BAB 1 (revisi 11)

5
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang telah mengubah gaya hidup masyarakat menjadi cenderung kurang melakukan aktivitas fisik atau disebut sedentary life style. sekarang yang cenderung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan aktivitas fisik adalah hal yang patut diwaspadai karena kebisaan ini dapat berdampak pada kesehatan (Uliyandari, 2009). Perubahan tingkat kesejahteraan dan gaya hidup di Indonesia, menyebabkan pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi. Hal ini ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (Depkes RI, 2008). Penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di negara negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara- negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian penyakit tidak menular pada orang orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan penyakit tidak

description

karya tulis ilmiah

Transcript of BAB 1 (revisi 11)

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang telah

    mengubah gaya hidup masyarakat menjadi cenderung kurang melakukan aktivitas

    fisik atau disebut sedentary life style. sekarang yang cenderung untuk sedenter

    atau tidak banyak melakukan aktivitas fisik adalah hal yang patut diwaspadai

    karena kebisaan ini dapat berdampak pada kesehatan (Uliyandari, 2009).

    Perubahan tingkat kesejahteraan dan gaya hidup di Indonesia,

    menyebabkan pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi. Hal

    ini ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh

    penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (Depkes RI, 2008).

    Penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian secara global.

    Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada

    tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh

    penyakit tidak menular. Di negara negara dengan tingkat ekonomi rendah dan

    menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang

    dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara-

    negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian penyakit

    tidak menular pada orang orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit

    kardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%),

    sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan penyakit tidak

  • menular yang lain bersama sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4%

    kematian disebabkan diabetes (Depkes RI, 2012).

    Penyakit pernafasan merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi

    dewasa ini dan menyebabkan penurunan fungsi sistem respirasi (Fadilah, 2011).

    Penyakit pernafasan kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis

    (PPOK) merupakan jenis penyakit yang mengganggu fungsi sistem respirasi

    terutama dengan menimbulkan obstruksi pada saluran nafas. Asma terjadi pada

    semua usia sedangkan PPOK terjadi pada usia lebih dari 25 tahun dan

    prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan usia (Kemenkes RI, 2013).

    Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) merupakan salah satu indikator dalam

    menilai fungsi sistem respirasi. PEFR adalah aliran udara maksimal yang dapat

    dihasilkan selama manuver ekspirasi paksa dari kapasitas total paru. PEFR dapat

    menggambarkan ada tidaknya keterbatasan aliran udara oleh adanya obstruksi

    pada saluran pernafasan (Al Ashkar et al, 2003). PEFR mempunyai beberapa

    keunggulan sebagai indikator yang cukup baik dan pengukurannya mudah serta

    cepat.

    Dalam perkembangan ilmu kedokteran, usaha-usaha di bidang kesehatan

    telah mengalami perkembangan, yang tidak hanya terbatas pada usaha kuratif

    saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Olahraga telah

    mendapat tempat dalam dunia kesehatan sebagai salah satu bentuk aktifitas fisik

    dalam usaha pencegahan penyakit. Olahraga terbukti dapat meningkatkan derajat

    kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani seseorang (Uliyandari, 2009).

  • Yoga merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan sebagai

    terapi pikiran dan tubuh (Dhebar, 2013). Yoga mempunyai enam cabang yang

    berbeda; Raja Yoga, Karma Yoga, Bhakti Yoga, Jnana Yoga, Tantra Yoga dan

    Hatha Yoga. Hatha yoga merupakan salah satu jenis yoga yang berorientasi pada

    hal-hal yang bersifat fisik yang meliputi, posisi tubuh fisik, teknik-teknik

    pernafasan, relaksasi mendalam, dan meditasi (Worby, 2007).

    Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dikatakan bahwa latihan yoga

    dapat meningkatkan fungsi kardiorespirasi, termoregulasi, fleksibilitas tubuh, dan

    fungsi psikologi seperti status mental, peningkatan fungsi memori dan kreasi

    (Harinath et al, 2004). Khusus pada sistem respirasi, yoga dapat meningkatkan

    ekspansi dinding dada dan meningkatkan volume paru (Chanavirut, 2006).

    Menurut Kadu dan Deshpande (2013) latihan yoga dapat meningkatkan komplain

    paru di atas nilai basalnya. Stimulasi reseptor peregangan paru akibat inflasi paru-

    paru secara otomatis akan melemaskan otot polos laring dan traceobhronchial

    sehingga memodulasi perubahan kaliber saluran napas dan mengurangi resistensi

    saluran napas.

    Perubahan pada saluran nafas setelah latihan yoga mungkin akan

    mengurangi derajat obstruksi saluran nafas terutama pada penderita asma dan

    PPOK, namun karena keterbatasan dalam mencari sampel penderita asma dan

    PPOK maka peneliti menggunakan mahasiswa sebagai pembandingnya.

    Berdasarkan dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti manfaat dari latihan

    Hatha Yoga terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada Mahasiswa

    Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

  • 1.2. Rumusan Masalah

    Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah apakah terdapat

    pengaruh latihan Hatha Yoga terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada

    mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Mengetahui pengaruh latihan Hatha Yoga terhadap Peak Expiratory Flow

    Rate (PEFR) pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Mengetahui perbedaan antara nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)

    pada awal dan akhir penelitian, baik pada kelompok yang diberikan

    latihan Hatha Yoga (kelompok perlakuan) maupun kelompok yang

    tidak diberikan latihan Hatha Yoga (kelompok kontrol)

    2. Mengetahui perbandingan nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)

    pada kelompok yang diberikan latihan Hatha Yoga (kelompok

    perlakuan) dengan kelompok yang tidak diberikan latihan Hatha Yoga

    (kelompok kontrol)

    1.4. Manfaat penelitian

    1.4.1 Bagi penulis

    Penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam ilmu yang telah didapatkan

    selama perkuliahan serta dapat menambah pengetahuan terkait penelitian.

  • 1.4.2 Bagi Institusi

    Sebagai bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya, terutama

    penelitian tentang fungsi fisiologis sistem respirasi.

    1.4.3 Bagi Masyarakat

    1. Memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang pentingnya

    olahraga atau latihan fisik untuk menjaga kesehatan, khususnya

    meningkatkan kesehatan sistem respirasi terutama pada penderita asma

    dan PPOK

    2. Memberikan alternatif baru pada masyarakat untuk memilih latihan

    Hatha Yoga sebagai latihan untuk meningkatkan kesehatan sistem

    respirasi

    3. Memberikan informasi untuk pencegahan terhadap penyakit-penyakit

    akibat kurangnya aktifitas fisik terutama yang berhubungan dengan

    sistem respirasi

    1.5. Hipotesis

    1.5.1 Hipotesis Nol

    Terjadi perubahan nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) antara

    sebelum dan sesudah latihan Hatha Yoga

    1.5.2 Hipotesis Alternatif

    Tidak ada perubahan nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) antara

    sebelum dan sesudah latihan Hatha Yoga