BAB 2
description
Transcript of BAB 2
![Page 1: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lidah Buaya
Aloe vera merupakan suatu tanaman yang dikenal luas dengan nama lidah
buaya dimanfaatkan oleh bangsa Samaria sejak tahun 1875 M. Menurut beberapa
pakar kesehatan, lidah buaya tercantum dalam daftar tanaman obat prioritas WHO
dan telah dimanfaatkan dalam bidang kedokteran di 23 negara. Penyebaran
tanaman sukulen lidah buaya dimulai dari kepulauan Canary di Afrika kemudian
menyebar ke Arab, India, Eropa, Asia Timur, dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
Penelitian menunjukkan bahwa lidah buaya memiliki berbagai manfaat
untuk kesehatan sebagai antiinflamasi, imunostimulan, antiseptik, penyembuh
luka, antiulserasi, analgesik, antitumor, dan antidibetik. Hal ini merupakan suatu
evolusi dari lidah buaya, di mana penggunaannya tidak lagi sebagai aplikasi
pengobatan tradisional, tetapi beralih menjadi fitoterapeutik, yang telah terbukti
secara ilmiah (Barandozi, 2013).
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari lidah buaya adalah sebagai berikut:
(Bajwa et al., 2007)
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Family : Liliceae
Genus : Aloe
Species : Aloe vera
2.1.2 Morfologi
Lidah buaya sama seperti tanaman lainnya yang mempunyai struktur akar,
batang, daun dan bunga, namun yang sering digunakan di dalam pengobatan
adalah bagian daun. Daun lidah buaya merupakan daun tunggal berbentuk tombak
dengan helaian memanjang berupa pelepah dengan panjang mencapai kisaran 40–
![Page 2: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/2.jpg)
60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8–13 cm dan tebal antara 2–3 cm.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu- abuan dan
mempunyai lapisan lilin di permukaan serta bersifat sukulen, yakni mengandung
air, getah dan lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian
bawahnya membulat (cembung). Daun lidah buaya muda memiliki bercak
berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat daun lidah buaya
dewasa. Namun tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil
atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi
daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi,
2007).
2.1.3 Kandungan Lidah Buaya
Menurut penelitian yang dilakukan Agarry., et al (2005) menunjukkan
bahwa ekstrak kulit daun lidah buaya pada konsentrasi 25 mg/ml menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan zona hambat 4 mm. Di dalam buku
pengobatan menyatakan bahwa teh yang terbuat dari kulit daun lidah buaya dapat
menghilangkan kecanduan merokok. Getah atau lateks yang berasal dari kulit
mengandung antrakuinon, glikosida antrakuinon, aloe-emodin, dan barbaloin yang
berpotensi utuk menstimulasi efek laksatif (Agarry et al., 2005).
Sudah ada 75 bahan aktif dari gel Aloe vera yang telah teridentifikasi. Gel
lidah buaya mengandung 98-99% air dan 1-2% sisanya mengandung bahan-bahan
aktif, termasuk aloesin, aloin, aloe-emodin, aloemannan, acemannan, aloeride,
naftoquinon, metilkromon, flavonoid, saponin, sterols, asam amino, dan vitamin.
Lidah buaya lebih unik dalam kandungan zat aktif, yaitu zat yang berinteraksi
dengan sel hidup dalam jumlah yang kecil, namun menghasilkan perubahan
signifikan pada metabolisme dan sifat sel (Fani, 2012).
Tabel 2.1 Kandungan Zat Aktif dalam Aloe vera (Hayati, 2011).
Zat Komponen dan Fungsi
Asam amino 20 asam amino yang dibutuhkan manusia dan tujuh asam
amino esensial. Asam amino ini menyediakan protein
untuk memproduksi jaringan otot.
Enzim Aliiase, alkaline fosfatase, amilase, karboksipeptidase,
![Page 3: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/3.jpg)
katalase, selulase, lipase, peroksidase. Membantu
pemecahan gula dan lemak dalam pencernaan dan
meningkatkan penyerapan nutrisi.
Gula Monosakarida: glukosa dan fruktosa; Polisakarida:
mannan/polimannosa. Berperan sebagai antiinflamasi,
antivirus, dan modulasi imun (acemannan).
