BAB 2

27
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Humidifier 1.1. Definisi Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & bare, 2008). Prose penambahan air ke gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi (Perry & Potter, 2006). Tucker, Canobbio, Paquette, dan Wells (2000) menyebutkan humidifier merupakan alat yang digunakan untuk memberikan kelembapna dengan gelembung-gelembung udara pada saat terapi oksigen. Jadi humidifier merupakan alat humidikasi atau penambahan kadar air dalam udara (Oksigen) sehingga dicapai kelebaban tertentu. Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan yang pentng karena selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai konektor selang oksigen (nasal/ masker) yang ke pasien. Selang nasal / masker tidak dapat langsung disambungkan dengan sumber oksigen (Penny & Potter, 2006). 1.2. Tujuan Pemakaian Humidifier Humidifier merupakan alat humidifikasi, diperlukan saat pemberian oksigen sebagai pelembab udara. Kelembapan udara dapat mencegah mukosa saluran pernafasan atas mengalami kekeringan dan iritasi. Humidifikasi juga sangat bermanfaat sebagai ekspektoran

description

gg

Transcript of BAB 2

Page 1: BAB 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Humidifier

1.1. Definisi

Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & bare, 2008).

Prose penambahan air ke gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi

(Perry & Potter, 2006). Tucker, Canobbio, Paquette, dan Wells (2000)

menyebutkan humidifier merupakan alat yang digunakan untuk

memberikan kelembapna dengan gelembung-gelembung udara pada saat

terapi oksigen. Jadi humidifier merupakan alat humidikasi atau

penambahan kadar air dalam udara (Oksigen) sehingga dicapai kelebaban

tertentu.

Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan

yang pentng karena selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai

konektor selang oksigen (nasal/ masker) yang ke pasien. Selang nasal /

masker tidak dapat langsung disambungkan dengan sumber oksigen

(Penny & Potter, 2006).

1.2. Tujuan Pemakaian Humidifier

Humidifier merupakan alat humidifikasi, diperlukan saat pemberian

oksigen sebagai pelembab udara. Kelembapan udara dapat mencegah

mukosa saluran pernafasan atas mengalami kekeringan dan iritasi.

Humidifikasi juga sangat bermanfaat sebagai ekspektoran yang mudah

mempertahankan sekresi. Humidifikasi dibutuhkan karena oksigen dari

sentral maupun tabung bersifat kering (Kozier, Erb, Berman& Snyder,

2004). Pasien yang mengalami gangguan pelembaban seperti dilakukan

bypass dapat memakai humidifier kering bila oksigen yang diberikan

kurang dari 4 jam (Hilton, 2004)

1.3. Jenis Humidifier

Sebagai alat pelemba udara/ oksigen, humidifier mempunyai

beberapa jenis humidifier. Humidifier dibagi menjadi humidifier aktif yaitu

Page 2: BAB 2

humidifier yang mengeluarkan gelembung udara tabung yang berisi air

teraliri oksigen dan humidifier pasif merupakan pelembab udara yang

menggunakan alat pemanas (Saraswat, 2008). Sedangkan Hilton (2004)

membagi humidifier menjadi dua, yaitu humidifier hangat dan humidifier

dingin. Pembagian humidifier menurut Saraswat dengan Hilton secara

umum sama yaitu humidifier aktif sama dengan humidifier dingin dan

humidifier pasif dengan humidifier hangat.

Humidifier hangat merupakan alat pelembab udara dengan

melepaskan uap air atau embun dari air hangat. Pemanasan air dilakukan

dengan mesin listrik sehingga uap akan keluar dari air yang mendidih.

Humidifier tipe ini digunakan pada terapi oksigen dengan cara closed

system yang digunakan pada ventilator.

Humidifier dingin adalah pelembab udara fengan suatu alat akan

melepaskan uap/ droplet air yang dingin. Humidifier tipe ini diberikan pada

terapi oksigen yang alirannya dapat bernafas spontan lewat jalan nafas

atas. Humidifier ini, secara konvensional dengan teknik menglairkan

oksigen melalui air yang ahirnya akan timbul gelembung-gelembung udara

yang akan mendorong uap air ke udara (Rita, 2001). Kelembaban yang

dihasilkan kurang lebih 72,5% sampai 79% pada suhu ruangan (Waugh &

Granger, 2004). Weber, Palmer, Jaffar, dan Mulholland (1998) menyatakan

bahwa didaerah cuaca tropis kelembaan akan mengalami penurunan, yang

didapat hanya 34-56%.

