Bab 2

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoartritis Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orangmengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.Osteoartritis menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 – 15% orangdewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.(Reginster, 2002) Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tapi juga untuk keluarga dan lingkungan. Di Indonesia, belum ada data OA secara nasional, yang ada adalah rematik. Nainggolan tahun 2009 yang telah mengolah data riskesdas nasional 2007 menyebutkan angka prevalensi rematik di Indonesia cukup tinggi. Angka prevalensi diperoleh berdasarkan pengakuan responden pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau berdasarkan gejala rematik yang dirasakan oleh responden. Secara keseluruhan prevalensinya cukup tinggi dan bervariasi pada setiap provinsi dengan prevalensi terendah 17,6 % di Kepulauan Riau dan yang tertinggi 4 1,7 % di Jawa Barat dengan angka prevalensi rematik nasional adalah sebesar 32,2 %.

Transcript of Bab 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoartritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia,

termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga

mengganggu aktivitas sehari-hari. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta

orangmengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.Osteoartritis

menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan

fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 – 15%

orangdewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.(Reginster, 2002) Dampak ekonomi, psikologi

dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tapi juga untuk keluarga dan

lingkungan.

Di Indonesia, belum ada data OA secara nasional, yang ada adalah rematik. Nainggolan

tahun 2009 yang telah mengolah data riskesdas nasional 2007 menyebutkan angka prevalensi

rematik di Indonesia cukup tinggi. Angka prevalensi diperoleh berdasarkan pengakuan

responden pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau berdasarkan gejala rematik yang

dirasakan oleh responden. Secara keseluruhan prevalensinya cukup tinggi dan bervariasi pada

setiap provinsi dengan prevalensi terendah 17,6 % di Kepulauan Riau dan yang tertinggi 4 1,7 %

di Jawa Barat dengan angka prevalensi rematik nasional adalah sebesar 32,2 %.

Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain

mechanical injury, usia, , genetik yang dalam perjalanannya juga dipicu repetitive injury,

perubahan di subchondral bone serta inflamasi yang kesemuanya mengarah pada ketidak

seimbangan ekspresi, aktivitas dan signaling berbagai hormon pertumbuhan dan sitokin di

kartilago dan sekitarnya. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow

progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan

sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah

kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan

osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang

bersangkutan membentuk efusi. (Goldbring & Goldbring, 2007) Lihat gambar 1.

Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi

sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami

peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang

akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan

kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan

terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.(Rainbow et al, 2012)

Gambar 1. Perubahan seluler dalam degradasi kartilago di OA (sumber : (Goldbring &

Golbring, 2007)

Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam menghasilkan enzim

perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan melekat pada reseptor di permukaan

kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim

tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1 dan TNF α. Sitokin IL-1, TNF α, IL 17

dan IL 18 meningkatkan matrix metalloproteinase (MMPs), menurunkan enzim inhibitor MMP,

dan menurunkan sintesis matriks ekstraseluler.(Aigner & Sandell, 2001)

2.2 PPARγ dan Agonis PPARγ

Peroxisom proliferator-activated receptors (PPARs) adalah ligand activated transcription

factors yang termasuk reseptor nukleus. PPAR ᵞ terutama ditemukan di jaringan adipose,

intestine, makrofag dan kondrosit. PPARs diaktivasi oleh turunan asam lemak dan agen

farmakologik seperti fibrat dan glitazone yang masing-masing spesifik untuk PPAR α dan PPAR

ᵞ. PPARs meregulasi metabolism lipid dan lipoprotein, homeostasis glukosa, proliferasi dan

diferensiasi sel serta antiinflamasi. (Delerive et al, 2001)

PPARγ merupakan suatu ligan yang mampu mengaktifkan faktor transkripsi dan

selanjutnya diikuti aktivasi superfamily reseptor inti. Agonis PPARγ menghambat peradangan

dan mengurangi sintesis dari produk degradasi kartilago baik in vitro maupun in vivo, dan

menurunkan progresivitas lesi pada kartilago (Fahmi H et al, 2010).

