Bab 2

29
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Terdapat beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu: Menurut Mohamad Zain (2007:10) menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan umum undang-undang dengan tidak mendapatkan pretasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Menurut Mardiasmo (2011:92) menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada jasa timbal balik (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangakan pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 ayat (1), adalah: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dan ketiga definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu:

description

bab

Transcript of Bab 2

Page 1: Bab 2

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Terdapat beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

yaitu:

Menurut Mohamad Zain (2007:10) menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum undang-undang dengan tidak mendapatkan pretasikembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untukmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negarauntuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut Mardiasmo (2011:92) menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) dengan tiada jasa timbal balik (kontra-prestasi)yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayarpengeluaran umum”.

Sedangakan pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan, Pasal 1 ayat (1), adalah:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengantidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluannegara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dan ketiga definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri

atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu:

Page 2: Bab 2

10

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontrapretasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun

pemerintah daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang

bermanfaat bagi masyarakat luas.

5. Berfungsi sebagai budgeter dan regulerend.

2.1.2 Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak dalam menjalankan pemerintahan yaitu:

1. Fungsi Budgeter (Fungsi Pemerintahan)

Yaitu sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan

negara/pemerintah, misalnya dimasukannya pajak ke dalam APBN

sebagai sumber dana pemerintah dalam negeri.

2. Fungsi Regulerend (Fungsi Mengatur)

Yaitu sebagai alat yang digunakan untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan bidang sosial dan ekonomi, misalnya dikenakannya pajak

yang lebih tinggi terhadap minuman keras dan barang mewah.

Page 3: Bab 2

11

2.1.3 Pembagian pajak

Menurut Waluyo (2011) berdasarkan jenisnya pajak dikelompokan

menjadi 3, yaitu:

1. Menurut Lembaga Pemungutan

a. Pajak Negara (Pemerintahan Pusat)

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan dipergunakan

untuk membiayai Rumah Tangga Negara. Misalnya, PPN, PPnBM, Bea

Materai, PBB, Cukai, Bea Masuk, dan Pajak Ekspor.

b. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan

untuk membiayai Rumah Tangga Daerah. Misalnya, Pajak reklame, dan

Pajak Pertunjukan.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang

selanjutnya dicari syarat objeknya dengan memperhatikan keadaan diri

wajib pajak. Misalnya, PPh.

b. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan

keadaan wajib pajak. Misalnya, PPN, PBB, Bea Materai.

Page 4: Bab 2

12

3. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung

Yaitu pajak yang pembebananya tidak dapat dilimpahkan kepada orang

lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang

bersangkutan. Misalnya, PPh.

b. Pajak Tidak Langsung

Yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

Misalnya, PPN.

2.1.4 Cara Pemugutan Pajak

Menurut Waluyo (2011) mengemukakan tentang cara pemungutan

pajak dilakukan berdasarkan pada tiga stelsel, yaitu:

1. Stelsel Nyata (Rill stelsel)

Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan

stelsel ini lebih realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan

pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui).

2. Stelsel Anggapan (Fictif stelsel)

Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama

dengan tahun sebelumnnya, sehingga pada awal tahun pajak telah dapat

ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.

Page 5: Bab 2

13

Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun pajak

berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya

adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan sebenarnya.

3. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel

anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan

dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan

lebih besar daripada menurut anggapan, maka wajib pajak harus

melunasi kekurangannya. Demikian pila sebaliknya, apabila lebih kecil

maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihan pajak yang telah

dibayar.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga jenis seperti yang

diungkapkan oleh Waluyo (2011), yaitu:

1. Official Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

Page 6: Bab 2

14

b. Wajib pajak bersifat aktif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

2. Self Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajak sendiri.

b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri pajak yang tarutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak

ketiga pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Page 7: Bab 2

15

2.1.6 Subjek Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 adalah :

(1) Yang menjadi subjek pajak adalah :

a. Orang pribadi;

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan

yang berhak.

b. Badan.

c. Bentuk usaha tetap.

(1a) bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan

perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek

pajak luar negeri.

(3) Subjek pajak dalam negeri adalah :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,

kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

Page 8: Bab 2

16

2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat

atau Pemerintah Daerah;

4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional

negara; dan

c. Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan

yang berhak.

(4) Subjek pajak luar negeri adalah :

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau

memparoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia.