Humidifier dingin secara luas menggunakan humidifier yang dapat

digunakan berulang-ulang. Penggunaan humidifier ini perlu diperhatikan

beberapa hal antara lain reservoir (tabung humidifier) harus dalam kondisi

bersih, air dalam humidifier harus air setril dan diganti setiap 24 jam, dan

reservoir harus diisi segera sebelum dipakai, bila cairan hendak

ditambahkan sisa cairan harus dibuang dahulu (Panmed Dalin Nosok RSU

dr. Soetomo Surabaya, 2000).

Kemajuan tekonologi memunulkan penemuan baru yaitu humidifier

yang sekali pakai (aquapak). Yamashita, Nishivama, Yokoyama, Abe,

Manabe (2005) menyebutkan bahwa dengan aquapak penggunaan selama

58 hari secara terus menerus tidak ditemukan pertumbuhan bakteri.

Pemakaian aquapak ini perlu dipertimbangkan efisiensinya karena

Page 3: BAB 2

pemakaian pada klien yang mobilitas tinggi sangat membebani biaya klien.

Kondisi tersebut kurang sesuai dengan ruangan jantung dan ruang

observasi intensif yang rata-rata pemakaian humidifier 1-7 hari (buku

laporan ruang jantung dan ROI RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2008).

Penggunaan humidifier penting pada terapi oksigen, tetapi beberapa

buku menyebutkna bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal kanul

dengan kcepatan aliran oksigen kurang dari 4 LP tidak perlu memakai

humidifier (Perry & Potter, 2006). Hilton (2004) menyebutkan bahwa

pemberian non humidifier tidak boeh lebih dari 4 jam. Kenji (2004)

melakukan penelitian dengan demonstrasi matematika. Menyimpulkan

bahwa pemakaian oksigen 4-5 LPM tidak membutuhkan humidifier karena

aliran oksigen 4-5 LPM dengan menggunakan alat nasal kanul atau simple

masker, masih dipengaruhi oleh udara ruangan. Kelembapan udara

ruangan masih mencukupi untuk membantu kelembapan terapi oksigen

yang diberikan.

Campbell, Baker, dan Crites (1998) melakukan penelitian bahwa

pemakaian humidifier dengan diisi air atau tidak diisi aiar, dengan aliran

oksigen kurang dari 5 liter per menit selama perawatan, setiap harinya

masih ditemukan keluhan kekeringan pada mukosa hidung. Non humidifier

masih dapat menjadi pilihan terapi karena dapat mengurangi biaya dan

mempermudah tugas perawat pada waktu perawatan tabung (Campbell,

Baker, & Crites, 1998).

1.4. Pemeliharaan Humidifier

Masalah keamanan utama pada humidifier adalah kontaminasi

bakteri. Dalam suatu studi, reservoar sekali pakai yang telah diisi

sebelumnya terbebas dari patogen sampai dengan 3 hari. Akan tetapi pada

studi lain ditemukan bahwa humidifier ambulans dengan botol yang telah

digunakan berulang kali memiliki bakteri pada 22 dari 30 reservoir.

Humidifier yang menggunakan air keran maupun air steril memiliki

kemungkinan yang sama untuk terkontaminasi, namun hal ini tidak berlaku

untuk semua fasilitas kesehatan; di beberapa rumah sakit air, keran

mungkin terkontaminasi dan meningkatkan risiko infeksi nosokomial.

Page 4: BAB 2

Peralatan humidifier harus dicuci dan didesinfeksi secara teratur

untuk mencegah kolonisasi bakteri. Pemeliharaan humidifier sangat

penting. Pemeliharaannya meliputi:

1. Air harus diganti setiap hari.

2. Sebelum digunakan kembali, petugas harus mengganti air,

termasuk mencuci humidifier, tabung air dan kateter dalam air

sabun, membilas dengan air bersih dan mengeringkannya di

udara.

