BAB-1opac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/d6b57-hasil...2 Penyampaian itu merupakan...
Transcript of BAB-1opac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/d6b57-hasil...2 Penyampaian itu merupakan...
BAB-1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai kecenderungan baru yang tengah melanda di dunia, telah
membawa pula konsekuensi-konsekuensi baru bagi tata interaksi sosial di
lingkungan, lokal, nasional, regional maupun global. Interaksi yang terjadi
bagi Indonesia bisa berdampak sangat variatif sesuai kondisi masyarakat
saat itu. Dengan semakin canggihnya sarana komunikasi serta kemudahan
untuk memperoleh informasi dari segala penjuru dunia, telah melengkapi
kecenderungan baru tersebut sehingga mejadikan negara seolah-oleh sudah
tidak ada batasnya. Informasi yang masuk dapat mempengaruhi cara
pandang masyarakat terhadap berbagai hal dalam kehidupan bernegara.
Oleh karenanya bila pengaruh negatif lebih mendominasi, maka ini juga akan
memberikan perubahan terhadap masyarakat untuk berperilaku negatif
seperti pemaksaan kehendak atau coercive power. Perilaku itu dapat terjadi,
pada siapa saja baik masyarakat biasa, kalangan profesional, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan sebagainya yang ingin kepentingannya
tercapai. Tentunya masalah itu dapat membahayakan eksistensi bangsa
Indonesia. Maka dari itu pemerintah betul-betul memperhatikan masalah
kesatuan dan persatuan bangsa.
Presiden Republik Indonesia pada acara silaturahmi dengan para
ulama tanggal di Istana Negara telah menyampaikan bahwa:
“...agar bersama dengan pemerintah dapat terjalin ukhuwah yang lebih erat serta mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu hidup rukun dan damai dalam keberagaman...saya harap kita bisa tetap bersatu dalam kebhinnekaan kita, tetap bersatu dalam persaudaraan, bersatu dalam kebersamaan, dan kita akan jadikan ini contoh dunia bahwa membangun masyarakat yang bisa hidup rukun dan damai dalam keberagaman…” (Humas Kemensetneg, 2016).
2
Penyampaian itu merupakan hal yang harus disepakati dan
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, sebab negara Indonesia
memiliki Pancasila sebagai pedoman bangsa, serta menjunjung tinggi
supremasi hukum. Senada dengan pernyataan itu, menurut As’sad Said Ali
(2010) bahwa Presiden Pertama RI Ir. Sukarno dalam kuliah tentang
Pancasila pada tahun 1958, menjelaskan Pancasila merupakan
weltanschauung (pandangan hidup) bangsa yang dapat menjadi resep
ampuh untuk mengatasi beragam masalah di Indonesia. Fenomena dan
dinamika perkembangan politik dalam kehidupan masyarakat Indonesia
khususnya di wilayah Provinsi DKI Jaya sebagai dampak Pilkada Gubernur
DKI Jakarta baik sebelum, selama dan paska pelaksanan Pilkada telah
menimbulkan suasana konflik atau benturan yang semakin menajam oleh: (1)
antar agama, khsusnya antara Islam dan Kristen; (2) antara pribumi dan
nonpribumi; (3) antara kaya dan miskin; (4) antar organisasi massa; dan (5)
perbenturan antar kelompok-kelompok lainnya. (Kiki Syahnakri, 2017).
Kondisi politik di atas semakin diperparah oleh adanya dugaan penghinaan
terhadap agama Islam oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama
(Ahok) yang melahirkan emosi kemarahan di bebarapa kalangan umat
Muslim. Dampak kondisi suhu politik yang memanas di wilayah DKI Jakarta
juga berimbas kepada wilayah kota penyangga DKI Jaya termasuk Kota
Tanggerang di Provinsi Banten.
Sementara itu, juga terjadi fenomena adanya upaya sekelompok
masyarakat cenderung memaksakan kehendaknya didalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sekelompok masyarakat yang memaksakan
kehendaknya tersebut dapat digolongkan sebagai kekuatan untuk
memaksakan kehendak atau coercive power. Menurut French and Raven
(1959) coercive power adalah:
“Coercive power exists when the use of or the threat of force is made ` to extract compliance from another. Force is not limited to physical means; social, emotional, political, or economic force is also included.”
3
Sifat psikologis sosial yang memaksakan kehendak terhadap orang lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuai yang diinginkan orang atau
kelompok tersebut juga dengan kekuatan sosial, emosional, politik atau
dengan kekuatan ekonomi.
Perilaku coercive power yang mulai marak saat ini berkembang secara
terus menerus setelah reformasi. Keberhasilan gerakan mahasiswa pada
tahun 1998 menurunkan pemerintahan orde baru seperti telah mengilhami
sebagian masyarakat untuk melakukan hal yang sama bila situasi yang
dihadapi tidak berjalan sesuai yang mereka harapkan. Demonstrasi adalah
salah satu hak warga negara untuk menyampaikan pendapat dan hal ini telah
diatur oleh Undang-undang. Akan tetapi kebebasan berpendapat ini akan
berubah menjadi “pemaksaan” bila tuntutannya tidak terealisasi. Sehingga
muncul coercive power agar tuntutan tersebut dikabulkan. Bentuk coercive
power ini sangat beragam dapat secara langsung maupun tidak langsung,
baik secara kasar dan kasat mata, bisa juga halus dan nyaris tidak terasa
bahwa dirinya dipaksa untuk melakukan sesuai yang diinginkan.
Fenomena pemaksaan kehendak melalui coercive power dengan
pengerahan massa, dan anarkisme telah sering diberitakan, bahkan seolah-
olah sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Sehingga hampir
setiap moment kehidupan bernegara diwarnai oleh perilaku tersebut.
Menurut Panglima TNI (2016) bahwa “Indonesia adalah negara yang kaya,
hal ini telah menimbulkan kecemburuan negara-negara lain yang tidak
menginginkan Indonesia menjadi negara maju”. Memahami hal tersebut,
tentunya ada upaya-upaya pihak lain dengan memperalat masyarakat
Indonesia agar selalu bersikap atau memiliki perilaku coercive power, dalam
rangka menguasai Indonesia. Masyarakat Indonesia bila secara
berkelanjutan menganut bahkan menerapkan coercive power, tentunya akan
menjadi precedent buruk bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Permasalahan yang terjadi sebagaimana yang diuraikan di atas
semakin nyata dan jelas manakala akhir-akhir ini semakin meningkat
4
fenomena intoleransi, radikalisme, saling menghujat, saling membenci dan
saling melaporkan serta maraknya berita bohong (hoax).
Dalam waktu yang bersamaan, hingga saat ini Indonesia merupakan
negara yang terdiri dari beragam budaya atau multicultural. Merujuk
penjelasan Siahaan (2014) wilayah Indonesia yang memiliki perbedaan
etnis dan budaya yang sangat variatif selain menjadi kebanggaan bangsa
Indonesia yang tak ternailai harganya sekaligus juga menjadi potensi konflik
yang dapat menghambat integrasi bahkan mengancam keutuhan Negara.
Mencermati hal itu, bila masyarakat Indonesia sudah merasa tidak ada ikatan
yang diwadahi dalam pengamalan Pancasila yang kuat, maka dapat
dipastikan bisa terjadi disintegrasi bangsa Indonesia.
Energi nasional saat ini banyak terbuang hanya untuk mengatasi
permaslahan tersebut di atas. Padahal penduduk Indonesia dikenal oleh
masyarakat dunia sebagai masyarakat yang santun dan memiliki budaya
yang indah. Banyak slogan yang menggambarkan tentang keindahan
wilayah Indonesia seperti misalnya Paris Van java, Zamrud di Khatulistiwa,
Paradis in the east dan lain sebagainya. Slogan-slogan tersebut seakan
sirna di era sekarang dan berubah menjadi negatif seperti kekerasan,
narkoba, terorisme yang lebih sering dipublikasikan melalui berita-berita.
Keterpengaruhan masyarakat yang mempunyai perilaku seperti
tersebut di atas dinilai tidak terlepas dari kurangnya kesadaran bela negara
masyarakat. Tentu, kondisi ini tidak sejalan dengan pencapaian sasaran
strategis pertahanan negara khususnya dalam rangka mewujudkan
keasadaran bela negara.
Kebijakan dalam hal aspek pertahanan khususnya untuk menjaga
keutuhan dan kedaulatan NKRI, Pemerintah telah menetapkannya dalam
strategi pertahanan negara. Kebijakan yang tercantum dalam Buku Putih
Pertahanan Indonesia (2015) telah secara jelas ditegaskan tentang sasaran
strategis pertahanan negara yang ingin dicapai yang salah satunya adalah
“mewujudkan masyarakat yang memiliki rasa bela negara”. Mewujudkan
5
masyarakat yang memiliki rasa bela negara sebagai salah satu sasaran
strategis pertahanan negara sangat relevan dan aktual dihadapkan dengan
fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini dapat dilihat
dari penyelenggaraan pembangunan pertahanan sampai saat ini belum dapat
mewujudkan sosok pertahanan yang kuat dan disegani di dunia, bahkan
dalam lingkup regional sekalipun pertahanan Indonesia bukan yang terkuat.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangunan nasional masih
menempatkan aspek kesejahteraan sebagai prioritas yang mengakibatkan
perlambatan dan pembatasan terhadap modernisasi pertahanan.
Kondisi riil bangsa Indonesia seperti yang digambarkan di atas
berimplikasi terhadap pelaksanaan pembangunan sektor pertahanan Negara
yang hingga kini belum mencapai standar penangkalan yang diharapkan,
bahkan berada dibawah kekuatan pertahanan minimal. Dalam keterbatasan
pembangunan postur dan struktur TNI maka dukungan rakyat menjadi sangat
penting dan relevan dalam kondisi yang dihadapi oleh bangsa dan Negara ini
melalui perwujudan masyarakat yang memiliki rasa bela negara
sebagaimana yang tercantum dalam pencapaian sasaran strategi pertahanan
negara. Dukungan masyarakat dalam bentuk bela negara merupakan “Alat
Juang” yaitu dimana para penduduk usia produktif dengan militansi tinggi
bisa bertempur bersama-sama dan atau membantu aparat pertahanan
negara.
Mengacu kepada kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran
strategi pertahanan negara yang sudah lama ditetapkan melalui berbagai
kegiatan mestinya sudah semakin mantap termasuk meningkatnya
kesadaran masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
tumbuhnya semangat kebersamaan, gotong royong dan rasa kekeluargaan
serta partisipasi aktif masyarakat dalam membangun daerahnya dan tercipta
jiwa persatuan dan kesatuan yang kokoh kuat.(Ditpopthan,2014). Namun
pertanyaan yang timbul adalah sejauhmana sudah terwujud “masyarakat
6
yang memiliki rasa bela negara” selama ini termasuk di wilayah kota
Tangerang?.
Pertanyaan tersebut menjadi relevan manakala masih banyak terdapat
dalam setiap pelaksanaan kegiatan bersama antara unsur TNI dengan
masyarakat baik yang bersifat fisik maupun non fisik terlihat bahwa yang
berpartisipasi pada umumnya hanyalah masyarakat yang berasal dari
kalangan kelas bawah sedangkan masyarakat dari golongan menengah ke
atas sangat jarang bahkan nyaris tidak ada yang terlibat berpartisipasi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kebersamaan dan rasa kekeluargaan dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan terkait dengan kepentingan lingkungannya
ternyata kurang diminati oleh kalangan masyarakat kelas menengah ke atas.
Keadaan tersebut di atas juga dapat dinilai sebagai indikasi kesadaran
berbangsa dan bernegara yang dicerminkan dalam sikap dan perbuatannya
antara lain “rukun dan berjiwa gotong royong dalam pergaulan masyarakat”.
Dengan demikian, kesadaran bela negara hanya diminati atau melibatkan
kalangan masyarakat golongan bawah.
Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan mewujudkan warga
negara yang memiliki keasadaran bela negara sebagai salah satu sasaran
strategis pertahanan negara maka perlu dilakukan evaluasi di kota
Tanegrang di wilayah propinsi Banten sebagai wilayah penyangga ibukota
Jakarta. Evaluasi menurut James C. Mc David dkk (2005) dapat dipandang
sebagai suatu proses terstruktur yang menghasilkan dan mensintesa
informasi dengan maksud untuk mengurangi tingkat ketidakpastian bagi para
stakeholder tentang suatu program atau kebijakan yang ditetapkan.
Ditambahkan pula bahwa evaluasi dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan atau test hipotesa dimana hasilnya digabungkan
kemudian dengan informasi dasar oleh yang memiliki andil dalam program
atau kebijakan. Song dan Nick Letch (2012) mengemukakan bahwa
evaluasi adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
dan menilai nilai suatu obyek dalam konteks tertentu.
7
Oleh sebab itu, evaluasi terhadap mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran strategi
pertahanan memiliki makna yang sangat penting dan mendesak dilakukan
untuk mendapatkan informasi empirik tentang sejauh mana keberhasilan
mewujudkan kesadaran bela negara tersebut dicapai khususnya di kota
Tangerang wilayah propinsi Banten dimana informasi empirik tersebut akan
dijadikan sebagai bahan masukan pembuatan keputusan perbaikan. Selain
itu, evaluasi ini dilakukan juga untuk memperoleh informasi empirik tentang
nilai/value dan kualitas dari kesadaran masyarakat untuk bela negara.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah penegasan dari adanya kesenjangan antara
aspek-aspek teoritis dan aspek-aspek realistis tentang fenomena yang diteliti.
Berdasarkan uraian latar belakang dan fokus penelitian maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi
Mewujudkan Warga Negara yang memiliki Kesadaran Bela Negara Di
Kota Tanggerang-Provinsi Banten?” yang mencakup:
1.2.1 Bagaimana assesmen dalam merumuskan tujuan dan sasaran
implementasi mewujudkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran strategis
pertahanan negara di kota Tanggerang- Provinsi Banten
1.2.2 Bagaimana kesiapan, ketepatan dan kelengkapan perencanaan
kegiatan, struktur organisasi, dukungan sumber daya,
mekanisme dan pengendalian mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran
strategis pertahanan negara meliputi di wilayah Kota
Tanggerang Provinsi Banten?;
1.2.3 Bagaimana pelaksanaan kegiatan mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu
sasaran strategis pertahanan negara sesuai dengan rencana
8
kegiatan, struktur organisasi, dukungan sumber daya,
mekanisme dan pengendalian di wilayah Kota Tanggerang
Provinsi Banten?, dan
1.2.4. Bagaimana hasil implementasi mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran
strategi pertahanan sesuai dengan rencana kegiatan, struktur
organisasi, dukungan sumber daya, mekanisme dan
pengendalian di wilayah Kota Tanggerang Provinsi Banten?.
1.3 Tujuan dan Signifikasi Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi tentang
implementasi mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran
bela negara sebagai salah satu sasaran strategi pertahanan negara di
kota Tangerang- propinsi Banten. Penelitian ini juga diharapkan dapat
mendiskripsikan keterkaitannya antara program pemerintah pusat,
daerah dan kebijakan strategi pertahanan negara di wilayah Kota
Tanggerang Provinsi Banten dengan upaya-upaya lain yang dapat
mendukung terwujudnya sasaran strategis pertahanan negara.
1.3.2 Signifikansi Penelitian
Penelitian tentang evaluasi implementasi mewujudkan warga
negara yang memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu
sasaran strategi pertahanan negara di Tangerang-Provinsi Banten,
sangat penting dilakukan karena beberapa pertimbangan, sebagai
berikut:
1.3.2.1 Dengan memahami implementasi mewujudkan warga
negara yang memiliki kesadaran bela negara sebagai
salah satu sasaran strategi pertahanan negara, akan
membantu membuka wawasan para stakeholder di
9
wilayah Kota Tanggerang Provinsi Banten tentang
pentingnya kesadaran bela negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
1.3.2.2 Dengan implementasi mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu
sasaran strategi pertahanan negara secara terencana
dengan baik dapat meningkatkan keharmonisan dan
menghilangkan coercive power dalam kehidupan
masyarakat. Selanjutnya hal itu akan menciptakan
pencapaian sasaran strategis negara dalam
pembangunan karakter bangsa
1.3.2.3 Terintegrasinya implementasi mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu
sasaran strategi pertahanan negara, merupakan bentuk
dari sistim pertahanan negara yang bersifat semesta.
Dengan demikian hasil penelitian ini, dapat dipergunakan
untuk melengkapi penelitian yang memfokuskan pada
pertahanan semesta di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Menurut Sugiyono (2011) manfaat penelitian adalah dampak bila tujuan
penelitian tercapai dan rumusan masalah telah terjawab dengan akurat.
Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua hal, yaitu aspek teoritis
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan aspek praktis yaitu membantu
mengantisispasi masalah pada obyek yang diteliti.
1.4.1 Aspek Teoritis
Melalui proses yang dihasilkan dalam penelitian, dimaksudkan agar
dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pertahanan, yaitu:
10
1.4.1.1 Bermanfaat untuk referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang
kebijakan strategi pertahanan khususnya dalam pembangunan kesadaran
bela negara warga negara yang dilandasi Pancasila.
1.4.1.2 Penelitian ini juga bermanfaat sebagai rujukan untuk mempelajari
studi-studi kasus tentang peran pemerintah yang dihadapkan pada perilaku
coercive power suatu masyarakat.
1.4.1.3 Dari pembahasan dalam penelitian, juga dapat dipergunakan sebagai
bahan banding dalam merancang pengamatan atau pengkajian tentang
kebijakan strategi pertahanan negara Indonesia terkait dengan kesadaran
bela negara warga negara.
1.4.2 Aspek Praktis
Hasil dari penelitian ini juga dapat menjadi masukan untuk dijadikan
bahan pertimbangan pengambilan kebijakan bagi:
1.4.2.1 Stakeholder di wilayah Kota Tanggerang Provinsi Banten sebagai
penanggungjawab untuk membina masyarakat dengan melalui implementasi
bela negara di wilayahnya guna tercapinya sasaran strategis pertahanan
negara.
1.4.2.2 Unsur pelaksana program implementasi mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran strategi
pertahanan di wilayah Kota Tanggerang Provinsi Banten sehingga lebih
memahami tentang metode yang harus diterapkan dalam membina
masyarakat guna terwujudnya kesadaran bela negara yang tinggi di kawasan
tersebut. Dengan demikian tujuan untuk mendukung tercapainya sasaran
strategis pertahanan negara bisa terlaksana.