(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yag berada

Page 9: Bab 2

17

di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat

berupa :

a. Tempat kedudukan manajemen;

b. Cabang perusahaan;

c. Kantor perwakilan;

d. Gedung kantor;

e. Pabrik;

f. Benkel;

g. Gudang;

h. Ruang untuk promosi dan penjualan;

i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. Wilayah kerja pertambahan minyak dan gas bumi;

k. Perukanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

l. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang

lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12

bulan;

n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya

tidak bebas;

Page 10: Bab 2

18

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan

bertempat kedudukam di Indonesia yang menerima premi asuransi

atau menanggung resiko di Indonesia; dan

p. Komputer agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,

disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik

untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan

oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

2.1.7 Objek Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesi Nomor

7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal 2 ayat (1) :

(1) yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia,

yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apapun, termasuk :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiunan atau imbalan

Page 11: Bab 2

19

badan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-

Undang ini;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. Laba usaha;

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

termasuk:

1. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta kepada

perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti

saham atau penyertaan modal;

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya;

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun;

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat dan keagamaan, badan

pendididkan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang

pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang

tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau

penugasan diantara pihak – pihak yang bersangkutan;

Page 12: Bab 2

20

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak pengembangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau pemodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajaka;

f. Bungan termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktifa;

n. Premi asuransi;

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usahannya atau pekerjaan

bebas;

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari peghasilan yang belum

dikenakan pajak;

Page 13: Bab 2

21

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

s. Surplus Bank Indonesia;

2.2 Pengetahuan pajak

Pengetahuan memiliki arti yang luas sehingga sulit untuk menentukan

definisi yang pasti. Berikut ini beberapa definisi mengenai pengetahuan:

1. “Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian”

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).

2. “Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga” (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan pajak dapat diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki

oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan tentang peraturan perpajakan yang

ada di Indonesia. Seberapa luas pengetahuan pajak oleh wajib pajak tentang

perpajakan yang ada.

Menurut Supriyanti dan Hidayat (2008) terdapat beberapa indikator

bahwa Wajib Pajak perlu mengetahui peraturan perpajakan, sebagai berikut:

Page 14: Bab 2

22

1. Wajib pajak mengetahui bahwa pajak diatur oleh Undang-Undang

Pajak tidak lepas dari peraturan yaitu Undang-Undang Perpajakan

dimana segala hal yang berhubungan dengan pajak sudah ada

dalam Undang-Undang. Maka dari itu Wajib Pajak tidak dapat

menganggap pembayaran pajak adalah hal tidak berhukum.

2. Pengetahuan mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak

Masyarakat perlu mengetahui bahkan memahami hak dan

kewajiban mereka sebagai wajib pajak, maka mereka akan

melakukan kewajibannya untuk membayar pajak dengan

sendirinya.

3. Kepemilikan NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki

oleh setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas batas

penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). NPWP merupakan sarana

pengadministrasian pajak.

4. Pengetahuan dan memahami tata cara menghitung sendiri jumlah

pajak yang terutang.

Sesuai dengan tax reform yaitu adanya perubahan sistem

perpajakan yang digunakan yaitu self assessment system,

pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak

sangat penting karena wajib pajak akan mampu menghitung sendiri

jumlah pajak terutangnya.

Page 15: Bab 2

23

5. Pengetahuan mengenai Surat Pemberitahuan (SPT)

SPT merupakan surat yang wajib disampaikan atau dilaporkan oleh

wajib pajak mengenai perhitungan pajak terutang serta pembayaran

pajak, oleh karena itu, pengetahuan wajib pajak mengenai SPT

sangat penting.

6. Pengetahuan mengenai sanksi perpajakan

Pengetahun wajib pajak mengenai sanksi perpajakan dapat

berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar

pajak, karena wajib pajak akan dirugikan oleh sanksi tersebut

apabila wajib pajak melalaikan kewajiban perpajakannya.

2.3 Sistem Administrasi Perpajakan

2.3.1 Pengertian Administrasi Perpajakan

Menurut Nurmantu (1998:53). Administrasi pajak mempunyai dua arti

yaitu:

a. Administrasi pajak dalam arti luas dapat dilihat sebagai fungsi,

sistem, lembaga dan manajemen publik.

b. Administrasi pajak dalam asti sempit adalah penatausahaan dan

pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak,

baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan dikantor fiskus

maupun dikantor wajib pajak. Yang termasuk dalam kegiatan

penatausahaan (clerical works) adalah pencatatan (recording),

penggolongan (classifying) dan penyimpanan (filing).

