menjadi tiga bagian. Menurut Reno, bagian
pertama yang berisi tulisan dari Al-Zastrouw Ng., Usman Hamid, dan Makki
(Ungu) merupakan tulisan yang bersifat netral. Bagian kedua merupakan tulisan
tentang dukungan-dukungan terhadap Prabowo, dan bagian ketiga merupakan
tulisan tentang dukungan terhadap Jokowi. Namun pada rubrik ini, terlihat tidak
seimbangnya porsi antara tulisan yang tentang Prabowo dan Jokowi. Tulisan yang
mendukung Jokowi terlihat memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan
dengan tulisan yang mendukung Prabowo. Hal ini dapat dilihat pada bagian
pertama. Pada bagian ini, Al-Zastrouw dan Makki menuliskan opininya tanpa
menunjukkan dukungannya terhadap salah satu calon. Berbeda dengan Al-
Zastrouw dan Makki, Usman Hamid menuliskan opininya yang menunjukkan
dukungannya kepada Jokowi.
Pada bagian kedua yang berisi ulasan tentang para musisi yang mendukung
kedua kandidat, majalah RSI kembali terkesan berat sebelah. Hal ini terlihat dari
bagaimana majalah RSI menyuguhkan informasi tentang para musisi dan figur
90
publik yang mendukung Prabowo ataupun Jokowi. Dapat dilihat pada gambar 17
dan gambar 18, pada bagian yang berisi dukungan musisi dan figur publik yang
mendukung Prabowo, majalah RSI hanya mencantumkan kutipan wawancara
yang diambil dari portal berita.
Berbeda dengan bagian tentang dukungan terhadap Prabowo, bagian
dukungan terhadap Jokowi terlihat memiliki porsi yang lebih banyak. Hal ini
terlihat dari dicantumkannya tulisan opini dari Pandji Pragiwaksono, Marzuki
Mohamad (Kill The DJ), dan Anies Baswedan. Mereka seperti memiliki
kesempatan yang lebih untuk menjabarkan opini mereka secara lebih menda-lam
tentang dukungannya terhadap Jokowi.
Dalam wawancara peneliti dengan Adib Hidayat selaku pemimpin redaksi,
dan Reno Nismara selaku editor yang dilakukan secara terpisah, pertanyaan
tentang tidak berimbangnya porsi tersebut dijawab dengan jawaban senada.
Keduanya menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena masalah tenggat waktu.
Mereka mengungkapkan bahwa majalah RSI telah mengundang para musisi dan
figur publik dari pihak Prabowo untuk memberikan opininya. Namun hingga
tenggat waktu yang ditentukan, mereka tidak kunjung mengirimkan tulisannya
kepada majalah RSI.
Tulisan laporan wawancara Reno Nismara dengan para musisi dan figur
publik pada konser “Revolusi Harmoni untuk Revolusi Mental”, menguatkan
kesan dukungan majalah RSI terhadap Jokowi. Mengenai hal ini, dalam
wawancara peneliti dengan Reno, peneliti menanyakan ada atau tidaknya tim dari
majalah RSI untuk meliput acara-acara yang diadakan oleh pihak Prabowo. Reno
91
menjawab bahwa ia hanya menghadiri acara para pendukung Jokowi. Ia
menambahkan, lagi-lagi masalah kesulitan dalam menghubungi para musisi yang
menghubungi Prabowo yang membuat informasi tentang Prabowo menjadi
minim pada edisi ini.
Mengenai laporan wawancara tersebut, menurut Adib, dimuatnya laporan
wawancara oleh Reno merupakan pemenuhan partitur dalam rubrik “Pilpres
2014”.Ia mengungkapkan, langkah tersebut diambil karena kesadaran majalah
RSI terhadap kurangnya porsi untuk kubu Prabowo dari yang diharapkan.
Alih-alih bersikap netral, Reno justru mengakui jika pada Pilpres 2014, ia
mendukung Jokowi. Hal ini diungkapkannya dalam menjawab pertanyaan
peneliti tentang bagaimana kecenderungan para jurnalis di majalah RSI dalam
plipres 2014. Menurut Reno, mayoritas jurnalis majalah RSI merupakan
pendukung Jokowi. Pernyataan ini menguatkan kesan adanya kecenderungan
dalam majalah RSI terhadap Jokowi.
Adanya kecenderungan tersebut diasumsikan karena pengaruh ideologi
pemilik dari majalah RSI. Namun Adib menyangkal asumsi tersebut.
Menurutnya, pemilik RSI sama sekali tidak melakukan intervensi dalam produksi
pemberitaan pada edisi ini. Hal ini dikarenakan tidak adanya afiliasi pemilik
terhadap pihak-pihak politik tertentu. Adib menambahkan, pemilik majalah RSI
tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan politik. Bahkan saat rapat dengan
pemilik dalam pemilihan isu yang akan diangkat, Adib dan Reno mengungkapkan
bahwa pemilik hanya mempertanyakan alasan redaksi yang ingin mengangkat isu
Pilpres 2014.
92
Dalam tingkat perusahaan media, ideologi pemilik majalah RSI tidak
terindikasi berafiliasi dengan pihak politik tertentu. Namun pada tingkat individu
ideologi pribadi jurnalisnya, terindikasi adanya kecenderungan terhadap Jokowi.
Maka dari itu, walaupun pemilik majalah RSI tidak terindikasi
kecenderungannya, pada akhirnya ideologi pribadi jurnalisnya yang
mempengaruhi pemberitaan majalah RSI. Hal ini terlihat dari sikap Reno sebagai
editor yang mengakui bahwa dirinya mendukung Jokowi pada saat itu. Ia
mengungkapkan bagaimana penilaiannya terhadap kedua kandidat.
“Prabowo ada di politik udah sejak lama, sedangkan Jokowi
seperti yang mewakili rakyat, seperti sosok yang reformis.”26
Selain pernyataan di atas, Reno juga melihat adanya kecenderungan dalam
individu para pekerja di majalah RSI terhadap Jokowi.
“…mayoritas adalah pendukung Jokowi. Kalau melihat
kebijakan-kebijakan yang ditawarkan, sepertinya mereka lebih
condong ke Jokowi. Untuk Saya pribadi, saya mendukung Jokowi.”27
Selain pengakuan di atas, sosok Jokowi yang pernah menjabat sebagai
Gubernur Jakarta yang juga dekat dengan musik, peneliti beranggapan bahwa hal
tersebut yang membuat para pekerja di majalah RSI lebih menyukai sosok
Jokowi. Kedekatan Jokowi dengan musik terlihat ketika Jokowi turut menghadiri
konser band asal Amerika Serikat, Metallica di Jakarta pada tahun 2013.
Namun informasi terkait keterkaitan ideologi pemilik dan pekerja RSI tidak
dapat dikonfirmasi lebih lanjut dikarenakan objek penelitian tidak lagi beroperasi
di Indonesia.