1.5 Ruang lingkup dan Gambaran Desain Penelitian
1.5.1 Ruang Lingkup.
Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan strategi pertahanan
negara dan strategi perang semseta dimana kesadaran bela negara warga
negara di kota Tangerang menjadi focus penelitian. Penelitian ini dibatasi
11
hanya pada bagaimana implementasi mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara sebagai salah satu sasaran pencapaian
strategi pertahanan negara di kota Tangerang dengan sistematika sebagai
berikut:
1.5.1.1 Bab 1 : Pendahuluan.
Pada bab ini menjelaskan tentang Pendahuluan yang terdiri dari lima
subbab, yaitu latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan
signifikansi penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup serta gambaran
desain penelitian yang berkaitan dengan implementasi mewujudkan warga
negara yang memiliki kesadaran bela negara di kota Tangerang sebagai
salah satu pencapaian sasaran strategi negara.
1.5.1.2 Bab 2 : Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran.
Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang berisikan
landasan teori dan konsep serta penelitian terdahulu yang relevan yang
digunakan dalam penelitian ini, dan kerangka pemikiran yang dituangkan
dalam diagram alur pemikiran oleh peneliti.
1.5.1.3 Bab 3 : Metode Penelitian.
Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari
beberapa sub bab yaitu desain penelitian, sumber data penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisa data, prosedur penelitian dan rencana
jadwal penelitian yang berkaitan dengan implementasi mewujudkan warga
negara yang memiliki kesadaran bela negara di kota Tangerang sebagai
salah satu pencapaian sasaran strategi negara.
1.5.1.4 Bab 4 : Analisis Data dan Pembahasan.
Pada bab ini menjelaskan tentang hasil pengkajian dan analisis dari
data penelitian di lapangan yang berkaitan dengan implementasi
mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara di kota
Tangerang sebagai salah satu pencapaian sasaran strategi negara
1.5.1.5 Bab 5: Simpulan dan Saran.
12
Pada bab ini beri penjelasan tentang kesimpulan yang dapat diambil
dari hasil penelitian dan saran yang dapat diberikan sebagai bahan masukan.
1.5.2 Gambaran Desain Penelitian.
Sedangkan gambaran desain penelitian adalah dengan melalukan
penelitian tentang bagaimana implementasi mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di kota Tangerang dengan metoda kualitatif.
Penelitian dimulai dengan studi kepustakaan menyangkut dokumen-dokumen
yang relevan tentang kondisi kesadaran bela negara di kota Tangerang.
Selanjutnya melakukan penelitian di lapangan untuk mengumpulkan data
dengan teknik pengisian questionare, wawancara, observasi dan tinjuan
lapangan terkait dengan kesadaran warga negara terhadap bela negara di
kota Tangerang. Selanjutnya data tersebut akan dianalisa untuk
mendapatkan kesimpulan tentang kesadaran warga negara dalam bela
negara di kota Tangerang.
13
BAB 2
TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Guna memahami lebih mendalam tentang evaluasi implementasi,
terlebih dahulu perlu mengetahui pengertian atau defenisi dari evaluasi dan
implementasi. Hal ini dianggap penting mengingat banyak pengertian dan
defenisi tentang evaluasi dan implementasi yang dikemukakan oleh para ahli
yang meskipun terdapat persamaan maupun perbedaannya diantara
pendapat-pendapat tersebut.
2.1.1 Teori Evaluasi
Stufflebeam dan Shinkfield (2007) menjelaskan bahwa evaluasi sangat
penting mengingat evaluasi adalah suatu proses untuk memberikan
pengesahan mengenai hal-hal seperti keandalan, efektivitas, efektivitas
biaya, efisiensi, keamanan, kemudahan penggunaan, dan kejujuran.
Selanjutnya, evaluasi memeriksa tujuan, struktur dan proses program
terutama jika evaluasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan program.
Stufflebeam dan Shinkfield mengatakan bahwa evaluasi juga memiliki
peranan penting dalam membantu untuk merencanakan dan memandu
program untuk pencapaian keberhasilan program. Stufflebeam dan
Shinkfield juga menjelaskan bahwa evaluasi sebagai studi sistematis yang
dilakukan untuk menilai dan/atau meningkatkan nilai jasa dari beberapa
objek. Stufflebeam dan Shinkfield menambahkan pula bahwa evaluasi
merupakan kegiatan pengumpulan dan analisis kualitas informasi bagi
pengambil keputusan.
Selanjutnya, Fort, Martinez, Mukhopadhyay (2001) dalam Donna M.
Mertens mendefenisikan evaluasi sebagai penilaian berkala terhadap
relevansi, kinerja, efisiensi, dan dampak yang diharapkan serta dampak yang
tak terduga dari proyek sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut C.H
14
Weiss, bahwa evaluasi adalah penilaian yang sistematis dari hasil suatu
program atau kebijakan dibandingkan dengan standar eksplisit atau standar
implisit untuk memperbaiki program atau kebijakan.
Evert Vedung (1997) juga mendefenisikan evaluasi sebagai penilaian
retrospektif atas jasa, manfaat, nilai dari administrasi, maupun keluaran untuk
memainkan peran di masa depan. Berdasarkan defenisi tersebut maka
evaluasi tidak difokuskan dengan siklus seluruh kebijakan tapi hanya dengan
bagian akhir dari kebijakan. Lebih lanjut dikatakan bahwa evaluasi adalah
suatu tehnik pengelolaan organisasi-organisasi publik di dalamnya terdapat
pengumpulan data secara sistematik. Evert Vendung menambahkan bahwa
evaluasi sebagai pemantau yang dipercaya secara terus menerus dari sistem
pembuatan kebijakan publik. John M.Owen (2006) berpendapat bahwa objek-
objek evaluasi adalah: a) kebijakan-kebijakan; b) program-program; c)
produk-produk; dan individu-individu
Berdasarkan beberapa definisi tentang evaluasi di atas tampaknya lebih
menekankan kepada proses dan penilaian yang sistematis meskipun
pengumpulan informasi juga menjadi perhatian dalam rangka meningkatkan
suatu proyek. E. Jane Davidson (2005) mengemukakan bahwa evaluasi
umumnya dilakukan untuk menemukan area perbaikan dan/atau untuk
menghasilkan penilaian kualitas bagi kepentingan pelaporan maupun
pengambilan keputusan.
2.1.2 Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi sangat bervariasi, terdapat banyak model evaluasi
dimana beberapa diantaranya sangat populer dan banyak digunakan sebagai
strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program. Meskipun
antara satu dengan lainnya berbeda, namun pada dasarnya maksudnya
sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang
berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan
bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu
15
program. Berbagai jenis model evaluasi yang dibuat oleh para ahli, masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan dengan kata lain model yang satu
tidak lebih baik dari model lainnya. Model-model tersebut hanya sebagai
alat yang membantu evaluator dalam melakukan kegiatan pengumpulan
informasi atau data terkait dengan objek yang akan dievaluasi.
Sebagai salah satu model evaluasi yang bertujuan menyediakan
informasi bagi pembuat keputusan maka model yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Evaluasi Model CIPP (Daniel L.Stufflebeam, Anthony J.Shinkfield,
2007). Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu: Evaluasi Konteks
(Context Evaluation), Evaluasi Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses
(Process Evaluation), dan Evaluasi Produk (Product Evaluation) yang
dilukiskan pada gambar-1 (Wirawan,2012:92-94)
Context Evaluation # Berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan?
# Waktu pelaksanaan: Sebelum program Diterima
# Keputusan: Perencanaan
program
Input Evaluation: # Berupaya mencari
jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus ilakukan?
# Waktu pelaksanaan: Sebelum program di mulai.
# Keputusan:
Penstrukturan
program.
Process Evaluation: # Berupaya mencari
jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan?
# Waktu pelaksanaan: Ketika program sedang dilaksanakan # Keputusan:
Pelaksanaan
Product Evaluation: # Berupaya mencari
jawaban atas pertanyaan: Apakah program sukses?
# Waktu pelaksanaan: Ketika program selesai.
# Keputusan:
Resikel: Ya atau
Tidak program
harus diresikel.
Gambar 1 . Model Evaluasi Context, Input, Process, dan Product (CIPP)
2.1.2.1 Evaluasi Konteks. Menurut Daniel Stufflebeam Evaluasi konteks
untuk menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? (What needs to be
done?) Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang
mendasari disusunnya suatu program.
2.1.2.2 Evaluasi Masukan. Evaluasi Masukan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should be done?) Evaluasi ini
mengidentifikasi dan problem, aset, dan peluang untuk membantu para
pengambil keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas, dan
membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk menilai tujuan,
16
prioritas, dan manfaat-manfaat dari program, menilai pendekatan altematif,
rencana tindakan, rencana staf, dan anggaran untuk feasibilitas dan potensi
cost effectiveness untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan.
Para pengambil keputusan memakai Evaluasi Masukan dalam memilih di
antara rencana-rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan, alokasi
sumber-sumber, menempatkan staf, menskedul pekerjaan, menilai rencana-
rencana aktivitas, dan penganggaran.
2.1.2.3 Evaluasi Proses. Evaluasi Proses berupaya untuk mencari
jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is it being
done?) Evaluasi ini berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana untuk
membantu staf program melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu
kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan menginterpretasikan
manfaat.
2.1.2.4 Evaluasi Produk. Evaluasi produk diarahkan untuk mencari
jawaban pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi
dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak
direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya untuk
membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada mencapai manfaat yang
penting dan akhirnya untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih
luas mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan
yang ditargetkan.
Menurut Stufflebeam, Model Evaluasi Model CIPP bersifat linier. Artinya
Evaluasi Input harus didahului oleh Evaluasi Context; Evaluasi Proses harus
didahului oleh Evaluasi Input; Sungguhpun demikian menurut Stufflebeam
dalam Model Evaluasi CIPP juga dikenal evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Dalam evaluasî formatîf CIPP berupaya mencari jawaban atas
pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? Bagaimana melakukannya? Apakah
hal tersebut sedang dilakukan? Apakah berhasil? Evaluator subunit
memberikan informasi mengenai temuan kepada para pemangku
kepentingan; membantu mengarahkan pengambilan keputusan, dan
17
memperkuat kerja staf. Ketika evaluasi formatif dilaksanakan, dapat dilakukan
penyesuaian dan pengembangan jika yang direncanakan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik.
Dalam evaluasi sumatif evaluasi CIPP berupaya mendapatkan tambahan
inforrnasi untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: Apakah kebutuhan
yang penting ditangani dengan baik? Apakah upaya dipandu oleh suatu
rencana dan anggaran yang dapat dipertahankan? Apakah desain layanan
dilaksanakan secara lengkap dan dimodifikasi jika diperlukan? Apakah upaya
yang dilakukan sukses?
2.1.3 Alasan Pemilihan Model Evaluasi CIPP
Alasan pemilihan model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh
Daniel Stufflebeam ini adalah bahwa model evaluasi ini merupakan suatu
kerangka kerja secara menyeluruh untuk panduan dalam melakukan suatu
program, proyek, produk, institusi dan sistem. Evaluasi model CIPP ini
merupakan salah satu model evaluasi yang berusaha menyediakan informasi
bagi keputusan yang prosesnya bekerja secara sistematis. Selanjutnya,
model evaluasi CIPP juga banyak digunakan khususnya untuk menyediakan
format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan proses evaluasi.
Selain itu, model evaluasi CIPP ini praktis, mudah dipahami dan dikerjakan
serta dapat memberikan informasi tentang keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan program dengan cepat. Oleh sebab itu, model evaluasi CIPP
ini dinilai sangat relevan dan cocok untuk mengevaluasi implementasi
perwujudan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara sebagai
salah satu sasaran strategis pertahanan di wilayah kota Tangerang, propinsi
Banten untuk menghasilkan keputusan-keputusan dan rekomendasi-
rekomendasi dalam meningkatkan kesadaran bela negara di wilayah propinsi
Banten.
Menggunakan model CIPP dalam penelitian ini akan memberikan
gambaran tentang kebijakan yang akan dievaluasi melalui survei
18
pendahuluan sebelum menyusun proposal penelitian yang dilihat dari
komponen-komponen sebagi berikut:
2.1.3.1 Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Fokus evaluasi konteks adalah untuk mengevaluasi sejauh mana
perumusan tujuan dan sasaran kesadaran bela negara telah sesuai dengan
kebutuhan strategi pertahanan negara. Selain itu, dalam evaluasi konteks ini
akan dievaluasi apakah perumusan tujuan dan sasaran sudah sesuai dengan
apa yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Apakah tujuan kesadaran
bela negara dirumuskan secara jelas dan spesifik atau tidak jelas?
2.1.3.2 Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
Fokus evaluasi masukan adalah untuk mengevaluasi sejauh mana
rencana tindakan, strategi, prosedur dan struktur organisasi, dukungan
sumber daya (manusia, sarana-prasarana, anggaran) serta monitoring dan
pengendalian dapat mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang
diinginkan dalam rangka mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran
bela negara warga negara di kota Tangerang wilayah propinsi Banten.
2.1.3.3 Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Fokus evaluasi proses adalah untuk mengevaluasi sejauh mana
terlaksana rencana tindakan, strategi, prosedur dan struktur organisasi,
dukungan sumber daya (manusia, sarana-prasarana, anggaran) serta
monitoring dan pengendalian untuk mewujudkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang, propinsi Banten. Selain
itu, akan dievaluasi hambatan yang dialami dalam implementasi mewujudkan
warga negara yang memiliki kesadaran bela negara di kota Tangerang,
propinsi Banten.
2.1.3.4 Evaluasi Produk (Product Evaluation)
Fokus pada evaluasi produk adalah untuk mengevaluasi hasil dari
pelaksanaan kegiatan apakah telah berhasil mencapai tujuan dan sasaran
sebagaimana yang ditetapkan yaitu untuk meningkatkan kesadaran bela
negara. Selanjutnya, dalam evaluasi ini akan memberikan masukan apakah
19
terdapat hasil kegiatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masih
bermanfaat untuk dilanjutkan, diulang atau diperluas ke kondisi yang lain.
Selain itu, dalam evaluasi produk ini akan mengindentifikasi apa kelemahan
dari implementasi sasaran strategi pertahanan khususnya kesadaran bela
negara di wilayah propinsi Banten.
Sebagaimana yang diuraikan di atas, model evaluasi CIPP yang
dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam ini, selain merupakan suatu kerangka
kerja secara menyeluruh dalam melakukan suatu kebijakan atau program
juga memberikan informasi tentang keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan kebiajakan atau program. Model evaluasi CIPP ini juga
membantu organisasi dalam mempertahankan atau meningkatkan
operasionalisasi sistem programnya.
INPUT PRODUCTProsesPROCESS
CONTEXT
Gambar 2 : Model Evaluasi Berdasarkan Komponen CIPP
Sumber: Stufflebeam (1967)
2.1.4 Deskripsi Implementasi
Studi tentang implementasi selalu mengalami perkembangan dari masa
kemasa. Hal ini tentunya juga mempengaruhi definisi yang dikemukakan oleh
para ahli. Menurut Pressman dan Wildavsky (1973) bahwa implementasi
sebagai “..accomplishing, fulfilling, carrying out, producing and
20
completing a policy”. Sementara itu Tornanatzky dan Johnson
(Subandijah, 1996: 305) telah membuat batasan tentang implementasi
sebagai ”…the translation of any tool technique process or method of
doing from knowledge to practice”. Selanjutnya, Harsono (2002:67)
menjelaskan implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan
kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi.
Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.
Sedangkan Setiawan (2004:39) mengemukakan bahwa implementasi
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi
antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan
jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Menurut Purwanto &
Sulistyastuti (2015; 21) implementasi merupakan tahapan kegiatan dalam
rangka mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilakukan oleh kelompok
implementer kepada kelompok sasaran sebagai upaya untuk mewujudkan
tujuan kebijakan. Memperhatikan definisi diatas mengenai implementasi
maka peneliti dapat memahami bahwa implementasi merupakan tahapan
dalam melengkapi dan memenuhi pencapaian tujuan dari kebijakan dengan
melaksanakan interaksi aktivitas yang saling menyesuaikan antara tujuan,
tindakan dan sistim birokrasi yang efektif dalam rangka kesempurnaan suatu
program.
Dalam era saat ini yang telah didukung dengan sarana teknologi yang
modern telah memberikan kemudahan bagi implementer antara lain untuk
koordinasi, pengawasan, pendataan dan hal lainnya. Dengan demikian
peluang keberhasilan dari implementasi akan lebih besar. Selanjutnya
peluang itu berlaku bagi pihak-pihak lain untuk membantu memberi
pengawasan terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Hal ini
akan memberikan pengaruh positif untuk mencegah adanya penyimpangan
dalam pelaksanaan implementasi. Demikian juga kepada kelompok sasaran
sistim pengawasan ini dapat memberikan koreksi implementasi secara lebih
awal. Penyelenggaraan implementasi dapat digambarkan sebagai berikut:
21
Gambar 3: Implementasi sebagai dasar Delivery Mechanism Policy Output
Sumber : Purwanto & Sulistyastuti (2015)
2.1.5 Deskripsi Sistem Pertahanan Rakyat Semesta.
Sistem Pertahanan Rakyat Semesta adalah suatu sistem pertahanan
keamanan dengan komponen yang terdiri dari seluruh potensi, kemampuan,
dan kekuatan nasional yang berkerja secara total, integral serta berlanjut
untuk mewujudkan kemampuan dalam upaya pertahanan keamanan Negara.
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) bersifat
semesta dalam ruang lingkup dan semesta dalam pelaksanaannya (Zainal
Ittihad Amin, 2007).
Menurut Zainal Ittihad Amin (2007), terdapat 4 komponen dalam sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta, yaitu komponen dasar, komponen
kekuatan utama, komponen khusus, dan komponen pendukung. Adapun
komponen dasar Sishankamrata tersebut adalah rakyat yang terlatih yang
diupayakan melalui mobilisasi.
Komponen utamanya adalah TNI dan POLRI yang berfungsi sebagai
subyek kekuatan pertahanan keamanan negara dan kekuatan sosial.