Page 16: Bab 2

24

Sedangkan Mohammad Zain (2004:49) yang mengemukakan bahwa:

“Administrasi perpajakan adalah bagian dari administrasi negara,yang merupakan keseluruhan aparat perpajakan beserta kegiatanyang dilakukan oleh aparat perpajakan dan pemotong/pemungutpajak di luar aparat perpajakan dari suatu negara, dalam usahamengelola dan menghimpun penerimaan pajak beserta pengaturanlainnya sehubungan dengan perpajakan, sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan”.

Dan menurut Ensiklopedi perpajakan yang ditulis oleh Sophar

Lumbanturun (2005:19) Administrasi Perpajakan yaitu:

“Administrasi perpajakan (tax administration) ialah cara-cara atau

prosedur pengenaan dan pemungutan pajak”.

2.3.2 Sistem Administrasi Perpajakan Indonesia

Sistem administrasi perpajakan dalam melakukan pemungutan pajak

diperlukan adanya sistem yang disetujui oleh masyarakat, fiskus maupun

pemerintah. Sistem yang disetujui kelak menjadi dasar pelaksanaan perpajakan

fiskus dan wajib pajak. Sistem perpajakan di suatu negara terdiri dari tiga unsur

yang berkaitan satu dengan yang lainnya yaitu tax policy, tax low dan tax

administration. Sistem administrasi perpajakan di Indonesia telah mengalami

reformasi pajak sebanyak tiga kali yaitu tahun 1983,1994 dan tahun 2000. Sistem

administrasi yang berlalu di Indonesia adalah Self Assessment System.

Sistem self assessment system ini merupakan sistem pemungutan pajak

yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk

menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak

Page 17: Bab 2

25

yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan,

sedangkan fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.

Sistem administrasi perpajakan mengalami reformasi perpajakan secara

terstruktur. Dimulai dari reformasi perangkat lunak, perangkat keras serta kualitas

SDM. Reformasi perangkat lunak adalah perbaikan struktur organisasi, sistem

operasi hingga proses pengawasan agar efektif dan efisien. Perangkat keras berupa

perbaikan sarana dan prasaranan yang menunjang mutu dalam upaya modernisasi.

Terakhir adalah kualitas SDM dilakukan dengan pelaksanaan test yang ketat,

penempatan pegawai sesuai kapasitas, pelatihan serta program pengembangan self

capacity.

Hal tersebut di atas telah diterapkan oleh Direktorat Jendral Pajak,

seperti adanya perbaikan pelayanan dengan dibentuknya Account Representative

(AR) dan Compliant Center, adanya kemajuan teknologi (e-filling, e-payment, e-

registration, dan e-counceling).

2.3.3 Asas Ease of Administration dalam Pemungutan Pajak

2.3.3.1 Asas Ease of Administration

Administrasi perpajakan berperan penting dalam sistem perpajakan di

suatu negara. Sukses tidaknya pemerintah dalam pemungutan pajak tergantung

pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan administrasi perpajakannya. Dalam

pemungutan pajak, asas ease of administration atau asas kemudahan administrasi

sangat berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar atau

menyetorkan pajak terutangnnya. Sistem administrasi perpajakan yang tidak

Page 18: Bab 2

26

efektif dan efisien akan menimbulkan kerugian-kerugian yang membuat

pemungutan pajak terasa semakin membebankan bagi wajib pajak. Hal ini tentu

akan membuat wajib pajak semakin enggan untuk melaksanakan kewajibannya

sebagai warga negara.

Banyak tokoh pemikir yang telah merumuskan aspek-aspek dalan asas

ease of administration, salah satu tokoh yang membahasnya secara komprehensif

adalah Rosdiana (2010) beliau menggambarkan asas ease of administration

dengan beberapa indikator sebagai berikut:

1. Asas Certainty

Asas certainty ini berhubungan dengan aspek hukum atau ketentuan

perundang-undangan dalam sistem perpajakan. Pemungutan pajak harus ada

kepastian hukum sehingga dapat dihindari tindakan sewenang-wenang dan

tindakan kompromi antara wajib pajak dan petugas pajak

Frizt Neumark mengungkapkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam

sistem perpajakan harus dapat dipahami (comprehensible), tidak boleh

menimbulkan keragu-raguan atau penafsiran yang berbeda, tetapi harus

menimbulkan kejelasan (must be unambiguous dan certain), baik bagi wajib pajak

maupun fiskus.

