Bab 2
-
Upload
anis-murniati -
Category
Documents
-
view
38 -
download
2
Transcript of Bab 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia,
termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta
orangmengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.Osteoartritis
menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan
fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 – 15%
orangdewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.(Reginster, 2002) Dampak ekonomi, psikologi
dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tapi juga untuk keluarga dan
lingkungan.
Di Indonesia, belum ada data OA secara nasional, yang ada adalah rematik. Nainggolan
tahun 2009 yang telah mengolah data riskesdas nasional 2007 menyebutkan angka prevalensi
rematik di Indonesia cukup tinggi. Angka prevalensi diperoleh berdasarkan pengakuan
responden pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau berdasarkan gejala rematik yang
dirasakan oleh responden. Secara keseluruhan prevalensinya cukup tinggi dan bervariasi pada
setiap provinsi dengan prevalensi terendah 17,6 % di Kepulauan Riau dan yang tertinggi 4 1,7 %
di Jawa Barat dengan angka prevalensi rematik nasional adalah sebesar 32,2 %.
Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain
mechanical injury, usia, , genetik yang dalam perjalanannya juga dipicu repetitive injury,
perubahan di subchondral bone serta inflamasi yang kesemuanya mengarah pada ketidak
seimbangan ekspresi, aktivitas dan signaling berbagai hormon pertumbuhan dan sitokin di
kartilago dan sekitarnya. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow
progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan
sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah
kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang
bersangkutan membentuk efusi. (Goldbring & Goldbring, 2007) Lihat gambar 1.
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi
sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami
peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang
akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan
kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.(Rainbow et al, 2012)
Gambar 1. Perubahan seluler dalam degradasi kartilago di OA (sumber : (Goldbring &
Golbring, 2007)
Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam menghasilkan enzim
perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan melekat pada reseptor di permukaan
kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim
tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1 dan TNF α. Sitokin IL-1, TNF α, IL 17
dan IL 18 meningkatkan matrix metalloproteinase (MMPs), menurunkan enzim inhibitor MMP,
dan menurunkan sintesis matriks ekstraseluler.(Aigner & Sandell, 2001)
2.2 PPARγ dan Agonis PPARγ
Peroxisom proliferator-activated receptors (PPARs) adalah ligand activated transcription
factors yang termasuk reseptor nukleus. PPAR ᵞ terutama ditemukan di jaringan adipose,
intestine, makrofag dan kondrosit. PPARs diaktivasi oleh turunan asam lemak dan agen
farmakologik seperti fibrat dan glitazone yang masing-masing spesifik untuk PPAR α dan PPAR
ᵞ. PPARs meregulasi metabolism lipid dan lipoprotein, homeostasis glukosa, proliferasi dan
diferensiasi sel serta antiinflamasi. (Delerive et al, 2001)
PPARγ merupakan suatu ligan yang mampu mengaktifkan faktor transkripsi dan
selanjutnya diikuti aktivasi superfamily reseptor inti. Agonis PPARγ menghambat peradangan
dan mengurangi sintesis dari produk degradasi kartilago baik in vitro maupun in vivo, dan
menurunkan progresivitas lesi pada kartilago (Fahmi H et al, 2010).
PPARγ mengatur ekspresi gen dengan mengikat sebagai heterodimer dengan X retinoid
reseptor (RXR). PPARγ / RXR heterodimer mengikat - urutan tertentu elemen respon PPAR di
promotor wilayah gen target dan bertindak sebagai regulator transkripsi. Dua isoform PPARγ
(PPARγ1 dan 2) telah diidentifikasi. Kedua isoform tersebut berasal dari gen yang sama, namun
hasil produksi mereka dari promotor gen alternatif dan utusan diferensial RNA (mRNA) splicing
Dibandingkan dengan PPARƔ1, PPARγ2 memiliki 30 asam amino tambahan di amino-terminus
(Fahmi H et al, 2010). PPARγ1 diekspresikan dalam banyak jaringan, termasuk sel-sel inflamasi
dan kekebalan tubuh, sedangkan PPARγ2 ditemukan terutama di jaringan adiposa. PPARγ
memainkan peran penting dalam regulasi metabolisme glukosa dan lipid, dan telah terlibat dalam
beberapa kondisi patologis termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, karsinogenesis , dan
peradangan (Tong et al, 2011). Beberapa bukti hasil penelitian yang muncul menunjukkan
bahwa PPARγ memainkan penting peran dalam patogenesis arthritis, OA, dan RA, dan mungkin
inflamasi penyakit kronis lainnya.
