BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...
Transcript of BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...
32
BAB 1V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Latar
Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah
satu kota tua di Sulawesi selain kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo
pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia timur
yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut
Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah
sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol, Toli-Toli, Luwuk Banggai,
Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi
pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap
Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).1
Perkembangan masyarakat Gorontalo terjadi dalam bentuk perubahan
baik kualitatif maupun kuantitatif. Sebab-sebab perubahan itu dapat di tinjau dari
beberapa hal, antara lain pengaruh kemajuan di bidang pendidikan yaitu dengan
adanya sekolah-sekolah unggulan sampai dengan perguruan tinggi yang semakin
lama semakin bertambah. Perubahan lain bisa kita lihat dengan terbukanya
komunikasi dan transportasi darat, laut, udara yang makin membaik sehingga
mempercepat arus informasi dari luar. Akibat perkembangan itu tentu saja
berpengaruh pada pola pikir serta pandangan penilaian terhadap kebudayaan
dan adat istiadat. Untuk mencegah terjadinya perubahan ke arah yang
1 http://www.gorontalokota.go.id. Di Akses Tanggal 12 Maret 2012 (21:15 WITA)
33
negatif atau pemusnahan nilai-nilai luhur dalam tradisi daerah, maka perlu di
adakan pembakuan dan pelestarian adat istiadat itu. Dalam peradatan itu
terekam ciri khas masyarakat Kota Gorontalo yaitu:
(1) Mementingkan hubungan kekeluargaan dan kerjasama.
(2) Bersifat ramah terhadap siapa saja.
(3) Pengaruh adat yang kuat dalam perilaku kehidupan-kehidupan sebab
berlaku prinsip Adat Bersedikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah.
Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan
syara (aturan), sedangkan aturan ini harus berdasarkan AI-Quran.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sendi-sendi kehidupan
masyarakat Gorontalo adalah sangat religius dan penuh tatanan nilai-nilai yang
luhur. Dengan ungkapan di atas maka Gorontalo disebut dengan Serambi
Medinah. Selain itu Gorontalo juga memiliki catatan sejarah tersendiri yang tidak
lepas dari bangunan benda cagar budaya yang merupakan bukti peninggalan
sejarah Gorontalo.
Gorontalo memiliki berbagai macam benda cagar budaya terdiri dari situs
dan makam-makam keramat merupakan kenangan masa lalu yang menjadi bukti
sejarah perjuangan rakyat Gorontalo pada masa penjajahan. Selain itu benda cagar
budaya di Gorontalo merupakan warisan budaya yang perlu dimanfaatkan
keberadaannya karena melalui benda cagar budaya kita bisa menggali nilai-nilai
penting sejarah yang terkandung di dalamnya.
34
4.1.2 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Provinsi Gorontalo
Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-
kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-
kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut Pohala'a.
daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
a) Pohala'a Gorontalo
b) Pohala'a Limboto
c) Pohala'a Suwawa
d) Pohala'a Boalemo
e) Pohala'a Atinggola
Perkembangan masyarakat Gorontalo terjadi dalam bentuk perubahan
baik kualitatif maupun kuantitatif. Sebab-sebab perubahan itu dapat di tinjau dari
beberapa hal, antara lain pengaruh kemajuan di bidang pendidikan yaitu dengan
adanya sekolah-sekolah unggulan sampai dengan perguruan tinggi yang semakin
lama semakin bertambah. Perubahan lain bisa kita lihat dengan terbukanya
komunikasi dan transportasi darat, laut, udara yang makin membaik sehingga
mempercepat arus informasi dari luar.
Akibat perkembangan itu tentu saja berpengaruh pada pola pikir
serta pandangan penilaian terhadap kebudayaan dan adat istiadat. Untuk
mencegah terjadinya perubahan ke arah yang negatif atau pemusnahan nilai-
nilai luhur dalam tradisi daerah, maka perlu di adakan pembakuan dan
pelestarian adat istiadat itu. Kebudayaan berporos pada daya hidup, akal sehat
dan kesadaran manusia, Karena itu dalam membahas kebudayaan (termasuk
35
sejarah), usaha-usaha kreatif (dalam penelitian, penulisan, pengkajian dan praktik)
adalah keniscayaan.2 Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kebudayaan
perlu dipertahankan dan dikembangkan karena kebudayaan adalah ciri khas dalam
kehidupan suatu masyarakat.
Dalam peradatan masyarakat Gorontalo terekam ciri khas yaitu:
(1) Mementingkan hubungan kekeluargaan dan kerjasama.
(2) Bersifat ramah terhadap siapa saja.
(3) Pengaruh adat yang kuat dalam perilaku kehidupan-kehidupan sebab
berlaku prinsip adat bersedikan syara, syara bersendikan kitabullah. Arti dari
ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan syara (aturan),
sedangkan aturan ini harus berdasarkan AI-Quran. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa sendi-sendi kehidupan masyarakat Gorontalo
adalah sangat religius dan penuh tatanan nilai-nilai yang luhur. Dengan
ungkapan di atas maka Gorontalo disebut dengan Serambi Medinah.
(4) Suka berfikir yang kritis, walaupun menampilkan pola kesederhanaan.
(5) Suka menghormati dan menghargai orang, dengan dasar bahwa
penghargaan terhadap orang lain itu berarti penghargaan terhadap orang lain
itu berarti penghargaan diri sendiri dan tidak bertentangan dengan
agama.
Antara agama dan kebudayaan di dalam masyarakat mempunyai hubungan
erat. Banyak pengaruh agama terhadap budaya diantaranya butir-butir ajaran
2 Basri Amin. 2012 Memori Gorontalo. Teritori, Transisi, dan tradisi. Yogyakarta Ombak. Hlm 113
36
agama yang diberlakukan menjadi budaya masyarakat Gorontalo itu sendiri.
Adapun contoh kecil dari pengaruh agama terhadap budaya pada masyarakat
Gorontalo dapat kita lihat pada pelaksanaan tahunan tradisi Meeraji (Tradisi
Maulid Nabi Muhammad SAW). Kerukunan antar umat beragama di Gorontalo
terjalin hubungan yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat pada kondisi
masyarakat yang hidup berdampingan dengan tenang dan damai yang telah
terjalin selama ini. Dengan berpegang pada falsafah adat bersendikan syara' dan
syara' bersendikan kitabullah ciri religius sangat lekat pada masyarakat
Gorontalo.3
Gorontalo dikenal sebagai salah satu kota perdagangan, pendidikan, dan
pusat pengembangan kebudayaan Islam di Indonesia Timur. Sejak dulu Gorontalo
dikenal sebagai Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada waktu dahulu
Pemerintahan Kerajaan Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar
pelaksanaan hukum, baik dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun
pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari filosofi budaya Gorontalo yang Islami
berbunyi, Adat Bersendikan Syara dan Syara Bersendikan Kitabullah (Al-Quran),
Syara adalah hukum yang berdasarkan syariat Islam. Karena itu, Gorontalo
ditetapkan sebagai salah satu dari 19 daerah hukum adat di Indonesia. Raja
pertama di Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai,
yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam di
Provinsi Gorontalo yaitu STAIN (Sultan Amai). Pohalaa Gorontalo merupakan
pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut.
3 http://www.gorontalokota.go.id. Diakses tanggal 10 april 2012 (19:13 WITA)
37
Kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan di wilayah Gorontalo relatif
stabil dan kondusif, di Gorontalo tidak pernah terjadi perkelahian antar kampung
atau konflik Sara yang melibatkan massa. Hal ini dikarenakan kehidupan sosial
kemasyarakatan dan keagamaan di Gorontalo sangat terpelihara. Nilai-nilai
demokrasi yang diwariskan dari generasi ke generasi dengan simbol budaya
“huyula” atau gotong-royong masih sangat mewarnai kehidupan masyarakat.
prinsip adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah, kedua nilai
tersebut merupakan hukum sekaligus perekat seluruh masyarakat dengan
keharusan menjalankan syariat bagi pemeluk agama Islam dan kewajiban
menghormati dan membantu pemeluk agama lain.