3. Sekali seminggu (atau setiap kali pasien berhenti terapi oksigen),

semua komponen humidifier harus direndam dalam larutan

antiseptik ringan selama 15 menit, dibilas dengan air bersih dan

dikeringkan di udara. Biarkan humidifier ini kering sepenuhnya

untuk mencegah kolonisasi bakteri.

Sebuah humidifier yang bersih dan terisi dengan air bersih harus

selalu tersedia, sehingga terapi oksigen tidak terganggu saat

humidifieryang sedang dipakai harus dibersihkan.

2. Konsep Asam Asetat

2.1 Sejarah dan Perkembangan Asam Asetat

Asam asetat yang lebih sering dikenal sebagai asam cuka

merupakan salah satu golongan asam karboksilat yang telah dikenal sejak

lama dari zaman dahulu dan masih banyak digunakan sampai saat ini.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimiasudah dimulai sejak lama.

Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos

menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk

berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris,

yaitu suatuzat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan

mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa,

sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang

sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zatmanis yang

disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut

kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat

Romawi.

Page 5: BAB 2

Pada zaman dahulu asam setat telah dapat dibuat dengan proses

yang secara ilmiah disebut Proses Orkana. Ini adalah proses

pertama yang digunakan oleh Schutzenbach dengan melakukan

oksidasi pada minuman yang berisi alkohol menggunakan oksigen

dari udara memanfaatkan bantuan bakter-bakteri. Eksperimen ini

mengawali pembuatan asam asetat pada zaman sekarang dengan

menggunakan proses destilasi kayu kering dengan menggunakan katalis

H2SO4. Proses inilah yang nantinya akan menghasilkan asam asetat biasa

yang disebut dengan asam cuka kayu(wood acetic acid). Ilmu yang lebih

sempurna untuk proses pembuatan asam asetat diantaranya adalah

Oksidasi Asetaldehid yang dilakukan pada kondisi tekanan 15

atmosfir (15 atm) dan temperatur 200oC dengan adanya penambahan

katalis. Proses lain yaitu Oksidasi Butana. Proses ini dilakukan pada

tekanan 3,5 atmosfir (3,5 atm) dan temperatur 120 oC. Proses ini juga

menggunakan bantuan katalis dan berlangsung dalam fase gas.Proses lain

yaitu Oksidasi Etana. Proses ini merupakan proses yang cukup baru

dikembangkan dalam proses pembuatan asam asetat. Proses ini

mereaksikan etana dengan oksigen pada reaktor multitubular pada 1-50

bar dan temperatur 150-500oC dengan penambahan katalis. Selain itu,

asam asetat juga dpat dibuat melalui proseskarbonilasi metanol yang

pertama kali diaplikasikan pada tahun 1963 dengan proses BASF dan

proses Mosanto pada tahun 1968.

Asam asetat telah diketahui manusia selama berabad-abad.

Kemungkinan besar bahwa itu ditemukan tidak sengaja selama proses

pembuatan anggur. Ketika proses fermentasi adalah jus buah dibiarkan

terlalu lama, anggur spontan bentuk cuka, encer bentuk asam asetat.

Akibatnya, asam asetat namanya berasal dari acetum kata Latinyang

berarti cuka.Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa

kimia asam organikyang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma

dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini

seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.

Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis

tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam asetat merupakan

salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.

Page 6: BAB 2

Larutanasam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah,

artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam

asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting.

Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena

tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam

serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan

sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam

asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari

hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari

sumber hayati.

Asam asetat merupakan salah satu produj industri yang banyak

dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang

mengandung alkohol, yang diperoleh dari berbagai macam bahan seperti

buah buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Hasil dari fermentasi

asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang berarti sour wine. Vinegar

berasal dari bahasa Perancis, vindiger (vin=wine, digger=sour). Pada saat

ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur apel,

nira kelapa, malt, gula sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana

pembuatannya melibatkan proses fermentasi alokohol dan fermentasi

asetat secara berimbang.

Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi

menjadi alkohol dan fermentasi alkohol menjadi asam cuka, pengeraman,

serta penyimpanan. Dari Food and Drugs Administrator (FDA) USA, definisi

vinegar sebagai berikut: vinegar, cider vinegar, aplle vinegar dibuat dari

juice apel yang difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih

lanjut menjadi asam cuka. Asam cuka mengandung 4 gr vinegar dalam 100

ml, 20 0C. Wine vinegar, grape vinegar sama dengan diatas hanya bahan

bakunya dari anggur. Selain itu, ada yang disebut malt vinegar, sugar

vinegar dan glukosa vinegar.

2.2 Pengertian Starter Asetat

Dalam proses fermentasi asetat memerlukan pembiakan murni

Acetobacter yang disebut juga dengan starter. Starter adalah populasi

mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan

Page 7: BAB 2

dengan biakan murni. Starter baru dapat digunakan 8 hari setelah

diinokulasikan dengan biakan murni. Pemakaian starter tidak diizinkan

terlalu banyak karena tidak ekonomis.

2.3 Mekanisme Reaksi Asam Asetat

Asam asetat dapat dihasilkan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau

buah buahan yang mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi

biologis yang menggunakan mikroorganisme. Etanol dioksidasikan menjadi

acetaldehid dan air. Asetaldehid dihidrasi yang kemudian dioksidasi

menjadi asam asetat dan air. Mekanisme pembentukan asam asetat yaitu:

Bakteri asam asetat dapat menggunakan oksigen sebagai penerima

elektron, urutan reaksi oksidasi biologis mengikuti pemindahan hidrogen

dari substrat etanol. Enzim etanol dehidrogenase dapat melakukan reaksi

ini karena mempunyai seistem sitokhrom yang menjadi kofaktornya. Bakteri

bakteri asam asetat, khususnya dari genus Acetobacter adalah

mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim intraselular yang

berhubungan dengan sistem bioksidasi mempergunakan sitokhrom

sebagai katalisatornya.

Reaksi:

2.4 Oraganisme Asam Asetat

1. Klasifikasi Acetobacter

Spesies ini dapat digunakan dalam generator vinegar kecuali A.

Xylinum dan beberapa spesies lain yang dapat mengoksidasi

asam asetat menjadi CO2 dan air. Lebih dari 200 spesies dari

varian genus Acetobacter dapat menghasilkan asam asetat.

Page 8: BAB 2

2. Teknik Laboratorium dan Biakan Acetobacter

a. Start Culture

Agar start dari jus tomat dalam tabung tertutup. Medium ini

diletakkan dalam autoclave kemudian didinginkan dalam posisi

miring kemudian spesial both starter ditambahkan untuk

menutupi kira kira sepertiga dari slant both. Slant both

merupakan larutan nitrogen dari dekstrosa, etanol, asam

asetat, diphospor. Inokulasi dibuat dari culture stock atau

vinegar dengan menggunakan kawat yang digesekkan pada

agar slant, inkubasikan pada 30 oC sehingga terjadi

perkembangan yang baik. Setelah itu disimpan pada suhu 5- 10

oC. Biakan ini diambil tiap bulan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup.

b. Pemurnian Bahan

Agar juice tomat diletakkan dalam petridish dan ditandai.

Biakkan ini dimasukkan dalam plate dengan menggunakan

batang glass steril yang dibengkokkan dengan gerakan

melingkar ± 5 kali putaran meliputi seluruh plate. Plate lalu

diletakkan dalam keadaan terbalik dalam wadah polyetilen dan

diikat dengan karet dan diinkubasikan pada suhu 28 oC selama

48 jam atau sampai kelihatan perkembangan koloninya. Jenis

koloni yang dapat tersebar dengan baik diumpankan pada slant

dan diinkubasikan 48 jam.

c. Pemilihan Culture

Walaupun bakteri vinegar dapat hidup pada kondisi alami dari

kebun buah, biakkan pada kondisi ini cenderung mati lebih

cepat, bahkan pendinginan 5-10 0C bakteri tidak dapat hidup.

Biakan normal akan diambil tiap bulan. Perkembangan diproses

typyle zaration, biakan dapat dijaga selama beberapa waktu

tanpa harus dipindahkan. Biakan ini dapat hidup 2-5 tahun

walau ada biakan yang tahan 20 tahun.