Mansury menjelaskan bahwa dalam asas certainty terdapat empat hal

yang perlu diperhatikan, yaitu (i) harus pasti siapa yang dikenakan pajak (subyek),

(ii) harus pasti apa yang menjadi dasar pemungutan pajak (obyek), (iii) harus pasti

berapa jumlah yang dibayar (tarif), dan (iv) harus pasti bagaimana cara

pembayarannya (prosedur).

Page 19: Bab 2

27

2. Asas Convenience

Asas convinience berhubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh

fiskus kepada wajib pajak, baik berupa kenyamanan dan kemudahan prosedur

hingga waktu pemungutan yang sesuai dengan kondisi waji pajak. E. R. A.

Seligman mengungkapkan bahwa prinsip convenience berhubungan dengan

pernyataan tentang bagaimana pajak itu dibayar, kapan harus dibayarkan, kemana

harus dibayarkan, dan dalam kondisi bagaimana pajak itu dibayarkan.

3. Asas Efficiency

Kaidah efficiency dimaksudkan supaya pemungutan pajak hendaknya

dilaksanakan dengan sehemat-hematnya jangan sampai biaya-biaya memungut

pajak menjadi lebih tinggi daripada hasil pungutan pajaknya.

Rosdiana (2010) menyatakan bahwa efisiensi dapat dilihat dari sisi

fiskus dan wajib pajak. Secara keseluruhan pemungutan pajak dapat dikatakan

efisien jika cost of taxation-nya rendah. Indikator cost of taxation adalah:

a. Comliance cost

b. Administrative cost

c. Deadweight efficiency loss from taxation

d. The excess burdeb of tax evasion

e. Avoidance cost

Page 20: Bab 2

28

2.3.3.2 Pentingnya Asas Ease of Administration dalam Pemungutan Pajak

Seperti telah diungkapkan sebelumnya, administrasi perpajakan

berperan penting dalam sistem perpajakan di suatu negara. Ease of administration

sangat berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar atau

menyetorkan pajak terutangnnya. Sistem administrasi perpajakan yang efektif dn

efisien akan menimbulkan kerugian-kerugian yang membuat pemungutan pajak

terasa semakin membebankan bagi wajib pajak. Hal ini tentu akan membuat wajib

pajak semakin enggan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara.

Penyimpangan dalam administrasi pajak berpotensi membawa pola

hubungan yang menyimpang di antara aktor pajak, yakni aparat pajak dan wajib

pajak. Administrasi pajak yang memiliki banyak kelemahan akan berpengaruh

pada tidak optimalnya penerimaan negara.

Sistem administrasi pajak yang baik berkorelasi positif dengan

meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan kewajibannya sebagai

wajib pajak. Sistem administrasi pajak perlu dikembangkan secara kontinyu agar

dapat memotivasi wajib pajak. Pengembangan tersebut akan menyebabkan

meningkatnya penerimaan pajak.

Konsep dan implementasinya di Indonesia menyatakan bahwa

pengorganisasian sistem perpajakan melalui administrasi yang baik membawa

konsekuensi politik bagi membaiknya hubungan antara negara dan rakyat.

Apabila administrasi memenuhi kriteria sosial sebagai kompensasi yang diterima

rakyat, nilai kepatuhan wajib pajak akan lebih baik.

Page 21: Bab 2

29

2.4 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000

menyatakan bahwa :

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib pajak dalam pemenuhankewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yangberlaku dalam suatu negara”.

Kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang patuh merupakan salah satu

kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak termasuk

tertib terhadap hukum perpajakan dimana disebutkan hukum perpajakan tidak

pandang bulu dan tidak luput dari perkecualian baik dimana saja serta siapa saja

semua sama berdasarkan ketentuan hukum perpajakan yang berlaku untuk

menghindari sanksi administrasi yang akan merugikan wajib pajak sendiri.

Pengukuran efisiensi dan efektifitas administrasi perpajakan yang lebih akurat

adalah berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara

penerimaan yang sesunguhnya denga pajak potensial dengan tingkat kepatuhan

dari masing-masing sektor pepajakan.