26
Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017 27
Wawancara peneliti dengan Reno Nismara, Editor majalah Rolling Stone Indonesia, di
Kantor Majalah Rolling Stone Indonesia pada tanggal 28 April 2017
93
Negara memang melindungi hak politik warganya, tidak terkecuali insan
media. Namun jika ideologi politik para pekerja media tercampur ke dalam tubuh
media, maka hal ini telah menyalahi salah satu kode etik jurnalisme, yaitu tentang
independensi. Para pekerja media yang dituntut untuk bersikap independen, tidak
memihak, bertujuan untuk menciptakan keberimbangan dalam pemberitaannya.
Lunturnya independensi terhadap ideologi pada pekerja media akan menimbulkan
keberpihakan. Keberpihakan ini yang kemudian membuat porsi berita yang
diedarkan oleh majalah RSI menjadi tidak berimbang. Jurnalis majalah RSI juga
seharusnya menjaga integritasnya dengan memisahkan antara ranah media
sebagai jurnalis, dan menjadi simpatisan di ranah politik.
Dalam pembahasan selanjutnya, peneliti menganalisa filter-filter yang mem-
pengaruhi keberpihakan majalah RSI. Filter pertama adalah tentang konsentrasi
kepemilikan. Kepemilikan dapat mempengaruhi sikap politik suatu media yang
kemudian juga mempengaruhi sifat berita yang diterbitkan oleh majalah RSI.
Melalui faktor kepemilikan ini, pemilik akan menentukan sikap medianya
berdasarkan kepentingannya. Berkenaan dengan dunia politik, pemilik media akan
menentukan sikap politiknya berdasarkan kepentingan pemilik dan peruasaan lain
yang dapat membawa keuntungan untuk kelangsungan medianya
Pemilik RSI akan membuat sikap politik yang memberi keuntungan untuk
majalah RSI. Tidak hanya untuk majalah RSI, tetapi juga untuk perusahaan-
perusahaan besar lainnya yang memiliki pengaruh langsung terhadap majalah
RSI. Salah satunya, dengan membuat majalah RSI memberitakan pihak politik
94
yang didukung dengan berita positif. Tidak hanya dengan memberitakan berita
positif, tetapi bisa juga dengan memberikan porsi lebih terhadap Joko Widodo.
Tidak dipungkiri, kondisi ekonomi perusahaan juga dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah yang berkuasa. Besarnya dukungan terhadap Joko Widodo
karena sikapnya yang terkesan merakyat, akan mempengaruhi masyarakat untuk
juga mendukungnya, yang kemudian dapat meningkatkan keuntungan demi
kelangsungan majalah RSI.
Namun pada majalah RSI yang memberitakan isu politik pada edisi ini,
filter kepemilikan yang mempengaruhi sikap majalah RSI terlihat dari bagaimana
pemilik berperan. Pemilik majalah RSI menanyakan urgensi diangkatnya isu
politik untuk edisi ini pada rapat redaksi.
Tidak berpengaruhnya filter kepemilikan ini juga ditunjukkan dari posisi
pemilik pada perusahaan lainnya. Pemilik majalah RSI, Eddie J. Soebari,
merupakan direktur pada perusahaan PT. BUMI Resources Tbk. pada periode
2013-2015.28
Perusahaan ini merupakan perusahaan tambang yang tergabung
dalam kelompok usaha Bakrie milik Aburizal Bakrie. Hal ini sangat kontradiktif,
karena pada Pilpres 2014, Aburizal Bakrie berada di kubu Prabowo.
Pada Pilpres 2014, Aburizal Bakrie mengerahkan semua perusahaan
medianya dalam mendukung Prabowo. Masifnya dukungan terhadap Prabowo
melalui media yang dimiliki Bakrie, tidak mempengaruhi Eddie untuk turut
mendukung Prabowo.dalam perusahaan media yang ia pimpin pun, Eddie tidak
menunjukkan dukungannya terhadap salah satu kandidat.
28
http://www.bumiresources.com/index.php?option=com_boardmanagement&cat=commiss
ioner&Itemid=87
95
Sebagai pemilik perusahaan media, Eddie tentu mempertimbangkan faktor
bisnis dalam setiap edisinya. Dipertanyakannya urgensi pengangkatan isu politik,
yang belum pernah diangkat sebelumnya
Filter kedua membahas tentang iklan sebagai sumber utama pendapatan
media. Porsi iklan dapat mempengaruhi keberpihakan suatu media dalam
pemberitaannya. Pihak pengiklan akan mengiklankan produknya sebagai bentuk
dukungan terhadap suatu media. Hal ini terjadi jika media tersebut tidak
memberitakan isu-isu sensitif yang memungkinkan pencorengan nama baik pihak
pengiklan. Sebaliknya, jika suatu media memberitakan isu-isu sensitif yang
memungkinkan akan mencoreng nama baik pihak pengiklan, mereka akan
menutup diri untuk mengiklankan produknya.
Terkait dengan isu Pilpres 2014 yang baru pertama kali diangkat oleh
majalah RSI, Reno mengungkapkan rasa optimisnya terhadap iklan yang didapat
majalah RSI. Menurutnya, diangkatnya isu politik untuk pertama kalinya ini, akan
membuat pembaca penasaran. Ia meyakini bahwa produk majalah RSI edisi ini
akan menjual. Adib mengungkapkan, mengangkat isu ini, majalah RSI tidak
terpengaruh oleh faktor iklan. Menurutnya, majalah RSI mengutamakan “garis
api” antara iklan dan editorial. Ia menceritakan bagaimana mereka hanya
mengkonfirmasi kepada pihak pengiklan tentang isu yang akan diangkat pada
edisi itu. Adib menegaskan bahwa majalah RSI tidak pernah mengalami
penolakan dari pihak pengiklan.
96
Berdasarkan keterangan tersebut, peneliti melihat bahwa majalah RSI tidak
mengalami intervensi dari pengiklan dalam pemilihan isu, maupun dalam
keberim-bangan berita pada edisi ini.
Filter ketiga membahas tentang narasumber. Pada edisi ini, majalah RSI
menghadirkan narasumber-narasumber untuk menulis opini mereka tentang calon
yang mereka dukung. Narasumber ini berasal dari musisi-musisi besar tanah air
yang memiliki massa penggemar yang besar, selebriti ibu kota, hingga tokoh-
tokoh politik.
Pada majalah RSI edisi ini, terlihat tidak berimbangnya jumlah narasumber
yang menuliskan opini mereka tentang kandidat yang mereka dukung. Pada rubrik
“Pilpres 2014”, majalah RSI memuat tulisan Makki (Ungu) sebagai pendukung
Prabowo.