PPARγ mengatur ekspresi gen dengan mengikat sebagai heterodimer dengan X retinoid

reseptor (RXR). PPARγ / RXR heterodimer mengikat - urutan tertentu elemen respon PPAR di

promotor wilayah gen target dan bertindak sebagai regulator transkripsi. Dua isoform PPARγ

(PPARγ1 dan 2) telah diidentifikasi. Kedua isoform tersebut berasal dari gen yang sama, namun

hasil produksi mereka dari promotor gen alternatif dan utusan diferensial RNA (mRNA) splicing

Dibandingkan dengan PPARƔ1, PPARγ2 memiliki 30 asam amino tambahan di amino-terminus

(Fahmi H et al, 2010). PPARγ1 diekspresikan dalam banyak jaringan, termasuk sel-sel inflamasi

dan kekebalan tubuh, sedangkan PPARγ2 ditemukan terutama di jaringan adiposa. PPARγ

memainkan peran penting dalam regulasi metabolisme glukosa dan lipid, dan telah terlibat dalam

beberapa kondisi patologis termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, karsinogenesis , dan

peradangan (Tong et al, 2011). Beberapa bukti hasil penelitian yang muncul menunjukkan

bahwa PPARγ memainkan penting peran dalam patogenesis arthritis, OA, dan RA, dan mungkin

inflamasi penyakit kronis lainnya.

Gambar 2. Pathway mekanisme kerja PPARγ (Biocarta, 2009)

PPARγ dapat diaktifkan oleh berbagai senyawa yang diklasifikasikan sebagai agonis

alami / fisiologis atau sintetis. Agonis alami meliputi asam lemak esensial, asam arachidonic,

asam docosahexanoic, dan asam eicosapentanoic, dan 15-lipoxygenase metabolit, 13 (S)-hidroksi

asam octadecadienoic (13-HODE) dan 15 (S)-hydroxyeicosatetraenoic (15-HETE).

Prostaglandin 15-deoksi-D12,14-prostaglandin J2 (15d-PGJ2) adalah agonis endogen pertama

untuk PPARγ yang diidentifikasi (Afif H et al, 2008), dan telah banyak digunakan sebagai alat

farmakologis untuk menentukan peran PPARγ. Asam lemak tak jenuh nitrolinoleik turunan asam

(LNO2), dihasilkan melalui nitrat oksida (NO)-tergantung reaksi inflamasi oksidatif, juga telah

dilaporkan untuk mengaktifkan PPARγ. Berbagai senyawa sintetik mengikat dan mengaktifkan

PPARγ, termasuk thiazolidinediones antidiabetes, juga dikenal sebagai glitazones, seperti

troglitazone, pioglitazone, ciglitazone, dan rosiglitazone. Beberapa NSAID, seperti indometasin,

ibuprofen, fenoprofen, dan asam flufenamic, juga dilaporkan untuk mengikat dan untuk

mengaktifkan PPARγ (Afif H et al, 2008).

Di antara dua isoform PPARγ, tulang rawan manusia terutama mengekspresikan

PPARγ1, dan tingkat ekspresi isoform ini menurun pada OA dibandingkan dengan tulang rawan

normal. Temuan ini menunjukkan bahwa ekspresi PPARγ berkurang dalam tulang rawan OA, hal

ini mungkin mencerminkan adanya peningkatan ekspresi faktor inflamasi dan katabolik. Oleh

karena itu, pada kondrosit manusia yang mengalami OA, pengobatan dengan IL-1β

mengakibatkan penurunan ekspresi protein PPARγ. TNF-a, IL-17, dan ekspresi prostaglandin

(PG) E2 juga menurunkan regulasi PPARγ1. IL-1 menurunkan ekspresi protein PPARγ dalam

kondrosit tikus normal . Dengan demikian, penghambatan ekspresi PPARγ di kondrosit oleh

proinflamasi sitokin mungkin merupakan proses penting dalam patofisiologi OA. Ekspresi

PPARγ juga berkurang pada tulang rawan dari model tikus dari mono-iodoacetate-induced OA

dibandingkan dengan kontrol (Afif H et al, 2008). Sebagai model ini tidak melibatkan jalur

inflamasi, efek PPARγ dapat berhubungan dengan faktor degradatif lainnya yang terlibat dalam

penyakit ini.