Gambar 2. Pathway mekanisme kerja PPARγ (Biocarta, 2009)
PPARγ dapat diaktifkan oleh berbagai senyawa yang diklasifikasikan sebagai agonis
alami / fisiologis atau sintetis. Agonis alami meliputi asam lemak esensial, asam arachidonic,
asam docosahexanoic, dan asam eicosapentanoic, dan 15-lipoxygenase metabolit, 13 (S)-hidroksi
asam octadecadienoic (13-HODE) dan 15 (S)-hydroxyeicosatetraenoic (15-HETE).
Prostaglandin 15-deoksi-D12,14-prostaglandin J2 (15d-PGJ2) adalah agonis endogen pertama
untuk PPARγ yang diidentifikasi (Afif H et al, 2008), dan telah banyak digunakan sebagai alat
farmakologis untuk menentukan peran PPARγ. Asam lemak tak jenuh nitrolinoleik turunan asam
(LNO2), dihasilkan melalui nitrat oksida (NO)-tergantung reaksi inflamasi oksidatif, juga telah
dilaporkan untuk mengaktifkan PPARγ. Berbagai senyawa sintetik mengikat dan mengaktifkan
PPARγ, termasuk thiazolidinediones antidiabetes, juga dikenal sebagai glitazones, seperti
troglitazone, pioglitazone, ciglitazone, dan rosiglitazone. Beberapa NSAID, seperti indometasin,
ibuprofen, fenoprofen, dan asam flufenamic, juga dilaporkan untuk mengikat dan untuk
mengaktifkan PPARγ (Afif H et al, 2008).
Di antara dua isoform PPARγ, tulang rawan manusia terutama mengekspresikan
PPARγ1, dan tingkat ekspresi isoform ini menurun pada OA dibandingkan dengan tulang rawan
normal. Temuan ini menunjukkan bahwa ekspresi PPARγ berkurang dalam tulang rawan OA, hal
ini mungkin mencerminkan adanya peningkatan ekspresi faktor inflamasi dan katabolik. Oleh
karena itu, pada kondrosit manusia yang mengalami OA, pengobatan dengan IL-1β
mengakibatkan penurunan ekspresi protein PPARγ. TNF-a, IL-17, dan ekspresi prostaglandin
(PG) E2 juga menurunkan regulasi PPARγ1. IL-1 menurunkan ekspresi protein PPARγ dalam
kondrosit tikus normal . Dengan demikian, penghambatan ekspresi PPARγ di kondrosit oleh
proinflamasi sitokin mungkin merupakan proses penting dalam patofisiologi OA. Ekspresi
PPARγ juga berkurang pada tulang rawan dari model tikus dari mono-iodoacetate-induced OA
dibandingkan dengan kontrol (Afif H et al, 2008). Sebagai model ini tidak melibatkan jalur
inflamasi, efek PPARγ dapat berhubungan dengan faktor degradatif lainnya yang terlibat dalam
penyakit ini.
Efek dari agonis PPARγ pada kondrosit
1. Efek anti-inflamasi
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa PPARγ memiliki efek dalam kondrosit dan
agonis PPARγ memiliki efek downregulate respon inflamasi dalam sel. Penggunaan promotor
sintetis dengan salinan multimerized faktor transkripsi mengikat suatu bagian, menunjukkan
bahwa penghambatan ini terjadi di tingkat transkripsi dengan mengganggu protein aktivator AP-
1 dan aktifitas NF-k. Dalam kondrosit tikus, pengobatan dengan 15d-PGJ2 mencegah IL-1b-
induced iNOS dan ekspresi COX-2 serta produksi NO dan PGE2. Selain itu, 15d-PGJ2
menghambat induksi mPGES-1, yang mengkatalisis langkah terminal di sintesis PGE2 di kedua
OA manusia dan tikus kondrosit (Afif H et al, 2008).