Mineral Kalsium kromium, tembaga, zat besi, magnesium,
mangan, potassium, sodium, seng. Berperan penting
dalam kesehatan bersama vitamin dan lainnya
Hormon Auksin dan giberelin. Berfungsi dalam penyembuhan
luka dan antiinflamasi.
Asam salisilat Senyawa seperti aspirin. Berperan sebagai analgesik.
Lignin Zat berbasis selulosa. Bertindak sebagai pertahanan
terhadap komponen lain.
Saponin Glikosida yang berguna sebagai antiseptik
Sterol Menyediakan empat steroid utama tumbuhan: kolesterol,
kampesterol, lupeol, β-sitosterol. Merupakan agen
antiinflamasi. Lupeol juga memiliki sifat antiseptik dan
analgesik
Antrakuinon Terdiri dari aloe emodin, asam aloetik, aloin, antrasin,
antranol, barbaloin, chrysophanic acid, emodin, minyak
eter, ester dari cinnamonic acid, isobarbaloin, resistanol.
Berperan dalam aktivitas analgesik, antibakteri,
antifungal, dan antivirus.
Vitamin Terdiri dari vitamin A, C, E, B, Kolin, B12, asam folat.
Berguna sebagai antioksidan (A, C, E), untuk
menetralisir radikal bebas.
Kandungan yang diketahui bersifat aktif dan memiliki sifat antibakteri
adalah antrakuinon yang terdiri dari aloin, emodin, dan barbaloin, saponin, tanin,
dan sterol. Kesinergisan aktifitas dari seluruh zat aktif inilah yang berkontribusi
terhadap khasiat yanng mengagumkan dari tanaman ini.
![Page 4: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/4.jpg)
2.2 Pepaya (Carica papaya L)
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan
bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke Benua Afrika dan
Asia serta India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis,
termasuk Indonesia di abad ke-17. Tanaman papaya memiliki aktivitas analgesik,
amoebisid, antibakteri, kardiotonik, dan memperlancar pencernaan (Anibijuwon,
2009).
2.2.1 Taksonomi
Kedudukan tanaman pepaya dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylidonae
Ordo : Caricalis
Famili : Caricaceae
Spesies : Carica papaya L
2.2.2 Morfologi
Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk
tumbuhan yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-
buahan semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih. Sistem perakarannya
memiliki akar tunggang dan akar-akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua
arah pada kedalaman 1 meter atau lebih menyebar sekitar 60-150 cm atau lebih
dari pusat batang tanaman (Suprapti, 2005).
Batang tanaman berbentuk bulat lurus, di bagian tengahnya berongga, dan
tidak berkayu. Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang
panjang, berbentuk bulat, dan berlubang. Daun pepaya bertulang menjari dengan
warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna permukaan bagian bawah
hijau-muda
Pohon ini biasanya tidak bercabang, batang bulat berongga, tidak berkayu,
terdapat benjolan bekas tangkai daun yang sudah rontok. Daun terkumpul di ujung
batang, berbagi menjari. Buah berbentuk bulat hingga memanjang tergantung
![Page 5: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/5.jpg)
jenisnya, buah muda berwarna hijau dan buah tua kekuningan / jingga, berongga
besar di tengahnya; tangkai buah pendek (Muhlisah, 2007).
2.2.3 Kandungan Tanaman Pepaya
Carica papaya mengandung banyak bahan aktif secara biokimiawi. Dua
bahan yang penting dari tanaman pepaya adalah kimopapain dan papain, yang
sangat berguna untuk memperlancar pencernaan. Papain merupakan enzim
proteolitik. Papain dapat bekerja dalam range pH yang cukup luas dan digunakan
untuk pengobatan mengatasi dispepsia dan masalah pencernaan lainnya. Dalam
preparat cair, Carica papaya digunakan untuk meredakan pembesaran tonsil
(Anibijuwon, 2009). Daun dari Carica papaya L mengandung enzim papain,
alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, dan saponin, sakarosa,
dekstrosa, dan levulosa.
Bahan aktif yang digunakan sebagai antibakteri dari Carica papaya adalah
flavonoid dan saponin. Aktivitas farmakologi dari flavonoid adalah sebagai
antiradang, antibakteri, analgesik, dan antioksidan. Salah satu mekanisme
flavonoid sebagai antiradang yaitu menghambat pelepasan asam arakhidonat. Sifat
antibakteri dan antiradang ini dapat kita manfaatkan untuk alternatif pengobatan
penyakit-penyakit di bidang Kedokteran Gigi, salah satunya penyakit periodontal.