Efek dari agonis PPARγ pada kondrosit

1. Efek anti-inflamasi

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa PPARγ memiliki efek dalam kondrosit dan

agonis PPARγ memiliki efek downregulate respon inflamasi dalam sel. Penggunaan promotor

sintetis dengan salinan multimerized faktor transkripsi mengikat suatu bagian, menunjukkan

bahwa penghambatan ini terjadi di tingkat transkripsi dengan mengganggu protein aktivator AP-

1 dan aktifitas NF-k. Dalam kondrosit tikus, pengobatan dengan 15d-PGJ2 mencegah IL-1b-

induced iNOS dan ekspresi COX-2 serta produksi NO dan PGE2. Selain itu, 15d-PGJ2

menghambat induksi mPGES-1, yang mengkatalisis langkah terminal di sintesis PGE2 di kedua

OA manusia dan tikus kondrosit (Afif H et al, 2008).

PPAR ᵞ berperan penting dalam sistem imun. Ekspresi PPAR ᵞ meningkat saat diferensiasi

monosit menjadi makrofag. PPAR ᵞ ligand seperti 15 d-PGJ2, TZD dan NSAID mampu

menstimulasi diferensiasi monosit menjadi makrofag dan menghambat induksi iNOS, MMP-9

dan reseptor scavenger. 15d-PGJ2 mampu menghambat produksi sitokin TNF α, IL-1 dan IL-6.

(Houseknecht et al, 2002). Lihat gambar 3.

Gambar 3. Model peran PPAR ᵞ dalam sistem imun (sumber : Houseknecht et al, 2002)

1. Efek Anti-matrix metalloprotease (MMP)

Peningkatan produksi MMPs memainkan peran penting dalam degradasi tulang

rawan selama proses OA. Aktivasi PPARγ ditunjukkan untuk menekan produksi beberapa

MMPs dan untuk mencegah degradasi proteoglycan. Dalam khondrosit OA manusia, 15d-

PGJ2 dan troglitazone diblokir IL-1b-induced MMP-13 dengan menghambat ekspresi AP-1

dan jalur NF-kb. Demikian pula, dalam kondrosit kelinci, rosiglitazone diblokir, IL-1b-

induced MMP-1 produksi melalui kompetisi DNA mengikat situs PPRE/AP1 komposit

dalam promotor-1 MMP. Dalam khondrosit tikus, 15d-PGJ2 dan GI262570 (agonis dari

PPARγ) menghambat IL-1b dan TNF-a-induced-MMP-3 dan MMP-9 serta degradasi

proteoglycan (Afif H et al, 2008).

2. Efek Anti-apoptosis

Penghambatan apoptosis kondrosit adalah pendekatan terapi yang potensial untuk

mencegah degradasi kartilago pada OA. Menariknya, 15d-PGJ2 dan PGD2 prekursor adalah

ditunjukkan untuk mencegah induksi apoptosis di artikular kondrosit manusia normal oleh

NF-kb inhibitor Bay 11-7085. Hal ini tampaknya terjadi melalui penghambatan jalur MAPK

ERK-1/2. Pengaruh lainnya aktivator PPARƔ alami Lipid 13-HODE dan 15-HETE adalah

aktivator PPARγ yang ampuh. Biosintesis 13-HODE dan 15-HETE dikatalisis oleh 15-

lipoxygenase (15-LOX). 15-LOX ada di dua isoform, 15-LOX-1 dan -2. 15-LOX-1

istimewa mengkonversi asam linoleat sampai 13-HODE, dan 15-LOX-2 memetabolisme

asam arakidonat dengan 15-HETE. Data menunjukkan bahwa 15-LOX mungkin memiliki

peran potensial dalam mencegah penghancuran tulang rawan terlihat pada arthritis (Afif H,

et al, 2008).

2.3 Pioglitazon

Pioglitazon merupakan PPAR ᵞ agonis. Dikenal juga sebagai Actos, Pioglitazona,

Pioglitazonum, Glustin, Actost, Pioglitazonum, Zactos, Pioglitazona. Berat molekulnya

356.4387 dengan rumus molekul C19H20N2O3S. (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/

summary /summary.cgi?cid=4829) Lihat gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia pioglitazon (sumber: pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ summary/ su

mmary.cgi?cid=4829)

Pioglitazon adalah bagian dari obat antidiabetik oral golongan TZD. TZDs telah terbukti

mampu memperbaiki insulin resisten, menurunkan circulating hiperinsulinemia dan pengatur

utama adipgenesis dan metabolisme glukosa. Mereka bekerja sebagai agonis PPAR ᵞ yang

mempunyai efek menghambat ekspresi gen proinflamasi dan menginduksi apoptosis

limphosit T dan makrofag.