Melihat hal ini, peneliti mempertanyakan hubungan majalah RSI dengan
para narasumber dari kedua kubu. Adib menjawab, majalah RSI memiliki
hubungan yang baik dengan para musisi pendukung kedua kandidat. Mengenai
masalah keberimbangan yang terjadi, Adib mengatakan bahwa majalah RSI telah
mengundang para musisi seperti Ahmad Dhani, Anang Hermansyah, dan Ifan
(Seventeen) untuk menuliskan opininya. Namun hingga tenggat waktu yang
ditentukan, tidak ada satupun dari mereka yang mengirimkan tulisannya ke
majalah RSI. Adib juga mengatakan bahwa majalah RSI telah memberikan
konfirmasi kepada ketiga musisi tersebut perihal minimnya tulisan dari kubu
Prabowo. Ia mengakui bahwa ketiga musisi itu pun tidak keberatan terhadap hal
tersebut.
97
Ketika peneliti meminta klarifikasi kepada tiga musisi dari kubu Prabowo,
hanya Ifan (Seventeen) yang memberikan klarifikasinya. Ifan mengaku, bahwa Ia
merasa tidak pernah dihubungi pihak majalah RSI terkait permintaan menulis
tentang Prabowo untuk edisi tersebut.
Melalui wawancara yang dilakukan peneliti menggunakan fitur Direct
Message dari Instagram (lihat Gambar 31), Ifan mengakui bahwa ia tidak pernah
diminta oleh pihak majalah RSI untuk menulis tentang Prabowo pada edisi ini.
Hal ini berlawanan dengan pernyataan Adib yang mengungkapkan bahwa Ifan
adalah salah satu musisi yang diminta menulis tentang Prabowo di majalah RSI
pada edisi ini.
Filter keempat adalah tentang “flak” atau respon negatif yang diterima
media terhadap berita yang disampaikan. Respon negatif ini biasanya datang dari
pihak pengiklan atau kelompok tertentu yang dirugikan karena adanya kesalahan
pada media dalam menyampaikan suatu berita.
Pada majalah RSI edisi ini, kemungkinan respon negatif yang disampaikan
adalah mengenai tidak berimbangnya majalah RSI dalam menampilkan berita
tentang kedua kubu. Kelompok pendukung Prabowo, dalam hal ini narasumber,
memungkinkan menyampaikan respon negatifnya kepada majalah RSI perihal
kurangnya porsi pada tulisan tentang Prabowo. Namun seperti yang telah
dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, majalah RSI tidak mendapatkan respon
negatif tersebut, karena para narasumber tersebut menyadari keterbatasan waktu
mereka, sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan tulisan mereka.
98
Mengenai pihak pengiklan, mereka memiliki kemungkinan menyampai-kan
respon negatif mengenai dua masalah. Pertama, masalah pengangkatan isu, dan
kedua adalah masalah keberimbangan.
Dalam masalah pertama, pihak pengiklan akan memberikan respon
negatifnya mengenai pemilihan isu yang diangkat majalah RSI. Pihak pengiklan
yang tidak suka dengan sikap majalah RSI yang memutuskan untuk mengangkat
isu politik, akan memberikan respon negatif, dan meminta majalah RSI mengganti
isu yang akan diangkat, mengingat pada saat itu, isu politik bisa dibilang isu yang
sensitif. Mengenai masalah kedua, pihak pengiklan memberikan respon
negatifnya mengenai masalah kecenderungan majalah RSI yang terkesan
mendukung Prabowo karena lebih banyaknya porsi pemberitaan tentang Jokowi
pada edisi ini. Dalam hal ini, pihak pengiklan akan menuntut keberimbangan
majalah RSI dalam memberitakan kedua kandidat.
Namun, hal tersebut tidak terjadi pada majalah RSI. Tidak ada pihak
pengiklan yang menyampaikan respon negatifnya kepada majalah RSI. Adib
mengungkapkan, pihak pengiklan mengerti tentangsikap independensi majalah
RSI, sehingga mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Filter kelima membahas tentang anti-komunisme. Dalam hal ini, anti-
komunisme merujuk pada penentuan kebijakan oleh pemilik modal.Pada majalah
RSI edisi ini, Kecenderungan pemilik modal terhadap salah satu kandidat yang
didukungnya bertujuan untuk menjaga kestabilan posisi medianya.Pemilik modal
dapat menentukan kebijakan terhadap majalah RSI untuk mendukung salah satu
kandidat.
99
Dalam edisi ini, pemilik dapat menentukan kebijakan majalah RSI dengan
memberikan porsi lebih terhadap pemberitaan tentang Jokowi melalui rapat
redaksi. Namun menurut Reno, peran pemilik dalam rapat redaksi hanya sebatas
meminta alasan pemilihan isu politik. Reno menambahkan, dalam hal konten pada
edisi ini, khususnya mengenai rubrik “Pilpres 2014”, pemilik sangat
mempercayakannya kepada jajaran redaksi karena pemilik majalah RSI sadar
bahwa masalah keredaksian bukanlah bidangnya.
Sebagaimana Reno, Adib juga mengatakan bahwa pemilik tidak melakukan
intervensi sama sekali. Ia mengungkapkan bahwa pemilik mengembalikan
keputusan kepada rapat redaksi. Semua keputusan dibuat atas kesepakatan
bersama.Hal ini terlihat dari pernyataan Adib, di mana pada rapat redaksi, semua
pihak berhak menyampaikan idenya. Jika setelah rapat redaksi ada yang tidak
sepakat, tak peduli siapapun itu, maka keputusan yang dibuat tidak akan
dijalankan.
Berdasarkan hal di atas, pemilik majalah RSI tidak menjalankan perannya
sebagai anti-komunisme dalam menentukan kebijakan medianya. Ia tidak
mengintervensi redaksi majalah RSI dalam menyampaikan berita tentang
penentuan isu yang akan diangkat, maupun penentuan sikap majalah RSI untuk
mendukung Jokowi. Pemilik majalah RSI justru cenderung memberi kebebasan
kepada rapat redaksi dalam pengambilan keputusan-keputusan tersebut.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan yang peneliti dapatkan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa keberpihakan majalah RSI terhadap Jokowi dan Jusuf Kalla pada Pilpres
2014 didasarkan hanya pada ideologi jurnalis majalah RSI.
Melalui agenda media majalah RSI, mereka tidak menunjukkan
kecenderungan kepada salah satu kandidat, khususnya kepada Jokowi-Jusuf Kalla.
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana majalah RSI menentukan topik yang akan
diangkat untuk edisi ini. Pada rapat redaksi yang dilakukan dalam pemilihan topik
ini, majalah RSI hanya melihat isu ini sebagai hal yang fenomenal yang ada di
kalangan masyarakat. Majalah RSI melihat bahwa hal ini menjadi perlu untuk
dibahas dalam edisi ini. Dalam rapat redaksi ini, majalah RSI tidak menentukan
akan mendukung siapa pada edisi ini, melainkan hanya menentukan sudut
pandang dalam memberitakan tentang Pilpres 2014. Dalam rapat redaksi tersebut,
peran pemilik hanya sebatas mempertanyakan alasan diangkatnya isu ini, tanpa
melakukan intervensi lebih lanjut kepada jajaran redaksi.