4.2. Sajian Data
Dari hasil penelitian dan observasi yang dilakukan peneliti menemukan
beberapa hal sebagai berikut :
4.2.1 Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo
Tabel 1. Benda cagar budaya di Provinsi Gorontalo
No Nama cagar budaya Lokasi
Kota Gorontalo
1 Komplek Benteng Otanaha Kelurahan Dembe
kecamatan kota barat
2 Makam Aulia Male Ta Ilayabe Kelurahan Leato
kecamatan kota timur
3 PT. Pelni Gorontalo (K.P.M)
Kelurahan Biawao
kecamatan kota selatan
4 Tempat tinggal tentara Belanda
Kelurahan Heledulaa
Kecamatan kota timur
5 Hotel Melati (Hotel Velberg) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
6 Kantor dinas kehutanan (Ex.Rumah bangsawan
Belanda )
Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
38
7 Villa Swwet Home Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
8 E.ballom listrik Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
9 Rumah sakit tentara (poliklinik induk tentara) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
10 Kodim 1304. Eur lager school (ELS) Kelurahan Biawao
kecamatan kota selatan
11 Kantor Tepbek V11-44.01-B (bioskop lama) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
12 Komplek Pilboks-menara Suar-rumah jaga Lingkungan 11 Leato
kecamatan kota timur
13 SDN 61 kota Gorontalo (HIS-ALS-SRN 1V-
SDN 1- SDN 4)
Kelurahan Ipilo
kecamatan kota timur
14 Rudis Gubernur Gorontalo (kantor Landbouw
Voori.Dients)
Kelurahan Biawao
kecamatan kota selatan
15 Kantor Pos kota Gorontalo Kelurahan Ipilo
kecamatan kota selatan
16 Makam Tambola Kelurahan Leato
kecamatan kota selatan
17 Rumah keluarga Jibran Kelurahan Limba B
kecamatan kota selatan
18 Gereja Bethel (Gereja Tionghoa) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
19 Gereja Imanuel Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
20 Rumah sastrawan H.B.Yassin, eks Kota selatan
21 SMA N 1 Gorontalo Kelurahan Ipilo
kecamatan kota timur
22 Makam Aulia Raja Ilato Ju Panggola Kelurahan Dembe 1
kecamatan kota
23 Masjid Tua Hunto Sultan Amay Kota selatan
24 Makam Tadila Oyibuo Kelurahan Donggala
kecamatan kota selatan
25 Rumah Syeh Abdul Alamri Kota selatan
26 Makam Ju Panggola Kecamatan kota barat
27 Kelenteng Thian Hou Kiong Kecamatan kota timur
Kabupaten Gorontalo
39
1 Makam Raja Tuniyo Mongolato kecamatan
Telaga
2 Masjid Tua Ar-Rahman Bulila Bulila kecamatan Telaga
3 Rumah Raja Eyato Bulila kecamatan Telaga
4 Rumah keluarga Hiola Tuladenggi kecamatan
Telaga Biru
5 Rumah keluarga Nelly Yusuf Tuladenggi kecamatan
Telaga Biru
6 Istana Raja Aluhu Raja Siendeng Tamalate Bunbulan kecamatan
Tilamuta
7 Makam Raja Tabalabala Luwoo kecamatan Telaga
8 Makam Raja Olii Limboto Bakia kecamatan
Limboto barat
9 Istana Raja Aluhu Raja Siendeng Tamalate Bumbulan kecamatan
Tilamuta
10 Situs purbakala Limboto Limboto
11 Pendaratan Bung Karno Iluta kecamatan Batudaa
Kabupaten Bone Bolango
1 kawasan bangunan kolonial kabila Suwawa
2 Makam Raja Blongkot Dunggala kecamatan
Tapa
3 Situs Kubur Oluhuta Bonepantai
4 Makam Nani Wartabone Bubeya kecamatan
Suwawa
Kabupaten Gorontalo Utara
1 Benteng Orange Desa Dambalo
kecamatan Kwandang
2 Benteng Maas Desa Moluo kecamatan
Kwandang
Kabupaten Boalemo
1 Makam Tambalo
2 Makam Sultan Harudji Modelomo kecamatan
Tilamuta
40
Kabupaten Pohuwato
Belum dilakukan kegiatan Inventarisasi
Sumber : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala 2012
Berdasarkan tabel di atas menujukan secara keseluruhan cagar budaya
yang ada di provinsi Gorontalo yang tergolong atas situs-situs dan makam-makam
raja merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) bahwa di Kota Gorontalo terdapat 27 cagar budaya,
Kabupaten Gorontalo terdapat 11 cagar budaya, Kabupaten Bone Bolango
terdapat 4 cagar budaya, Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 2 cagar budaya,
Kabupaten Boalemo terdapat 2 cagar budaya, sedangkan di Kabupaten Pohuwato
belum dilakukan Inventarisasi, sehingga total keseluruhan cagar budaya yang
tersebar di Provinsi Gorontalo ada 46 cagar budaya.
Berdasarkan uraian di atas maka Gorontalo memiliki benda cagar budaya
yang tersebar di berbagai wilayah Gorontalo. Benda cagar budaya tersebut
mengandung nilai-nilai penting sejarah serta menyimpan kenangan masa lalu yang
menjadi bukti perjuangan masyarakat Gorontalo. Dari 46 benda cagar budaya
yang ada di Gorontalo, ada yang belum memiliki surat keputusan (SK) penetapan
dari kementerian kebudayaan dan pariwisata RI dan ada juga beberapa benda
cagar budaya yang sudah memiliki SK penetapan dari kementerian kebudayaan
dan pariwisata RI adalah sebagai berikut :
41
Tabel 2. Benda cagar budaya di Gorontalo yang belum memiliki SK penetapan
kementerian kebudayaan dan pariwisata RI
No Nama cagar budaya Wilayah
Kota Gorontalo
1 Makam Aulia Male Ta Ilayabe Kelurahan Leato
kecamatan kota timur
2 Tempat tinggal tentara Belanda Kelurahan Heledulaa
Kecamatan kota timur
3 Hotel Melati (Hotel Velberg) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
4 Kantor dinas kehutanan (Ex.Rumah bangsawan
Belanda )
Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
5 Villa Swwet Home Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
6 E.ballom listrik Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
7 Rumah sakit tentara (poliklinik induk tentara) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
8 Kodim 1304. Eur lager school (ELS) Kelurahan Biawao
kecamatan kota selatan
9 Kantor Tepbek V11-44.01-B (bioskop lama) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
10 Komplek Pilboks-menara Suar-rumah jaga Lingkungan 11 Leato
kecamatan kota timur
11 SDN 61 kota Gorontalo (HIS-ALS-SRN 1V-
SDN 1- SDN 4)
Kelurahan Ipilo
kecamatan kota timur
12 Rudis Gubernur Gorontalo (kantor Landbouw
Voori.Dients)
Kelurahan Biawao
kecamatan kota selatan
13 Makam Tambola Kelurahan Leato
kecamatan kota selatan
14 Rumah keluarga Jibran Kelurahan Limba B
kecamatan kota selatan
15 Gereja Bethel (Gereja Tionghoa) Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
16 Gereja Imanuel Kelurahan Tenda
kecamatan kota selatan
17 Rumah sastrawan H.B.Yassin, eks Kota selatan
18 SMA N 1 Gorontalo Kelurahan Ipilo
kecamatan kota timur
42
19 Makam Aulia Raja Ilato Ju Panggola Kelurahan Dembe 1
kecamatan kota
20 Masjid Tua Hunto Sultan Amay Kota selatan
21 Makam Tadila Oyibuo Kelurahan Donggala
kecamatan kota selatan
22 Rumah Syeh Abdul Alamri Kota selatan
23 Makam Ju Panggola Kecamatan kota barat
24 Kelenteng Thian Hou Kiong Kecamatan kota timur
Kabupaten Gorontalo
1 Makam Raja Tuniyo Mongolato kecamatan
Telaga
2 Rumah Raja Eyato Bulila kecamatan Telaga
3 Rumah keluarga Hiola Tuladenggi kecamatan
Telaga Biru
4 Rumah keluarga Nelly Yusuf Tuladenggi kecamatan
Telaga Biru
5 Istana Raja Aluhu Raja Siendeng Tamalate Bunbulan kecamatan
Tilamuta
6 Makam Raja Tabalabala Luwoo kecamatan Telaga
7 Makam Raja Olii Limboto Bakia kecamatan
Limboto barat
8 Istana Raja Aluhu Raja Siendeng Tamalate Bumbulan kecamatan
Tilamuta
9 Situs purbakala Limboto Limboto
10 Pendaratan Bung Karno Iluta kecamatan Batudaa
Kabupaten Bone Bolango
1 kawasan bangunan kolonial kabila Suwawa
2 Situs Kubur Oluhuta Bonepantai
Kabupaten Gorontalo Utara
1 Benteng Maas Desa Moluo kecamatan
Kwandang
43
Kabupaten Boalemo
1 Makam Tambalo
2 Makam Sultan Harudji Modelomo kecamatan
Tilamuta
Sumber : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala 2012
Berdasarkan tabel di atas menunjukan secara keseluruhan cagar budaya
yang ada di provinsi Gorontalo yang tergolong atas situs-situs dan makam-makam
raja merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) yang belum memiliki surat keputusan (SK)
ketetapan dari kementerian kebudayaan dan pariwisata bahwa di Kota Gorontalo
terdapat 24 cagar budaya, Kabupaten Gorontalo terdapat 10 cagar budaya,
Kabupaten Bone Bolango terdapat 2 cagar budaya, Kabupaten Gorontalo Utara
terdapat 1 cagar budaya, Kabupaten Boalemo terdapat 2 cagar budaya, sedangkan
di Kabupaten Pohuwato belum dilakukan Inventarisasi, sehingga total
keseluruhan cagar budaya yang tersebar di Provinsi Gorontalo dan tidak memiliki
SK petetapan dari kementerian kebudayaan dan pariwisata RI ada 39 cagar
budaya.