PPAR ᵞ berperan penting dalam sistem imun. Ekspresi PPAR ᵞ meningkat saat diferensiasi
monosit menjadi makrofag. PPAR ᵞ ligand seperti 15 d-PGJ2, TZD dan NSAID mampu
menstimulasi diferensiasi monosit menjadi makrofag dan menghambat induksi iNOS, MMP-9
dan reseptor scavenger. 15d-PGJ2 mampu menghambat produksi sitokin TNF α, IL-1 dan IL-6.
(Houseknecht et al, 2002). Lihat gambar 3.
Gambar 3. Model peran PPAR ᵞ dalam sistem imun (sumber : Houseknecht et al, 2002)
1. Efek Anti-matrix metalloprotease (MMP)
Peningkatan produksi MMPs memainkan peran penting dalam degradasi tulang
rawan selama proses OA. Aktivasi PPARγ ditunjukkan untuk menekan produksi beberapa
MMPs dan untuk mencegah degradasi proteoglycan. Dalam khondrosit OA manusia, 15d-
PGJ2 dan troglitazone diblokir IL-1b-induced MMP-13 dengan menghambat ekspresi AP-1
dan jalur NF-kb. Demikian pula, dalam kondrosit kelinci, rosiglitazone diblokir, IL-1b-
induced MMP-1 produksi melalui kompetisi DNA mengikat situs PPRE/AP1 komposit
dalam promotor-1 MMP. Dalam khondrosit tikus, 15d-PGJ2 dan GI262570 (agonis dari
PPARγ) menghambat IL-1b dan TNF-a-induced-MMP-3 dan MMP-9 serta degradasi
proteoglycan (Afif H et al, 2008).
2. Efek Anti-apoptosis
Penghambatan apoptosis kondrosit adalah pendekatan terapi yang potensial untuk
mencegah degradasi kartilago pada OA. Menariknya, 15d-PGJ2 dan PGD2 prekursor adalah
ditunjukkan untuk mencegah induksi apoptosis di artikular kondrosit manusia normal oleh
NF-kb inhibitor Bay 11-7085. Hal ini tampaknya terjadi melalui penghambatan jalur MAPK
ERK-1/2. Pengaruh lainnya aktivator PPARƔ alami Lipid 13-HODE dan 15-HETE adalah
aktivator PPARγ yang ampuh. Biosintesis 13-HODE dan 15-HETE dikatalisis oleh 15-
lipoxygenase (15-LOX). 15-LOX ada di dua isoform, 15-LOX-1 dan -2. 15-LOX-1
istimewa mengkonversi asam linoleat sampai 13-HODE, dan 15-LOX-2 memetabolisme
asam arakidonat dengan 15-HETE. Data menunjukkan bahwa 15-LOX mungkin memiliki
peran potensial dalam mencegah penghancuran tulang rawan terlihat pada arthritis (Afif H,
et al, 2008).
2.3 Pioglitazon
Pioglitazon merupakan PPAR ᵞ agonis. Dikenal juga sebagai Actos, Pioglitazona,
Pioglitazonum, Glustin, Actost, Pioglitazonum, Zactos, Pioglitazona. Berat molekulnya
356.4387 dengan rumus molekul C19H20N2O3S. (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/
summary /summary.cgi?cid=4829) Lihat gambar 4.
Gambar 4. Struktur kimia pioglitazon (sumber: pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ summary/ su
mmary.cgi?cid=4829)
Pioglitazon adalah bagian dari obat antidiabetik oral golongan TZD. TZDs telah terbukti
mampu memperbaiki insulin resisten, menurunkan circulating hiperinsulinemia dan pengatur
utama adipgenesis dan metabolisme glukosa. Mereka bekerja sebagai agonis PPAR ᵞ yang
mempunyai efek menghambat ekspresi gen proinflamasi dan menginduksi apoptosis
limphosit T dan makrofag.