Dalam pembingkaian beritanya, perbedaan porsi beban berita yang terjadi
pada edisi ini disebabkan oleh kesulitan pihak majalah RSI untuk menghubungi
pihak Prabowo. Para musisi maupun para figure public dari pihak Prabowo yang
diundang, pada awalnya telah menyanggupi untuk memberikan tulisan kepada
majalah RSI.
101
Namun hingga tenggat waktu yang ditentukan, hanya satu orang yang
mengirimkan tulisannya ke majalah RSI.
Dari segi strategi pembingkaian yang dilakukan majalah RSI, dapat dilihat
bagaimana mereka menunjukkan dukungannya kepada Jokowi pada edisi ini. Hal
ini terlihat melalui penonjolan foto-foto yang ada pada rubrik “Editor’s Note” dan
“Random Note”. Pada rubrik “Editor’s Note”, majalah RSI hanya memuat foto
pertemuan Jokowi di rumah Iwan Fals. Di mana hal ini dapat memberikan kesan
kepada pembaca tentang dukungan Iwan Fals kepada Jokowi. Sedangkan pada
rubrik “Random Note”, selain memuat foto dari acara Soundrenaline 2014 dan
foto kegiatan para musisi secara acak, majalah RSI juga memuat kumpulan foto
dari acara kampanye Jokowi. Foto tersebut dimuat dalam satu halaman penuh.
Selain itu, penonjolan juga terlihat pada akhir rubrik “Pilpres 2014” pada edisi ini.
Melalui laporan wawancara Reno Nismara, selaku editor majalah RSI, dengan
para musisi dan figur publik dalam acara konser para pendukung Jokowi.
Dalam hal ideologi media yang menitikberatkan terhadap ideologi pemilik,
pada edisi ini, penelit tidak menemukan indikasi yang menunjukkan bahwa
ideologi pemilik majalah RSI mempengaruhi kecenderungan majalah RSI
terhadap salah satu kandidat, khususnya Jokowi. Kecenderungan yang terjadi
dalam hal keberimbangan berita terpengaruh oleh ideologi para jurnalis majalah
RSI. Hal ini terlihat, salah satunya dari kehadiran Reno Nismara pada acara
kampanye yang diselenggarakan oleh para musisi pendukung Jokowi. Ia pun
menulis laporan wawancaranya dengan beberapa musisi dan figur publik pada
acara tersebut. Selain itu sosok Jokowi yang pernah menjabat sebagai Gubernur
102
Jakarta yang juga menyukai musik, membuat para jurnalis majalah RSI lainnya
lebih menyukai Jokowi.
Terkait filter-filter penentu sikap media, peneliti menemukan bahwa pada
filter kepemilikan, kecenderungan yang terlihat pada majalah RSI tidak
dipengaruhi oleh sikap pemiliknya. Hal ini terlihat dari bagaimana pemilik
majalah RSI tidak pernah memiliki keterkaitan terhadap dunia politik.
Pada filter iklan sebagai sumber utama pendapatan media, sikap
kecenderungan majalah RSI terhadap Jokowi juga tidak terpengaruh oleh hal ini.
Diterapkannya prinsip “garis api” dalam tubuh majalah RSI membuat majalah
RSI tidak memiliki tekanan yang datang dari pihak pengiklan.
Pada filter narasumber, majalah RSI pada edisi ini mengundang para musisi
dan figur publik untuk menuliskan opininya. Namun terjadi ketidakberimbangan
dalam jumlah narasumber yang dimuat tulisannya. Menurut Adib, hal ini terjadi
bukan karena buruknya hubungan majalah RSI terhadap narasumber dari salah
satu kubu, melainkan karena masalah ketersediaan waktu narasumber tersebut
yang membuat mereka tidak sempat mengirimkan tulisannya. Namun berdasarkan
pernyataan dari Ifan (Seventeen), ia mengatakan hal yang berlawanan dengan
pernyataan Adib. Menurut Ifan, ia tidak pernah dihubungi pihak majalah RSI
untuk menulis di majalah RSI pada edisi tersebut.
Pada filter mengenai “flak” atau respon negatif, baik dari pihak pengiklan
dan kubu pendukung Prabowo, tidak ada yang menyampaikan respon negatifnya.
Tidak ada pihak pengiklan yang keberatan tentang diangkatnya isu politik pada
edisi ini. Tidak ada pula keberatan dari mereka tentang tidak berimbangnya porsi
103
terhadap pemberitaan majalah RSI pada edisi ini. Musisi ataupun figur publik
pendukung Prabowo juga tidak menyampaikan respon negatif terhadap minimnya
porsi tentang Prabowo.
Pada filter anti-komunisme, kepemilikan majalah RSI tidak mempengaruhi
sikap redaksi medianya. Kesadaran pemilik terhadap kekurangannya dalam hal
redaksi, membuat pemilik majalah RSI mempercayakan sikap medianya kepada
jajaran redaksi melalui rapat redaksi.
B. Saran
Sebagai media massa, majalah RSI seharusnya turut menjalankan Kode Etik
Jurnalistik yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah tentang independensi.
Dalam memberitakan isu politik yang merupakan salah satu isu sensitif pada saat
itu, majalah RSI diharapkan dapat memberitakan kedua kandidat secara
berimbang, tidak menunjukkan kecenderungannya terhadap salah satu kandidat,
tanpa mengesampingkan kandidat lainnya. Ideologi para jurnalis majalah RSI juga
diharapkan tidak tercampur sehingga mempengaruhi ideologi media dalam
memberitakan isu yang diangkat. Hal ini dilakukan agar tercipta kondisi politik
yang sehat, sehingga menjadi faktor yang turut mempengaruhi perubahan perilaku
pemilih.
Serta bagi akademisi yang tertarik pada penelitian ini, dapat melanjutkan
dan menyempurnakan penelitian ini pada penelitian selanjutnya. Di mana sumber
data yang didapat tidak hanya dari medianya saja, namun juga hingga narasumber
terkait.
104
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ardial. Komunikasi Politik. Jakarta: Indeks, 2009.
Arifin, Anwar. Pers dan Dinamika Politik: Analisis Media Massa Komunikasi
Politik Indonesia. Jakarta: Yasrif Watampone, 2010.
Biagi, Shirley. Media Impact: Pengantar Media Massa. Penerjemah Mochamad
Irfan dan Wulung Wira Mahendra. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
Cangara, Hafied. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta:
Rajawali Press, 2009.
Erdianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT.
LKiS Printing Cemerlang, 2001.
Fiske, John. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2011.
G. Sparks, Glenn. Media Effects Research: A Basic Overview. Wadsworth:
Cengage Learning. 2006
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia, 2009.
Kriyanto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Predana
Media Group, 2006.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik: Teori dan
Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Lipmann, Walter. Opini Umum., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga,
1992
Mondry. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia,
2008.