Page 9: BAB 2

2.5 Jenis Jenis Vinegar

Badan urusan makanan dan obat di Amerika menggolongkan

vinegar menurut bahan baku:

a. Vinegar, cider vinegar, apple vinegar dibuat dari alkohol hasil

fermentasi buah apel

b. Wine vinegar, grape vinegar, produk ini dibuat dari alkohol hasil

fermentasi buah anggur

c. Malt vinegar dibuat dari fermentasi larutan glukosa

d. Vinegar yang dibuat dengan mencampur spirit vinegar dengan

perbandingan tertentu

e. Vinegar yang dibuat dari dried apple, apple cores, dan apple

peels.

f. White destilled vinegar dan grain vinegar dibuat dengan alkohol

yang terdestilasi.

Jenis jenis vinegar yang populer:

a. White destilled vinegar (etanol yang telah didestilasi sebagai

bahan baku)

b. Cider vinegar (dibuat dari apple yang telah difermentasi)

c. Wine vinegar (dibuat dari anggur kualitas rendah)

d. Malt vinegar (dibuat dari fermentasi alkohol dann aseton terhadap

mult mush atau malt yang mengandung corn atau barley yang

ditambahkan pada malt)

2.6 Processing Vinegar

a. Filtrasi dan klasifikasi

Vinegar hasil destilasi dari tricking generator lebih besar dari

bahan bahan yang tidak larut sehingga filter yang digunakan

mempunyai lubang kecil. Namun vinegar lain memerlukan filter

untuk mendapatkan vinegar yang jernih. Filter dengan kapasitas

besar dengan klasifikasi bila ada zat aditif yang digunakan.

b. Pembotolan

Bertujuan untuk mencegah bakteri maka harus dipasteurisasi.

Botol beisi ditutup rapat lalu dipanaskan pada suhu 60-65 oC.

Page 10: BAB 2

Kadang vinegar dipanaskan hingga suhu 65-70 oC dan dengan

segera botol dengan vinegar panas ditutup.

c. Konsentrasi vinegar

Vinegar dapat dikosentrasikan dengan proses freezing. Vinegar

didinginkan untuk mengetahui kadar alkohol. Sistem ini dapat

dipakai tutup sp 0,2% dan lalu 25% produk diambil. Waktu cycle

12% vinegar masing masing 335 jam, vinegar yang dihasilkan dari

submerged proses sangat keruh karena berisi bakteri. Untuk

filtrasi kapasitas besar diperlukan filter agent dengan tangki

filtering, sebaliknya jika digunakan dalam sharing vinegar tidak

mengandung mikroorganisme karena telah tersaring.

2.7 Faktor Faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Vinegar

(Asam Asetat)

a. Pemilihan mikroba

Bakteri yang dapat memenuhi syarat yaitu yang produktivitasnya

tinggi dan mempunyai rasa enak. Sebagai contoh Bacterium

schutzen bachil / Baterium cuvrum biasanya dipakai untuk

memproduksi asam cuka biasanya dipakai asam cuka dari etanol

dengan quick vinegar process, sedang Bacteruim orleanense pada

proses Orleans (proses lambat)

b. Kualitas bahan dasar

Sebagai bahan dasar adalah semua bahan yang dapat

difermentasikan menjadi alkohol.bisa dari jus buah buahan seperti

buah apel, anggur, jeruk, bahan bahan bergula , beer, anggur/

wine.

c. Fermentasi oleh yeast

Sebelum fermentasi asam cuka, gula yang berasal dari bahan

dasar difermentrasikan menjadi alkohol, sehingga yeast yang

dipakai harus diseleksi, demikian juga faktor faktor yang

mempengaruhi selama fermentasi menjadi alkohol harus

diperhatikan.

Page 11: BAB 2

d. Keasaman

Kadar alkohol terbaik dan dapat segera difermrntasikan 10-13%.