Penelitian yang dilakukan oleh Kobayashi et al, 2005 membuktikan pioglitazon, suatu

PPAR ᵞ agonis dapat menurunkan progresivitas OA pada marmot yang ditandai dengan

menurunnya IL-1β dan MMP-13 dimana beperan penting dalam patofisiologi OA. Sejauh

yang peneliti ketahui, belum ada penelitian lain secara in vitro efek pioglitazon di kondrosit

maupun kartilago. Pioglitazon sendiri telah dicoba secara klinis pada RA di Mesir oleh

Shahin et al tahun 2011 melalui dikombinasi dengan metrotexat dimana sitokin proinflamasi

dan serum oksidatif stress mengalami penurunan. Namun belum ada penelitian secara klinis

yang menggunakan pioglitazon dalam terapi OA.

2.4 Apoptosis Kondrosit Pada OA

Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,

bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan pagositosis sel

tersebut oleh sel tetangganya. Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses

penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini menghasilkan keseimbangan dalam

jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan

demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan

patologis (Cotran et al, 1999).

Kondrosit adalah satu-satunya sumber sintesis komponen matriks di kartilago.

Pemeliharaan matriks kartilago yang normal tergantung stabilitas dan survival kondrosit.

Walaupun kondrosit hanya sekitar 5 % dari keseluruhan jaringan matriks, keberadaannya

dibutuhkan untuk menjaga homeostasis, remodeling kartilago dan respon terhadap injury.

(Johnson et al, 2008).

Masih menjadi perdebatan apakah apoptosis kondrosit yang menyebabkan OA atau

apoptosis kondrosit sebagai akibat OA. Studi di kelinci menunjukkan viabilitas kartilago pada

hewan yang sudah tua menurun sampai 70 % dibanding kartilago hewan yang berusia dewasa

muda. Di kartilago kelinci yang sudah tua juga menunjukkan ekspresi protein apoptosis seperti

Fas, Fas ligand, p53, caspase 8 dan iNOS. Sedangkan yang berpendapat sebaliknya berargumen

bahwa kondrosit sangat tergantung matriks ekstaseluler untuk survive, ketika komponen matriks

tersebut mengalami kerusakan maka kondrosit akan mengalami apoptosis dan semakin

memperparah kerusakan kartilago.(Zamli and Sharif, 2011).

2.5 NO dan iNOS dalam Osteoarthritis

Nitric Oxide (NO) merupakan suatu radikal bebas berbentuk gas tidak berwarna yang

memiliki struktur relatif stabil dan sangat reaktif yang secara normal diproduksi oleh tubuh

dalam jumlah yang kecil sebagai suatu zat fisiologis yang menunjang fungsi tubuh serta sebagai

pelindung tubuh terhadap serangan agen patogen. Selain membunuh parasit NO juga berperan

pada kerusakan sel baik sel dari mikroorganisme yang akan dibunuh, sel yang memproduksinya

juga sel-sel tetangga (Clark et al., 2003)

Proses pembentukan NO merupakan reaksi konversi enzimatik dari L-arginin menjadi L-

citrulin secara endogen yang melibatkan enzim Nitric Oxide Synthase (NOS) dengan N’ hydroxi

L-arginin (NOHLA) sebagai hasil antara, dengan melibatkan 2 mol O2 dan 1,5 mol NADPH

untuk membentuk satu mol NO. Reaksi ini dapat dihambat oleh L-methyl arginine dan

dexamethasone. Nitric Oxide Synthase (NOS) merupakan suatu enzim yang memiliki kemiripan

dengan sitokrom P-450 dimana dalam reaksinya sama-sama memerlukan NADPH sebagai donor

elektron awal dan O2. inducible NOS (iNOS atau NOS2) diekspresikan oleh kromosom 17.

Secara fisiologis pada sel yang normal terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit bahkan tidak

ditemukan, namun sekali terbentuk iNOS dapat mensintesis NO 100-1000 kali lebih banyak

daripada nNOS dan eNOS (Burgner et al., 1999).