Komponen khusus yaitu perlindunan masyarakat (Linmas) yang berfungsi
menanggulangi akibat bencana perang, alam, atau bencana lainnya. Dan
menjadi komponen pendukung yaitu : sumber daya dan prasarana nasional
yang berfungsi menjamin kemampuan bangsa dan negara dalam
meniadakan ancaman setiap ancaman dari luar negeri dan dalam negeri.
Jika dilihat dari kekuatan perlawanan yang ada dalam Sishankamrata
22
terdapat dua kekuatan perlawanan yaitu kekuatan perlawanan bersenjata
dan kekuatan perlawanan tidak bersenjata. Kekuatan perlawanan bersenjata
yaitu Bela Semesta, yaitu terdiri dari Bela Negara dan Bela Potensial. Bela
negara terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan
POLRI yang merupakan kekuatan pertahanan dan keamanan negara. Bela
Potensial yaitu rakyat yang berfungsi untuk ketertiban umum, baik keamanan,
perlawanan, dan perlindungan rakyat. Kekuatan perlawanan tidak bersenjata
yaitu rakyat diluar Bela Semesta yang berfungsi untuk perlindungan
masyarakat dalam menanggulangi akibat bencana perang (UU RI No.3 tahun
2002 tentang pertahanan Negara).
Gambar 4: Bagan Kekuatan Sishankamrata. (Zainal Ittihad Amin,2007),
Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata), berkembang
seiring dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan, kemudian berlanjut dengan operasi-operasi
pemulihan keamanan dalam negeri dalam upaya menumpas pemberontakan
dan gerakan separatis berbagai gangguan keamanan lainnya.
Berdasarkan hasil-hasil pengalaman tersebut dapat dihimpin doktrin
Hamkamrata yang disahkan pada tahun 1982 dengan
Kekuatan Sishankamrata
Kekuatan Perlawanan Bersenjata
Bela Semesta
Bela Negara AD,AL,AU,Polri
Bela Potensial Rakyat yang
berfungsi untuk ketertiban umum Kekuatan
Perlawanan Tidak Bersenjata
Rakyat di luar Bela Semesta
23
SKMenhankam/pangab No. Skep/820/vii/1982 tanggal 12 Juli 1982.
Sedangkan Undang-undang No.20 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan
pokok pertahanan keamanan negara telah menetapkan Sishankamrata
sebagai sistem penyelenggara pertahanan keamanan negara (Hankamneg).
Dalam perjalanannya hingga tercapai konsep perang rakyat semesta dalam
merebut kemerdekaan, Bangsa Indonesia pertama kali mengenal konsep
Perang Gerilya Rakyat Semesta, dimana konsep ini diperoleh setelah adanya
kenyataan pengalaman pertempuran dengan pihak tentara penjajah yang
telah menduduki wilayah rakyat Indonesia.
Kemudian pada tahun 1950, dimana perlengkapan angkatan perang
mulai diperbaiki mutunya beserta pendidikan personelnya, maka dikenalah
konsep Perang Wilayah. Namun didalam konsep Perang Wilayah masih
terdapat beberapa masalah yang belum dimuat dalam pelaksanaannya
antara lain bagaimana menghadapi subversi dan pemberontakan dalam
negeri, sehingga diperlukan Perang Rakyat Semesta. Adapun pokok-pokok
doktrin perang rakyat semesta meliputi :
2.1.5.1 Perang Rakyat Semesta (Perata) merupakan bagian mutlak dan
tidak terpisahkan pertahanan keamanan nasional (Hankamnas).
2.1.5.2 Perata adalah bersifat semesta, yang menggunakan seluruh
kekuatan nasional secara total dan integral, dengan menggunakan militansi
rakyat sebagai unsur kekuatannya untuk mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan Negara Republik Indonesia dan mengamaknan jalanya
pembangunan nasional.
2.1.5.3 Perang Rakyat Semesta mempunya pola operasi.
2.1.5.4 Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta, memiliki kelemahan
yang perlu diperbaiki.
2.1.6 Deskripsi Kebijakan Strategi Pertahanan
Peter L. Hays, Brenda Vallance, dan Alan Van Tassel (dalam
Supriyatno, 2014) mendefinisikan kebijakan pertahanan dalam 4 cara, yaitu:
24
(1) Kebijakan pertahanan adalah sebuah perencanaan atau kegiatan yang
berkaitan dengan rekruitmen, latihan, pengorganisasian, pemberian
perlengkapan, pengerahan, dan penggunaan kekuatan bersenjata. Dengan
kata lain, kebijakan pertahanan adalah salah satu output dari suatu sistem
politik, output tersebut merupakan salah satu tujuan yang lebih luas, yaitu
keamanan nasional; (2) Kebijakan pertahanan sebagai komponen militer dari
strategi keamanan nasional, kebijakan pertahanan merujuk kepada
bagaimana menjaga negara, keselamatan rakyatnya, dan kepentingan
nasional melalui ancaman dan penggunaan kekuatan militer secara nyata; (3)
Kebijakan pertahanan adalah suatu proses politik. Ini tercermin dengan
adanya masukan (input) yang terdiri dari lingkungan internasional dan
domestik. Masukan ini dikomunikasikan kepada para pembuat kebijakan
(policy maker) dan para implementer, output yang dihasilkan dari aktivitas
para pembuat dan para implementer tersebut akan mengeluarkan feed back
dan menjadi masukan kembali ke dalam suatu sistem untuk membuat input
tambahan. Selanjutnya, interaksi para pembuat kebijakan dan pelaksana
dapat berdampak pada kebijakan dan program yang akan dihasilkan; dan (4)
Kebijakan pertahanan merupakan suatu “bidang kajian” terutama
dalam mengkombinasikan internasional hubungan internasional dan politik
negara dengan beberapa elemen komparatif seperti ilmu politik, filsafat
politik, sejarah, ekonomi, hukum, psikologi, dan sosiologi.
Menurut Ryamizard (2015) kebijakan strategi dalam pertahanan
negara adalah untuk mengelola segala sumber daya nasional dan sarana
prasarana untuk pertahanan negara yang diawali dengan kebijakan secara
umum yang ditentukan oleh Presiden. Dalam kebijakan umum yang
ditetapkan oleh Presiden pada Peraturan Presiden RI Nomor 97 tahun 2015
telah ditegaskan tentang tujuan strategis pertahanan. Guna mewujudkan
tujuan strategis pertahanan negara adalah dengan menetapkan pokok-pokok
kebijakan umum pertahanan negara antara lain adalah adalah pembangunan
karakter bangsa dengan pengertian sebagai berikut:
25
“..pembangunan karakter bangsa sebagai bagian dari revolusi mental diselenggarakan melalui pembinaan kesadaran dan kemampuan bela negara bagi setiap warga negara Indonesia untuk menyiapkan sumber daya manusia pertahanan negara, serta penguatan jati diri bangsa yang berkepribadian dan berkebudayaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” (Perpres RI Nomor 97 tahun 2015).
2.1.7 Deskripsi Sasaran Strategis Pertahanan
Merujuk pada buku putih kebijakan pertahanan Negara (2015) bahwa
sasaran strategis pertahanan adalah:
2.1.7.1 Mewujudkan pertahanan negara yang mampu menghadapi
ancaman.
2.1.7.2 Mewujudkan pertahanan negara yang mampu menangani
keamanan wilayah maritim, keamanan wilayah daratan dan keamanan
wilayah dirgantara.
2.1.7.3 Mewujudkan pertahanan negara yang mampu berperan dalam
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan politik bebas aktif.
2.1.7.4. Mewujudkan industri pertahanan yang kuat, mandiri dan
berdaya saing.
2.1.7.5. Mewujudkan warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran
bela negara.
Mencermati sasaran strategis kebijakan pertahanan yang kelima yaitu
mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara perlu
dilakukan upaya pemantapan kesadaran dan kemampuan bela negara.
Upaya yang dilaksanakan melalui revitalize pembinaan kepada seluruh
warga Negara yang dilaksanakan baik melalui lingkungan pendidikan,
pekerjaan dan lingkungan pemukiman. Adapun wujud dari pembinaan itu
adalah menerapkan nilai-nilai kebangsaan yaitu komitmen dan kepatuhan
seluruh warga negara dalam membangun kekuatan bangsa dengan segenap
pranata, prinsip dan kondisi yang diyakini kebenarannya serta digunakan
sebagai instrumen pengatur kehidupan moral, identitas, karakter serta jati diri
26
bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia
1945 merupakan modalitas yang mampu mendinamisasikan pembangunan
nasional di segala bidang. Dalam perspektif pertahanan negara, nilai-nilai
tersebut menjadi landasan aktualisasi cinta tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara, rela berkorban bagi bangsa dan negara serta kemampuan
bela negara.
2.1.8 Deskripsi Bela Negara
Istilah bela negara berasal dari kata self defence yang artinya “ the use
of force to protect yourself against someone who is attacking you” (Collins
Cobuild,2001:1404) sehingga dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai tindakan untuk membela diri dari serangan lawan. Sedangkan self-
help seperti yang telah diuraikan di atas merupakan upaya yang dilakukan
oleh bangsa sendiri untuk membela negaranya. Karena tindakan tersebut
dilakukan oleh subjek bangsa secara kolektif dan objek yang dilindungi
adalah negara dengan segala isinya, maka kata “membela diri” dapat
diperluas menjadi “membela negara” atau “bela negara”. (Saeful Anwar,
2016:65).
Selanjutnya, pengertian bela negara menurut Marsono (2015: 39)
adalah kewajiban dasar manusia, juga kehormatan bagi setiap warga negara
yang penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela berkorban kepada negara
dan bangsa. Bela negara bagi warga negara Indonesia dapat diartikan
sebagai sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
seutuhnya. Arti bela negara itu sendiri adalah Warga Negara Indonesia
(WNI) yang memiliki tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta NKRI
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang rela berkorban demi
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Adapun kriteria warga negara yang
27
memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yang bersikap dan bertindak
senantiasa berorientasi pada nilai-nilai bela negara.
Masih menurut Marsono (2015:41) bahwa kesadaran bela negara pada
hakekatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban
membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling
halus hingga yang paling kera. Mulai dari hubungan baik sesame warga
negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh
bersenjata,tercakup didalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik
bagi bangsa dan negara.
Istilah bela negara, dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 27 Ayat 3
UUD NRI 1945. Pasal 27 Ayat 3 menyatakan “Setiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Dalam buku
Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR (2012) dijelaskan bahwa Pasal 27
Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep yang dianut bangsa dan
negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni upaya bela negara
bukan hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak sekaligus kewajiban setiap
warga negara. Berdasarkan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat
disimpulkan bahwa usaha pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban
setiap negara Indonesia. Hal ini berkonsekuensi bahwa setiap warganegara
berhak dan wajib untuk turut serta dalam menentukan kebijakan tentang
pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD
1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk pula aktifitas bela
negara. Selain itu, setiap warga negara dapat turut serta dalam setiap usaha
pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing.
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal
9 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan
pertahanan negara”. Terdapat hubungan antara pertahanan negara dengan
pembelaan negara atau bela negara. Bela negara merupakan perwujudan
warga negara dalam upaya meningkatkan pertahanan negara bangsa
28
Indonesia. Keikutsertaan warga negara dalam upaya menghadapi atau
menanggulagi ancaman sesungguhnya merupakan pertahanan negara yang
dilakukan dalam wujud upaya bela negara. (Kemenristekdikti RI: 2016:249).
2.1.9 Deskripsi Warga Negara
Pada awalnya istilah warga negara seringkali disebut hamba atau
kawula negara yang dalam bahasa Inggris object berarti orang yang memiliki
dan mengabdi kepada pemiliknya. AS Hikam (2005) mendifinisikan bahwa
warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota
dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Sedangkan
Koerniatmanto S. (2006) mendefinisikan warga negara dengan anggota
negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai
kedudukan yang khusus terhadap negaranya dan mempunyai hubungan hak
dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam
perkembangan berikutnya, warga negara diartikan orang-orang sebagai
bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara serta mengandung
arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu
perssekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Dalam UUD 1945
pasal 26 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa: (1) yang menjadi warga negara
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang undang sebagai warga negara, dan (2) syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. Dalam konteks
Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26)
dimaksud untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara Indonesia. Dalam pasal 1 UU Nomor
22 Tahun 1958 disebutkan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah
orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia. Perlu
dijelaskan juga tentang perbedaan antara istilah warga Negara dengan rakyat
dan penduduk. Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah
29
satu pemerintahan dan tunduk kepada pemerintahan itu. Penduduk adalah
orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara dalam kurun
waktu tertentu. Orang yang berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan
menjadi penduduk dan bukan penduduk. Adapun penduduk negara dapat
dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara atau orang asing.
2.1.10. Deskripsi Masyarakat
Definisi Masyarakat dikutip dari Syafrudin (2009) Definisi masyarakat
terdiri dari berbagai ahli, menurut Linton (ahli antropologi) masyarakat adalah
setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup bekerja sama
sehingga dapat mengorganisasi dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai
satu kesatuan social dengan batas-batas tertentu. Menurut MJ. Herskovits,
masyarakat adalah kelompok individu yang dikoordinasikan dan mengikuti
satu cara hidup tertentu. Menurut JL. Jillin dan JP. Jillin, masyarakat adalah
kelompok manusia yang terbesar mempunyai kebiasaan tradisi sikap dan
perasaan persatuan yang sama. Menurut Prof. DR. Koentjoroningrat,
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
system adat istiadat tertentu yang berkesinambungan dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama. Menurut R. Linton, Setiap kelompok manusia yang
telah cukup lama hidup dan bekerja sam sehingga mereka ini dapat
mengorganisasikan dalam kesatuan social dengan batas-batas tertentu.
Ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut:
2.1.10.1 Interaksi antar warga.
2.1.10.2 Adat istiadat, norma hokum dan aturan khas yang mengatur seluruh
penduduk warga kota atau desa.
2.1.10.3 Satuan komunitas dalam wilayah.
2.1.10.4 Satuan rasa identitas kuat yang mengikat semua warga.
Selanjutnya, jenis masyarkat terdiri dari:
2.1.10.5 Masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama
dan bekerja sama disuatu daerah tertentu dengan bermata
pencaharian dari sector agraris.
30
2.1.10.6 Masyarakat kota adalah suatu himpunan penduduk tidak agraris
yang bertempat tinggal di dalam dan disekitar suatu kegiatan
ekonomi, pemerintah, kesenian, ilmu pengetahuan dsb.
2.1.10.7 Masyarakat pinggiran adalah masyarakat yang tinggalnya di
daerah-daerah pinggiran kota yang kehidupannya selalu diwarnai
dengan kegelisahan dan kemiskinan dan mencari nafkahnya
dengan cara menjadi pemulung. (Syafrudin. 2009).
Kemudian, Unsur-unsur Masyarakat adalah:
2.1.10.8 Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena
adanya suatu ciri-ciri yang objektif yang dikenakan pada manusia-
manusianya, seperti: seks, usia, pendapatan dll.
2.1.10.9 Golongan sosial adalah suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh
suatu ciri tertentu, bahkan sering kali ciri itu dikenalkan kepada
mereka dari pihak luar kalangan mereka sendiri. Misalnya: golongan
pemuda, gelandangan dan pengemis.
2.1.10.10 Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia, yang
menempati wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu
system adat istiadat, terikat identitas komunitas dan memiliki
patriotism dan nasionalisme. Misalnya kesatuan-kesatuan seperti
kota, desa, RW, pengrajin, petani dll. Kelompok dan himpunan
masyarakat terdiri dari:
(i) Kelompok adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi antar
anggotanya, mempunyai adat istiadat tertentu norma-norma
berkesinambungan dan adanya rasa identitas yang sama serta
mempunyai organisasi dan sistem pimpinan.
(ii) Himpunan adalah kesatuan manusia yang berdasarkan sifat tugas dan
atau guna, sifat hubungan berdasarkan kotrak, dasar organisasinya
buatan, pimpinan berdasarkan wewenang dan hokum. Misalnya PPNI, IDI,
IBI, IAKMI, dll. (Syafrudin, 2009)
31
2.2. Hasil Penelitian yang relevan
Penelitian yang berkaitan dengan implementasi sasaran strategis
pertahanan khususnya kesadaran bela negara di wilayah Tangerang Provinsi
Banten belum pernah dilaksanakan semenjak kebijakan ini ditetapkan.
Namun demikian, penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan
implementasi bela negara merupakan rujukan yang relevan dalam penelitian
ini antara lain:
Pertama, penelitian terkait dengan Bela Negara yang disusun oleh
Sutarman (2011) dengan judul Persepsi dan Pengertian Pembelaan Negara.
Teori dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan teori persepsi.
Sedangkan fokus penelitian yaitu tentang kebijakan dalam persepsi
pembelaan negara. Dengan hasil penelitian antara lain dikatakan bahwa
ketahanan nasional sebagai suatu konsep harus terus dipelihara dan
dikembangkan seiring dengan peluang dan tantangan yang sedang dan akan
dihadapi demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terwujudnya Ketahanan Nasional
yang tangguh dan sangat bergantung kepada kesadaran Bela Negara
masyarakatnya sebagai warganegara Indonesia sebagai sumber kekuatan
bangsa dalam upaya pertahanan keamanan negara.
Persepsi dan pengertian Bela Negara dengan Ketahanan Nasional
ternyata terdapat suatu kesamaan pada tujuan akhirnya, dimana keduanya
adalah ingin mewujudkan keamanan dan kesejahteraan bagi rakyat warga
negara Indonesia. Persepsi dan pengertian Pembelaan Negara berdasarkan
UUD 1945 (Amandemen) seperti tercantum dalam Pasal 27 ayat 3 serta yang
tercantum dalam UU N0. 3 Th. 1999 merupakan upaya-upaya warga negara
dalam usaha peningkatan kesadaran Bela Negara. Penelitian ini memiliki
kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilaksanakan.
Kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan, yaitu menggunakan metode
kualitatif dengan fokus penelitian pada Bela Negara. Sedangkan
32
perbedaannya ada pada teori yang digunakan dalam penelitian adalah
dengan menggunakan teori persepsi dalam pembahasannya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Reno (2010) dalam judul
Implementasi nilai nasionalisme-patriotisme dalam pendidikan bela negara
mahasiwa di Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Hal yang menonjol dalam penelitian ini adalah pada observasi
yang dilakukan oleh peneliti. Pada tahap mengumpulkan data melalui
pengamatan peneliti berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan bela negara di
lingkungan mahasiswa. Sehingga penelitian dapat memberikan hasil bahwa
cara implementasi nilai-nilai Nasionalisme-Patriotisme dalam pendidikan bela
negara pada Mahasiswa lebih ditekankan pada kegiatan langsung. Kegiatan
tersebut pelaksanaannya dilakukan di dalam kampus maupun juga ada yang
diluar kampus. Dengan adanya kegiatan tersebut, secara langsung
diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai Nasionalisme-Patriotisme yang
ada pada Mahasiswa baik dalam tingkah lakunya, ucapannya, perbuatannya
dan tindakannya.
Mencermati tentang penelitian ini juga menyerupai dengan penelitian
yang akan dilaksanakan. Hal yang sama adalah metode yang yang
digunakan yaitu pendekatan kualitatif. Kemudian fokus penelitian adalah bela
negara. Perbedaan yang dapat diketahui yaitu teori yang dipakai dalam
penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
Penelitian ini hanya menggunakan konsep pendidikan bela negara.
Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mempergunakan teori
evaluasi. Demikian pula obyek penelitiannya hanya dilingkungan mahasiswa.
Namun penelitian ini akan melibatkan segenap pemangku kepentingan bela
negara di kota Tangerang.
Ketiga, penelitian oleh Wahyudi (2017) dengan judul Implementasi nilai-
nilai bela negara masyarakat perbatasan sebagai penguatan dalam
menghadapi ancaman proxy war. Penelitian ini merupakan studi kasus di
Desa Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan,
33
Provinsi Kalimantan Utara. Hasil penelitian ini telah memberikan kesimpulan
bahwa kesadaran berbangsa dan bernegara yang ditunjukkan lewat bentuk
keaktifan dan dukungan masyarakat dalam mengikuti organisasi masyarakat
dan kegiatannya yang berorientasi pada pembangunan bangsa dan negara,
partisipasi dalam pemilihan umum dan turut menjaga kedaulatan negara
lewat aktivitas yang rutin digelar oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan
adanya dukungan penuh dan bantuk loyalitas warga perbatasan terhadap
negara dan pemerintahan. Adapun keyakinan akan ideologi Pancasila yang
ditunjukkan lewat sikap persatuan dan toleransi antar kelompok masyarakat
di tengah perbedaan etnis maupun agama. Hal ini menunjukkan adanya
sikap persatuan masyarakat di tengah perbedaan identitas yang mereka
miliki.
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Adapun untuk
pembahasannya menggunakan pendekatan kualitatif. Apabila dikaitkan
dengan penelitian yang akan dilaksanakan terdapat perbedaan yaitu lokasi
penelitian. Demikian juga teori atau konsep yang dipergunakan dalam
menganalisa hasil penelitian. Untuk penelitian yang akan dilaksanakan telah
ditentukan teori evaluasi sebagai teori utama. Sedangkan penelitian ini
menggunakan konsep Perang Proxy. Namun fokus penelitian tetap pada
implementasi bela negara. Penelitian ini juga memberikan input posistif bagi
peneliti untuk penelitian yang akan dilaksanakan di Banten khususnya yang
berkaitan dengan masyarakat secara umum.
Dengan memeprhatikan dari ketiga penelitian yang relevan maka dapat
dipahami bahwa terwujudnya pertahanan nasional yang tangguh dan sangat
bergantung kepada kesadaran Bela Negara masyarakatnya, sebagai warga
negara Indonesia sebagai sumber kekuatan bangsa dalam upaya pertahanan
keamanan negara. Demikian pula pemberian kegiatan yang langsung dapat
dirasakan oleh masyarakat mengenai bela negara dapat menumbuhkan nilai-
nilai Nasionalisme-Patriotisme. Perwujudan yang nyata atas kesadaran
berbangsa dan bernegara yang ditunjukkan lewat bentuk keaktifan dan
34
dukungan masyarakat dalam mengikuti organisasi masyarakat dan
kegiatannya yang berorientasi pada pembangunan bangsa dan negara,
partisipasi dalam pemilihan umum dan turut menjaga kedaulatan negara.
Oleh karenanya hal ini menunjukan bahwa pencapaian sasaran strategis
pertahanan negara yaitu membangun kesadaran bela negara menjadi sangat
penting untuk dievaluasi. Sehingga diharapkan akan menjadi masukan bagi
para stake holder di wilayah Tangerang Banten sebagai lokasi penelitian
yang nanti akan dilaksanakan, dalam upayanya mincitakan masyarakat yang
memiliki ketangguhan dalam membela negaranya.
35
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
diskriptif analisis dalam mengevaluasi impelementasi perwujudan warga
negara yang memiliki kedadaran bela negara di kota Tangerang sebagai
salah satu sasaran strategis pertahanan negara. John W. Creswell pada
metode penelitian kualitatif menyatakan penelitian kualitatif merupakan
penelitian interpretif, yang didalamnya peneliti terlibat langsung dalam
pengalaman yang berkelanjutan dan terus menerus dengan para partisipan.
Dengan keterlibatannya dalam konsern seperti ini, peneliti kualitatif berperan
untuk mengidentifikasi bias-bias, nilai-nilai dan latar belakang pribadinya
secara refleksif, seperti gender, sejarah, kebudayaan, dan status sosial
ekonominya, yang bisa saja turut membentuk interprestasi mereka selama
penelitian. (John W. Creswell, 2013: 264). Lebih lanjut Sugiono (2011)
menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif dapat dikatakan sebagai penelitian
ilmiah sebab penelitian dilakukan dalam keadaan yang sebenarnya melaui
teknik memperoleh data juga saat analisa dilaksanakan secara kualitatif.
Penelitian seperti ini dimanfaatkan agar memperoleh data secara lengkap,
yakni kondisi data yang memiliki arti. Makna atau arti itu sebagai data yang
nyata. Dalam pengertian merupakan data sesungguhnya yang berada
dibelakang dari data yang terlihat. Sehingga dengan mengacu dari uraian itu.
Maka pada penelitian yang sudah dilakukan ini mempunyai tujuan dalam
memahami, analisa dan menyimpulkan arti dari pelaksanaan yang diteliti
dalam bentuk uraian yang jelas, sistematik, faktual, akurat, dan valid tentang
evaluasi implementasi bela negara sebagai sasaran strategis pertahanan
negara.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi empiris.
Menurut Arikunto (2013) menjelaskan bahwa salah satu cara yang memadai
36
untuk melakukan penelitian kualitatif adalah studi empiris. Hal ini dikarenakan
peneliti menyelidiki secara langsung ke obyek penelitian Pada pelaksanaan
pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada
sumber data guna mendapatkan data yang diperlukan. Informasi didapat
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan yang sudah disiapkan, baik
kepada perorangan maupun kelompok (Ronny Kountur, 2004). Kegiatan
observasi oleh peneliti adalah guna mengetahui secara kegiatan dan aktifitas
di lokasi penelitian. Untuk memperkaya data, peneliti juga melakukan studi
pustaka terhadap dokumen dan data dari sumber lain, yang terkait dengan
topik penelitian yaitu analisis evaluasi implementasi Bela negara sebagai
sasaran strategis pertahanan negara.
3.2 Sumber Data/Subyek/Objek Penelitian
Hal terpenting dalam penelitian adalah tentang data-data serta dari
mana data tersebut diperoleh. Oleh karenanya kejelasan dari sumber data
sangat diperlukan untuk keabsahan penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian
ini telah sesuai dengan yang direncanakan dan tidak mengalami
permasalahan khususnya dari tahap pengumpulan data. Oleh karenanya,
perlu dijelaskan tentang pemahaman dari sumber data, subyek dan objek
penelitian yang telah dipergunakan dan diperoleh selama melaksanakan
penelitian.
3.2.1 Sumber Data
Menurut Sugiyono (2011) pengertian sumber data adalah asal dari data
tersebut. Sehingga dijelaskan bahwa data terdiri dari data primer dan data
sekunder. Hal ini ditinjau dari sumber data tersebut. Sumber primer yaitu
pemberi data prImer atau sumber yang langsung menyampaikan data primer.
Sedangkan sumber sekunder ialah sumber yang dapat memberikan data-
data sekunder yaitu melalui studi kepustakaan. Penelitian evaluasi
implementasi mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela
negara telah dipertimbangkan tentang sumber data. Dalam penentuan
37
sumber data peneliti menggunakan purposive sample, yang mana menurut
Arikunto (2013) bahwa atas pertimbangannya maka peneliti dapat
menentukan sumber data yang memiliki karakteristik paling tepat sebagai
sumber data dari penelitian (Key Subjects).
Selanjutnya, sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri dari data
primer dan data sekunder. Arikunto (2006) menyatakan bahwa sumber data
dikelompokkan ke dalam dua sumber utama yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpui data. (Sugiyono, 2013).
3.2.2 Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, pemahaman tentang subyek penelitian adalah
sebagai penentu kebijakan tentang implementasi bela negara yang berlaku di
wilayah kota Tanggerang. Mendasari pada pertimbangan peneliti, subjek
penelitian yaitu individu-individu yang secara langsung merupakan nara
sumber atau yang memahami mengenai data yang akan dibutuhkan, dalam
mendukung kegiatan peneliti untuk mengolah data bahan penelitian terkait
dengan masalah penelitian. Oleh karenanya dalam penelitian yang telah
dilakukan, sebagai berperan menjadi subyek yaitu para pejabat yang
berhubungan dengan masalah dalam penelitian, yang terdiri dari Pejabat
militer maupun Pejabat di Pemerintah Daerah dan tokoh masyarakat dengan
rincian sebagai berikut:
3.2.2.1 Pejabat Direktorat Strategi Pertahanan Kemhan RI cq. Direktur
Bela Negara.
3.2.2.2 Walikota Tangerang cq. Kepala Kantor Sosial dan Politik Pemda
Provinsi dan Kota Tanggerang; Camat Cipondoh; Lurah Sukasari;
Ketua RT/RW 05 se-Kel.Sukasari.
3.2.2.3 Kepala Kantor Perwakilan Kemhan Di daerah Wilayah Provinsi
Banten.
38
3.2.2.4 Pejabat Satuan Kewilayahan TNI AD (Kodim 0506/Tangerang)
3.2.2.5 Organisasi Kepemudaan. (FKPPI Tangerang; Pokdar Kamtibmas;
3.2.2.6 Lembaga Sosial Kemasyarakatan.
3.2.2.7 Guru, Mahasiswa dan Pelajar.( SMAN-3 Tangerang;SMAN 11
Tangerang; SMAK Agathos Tangerang)
3.2.2.8 Tokoh Masyarakat,Tokoh Agama,Tokoh Pemuda ( Karang Anyar;
Karang Sari; Benda; Batuceper; Batu Jaya)
3.2.3 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sumber yang digunakan dalam data
penelitian. Objek penelitian lazimnya memiliki sifat langsung diberikan, telah
ada sebelum penelitian diselenggarakan. Jenis dari objek penelitian
bermacam-macam yaitu, tulisan-tulisan maupun gambar. Selanjutnya yang
dimaksud dengan tulisan dan gambar, misal; hasil wawancara dan catatan-
catatan penelitian yang sebelumnya sudah ada, hasil penelitian sebelumnya,
catatan rapat, rincian diskripsi tugas pokok dan fungsi, peta, bagan dan lain-
lain, hingga berbentuk benda, bangunan, lahan dan lain-lain. Objek penelitian
bisa berupa abstrak, misalnya institusi atau mekanisme. Hal di atas
menjelaskan kalau objek penelitian ialah sesuatu hal penting dari dinamika
penelitian. Oleh karenanya mengacu uraian diatas, maka untuk penelitian
yang telah dilaksanakan sebagai objek penelitian yaitu: (a) Dokumen, yang
digunakan sebagai objek penelitian tentang perwujudkan warga negara yang
memiliki kesdaran bela negara di kota Tangerang; dan (b) Kegiatan, adalah
seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan berhubungan
dengan implementasi sasaran strategi pertahanan negara khususnya
kesadaran bela negara.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011) pada pendekatan kualitatif, untuk memperoleh
data dilaksanakan dalam situasi sebenarnya (natural setting) dari asal
sumber yaitu primer dan sekunder. Data primer antara lain adalah hasil
39
wawancara serta hasil pengamatan. Kemudian untuk sekunder didapat
dengan cara studi referensi dan kepustakaan. Selanjutnya oleh Creswell
(2014) dijelaskan yaitu perolehan data adalah merupakan tahapan kegiatan
yang berhubungan, serta mempunyai tujuan untuk mendapatkan data yang
valid guna menjadi jawaban pertanyaan dalam penelitian. Dengan demikian,
teknik memperoleh data yang dilakukan pada penelitian ini sudah sangat
tepat yaitu melalui cara pengamatan, wawancara, dan studi pustaka.
3.3.1 Studi Pustaka
Studi pustaka pada penelitian yang telah dilaksanakan adalah
berkaitan dengan kajian teoritis serta referensi lain yang terkait dengan, nilai,
budaya dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti.
Studi kepustakaan diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang
penelitian-peneiitian lain yang lain berhubungan dengan peneiitian ini,
menghubungkan penelitian dengan dialog yang lebih luas dan
berkesinambungan tentang topik yang sama, dan memberi kerangka untuk
melakukan analisis terhadap topik penelitian. Studi kepustakaan dalam
rangka penelitian dilakukan dengan cara mempelajari sejumlah literatur,
jumal, paper, naskah akademis, media cetak dan elektronik untuk
memperoleh data yang relevan dengan masalah penelitian yaitu evaluasi
implementasi mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela
negara sebagai sasaran strategis pertahanan negara di kota Tangerang.
3.3.2 Wawancara
Dalam penelitian kualitatif, menurut Cresswell (2014) wawancara
adalah dimana peneliti dapat melakukan face to face interview dengan
partisipan, wawancara dengan telepon, terlibat dalam diskusi. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapat data primer yang salah satunya diperoleh
melalui wawancara. Wawancara merupakan aspek penting dalam bentuk
perbincangan, seni bertanya dan mendengar. Informasi yang diperoleh
melalui wawancara sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal seorang
40
peneliti. Dalam hal ini, kemampuan dan keahlian peneliti untuk memperoleh
informasi dari narasumber (informan) sangat diperlukan. Wawancara pada
penelitian ditujukan agar memperoleh data-data oral melaui menanyakan
langsung kepada naras sumber tentang masalah yang ditanyakan pada
penelitian. Data yang diperoleh melalui wawancara ini diperlukan untuk
mendukung analisis penelitian sehingga diperoleh jawaban atas pertanyaan
penelitian.
Pewawancara dalam penelitian ini telah dilaksanakan oleh peneliti
sendiri, penentuan informan ditentukan disesuaikan dengan kebutuhan data
penelitian Informan dalam penelitian ini terdiri dari: (a) Pejabat Militer; (b)
Pejabat Pemerintah Daerah; dan (c) tokoh masyarakat yang diwawancarai
antara lain pemuka agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan Ketua Lembaga
Sosial Masayarakat. Pada penelitian kualitatif terdapat tiga bentuk
wawancara, yaitu terstruktur, semiterstruktur dan tak terstruktur, Sugiyono
(2011). Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apaila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang
diperoleh. Oleh karena itu, peneliti sudah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Wawancara semi trestruktur
termasuk ke dalam jenis wawancara mendalam yang dalam pelaksanaannya
lebih bebas jika dibandingan dengan teknik wawancara terstruktur.
Wawancara secara detail ini digunakan peneliti untuk mendalami data yang
belum bisa diperoleh dengan data dan pengamatan, sehingga dapat
mendukung proses analisis data secara kualitatif. Tujuan wawancara ini
untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin dari informan dengan teknik
bertanya lebih terbuka dan tidak kaku. Jenis wawancara lainnya yaitu
wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara. Selain menggunakan alat tulis,
dalam melaksanakan wawancara juga digunakan alat perekam dan
dokumentasi. Sehingga diharapkan pelaksanaan wawancara dapat
terlaksana dengan benar dan akurat. Agar lebih fokus terhadap
41
permasalahan dalam penelitian ini maka perlu disusun pedoman wawancara
untuk para stake holder dan nara sumber di wilayah Tangerang yang telah
direncanakan antara lain: (a) Pejabat Direktorat Strategi Pertahanan Kemhan
RI cq. Direktur Bela Negara; (b) Walikota Tangerang cq. Kepala Kantor Sosial
dan Politik Pemda Provinsi dan Kota Tanggerang; (c) Kepala Kantor
Perwakilan Kemhan Di daerah Wilayah Provinsi Banten; (d) Pejabat Satuan
Kewilayahan TNI AD; (e) Organisasi Kepemudaan; (f) Lembaga Sosial
Kemasyarakatan; (g) Guru, Mahasiswa dan Pelajar; dan (h) Tokoh
Masyarakat dan Tokoh Agama
3.3.3 Observasi
Pada penelitian ini, pengertian observasi atau pengamatan merujuk
pada penjelasan Cresswell (2014), yaitu metode memperoleh data yang
dimanfaatkan untuk mendapatkan data penelitian dengan observasi dan
penginderaan dilapangan pada lokasi penelitian. Observasi yang dilakukan
dalam penelitian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1)
direncanakan secara serius; (2) aspek yang diamati harus berkaitan dengan
tujuan penelitian; (3) dilakukan secara sistematis; (4) pengamatan dapat
dicek dan dikontrol keabsahannya.
Mencermati penjelasan di atas, maka peneliti secara langsung akan
mengamati ke objek penelitian untuk melakukan observasi. Menurut Spradley
(dalam Sugiyono,2011) objek observasi terdiri dari tiga hal penting yaitu
Place, Actor, dan Activity. Dalam penelitian ini sebagai place adalah
Provensi Banten yang melibatkan Pemerintah dalam rangka implementasi
sasaran strategi pertahanan negara. Sedangkan sebagai activity adalah
kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam implementasi sasaran strategi
pertahanan khususnya kesadaran bela negara warga negara.