Bila kadar alkohol 14% atau lebih maka oksidasi alkohol menjadi

asam cuka tidak atau kurang sempurna sebab perkembangan

bakteri asam cuka terhambat. Sedang bila kadar alkohol rendah

mungkin akan banyak vinegar yang hilang bahkan pada

konsentrasi alkohol 1-2% ester dan asam cuka akan dioksidasi

yang mengakibatkan hilangnya aroma dan flavor( aroma dan

flavor menjadi jelek).

e. Oksigen

Proses fermentasi asam cuka menjadi alkohol adalah proses

oksidasi maka perlu diaerasi.

f. Supporting medium/ bahan penyangga

Bahan penyagga ini dimaksudkan untuk memperluas permukaan

yang berhubungan dengan udara serta tempat melekatnya koloni

bakteri bakteri asam cuka sehingga proses fermentasinya menjadi

lebih cepat. Sebagai bahan penyangga dapat dipakai chips/

pasahan/ tatal kayu, arang, ranting anggur, tongkol jagung, dan

sebagainya. Bahan penyangga tersebut tidak boleh bersifat racun,

serta tidak boleh mengandung besi, tembaga, sulfur, atau ion ion

lainnya yang mempengaruhi vinegar.

g. Suhu Suhu selama fermentasi mempengaruhi pertumbuhan dari

bakteri asam cuka. Bila suhu:

12-15 oC : pertumbuhan bakteri lambat, sel selnya menjadi

gemuk, pendek.

42-45 oC : sel bakteri akan memanjang membentuk semacam

mycelium yang tidak bersekat

15-34 oC : pertumbuhan sel normal dan cepat

Untuk fermentasi asam cuka suhu yang paling sesuai 26,7-29,4

oC, sebab bila suhu rendah fermentasi akan berjalan lambat

Page 12: BAB 2

sedang bila suhu tinggi akan banyak alkohol yang menguap

bersama-sama dengan bahan bahan volatile yang membentuk

flavor dan aroma dari asam cuka, sehingga asam cuka yang

dihasilkan akan mempunyai flavor ataupun aroma yang kurang

sedap/ enak.

2.8 Kegunaan Asam Asetat

a. Penambah rasa pada makanan dalam industri makanan

b. Memperbaiki flavor pada pembuatan mayonaise

c. Memperbaiki flavor dan pengawet pada pembuatan acar

d. Antiseptic

e. Mencegah tumbuhnya jamur pada roti

2.9 Macam Macam Acetobacter

a. Acetobacter aceti

Kelompok bakteri yang mengoksidasi alkohol dari anggur/ apel

menjadi asam asetat

b. Acetobacter xylinum

Mengandung selulosa yang identik dengan selulosa kapas dalam

mengabaikan sinar X. Hal ini biasanya untuk mengadakan

oksidasi. Adanya makanan dapat dibuktikan dengan sejenis asam

organik dan senyawa lain dalam medium murni yang mengandung

substrat zat organik seperti selulosa, bakteri notrogen bebas.

Genus Acetobacter termasuk organisme aerob.

c. Acetobacter sub-oxydans

Bakteri asam asetat dipakai untuk oksidasi asam gula sorbitol

untuk sarbose yang dipakai pada produksi vitamin C dan oksidasi

gliserol untuk dehidrasi aseton. Bakteri ini mempunyai

kecenderungan kecil kecil untuk proses yang lebih cepat.

Page 13: BAB 2

3. Konsep Deterjen

3.1 Pengertian

Deterjen merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan

karena peranannya sebagai produk pembersih serba guna yang dapat

digunakan untuk membersihkan bahan kain, alat dapur dari bahan kaca,

keramik, metal bahkan lantai. Deterjen adalah senyawa dengan ujung

hidrokarbon hidrofobik dan ujung ion sulfat. Sifat dari deterjen adalah

memperkecil tegangan permukaan dan menjaga agar kotoran teremulsi

dalam pelarut air. Ujung hidrofobik deterjen terikat dengan pengotor

sedangkan ujung ion akan tercelup dalam air sehingga kotoran diikat

deterjen dan dibebaskan dari bendanya (Yuni, 2012).

3.2 Klasifikasi

Menurut kandungan gugus aktif maka deterjen diklasifikasikan

sebagai berikut (Yuni,2012) :

1. Deterjen Keras

Deterjen jenis keras sukar dirusak mikroganisme meskipun bahan

tersebut dibuang akibat zat tersebut masih aktif.

2. Deterjen lunak

Deterjen jenis lunak mudah dirusak oleh mikroganisme sehingga tidak

aktif lagi bila dipakai.

Sedangkan deterjen menurut keperluannya dibedakan atas :

1. Deterjen dalam bentuk serbuk

Deterjen ini biasanya mempunyai kadar air rendah.