Tabel 3. Cagar budaya di Gorontalo yang sudah memiliki SK penetapan
kementerian kebudayaan dan pariwisata RI
No Nama cagar budaya Wilayah Surat
Keputusan/Penetapan
cagar budaya
1 Komplek Benteng Otanaha Desa dembe 1
kota barat
Pemenbudpar No PM
30/PW 007/MKP 2008
2 PT Pelni Gorontalo (K.P.M) Kelurahan
Biawao kota
selatan
PM.
10/PW.007/MKP/2010
44
3 Kantor Pos Gorontalo Kelurahan ipilo
kota selatan
PM.10/PW.007/MKP/2010
4 Masjid Tua Ar-Arahman Kelurahan
Bulila
kecamatan
Telaga
KM12/PW007/MKP03
5 Makam Raja Blongkot Desa Dunggala
kecamatan Tapa
PM.10/PW.007/MKP/2010
6 Makam Nani Wartabone Desa Bubeya
kecamatan
Suwawa
PM.10/PW.007/MKP/2010
7 Benteng Orange Desa Dambalo
kecamatan
Kwandang
Pemenbudpar No Pm
30/PW 007/MKP 2008
Sumber : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala 2012
Berdasarkan tabel di atas menunjukan secara keseluruhan cagar budaya
yang ada di Provinsi Gorontalo yang tergolong atas situs-situs dan makam-makam
raja merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) dan sudah memiliki surat keputusan (SK) petetapan
dari kementerian kebudayaan dan pariwisata RI bahwa cagar budaya yang
tersebar di Provinsi Gorontalo terdapat tujuh cagar budaya yang sudah memiliki
SK.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini difokuskan pada benda
cagar budaya yang sudah memiliki surat keputusan (SK) ketetapan dari
kementerian kebudayaan dan pariwisata RI karena cagar budaya tersebut sudah
dilakukan penelitian Arkeologi dari kementerian kebudayaan melalui Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) dan hal ini sudah diakui oleh pemerintah
pusat, sementara yang belum memiliki SK penetapan dari hasil wawancara
dengan Romi Hidayat selaku Arkeologi sekaligus kepala bidang Inventarisai cagar
budaya Gorontalo di BP3 (wawancara 12 April 2012 ) mengatakan bahwa cagar
45
budaya yang belum memiliki SK dikarenakan belum memiliki data-data atau
deskripsi lengkap dan untuk sementara ini masih dalam tahap proses apakah layak
atau tidak untuk diusulkan ke kementerian kebudayaan dan pariwisata agar
mendapatkan SK penetapan.
4.2.2 Deskripsi Singkat Benda Cagar Budaya yang Sudah Memiliki Surat
Keputusan/Penetapan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
RI.
1. Benteng otanaha
Menurut penuturan Hamrain Husain (wawancara 10 mei 2012) selaku
pengurus Benteng Otanaha dan diperkuat dengan arsip yang didapat dari Dinas
Pariwisata Kota Gorontalo serta arsip dari BP3 Gorontalo bahwa benteng otanaha
memiliki SK penetapan kementerian kebudayaan dan pariwisata RI dengan SK
PM.10/PW.007/MKP/2010. Benteng otanaha terletak di atas bukit di Kelurahan
Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun sekitar
tahun 1522. Benteng otanaha terletak di atas sebuah bukit, dan memliki 4 buah
tempat persinggahan dan 348 buah anak tangga ke puncak sampai kelokasi
benteng. Jumlah anak tangga tidak sama untuk setiap persinggahan. Dari dasar ke
tempat persinggahan I terdapat 52 anak tangga, ke persinggahan II terdapat 83
anak tangga, ke persinggahan III terdapat 53 anak tangga, dan dan ke
persinggahan IV memiliki 89 anak tangga. Sementara ke area benteng terdapat 71
anak tangga, sehingga jumlah keseluruhan anak tangga yaitu 348.
Lebih jelasnya dipertegas lagi bahwa Pada sekitar abad ke 15 daratan
Gorontalo diduga masih sebagian besar di liputi oleh air laut. Ketika itu wilayah
46
Gorontalo sudah berbentuk kerajaan dibawah pimpinan raja Ilato
(Matolodulakiki) bersama permaisurinya Tolangohula (1505-1585). Keterunan
mereka terdiri dari tiga orang anak, masing-masing, Ndoba (wanita), Tilaya
(wanita), dan Naha (pria). Sewaktu berusia remaja, Naha pergi melanglang buana,
sementara itu Ndoba dan Tilaya tetap tinggal diwilayah kerajaan. Suatu ketika
sebuah kapal layar Portugis singgah di pelabuhan Gorontalo. Karena kehabisan
bahan makanan, pangaruh cuaca buruk, dan gangguan bajak laut. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh para Nahkoda Portugis untuk bertemu dengan raja Ilato yang
merupakan penguasa kerajaan Gorontalo.
Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan, bahwa untuk
memperkuat pertahanan keamanan dalam negeri, akan dibangun atau didirikan
tiga buah Benteng di atas perbukitan kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat
yang sekarang ini, yakni pada tahun 1525.
Ternyata, para nahkoda Pertugis hanya memperalat pasukan Ndoba dan
Tilaya yang diperkuat para Apitalawo (kapten laut) masing-masing Apitalawo
Djailini, bangkit dan mendesak bangsa Portugis untuk segera meniggalkan
daratan Gorontalo. Para nahkoda Portugis langsung meninggalkan pelabuhan
Gorontalo
Pada tahun 1585, Naha kembali dari perantauan dan menemukan ketiga
benteng. Ketika itu Naha memperisistri seorang wanita yang bernama Ohihiya.
Dari pasangan suami istri lahirlah dua orang putra yaitu Paha (pahu), dan Limonu.
Ketika terjadi perang melawan Hemuto (pimpinan rombongan transmigrasi),
melalui jalur utara. Naha dan Pahu gugur melawan Hemuto. Limonu menuntut
47
balas atas kematian ayah dan kakaknya, dan berhasil membunuh dalam sebuah
peperangan. Selama dalam peperangan, Naha, Ohihiya, Pahu, dan Limonu telah
memanfaatkan ketiga benteng tersebut sebagai pusat kekuatan pertahanan
sehingga dengan latar belakang ini, ketiga benteng ini di abadikan sebagai berikut.
a. Otanaha : Ota berarti benteng, dan Naha berarti orang yang menemukan
benteng tersebut. Jadi otanaha berarti benteng yang ditemukan oleh Naha.
b. Ulupahu : Ulu akronim dari kata Uwole (milik dari Pahu), Pahu adalah
putera Naha. Jadi Ulupahu berarti benteng milik Pahu (Paha) Putra
Naha.
c. Otahiya : Ota berarti benteng, dan Hiya akronim dari Ohihiya (isteri
Naha). Jadi Otahihiya yaitu benteng milik Ohihiya.