Pada pengumpulan data melalui observasi, Peneliti akan
mengkoordinasikan dengan pihak yang melaksanakan kegiatan sesuai
dengan tataran kewenangannya baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Hasil koordinasi selanjutnya oleh peneliti akan digunakan sebaga
42
dasar untuk menyusun tahapan dalam observasi. Menurut Cresswell (2014)
tahapan dalam melakukan observasi yaitu diawali dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengakhiran. Adapun penjelasan tentang tahapan itu,
sebagai berikut;
3.3.3.1 Tahap perancanaan. Pada tahap ini peneliti secara detail telah
melihat tentang hal-hal apa saja yang diamati, waktu pengamatan dan lokasi.
Hal ini perlu dilakukan mengingat pertimbangan etis, bahwa dalam
mengumpukan data harus dikomunikasikan secara detail terlebih dahulu
dengan objek observasi.
3.3.3.2 Tahap pelaksanaan. Pada observasi, peneliti melakukan dalam
tiga langkah yaitu observasi deskriptif, observasi berfokus dan observasi
terseleksi. Ketika observasi deskriptif maka peneliti telah berupaya
mengumpulkan data sebanyak mungkin. Setelah mempelajari data yang
masuk selanjutnya dengan menggunakan analisis taksonomi, data telah
dipersempit. Kemudian dengan data yang sudah dipersempit peneliti akan
melaksanakan analisis, sehingga data menjadi lebih rinci dan diharapkan
pada langkah ini diharapkan sudah menemukan pemahaman yang
mendalam tentang evaluasi implementasi Bela negara sebagai sasaran
strategis pertahanan negara.
3.3.3.1 Tahap pengakhiran. Diakhir dari observasi maka peneliti
menyusun simpulan dari observasi. Hasil ini bila diketemukan kekurangan
maka menjadi dasar dalam melaksanakan wawancara yang mendalam (deep
interview) untuk mengklarifikasi data tersebut. Peneliti juga perlu melaporkan
sementara hasil observasi yang telah dilaksanakan.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum masuk ke
lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai dari lapangan (Sugiyono,
2011). Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif penting untuk melakukan
analisis data. Analisis data dilakukan oleh peneliti agar mendapatkan makna
43
yang terkandung dalam sebuah data, sehingga interpretasinya tidak sekedar
deskripsi data belaka. Dalam penelitian ini analisis data telah merujuk pada
Creswell (2014) yang menjelaskan tentang langkah-langkah dalam
menganalisa data yaitu;
3.4.1 Langkah pertama adalah mengolah dan mempersiapkan data untuk
dianalisis. Langkah ini melibatkan transkrips wawancara, men-scaning
materi, mengetik data lapangan, memilih-milah dan menyusun data tersebut
kedalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
3.4.1 Langkah kedua adalah membaca keseluruhan data yang telah
diperoleh selama melaksanakan penelitian ini. Pada langkah pertama
bertujuan membangun general sense dari informasi yang diperoleh.
Sedangkan pada langkah ini peneliti membuat catatan-catatan khusus pada
data yang diperoleh.
3.4.1 Langkah ketiga adalah menganalisa lebih detail dengan meng-coding
data. Adapun yang dimaksud coding merupakan proses mengolah materi
atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.
Dengan demikian, merujuk pada penjelasan tersebut, maka data yang
telah diperoleh adalah dari wawancara, observasi dan studi pustaka tentang
analisis evaluasi implementasi Bela negara sebagai sasaran strategis
pertahanan negara Data yang telah terkumpul dianalisis sesuai langkah-
langkah penganalisaan tersebut di atas. Selanjutnya adalah mereduksi data,
menyajikan data dan menarik kesimpulan sehingga telah dapat diketahui
jawaban atas pertanyaan penelitian.
3.5 Prosedur penelitian
3.5.1 Instrumen penelitian
Menurut Sugiyono (2011) terdapat dua hal utama yang mempengaruhi
hasil penelitian yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan
data. Dalam penelitian kualitatif sebagai instrumen penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Oleh karenanya latar belakang pengalaman peneliti sangat
44
mempengaruhi keberhasilan penelitian. Demikian juga, perlu untuk divalidasi
kesiapannya untuk melaksanakan penelitian.
3.5.2 Data Primer
Dalam penelitian yang dilakukan, data primer didapat dari pengamatan
serta wawancara terhadap nara sumber terhadap nara sumber yang
ditetapkan dengan terstruktur. Pertanyaan wawancara dan pengamatan
dilaksanakan merujuk pedoman pertanyaan mengenai analisis implementasi
sasaran strategi pertahanan negara khususnya menyangkut kesadaran bela
negara. Sumber data primer berasal dari pejabat-pejabat (a) Pejabat
Direktorat Strategi Pertahanan Kemhan RI cq. Direktur Bela Negara; (b)
Walikota Tangerang cq. Kepala Kantor Sosial dan Politik Pemda Provinsi dan
Kota Tanggerang; (c) Kepala Kantor Perwakilan Kemhan Di daerah Wilayah
Provinsi Banten; (d) Pejabat Satuan Kewilayahan TNI AD; (e) Organisasi
Kepemudaan; (f) Lembaga Sosial Kemasyarakatan; (g) Guru, Mahasiswa
dan Pelajar; dan (h) Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
3.5.3 Data Sekunder
Dalam penelitian data sekunder didapat dengan cara mempelajari
referensi yang erat kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian. Data
sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung. Data
sekunder akan didapatkan dari berbagai sumber yang tersedia seperti
dokumen publik, hasil penelitian, jumal, makalah, buku buku, peraturan
peraturan, notulen rapat dan sebagainya yang berkaitan langsung dengan
penelitian tentang implementasi mewujudkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara di kota Tangerang dalam pencapaian sasaran
strategis pertahanan negara.
3.5.4 Pengujian Keabsahan dan Keterandalan Data.
Menurut Moleong (2013) menyatakan pengujian keabsahan data
adalah bagaimana peneliti dapat meyakinkan pembaca mengenai kegiatan
45
penelitian dilakukan dengan cara yang benar dan baik sehingga meningkatkan
derajat kepercayaan terhadap kegiatan dan hasil penelitian tersebut. Data
yang sudah didapat kemudian dideskripsikan dan dikatagorisasikan, mana
data yang sama, mana data yang berbeda dan spesifik dari keseluruhan
sumber data tersebut.
Menurut Sugiyono (2014:455) dalam penelitian perlu dikemukakan
rencana uji keabsahan yang dilakukan. Uji keabsahan data meliputi uji
kredibilitas data (validitas internal), uji dependabilitas (reliabilitas) data, uji
transferabilitas (validitas ekstemal/generalisasi) dan uji konfirmabilitas
(obyektifitas). Selain iłu, untuk uji keabsahan data menurut Sugiyono
diperlukan adanya: a) Perpanjangan pengamatan, b) Ketekunan, c)
Triangulasi, d) Gunakan bahan referensi.
3.6 Defenisi Operasional
3.6.1 Kriteria Evaluasi Implementasi Mewujudkan Warga Negara Yang
Memiliki kesadaran bela negara di wilayah Tangerang.
Sesuai dengan deskripsi defenisi dan pengertian evaluasi, ditetapkan
kriteria evaluasi yang digunakan sebagai tolok ukur implementasi
mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara di wilayah
Tangerang Kriteria ini akan menjadi patokan standar untuk mengukur
pencapaian implementasi yang disusun dalam bentuk table mencakup: tahap
evaluasi (konteks, input, proses dan masukan), aspek yang dievalusi dalam
setiap komponen serta standar/kriteria evaluasi yang diharapkan
sebagaimana table di bawah ini:
Tabel 1. Kriteria Evaluasi Implementasi Mewujudkan Warga Negara
Yang Memiliki kesadaran bela negara di wilayah Tangerang
Komponen
Evaluasi
Aspek Yang Dievaluasi
Kriteria/Standard
Evaluasi
Contex
Tujuan dan
1. Rumusan tujuan kegiatan telah jelas,
46
Komponen
Evaluasi
Aspek Yang Dievaluasi
Kriteria/Standard
Evaluasi
Evaluation
- Perumusan
tujuan dan
sasaran
kegiatan
Kebutuhan
Sasaran Kegiatan
Bela Negara
realistis, berdaya guna, dapat dicapai serta
telah melalui proses penilaian kebutuhan dan
hasil evaluasi program sebelumnya.
2. Rumusan sasaran kegiatan telah jelas,
realistis, signifikan, dapat diukur, bisa dicapai
dan berdaya guna.
Input
Evaluation
- Persiapan
kegiatan
Rencana Kegiatan
Prosedur
Mekanisme
Struktur
Organisasi
Dukungan Sumber
Daya Manusia
Dukungan Sarana-
Prasarana
Dukungan
Anggaran
Monitoring dan
pengendalian
1. Rencana kegiatan telah terperinci, relevan,
bisa dicapai, spesifik.
2. Prosedur pelaksanaan kegiatan jelas,
terperinci, effektif, dan relevan.
3. Struktur organisasi pelaksanaan kegiatan
realistis, jelas, effektif, dan spesifik.
4. Dukungan sumber daya manusia relevan,
berdaya guna, spesifik secara kualitas dan
kuantitas.
5. Dukungan sarana-prasarana relevan,
berdaya guna, spesifik secara kualitas dan
kuantitas.
6. Dukungan anggaran relevan, berdaya guna,
effektif anggaran yang mendukung
pelaksanaan kegiatan sesuai tujuan Bela
Negara.
7. Monitoring dan pengendalian pelaksanaan
kegiatan effektif, relevan, berdaya guna dan
spesifik
Process
Evaluation
-Pelaksanaan
Kegiatan
Implementasi
Rencana Kegiatan
Implementasi
Prosedur dan
Mekanisme
Implementasi
Struktur
1. Pelaksanaan rencana kegiatan terlaksana
sesuai dengan sasaran, signifikan dan
realistis.
2. Prosedur dan mekanisme terlaksana
dengan tepat dan berdaya guna.
3. Struktur Organisasi terlaksana dengan
47
Komponen
Evaluasi
Aspek Yang Dievaluasi
Kriteria/Standard
Evaluasi
Organisasi
Dukungan Sumber
Daya Manusia
Dukungan Sarana
dan Prasarana
Dukungan
Anggaran
Implementasi
Monitoring dan
Pengendalian
effektif dan berdaya guna.
4. Sumber daya manusia telah tersedia
dengan effektif dan berdaya guna.
5. Sarana-prasarana telah tersedia dengan
effektif, tepat waktu dan berdaya guna.
6. Anggaran telah tersedia dengan tepat
waktu, effektif dan berdaya guna.
7. Monitoring dan pengendalian terlaksana
dengan effektif dan berdaya guna.
Product
-Pencapaian
Kegiatan
Hasil capaian
kegaiatan Bela
Negara.
Terdapat peningkatan kesadaran bela
negara warga negara di wilayah Tangerang
Selanjutnya, untuk keperluan analisis kualitatif maka kriteria-kriteria
ditransfer dan disusun menjadi nilai sesuai tingkatan atas gradasi. Untuk
keperluan evaluasi dengan menggunakan kriteria kualitatif disusun dengan
kriteria tanpa pertimbangan, artinya menghitung banyaknya indikator dalam
komponen yang dapat memenuhi persyaratan. Untuk persentase skala
penilaian ditetapkan maksimal 100% dan minimal 1% dengan 3 (tiga)
peringkat yaitu: (a) persentase “sepenuhnya mendukung” berkisar dari 75%
s.d 100% (b) persentase “setengah penuh mendukung ” berkisar 50% s.d
74% dan (c) persentase “kurang mendukung” berkisar dari 25% s.d 49%
serta (d) persentase “ tidak mendukung” berkisar dari 1% s.d 24%.
3.6.2 Deskripsi Indikator Keberhasilan Pembinaan Bela Negara
48
Merujuk pada buku tataran Dasar Bela negara Ditpothan Kemhan
(2014) telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pembinaan bela negara perlu adanya indikator. Dalam upaya untuk
memberikan pengetahuan dasar mengenai bela negara terdapat dua
indikator yaitu indikator umum dan indikator khusus yang dapat dijelaskan
melalui tabel dibawah ini.
3.6.2.1 Indikator Umum Keberhasilan Bela Negara
Tabel 2. : Indikator Umum Bela Negara
(Sumber Ditpothan, 2014)
No Nilai Indikator
1 2 3
1.
Mencintai tanah air,
tercermin dalam sikap dan
perbuatan, antara lain:
1. Mencintai produk dalam negeri 2. Rajin belajar bagi kepentingan bangsa dan
Negara 3. Mecintai lingkunan hidup 4. Mampu melaksanakan hidup bersih 5. Mengenal wilayah tanah air tanpa rasa fanatisme
kedaerahan
2.
Kesadaran berbangsa dan
bernegara, dicer-minkan
dalam sikap dan
perbuatannya antara lain:
1. Memiliki sikap disiplin terhadap tugas yang dibebankan
2. Menghormati sesama warga masya-rakat 3. Bersikap “satu” dengan warga masya-rakat
lainnya yang berlainan etnik/suku 4. Mendahulukan kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi dan golongan 5. Bangga terhadap bangsa dan negara sendiri 6. Rukun dan berjiwa gotong royong dalam
pergaulan masyarakat
3.
Yakin akan Pancasila
sebagai ideologi negara,
tercermin dalam sikap dan
perbuatannya antara lain:
1. Memiliki ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjalankan kewajiban agama dan kepercayaan secara baik dan benar
3. Mempunyai kesadaran membantu sesama warga dalam masyarakat
4. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa 5. Melestarikan budaya bangsa melalui pewarisan
kultural yang kontinyu
4.
Rela berkorban untuk
bangsa dan negara,
tercermin dalam sikap dan
perbuatan antara lain:
1. Kerelaan menolong sesama warga, apapun latar belakang sosio-kulturalnya
2. Mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi
3. Bersedia menyumbangkan tenaga, pikiran, kemampuan keahlian dan materi untuk
49
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara 4. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai
macam ancaman 5. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk
bangsa dan negaranya tidak sia-sia
5.
Memiliki kemampuan awal
bela negara, tercermin dalam
sikap dan perbuatannya
antara lain:
1. Memiliki kemampuan, integrasi pribadi dan kepercayaan diri yang tinggi
2. Pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan dan tahan uji
3. Melaporkan kepada yang berwajib terhadap setiap kegiatan/peristiwa yang merugikan dan mengganggu keamanan serta ketertiban masyarakat
4. Memiliki kondisi kesehatan fisik dan mental yang baik
5. Memiliki pengetahuan tentang wawasan kebangsaan yang memadai (rasa, faham dan semangat kebangsaan)
3.6.2.2 Indikator Khusus Keberhasilan Bela Negara
Tabel 3 : Indikator Khusus Bela Negara
(Sumber Ditpothan, 2014)
No Nilai Indikator
1. Lingkungan Pendidikan
a. Pelajar/Mahasiswa
1. Senantiasa disiplin dalam memanfaat-kan waktu, mulai masuk sekolah, pada saat belajar, pada saat menger-jakan tugas, hingga kegiatan di luar sekolah
2. Memiliki prestasi yang dapat dibangga-kan baik oleh orangtua maupun sekolah
3. Menjaga kebersihan dan kerapian, mulai dari diri sendiri, lingkungan kelas hingga lingkungan sekolah
4. Menjaga ketertiban serta menjaga kerukunan/persatuan dan kesatuan baik di sekolah maupun di luar sekolah
5. Menaati peraturan dan tata tertib sekolah/kampus
6. Menghargai dan menghormati guru dan orangtua
7. Memahami Lambang dan Simbol-simbol negara
b. Guru/Dosen
1. Mampu menjelaskan secara teori dan contoh implementasi nilai bela negara dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan
50
sekolah/kampus maupun di luar sekolah/kampus
2. Dapat menjadi contoh/teladan bagi murid/mahasiswa dalam disiplin, kebersihan dan kerapihan baik dalam kelas maupun di luar kelas
3. Selalu menaati peraturan dan tata tertib 4. Menegur/memperingatkan siswa/maha-siswa
yang salah dan mendidik-nya ke arah yang lebih baik
5. Menjaga persatuan dan kesatuan serta persaudaraan antar guru/dosen serta murid/mahasiswa
6. Senantiasa meningkatkan kemampuan dalam pengetahuan dan profesional-isme sebagai modal dalam memajukan pendidikan
2. Lingkungan Pekerjaan
a. Instansi Pemerintah
1. Disiplin tepat waktu dalam bekerja maupun pelayanan kepada masyarakat
2. Selalu menaati peraturan dan per-undang-undangan yang berlaku
3. Dapat menjadi contoh/teladan bagi dalam disiplin, kebersihan dan ketertiban lingkungan
4. Menjaga persatuan dan kesatuan serta persaudaraan antar pegawai/karyawan
5. Senantiasa meningkatkan kemampuan dalam pengetahuan dan profesiona-lisme
6. Senantiasa berusaha untuk mewujud-kan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)
7. Mampu menghargai pendapat orang lain 8. Mampu menerapkan pola hidup sederhana di
dalam dan di luar kantor 9. Mampu menciptakan lingkungan peker-jaan
yang tertib, bersih dan aman.
b. Instansi Swasta
1. Disiplin dan tepat waktu dalam bekerja dan memberikan pelayanan
2. Selalu menaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
3. Dapat menjadi contoh/teladan bagi masyarakat dalam disiplin, kebersihan dan ketertiban lingkungan
4. Menjaga persatuan dan kesatuan serta persaudaraan antar pegawai di lingkungan kerjanya
5. Senantiasa meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta profesional-isme
6. Menegur/memperingatkan anggota atau sesama karyawan/pegawai yang tidak disiplin dan tidak tertib serta tidak menjaga lingkungan
51
7. Senantiasa berusaha untuk mewujud-kan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
8. Mampu menghargai pendapat orang lain 9. Mampu menerapkan pola hidup sederhana
di dalam maupun di luar perusahaan 10. Mampu menciptakan lingkungan pe-kerjaan
yang tertib, bersih dan aman
3. Lingkungan Pemukiman
a. Tokoh Masyarakat
1. Dapat memberikan contoh dan ketela-danan yang baik dalam kehidupan sehari-hari
2. Selalu menaati peraturan dan tata tertib 3. Berani menegur anggota masyarakat yang
salah dan mendidiknya ke arah yang lebih baik
4. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta persaudaraan antar warga masyarakat
5. Mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, bersih dan aman
6. Memberikan contoh kepada masya-rakat tentang perlakuan terhadap Lambang dan Simbol-simbol negara
b.Organisasi Masyarakat
1. Memiliki visi dan misi organisasi yang diarahkan untuk membina wawasan kebangsaan dan kesadaran bela negara masyarakat
2. Anggota-anggotanya memahami benar tentang konstruksi bangsa yang plural dan heterogen dengan berbagai bentuk konsekuensinya
3. Dapat berperan sebagai wadah seka-ligus kader penggerak integrasi bangsa
4. Menjalin hubungan yang positif antar organisasi dan terhadap warga masyarakat
5. Menjadi katalisator bagi proses penye- maian, penumbuhan, pengem-bangan, pembudayaan dan pelestarian kesa-daran bela negara masyarakat
4. Lingkungan Pemukiman
Anggota Masyarakat
1. Menghargai Sang saka Merah Putih dan Lambang Negara Indonesia, serta simbol-simbol negara lainnya
2. Saling membantu sesama warga 3. Menjaga fasilitas umum 4. Selalu menjaga persatuan da kesatuan 5. Selalu menjaga kebersihan dan keter-tiban
umum 6. Meningkatkan pengetahuan dan kete-
52
rampilan 7. Senantiasa mendengarkan pimpinan/ tokoh
masyarakat sepanjang tidak melanggar hukum’
8. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk berusaha dan bekerja keras
9. Sadar untuk mematuhi tata tertib dan peraturan yang berlaku di lingkungan
10. Mampu menghargai pendapat orang lain 11. Mampu menerapkan pola hidup sederhanadi
dalam dan di luar ling-kungan 12. Mampu menciptakan lingkungan yang tertib,
bersih dan aman.
53
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografi Kota Tangerang
Sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 1993 mengenai pembentukan
Kotamadya Tingkat II Tangerang, merupakan awal berdirinya wilayah kota
Tangerang. Tepatnya pada tanggal 28 Pebruari 1993 diresmikan wilayah
tersebut. Adapun luas Kota Tangerang mencapai 183,78 Km2, luas ini juga
termasuk meliputi Bandar Udara Soekarno-Hatta seluas 19,69 Km 2.
Letak Kota Tangerang Secara gafis Kota Tangerang terletak pada
posisi 106 36 - 106 42 Bujur Timur (BT) dan 6 6 - 6 Lintang Selatan (LS).
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dengan DKI Jakarta, sedangkan
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Luas wilayah Kota Tangerang dibagi dalam 13 kecamatan, yaitu
Ciledug (8,769 Km2), Larangan (9,611 Km2), Karang Tengah (10,474Km2),
Cipondoh ((17,91 Km2), Pinang (21,59 Km2), Tangerang (15,785 Km2),
Karawaci (13,475 Km2), Jatiuwung (14,406 Km2), Cibodas (9,611 Km2),
Periuk (9,543 Km2), Batuceper (11,583 Km2), Neglasari (16,077 Km2), dan
Benda (5,919 Km2), serta meliputi 104 kelurahan dengan 981 rukun warga
(RW) dan 4.900 rukun tetangga (RT).
54
Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di
antara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Sesuai
dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan
Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan
salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.
Gambar-5: Peta Kota Tengrang (Sumber Pemkot Tangerang, 2015)
4.1.2 Kondisi Demografi Kota Tangerang
Berdasarkan data BPS Kota Tangerang, jumlah penduduk Kota
Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009-2013 mengalami peningkatan dari
1.652.590 jiwa (2009) menjadi 1.982.132 jiwa (2013). Pertumbuhan
penduduk rata-rata Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009-2013
sebesar 3,28%. Jumlah penduduk terbesar saat ini berada di Kecamatan
Cipondoh, yaitu 256.810 jiwa (2013), sedangkan jumlah penduduk terkecil
berada di Kecamatan Benda, yaitu 92.336 jiwa (2013). Laju pertumbuhan
penduduk rata-rata tertinggi dalam kurun waktu tahun 2009-2013 dialami oleh
55
Kecamatan Cipondoh, yaitu rata-rata 5,88% per tahun, sedangkan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata terendah dialami oleh Kecamatan
Jatiuwung, yaitu rata-rata 0,23% per tahun. Jumlah rumah tangga di Kota
Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009-2013 juga mengalami peningkatan
dari 446.646 KK (2009) menjadi 519.925 KK (2013). Jumlah rumah tangga
terbesar saat ini berada di Kecamatan Cipondoh, yaitu 62.862 KK (2013),
sedangkan jumlah rumah tangga terkecil berada di Kecamatan Benda, yaitu
24.199 KK (2013).
Tabel 4: Penduduk Kota Tangerang
Sumber : BPS Kota Tangerang (2016)
NO KECAMATAN PENDUDUK
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ciledug
Larangan
Karang Tengah
Cipondoh
Pinang
Tangerang
Karawaci
Jatiuwung
Cibodas
Periuk
Batu Ceper
Neglasari
Benda.
91.863
96.597
67.970
138.861
97.614
88.826
89.852
64.247
76.307
73.135
51.150
59.025
49.666
87.961
93.358
66.619
135.340
94.447
83.839
89.137
57.246
75.508
69.776
47.957
54.694
46.666
179.824
189.955
134.589
274.201
192.061
172.665
178.989
121.493
151.815
142.911
99.107
113.719
95.776
Jumah 1.045.113 1.001.992 2.047.105
4.1.3 Kondisi Sosial Kota Tangerang
4.1.3.1 Bidang Ideologi
56
Pemahaman terhadap Ideologi Pancasila untuk masyarakat di
wilayah Kota Tangerang, secara umum dapat dikatakan baik, apabila
ditambah dengan usaha untuk lebih memantapkan sampai ke tingkat desa.
Masih terdapat beberapa orang napi / tapol yang memerlukan
pembinaan dan pengawasan secara terus-menerus. Dengan
derasnya informasi dan pesatnya perkembangan Iptek dalam era globalisasi
telah mempengaruhi sikap dan pandangan hidup masyarakat, terutama
terhadap tata nilai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. (Kodim
0506/Tangerang)
4.1.3.2 Bidang Politik
Kehidupan politik Kota Tangerang dapat dipelihara dengan baik
berkat adanya peningkatan kesadaran politik dengan Pemerintahan cukup
baik. Supra struktur politik telah berjalan dengan baik, hubungan peserta
Pemilu dan Parpol dengan Pemerintahan cukup baik. Dengan banyaknya
Partai yang bermunculan sejak dalam pelaksanaan Pemilu bebrapa waktu
yang lalu situasi tetap dapat terkendali dengan tertib.
Kebijaksanaan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat dapat
berjalan sesuai dengan program. Hal ini dikarenakan mekanisme kehidupan
di lembaga Legislatif daerah telah berjalan dengan baik, semua pendapat
dan aspirasi masyarakat sebagain besar bisa disalurkan melalui Wakil-wakil
rakyat dan melalui penyampaian aspirasi langsung. Dengan demikian
kehidupan politik relatif stabil sesuai dengan tingkatan pemahaman
masyarakat, dan pelaksanaan pembangunan daerah mendapat dukungan
sepenuhnya dari parpol maupun lembaga legislatif daerah. Kondisi Politik di
Wilayah Tangerang hingga saat ini masih kondusif pasca Pemilukada. Para
partai politik yang akan mengikuti Pemilu 2018 saat ini sudah mulai
mempersiapkan diri. (Kodim 0506/Tangerang)
4.1.3.3 Bidang Ekonomi
Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa dan
memiliki lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan
57
internasional yang memiliki pabrik di kota ini. Kondisi perekonomian daerah
Kota Tangerang tahun 2009-2013 berdasarkan indikator perekonomian
daerah berupa: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan
perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), dan tingkat inflasi dapat
diuraikan di bawah ini.
Penghitungan PDRB didasarkan pada dua harga, yaitu harga
dasar/konstan (constant price) dan harga berlaku (current price). PDRB atas
dasar harga konstan (Hk) adalah jumlah dari barang dan jasa, pendapatan
atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga pasar yang tetap (tahun
dasar, yaitu tahun 2000). Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku (Hb)
adalah jumlah nilai barang dan jasa, pendapatan atau pengeluaran yang
dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun bersangkutan. Nilai PDRB ini
merepresentasikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah atas barang dan
jasa yang diproduksi dalam satu tahun. Besar kecilnya PDRB suatu daerah
sangat tergantung pada potensi sumber ekonomi yang dimiliki daerah
tersebut. Dalam kurun waktu tahun 2009-2013, PDRB atas dasar harga
konstan Kota Tangerang mengalami peningkatan dari 27.562,54 milyar
rupiah (2009) menjadi 35.754,78 milyar rupiah (2013). Artinya, dalam kurun
waktu tersebut terdapat kenaikan nilai PDRB atas dasar harga konstan Kota
Tangerang sebesar 8.192,24 milyar rupiah. Sedangkan nilai PDRB atas
dasar harga berlaku Kota Tangerang, dalam kurun waktu yang sama,
mengalami kenaikan sebesar 25.979,95 milyar rupiah, yaitu dari 49.332,26
milyar rupiah (2009) menjadi 75.312,21 milyar rupiah (2013). Pendapatan
perkapita dihitung dengan membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun. Angka pendapatan perkapita ini memperlihatkan
rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk dan dapat
merepresentasikan tingkat kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan data di
atas, dalam kurun waktu tahun 2009-2013, angka pendapatan perkapita Kota
Tangerang atas dasar harga konstan mengalami kenaikan sebesar 1,36 juta
rupiah, yaitu dari 16,68 juta rupiah per tahun (2009) menjadi 18,04 juta rupiah
58
per tahun (2013). Sedangkan angka pendapatan perkapita Kota Tangerang
atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar 8,14 juta rupiah, yaitu
dari 29, 85 juta rupiah per tahun (2009) menjadi 38,00 juta rupiah per tahun
(2013). Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tangerang dalam kurun
waktu tahun 2009- 2013 relatif stabil seiring dengan LPE Provinsi Banten dan
LPE Nasional, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2-2 Grafik Laju
Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2009-2013. Berdasarkan data dalam gambar
tersebut, juga terlihat bahwa LPE Kota Tangerang saat ini (2013) sebesar
6,02% lebih tinggi dari LPE Provinsi Banten (5,86%) dan LPE Nasional
(5,72%). Gambar 2-2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2009-2013
Sumber: Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD)
Kota Tangerang 2013. Selama Januari-Desember 2013 telah terjadi inflasi
di Kota Tangerang sebesar 10,02%, berada di atas laju inflasi Provinsi
Banten (9,65%) dan Nasional (8,38%). Sedangkan perkembangan inflasi
Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009- 2012 menunjukkan angka
yang cukup terkendali dan masih berada pada koridor sasaran inflasi Provinsi
Banten dan Nasional untuk setiap tahunnya.
Krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu yang melanda Indonesia
tidak mempengaruhi kondisi di Kota Tangerang. Secara umum ekonomi
berjalan stabil dan dapat memenuhi kebutuhan dan daya beli masyarakat.
Kemampuan daerah bidang ekonomi, sarana dan prasarana pendukung juga
cukup merata walaupun masih diperlukan pembinaan dan penataan di tingkat
kelurahan dan kecamatan agar lebih mandiri. Pembangunan daerah secara
umum cukup pesat. Akan tetapi masih belum sepenuhnya menjawab tuntutan
kebutuhan masyarakat banyak. Hal tersebut khususnya dalam menciptakan
lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan perkapita guna mencapai
sasaran sebagaimana yang diharapkan. Keadaan itu disebabkan belum
dapat diwujudkan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan lapangan
kerja. Pada bidang pengadaan dan penyaluran bahan kebutuhan pokok
masyarakat berjalan lancar untuk di Kota Tangerang. Hal ini ditopang oleh
59
kondisi ekonomi yang baik. Mengingat wilayah ini banyak terdapat sektor
usaha yang cukup kuat seperti industri dan bisnis perumahan. (Kodim
0506/Tangerang)
Posisi Kota Tangerang secara geografis telah menjadikan
pertumbuhan ekonominya pesat. Pada satu sisi wilayah Kota Tangerang
menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta.
Di sisi lain Kota Tangerang dapat menjadi daerah kolektor pengembangan
wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam
yang produktif. Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang dipercepat pula
dengan keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang sebagian
arealnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tangerang. Gerbang
perhubungan udara Indonesia tersebut telah membuka peluang bagi
pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara luas di Kota
Tangerang.
4.1.3.4 Bidang Sosial Budaya
Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2012 jumlah penduduk
miskin di Kota Tangerang mencapai 107.000 jiwa (5,5% dari jumlah
penduduk total), dengan Garis Kemiskinan (GK) sebesar Rp 375.341,00
perkapita perbulan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 tersebut
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 114.300 jiwa
dengan GK sebesar Rp 337.543,00 perkapita perbulan (2011) dan 124.300
jiwa dengan GK sebesar Rp 303.551,00 perkapita perbulan (2010).
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap data PPLS (Pendataan Program
Perlindungan Sosial) 2011, jumlah rumah tangga miskin di Kota Tangerang
pada tahun 2013 mencapai 64.360 KK. Jumlah rumah tangga miskin terbesar
berada di wilayah Kecamatan Tangerang, yaitu sebanyak 7.148 KK.
Sedangkan jumlah rumah tangga miskin terkecil berada di Kecamatan
Ciledug, yaitu sebanyak 2.494 KK.
60
Tangerang memiliki jumlah komunitas Tionghoa yang cukup
signifikan, banyak dari mereka adalah campuran Cina Benteng. Mereka
didatangkan sebagai buruh oleh kolonial Belanda pada abad ke 18 dan 19,
dan kebanyakan dari mereka tetap berprofesi sebagai buruh dan petani.
Budaya mereka berbeda dengan komunitas Tionghoa lainnya di Tangerang:
ketika hampir tidak satupun dari mereka yang berbicara dengan aksen
Mandarin, mereka adalah pemeluk Taoisme yang kuat dan tetap menjaga
tempat-tempat ibadah dan pusat-pusat komunitas mereka. Secara etnis,
mereka tercampur, namun menyebut diri mereka sebagai Tionghoa. Banyak
makam Tionghoa yang berlokasi di Tangerang, kebanyakan sekarang telah
dikembangkan menjadi kawasan sub-urban seperti Lippo Village.
Di bidang Keagamaan sikap toleransi antara umat beragama baik,
meskipun masih terdapat adanya fanatisme agama yang sempit namun tidak
menimbulkan bentrokan antara umat beragama. Pengaruh orang -orang
tua/pini sepuh dan tokoh masyarakat dalam sosial budaya dikaitkan dengan
adat istiadat yang berlaku masih cukup dominan. Upaya pembinaan
kerukunan umat beragama di wilayah Kota Tangerang dilakukan setiap ada
kesempatan pertemuan antara tokoh-tokoh umat beragama atau pada hari
tertentu seperti Jum’atan di Masjid dan kebaktian di gereja. Data pemeluk
agama sebagai berikut:
Tabel 5: Pemeluk Agama
Sumber BPS Kota Tangerang (2016)
NO AGAMA JUMLAH
1 Islam 1.567.461
2 Kristen 103.233
3 Katolik 48.041
4 Hindu 2.982
5 Budha 72.920
6 Konghucu 497
7 Lainnya 302
Jumlah 1.795.436
61
Kawasan pecinan Tangerang berlokasi di Pasar Lama, Benteng
Makassar, Kapling dan Karawaci (bukan Lippo Village), dan Poris. Orang-
orang dapat menemukan makanan dan barang-barang berkhas China. Lippo
Village adalah lokasi permukiman baru. Kebanyakan penduduknya adalah
pendatang, bukan asli Cina Benteng. Dalam beberapa tahun terakhir,
perluasan urban Jakarta meliputi Tangerang, dan akibatnya banyak
penduduknya yang berkomuter ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya.
Banyak kota-kota kelas menengah dan kelas atas sedang dan telah
dikembangkan di Tangerang, lengkap dengan pusat perbelanjaan, sekolah
swasta dan mini market. Pemerintah bekerja dalam mengembangkan system
jalan tol untuk mengakomodasikan arus lalu lintas yang semakin banyak ke
dan dari Tangerang. Tangerang dahulu adalah bagian dari Provinsi Jawa
Barat yang sejak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi bagian Provinsi
Banten.
4.1.3.5 Bidang Kamtibmas
Pada Bidang Pertahanan untuk kesadaran masyarakat tentang hak
dan kewajiban bela negara cukup baik. Kondisi keamanan diseluruh daerah
Kota Tangerang mantap berkat kesadaran masyarakat dan adanya upaya
Kodim Kota Tangerang, Polres dan Pemkot Tangerang untuk mengupayakan
peningkatan bela negara.
Kota Tangerang belum bebas dari gangguan kriminalitas
sebagaimana data yang diperoleh dari Polres Metro angering Kota. Tingkat
kriminalitas dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Akhir-akhir ini sering
terjadi gangguan Kamtibmas (pencurian, perampokan baik Ranmor maupun
ternak dll) dan tidak jarang selalu diikuti dengan tindak kekerasan oleh pelaku
tindak Kriminalitas terhadap para korbannya untuk itu perlu ada pola
penanganan secara bersama oleh aparat terkait.
62
4.2 Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2014:402). Dengan demikian, maka pada bab ini peneliti akan
menyajikan data yang telah dianalisa dan dijabarkan ke dalam unit-unit untuk
kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang relevan sehingga memudahkan
penliti untuk menyajikan data.
4.2.1 Aspek Konteks (Perencanaan).
Sesuai dengan teori evaluasi CIPP yang digunakan peneliti sebagai
pisau analisis, maka dalam tahapan Evaluasi Konteks ini bertujuan untuk
menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done?).
Dengan demikian dalam tahapan ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-
kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu program.
Dalam hal merumuskan “konsep tujuan” dan “konsep sasaran” agar
warga negara memiliki kesadaran bela negara dalam rangka
penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang, Pemangku
Kepentingan Terkait sudah menyampaikan /menjelaskannya kepada
anggota Komponen Bangsa serta sudah mendapatkan masukan/saran dari
anggota Komponen Bangsa di wilayah Tangerang, pada umumnya
responden menyatakan sebagai berikut:
Menurut Ditjen Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan sebagaimana
hasil kuesioner mengatakan bahwa kegiatan “menjelaskan” dan
“menerima” masukan tentang “konsep tujuan” dan “konsep sasaran” sudah
dilakukan dan sudah diterima sebelum diselenggarakannya kegiatan
63
kesadaran bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase 11% dari
kemungkinan 11% untuk evaluasi konteks. Dengan demikian, tidak ada
jawaban yang mengatakan “belum” atau “tidak tahu” tentang perumusan
konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan bela negara dilaksanakan.