2. Deterjen dalam bentuk padat/batangan

Seperti halnya detergen bubuk deterjen ini juga mempunyai kadar air

rendah.

3. Deterjen dalam bentuk krim

Deterjen ini mempunyai kadar air tinggi namun biasanya deterjen ini

relatif lebih murah daripada deterjen bubuk dan padatan. Deterjen ini

juga merupakan bahan pembersih untuk produk shampo dan pasta gigi.

Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen

dikelompokkan menjadi :

Page 14: BAB 2

a. Detergen anionik (DAI) Merupakan detergen yang mengandung

surfaktan anionik dan dinetralkan dengan alkali. Detergen ini akan

berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila dilarutkan dalam air.

Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari detergen

anionik adalah : Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat Alkil aril

sulfonat Olefin sulfat dan sulfonat

b. Detergen kationik Merupakan detergen yang mengandung surfaktan

kationik. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan positif

ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan pada pelembut (softener).

Selama proses pembuatannya tidak ada netralisasi tetapi bahan-bahan

yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat untuk netralisasi.

Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai panjang yang

memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari detergen

kationik adalah : Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom

C) Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom

karbon) Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2) +Cl- (R=8 sampai

18 atom karbon) Lauril dimetil benzil amonium klorida

(R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl

c. Detergen nonionik Merupakan senyawa yang tidak mengandung

molekul ion sementara, kedua asam dan basanya merupakan molekul

yang sama. Detergen ini tidak akan berubah menjadi partikel bermuatan

apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan

dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok

utama dari detergen nonionik adalah : Etilen oksida atau propilen oksida

Polimer polioksistilen HO(CH2CH2O)a(CHCH2O)b(CH2CH2O)cH CH3

Alkil amida HOCHCH3NH2-HOOCC17O38 R

d. Detergen Amfoterik Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok

kationik dan anionik. Detergen ini dapat berubah menjadi partikel positif,

netral, atau negatif bergantung kepada pH air yang digunakan. Biasanya

digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.

Kelompok utama dari detergen ini adalah : Natrium lauril sarkosilat

( CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol.

Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut :

Page 15: BAB 2

1. Detergen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil

fenoletoksilat

2. Detergen pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci

tangan

3. Detergen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung

heksa dekiltrimetil amonium klorida

4. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen

pembersih rumah tangga

5. Detergen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat

6. Detergen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil

amonium klorida

3.3 Kegunaan Deterjen

Deterjen merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan

karena peranannya sebagai produk pembersih serba guna yang dapat

digunakan untuk membersihkan bahan kain, alat dapur dari bahan kaca,

keramik, metal bahkan lantai. Awalnya bahan pembersih terbuat dari air,

minyak, dan bahan kasar seperti pasir basah atau clay basah. Deterjen

mempunyai kemampuan untuk menghilangkan berbagai kotoran yang

menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan

bakteri yang menyebabkan infeksi (Yuni, 2012).

Proses pembersihan oleh surfaktan terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1. pembahasan (wetting) kotoran oleh larutan deterjen

2. lepasnya kotoran dari permukaan bahan

3. pembentukan suspensi kotoran yang stabil

Menurut Showell (2006) mekanisme pembersihan kotoran

( umumnya berupa tanah) terdiri beberapa tahapan, yaitu:

1. perpindahan surfaktan ke interfase. Hal ini terjadi pada kondisi surfaktan

dalam bentuk monomer, dimana kinetika perpindahannya sangat cepat

(10-5 cm2/ detik) atau juga terjadi pada kondisi surfaktan berbentuk

agregat atau micelle dimana kinetika perpindahannya relatif lambat (10-

7 cm2/detik). Kinetika perpindahan surfaktan dan adsorbsi pada

permukaan dapat diukur dengan teganngan permukaan dinamik.

Page 16: BAB 2

2. Adsorbsi surfaktan pada interfase air-atanah, interfase air-udara, dan

interfase permukaan-air. Tahapan ini terjadi dengan menurunkan

tegangan permukaan pada masing-masing interfase tersebut.