2. Benteng orange
Berdasarkan arsip yang didapat dari Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) bahwa benteng orange sudah memiliki SK penetapan dari
kementerian kebudayaan dan pariwisata RI dengan SK permenbudpar No PM
30/PW007/MKP 2008. Benteng orange terletak di atas bukit yang secara
atministratif termasuk dalam wilayah Desa Dambalo, Kecaamatan Kwandang
Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo.
Lingkungan disekitar benteng orange di kelilingi tanah perladangan dan
terdapat tambak ikan yang berada di aliran sungai Poso. Adapun batas-batas dari
benteng orange adalah di sebelah utara berbatasan dengan perkebunan kelapa,
sebelah selatan berbatasan dengan perkebunan kelapa dan sungai Poso, sebelah
48
timur berbatasan dengan perkebunan kelapa dan sebelah barat berbatasan
perkebunan kelapa dan lahan persawahaan.
Dari penuturan masyarakat setempat dan dipertegas lagi oleh Hasan
Lagani selaku juru pelihara benteng orange (wawancara 9 Mei 2012) mengatakan
bahwa pada masa lampau disekitar benteng orange pernah terdapat pemukiman
suku Buol dan suku Gorontalo dari kerajaan Limboto. Masuknya suku Gorontalo
dari Limboto ini didorong dengan keakhawatiran mereka bahwa Tomiloto akan di
kuasai oleh kerajaan Buol. Pada saat itu di perairan pantai Kwandang terjadi
peperangan masyarakat setempat melawan Mangindano (kelompok bajak laut
yang berasal dari Philipina-Mindanawo). Pada pertengahan abad ke 15-16 M,
bangsa barat mulai datang ke Indonesia, diantaranya bangsa Portugis yang menuju
ke wilayah timur berhasil menduduki kepulauan Maluku-Tarnate, kemudian ke
Gorontalo melalui Kwandang. Keinginan bangsa Portugis untuk menguasai
daerah Gorontalo dan mempertahankan serangan bajak laut dari Philipina,
terutama di pesisir utara Kwandang yang diantisipasi dengan membangun benteng
orange sekitar tahun 1526. Pada mulanya nama benteng ini disebut Ota,
kemudian oleh bangsa Belanda di beri nama benteng orange. Benteng ini di
fungsikan sebagai basis pertahanan di darat dan di laut.
Kedatangan bangsa Belanda awal abad ke-17 menyebabkan bangsa
Portugis terdesak mundur dari wilayah Gorontalo. Pada abad ke-18 benteng
orange di perbaiki oleh bangsa Belanda dan dilakukan pula penambahan-
penambahan serta perubahan pada bagian benteng tersebut, seperti bangunan-
bangunan kecil di atas bukit sebagai tempat memantau dan pusat penembakan.
49
Panjang dinding benteng orange sisi sebelah selatan adalah 26,40 m, sisi
barat 38,10 m, sisi utara 22,75 m, dan sisi timur 41,80 m, dengan tinggi benteng
antara 2,00 m. ketebalan dinding benteng rata-rata 69 cm.
Bastion benteng terletak di sisi tenggara, bastion adalah bagian dinding
benteng yang menjorok keluar, difungsikan sebagai tempat untuk memantau dan
tempat dudukan senjata/meriam. Bastion berdiameter 1,60 m dan tinggi 5,32 m,
memiliki 3 buah embrasure (ceruk bidik/ dudukan senjata) lebar 1,18 m.
3. Kantor PT PELNI
Berdasarkan arsip yang didapat dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Gorontalo bahwa Kantor PT PELNI terletak dijalan 23 Januari No 8,
Kelurahan Biawao RT 01/RW 01, Kecamatan Kota Selatan. Kantor PT PELNI
salah satu benda cagar budaya di Gorontalo yang telah ditetapkan oleh
kementerian kebudayaan dan pariwisata RI dengan surat keputusan Permenbudpar
No PM 10/PW 007/MKP 2010 sebagai cagar budaya Nasional yang dilindungi
oleh Undang-Undang cagar budaya No 11 tahun 2010.
Bangunan ini dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1936. Awalnya
bangunan ini digunakan sebagai kantor maskapai pelayaran kerajaan Belanda
KMP (Koninklijke Paketvaart Matschaappij). KMP memilki cabang hampir
diseluruh Indonesia, terutama daerah-daerah yang memilki pelabuhan besar.
Setelah runtuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia maka perusahaan KMP
diambil oleh pemerintah Republik Indonesia melalui program nasionalisasi tahun
1950, kemudian dijadikan kantor PT PELNI sampai sekarang.
50
Lebih lanjut dikatakan Erlina Huwoyono selaku kepala bidang
Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Gorontalo (wawancara 12 April 2012) bahwa
Pengukuhan kekuasaan Kolonial saat itu tertuang dalam kebijakan yang
dinamakan politik etis. Prinsipnya bertujuan meningkatkan kondisi kehidupan
penduduk pribumi. Di lain pihak penguasa juga memperbesar jumlah kedatangan
orang Belanda ke Indonesia yang secara langsung membutuhkan sarana tempat
tinggal berupa rumah-rumah dinas dan gedung-gedung. Di sini terlihat jelas
bahwa ternyata semua peristiwa yang dialami pada tiap kehidupan manusia bisa
memberi dampak yang besar terhadap pandangan arsitektur. Bahwa gagasan
arsitektur sesungguhnya juga dipengaruhi oleh situasi dinamika sosial budaya
manusia dan sekaligus menjadi bagian dari padanya.
Bangunan Indis telah berhasil memenuhi nilai-nilai budaya yang
dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status,
keagungan dan kebesaran kekuasaan terhadap masyarakat jajahannya.
Perkembangan arsitektur Indis sangat determinan karena didukung oleh peraturan-
peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu
kebijaksanaan. Pemerintah kolonial Belanda menjadikan bangunan Kolonial
Belanda (Indis) standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik
pemerintah maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang
berkecukupan terutama para pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar
memperoleh kesan pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi.
51
4. Kantor Pos
Berdasarkan arsip yang didapat dari Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Gorontalo bahwa Kantor Pos terletak dijalan Nani Wartabone No. 16,
Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur. Bangunan ini awalnya berfunsi sebagai
kantor pos dan telegraph, tetapi sekarang hanya berfungsi sebagai kantor pos.
Kantor pos sebagai salah satu cagar budaya di Gorontalo yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI dengan surat
keputusan Permenbudpar No PM 10/PW 007/MKP 2010 sebagai cagar budaya
Nasional yang dilindungi oleh Undang-Undang cagar budaya No 11 tahun 2010.
Fondasi dari batu dan sistem struktur dari beton bertulang. Atap bangunan
berbentuk pelana dan terbuat dari genteng. Bagian dalam terbagi 8 ruangan, salah
satu ruangan terpenting adalah ruangan “Khasanah” yang disediakan khusus
dengan ketebalan dinding 50 cm. diruangan itu ditempatkan brankas yang berisi
dokumen-dokumen penting. Brankas ini sejak zaman Belanda hingga kini masih
berfungsi. Bangunan ini diberi pagar keliling tembok dan besi. Dibagian luar
pagar terdapat kotak surat dari zaman Belanda.
Menurut sumber asip Dinas Kebudayaan dan Priwissata Kota Gorontalo,
sejarah Proklamasi Gorontalo 23 Januari 1942 tidak lepas dari Kekalahan Belanda
oleh Jepang, pada perang di laut Jawa, membuatnya menjadi gelap mata.
Gorontalo dibumi hanguskan yang dimulai pada tanggal 28 Desember 1941.
Adalah seorang pemuda bernama Nani Wartabone (saat itu berumur 35 tahun)
memimpin perjuangan rakyat Gorontalo dengan menangkapi para pejabat
Belanda yang masih ada di Gorontalo.
52
Pasukan rimba Nani Wartabone bergerak dari kampung-kampung di
pinggiran Kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, mereka bergerak
mengepung Kota Gorontalo. Hingga akhirnya komandan detasemen veld politie
WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah takluk
pada pukul 5 subuh. Dengan sebuah keyakinan yang tinggi, pada pukul 10
pagi Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah
Putih di halaman kantor pos Gorontalo. Dihadapan massa yang berkumpul,
Nani Wartabone berkata :
“Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang
berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga.