Morrisan. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa.Jakarta: Prenada Media
Group, 2013
Nazin, Moh. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia, 1999.
Rahayu. Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar Di Indonesia. Jakarta:
Dewan Pers, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer. 2006.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Rusadi, Udi. Kajian Media: Isu Ideologis, dalam Perspektif, Teori dan Metode.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015.
S. Herman, Edward dan Noam Chomsky. Manufacturing Consent: The Political
Economy of the Mass Media. New York: Pantheon Books, 2002.
Salim, Agus. Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001.
105
Santana K., Septian. Jurnalisme Kontempore. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode,
dan Terapam di Dalam Media Massa. Jakarta: Kencana, 2009.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosda,
2001.
Subandy Ibrahim, Idi dan Bachruddin Ali Akhmad. Komunikasi dan
Komodifikasi: Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014.
Suhandang, Kustadi . Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, Kode
Etik. Bandung: Nuansa, 2004.
Suhirman, Imam. Menjadi Jurnalis Masa Depan. Bandung: Dimensi Publisher,
2005
Sumaridia, Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2006.
Suprapto, Tommy . Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita
Media. Jakarta: Pustaka Kaiswaran, 2010.
Syamsul M. Romli, Asep. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003.
Tamburaka, Apriadi . Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2012.
W. Littlejohn, Stephen dan Karen A. Foss. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika, 2011.
LAIN-LAIN
Mahpudin. Ideologi Media Massa dan Pengembangan Civil Society. Palu:
Universitas Tadulako, Vol. 1 No.2.
McCombs, Maxwell. The Agenda-Setting Role of the Mass Media in the Shaping
of Public Opinion. University of Texas at Austin, 2003.
N. Soroka, Stuart. Issue Attributes And Agenda Setting By Media, The Public, and
Policy Makers In Canada. International Journal of Public Opinion Research,
Vol. 14 No. 3.
Pawito. Meneliti Ideologi Media: Catatan Singkat. Jurnal Komunikasi Profetik,
Vol.7, No. 1.
Skripsi Dirga Maulana mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi
Jurnalistik, UIN Jakarta dengan judul “Relasi Media dan Politik: Analisis
terhadap tvOne dan Kepentingan Politik Pemilik”.
Skripsi Nur Laily mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Jakarta dengan
judul “Agenda Media dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 pada
Koran SINDO”.
Gun Gun Heryanto. Marketing Politik Media Massa dalam Pemilu 2009,
http://www.gungunheryanto.com/2009/02/marketing-politik-melalui-media-
massa.html
106
AKSES INTERNET
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online/Daring (Dalam
Jaringan), Diakses dari http://kbbi.web.id/ideologi https://www.rollingstone.com/
http://www.bumiresources.com/index.php?option=com_boardmanagement&cat=commis
sioner&Itemid=87
DOKUMENTASI
Dokumentasi Pribadi Majalah Rolling Stone Indonesia edisi 111/Juli 2014
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkip wawancara dengan editor majalah Rolling Stone Indonesia edisi
111/Juli 2014
Narasumber : Reno Nismara
Jabatan : Editor majalah Rolling Stone Indonesia
Hari/Tanggal : Jumat, 28 April 2017
Waktu : 17.00 WIB
T: Bagaimana alur produksi berita majalah Rolling Stone Indonesia pada edisi
ini?
J: Awalnya tiap edisi itu pasti ada rapat redaksi. Jadi pas edisi sebelumnya,
biasanya kan terbitnya akhir bulan. Jadi ketika mengerjakan edisi bulan Juli itu
rapat redaksinya bulan Juni. Setelah terbit edisi untuk ulan Juni, kita langsung
rapat redaksi untuk edisi bulan Juli. Waktu itu kebetulan lagi panas-panasnya
Pemilu Jokowi-Prabowo. Dari situ kepikiran, “gimana kalo edisi ini kita
ngomongin politik?” Dari sini, bisa dibilang, ini cover pertama bahas politik,
Jokowi-Prabowo. Kalau dilihat dari Rolling Stone Amerika, mereka dari dulu
concern sama dunia politik. Peka terhadap isu politik. Mereka juga lumayan
terang-terangan, seperti ketika pemilihan presiden Amerika kemarin, Donald
Trump melawan Hilary Clinton, owner Rolling Stone membuat tulisan di
rollingstone.com, menunjukkan bahwa dia memilih Hilary Clinton berikut alasan-
alasannya. Beda sama kita. Saat itu (pilpres 2014), kita ga mau menunjukkan kita
pro ke siapa. Kita cuma mau menangkap fenomena pemilu ini. Kita menangkap
apa yang sedang dibicarakan di Indonesia sekarang. Kenapa? Karena Jokowi dan
Prabowo ini kan beda banget. Prabowo ada di politik udah sejak lama, sedangkan
Jokowi seperti yang mewakili rakyat, seperti sosok yang reformis. Tapi kita ga
mau bahas itu.
Tidak semua musisi mau diwawancara untuk edisi ini. Musisi pendukung
Prabowo memang susah untuk diwawancara. Akhirnya ada beberapa musisi yang
menulis sendiri. Yang lainnya, ketika dikontak, banyak yang menolak. Kemudian
waktu itu kebetulan pihak Jokowi mengadakan acara di Senayan, saya hadir, saya
samperin satu-satu.
T: Bagaimana gambaran umum tentang rubrik “random notes”?
J: Random notes ini kan konsepnya adalah mengumpulkan foto-foto musisi yang
lebih “intim”, misalnya, lagi main-main, bukan lagi kerja. Kadang, kita msukin
komedi juga di caption-nya. Edisi ini, kebetulan lagi banyak foto yang dari acara
ini (senayan). Jadi ditampilkan juga di sini.
T: Adakah liputan ke acara kampanye Prabowo?
J: Waktu itu sih, saya hanya mendatangi acaranya Jokowi
T: Untuk acara Prabowo, apa sudah mencari tahu, atau mengirim tim untuk
liputan, atau memang tidak ada sama sekali niat untuk meliput acara Prabowo?
J: Waktu itu sih, memang susah untuk mengontak pihak Prabowo. Karena kita
dapetnya cuma musisi yang tidak segan sama Mas Adib. Seperti Makki (Ungu),
dia sudah lama kenal dengan Mas Adib. Jadi ketika ditawarkan untuk menulis
untuk Rolling Stone, Makki menerima tawaran itu. Selebihnya, saya kurang
memahami bagaimana sistemnya sampai kenapa tidak ada yang meliput acara
Prabowo ke lapangan. Setahu saya juga, Prabowo tidak pernah mengadakan acara
musik. Kita mau ada acara dengan unsur musiknya. Karena kita juga sadar bahwa
kita bukan Tempo, bukan Kompas. Jadi kita mau memberikan sudut pandang
lebih popular, tidak terlalu politik. Walaupun bahas politik, tetap ada budaya
populernya juga.