Penelitian yang dilakukan oleh Kobayashi et al, 2005 membuktikan pioglitazon, suatu
PPAR ᵞ agonis dapat menurunkan progresivitas OA pada marmot yang ditandai dengan
menurunnya IL-1β dan MMP-13 dimana beperan penting dalam patofisiologi OA. Sejauh
yang peneliti ketahui, belum ada penelitian lain secara in vitro efek pioglitazon di kondrosit
maupun kartilago. Pioglitazon sendiri telah dicoba secara klinis pada RA di Mesir oleh
Shahin et al tahun 2011 melalui dikombinasi dengan metrotexat dimana sitokin proinflamasi
dan serum oksidatif stress mengalami penurunan. Namun belum ada penelitian secara klinis
yang menggunakan pioglitazon dalam terapi OA.
2.4 Apoptosis Kondrosit Pada OA
Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,
bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan pagositosis sel
tersebut oleh sel tetangganya. Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses
penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini menghasilkan keseimbangan dalam
jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan
demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan
patologis (Cotran et al, 1999).
Kondrosit adalah satu-satunya sumber sintesis komponen matriks di kartilago.
Pemeliharaan matriks kartilago yang normal tergantung stabilitas dan survival kondrosit.
Walaupun kondrosit hanya sekitar 5 % dari keseluruhan jaringan matriks, keberadaannya
dibutuhkan untuk menjaga homeostasis, remodeling kartilago dan respon terhadap injury.
(Johnson et al, 2008).
Masih menjadi perdebatan apakah apoptosis kondrosit yang menyebabkan OA atau
apoptosis kondrosit sebagai akibat OA. Studi di kelinci menunjukkan viabilitas kartilago pada
hewan yang sudah tua menurun sampai 70 % dibanding kartilago hewan yang berusia dewasa
muda. Di kartilago kelinci yang sudah tua juga menunjukkan ekspresi protein apoptosis seperti
Fas, Fas ligand, p53, caspase 8 dan iNOS. Sedangkan yang berpendapat sebaliknya berargumen
bahwa kondrosit sangat tergantung matriks ekstaseluler untuk survive, ketika komponen matriks
tersebut mengalami kerusakan maka kondrosit akan mengalami apoptosis dan semakin
memperparah kerusakan kartilago.(Zamli and Sharif, 2011).
2.5 NO dan iNOS dalam Osteoarthritis
Nitric Oxide (NO) merupakan suatu radikal bebas berbentuk gas tidak berwarna yang
memiliki struktur relatif stabil dan sangat reaktif yang secara normal diproduksi oleh tubuh
dalam jumlah yang kecil sebagai suatu zat fisiologis yang menunjang fungsi tubuh serta sebagai
pelindung tubuh terhadap serangan agen patogen. Selain membunuh parasit NO juga berperan
pada kerusakan sel baik sel dari mikroorganisme yang akan dibunuh, sel yang memproduksinya
juga sel-sel tetangga (Clark et al., 2003)
Proses pembentukan NO merupakan reaksi konversi enzimatik dari L-arginin menjadi L-
citrulin secara endogen yang melibatkan enzim Nitric Oxide Synthase (NOS) dengan N’ hydroxi
L-arginin (NOHLA) sebagai hasil antara, dengan melibatkan 2 mol O2 dan 1,5 mol NADPH
untuk membentuk satu mol NO. Reaksi ini dapat dihambat oleh L-methyl arginine dan
dexamethasone. Nitric Oxide Synthase (NOS) merupakan suatu enzim yang memiliki kemiripan
dengan sitokrom P-450 dimana dalam reaksinya sama-sama memerlukan NADPH sebagai donor
elektron awal dan O2. inducible NOS (iNOS atau NOS2) diekspresikan oleh kromosom 17.
Secara fisiologis pada sel yang normal terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit bahkan tidak
ditemukan, namun sekali terbentuk iNOS dapat mensintesis NO 100-1000 kali lebih banyak
daripada nNOS dan eNOS (Burgner et al., 1999).
Kondrosit dari pasien OA mengekspresikan iNOS di zona superficial kartilago,
menunjukkan NO meningkat dalam proses penyakit OA. NO menghambat sintesis proteoglikan
dan kolagen di kultur kartilago kelinci serta meng up regulasi sintesis MMP dimana
penghambatan tersebut berkontribusi dalam destruksi matriks ekstraseluler. NO juga memediasi
ekspresi sitokin proinflamasi seperti IL-18 dan IL-1. Baik NO endogen ataupun eksogen bisa
mengakibatkan apoptosis kondrosit lewat jalur yang tergantung mitokondria.(Abramson, 2008)
2.6 Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF)
Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF) merupakan regulator yang penting pada
perkembangan vaskular selama embriogenesis (vaskulogenesis) dan pada manusia dewasa VEGF
berperan dalam proses pembentukan pembuluh darah (angiogenesis), sebagai mediator penting
dalam proses remodelling, penyembuhan luka, keganasan, juga penyakit akibat peradangan. Pada
mamalia ada 5 ligan VEGF yang timbul karena beberapa variasi hubungan dan proses
pembentukan yang berbeda. Ligan-ligan ini berikatan dalam pola overlapping terhadap 3
reseptor tyrosine kinases (RTKs), yaitu reseptor VEGF-1, -2, -3 (VEGFR 1 – 3) (8,9).
Dalam perannya pada penyakit OA yang penyakit degeneratif tulang rawan hialin
permukaan artikular, berhubungan langsung dengan penuaan dan kerusakan mekanik, yang
mengakibatkan penurunan matriks. Beberapa penelitian arthritis akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa VEGF diekspresikan pada osteoartritis, menunjukkan angiogenesis yang mungkin terlibat
dalam patologi OA. Lihat gambar 5 berikut :
Gambar 5. Konsep degradasi kartilago condylar mandibula(Kuroda, et al. 2009)
VEGF diinduksi dalam tulang rawan OA oleh fungsional beban berlebihan terkait
dengan aktivasi HIF-1, menyebabkan hipoksia pada jaringan sendi. Selanjutnya, VEGF
meregulasi produksi MMPs dan TIMPs yang merupakan efektor remodelling matriks
ekstraseluler. Beban yang berlebih juga menyebabkan turunnya pelumasan sendi sebagai akibat
dari degradasi HA oleh radikal bebas. Pengaturan produksi HA dikendalikan oleh berbagai
sitokin pro-inflamasi (10).
2.7 Matrix Metalloproteinase (MMP)
Matrix metalloproteinase (MMPs) adalah kelompok enzim yang membutuhkan ion seng
(Zn) pada sisi aktifnya untuk aktivitas katalitik. MMP sangat penting untuk allostasis jaringan.
MMP aktif pada pH netral dan dapat mengkatalis pergantian normal dari ECM (extracellular
matrix macromolecule) seperti interstitial dan bagian dasar mebran kolagen, proteoglikan seperti
aggrecan, decorin, biglycan, fibromodulin dan versican baik aksesoris protein ECM seperti
fibronektin (Malemud, 2006). Agreccan merupakan molekul yang mengandung glycosaminogen
tiga domain globuler (G1, G2 dan G3). G1 binding domain dengan rantai hyaluronan dengan
protein penghubung (Takaishi et al, 2008). MMP highly conserved dan secara struktural
berhubungan dan mampu mendegradasi beberapa komponen dari bahan dasar membran dan
ECM. Substrat dari MMP termasuk beberapa jenis protein seperti molekul kemotaktik, molekul
adhesi, inhibitor proteinase, reseptor permukaan sel, faktor koagulasi darah, growth factor dan
growth factor binding protein (Bozuto et al, 2010).
Gambar 6. Tahapan aktivasi pro MMP (Nagase, 1997)
Matriks metalloproteinase (MMPs) disintesis sebagai preproenzim inaktif dan
disekresikan sebagai proenzim inaktif yang diaktifkan melalui pemecahan secara proteolitik.
Protease (MMP lainnya, plasmin, tripsin) akan menyerang ke daerah penyerangan atau bait
region pada propeptida dan menghasilkan peptida intermediet dengan ikatan sistein-seng yang
tidak stabil sehingga mudah mendapatkan serangan proteolitik yang dikatalis oleh berbagai
MMP (Nagase, 1997;Malemud, 2006). Lihat gambar 6 diatas.