Kondrosit dari pasien OA mengekspresikan iNOS di zona superficial kartilago,

menunjukkan NO meningkat dalam proses penyakit OA. NO menghambat sintesis proteoglikan

dan kolagen di kultur kartilago kelinci serta meng up regulasi sintesis MMP dimana

penghambatan tersebut berkontribusi dalam destruksi matriks ekstraseluler. NO juga memediasi

ekspresi sitokin proinflamasi seperti IL-18 dan IL-1. Baik NO endogen ataupun eksogen bisa

mengakibatkan apoptosis kondrosit lewat jalur yang tergantung mitokondria.(Abramson, 2008)

2.6 Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF)

Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF) merupakan regulator yang penting pada

perkembangan vaskular selama embriogenesis (vaskulogenesis) dan pada manusia dewasa VEGF

berperan dalam proses pembentukan pembuluh darah (angiogenesis), sebagai mediator penting

dalam proses remodelling, penyembuhan luka, keganasan, juga penyakit akibat peradangan. Pada

mamalia ada 5 ligan VEGF yang timbul karena beberapa variasi hubungan dan proses

pembentukan yang berbeda. Ligan-ligan ini berikatan dalam pola overlapping terhadap 3

reseptor tyrosine kinases (RTKs), yaitu reseptor VEGF-1, -2, -3 (VEGFR 1 – 3) (8,9).

Dalam perannya pada penyakit OA yang penyakit degeneratif tulang rawan hialin

permukaan artikular, berhubungan langsung dengan penuaan dan kerusakan mekanik, yang

mengakibatkan penurunan matriks. Beberapa penelitian arthritis akhir-akhir ini menunjukkan

bahwa VEGF diekspresikan pada osteoartritis, menunjukkan angiogenesis yang mungkin terlibat

dalam patologi OA. Lihat gambar 5 berikut :

Gambar 5. Konsep degradasi kartilago condylar mandibula(Kuroda, et al. 2009)

VEGF diinduksi dalam tulang rawan OA oleh fungsional beban berlebihan terkait

dengan aktivasi HIF-1, menyebabkan hipoksia pada jaringan sendi. Selanjutnya, VEGF

meregulasi produksi MMPs dan TIMPs yang merupakan efektor remodelling matriks

ekstraseluler. Beban yang berlebih juga menyebabkan turunnya pelumasan sendi sebagai akibat

dari degradasi HA oleh radikal bebas. Pengaturan produksi HA dikendalikan oleh berbagai

sitokin pro-inflamasi (10).

2.7 Matrix Metalloproteinase (MMP)

Matrix metalloproteinase (MMPs) adalah kelompok enzim yang membutuhkan ion seng

(Zn) pada sisi aktifnya untuk aktivitas katalitik. MMP sangat penting untuk allostasis jaringan.

MMP aktif pada pH netral dan dapat mengkatalis pergantian normal dari ECM (extracellular

matrix macromolecule) seperti interstitial dan bagian dasar mebran kolagen, proteoglikan seperti

aggrecan, decorin, biglycan, fibromodulin dan versican baik aksesoris protein ECM seperti

fibronektin (Malemud, 2006). Agreccan merupakan molekul yang mengandung glycosaminogen

tiga domain globuler (G1, G2 dan G3). G1 binding domain dengan rantai hyaluronan dengan

protein penghubung (Takaishi et al, 2008). MMP highly conserved dan secara struktural

berhubungan dan mampu mendegradasi beberapa komponen dari bahan dasar membran dan

ECM. Substrat dari MMP termasuk beberapa jenis protein seperti molekul kemotaktik, molekul

adhesi, inhibitor proteinase, reseptor permukaan sel, faktor koagulasi darah, growth factor dan

growth factor binding protein (Bozuto et al, 2010).

Gambar 6. Tahapan aktivasi pro MMP (Nagase, 1997)

Matriks metalloproteinase (MMPs) disintesis sebagai preproenzim inaktif dan

disekresikan sebagai proenzim inaktif yang diaktifkan melalui pemecahan secara proteolitik.