Kandungan saponin juga bersifat antibakteri.
Tabel 2.2 Kandungan Zat Aktif dalam Carica papaya
Organ Kandungan senyawa
Daun enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid,
karposid dan saponin, sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.
Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis
Buah β-karoten, pektin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain,
papayotimin papain, serta fitokinase
Biji Glukosida kakirin dan karpain. Glukosida kakirin berkhasiat
sebagai obat cacing, peluruh haid, serta peluruh kentut
(karminatif)
Getah Papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan
![Page 6: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/6.jpg)
siklotransferase
2.3 Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Aggregatibacter actinomycetemcomitans atau yang dulu disebut
Actinobacillus actinomycetemcomitans merupakan bakteri nonmotil, gram negatif,
dan bersifat fermentatif yang menyebabkan penyakit periodontal (gingivitis dan
periodontitis). Strain dari Aa diklasifikasikan menjadi 5 serotipe berbeda: a, b, c,
d, dan e. Spesifitas serologik ditentukan oleh polisakarida yang terdapat pada
permukaan Aa. Srotipe dari strain Aa bisa saja memiliki perbedaan potensial
virulensi. Diketahui bahwa serotipe antigen polisakarida spesifik-b dari Aa
resisten terhadap fagositosis PMN tubuh manusia (Suzuki et al., 2001).
Pada beberapa penelitian terdahulu menunjukkan keberadaan Aa pada
lebih dari 95% lesi periodontal penderita dengan localized aggressive
periodontitis (LAP). Pada penderita LAP, terjadi kerusakan pada jaringan
penyangga gigi dan lama-kelamaan gigi-gigi akan tanggal apabila tidak segera
dilakukan tindakan perawatan.
Untuk berkolonisasi, mengakibatkan terjadinya penyakit, dan bertahan
pada tubuh host, bakteri patogen harus memiliki faktor virulensi. Aa
memproduksi banyak faktor virulensi, seperti adhesin (protein adhesi), biofilm
polisakarida, lipopolisakarida (LPS), dan toksin. Secara spesifik, terdapat dua
protein toksin pada Aa, yaitu cytolethal distending toxin (CDT) dan leukotoksin
(LtxA). Kedua protein tersebut berperan dalam proses evasi sistem imun manusia
tetapi sel targetnya bisa berbeda (Kachlany, 2010).
Kontak langsung antara agen infeksius dengan sel host diawali dengan
proses adhesi. Proses adhesi merupakan salah satu virulensi dari bakteri patogen
yang berperan penting untuk terjadinya kolonisasi, invasi, sampai timbulnya suatu
penyakit. Protein adhesin juga merupakan media bagi bakteri untuk melakukan
invasi pada host. Untuk melakukan adhesi pada host, adhesion bakteri dapat juga
terikat oleh bakteri lain dengan spesies yang sama atau yang berbeda. Aa
mempunyai fimbriae. Strain Aa yang memiliki fimbriae mempunyai daya adhesi
tiga kali lipat lebih tinggi daripada yang tidak memiliki fimbriae. Beberapa koloni
![Page 7: BAB 2](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081821/55cf8fe7550346703ba11709/html5/thumbnails/7.jpg)
Aa adalah koloni transparan kasar, transparan halus, dan opaque halus. (Feng and
Weinberg, 2006)
2.4 Antibakteri
Antibakteri merupakan bahan atau senyawa yang khusus digunakan untuk
kelompok bakteri. Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang
mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat
pengangkutan aktif melalui membran sel, antibakteri yang menghambat sintesis
protein, dan antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktivitas
antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik (menghambat
pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen) dan aktivitas bakterisidal (dapat
membunuh patogen dalam kisaran luas) (Brooks et al., 2005)
Konsentrasi minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
dikenal sebagai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) sedangkan untuk
membunuh bakteri dikenal dengan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM).
Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakterisidal bila konsentrasi antibakterinya ditingkatkan melebihi KHM. Sifat
antibakteri dapat berbeda satu dengan lainnya sehingga dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas.