Bab 1 Real Robi Plus Ayi

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin didalam darah. 1 Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis, sehingga memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mengendalikan kadar gula darah dalam keadaan normal dan stabil serta mencegah terjadinya komplikasi. 2 Epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi Diabetes Mellitus tipe II di berbagai 1

description

rtfsdfds

Transcript of Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Page 1: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh

tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai

kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap

insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap

insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin didalam darah.1

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis, sehingga

memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mengendalikan kadar

gula darah dalam keadaan normal dan stabil serta mencegah terjadinya

komplikasi.2 Epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan

angka insidens dan prevalensi Diabetes Mellitus tipe II di berbagai penjuru

dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes

yang cukup besar untuk tahun-tahun merndatang. Untuk Indonesia, WHO

memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.3

Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang

dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi Diabetes

Mellitus tipe II antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di

Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan meningkatan

prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian diJakarta (daerah

1

Page 2: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun

1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban

Jakarta.3

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan

penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta

jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah

rural sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang

diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.

Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada

tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun

dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka

diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1

juta di daerah rural.3

Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat

berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/ subspesialis bahkan

oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan

memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan

biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun

pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM,

khususnya dalam upaya pencegahan (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia, 2006).3

Prevalensi DM Tipe 2 pada penduduk cukup tinggi. Penelitian yang

dilakukan di Kayu Putih Jakarta Timur (daerah urban) didapatkan hasil

2

Page 3: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

39,1% terjadi pada responden laki-laki dan 52,3% terjadi pada wanita

(Waspadji, Sarwono, 1996). Berdasarkan National Health and Nutritional

Examination Survey II (NHANES) pada tahun 1976- 1981 ditemukan 26%

penduduk dewasa atau sekitar 340 juta penduduk menderita obesitas dan

menjadi sepertiga jumlah penduduk pada data NHANES III. Tetapi penelitian

terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok menunjukkan angka

14,7% dan di Makasar 2005 mencapai 12,5%. Suatu jumlah mengerikan yang

akan menjadi beban bagi petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat pada

umumnya (R.M. Tjekyan, S., 2007).3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik untuk

mengetahui apakah ada hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat

hipoglikemik oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi di RS Natar

Medika Lampung Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

a) Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik

oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi di RS Natar Medika

Lampung Tahun 2015.

b) Tujuan Khusus

3

Page 4: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Untuk mengetahui prevalensi kejadian DM tipe 2 di RS Natar Medika

Lampung Tahun 2015.

1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman penggunaan obat Hipoglikemik

Oral (OHO) di RS Natar Medika Lampung.

2. Untuk mengetahui tingkat kadar gula darah premeal pagi pada pasien

di RS Natar Medika Lampung.

3. Untuk mengetahui hubungan pemahaman Obat Hipoglikemik oral

(OHO) dan Kadar Gula Darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2 di

RS Natar Medika Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

a) Bagi Peneliti

Mengetahui hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik

oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2

dan dapat menambah wawasan penulis serta dapat menerapkan

pengetahuan penulis yang telah didapat.

b) Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman tentang hubungan penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO)

dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2.

4

Page 5: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

c) Bagi petugas kesehatan instansi terkait

Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai hubungan pemahaman

penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan kadar gula darah

premeal pagi pada pasien DM tipe 2, yang diharapkan dapat meningkatkan

peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang

pencegahan dan penatalaksanaan penyakit DM tipe 2.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini menunjukan jenis desain analitik yang dilakukan terhadap

pasien rawat jalan di RS Natar Medika pada bulan November 2014, untuk

mengetahui tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO)

dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2.

5

Page 6: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus Tipe 2

2.1.1 Pengertian

DM tipe 2 merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut

maupun kronik. Dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan

mortalitas dapat diturunkan. Dalam pengelolaan DM tipe 2,

diperlukan juga usaha mengkoreksi faktor-faktor risiko penyakit

kardiovaskuler yang sering menyertai DM tipe 2, seperti hipertensi,

dyslipidemia, resistensi insulin dan lain-lain. Walaupun demikian

pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi fokus utama.2

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

1)  Diabetes Mellitus Tipe-1

Merupakan diabetes mellitus yang tergantung pada insulin ( insulin-

dependent diabetes mellitus/DDM ) adalah gangguan autoimun dimana

terjadi penghancuran sel-sel pankreas penghasil insulin.

2)  Diabetes Mellitus Tipe-2

Merupakan diabetes non insulin ( non-insulin-dependent diabetes

mellitus / NIDDM). Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau

lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain:

a) Defisiensi insulin relatif: insulin yang disekresi oleh sel-β pankreas

untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).

6

Page 7: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

b) Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).

3) Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain : antagonisme

hormonal insulin, penghancuran pankreas, obat-obatan dan infeksi.

4) Diabetes Gestasional

Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki homeostasis

glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan berkembang menjadi

defisiensi insulin relatif selama paruh kedua, sehingga terjadi hiperglikemia.5

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin

yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai

pola familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam

sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat

resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula

mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian

terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus

membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya

jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel.

Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin

dengan sistem transport glukosa.6

Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup

lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi

insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami

obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka

7

Page 8: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang

pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari

obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan

dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa.6

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi

dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada

fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat

menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin

dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih

banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana

pada orang normal.7

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1

tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa

oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara

berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan

menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan

fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di

mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian

menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan

kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar

insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa

melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi

lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya

menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka

efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya

glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin

meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang

dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat

(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa

8

Page 9: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik

glukosa (glucose toxicity).7

Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap

dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi

resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat

terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal,

sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi

gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan

faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya.

Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di

perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.

Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak,

juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan

resistensi insulin.7

2.1.7 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah

yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai:

a. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok  dengan salah satu

faktor risiko untuk DM, yaitu:

1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27

(kg/m2)}Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)

3) Riwayat keluarga DM

4) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram

5) Riwayat dm pada kehamilan

6) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

7) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau  GDPT (glukosa

darah puasa terganggu).9

2.1.6 Gambaran Klinis

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:

9

Page 10: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

1. Keluhan Klasik :

a) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif

singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa

dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan

bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,

sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan

otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus.9

b) Poliuri

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan

menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah

banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu

malam hari.

c) Polidipsi

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan

yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah

tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban

kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum

banyak.

d) Polifagia

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi

glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita

zzselalu merasa lapar.9

Keluhan lain:

a) Gangguan saraf tepi / Kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki

di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan

Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan

penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya

berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

10

Page 11: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

b) Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan

atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering

pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka

ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu

atau tertusuk peniti.

c) Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering

tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait

dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan

masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan

seseorang.

d) Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang

sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala

yang dirasakan.9

2. Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan,berat badan,dan lingkar pinggang.

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam

posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,

serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit

pembuluh darah arteri tepi.9

a) Pemeriksaan funduskopi

b) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

c) Pemeriksaan jantung

d) Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

e) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

f) Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempatpenyuntikan

insulin)dan pemeriksaan neurologis

Tandatanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain

11

Page 12: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

b) A1C

c) Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan

trigliserida)

d) Kreatinin serum

e) Albuminuria

f) Keton, sedimen, dan protein dalam urin

g) Elektrokardiogram

h) Foto sinarx dada.9

Kadar glukosa darah sewaktu

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena       < 110 110 – 199 ≥200

Darah Kapiler    <   90 90  - 199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena      < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler     

                      <   90 90  - 109 ≥110

Sumber :Perkeni, 2006

Tabel 2.1Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring

dan diagnosis DM (mg/dl)

2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2

Adapun Faktor resikonya yaitu:

a) Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)

b) Riwayat penyakit DM di keluarga

c) Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam

12

Page 13: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

terapi hipertensi)

d) Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke (kardiovaskular)

e) Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan/atau Trigliserida > 250mg /dL

atau sedang dalam pengobatan dislipidemia

f) Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah

didiagnosis DM Gestasional

g) Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)

h) Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa tergangu) / TGT

(Toleransi Glukosa Terganggu)

i) Aktifitas jasmani yang kurang.1

2.1.8Pengobatan

Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan

pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan

menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu

dibantu dengan diet dan bergerak badan.

Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi

medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama

latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan

obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa

individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel

beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.4

2.1.9Intervensi Farmakologis

Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi

menjadi 5 golongan:

13

Page 14: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

1) Pemicu Sekresi Insulin

a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama menguatkan setiap sekresi

insulin pancreas residual. Klorpropamid memiliki lama kerja yang

panjang sehingga lebih mungkin menyebabkan hipoglikemia. Obat ini

juga bias menyebabkan wajah memerah setelah minum alcohol.

Glibenklamid biasanya diberikan dalam dosis tunggal sebelum

sarapan

b) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam

benzoat) dan Nateglinid (de- rivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat

melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.11

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

a) Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Pro- liferator

Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot

dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung

kelas IIV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga

pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.11

b) Golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek

sampingnya.

3) Penghambat gluconeogenesis

a) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

14

Page 15: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.

Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien

dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-

vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat

memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut

dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus

diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal

penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping

obat tersebut.11

4) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek

samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens.

5) DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel

mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan

sekaligus seba gai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, se

cara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase4 (DPP4),

menjadi metabolit GLP1(9,36)amide yang tidak aktif.Sekresi GLP1

menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP1 bentuk aktif merupa kan hal rasional dalam

pengobatan DM tipe 2. Pening- katan konsentrasi GLP1 dapat dicapai

dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4

(penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya

(analog incretin=GLP1 agonis).

15

Page 16: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam kon sentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merang sang penglepasan insulin

serta menghambat penglepasan glukagon.11

1. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis

optimal

b) Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

c) Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

d) Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

e) Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

f) Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

g) DPPIV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum

makan.

2. Insulin diperlukan pada keadaan:

a) Penurunan berat badan yang cepat

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c) Ketoasidosis diabetik

d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

g) Stresberat(infeksisistemik,operasibesar,IMA,stroke)

h) Kehamilan dengan DM/d

Jenis dan lama kerja insulinBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat

jenis, yakni:

a) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

b) Insulin kerja pendek (short acting insulin)

16

Page 17: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

c) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

d) Insulin kerja panjang (long acting insulin)

e) Insulin campuran tetap kerja pendek dan menengah(premixed insulin)11

Efek samping terapi insulin

a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang

dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.11

2.2 Penelitian Terkait

penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Isfandiari yang menemukan

bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar gula

darah4.Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Kassi-

Kassi Kota Makassar pada bulan Mei-Agustus 2014. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian kuantitatif survei analitik dengan desain studi cross-

sectional. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

Pengolahan dan penyajian data menggunakan program SPSS version 16 for

Windows. Analisis data menggunakan uji Fisher. Penyajian data dilakukan dalam

bentuk tabel silang antara variabel independen dan variabel dependen disertai

narasi.4

17

Page 18: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Kerangka Teori

Sumber

jenis kelamin

usia berat badan aktivitas

fisik pola makan stres

Resistensi insulin dan

disfungsi sel beta

DM Tipe 2

Diet

Olahraga

Terapi

Edukasi

Kadar Gula Darah Premeal Pagi

GDP Terkontrol

GDP Tidak Terkontrol

Terapi dengan Penggunaan

OHO

Pemicu Sekresi Penghambat Gluconeogenesis

Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) danDPP-IV

inhibitor

Peningkat Sensitivitas terhadap

Insulin

18

Page 19: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Gambar 2.3 Kerangka Teori

2.4Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penetilian yang akan

dilakukan. Pada penelitian ini peneliti ingin mengukurhubungan antara variabel

independen dan variabel dependen yang terlihat pada gambar berikut:

DM Tipe 2

Kadar Gula Darah Premeal

Pagi

Pemahaman penggunaan OHO

19

Page 20: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari peneliti yang

kebenarannya masih harus diteliti (Arikunto,2002). Berdasarkan kerangka

konsep diatas penulis mengajukan hipotesis yaitu :

Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman penggunaan OHO dan kadar

gula darah premeal pagi dengan kejadian DM tipe 2di RS Natar Medika

Lampung Tahun 2015.

Ha : Ada hubungan antara pemahaman penggunaan OHO dan kadar gula

darah premeal pagi dengan kejadian DM tipe 2di RS Natar Medika Lampung

Tahun 2015.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian observasional jenis

studi analitik dimana penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan

tentang faktor-faktor resiko dan penyebab penyakit dan untuk melihat

hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya perlakuan atau intervensi.Data

tentang DM tipe 2 diambil dari catatan medik pasien di RS Natar Medika

Lampung periode November2014.

20

Page 21: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukanbulan Juni tahun 2015 di Rumah SakitNatar Medika

Lampung.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penetilian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

menggunakan rancangan Cross sectional yaitu suatu rancangan penelitian

observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen

dengan variabel dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat

(serentak).13

3.4 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek-objek yang

mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Pada penelitian ini

yang menjadi populasi adalah semua pasien laki-laki dan perempuan yang masuk

di Rumah Sakit Natar Medika yang terdiagnosisDM tipe 2 pada bulan November

2014 diambil pada berkas rekam medik sebanyak 63 orang.

3.5Sample

Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2006).

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan adalah teknik

simple random sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sample.12Cara perhitungan sample

untuk penelitian, menggunakan rumus slovin(Notoatmodjo, 2003) sebagai

berikut :

n = N

1 + N(d)2

Ket :

n = Besar Sample

N = Populasi

d = Tingkat toleransi kesalahan = 5% = 0,05

n = 63

21

Page 22: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

1 + 63(0,05)2

n = 63

1 63.(0,0025)

n = 63

1 0,1575

n = 63 = 54

1,1575

dari rumus di atas didapatkan sample sejumlah 54orang sample yang

diambil menggunakanteknik simple random sampling.cara pengambilan sample

memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Adapun kriteria-kriteria dimaksud adalah

sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Terdiagnosis DM Tipe 2 berdasarkan catatan rekam medis di

Rumah Sakit Natar Medika Lampung 2014.

Bersedia menjadi Responden.

b. Kriteria Eklusi

Pasien DM Tipe 1.

Pasien DM Gestasional.

Pasien DM Tipe 2 Dengan Komplikasi Berat.

3.6 Variabel Penelitian

a. Variabel Dependen

Variabel dependen atau terikat pada penelitian ini adalah kejadian DM tipe 2 dan

Kadar gula darah premeal pagi.

b. Variabel Independen

Variabel independen atau bebas pada penelitian ini adalah Obat Hipoglikemik

Oral ( OHO ).

22

Page 23: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

3.7 Definisi Operasional

Untuk lebih memahami dan menyamakan pengertian maka pada penelitian ini

perlu disusun beberapa definisi operasional sebagai berikut :

Variabel Definisi

Operasional

Cara ukur Alat Ukur Kategori/Hasil

Ukur

Skala

Ukur

23

Page 24: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

Dependen

Kadar gula

puasa

Independen

Pemahaman

Penggunaan

OHO

Jumlah

kandungan

glukosa

dalam plasma

darah puasa

Kemampuan

responden

untuk

Menjawab

kuesioner

tentang

pemahaman

penggunaan

OHO

Pengukuran

Laboratoris

Wawancara

GlukoMet

er Digital

(Accu-

Check)

Kuesioner

1. Normal

(80-109

mg/dl)

2. Tidak

Normal

(126

mg/dl)

(PERKENI 2006)

Jika menjawab

“tidak” mendapat

skor 0, jika

menjawab

“kadang-

kadang”mendapat

skor 1, jika

menjawab “ya”

mendapat skor 2

dengan jumlah 9

pertanyaan.

Dengan Kriteria :

1. Sangat

Paham

(skor 13-

18)

2. Paham

(skor7-12)

Ordinal

Ordinal

24

Page 25: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

3. Kurang

Paham

(skor 0-6)

Table 3.1 Definisi operasional

3.8 Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yaitu

wawancara langsung menggunakan kuesioner dan data sekunder yaitu

melihat laporan hasil pemeriksaan kadar gula darah premeal pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 di laboratorium rawat jalan RS Natar Medika Lampung.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan :

a) Editing

Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan editing untuk mengecek

kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data sehingga

validitas data dapat terjamin.

b) Coding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan termasuk pemberian

skor yang dilakukan setelah semua data terkumpul dan teridentifikasi

menjadi suatu pengkodean.

c) Entry Data

Memasukkan data ke dalam program komputer untuk proses analisis data

sehingga mampu memberikan suatu gambaran angka dari hasil penelitian.

d) Cleaning

Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan cleaning data

(pembersihan data) yang berarti sebelum data dilakukan pengolahan, data

dicek terlebuh dahulu agar tidak terdapat data yang tidak perlu.

3.10 Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisa secara :

25

Page 26: Bab 1 Real Robi Plus Ayi

a) Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

dependen dan variabel independen. Data yang terkumpul dalam penelitian

ini akan diolah menggunakan komputer.

b) Analisis Bivariat

Dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square untuk mengetahui

hubungan yang signifikan antara masing masing variabel bebas dengan

variabel terikat. Uji rumus Chi-square sebagai berikut :

X2= Ʃ ¿¿

Keterangan:

Ʃ : Jumlah

X2 : nilai Chi-square

Qi : frekuensi pengamatan untuk tiap-tiap kategori

Ei : frekuensi yang diharapkan untuk tiap-tiap kategori

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat kemaknaan hubungan antar

dua variabel, yaitu :

a) Jika p value < 0,05 maka bermakna ada hubungan yang berarti antara

variabel independen dengan variabel dependen atau hipotesa ditolak (Ho).

b) Jika p value >0,05 maka bermakna tidak ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel atau hipotesa diterima (Ha).

26