Bendera kita yaitu merah putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia
raya”.4
Setelah pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional,
agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban.” Dengan demikian kantor pos
Gorontalo adalah tempat pertama berkibarnya bendera merah putih dibumi
tercinta Gorontalo, walaupun pada tahun yang sama masuk pemerintah Jepang
yang hanya bertahan tiga setengah tahun.
5. Makam Nani Wartabone
Dari hasil penelitian yang didapat dari arsip Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) bahwa makam Nani Wartabone merupakan salah satu cagar
budaya yang sudah memiliki SK penetapan dari kementerian kebudayaan dan
pariwisata RI dengan surat keputusan PM 10/PW 007/MKP 2010 sebagai cagar
4 Arsip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Gorontalo.
53
budaya Nasional yang dilindungi oleh Undang-Undang cagar budaya No 11 tahun
2010. Dalam ingatan kolektif orang Gorontalo Nanai Wartabone adalah seorang
tokoh pejuang bahkan telah memerdekakan Gorontalo dari Belanda sebelum
Soekarno memproklamasikan Indonesia. Beliau dengan kekuatan senjata bersama
dengan pemudah Gorontalo dari Suwawa mengambil kekuasaan pemerintahan
dari tangan Belanda sambil mengibarkan bendera sang saka merah putih
kemudian berpidato di lapangan alun-alun Kota Gorontalo dengan mengatakan
saudara-saudara kini kita telah bebas dari tangan imperialis penjajah.
Distribusi bangunan makam Nani Wartabone berada pada bagian sudut
tenggara lahan situs. Untuk masuk kebangunan makam dapat di capai melalui
pintu yang berada di bagian timur makam. Pintu di bangun di atas konstruksi
beton dengan dua pilar yang menyimbolkan bambu runcing sebuah alat
persenjataan yang di gunakan rakyat kebanyakan ketika masah perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Di bagian atas kedua ujung bambu terbentang bendera
merah putih dari plat beton yang pada sisi atasnya bertengger burung garuda
lambang Negara Repoblik Indonesia. Bagian belakang pintu gerbang inilah
diletakan bangunan makam Nani Wartabone yang diapit makam istrinya Ny. Aisa
Wartabone Tangahu.
Banguanan makam Nani Wartabone dibuat di atas konstruksi batu dimana
jirat diletakan di atas lantai ubin yang bersusun yang berterap 3 dihitung dari
dasar. Panjang, lebar, dan tinggi jirat berukuran 268 cm, 155 cm, 65 cm. Pada
bagian kepala jirat dibuat lebih tinggi 167 cm dengan bentuk persegi yang pada
bagian sisi atasnya dibuat seperti kubah yang seringkali ditemukan pada bangunan
54
atas masjid yang berkembang sekarang. Pada bidang inilah terdapat tulisan Hi.
Nani Wartabone Talo Duluwa Lo Lipu. Sedangkan nisannya terdapat dua buah
dari batu kali andesit tanpa pengerjaan lebih awal yang ditanam di dalam jirat
yang tanahnya ditinggikan tiga perempat dari tinggi jirat.
Untuk melindungi bangunan makam dari panas dan hujan di atasnya
dibangun cungkup tanpa dinding. Cungkup ditopang dengan empat buah tiang
atau pilar beton berbentuk bulat. Di atas tiang ini dilatakkan atap berbentuk
limasan yang dibagian puncaknya dilengkapi topi sehingga tampak dibuat
bersusun dua sebagaimana sering ditemukan pada bangunan tua di Gorontalo,
dibuat dari bahan genteng asbes.
Hal penting yang juga perlu disampaikan disini adalah adanya pelataran
yang cukup luas di bagian barat bangunan makam. Pelataran ini seringkali
digunakan sebagai tempat melaksanakan peringatan hari pengambilalihan
kekuasaan oleh rakyat Gorontalo dari pihak Belanda tanggal 23 januari 1942.
Itulah sebabnya mengapa tanggal 23 januari makna mendalam bagi rakyat
Gorontalo.
Dari hasil penelitian dan wawancara dengan Tito Wartabone yang
merupakan cucu dari Nani Wartabone (wawancara 10 Mei 2012) mengatakan
bahwa kompleks makam Nani Wartabone termasuk rumah Pribadinya sudah
diambil alih oleh pihak pemerintah dan sudah dijadikan mesium akan tetapi tidak
mendapatkan perhatian serius dari pihak pemerintah itu sendiri. Sehingga pada
saat peneliti berada di lokasi ini sempat melihat bahwa rumah pribadi Nani
Wartabone yang sudah dijadikan mesium ini sementara dipugar, plapon dan atap
55
dari rumah tersebut diganti karena tidak layak lagi dan sudah rusak serta
dilakukan pengecetan kembali, dan biaya pemugaran ini menggunakan uang
pribadi dari pihak keluarga itu sendiri. Lebih lanjut dipertegas oleh Tito
Wartabone kompleks makam termasuk rumah akan diambil alih kembali oleh
pihak keluarga apabila tidak ada perhatian yang serius dari pihak pemerintah, hal
ini menjaga agar kompleks makam ini termasuk rumah tidak akan kumuh dan
tidak cepat rusak.
6. Makam raja Blongkod
Berdasarkan arsip dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3)
bahwa makam raja Blongkod memiliki SK penetapan dari kementerian
kebudayaan dan pariwisata RI dengan SK PM.10/PW.007/MKP/2010. Makam
raja Blongkot terletak dikampung Dunggala, Desa Dunggala kecamatan tapa
dengan ketinggian 32 meter dari permukaan laut. Linkungan situs berada disebuah
dataran rendah yang dikelilingi ladang dan kebun penduduk. Kesampaian lokasi
dapat dijangkau dari jalan yang menghubungkan Tapa dengan Dunggala dan pada
jarak kurang lebih 500 meter berbelok ke barat melalui halaman samping rumah
penduduk menyusuri kebun jagung kurang lebih 400 meter. Lahan makam yang
luasnya kurang lebih 200 meter bujur sangkar dapat dikatakan terbagi atas dua
bidang, bidang yang ditempati kubur baru dan bidang yang ditempati makam tua.
Ditribusi makam baru berada di bagian timur lahan, sedangkan makam tua
terdistribusikan pada bagian barat lahan. Di dalam lahan terdapat 4 bangunan
makam yang diidentifikasi berumur tua.
56
Makam Blongkot terdistribusi pada bagian tenggara lahan dengan arah
hadap denah berorientasi timur-barat. Bangunan makam dibuat di atas konstruksi
susunan batu kali menggunakan bahan perekat. Merupakan makam berundak yang
terdiri atas dua terap atau undak dengan denah dasar persegi panjang. Undak
pertama berukuran panjang 5 meter dan lebar berukuran 3,5 meter dengan tinggi
70 cm. undak kedua diletakkan di atas undak pertama dimana luasnya lebih kecil
berukuran panjang 3,8 meter, lebar 2,5 meter dengan tinggi 40 cm. kemudian pada
bagian puncak terdapat sebuah bidang berbentuk persegi panjang dimana sisi
atasnya dibuat seperti atap segitiga pelana dengan denah berukuran panjang 3
meter, lebar 1,5 meter dan tinggi puncak 50 meter.
Tingkat keterawatan benda yang tertinggal dapat dikatakan rendah, karena
dari beberapa bagian dari bangunan makam ini telah hancur dan retak. Hancur
dalam pengertian terlepasnya bahan batu kali dari satuan perekat terlihat pada
bagian undak sebelah utara dan bagian badan dari bidang struktur puncak pada
bagian barat daya. Sedangkan kasus retakan pecah dan melendut terjadi pada
struktur dinding undak pertama dan beberapa bagian lainnya. Walaupun beberapa
bahan pembentuk terlepas dari struktur induknya namun secara umum bangunan
makam secara kualitas masih menampakan bentuk utuhnya sehingga dari aspek
pelestarianya masih dapat dibina ulang.
Dalam ingatan kolektif masyarakat Gorontalo yang dipertegas oleh Kue
Markaya dan Hani Yahya (wawancara 10 Mei 2012) yang merupakan penduduk
setempat yang sudah berusia lanjut, karena pada saat peneliti datang ke lokasi
tidak bertemu dengan juru pelihara makam tersebut, sehingganya peneliti
57
melakukan wawancara dengan penduduk setempat yang telah disebutkan tadi dan
bertepatan dengan keberadaan Makam berada di belakang rumah mereka. Dari
hasil wawancara dengan mereka mengatakan bahwa makam Blongkot adalah
makam salah seorang raja Atinggola, tidak diketahui siapa nama raja Atinggola
yang dimakamkan di sini dan tahun berapa masa pemerintahan dan kekuasaanya,
hanya disebutkan kampung Dunggala pada masa yang lalu masuk dalam wilayah
teritori kerajaan Atinggola sebelum islam diterima di Gorontalo daerah ini. Itulah
sebabnya mengapa makam ini juga berorientasi timur-barat bukan utara-selatan
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pemakaman islam.
7. Mesjid tua Ar-rahman Bulila
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala bahwa masjid tua Ar-rahman sudah memiliki SK
penetapan dari kementerian kebudayaan dan pariwisata RI dengan SK
KM12/PW007/MKP03. Masjid tua Ar-rahman terletak dikelurahan Bulila
Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo yang sekaligus merupakan masjid tertua
di Kabupaten Gorontalo. Menurut Roni Monoarfa (wawancara 10 Mei 2012) yang
merupakan salah seorang sejarawan sekaligus sebagai kepala bidang sejarah
budaya dan kesenian Dinas Parawisata dan Kebudayaan Kabupaten Gorontalo
bahwa bangunan masjid ini pada awalnya merupakan rumah papan (bele dupi)
yang dibangun oleh keluarga Monoarfa, Kaluku dan Liputo pada sekitar tahun
1817.
Rumah papan (bele dupi) ini sengaja dibangun untuk dijadikan sebagai
tempat persinggahan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan dari Limboto
58
(limutu) ke Gorontalo (hulondalo) begitupula sebaliknya dari Gorontalo ke
Limboto karena pada waktu itu masyarakat menempuh perjalanan dengan berjalan
kaki dan belum ada kenderaan. Lebih jelas dikatakan oleh Roni Monoarfa bahwa
Bele Dupi tersebut telah dibuat sumur yang merupakan sumber air minum dan air
wudhu bagi yang akan melaksanakan sholat karena selain sebagai tempat
persinggahan Bele Dupi juga sebagai tempat ibadah bagi masyarakat umat islam
di Telaga pada waktu itu sehingga orang-orang yang akan singgah ditempat itu
sekaligus mereka melaksanakan sholat apabila waktu sholat tiba.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Bele Dupi tersebut lama-kelamaan sudah
menjadi tempat strategis bagi semua orang yang melakukan perjalanan dari
Limboto ke Gorontalo dan sebaliknya dari Gorontalo ke Limboto pasti mereka
akan singgah ditempat itu sehingga oleh ketiga keluarga tadi yaitu keluarga
Monoarfa, Kaluku dan Liputo bersama masyarakat Telaga bangunan ini mereka
perbaiki dan dibuatlah menjadi mushola dan kemudian dari tahun ketahun terus
diperbaharui dan diberi nama oleh masyarakat menjadi masjid yang sekarang ini
kita kenal dengan masjid Ar-rahman yang terletak di kelurahan Bulila Kecamatan
Telaga Kabupaten Gorontalo.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Keberadaan Benda Cagar Budaya yang Memiliki SK Penetapan
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI di Provinsi Gorontalo
Dari hasil penelitian dan hasil observasi ditemukan keberadaan dan
berbagai macam kondisi benda cagar budaya di Provinsi Gorontalo.
Table 4. Keberadaan dan kondisi benda cagar budaya di Provinsi Gorontalo
59
No Nama dan lokasi benda cagar budaya Keterangan
1
Komplek Benteng Otanaha
(Kelurahan Dembe 1 kecamatan Kota Barat)
Sudah dilakukan
beberapa renovasi
dibeberapa bangunan
dengan bentuk bangunan
masing-masing benteng
tetap utuh
2
PT. PELNI Gorontalo (K.P.M)
(Kelurahan Biawao kecamatan Kota Selatan)
Sudah dilakukan renovasi
dibeberapa bagian
bangunan dan tidak
menghilangkan bentuk
bangunan yang aslinya
3 Kantor Pos Gorontalo
(kelurahan Ipilo kecamatan Kota Selatan)
Bentuk bangunan masih
utuh
4
Masjid Tua Ar-Rahman Bulila
(kelurahan Bulila kecamatan Telaga)
Sudah dilakukan banyak
renovasi dan hampir
menghilangkan bentuk
bangunan aslinya
5 Makam Raja Blongkot
(desa Dunggala kecamatan Tapa)
Kondisi makam sudah
tidak terawat
6
Makam Nani Wartabone
(desa Bubeya kecamatan Suwawa)
Sudah direnovasi dan
tidak menghilangkan
bentuk bangunan aslinya
7
Benteng Orange
(desa Dambalo Kecamatan Kwandang)
Sudah di renovasi dan
tidak menghilangkan
bentuk banmgunan
aslinya
Sumber : Balai pelestarian peninggalan Purbakala 2012
Berdasarkan tabel di atas menunjukan secara keseluruhan keberadaan dan
kondisi benda cagar budaya yang ada di Provinsi Gorontalo yang tergolong atas
situs-situs dan makam-makam raja sangat memperihatinkan. Hal ini membuktikan
bahwa benda cagar budaya di Gorontalo perlu menjadi perhatian masyarakat
Gorontalo khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam hal ini
pelestarianya. sebab kondisi benda cagar budaya banyak yang sudah tidak terawat
lagi, padahal benda cagar budaya tersebut merupakan salah satu bukti
60
peninggalan sejarah yang mengandung nilai-nilai penting dari sejarah Gorontalo
itu sendiri.
Potensi benda cagar budaya Gorontalo seharusnya menjadi salah satu
tujuan wisata sejarah dan budaya yang sangat menarik, oleh karena itu benda
cagar budaya ini perlu dipertahankan dan dikembangkan, kerena hal ini menjadi
daya tarik tersendiri juga sebagai kebanggaan dan jati diri bangsa dan masyarakat
Gorontalo khususnya. Disamping itu keberadaan dari benda cagar budaya di
Gorontalo seharusnya dijadikan sebagai sumber atau laboratorium sejarah oleh
masyarakat Gorontalo, hal ini dikarenakan benda cagar budaya tersebut
mengandung nilai penting sejarah dari Gorontalo itu sendiri. Dengan menjadikan
benda cagar budaya sebagai laboratorium pembelajaran sejarah maka kita bisa
memetik hikmah dan nilai-nilai yang terkandung dalam benda cagar budaya
tersebut sehingga hal ini dengan sendirinya akan membentuk karakter dan
kepribadian seseorang dalam hal ini jiwa patriotisme dan nasionalisme akan
tertanam, serta menjadi cermin dalam melakukan pembangunan di masa kini dan
akan datang.
4.3.2 Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Sebagai Sumber Belajar Sejarah
di Gorontalo
Benda cagar budaya tidak saja menjadi saksi adanya proses sejarah dan
budaya pada masa silam, tetapi merupakan warisan sejarah dan budaya bangsa.
fungsinya adalah sebagai sumber nilai dan informasi sejarah, disamping
mencerminkan jati diri dan kepribadian budaya bangsa. Benda cagar budaya
61
penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Gorontalo merupakan daerah yang memiliki benda cagar budaya yang
tersebar diberbagai wilayah Gorontalo baik itu makam-makam raja dan bangunan-
bangunan peninggalan sejarah yang memiliki kenangan masa lalu yang sangat
potensial untuk dimanfaatkan dan dijadikan sebagai tempat (Laboratorium) untuk
menggali atau mempelajari sejarah Gorontalo itu sendiri. Pemerintah, pemerintah
daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan
agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan
pariwisata (UUD No 10 tahun 2011pasal 87 tentang pemanfaatan benda cagar
budaya).5
Dengan melihat betapa pentingnya benda cagar budaya itu untuk
dimanfaatkan terutama bagi masyarakat dan dunia pendidikan khususnya di
Gorontalo itu sendiri, maka hendaknya kita mempelajari sejarah melalui
pemanfaatan benda cagar budaya sebagai tempat menggali kenangan masa lalu
yang menyimpan nilai-nilai penting untuk bekal kita dalam melakukan
pembangunan di masa kini dan akan datang.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa selama ini masyarakat Gorontalo
sebagian besar tidak memanfaatkan benda cagar budaya dan hanya sebagian kecil
yang memanfaatkan cagar budaya sebagai bangunan peninggalan sejarah, padahal
bangunan benda cagar budaya tersebut bisa dijadikan sumber belajar karena
5 http://evenalexchandra.webs.com/apps/blog/show/5764805-pembahasan-hukum-tentang-cagar-budaya-
sesuai-uu-no-11-tahun-2010. Diakses Tanggal 13 Maret (19:05 WITA)
62
mengandung nilai-nilai penting bagi sejarah. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Hasan Lagani selaku juru pelihara benteng orange (wawancara 9 Mei 2012)
bahwa masyarakat yang datang berkunjung ke benteng orange tergolong sedikit
dan sebagian besar yang datang hanya sekedar rekreasi dan tidak ingin tau
bagaimana sejarah dari benteng tersebut. Selain itu dikatakan oleh Hasan Lagani
ada juga pengunjung yang datang dengan tujuan mengadakan pembelajaran
tentang bagaimana sejarah benteng tersebut, akan tetapi masih tergolong sedikit.