Protease (MMP lainnya, plasmin, tripsin) akan menyerang ke daerah penyerangan atau bait

region pada propeptida dan menghasilkan peptida intermediet dengan ikatan sistein-seng yang

tidak stabil sehingga mudah mendapatkan serangan proteolitik yang dikatalis oleh berbagai

MMP (Nagase, 1997;Malemud, 2006). Lihat gambar 6 diatas.

Berdasarkan substratnya MMPs dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu kolagenase (MMP-

1, MMP-8, MMP-13), gelatinase (MMP-2, MMP-9), stromalisin (MMP-3, MMP-10, MMP-11),

metalloelastase (MMP-12, MMP-18, MMP-19), matrilisin (MMP-7) dan Membrane type MMPs

(MT-MMP). Ekspresi, sekresi dan aktifitas MMP dikendalikan pada jaringan normal. Biasanya

ekpresi dari MMP diregulasi baik pada transkripsional maupun postranskripsional. Beberapa

faktor yang mempengaruhi transkripsi gen yang mengkode untuk enzim endopeptidase termasuk

sitokin, growth factor, hormon, onkogen dan promoter tumor. Sitokin dan growth factor mampu

meregulasi ekspresi metalloproteinase melalui MAPK pathway yang termasuk protein seperti

ERK1/2 (extracellular regulated kinase 1/2), JNK/SAPK 1/2 (c-jun N Terminal kinase 1/2) dan

p38MAPK. Sehingga aktivasi faktor transkripsi AP-1 dan ETS oleh mitogen kinase adalah

responsibel pada ekspresi maksimum MMPs (Bozuto et al, 2010), (Malemud, 2006).

Pada osteoartritis, degradasi tulang rawan artikular disebabkan oleh derivat proteinase

dari baik sinovium terinflamasi dan kondrosit terstimulasi. Lapisan sel sinovial pada rheumatoid

arthtritis akan mengalami overproduksi MMP1, MMP3, MMP9 dan MT1-MMP baik TIMP1 dan

TIMP3. MMPs dan ADAMTS4 disekresikan kedalam rongga sinovial dan diduga merusak

permukaan kartilago/tulang rawan terendam dalam cairan sinovial. Sebenarnya MMP1, MMP2,

MMP3, MMP8, MMP9, TIMP1 dan TIMP2 yang terkandung dalam cairan sinovial reumatik dan

rasio molar dari MMPs terhadap TIMPs berhubungan dengan aktivitas metalloproteinase yang

dapat dideteksi pada cairan sinovial reumatik (Takaishi et al, 2008).

Beberapa jenis MMPs yang berperan terhadap patogenesis osteoartritis diantaranya

adalah MMP-3 dan MMP-9. MMP-3 merupakan Protein dari keluarga metaloproteinase matriks

(MMP) yang terlibat dalam pemecahan matriks ekstraseluler dalam proses fisiologis yang

normal, seperti perkembangan embrio, reproduksi, dan remodeling jaringan, serta dalam proses

penyakit, seperti radang sendi dan metastasis. Kebanyakan MMP disekresikan sebagai

proproteins aktif yang diaktifkan bila dibelah oleh proteinase ekstraseluler. Gen ini

mengkodekan enzim yang mendegradasi fibronektin, laminin, kolagen III, IV, IX, dan X, dan

proteoglikan tulang rawan. (Cao J. Zucker S, 2012).

2.8 IL-1β (Interleukin 1 beta)

IL-1β diproduksi makrofag, endotel, dan banyak sel lainnya dalam kaitannya dengan

respon imun. Bersama dengan TNF α, berperan besar dalam proses inflamasi dan respon

imun host terhadap agen infeksi maupun stimulus yang lain. (Abbas, 2008). Sitokin ini

dihasilkan dalam bentuk proprotein dimana menjadi aktiv oleh caspase 1(CASP1/ICE).

Selain berperan dalam proses inflamasi, juga turut berperan dalam proliferasi sel, diferensiasi

serta apoptosis. (ncbi/nlm/nih.gov ).

IL-1 menginduksi respon katabolik di kondrosit baik pada RA maupun OA. IL-1

menginduksi MMP dan sitokin proinflamatori lainnya dan menghambat sintesa ECM. IL-1

juga menghambat proliferasi kondrosit. IL 1 juga mampu menginduksi pembentukan ROS.

Dapat kita lihat IL-1 berperan besar dalam patogenesis OA. (Blanko et al, 1995).