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak

dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak

yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban penpajakan yang

sesuai.

Menurut Norman D Nowak dalam buku Moh. Zain (2004:45),

kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu:

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

Page 22: Bab 2

30

1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Nurmantu (2007:148), mendefinisikan kepatuhan perpajakan adalah:

“Suatu Keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya”.

Menurut Ony dkk (2008:69), tentang Pengertian Kepatuhan yaitu:

“Kepatuhan Perpajakan merupakan kataantan, tunduk dan patuh sertamelaksanakan ketentuan perpajakan. Wajib pajak yang patuh adalahwajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajibanperpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.”

Terdapat dua macam kepatuhan, menurut Nurmantu (2007:149) yaitu:

1. Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni

sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material

dapat meliputi kepatuhan formal.

Page 23: Bab 2

31

Prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa

tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela

merupakan tulang punggung sisten self assessment dimana wajib pajak

bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara

akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007,

wajib pajak dimasukkan kedalam kategori Wajib Pajak patuh apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis

pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang

perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 tahun 2007 KUP pasal 28, dan

dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi

pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang

paling banyak 5%.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit

oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau

pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi

fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form

Page 24: Bab 2

32

report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh

akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b,

c dan d di atas.

Berdasarkan pengertian di atas, kepatuhan mengandung unsur sebagai

berikut:

1. Adanya pengetahuan dan pengertian dari subyek pajak terhadap

objek pajak.

2. Adanya sikap setuju dari sbyek.

3. Adanya tindakan perbuatan yang konsisten dengan pengetahuan

dan sikap yang telah dimilikinya.

Menurut Chaizi Nasuha (2005:45), kepatuhan Wajib Pajak dapat

diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan

untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam

memperhitungkan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam

pembayaran tunggakan.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian

1. Fitta Amaliasari(2012)

PengaruhKesadaranmembayar pajak,pengetahuan danpemahamantentang PeraturanPerpajakan, dan

100respondenWajib Pajakdi KPPPratamaSubang.

Kesadaran membayar pajak,pengetahuan dan pemahamantentang Peraturan Perpajakan,dan Persepsi yang Baik atasEfektifitas Sistem Perpajakanmemiliki pengaruh terhadapKemauan untuk Membayar

Page 25: Bab 2

33

Persepsi yangBaik atasEfektifitas SistemPerpajakanterhadapKemauan untukMembayar PajakWajib PajakOrang Pribadiyang MelakukanPekerjaan Bebas

Pajak Wajib Pajak OrangPribadi yang MelakukanPekerjaan Bebas. PengaruhKesadaran membayar pajak,pengetahuan dan pemahamantentang Peraturan Perpajakan,dan Persepsi yang Baik atasEfektifitas Sistem Perpajakanterhadap Kemauan untukMembayar Pajak Wajib PajakOrang Pribadi yang MelakukanPekerjaan Bebas yaitu sebesar25,2%.

2. Nazmel Nazir(2010)

PengaruhPengetahuanPajak danEfektifitas SistemAdministrasiPerpajakanTerhadapKepatuhan WajibPajak OrangPribadi PajakBumi danBangunan

80 orangrespondenWajib PajakOrangPribadi PajakBumu danBangunan diKPP Pratamajakarta PasarRebo.

Pengetahuan Pajak dan SistemAdministrasi Perpajakanberpengaruh positif dansignifikan Terhadap KepatuhanWajib Pajak Orang PribadiPajak Bumi dan Bangunan.Pengaruh Pengetahuan Pajakdan Sistem AdministrasiPerpajakan TerhadapKepatuhan Wajib Pajak OrangPribadi Pajak Bumi danBangunan yaitu sebesar 52,2%.

3. MuhamadSeptian (2014)

Pengaruh SelfAssessmentSystem,PemeriksaanPajak dan SistemAdministrasiPerpajakanTerhadap TingkatKepatuhan WajibPajak OrangPribadi

11 unitresponden diKPPBandungKarees

Self Assessment System,Pemeriksaan Pajak dan SistemAdministrasi Perpajakan tidakberpengaruh signifikanTerhadap Tingkat KepatuhanWajib Pajak Orang Pribadidengan Kontribusi Pengaruhyang diberikan sebesar 53%dan sisanya sebesar 47%dipengaruhi oleh faktor lainyang tidak diteliti.