Hal ini lebih dipertegas lagi oleh Hasan, bahwa dalam sebulan hanya ada satu
sampai dua rombongan dari siswa tingkat SMA yang datang dengan tujuan
mengadakan pembelajaran di benteng orange. Sementara dari pihak masyarakat
dalam sebulan itu sangat sedikit dan bahkan tidak ada yang datang untuk
melakukan pembelajaran di benteng itu, rata-rata tujuan dari mereka hanya
sekedar pesiar atau refreshing biasanya di akhir pekan.
Setelah dari benteng orange penelitian dilanjutkan pada keesokan harinya
yaitu di benteng otanaha. Sesuai dengan penuturan Hamrain Husain selaku juru
pelihara benteng otanaha (wawancara 10 Mei 2012) mengatakan bahwa setiap
hari di benteng tersebut pasti ada pengunjung yang datang baik mengadakan
rekreasi dan mengadakan pembelajaran tentang bagaimana sejarah benteng
otanaha tersebut. Pada saat peneliti datang ke lokasi tersebut peneliti menjumpai
ada rombongan pelajar dari SMP N 1 Paguyaman dan setelah diwawancarai
maksud kedatangan mereka ke benteng adalah untuk mempelajari sejarah dari
benteng tersebut.
63
Dari benteng otanaha penelitian dilanjutukan ke makam Nani Wartabone.
Sesuai penuturan dari Tito Wartabone yang merupakan cucu dari Nani Wartabone
(wawancara 10 Mei 2012) yang ditemui peneliti di lokasi makam Nani Wartabone
mengatakan bahwa makam Nani Wartabone banyak mendapat kunjungan baik
dari masyarakat, siswa, mahasiswa. Tujuan mereka berkunjung adalah
mengadakan penelitian yang bersifat mengkaji dokumen tentang tokoh pejuang
Nani Wartabone, disamping itu pula mereka banyak melakukan ritual-ritual dan
bahkan ada yang membawa sesajian dengan tujuan untuk berjiarah. Lebih tegas
Tito mengatakan bahwa sekitar tahun 2007 yang lalu ada beberapa orang
mahasiswa berasal dari salah satu universitas yang ada di Belanda, datang dengan
tujuan mengadakan penelitian sekaligus berjiarah di makam tersebut dan bahkan
mereka tidur disekitar lokasi makam pada saat itu.
Setelah dari makam Nani Wartabone kemudian penelitian dilanjutkan ke
makam raja Blongkot yang berlokasikan di desa Donggala Kecamatan tapa.
Dilokasi makam raja Blongkot peneliti mengadakan wawancara dengan penduduk
setempat. Dari hasil wawancara dengan Kue Markaya dan Hani Yahya
(wawancara 10 Mei 2012) mengatakan bahwa Makam tersebut bagi penduduk
setempat dianggap seperti makam biasa. Lebih lanjut Kue Markaya mengatakan
bahwa sekitar dua bulan yang lalu keluarga Gobel datang ketempat tersebut
dengan tujuan berjiarah dan setelah itu makam ini belum ada pengunjung. Di
lokasi makam peneliti menemukan bahwa keadaan makam sudah rusak dalam
artian batu yang tersusun dan sebagai dinding makam hampir sebagian sudah
runtuh.
64
Kemudian penelitian dilanjutkan ke masjid tua Ar-rahman di Bulila
Kecamatan Telaga. Berdasarkan penuturan Roni Monoarfa selaku kepala bidang
sejarah, kebudayaan dan kesenian Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo
(wawancara 10 Mei 2012) dan sesuai temuan dilapangan bahwa keadaan masjid
sekarang sudah di renovasi dan hampir menghilangkan bentuk bangunan yang
sebenarnya, dan yang masih membuktikan bahwa Masjid tersebut merupakan
peninggalan bersejarah bisa dilihat melalui sumur tua, mimbar, kaligrafi, serta
pintu dan jendela yang masih tersisa dan utuh di dalam masjid tersebut. Lebih
lanjut Roni mengatakan bahwa pandangan masyarakat setempat bahwa masjid
tersebut hanya dianggap seperti masjid-masjid lain pada umumnya, padahal
apabila dikaji dan dipelajari masjid ini mengandung nilai-nilai penting sejarah
sebab masjid Ar-rahman tersebut merupakan masjid tertua di Kabupaten
Gorontalo. Sementara itu untuk kantor pos dan PT PELNI Gorontalo sesuai
temuan dilapangan dan diperkuat dengan arsip dari Dinas Pariwisata Kota
Gorontalo bahwa bangunan ini difungsikan oleh pemerintah sebagai kantor.
Apabila kita mengkaji sejarah dari bangunan ini terutama kantor pos ini
mengandung nilai-nilai sejarah yang sangat penting.
Berdasarkan uraian di atas membuktikan bahwa sebagian besar
masyarakat memandang benda cagar budaya hanya sekedar peninggalan sejarah
yang tidak begitu penting untuk dipelajari. Padahal apabila kita pelajari maka
keberadaan benda cagar budaya sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan
sebagai sumber belajar sejarah karena mengandung nilai-nilai penting dari sejarah
yang ada di Gorontalo, hal ini bermanfaat untuk memahami perkembangan hasil-
65
hasil kebudayaan, khususnya tentang hasil dan sejarah perkembangan budaya
bangsa Indonesia, sehingga posisi benda cagar budaya menjadi bagian penting
sebagai sumber belajar yang dapat dimanfaatkan secara optimal dapat berperan
untuk mengembangkan pemahaman sejarah dan jatidiri bangsa (Mentifact).
Warisan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya ini perlu dimanfaatkan
karena memegang peranan dan fungsi penting dalam rangka pembinaan
kebudayaan bangsa dan sejarah nasional Indonesia khususnya sejarah lokal
Gorontalo itu sendiri.
Benda cagar budaya di Gorontalo sangat potensial untuk dimanfaatkan
sebagai sumber atau laboratorium pembelajaran sejarah karena benda cagar
budaya tersebut mengandung nialai-nilai penting sejarah, yang di antaranya
adalah :
1. Nilai Historis
Gorontalo merupakan daerah yang memiliki benda cagar budaya yang
tersebar diberbagai wilayah Gorontalo baik itu makam-makam raja dan bangunan-
bangunan peninggalan sejarah khususnya cagar budaya yang sudah memiliki SK
Penetepan. Sesuai pengamatan pada saat penelitian bahwa cagar budaya tersebut
memiliki kenangan masa lalu yang mengandung nilai-nilai historis yang sangat
potensial untuk dijadikan tolak ukur di masa kini dan akan datang serta sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan pembangunan dewasa ini.
Melalui cagar budaya kita dapat mengetahui kejadian-kejadian pada masa
lalu dan disamping itu benda cagar budaya penting artinya bagi pemahaman dan
66
pengembangan sejarah demi pembentukan karakter dan kepribadian seseorang
khususnya masyarakat Gorontalo itu sendiri.