T: Siapa yang pertama kali mencetuskan untuk mengangkat tema politik untuk
edisi ini?
J: Awalnya memang ramai-ramai,lagi rapat redaksi, kita bingung mau ngangkat
apa untuk edisi berikutnya. Kebetulan pada tahun 2014 itu lumayan sering
mengangkat cover Indonesia. Karena sudah mulai ada pergeseran untuk lebih
berani mengangkat cover Indonesia. Saat itu kami menganalisa pada rapat awal
tahun, orang Indonesia menginginkan cover Indonesia. Makanya, kita mencari
konten Indonesia lebih banyak. Untuk edisi ini, pas ramai-ramainya Pemilu. Tidak
bisa dipungkiri. Jadi, semuanya pun sepakat. Kalau untuk siapa yang mencetuskan
pertama kali, saya lupa pastinya. Intinya, semuanya sepakat bahwa kita harus
mengangkat tema ini. Karena ini semacam fenomena. Pemilu kali ini terlihat
benar-benar diikuti, benar-benar terpecah menjadi dua kubu, benar-benar ketat,
dan keduanya mumpuni, dan benar-benar satu negara membicarakan ini.
T: Adakah pihak dari luar dalam proses Lay-outing dan editing?
J: Tidak ada. Untuk cover, kami terinspirasi dari karya Shepard Fairey yang sering
membuat poster-poster propaganda. Kalau untuk editing, tidak ada intervensi dari
siapa-siapa. Karena memang kita ingin mengangkat isu yang sedang ramai
dibicarakan ini.
T: Adakah kaitan antara Konser “Rock The Vote” yang diadakan pihak Jokowi
dengan Majalah Rolling Stone?
J: Tidak ada. Karena memang pihak Rock The Vote yang menyewa tempat ini
(Rolling Stone Café). Mereka bayar penyewaan tempat ini untuk mengadakan
acara. Lagipula, itupun tidak ada urusan dengan majalah Rolling Stone. Walaupun
pemilik Rolling Stone Café dan majalah Rolling Stone adalah orang yang sama.
Tapi yang saya lihat pun, pihak Prabowo kurang mencenderungkan diri untuk
mengadakan acara-acara musik. Metode kampanyenya berbeda, walaupun mereka
juga menggandeng musisi-musisi. Yang saya tahu, Ahmad Dhani (Dewa), Makki
(Ungu), Anang Hermansyah. Mungkin kesadaran mereka juga, khawatir tidak ada
penonton jika mereka mengadakan acara semacam itu.
T: Adakah kecenderungan pada karyawan-karyawan majalah Rolling Stone pada
saat itu?
J: Kurang tahu. Tapi mayoritas adalah pendukung Jokowi. Kalau melihat
kebijakan-kebijakan yang ditawarkan, sepertinya mereka lebih condong ke
Jokowi. Untuk Saya pribadi, saya mendukung Jokowi.
T: Bagaimana pertimbangan tentang iklan ketika menentukan mengangkat tema
politik?
J: Untuk masalah iklan, kita optimis. Dengan tema ini, kita bisa menarik
pengiklan untuk bekerja sama di sini, karena kita yakin, produk yang ini bakal
menjual. Alasannya, edisi ini adalah cover politik pertama yang diangkat Rolling
Stone Indonesia. Hal ini akan membuat pembaca penasaran seperti apa Rolling
Stone Indonesia ketika mengangkat isu politik. Ketika Rolling Stone Indonesia
mengangkat cover film pun, banyak pembaca yang bingung kenapa Rolling Stone
Indonesia mengangkat cover film. Sebenarnya kami juga berhubungan dekat
dengan dunia film. Hanya saja memang kita jarang mengangkat cover film,
padahal kita juga sering menulis feature film. RSI juga punya rubrik “National
Affairs” yang isinya sering membahas isu-isu politik, hanya saja tidak di cover.
Orang-orang mengira bahwa RSI hanya focus pada musik.
Untuk pertimbangan-pertimbangan, ketika owner meminta alasan kenapa kita
harus meng-cover-I ini. Akhirnya Mas Adib, sebagai pemred yang menjelaskan
bahwa isu ini hanya tentang fenomena. Bukan tentang pihak-memihak.
T: Adakah delegasi dari salah satu pasangan calon dalam penulisan berita?
J: Hanya ada kontributor untuk menuliskan pendapatnya. Tidak ada delegasi yang
masuk dalam proses editing. Kecuali untuk advertorial. Di situ ada proses editing
dari pihak luar.
T: Kenapa bagian Prabowo mendapatkan porsi yang lebih sedikit?
J: Karena memang pihak Prabowo sangat susah untuk dikontak. Sudah kami
kontak, tapi mereka tidak merespon. Mungkin mereka juga merasa tidak
memerlukan ini. Untuk pihak Jokowi, mungkin karena banyaknya musisi,
membuat mereka lebih peka juga terhadap Rolling Stone.
T: Bagi RSI, kebijakan dari pasangan Jokowi-JK yang mana yang membuat RSI
lebih menyukai Jokowi-JK?
J: Kalau atas nama RSI, saya tidak bisa mewakili. Kalau untuk saya pribadi, saya
kurang ingat juga kebijakan-kebijakan Jokowi. Tapi kalau yang berhubungan
dengan RSI, ya masalah ekonomi kreatif.
T: Adakah penyuntingan dalam tulisan dari kontributor?
J: Ada. Misalnya dalam partitur, kita menjatahkan 2 halaman untuk kontributor.
Tetapi kontributor menulis hingga 4 halaman. Itu harus dipotong. Setelah
disunting, nanti kita kirim lagi ke kontributor untuk mengkonfirmasi
perubahannya. Agar tidak menghilangkan poin penting dalam tulisan kontributor.
T: Mengapa artikel tentang Prabowo yang ada bersifat saduran?
J: Ya, itu karena pihak mereka yang susah dikontak. Jadi kita harus mencari ke
sumber yang lain (detik, kompas, dll).
T: Adakah intervensi lebih lanjut dari pemilik?
J: Tidak ada. Pemilik hanya meminta diyakinkan, kenapa kita harus mengangkat
isu ini. Untuk hal kebebasan, dia sangat member kebabasan kepada kita.
Intervensi hanya datang dari istri pemilik. Itu pun hanya dalam masalah desain.
Kalau untuk masalah konten, mereka sangat mempercayakan kepada redaksi.
Karena mereka pun sadar bahwa masalah keredaksian bukanlah bidang mereka.
T: adakah perbedaan alur produksi antara edisi pilpres ini dengan edisi lainnya?
J: tidak ada. Kami menjalankan alur produksi seperti biasanya.
T: Apakah RSI menaruh perhatian terhadap politik?
J: Iya, kami menaruh perhatian terhadap politik. Karena RSI kan franchise dari
Amerika. Jadi sebelum kita penerbitan edisi pertama, kita pelajari dulu seperti apa
identitas dan karakteristik majalah Rolling Stone di Amerika. Dan bidang politik
merupakan karakter yang utama di majalah Rolling Stone. Mungkin harusnya
lebih mengutamakan film. Karena edisi pertama mereka, mereka membahas
tentang perang Vietnam. Karena mereka menginginkan Rolling Stone menjadi
sebebas zine, tapi juga memberitakan seserius koran mainstream. Jadi RSI ada di
tengah-tengah. Berbicara musik, juga berbicara politik. Perang Vietnam
merupakan salah satu yang ditentang dari awal oleh Rolling Stone Amerika. Dan
RSI mengambil sifat politik dari Rolling Stone Amerika. Kita implementasikan di
sini. Lagipula, dunia politik dan musik tidak jauh. Banyak musisi yang berbicara
politik, seperti Iwan Fals. Kita juga pernah mewawancarai Anies Baswedan dan
Ahok (Basuki Tjahaya Purnama). Bahkan tahun lalu RSI memberikan
penghargaan kepada Ahok pada edisi ulang tahun dalam Editor’s Choice Award.
Karena memang RSI peduli dengan hal seperti itu (politik).
T: RSI peduli, tapi terlihat tidak terlalu banyak mengangkat isu politik. Mengapa
demikian?
J: Memang terlihat jarang menjadi cover. Tapi setiap edisi RSI selalu ada rubrik
“National Affairs” yang membahas isu-isu nasional, termasuk politik. RSI pernah
mengangkat isu Papua dan Rembang. Walaupun kami menggunakan kontributor
dalam penulisannya. Ini yang membuat RSI terkesan ”musik banget” dan “pop
culture banget” dari luar. Baru kali ini tema politik dijadikan cover story.
T: Dalam edisi ini, sejauh mana RSI membahas politik?
J: Dalam rapat redaksi untuk edisi ini, RSI tidak membicarakan untuk mengupas
masing-masing calon. Kita lebih mengupas dalam hal angle yang akan diambil.
Bukan memberi gambaran kepada pembaca bagaimana masing-masing calon
tersebut. Karena kalau RSI melakukan itu, akan terjadi tendensi. Awalnya
memang kami menginginkan untuk mewawancara sumber dari kedua calon
dengan jumlah yang merata. Tetapi kami kesulitan untuk mengontak dari pihak
Prabowo. Jadi terpaksa kami mengutip dari sumber lain. Itu pun sudah dekat
dengan deadline. Itu atas inisiatif Mas Adib, dan tanpa seleksi. Kami
mencantumkan seadanya.
Transkip wawancara dengan pimpinan redaksi majalah Rolling Stone Indonesia
edisi 111/Juli 2014
Narasumber : Adib Hidayat
Jabatan : Pimpinan redaksi majalah Rolling Stone Indonesia
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Juni 2017
Waktu : 17.00 WIB
T: Bagaimana visi dan misi majalah RSI?
J: Rolling Stone ingin memberikan dan memperkaya masyarakat tentang
pendidikan dan pengetahuan terhadap budaya pop yang menurut kami baik, yang
perlu kami berikan kepada penikmat. Tentang musik awalnya, kemudian
berkembang ke wilayah budaya pop yang lain seperti film, sport, dan segala
macam kultur pop yang ada. Intinya sama seperti visi dan misi majalah Rolling
Stone Amerika, yaitu memberikan sumbangsih kepada negara dengan cara
memberikan asupan gizi musik atau budaya-budaya pop yang menurut kami baik.
Walaupun kemudian politik masuk, tetapi bukan berarti menjadi hal yang selalu
kami bahas. Politik bukan menjadi asupan utama yang kami berikan.
T: Bagaimana sifat berita majalah RSI?
J: Untuk beritanya sendiri, karena kami adalah majalah bulanan, maka sifat berita
kami adalah features. Tetapi features yang in-depth yang panjang. Karena untuk
features pendeknya sudah ada di rollingstone.co.id. Jadi kita mencoba untuk
mengungkapkan sisi lain yang lebih panjang dari sudut pandang kami untuk
bahasan-bahasan musik, film, politik dengan sudut pandang gaya Rolling Stone.
jadi lebih kepada in-depth reporting yang kami kemas.
T: Bagaimana pandangan politik majalah RSI secara umum dan khusus (pilpres
2014)?
J: Tentunya, kami berpihak pada kepentingan umum. Dikembalikan kepada
kepentingan umum.
Walaupun pada akhirnya seolah-olah kami berada di pihak Jokowi, tetapi secara
institusi, tidak. Karena sebagai media, kami harus bersikap netral, tanpa melihat
kubu satu dan dua. Maka dari itu, ketika kami menjadikan mereka sebagai cover
story pun, kami mencoba berimbang. Kami melakukan banyak interview dengan
musisi-musisi pendukung. Tapi dari kubu Prabowo tidak terlalu banyak yang
mendukung dan banyak juga yang tidak bisa dikontak hingga tenggat waktu yang
ditentukan. Kami sebagai institusi tidak memihak sebenarnya, walaupun secara
pribadi banyak teman-teman di sini yang mendukung Jokowi atau Prabowo. Itu
sah-sah saja menurut kami. Tapi sebagai institusi, kami mencoba untuk netral.
Walaupun tempat ini (Rolling Stone Café) pernah dipakai juga untuk acara, tapi
ini lebih kepada bentuk dukungan dari sebuah gerakan yang baik dari masyarakat,
yaitu untuk membela kepentingan orang banyak. Jadi itu yang kami dukung waktu
itu.
Kalaupun misalnya dari apa yang kami lakukan terkesan condong ke salah satu
kubu, sebenarnya tidak seperti itu. Karena kalau dilihat dari tulisan-tulisan yang
resmi, kami tidak melulu memuja. Kemudian ketika Jokowi sudah menjadi
presiden pun, ya sudah, kami tidak menjadi rombongan yang selalu memuji
semua tindakan Jokowi. Karena apa yang kami lakukan, kami kembalikan kepada
masyarakat. Kalau dia tidak sesuai dengan visi dan misi yang mereka buat,
bersebrangan dengan kepentingan rakyat, tentu kami akan mengkritisinya.
T: Apa pertimbangan dalam mengangkat topik ini?
J: Kami melihat bahwa masyarakat seperti terbelah dua, dan kami ingin
memberikan opsi kepada mereka dengan cara mengumpulkan pemikiran, ide, dan
masukan dari musisi-musisi pendukung kedua pasangan calon. Karena kami
majalah musik, kami ingin menyuarakan aspirasi yang ada dari musisi pendukung
Jokowi maupun Prabowo. Maka dari itu, di situ ada adu gagasan, kemudian kami
kembalikan kepada pembaca, bahwa musisi yang diidolakan masyarakat
mendukung kubu yang mana. Jadi kami ingin memberikan alternatif pilihan
kepada pembaca, kami persilahkan pembaca memilih sesuai hati nurani setelah
membaca
T: Bagaimana hubungan majalah RSI dengan musisi kontributor yang mendukung
pasangan calon?