Berdasarkan substratnya MMPs dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu kolagenase (MMP-
1, MMP-8, MMP-13), gelatinase (MMP-2, MMP-9), stromalisin (MMP-3, MMP-10, MMP-11),
metalloelastase (MMP-12, MMP-18, MMP-19), matrilisin (MMP-7) dan Membrane type MMPs
(MT-MMP). Ekspresi, sekresi dan aktifitas MMP dikendalikan pada jaringan normal. Biasanya
ekpresi dari MMP diregulasi baik pada transkripsional maupun postranskripsional. Beberapa
faktor yang mempengaruhi transkripsi gen yang mengkode untuk enzim endopeptidase termasuk
sitokin, growth factor, hormon, onkogen dan promoter tumor. Sitokin dan growth factor mampu
meregulasi ekspresi metalloproteinase melalui MAPK pathway yang termasuk protein seperti
ERK1/2 (extracellular regulated kinase 1/2), JNK/SAPK 1/2 (c-jun N Terminal kinase 1/2) dan
p38MAPK. Sehingga aktivasi faktor transkripsi AP-1 dan ETS oleh mitogen kinase adalah
responsibel pada ekspresi maksimum MMPs (Bozuto et al, 2010), (Malemud, 2006).
Pada osteoartritis, degradasi tulang rawan artikular disebabkan oleh derivat proteinase
dari baik sinovium terinflamasi dan kondrosit terstimulasi. Lapisan sel sinovial pada rheumatoid
arthtritis akan mengalami overproduksi MMP1, MMP3, MMP9 dan MT1-MMP baik TIMP1 dan
TIMP3. MMPs dan ADAMTS4 disekresikan kedalam rongga sinovial dan diduga merusak
permukaan kartilago/tulang rawan terendam dalam cairan sinovial. Sebenarnya MMP1, MMP2,
MMP3, MMP8, MMP9, TIMP1 dan TIMP2 yang terkandung dalam cairan sinovial reumatik dan
rasio molar dari MMPs terhadap TIMPs berhubungan dengan aktivitas metalloproteinase yang
dapat dideteksi pada cairan sinovial reumatik (Takaishi et al, 2008).
Beberapa jenis MMPs yang berperan terhadap patogenesis osteoartritis diantaranya
adalah MMP-3 dan MMP-9. MMP-3 merupakan Protein dari keluarga metaloproteinase matriks
(MMP) yang terlibat dalam pemecahan matriks ekstraseluler dalam proses fisiologis yang
normal, seperti perkembangan embrio, reproduksi, dan remodeling jaringan, serta dalam proses
penyakit, seperti radang sendi dan metastasis. Kebanyakan MMP disekresikan sebagai
proproteins aktif yang diaktifkan bila dibelah oleh proteinase ekstraseluler. Gen ini
mengkodekan enzim yang mendegradasi fibronektin, laminin, kolagen III, IV, IX, dan X, dan
proteoglikan tulang rawan. (Cao J. Zucker S, 2012).
2.8 IL-1β (Interleukin 1 beta)
IL-1β diproduksi makrofag, endotel, dan banyak sel lainnya dalam kaitannya dengan
respon imun. Bersama dengan TNF α, berperan besar dalam proses inflamasi dan respon
imun host terhadap agen infeksi maupun stimulus yang lain. (Abbas, 2008). Sitokin ini
dihasilkan dalam bentuk proprotein dimana menjadi aktiv oleh caspase 1(CASP1/ICE).
Selain berperan dalam proses inflamasi, juga turut berperan dalam proliferasi sel, diferensiasi
serta apoptosis. (ncbi/nlm/nih.gov ).
IL-1 menginduksi respon katabolik di kondrosit baik pada RA maupun OA. IL-1
menginduksi MMP dan sitokin proinflamatori lainnya dan menghambat sintesa ECM. IL-1
juga menghambat proliferasi kondrosit. IL 1 juga mampu menginduksi pembentukan ROS.
Dapat kita lihat IL-1 berperan besar dalam patogenesis OA. (Blanko et al, 1995).