2. Nilai pendidikan
Benda cagar budaya juga memberikan pengalaman terhadap dunia
pendidikan dan masyarakat Gorontalo pada umumnya tentang proses pencarian
dan kritik sumber sejarah dapat dijadikan sumber belajar . Hal ini membuktikan
bahwa Interaksi antara keberadaan benda cagar budaya sebagai sumber
belajar sejarah dan proses pengetahuan dan pemahaman akan mempunyai
pengaruh. Pengaruh tersebut membantu proses pengetahuan dan pemahaman
pembelajaran sejarah sebagai suatu pola dasar dari suatu proses pemahaman
dan proses mentransfer pengetahuan, keterampilan serta penanaman sikap.
Pemahaman bahwa benda cagar budaya dapat digunakan sebagai sumber
belajar sejarah justru memberikan pengaruh yang dapat mencerminkan sikap
arif menyongsong perubahan jaman yang pesat saat ini. Melalui pemahaman
nilai sejarah kita dapat membuat simpulan atau generalisasi dan membuat
prediksi berdasarkan pada pengertian yang telah kita peroleh setelah terjun ke
lapangan dengan mencermati, menelaah informasi dan memahami makna atau
nilai historis dari peristiwa atau kisah dibalik keberadaan benda cagar budaya
Gorontalo.
3. Nilai religi
Gorontalo memiliki cagar budaya tersendiri yang mengandung nilai
nilai luhur. Dari hasil pengamatan saat penelitian cagar budaya Gorontalo seperti
makam-makam keramat sampai dengan saat ini masih banyak masyarakat yang
67
datang dengan maksud berjiarah dan mengadakan ritual-ritual. Makam keramat
masih dianggap oleh masyarakat Gorontalo dapat memberikan sesuatu hal
tergantung keyakinan mereka dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena sudah
merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Gorontalo. Selain masyarakat
Gorontalo ada juga pengunjung yang dari luar daerah yang datang ke makam Nani
Wartabone untuk melakukan jiarah, Hal ini dipertegas oleh Tito Wartabone
(wawancara 10 Mei 2012) bahwa selain masyarakat Gorontalo ada pengunjung
dari luar daerah yang datang dan melakukan jiarah di teapat makam Nani
Wartabone.
Berdasarkan uraian di atas membuktikan bahwa cagar budaya di Gorontalo
selain memiliki nilai penting sejarah cagar budaya juga mengandung nilai-nilai
religi yang sampai dengan saat ini masih diyakini oleh masyarakat.
4. Nilai budaya
Dari hasil pengamatan saat penelitian bahwa benda cagar budaya
Gorontalo kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah Gorontalo
dengan dalil karena biaya pemeliharaannya cukup mahal, khususnya biaya
pembersihan. Sehingga benda cagar budaya bagaikan rongsokan dan terancam
dimakan waktu. Seharusnya benda cagar budaya dikelola secara profesional
dengan cara melestarikan dan menjaga keaslian dari benda cagar budaya serta
memilah-milah objek berdasarkan periodisasi. Apabila permasalahan ini terus
berlanjut tanpa ada usaha yang serius dari pemerintah Gorontalo, hal ini akan
mebuat kekayaan peninggalan benda cagar budaya akan semakin kurang dikenal
68
generasi muda yang akan datang dan mengakibatkan hilangnya nilai-nilai keraifan
lokal yang ada pada masyarakat Gorontalo seiring dengaan berjalanya waktu.
Benda cagar budaya Gorontalo merupakan kekayaan budaya yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan yang mengandung nilai-nilai sejarah dan menjadi ciri khas daerah
Gorontalo itu sendiri. Potensi benda cagar budaya Gorontalo seharusnya menjadi
salah satu tujuan wisata sejarah dan budaya yang sangat menarik, oleh
karena itu benda cagar budaya ini perlu dipertahankan dan dikembangkan, kerena
hal ini menjadi daya tarik tersendiri juga sebagai kebanggaan jati diri bangsa dan
khususnya masyarakat Gorontalo. Dengan demikian benda cagar budaya
merupakan bukti peninggalan budaya Gorontalo yang sangat berharga dan patut
untuk kita pertahankan serta dipelajari sebagai acuan dalam membangun masa
kini dan akan datang.
4.3.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Benda Cagar Budaya di
Gorontalo
Pengertian masyarakat Gorontalo tentang kategori/jenis benda cagar
budaya Gorontalo yang ternyata tidak hanya berupa bangunan dan situs tidak
dapat membuka cakrawala pengetahuan dan pemahaman mereka akan benda
cagar budaya. Selama ini masyarakat memahami jenis dan kategori cagar budaya
masih bersifat umum yaitu berupa bangunan atau peninggalan kuno (artefak)
yang umurnya lebih dari 50 tahun dan dilindungi oleh pemerintah sebagai benda
cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya. Menurut Gustian Monoarfa
(masyarakat, wawancara 11 Mei 2012) bahwa benda cagar budaya yang ada di
69
Gorontalo belum banyak diperhatikan dan dimanfaatkan secara optimal Hal ini
dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang apabila
berkunjung ke lokasi cagar budaya seperti benteng otanaha mereka datang
sebagian besar hanya sekedar rekreasi/refresing. Hal ini dipertegas lagi dengan
penyataan Hamrain Husain bahwa kunjungan masyarakat ke benteng otanaha
hanya sekedar menikmati liburan, dan yang datang melakukan pembelajaran di
benteng tersebut hanya dari rombongan pelajar yaitu siswa dan mahasiswa.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa sebagian besar masyarakat
Gorontalo hanya menganggap benda cagar budaya hanya sebatas peninggalan
sejarah yang tidak perlu untuk dipelajari lagi di masa sekarang. Padahal apabila
benda cagar budaya ini kita jadikan sebagai sumber belajar sejarah maka dengan
sendirinya kita akan mengerti makna dari kehidupan yang kita nikmati sekarang
ini.
Pernyataan di atas hampir sama dengan pernyataan masyarakat yang
tinggal disekitar makam raja Blongkot. Bahwa berdasarkan hasil wawancara
dengan Hani Yahya (masyarakat Dunggala, wawancara 10 Mei 2012) yang
merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar makam raja Blongkot
mengatakan bahwa tempat Makam tersebut sudah mereka anggap seperti makam-
makam lain pada umumnya, terkecuali disaat mereka mendapatkan mimpi barulah
memanfaatkan makam itu sebagai tempat untuk berjiarah. Hal ini dikarenakan
tingkat pemahaman mereka terhadap cagar budaya hanya sebatas peninggalan
kuno yang tidak begitu penting untuk dipelajari.
70
Minimnya informasi tentang keberadaan benda cagar budaya mendorong
masyarakat kurang mengetahui bagaimana menggali informasi nilai sejarah
yang terkandung pada masing-masing benda cagar budaya yang ada di
Gorontalo tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa masyarakat sudah
mengenal beberapa benda cagar budaya Gorontalo. Namun nilai-nilai historis
yang terkandung dari masing-masing bangunan tersebut tidak semua masyarakat
mengetahui dan paham. Kenyataan ini terjadi juga pada masyarakat yang
tinggal di kawasan benteng orange yang tidak sepenuhnya mengetahui nilai
historis dari bangunan-bangunan benda cagar budaya tersebut, sebagaimana yang
dikatakan oleh Lamna Mohune (masyarakat, wawancara 8 Mei 2012) bahwa
benteng orange merupakan bangunan tua peninggalan para penjajah.
Berdasarakan pernyataan di atas membuktikan bahwa tingkat pemahaman
masyarakat terhadap benda cagar budaya ternyata masih memerlukan perhatian
untuk dikenalkan lebih lanjut, khususnya terkait dengan keberadaan benda
cagar budaya yang menyangkut pengetahuan dan pemahaman nilai yang
terkandung pada setiap benda cagar budaya yang ada. Hal ini pula dapat dilihat
dari sikap dan pemahaman masyarakat Gorontalo yang selama ini memandang
benda cagar budaya hanya sebatas bangunan peninggalan sejarah yang tidak
begitu penting untuk dipelajari pada masa sekarang, padahal justru melalui benda
cagar budaya tersebut kita bisa menggali sejarah dan bentuk perjuangan rakyat
Gorontalo dalam melawan penjajah. Melalui benda cagar budaya pula bisa
menjadi penghubung masa sekarang dengan masa lalu, karena tanpa masa lalu
maka tidak akan ada masa sekarang.