J: Kami memiliki hubungan yang baik dengan musisi-musisi tersebut. Mereka pun
hanya menganggap itu hanya perbedaan pandangan politik. Tidak berimbas ke
mana-mana. Walaupun ada satu-dua orang yang masih terbawa, tapi mereka tidak
menjadi mayoritas. Tapi dalam keseharian dan pertemanan, baik-baik saja.
T: Bagaimana hubungan majalah RSI dengan kontributor sehingga terjadi
ketimpangan?
J: Waktu itu saya ingat, Dhani (Dewa 19) berjanji ingin menulis, namun tidak
selesai hingga tenggat waktu yang ditentukan, begitupun Anang Hermansyah dan
Ivan (Seventeen). Kami berpatokan kembali kepada tenggat waktu. Kami pun
menyampaikan kepada pembaca, jika hingga tenggat waktu yang ditentukan,
mereka (kontributor) tidak mengirimkan tulisan mereka. Kami melihat bahwa
tulisan yang ada sudah cukup walaupun tidak sebanding, tapi sudah ada
perwakilan di sana. Jadi sebenarnya kesempatan sudah diberikan, tapi mereka
tidak mengirimkan tulisan mereka sampai batas waktu yang sudah kami berikan.
Kami pun sudah mengkonfirmasi kepada mereka perihal minimnya tulisan dari
pihak mereka yang dimasukkan, mereka pun tidak mempermasalahkan dengan
alasan keterbatasan waktu mereka. Ada opsi juga untuk mewawancarai, tapi
dikhawatirkan akan berbeda, karena kami menginginkan opini mereka.
T: Bagaimana pertimbangan tentang iklan ketika rapat redaksi dalam mengangkat
topik ini?
J: Tidak ada pertimbangan untuk masalah itu. Karena kami mengutamakan “garis
api” antara iklan dengan editorial. Jadi tidak ada hubungan sama sekali. Kami
hanya mengkonfirmasi kepada pengiklan tentang topik yang akan diangkat, dan
tidak pernah ada penolakan dari mereka. Selama RSI berdiri, tidak pernah ada
perdebatan antara pihak pemasaran dengan editorial karena masalah tema. Pihak
pengiklan juga mengerti bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena sikap
independensi dari media.
T: Bagaimana kecenderungan politik dari pemilik?
J: Pemilik RSI tidak memiliki kecenderungan dan kefanatikan terhadap salah satu
calon. Jadi semuanya dikembalikan kepada independensi kami. Ketika pemilik
melihat hasil penyuntingan seperti itu, mereka tidak mempermasalahkannya.
T: Sebarapa jauh intervensi dari pemilik dalam proses penyuntingan?
J: Tidak ada sama sekali intervensi dari mereka. Semua dikembalikan kepada
rapat redaksi. Ketika rapat redaksi, semuanya berhak bersuara mengeluarkan ide.
Setelah keluar dari ruang rapat, ada yang tidak disepakati, walaupun itu ide dari
pemred, editor, sekalipun reporter, kalau ide tersebut tidak bagus, maka tidak akan
dilaksanakan. Sebaliknya, jika ide tersebut bagus, dari siapapun, akan kami
laksanakan. Jadi semuanya atas kesepakatan bersama. Tidak ada veto, tidak ada
intervensi.
T: Bagaimana sikap RSI tentang porsi Prabowo yang tidak memenuhi porsi sesuai
partitur?
J: Kami mencoba mengatasinya melalui layout yang proporsional. Kalau pun
konten untuk mereka di dalamnya tidak banyak, tapi di cover, kami tidak
membedakan. Karena pembaca akan melihat dari cover-nya, dan tidak ada
keberpihakan di sana. Ketika mereka membaca, walaupun secara konten tidak
berimbang, kami berharap mereka memahami maksud dan tujuan kami bahwa
kami ingin memberikan insight kepada pemilih. Kami menampilkan point of view
dari musisi yang mendukung para calon. Kami segera beradaptasi dengan layout-
nya, karena jumlahnya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Termasuk
adanya penambahan tulisan dari Reno Nismara tentang liputan di acara kampanye
Jokowi?
T: Adakah utusan dari majalah RSI untuk peliputan kampanye Prabowo?
J: Ya, kami sempat mengirim tim untuk peliputan acara kampanye Prabowo di
Senayan. Tapi tidak kami masukkan karena pertimbangan waktu yang sudah
mendekati tenggat waktu. Selain itu, kami juga memiliki pemikiran bahwa kami
ingin mengungkapkan apa yang menjadi sudut pandang dari kedua pihak. Ketika
kami meminta konfirmasi setelah acara kampanye tersebut selesai pun, kami
mengalami kesulitan.
T: Bagaimana tanggapan kontributor ketika RSI memberikan tawaran kepada
mereka untuk menuliskan opini untuk RSI?
J: Kedua pihak menanggapinya dengan antusias. Mereka berkata bahwa mereka
akan mencoba untuk bisa memberikan opini mereka di sini. Hanya saja, kembali
lagi, masalah waktu yang membuat tulisan mereka tidak masuk.
T: Adakah perbedaan dalam alur produksi antara edisi ini dengan edisi lainnya?
J: Tidak ada. sama saja. Diawali dengan rapat redaksi, kemudian menentukan
siapa yang akan menulis, memilih kontributor, siapa saja yang akan menjaga
artikel dari masing-masing kontributor.
T: Bagaimana sikap pemilik terhadap politik?
J: Pemilik bersikap netral. Tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan politik.
T: Bagaimana keberpihakan RSI dalam Pilpres 2014?
J: Kami mencoba untuk menjadi milik bersama. Kami tidak ingin berpihak.
Walaupun dari luar ada anggapan bahwa kami berpihak pada pihak tertentu,
musik tertentu, kelompok tertentu, tapi kami mencoba untuk netral dan
mengembalikan kepada pembaca. Dari awal kami sepert itu.
FOTO-FOTO
Gambar 1. Sampul Majalah Rolling Stone Indonesia Edisi 111/Juli 2014
Gambar 2. Rubrik Editor’s Note
Gambar 3. Rubrik Random Notes
Gambar 4. Rubrik Random Notes
Gambar 5. Rubrik Random Notes
Gambar 6. Rubrik Random Notes
Gambar 7. Rubrik Random Notes
Gambar 8.Rubrik Pilpres 2014
Gambar 9. Rubrik Pilpres 2014
Gambar10. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 11. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 12. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 13. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 14. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 15. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 16. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 17. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 18. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 19. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 20. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 21. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 22. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 23. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 24. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 25. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 26. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 27. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 28. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 29. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 30. Rubrik Pilpres 2014
Gambar 31. Screenshot Direct Message Instagram wawancara pribadi dengan Ifan
“Seventeen”.