Menurut Kodim 0506 Tangerang sebagaimana hasil kuesioner
mengatakan bahwa kegiatan “menjelaskan” dan “menerima” masukan
tentang “konsep tujuan” dan “konsep sasaran” sudah dilakukan dan sudah
diterima sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 11% dari kemungkinan 11% untuk
evaluasi konteks. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang mengatakan
“belum” atau “tidak tahu” tentang perumusan konsep tujuan dan sasaran
sebelum kegiatan bela negara dilaksanakan.
Selanjutnya, hasil jawaban kuesioner dari Instansi Pemerintah (Kota,
Kecamatan dan Kelurahan) menyatakan bahwa bahwa kegiatan
“menjelaskan” dan “menerima” masukan tentang “konsep tujuan” dan
“konsep sasaran” sudah dilakukan dan sudah diterima sebelum
diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan
dengan prosentase 9,92% dari kemungkinan 11% untuk evaluasi konteks.
Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 0.70 % dan tidak terdapat jawaban “tidak tahu” tentang
perumusan konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan bela negara
dilaksanakan.
Kemudian, hasil jawaban kuesioner dari Guru menyatakan bahwa
bahwa kegiatan “menjelaskan” dan “menerima” masukan tentang “konsep
tujuan” dan “konsep sasaran” sudah dilakukan dan sudah diterima
sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang
ditunjukkan dengan prosentase 2,81% dari kemungkinan 11% untuk
evaluasi konteks. Terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 3,52 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 4,22 %
64
tentang perumusan konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan bela
negara dilaksanakan.
Hasil jawaban kuesioner dari Mahasiswa dan Pelajar menyatakan
bahwa bahwa kegiatan “menjelaskan” dan “menerima” masukan tentang
“konsep tujuan” dan “konsep sasaran” sudah dilakukan dan sudah diterima
sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang
ditunjukkan dengan prosentase 6,26% dari kemungkinan 11% untuk
evaluasi konteks. Terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 0,59 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 3,58 %
tentang perumusan konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan bela
negara dilaksanakan.
Dalam hal yang sama, hasil jawaban kuesioner dari Tokoh Masyarakat
Sipil (Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat) menyatakan
bahwa bahwa kegiatan “menjelaskan” dan “menerima” masukan tentang
“konsep tujuan” dan “konsep sasaran” sudah dilakukan dan sudah diterima
sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang
ditunjukkan dengan prosentase 4,94% dari kemungkinan 11% untuk
evaluasi konteks. Terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 4,16 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 1,30 %
tentang perumusan konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan bela
negara dilaksanakan.
Terakhir, hasil jawaban kuesioner dari Ormas dan Warga Masyarakat
menyatakan bahwa bahwa kegiatan “menjelaskan” dan “menerima”
masukan tentang “konsep tujuan” dan “konsep sasaran” sudah dilakukan
dan sudah diterima sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela
negara yang ditunjukkan dengan prosentase 5,97% dari kemungkinan 11%
untuk evaluasi konteks. Terdapat jawaban yang mengatakan “belum”
dengan prosentase 0.39 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase
65
2,39 % tentang perumusan konsep tujuan dan sasaran sebelum kegiatan
bela negara dilaksanakan.
4.2.2 Aspek Masukan. (Persiapan)
Evaluasi Masukan ini untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa
yang harus dilakukan? (What should be done?) Evaluasi ini mengidentifikasi
rencana-rencana kegiatan, menyusun organisasi, alokasi sumber-sumber
daya, menjadwal kegiatan, menilai rencana-rencana aktivitas, dan
penganggaran.
Dalam hal rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan
sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan agar warga negara
memiliki kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela
negara di wilayah kota Tangerang, Pemangku Kepentingan Terkait (Ditjen
Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan dan unsur-unsur lainnya) selaku
penanggung jawab mempersiapkan sesuai kebutuhan, pada umumnya
responden menyatakan sebagai berikut:
Menurut Ditjen Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan sebagaimana
hasil kuesioner mengatakan bahwa sudah melakukan persiapan dengan
baik tentang: rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan sebelum diselenggarakannya
kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase 30%
dari kemungkinan 30% untuk evaluasi input. Dengan demikian, tidak ada
jawaban yang mengatakan “belum” atau “tidak tahu” tentang informasi
persiapan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
66
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Menurut Kodim 0506 Tangerang sebagaimana hasil kuesioner
mengatakan bahwa sudah melakukan persiapan dengan baik tentang:
rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber
daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran
bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase 30% dari kemungkinan
30% untuk evaluasi input. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang
mengatakan “belum” atau “tidak tahu” tentang informas i persiapan rencana
kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia
pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan;
dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan
Selanjutnya, hasil kuesioner Instansi Pemerintah (Kota, Kecamatan
dan Kelurahan) hasil kuesioner mengatakan bahwa kegiatan persiapan
tentang: rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah dilakukan sebelum
diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan
dengan prosentase 17,02 % dari kemungkinan 30% untuk evaluasi input.
Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 7,09 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 0,70 %
tentang informasi persiapan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
67
Hasil kuesioner dari Guru mengatakan bahwa kegiatan persiapan
tentang: rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah dilakukan sebelum
diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan
dengan prosentase 2,81 % dari kemungkinan 30% untuk evaluasi input.
Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 1,40 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 11,97 %
tentang informasi persiapan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Hasil kuesioner dari Mahasiswa dan Pelajar mengatakan bahwa
kegiatan persiapan tentang: jadwal kegiatan; pengorganisasian
kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan;
dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan
anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah
dilakukan sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 11,34 % dari kemungkinan 30%
untuk evaluasi input. Namun demikian, terdapat jawaban yang
mengatakan “belum” dengan prosentase 2,38 % dan jawaban “tidak tahu”
dengan prosentase 8,65 % tentang informasi persiapan kegiatan;
pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan
kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan
anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Hasil kuesioner dari Tokoh Masyarakat Sipil (Tokoh Agama, Tokoh
Adat dan Tokoh Masyarakat) mengatakan bahwa kegiatan persiapan
tentang: rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
68
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah dilakukan sebelum
diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan
dengan prosentase 5,46 % dari kemungkinan 30% untuk evaluasi input.
Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan
prosentase 11,19 % dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 3,12 %
tentang informasi mengenai rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Hasil kuesioner dari Ormas dan Warga Masyarakat mengatakan
bahwa kegiatan persiapan tentang: rencana kegiatan; pengorganisasian
kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan;
dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan
anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah
dilakukan sebelum diselenggarakannya kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 18,72% dari kemungkinan 30% untuk
evaluasi input. Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan
“belum” dengan prosentase 1,19 % dan jawaban “tidak tahu” dengan
prosentase 2,39 % tentang informasi mengenai rencana kegiatan;
pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan
kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan
anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
4.2.3 Aspek Proses (Pelaksanaan)
Evaluasi Proses ini berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan:
Apakah program sedang dilaksanakan? (Is it being done?) Evaluasi ini
berupaya mengakses pelaksanaan maupun hambatan dari kegiatan yang
sudah direncanakan dengan segala aspek dukungannya.
69
Proses pelaksanaan kegiatan sudah dilaksanakan oleh Pemangku
Kepentingan Terkait (Ditjen Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan dan
unsur-unsur lainnya) selaku penanggung jawab berdasarkan: rencana
kegiatan; struktur organisasi; dukungan sumber daya manusia;
dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran; pengendalian
kegiatan serta hambatan yang dialami agar warga negara memiliki
kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela negara dalam
baik di tingkat Kota, Kecamatan maupun Kelurahan di wilayah Tangerang,
pada umumnya responden menyatakan sebagai berikutmaka para responden
pada umumnya menyatakan sebagai berikut:
Menurut Ditjen Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan sebagaimana
hasil kuesioner mengatakan bahwa sudah melaksanakan kegiatan
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran
bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase 32% dari kemungkinan
32% untuk evaluasi proses. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang
mengatakan “belum” atau “tidak tahu” tentang informasi pelaksanaan
kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Namun demikian terdapat hambatan yang dialami dalam aspek
dukungan sumber daya manusia, anggaran dan dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan dengan prosentasi cukup signifikan yaitu
9,70% dari 32 %.
Menurut Kodim 0506/Tangerang sebagaimana hasil kuesioner
mengatakan bahwa sudah melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana
70
kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya
manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 32% dari kemungkinan 32% untuk
evaluasi proses. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang mengatakan
“belum” atau “tidak tahu” tentang informasi pelaksanaan kegiatan
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Namun demikian terdapat hambatan yang dialami dalam aspek
dukungan sumber daya manusia, anggaran dan dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan dengan prosentasi cukup signifikan yaitu
10,70% dari 32 %.
Selanjutnya, hasil kuesioner Instansi Pemerintah (Kota, Kecamatan
dan Kelurahan) mengatakan bahwa sudah melaksanakan kegiatan
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran
bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase 17,73% dari
kemungkinan 32% untuk evaluasi proses. Namun demikian, terdapat
jawaban yang mengatakan “belum” dengan prosentase 7,09 % dan
jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 0,70 % tentang proses
pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian
kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan;
dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan. Selanjutnya, terdapat
71
hambatan yang dialami dalam aspek dukungan sumber daya manusia,
anggaran dan dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan dengan
prosentasi cukup signifikan yaitu 7,09% dari 32 %.
Kemudian, hasil kuesioner Guru mengatakan bahwa sudah
melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana kegiatan;
pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia
pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 8,45% dari kemungkinan 32% untuk
evaluasi proses. Tidak terdapat jawaban yang mengatakan “belum”
dengan prosentase 0 %. Namun demikian, terdapat jawaban “tidak tahu”
dengan prosentase 4,22 % tentang proses pelaksanaan kegiatan
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Selanjutnya, hasil kuesioner Mahasiswa dan Pelajar mengatakan
bahwa sudah melaksanakan proses kegiatan berdasarkan rencana
kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya
manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 13,43% dari kemungkinan 32% untuk
evaluasi proses. Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan
“belum” dengan prosentase 5,07 % dan jawaban “tidak tahu” dengan
prosentase 6,56 % tentang proses pelaksanaan kegiatan berdasarkan
rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya
manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
72
kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian
kegiatan.
Hasil kuesioner Tokoh Masyarakat Sipil (Tokoh Agama, Tokoh Adat
dan Tokoh Masyarakat) mengatakan bahwa sudah melaksanakan proses
kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan
sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan dalam rangka
kegiatan kesadaran bela negara yang ditunjukkan dengan prosentase
11,45% dari kemungkinan 32% untuk evaluasi proses. Namun demikian,
terdapat jawaban yang mengatakan “belum” dengan prosentase 4,68 %
dan jawaban “tidak tahu” dengan prosentase 4,68 % tentang proses
pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian
kegiatan; dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan;
dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Hasil kuesioner Ormas dan Warga Masyarakat Sipil mengatakan
bahwa sudah melaksanakan proses kegiatan berdasarkan rencana
kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya
manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan dalam rangka kegiatan kesadaran bela negara
yang ditunjukkan dengan prosentase 11,95% dari kemungkinan 32% untuk
evaluasi proses. Namun demikian, terdapat jawaban yang mengatakan
“belum” dengan prosentase 6,77 % dan jawaban “tidak tahu” dengan
prosentase 5,17 % tentang proses pelaksanaan kegiatan berdasarkan
rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya
manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
73
kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian
kegiatan.
Terdapat hambatan yang dialami dalam aspek dukungan sumber
daya manusia, anggaran dan dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
kegiatan dengan prosentasi cukup signifikan yaitu 6,70% dari 32 %.
4.2.4 Aspek Produk (Hasil)
Evaluasi Produk ini diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan:
Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses
keluaran dan manfaat kegiatan baik yang direncanakan atau tidak
direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka Panjang.
Manfaat selama pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Pemangku
Kepentingan Terkait (Ditjen Pothan cq. Dit.Bela Negara Kemhan dan
unsur-unsur lainnya) selaku penanggung jawab penyelenggaraan bela
negara berdasarkan: rencana kegiatan; struktur organisasi; dukungan
sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan
anggaran; pengendalian kegiatan telah menghasilkan agar warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela
negara baik di tingkat Kota, Kecamatan maupun Kelurahan di wilayah
Tangerang yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
4.2.4.2 Sudah meningkatkan kecintaan terhadap tanah air yang
tercermin dalam sikap dan perbuatan antara lain: mencintai produk dalam
negeri; mecintai lingkungan hidup; mampu melaksanakan hidup bersih;
4.2.4.3 Sudah meningkatkan Kesadaran berbangsa dan bernegara
yang tercermin dalam sikap dan perbuatan antara lain: menghormati sesama
warga masyarakat; bersikap “satu” dengan warga masyarakat lainnya yang
berlainan etnik/suku; mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi dan golongan;
74
4.2.4.4 Sudah meningkatkan keyakinan akan Pancasila sebagai
ideologi negara, tercermin dalam sikap dan perbuatan antara lain:
menjalankan kewajiban agama dan kepercayaan secara baik dan benar;
mempunyai kesadaran membantu sesama warga dalam masyarakat;
4.2.4.5 Sudah meningkatkan kemampuan awal bela negara khususnya
di kalangan Tokoh Masyarakat/Tokoh Adat/Tokoh Agama, tercermin dalam
sikap dan perbuatan antara lain: dapat memberikan contoh dan keteladanan
yang baik dalam kehidupan sehari-hari; selalu menaati peraturan dan tata
tertib; berani menegur anggota masyarakat yang salah dan mendidiknya ke
arah yang lebih baik; meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta
persaudaraan antar warga masyarakat; mampu menciptakan lingkungan
masyarakat yang tertib, bersih dan aman; menghargai sang saka merah putih
dan lambang negara Indonesia, serta simbol-simbol negara lainnya;
memberikan contoh kepada masyarakat tentang perlakuan terhadap lambang
dan simbol-simbol negara; selalu menjaga persatuan dan kesatuan; selalu
menjaga kebersihan dan ketertiban umum; dan saling membantu sesama
warga.
Terkait dengan hasil pelaksanaan penyelenggaraan bela negara
tersebut di atas, pada umumnya responden menyatakan:
Menurut Ditjen Pothan cq. Dit. Bela Negara Kemhan sebagaimana
hasil kuesioner mengatakan bahwa manfaat yang dihasilkan setelah
melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana kegiatan;
pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia
pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan sudah menghasilkan kesadaran bela negara
warga negara di wilayah kota tengerang yang ditunjukkan dengan
prosentase 30% dari kemungkinan 30% untuk evaluasi produk. Dengan
75
demikian, tidak ada jawaban yang mengatakan “belum bermanfaat” atau
“tidak tahu manfaat” atas hasil pelaksanaan kegiatan bela negara
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Menurut Kodim 0506/Tangerang sebagaimana hasil kuesioner
mengatakan bahwa manfaat yang dihasilkan setelah melaksanakan
kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan
sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah menghasilkan
kesadaran bela negara warga negara di wilayah kota tengerang yang
ditunjukkan dengan prosentase 30% dari kemungkinan 30% untuk evaluasi
produk. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang mengatakan “belum
bermanfaat” atau “tidak tahu manfaat” atas hasil pelaksanaan kegiatan
bela negara berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan.
Menurut Instansi Pemerintah (Kota, Kecamatan dan Kelurahan)
sebagaimana hasil kuesioner mengatakan bahwa manfaat yang dihasilkan
setelah melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana kegiatan;
pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia
pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan
kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan sudah menghasilkan kesadaran bela negara
warga negara di wilayah kota tengerang yang ditunjukkan dengan
prosentase 21,27 % dari kemungkinan 30% untuk evaluasi produk.
76
Dengan demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum bermanfaat”
dengan prosentase 15,60 % dan jawaban “tidak tahu manfaat” dengan
prosentase 1,41 % atas hasil pelaksanaan kegiatan bela negara
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Menurut Guru sebagaimana hasil kuesioner mengatakan bahwa
manfaat yang dihasilkan setelah melaksanakan kegiatan berdasarkan
rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber
daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan sudah menghasilkan kesadaran bela negara
warga negara di wilayah kota tengerang yang ditunjukkan dengan
prosentase 13,38 % dari kemungkinan 30% untuk evaluasi produk.
Dengan demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum bermanfaat”
dengan prosentase 19,71 % dan jawaban “tidak tahu manfaat” dengan
prosentase 5,63 % atas hasil pelaksanaan kegiatan bela negara
berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan
sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan.
Menurut Mahasiswa dan Pelajar sebagaimana hasil kuesioner
mengatakan bahwa manfaat yang dihasilkan setelah melaksanakan
kegiatan berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan
sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran
pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan sudah menghasilkan
kesadaran bela negara warga negara di wilayah kota tengerang yang
77
ditunjukkan dengan prosentase 27,76% dari kemungkinan 30% untuk
evaluasi produk. Dengan demikian, terdapat jawaban yang mengatakan
“belum bermanfaat” dengan prosentase 9,25 % dan jawaban “tidak tahu
manfaat” dengan prosentase 2,38 % atas hasil pelaksanaan kegiatan bela
negara berdasarkan rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan;
dukungan sumber daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-
prasarana pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan
kegiatan; dan pengendalian kegiatan
Menurut Tokoh Masyarakat Sipil (Tokoh Agama, Tokoh Adat dan
Tokoh Masyarakat) sebagaimana hasil kuesioner mengatakan bahwa
manfaat yang dihasilkan setelah melaksanakan kegiatan berdasarkan
rencana kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber
daya manusia pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana
pelaksanaan kegiatan; dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan
pengendalian kegiatan sudah menghasilkan kesadaran bela negara
warga negara di wilayah kota tengerang yang ditunjukkan dengan
prosentase 27,46% dari kemungkinan 30% untuk evaluasi produk. Dengan
demikian, terdapat jawaban yang mengatakan “belum bermanfaat” dengan
prosentase 6,25 % dan jawaban “tidak tahu manfaat” dengan prosentase
2,86 % atas hasil pelaksanaan kegiatan bela negara berdasarkan rencana
kegiatan; pengorganisasian kegiatan; dukungan sumber daya manusia
pelaksanaan kegiatan; dukungan sarana-prasarana pelaksanaan kegiatan;
dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan; dan pengendalian kegiatan
4.3 Pembahasan
4.3.1 Aspek Konteks (Perencanaan).
Dalam hal merumuskan “konsep tujuan” dan “konsep sasaran”
agar warga negara memiliki kesadaran bela negara dalam rangka
penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang, dimana
78
Pemangku Kepentingan Terkait sudah menyampaikan /menjelaskannya
kepada anggota Komponen Bangsa serta sudah mendapatkan
masukan/saran dari anggota Komponen Bangsa di wilayah Tangerang,
terlihat jawaban responden bahwa Ditjen Pothan,Kodim 0506/Tangerang dan
Instansi Pemerintahlah yang mendukung sepenuhnya pernyataan tersebut di
atas. Sedangkan yang setengah mendukung pernyataan tersebut di atas
berasal dari Mahasiswa dan Pelajar, Ormas dan Warga Masyarakat.
Sebaliknya yang kurang mendukung pernyataan tersebut di atas berasal dari
pihak Guru dan Tokoh Masyarakat. Walaupun tidak terlalu signifikan kecuali
pendapat dari Tokoh Masyarakat ternyata pendapat responden yang
mengatakan “belum” dan “tidak tahu” tidak bisa diabaikan artinya masih
terdapat komponen masyarakat yang belum atau tidak tahu tentang adanya
kegiatan perumusan tujuan dan sasaran bela negara di wilayah Tangerang.
Hasil kuesioner di atas juga diperkuat dari hasil pendalaman Peneliti melalui
wawancara dengan para responden serta observasi dilapangan.
Dengan demikian, dalam hal perumusan tujuan dan perumusan konsep
warga negara memiliki kesadaran bela negara dalam rangka
penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang maka belum
seluruhnya komponen masyarakat mendapat baik penjelasan maupun
menerima masukan dari Pemangku Kepentingan Terkait penyelenggara bela
negara.
4.3.2 Aspek Masukan. (Persiapan)
Dalam hal Pemangku Kepentingan Terkait (Ditjen Pothan cq. Dit.
Bela Negara Kemhan dan unsur-unsur lainnya) selaku penanggung jawab
mempersiapkan kegiatan; pengorganisasian; dukungan sumber daya
manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran
pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan agar warga negara memiliki
kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela negara di
wilayah kota Tangerang, terlihat jawaban responden bahwa hanya Ditjen
79
Pothan dan Kodim 0506/Tangerang yang mendukung sepenuhnya
pernyataan tersebut di atas. Sedangkan yang setengah mendukung
pernyataan tersebut di atas berasal dari Instansi Pemerintah dan Ormas
serta Warga Masyarakat. Sebaliknya yang kurang mendukung pernyataan
tersebut di atas berasal dari pihak Guru yang paling ekstrem kemudian dari
Tokoh Masyarakat dan Mahasiswa/Pelajar. Selain pendapat dari Tokoh
Masyarakat yang signifikan ternyata pendapat responden yang mengatakan
“belum” dan “tidak tahu” tidak bisa diabaikan artinya masih terdapat
komponen masyarakat yang belum atau tidak tahu tentang adanya kegiatan
persiapan kegiatan; pengorganisasian; dukungan sumber daya
manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran
pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan agar warga negara memiliki
kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela negara di
wilayah kota Tangerang. Hasil kuesioner di atas juga diperkuat dari hasil
pendalaman Peneliti melalui wawancara dengan para responden serta
observasi dilapangan.
Dengan demikian, dalam hal persiapan kegiatan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan
sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan
pengendalian kegiatan agar warga negara memiliki kesadaran bela negara
dalam rangka penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang
maka belum seluruhnya komponen masyarakat mengetahui hal tersebut.
4.3.3 Aspek Proses (Pelaksanaan)
Dalam hal Pemangku Kepentingan Terkait (Ditjen Pothan cq. Dit.
Bela Negara Kemhan dan unsur-unsur lainnya) selaku penanggung jawab
telah melaksanakan sepenuhnya kegiatan sesuai rencana persiapan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan
sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan
pengendalian kegiatan agar warga negara memiliki kesadaran bela negara
80
dalam rangka penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang,
terlihat jawaban responden bahwa hanya Ditjen Pothan dan Kodim
0506/Tangerang yang mendukung sepenuhnya pernyataan tersebut di atas.
Sedangkan yang setengah mendukung pernyataan tersebut di atas berasal
dari Instansi Pemerintah. Sebaliknya yang kurang mendukung pernyataan
tersebut di atas berasal dari pihak Guru yang paling ekstreem lalu diikuti oleh
Tokoh Masyarakat, Ormas serta Mahasiswa/Pelajar. Selain hal tersebut di
atas, kecuali pendapat Guru terdapat pendapat responden yang signifikan
mengatakan bahwa “belum” sepenuhnya dilaksanakan atau “tidak tahu”
sudah dilaksanakan sepenuhnya kegiatan berdasarkan perencanaan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan
sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan
pengendalian kegiatan agar warga negara memiliki kesadaran bela negara
dalam rangka penyelenggaraan bela negara di wilayah kota Tangerang.
Hasil kuesioner di atas juga diperkuat dari hasil pendalaman Peneliti
melalui wawancara dengan para responden serta observasi dilapangan.
Adanya hambatan dalam aspek dukungan sumber daya manusia, anggaran
dan dukungan sarana-prasarana dinilai memiliki relevansi dengan
pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.
Dengan demikian, dalam hal pelaksaaan kegiatan dengan
sepenuhnya berdasarkan perencanaan; pengorganisasian; dukungan
sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan
anggaran pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan agar warga negara
memiliki kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela
negara di wilayah kota Tangerang maka ternyata belum seluruhnya
komponen masyarakat berpendapat pelaksanaannya berjalan dengan
sepenuhnya serta adanya hambatan dalam aspek dukungan sumber daya
manusia, anggaran dan sarana-prasarana ikut mempengaruhi kondisi
tersebu di atas.
81
4.3.4 Aspek Produk (Hasil)
Dalam hal pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Pemangku
Kepentingan Terkait (Ditjen Pothan cq. Dit.Bela Negara Kemhan dan
unsur-unsur lainnya) selaku penanggung jawab penyelenggaraan bela
negara berdasarkan: rencana kegiatan; struktur organisasi; dukungan
sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran;
pengendalian kegiatan telah menghasilkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara dalam rangka penyelenggaraan bela negara baik di
tingkat Kota, Kecamatan maupun Kelurahan di wilayah Tangerang sesuai
dengan indikator-indikator keberhasilan. Adapun komponen bangsa yang
mendukung pernyataan tersebut dengan sepenuhnya berasal dari pendapat
Ditjen Pothan, Kodim 0506/Tangerang, Tokoh Masyarakat, Ormas dan
Warga Masyarakat serta Mahasiswa/Pelajar. Sedangkan yang setengah
mendukung pernyataan tersebut di atas berasal dari Instansi Pemerintah.
Sebaliknya yang kurang mendukung pernyataan tersebut di atas berasal dari
pihak Guru. Selain hal tersebut di atas, terdapat pendapat responden yang
signifikan mengatakan bahwa “belum” sepenuhnya penyelenggaraan bela
negara menghasilakan warga negara yang memiliki sadar bela negara yaitu
dari pendapat Guru dan Instansi Pemerintah. Dalam hal yang sama juga
terdapat pendapat responden yang “tidak tahu” bahwa penyelenggaraan bela
negara sudah menghasilkan warga negara yang sadar bela negara meskipun
sudah dilaksanakan sepenuhnya kegiatan berdasarkan rencana kegiatan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan sarana-
prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan
di wilayah kota Tangerang. Hasil kuesioner di atas juga diperkuat dari hasil
pendalaman Peneliti melalui wawancara dengan para responden serta
observasi dilapangan.
Dengan demikian, dalam hal pelaksaaan kegiatan penyelenggaraan
bela negara maka belum seluruhnya komponen masyarakat menyatakan
manfaat atau hasil pelaksanaan kegiatan untuk menjadikan warga negara
82
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang. Adanya
hambatan dalam aspek dukungan sumber daya manusia, anggaran dan
sarana-prasarana ikut mempengaruhi kondisi tersebu di atas.
83
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap evaluasi implementasi
mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara di wilayah
kota Tanggerang dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
5.1.1 Aspek Konteks.
Dalam rangka perencanaan untuk mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang melalui
“perumusan tujuan” dan “perumusan konsep”, belum sepenuhnya komponen
masyarakat mendapat baik penjelasan dari Pemangku Kepentingan Terkait
Penyelenggara Bela Negara serta belum sepenuhnya Pemangku
Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara menerima masukan dari
komponen masyarakat kecuali Instansi Pemerintah (Kota, Kecamatan dan
Kelurahan).
Oleh sebab itu, komponen masyarakat lainnya perlu mendapatkan
penjelasan yang lebih baik dan lebih luas dari Pemangku Kepentingan
Terkait Penyelenggara Bela Negara serta perlu lebih banyak dan lebih luas
Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara mendapatkan
masukan dari Komponen Masyarakat menyangkut hal-hal “perumusan
tujuan” dan “perumusan konsep” untuk mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
5.1.2 Aspek Input.
Dalam rangka persiapan untuk mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang melalui kegiatan
perencanaan; pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia;
dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan
pengendalian kegiatan belum seluruhnya komponen masyarakat
mengetahui hal tersebut kecuali Instansi Pemerintah. Oleh sebab itu,
84
komponen masyarakat lainnya perlu mengetahui dengan lebih baik dan lebih
luas dari Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara
menyangkut hal-hal kegiatan perencanaan; pengorganisasian; dukungan
sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran
pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan untuk mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
5.1.3 Aspek Proses.
Dalam hal pelaksanaan untuk mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang berdasarkan
perencanaan; pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia;
dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan
pengendalian kegiatan ternyata belum seluruhnya komponen masyarakat
berpendapat bahwa pelaksanaannya berjalan dengan sepenuhnya. Adanya
hambatan dalam aspek dukungan sumber daya manusia, anggaran dan
sarana-prasarana ikut mempengaruhi kondisi tersebu di atas.
Oleh sebab itu, perlu pelaksanaan kegiatan yang lebih baik
menyangkut hal-hal kegiatan perencanaan; pengorganisasian; dukungan
sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran
pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan untuk mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
5.1.4 Aspek Produk.
Dalam hal setelah pelaksanaan kegiatan berdasarkan perencanaan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan sarana-
prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan
ternyata sebagain besar komponen masyarakat berpendapat bahwa
pelaksanaan kegiatan telah mewujudkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang meskipun dalam aspek
perencanaan, aspek persiapan dan aspek pelaksanaan tidak sepenuhnya
berjalan baik.
85
Oleh sebab itu, perlu pelaksanaan kegiatan sudah baik perlu
dilanjutkan serta pelaksanaan kegiatan yang belum baik perlu
disempurnakan menyangkut hal-hal kegiatan khususnya dukungan sumber
daya manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran
pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan untuk mewujudkan warga negara
yang memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
5.2 Saran
Untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela
negara yang lebih baik di wilayah kota Tanggerang disarankan hal-hal
sebagai berikut:
5.2.1 Aspek Perencanaan.
Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara di
wilayah Tangerang di satu sisi perlu memberikan penjelasan yang lebih baik
dan lebih luas kepada Komponen Masyarakat serta di sisi lain Pemangku
Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara perlu lebih banyak dan
lebih luas mendapatkan masukan dari Komponen Masyarakat terkait dengan
perencanaan kegiatan menyangkut hal-hal “perumusan tujuan” dan
“perumusan konsep”.
5.2.2 Aspek Persiapan.
Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara di
wilayah Tangerang perlu menjelaskan lebih baik dan lebih luas kepada
Komponen Masyarakat menyangkut hal-hal kegiatan perencanaan;
pengorganisasian; dukungan sumber daya manusia; dukungan sarana-
prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan; dan pengendalian kegiatan
untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran bela negara di
wilayah kota Tangerang.
5.2.3 Aspek Proses.
Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara di
wilayah Tangerang perlu melaksanakan kegiatan yang lebih baik menyangkut
hal-hal kegiatan perencanaan; pengorganisasian; dukungan sumber daya
86
manusia; dukungan sarana-prasarana; dukungan anggaran pelaksanaan;
dan pengendalian kegiatan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki
kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
5.2.4 Aspek Produk.
Pemangku Kepentingan Terkait Penyelenggara Bela Negara di
wilayah Tangerang perlu melanjutkan pelaksanaan kegiatan yang sudah baik
serta menyempurnakan pelaksanaan kegiatan yang belum baik menyangkut
hal-hal dukungan sumber daya manusia; dukungan sarana-prasarana;
dukungan anggaran pelaksanaan untuk mewujudkan warga negara yang
memiliki kesadaran bela negara di wilayah kota Tangerang.
87
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A’sad Said, (2010). Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Arikunto,Suharsimi (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta; PT Rineka Cipta.
Anwar, Syaiful (2016), Melindungi Negara, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Burhan (2001). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya; Airlangga University
Press.
Badan Pusat Statistik (2014). Tabel Perkelahian Masal. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik Tangerang (2016).
Creswell, John (2014). Research design. Jakarta; Pustaka Pelajar
David, James C.Mc dan Hawthorn, Laura R.L. Key Concepts And Issues In Program Evaluation And Performance Measurement. Chapter 1, London: Sage Publications,Inc, 2005.
Davidson, E.Jane. Evaluation Methodology Basics: The Nuts and Bolts of Sound Evaluation. Thousand Oaks: Sage Publications,Inc. 2005.
French and Raven (1959). Social psychologist: The Bases of Social Power. New York; Journal Institute for Social Research D. Cartwright Edition pp. 150-167.
Hays. Peter L; Vallanc, Brenda; Van Tasse, Alan (dalam Supriyatno, 2014).
American Defence Policy. Baltimore: The Johns Hpkins University
Press.
Hinkin, T. R., & Schriesheim, C. A. (1989). Development and application of new scales to measure the French and Raven (1959) bases of social power. Journal of Applied Psychology, 74(4), 561-567.
Kemenristekdikti RI (2015). Pendidikan Warga Negara Di Perguruan Tinggi Jakarta: Kemenristekdikti RI.
Kemhan RI. (2015). Buku Putih Kebijakan Pertahanan Indonesia (BPPI). Jakarta; Kementerian Pertahanan RI.
Kodim 0506 / Tangerang (2017). Data Teritorial Bidang Wanwil Kodim
0506/Tangerang Semester I, Periode Januari s.d Juni 2017.
Tangerang: Kodim 0506/Tangerang.
88
Marsono, (2015). Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta; In Media
Mertens, Donna M. Research and Evaluation in Education and Psychology:
Integrating Diversity with Quantitative,qualitative and Mixed Methods.
Second Edition, Thousand Oaks: Sage Publications,Inc, 2005.
Owen, John M. Evaluation Fundamentals in Program Evaluation: Forms and
Approaches, Third Edition. Crown Nest-NSW: Allen&Unwin, 2006.
Pressman, Jeffrey& Widavsky, Aaron (1073). Implementation: How Great
Expectations in Washington are Dashed in Oakland. Los Angeles:
University of California Press.Ltd.
Purwanto dan Sulistyastuti. (2005). Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan, Jakarta: Bumi Aksara
Setiawan, Tato (2015). Bahan Ajar Pendidikan Pancasila. Cimahi: Fakultas
Ekonomi, Unjani
Siahaan, Timbul (2014). Tataran Dasar Bela Negara. Jakarta: Ditpothan
Kemhan RI.
Song, Nick Letch. “Research on IT/IS Evaluation: A 25 Year Review
Xingchen”. Electronic Journal Information Sistem Evaluation. Volume
15 Issue 3, 2012.
Sobirin, Achmad (2015). Organisasi dan Perilaku Organisasi. Jakarta;
Pustaka Universitas Terbuka
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung; Alfabeta CV.
Stufflebeam, Daniel L dan Shinkfield, Anthony J. Evaluation Theory, Models
& Applications. San Franscisco: Jossey Bass, 2007.
----------,Daniel L dan Anthony J. Shinkfield,“Sistematic Evaluation: A Self-
Instruction Guide to Theory and Practice. Norwell : Kluwer Academic
Publisher Group, 1986
---------, Daniel L. dan Shinkfield, Anthony J. Sistematic Evaluation: A Self-
Instruction Guide to Theory and Practice, Chapter.2, An Analysis of
Alternative Approaches to Evaluation. Norwell : Kluwer Academic
Publisher Group, 1986.
Tunas (2010). Memahami Dan Memecahkan Masalah Dengan Pendekatan
Sistem. Jakarta: PT Nimas Ultima
89
Vendung, Evert. Evaluation: A Semantic Magnet in Public Policy and
Program Evaluation ,Chapter 1. New Jersey: Transaction Publishers
Rutgers, 1997.
Weick, Karl E. (1979) The Social Psychology of Organizing ed. ke-2 McGraw
Hill.
Weiss, C.H. Evaluation, 2nd edition. Upper Saddle River: Prentice-Hall,
1998.
Winarno (2012). Mengungkap Kembali Tafsir Pancasila: Dibalik Pencabutan
Ketetapan MPR tentang P4. Jurnal Forum Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang Vol 39 No. 2, Desember 2012.
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi.
Jakarta,PT.Rajagrafindo Persada, 2011.
Dokumen
Undang-Undang RI No.2. Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Bandung: Fokusmedia, 2004.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor: KEP/ 1255/ M/
XII/ 20125 tentang Kebijakan Pertahanan Negara Tahun 2016.
Jakarta: Kemenhan RI
Sumber Elektronik.
Humas Kemensetneg (2016). Bertemu Pimpinan Ormas Islam, Presiden
Jokowi: Kita Bisa Tetap Bersatu Dalam Kebhinnekaan. Diunduh dari
http://www.setneg.go.id pada tanggal 18 Januari 2017.
Zainal Ittihad Amin, (2007). Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
(Sishankamrata) diakses melalui https://www.slideshare.net/pjj
kemenkes/sistem-pertahanan-keamanan-rakyat-semesta.