Page 26: Bab 2

34

2.5 Kerangka Pemikiran

Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar

negara. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara maka penerimaan pajak

terus dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dapat tercapai. Dengan adanya target penerimaan pajak

yang terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk

mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak melalui pengujiankepatuhan

Wajib Pajak.

Keadaan sosial ekonomi (tingkat Penghasilan, Pendidikan, status),

faktor demografi (umur dan jenis kelamin), dan juga faktor lainnya seperti tingkat

kepercayaan kepada pemerintah, akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib

pajak. Kepatuhan wajib pajak juga terkait dengan tingkat pendidikan.

Menurut Mardiasmo (1997), secara teoritis untuk menumbuhkan sikap

positif tentang sesuatu hal harus bermula dari adanya pengetahuan tentang suatu

hal tersebut. Pengetahuan tentang pajak dapat dilihat dari pengetahuan yang

menyangkut cara melaksanakan kewajiban pajak, siapa yang dikenakan, apa yang

dikenakan, berapa besaranya, dan bagaimana cara menghitungnya. Suparmono

dan Damayanti (2000) menyatakan bahwa wajib pajak harus mengetahui besarnya

pajak terhutang, kapan harus membayar dan batas waktu pembayaran.

Pengetahuan yang diungkapkan oleh beberapa orang tersebut pada

dasarnya pengetahuan tentang pajak yang terkait dengan pengetahuan tentang

peraturan perpajakan. Peraturan perpajakan yang dimaksud yaitu, Wajib Pajak

mengetahui bahwa pajak diatur oleh Undang-Undang, mengetahui hak dan

Page 27: Bab 2

35

kewajiban wajib pajak, kepemilikan NPWP, tata cara perhitungan sendiri pajak

yang terutang, pengetahuan mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) dan

pengetahuan mengenai sanksi perpajakan. Faktor pengetahuan wajib pajak

memiliki hubungan yang relatif erat dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam

menjalankan kewajibannya.

Kepatuhan wajib pajak dapat lebih ditumbuhkan jika pengelolaan

perpajakan juga disiplin, dan aparatur perpajakan bekerja dengan jujur.

Administrasi perpajakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka

menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan yang telah diambil.

Kemudahan administrasi perpajakan mencangkup adanya ketentuan

untuk tidak melaksanakan sebagian atau seluruh aktivitas ketatausahaan

perpajakan. Aktivitas ketatausahaan diartiakan sebagai aktivitas yang dilakukan

oleh wajib pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan yang diisyaratkan

dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

Penyederhanaan administrasi perpajakan berarti suatu proses yang

meringankan beban administrasi pajak, dari suatu prosedur perpajakan yang rumit

dan berbelit-belit menjadi sederhana yang akibatnya akan memberikan

kemudahaan administrasi perpajakan bagi wajib pajak. Sistem perpajakan yang

diterapkan oleh suatu daerah sangat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat

dalam membayar kewajiban pajaknya.

Dalam sistem self assessment ini, wajib pajak harus aktif memenuhi

kewajiban perpajakannya mulai dari pendaftaran diri, mengisi SPT, dengan jujur,

baik dan benar, sampai dengan melunasi pajak terhutang tepat pada waktunya.

Page 28: Bab 2

36

Walaupun sudah tersedia ancaman hukuman administrasi maupun pidana bagi

wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, ternyata masih

banyak wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya mematuhi kewajibannya.

Hal ini terkait dengan kepatuhan perpajakan atau tax compliance.

Wajib pajak dengan sendirinya akan melakukan kewajiban

perpajakannya apabila pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan

yang dimilikinya sudah jelas, serta diikuti oleh sistem administrasi yang

sederhana dan mudah bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sebagai

bentuk kepatuhan seorang wajib pajak.

Dengan adanya hubungan antara pengetahuan pajak, sistem administrasi

perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak diharapkan dapat memberikan

dampak pada kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dituangkan dalam suatu skema

kerangka pemikiran sebagai berikut:

Page 29: Bab 2

37

Gambar 2.1Kerangka Pemikiran

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dan dukungan teori yang ada

maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ha1: Pengetahuan Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi.

Ha2: Sistem Administrasi Perpajakan berpengaruh signifikan

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang pribadi.

Ha3: Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan

berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi.

Pengetahuan Pajak

(X1) :

SistemAdministrasi

Perpajakan (X2) :

Kepatuhan

Wajib Pajak (Y) :