3. Membentuk kompleks surfaktan-tanah. Hal ini menunjukkan bahwa

surfaktan akan menyelimuti tanah yang akan dipisahkan dalam satu

lapisan atau pada konsentrasi surfaktan yang tinggi akan menghasilkan

dua lapisan. Pada tahapan ini surfaktan dapat mendorong padatan

tanah menjadi lunak dan berbentuk cairan. Tahapan ini merupakan

tahapan yang kritis untuk menuju proses emulsi yang dapat terjadi jika

tanah berbentuk cairan.

4. Desorpsi kompleks surfaktan-tanah. Untuk tanah yang berminyak,

proses ini dapat terjadi melalui mekanisme penggulungan atau melalui

pelarutan minyak menjadi agregat micelle dari surfaktan.

5. Perpindahan kompleks surfaktan-tanah menjauh dari permukaan. Pada

tahapan ini tanah yang mengandung minyak dengan massa jenis yang

leih rendah dari air akan mengapung di permukaan. Padahal dibutuhkan

energi mekanik atau pengadukan untuk menjauhkan kompleks

surfaktan-tanah dari permukaan.

6. Stabilisasi tanah ayang terdispersi untuk mencegah terjadinya

redeposisi.

3.4 Sifat Deterjen

Molekul deterjen terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang bersifat

hidrofilik dan yang bersifat hidrofobik. Bagian hidrofilik adalah bagian yang

menyukai air atau bersifat polar. Adapun bagian hidrofobik adalah bagian

yang tidak suka air atau bersifat nonpolar. Kotoran yang bersifat polar

biasanya larut dalam air, sehingga kotoran jenis ini tidak perlu dibersihkan

dengan menggunakan sabun. Kotoran yang bersifat nonpolar, seperti

minyak atau lemak tidak akan hilang jika hanya dibersihkan menggunakan

air. Oleh karena itu, diperlukan deterjen sebagai pembersihnya. Ujung

hidrofob deterjen yang bersifat nonpolar mudah larut dalam minyak atau

lemak dari bahan cucian. Ketika menggosok atau memeras pakaian

membuat minyak atau lemak menjadi butiran-butiran lepas yang dikelilingi

Page 17: BAB 2

oleh lapisan molekul deterjen. Gugus polarnya berada diluar lapisan

sehingga butiran itu larut di air (Ratna,2010).

3.5 Komposisi Deterjen

Bahan-bahan kimia yang terdapat pada deterjen adalah

(Arifin,2008) :

1. Surfaktan

Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia

organik yang bersifat kotionik, anionik, maupun non ionoik. Surfaktan

memiliki dua gugus molekul yang berbeda kepolarannya, satu jenis

hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka lemak). Surfaktan bekerja dengan

menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran yang menempel

pada pakaian.

Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Rantai bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS);

b. rantai lurus (Linear alkil sulfanat atau ALS).

Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang ditemukan dan

digunakan secara luas sebagai bahan pembersih yag berasal dari

minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak diuraikan oleh

bahan-bahan alami seperti mikroganisme, matahari dan air.

Sedangkan ALS merupakan jenis surfaktan yang lebih murah

diuraikan oleh bakteri. Akan tetapi bahan poliposfat dalam deterjen

menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga

menyebabkan eutrofikasi.

2. Buildier (Pembetuk)

Builder (Pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan

dengan cara menon-aktifkan mineral penyebabkan kesadahan air.

Senyawa pembentuk tersebut adalah:

a. Garam-garam fosfat, seperti natrium tripolipfosfat;

b. senyawa-senyawa asetat, seperti Nitril TriasEtat (NTA), Etilena

Diamina TetraAsetat (EDTA);

c. senyawa-senyawa sitrat, seperti asam sitrat.

Page 18: BAB 2

3. Filler (Bahan Pengisi)

Filler (Bahan Pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak

meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas, contoh Natrium

Sulfat.

4. Additives (Bahan Tambahan)

Additives adalah bahan tambahan untuk pembuatan produk lebih

menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak

berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, contoh enzim,

boraks, Natrium Klorida, dan Karboksi Methil Selulosa (CMC).

Page 19: BAB 2

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, MS.Phd. Diktat Mikrobiologi Industri . Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro : Semarang

Alba, S. Humpey NE and Miks.1973. Biochemical Engineering 2nd. Accademy

Press : New York

Shakhashiri . 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry.