Pemetaan Pohon Plus

48
PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Transcript of Pemetaan Pohon Plus

Page 1: Pemetaan Pohon Plus

PEMETAAN POHON PLUS

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Oleh

MENDUT NURNINGSIH

E01400022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 2: Pemetaan Pohon Plus

Mendut Nurningsih. E01400022. Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dengan Teknologi Sistem Informasi Geografis. Dibawah bimbingan Dra. Hj. Sri Rahaju, MS.

RINGKASAN Hutan merupakan sumberdaya alam yang fungsi dan manfaatnya selalu dibutuhkanoleh manusia, baik sekarang maupun masa yang akan datang dalam rangka menunjang hidup dan kehidupannya. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No.188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli 2005 Kawasan Hutan Gunung Walat yang berada di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat ditetapkan dan ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Salah satu sumberdaya Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang perlu dikelola dan dijaga keberadaannya yaitu pohon plus. Ketersediaan data atau informasi tentang pohon plus di HPGW masih kurang, sehingga perlu didukung dengan sistem informasi penyajian data yang akurat yaitu salah satunya dengan teknologi Sistem Informasi Geografis yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai lokasi penyebaran dan informasi lain tentang pohon plus di HPGW.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui lokasi penyebaran pohon plus di HPGW melalui pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Penelitian ini dilakukan bulan November 2005 sampai bulan Februari 2006. pengambilan data lapangan dilakukan di Areal HPGW Blok Pinus, Blok Damar dan Blok Puspa. Pengolahan datanya dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Untuk peta dasar yang digunakan yaitu peta digital Tata Batas HPGW, peta digital Sebaran Vegetasi, selain itu diguanakn juga data laporan PUPH Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakulatas Kehutanan IPB tahun 2002,2004 dan 2005.

Berdasarkan pemanfaatan SIG,jumlah total pohon plus yang didapatkan yaitu 24 pohon, terdiri dari 14 pohon dari jenis Pinus,6 pohon jenis Damar,4 pohon jenis Puspa. Berdasarkan data laporan dan keterangan dari petugas lapangan,jumlah pohon plus yang ditemukan dilapangan tidak sesuai dengan jumlah total pohon plus yang sebenarnya dimiliki HPGW. Ketidaksesuaian data ini disebabkan oleh beberapa hal antaralain sumberdata yang tersedia belum cukup akurat, petunjuk fisik pohon plus dilapangan sudah banyak yang hilang. Keberadaan pohon plus ini berkaitan langsung dengan kegiatan pemuliaan pohon dalam pembangunan hutan dan sangat diperlukan dalam menentukan jenis tanaman yang sesuai, provenansi terbaik dari jenis tanaman yang sesuai dan individu terbaik dalam provenansi terbaik sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan.

Dengan memanfaatkan teknologi SIG dalam penelitian ini,maka ketersediaan data tentang pohon plus baik mengenai lokasi penyebarannya atau informasi lainnya akan dapat diakses dengan mudah, cepat dan akurat.

Page 3: Pemetaan Pohon Plus

PEMETAAN POHON PLUS

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MENDUT NURNINGSIH

E01400022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 4: Pemetaan Pohon Plus

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan Gunung

Walat Dengan Teknologi Sistem Informasi

Geografis

Nama Mahasiswa : Mendut Nurningsih

Nomor Pokok : E01400022

Fakultas/Departemen : Kehutanan/Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Sri Rahaju, MSi.

NIP. 131 915 303

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.

NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus : 04 September 2006

Page 5: Pemetaan Pohon Plus

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rakhmat dan

Hidayh-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul PEMETAAN POHON PLUS DI

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor berdasarkan penelitian yang dilakukan Penulis di Sukabumi,

Jawa Barat. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memetakan lokasi penyebaran

pohon plus di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan memanfaatkan

teknologi Sistem Informasi Geografis. Manfaat yang diharapkan dari penyusunan

skripsi ini adalah dapat memberikan data dan informasi yang cukup akurat

mengenai pohon plus di HPGW.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi dapat berguna dan bermanfaat

bagi yang memerlukan.

Bogor, September 2006

Penulis

Page 6: Pemetaan Pohon Plus

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 6

Agustus 1982 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari

pasangan (Alm) Slamet Baris dan Sri Suparjini.

Pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan dasar di SD

Negeri Rejosari, Bojong, Pekalongan dan kemudian melanjutkan

studi ke SMP Negeri 1 Bojong, Pekalongan dan menyelesaikannya pada tahun

1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Kajen,

Pekalongan. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen

Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian

Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Kemudian penulis memilih

Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan khususnya Bidang Penginderaan

Jauh dan Sistem Informasi Geografis pada tahun 2002.

Pengalaman yang dimiliki penulis adalah menjadi asisten mata kuliah Ilmu

Tanah Hutan tahun 2001-2002 dan Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun ajaran

2004-2005. Selain aktif dalam kegiatan akademik penulis juga aktif dalam

organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama Fakultas Kehutanan (DPM-TPB) periode 2000-2001, anggota

Snake Hunter Club Fakultas Kehutanan Tahun 2003 dan Pengurus Inti Forest

Management Student Club (FMSC) periode 2001-2004.

Pengalaman praktek yang pernah diikuti penulis yaitu kegiatan Praktek

Umum Pengenalan Hutan (PUPH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan

Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, serta telah mengikuti Praktek

Umum Pengelolaan Hutan (PUK) di KPH Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada tahun

2004 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Finnantara

Intiga, Propinsi Kalimantan Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian

dengan judul Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dengan

Teknologi Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dra. Hj. Sri Rahaju,

Msi.

Page 7: Pemetaan Pohon Plus

DAFTAR ISI

RINGKASAN............................................................................................... i

LEMBAR PENEGASAN.......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii

KATA PENGANTAR................................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP....................................................................................... v

DAFTAR ISI.................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pohon Plus.......................................................................................... 4 B. Pinus sp............................................................................................... 6 C. Agathis sp............................................................................................ 6 D. Schima wallichii.................................................................................. 7 E. GPS dalam Bidang Kehutanan............................ ............................... 8 F. Sistem Informasi Geografis................................................................. 8

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 16 B. Bahan dan Alat.................................................................................... 16 C. Metode Penelitian................................................................................ 16

1. Pengumpulan dan Pengukuran Data Lapangan .............................. 16 2. Pemrosesan/Pengolahan Data…….................................................. 18 3. Pemetaan Hasil................................................................................. 20

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah................................................................................................. 23 B. Letak dan Posisi Geografis.................................................................. 24 C. Kondisi Vegetasi................................................................................. 24

Page 8: Pemetaan Pohon Plus

D. Jenis Tanah dan Topografi.................................................................. 24 E. Iklim dan Curah Hujan........................................................................ 25 F. Aksesibilitas........................................................................................ 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil.................................................................................................... 26

1. Jenis Pohon Plus HPGW............................................ ................ 2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus HPGW.............

26 27

B. Pembahasan......................................................................................... 28

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan......................................................................................... 37 B. Saran.................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41

Page 9: Pemetaan Pohon Plus

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Jenis Pohon Plus dan Penyebarannya di

HPGW..............................................................................................

26

2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus

HPGW.............................................................................................

27

Page 10: Pemetaan Pohon Plus

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Proses Pembangunan Data SIG.................................................... 12

2. Koordinat Pohon Plus................................................................... 18

3. Proses Pengolahan Data Pengukuran Lapangan.......................... 19

4. Bagan alir Pembuatan Peta Penyebaran Pohon Plus HPGW....... 22

5. Peta Penyebaran Pohon Plus HPGW Tahun 2005

…………………….....................................................................

33

6. Peta Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982................................. 34

7. Peta Tata Batas HPGW Tahun 2004............................................ 35

8. Peta Lokasi Pohon Plus HPGW Tahun 2005............................... 36

Page 11: Pemetaan Pohon Plus

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Foto Pohon Plus HPGW................................................................... 41

2. Form Skor Pohon Plus...................................................................... 43

3. Perhitungan Skor Pohon Plus........................................................... 46

4. Form Penilaian Pohon Plus.............................................................. 51

5. Kriteria Pemberian Nilai Pohon

Plus..................................................................................................

76

Page 12: Pemetaan Pohon Plus

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang fungsi dan manfaatnya selalu

dibutuhkan oleh manusia, baik sekarang maupun masa yang akan datang dalam

rangka menunjang hidup dan kehidupannya. Salah satu fungsi hutan adalah untuk

pendidikan, penelitian dan pengembangan yang apabila dilakukan secara

berkelanjutan dapat mendukung upaya pengelolaan hutan secara lestari dan dapat

meningkatkan nilai tambah hasil hutan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No

687/Kpts-II/1992 Hutan Pendidikan Gunung Walat ditunjuk sebagai Hutan

Pendidikan. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan HPGW

seluas 359 ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas

Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau Balai Latihan Kehutanan

(BLK) Bogor. Dalam perkembangan selanjutnya menurut Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Republik Indonesia No:188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli

2005 Kawasan Hutan Gunung Walat yang berada di Kecamatan Cibadak

Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat ditetapkan dan ditunjuk sebagai

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan

Latihan Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh

kepada Fakultas Kehutanan IPB.

HPGW merupakan sarana pendidikan bagi mahasiswa IPB khususnya

Fakultas Kehutanan IPB. Kondisi ekosistem hutan pendidikan ini berkorelasi

dengan tema-tema dan muatan dalam pengembangan keilmuan kehutanan.

Dengan demikian ekosistem hutan berfungsi sebagai sumber informasi dalam

bentuk referensi alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat yang akan terus

dibutuhkan di masa yang akan datang.

Salah satu sumberdaya HPGW adalah adanya pohon plus yang tumbuh

menyebar di 3 blok tegakan utama yaitu Pinus sp (Pinus), Agathis dammara

(Agathis) dan Schima wallichii (Puspa). Pohon Plus merupakan pohon unggulan

yang dipilih berdasarkan sifat-sifat yang unggul baik dalam hal pertumbuhan,

bentuk batang atau karakteristik lain sesuai yang diinginkan untuk tujuan produksi

Page 13: Pemetaan Pohon Plus

benih dan pemuliaan pohon. Agar dicapai kelestarian hasil hutan, maka

diperlukan kesinambungan antara kegiatan produksi dan ketersediaan sumberdaya

hutan. Dalam pengelolaan pohon plus harus memperhatikan lingkungan fisik dan

biotiknya agar dapat dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Untuk itu

diperlukan data dan informasi melalui kegiatan inventarisasi pohon plus dan

membuat peta penyebarannya. Hasilnya dapat dipergunakan untuk memudahkan

pengawasan/pembinaan terhadap kelestarian hutan sehingga dapat memonitor

perkembangannya dimasa yang akan datang.

Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, kegiatan tersebut dapat

dengan mudah dikerjakan, dimana data-data berbasis spasial dengan data lainnya

yang bersifat atribut dapat dengan mudah disatukan. Penyatuan tersebut kemudian

berkembang menjadi suatu sistem yang dikenal dengan nama Geografi

Information System (GIS) dan dianggap sebagai jalan keluar dari pengolahan data

secara konvensional menjadi pengolahan data secara digital.

Menurut Jaya, (2002) SIG adalah sistem berbasis komputer yang mampu

merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis informasi

yang bereferensi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan

menganalisa obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan

karakteristik yang penting dan kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG

merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani

data yang bereferensi geografi yaitu : masukan, manajemen data (penyimpanan

dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data dan keluaran data.

Berkaitan dengan kurangnya informasi karakteristik sumberdaya hutan di

HPGW tentang pohon plus diakibatkan oleh tidak tersedianya suatu peta yang

memberikan informasi tentang wilayah penyebarannya. Untuk pembentukan

manajemen data yang baik, maka perlu dilakukan metode pendekatan melalui

identifikasi penyebaran pohon plus dengan dukungan SIG (Sistem Informasi

Geografis).

Page 14: Pemetaan Pohon Plus

B. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah pemetaan pohon plus di

areal Blok Pinus merkusii (Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima

wallichii (Puspa) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan menggunakan

teknologi Sistem Informasi Geografis.

Page 15: Pemetaan Pohon Plus

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pohon Plus

Menurut Edje Djamhuri (2005) yang dimaksud dengan pohon plus adalah

pohon untuk tujuan produksi benih dan pemuliaan pohon yang dipilih berdasarkan

fenotip yang superior dalam hal pertumbuhan, bentuk batang, kualitas kayu dan

karakter lain yang diinginkan. Zobel, Bruce dan John Talbert (1966), mengatakan

bahwa pohon plus, pohon superior atau pohon terseleksi adalah pohon yang

direkomendasikan untuk produksi, kebun pembiakan berdasarkan penyeleksian.

Pohon ini mempunyai fenotip superior pada pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu,

atau karakteristik lain yang diinginkan dan terlihat adaptif (mudah menyesuaikan

diri). Aspek penting terhadap keberhasilan pemuliaan pohon khususnya berkaitan

dengan pohon plus adalah peningkatan perolehan perbaikan genetik secepat dan

seefisien mungkin, dan berkaitan dengan kebutuhan jangka panjang untuk

menyiapkan dasar genetik yang luas untuk kegiatan pemuliaan pohon pada

generasi-generasi selanjutnya.

Kata Plus sendiri memiliki definisi yaitu penampakan yang lebih baik dari

rata-rata dan terlihat jelas, istilah ini digunakan untuk menjelaskan fenotip dari

suatu tegakan plus atau satu pohon plus. Karakter yang superior dari suatu pohon

plus haruslah spesifik seperti plus dalam hal volume, kualitas, ketahanan terhadap

hama dan penyakit atau kombinasi dari beberapa karakter.

Dalam kegiatan pemuliaan pohon, kumpulan pohon plus tersebut biasa

disebut sebagai populasi dasar yang akan mengalami proses seleksi seperti uji

keturunan atau uji klon. Jumlah pohon plus yang digunakan sebagai populasi

dasar dalam setiap program pemuliaan sangat beragam, (Direktorat Perbenihan

Hutan Departemen Kehutanan, 2004).

Selain itu menurut Lembaga Penelitian Hutan (1975), disebutkan bahwa

seleksi pohon plus harus dilakukan dalam tegakan hutan alam dan hutan tanaman

pada keadaan lingkungan yang berbeda-beda dengan memperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

Page 16: Pemetaan Pohon Plus

1. Pilih tegakan yang terbaik dimana seleksi akan dilakukan. Hal ini untuk

mengurangi variasi genotip antara tegakan.

2. Kalau memungkinkan seleksi hanya dilakukan dalam tegakan-tegakan yang

uniform dalam umur, jarak dan keadaan tempat tumbuh. Dalam hal ini seleksi

lebih efisien pada hutan tanaman daripada hutan alam.

3. Pergunakan “Check Trees” (pohon pembanding) yaitu beberapa pohon yang

baik didalam tegakan sebagai pembanding terhadap pohon plus.

4. Dalam melakukan seleksi, batasilah pada sifat-sifat yang terpenting saja. Jika

seleksi menyangkut terlalu banyak sifat hasilnya mungkin takkan ada, karena

beberapa sifat mungkin berkorelasi negatif, kecuali jika dipergunakan suatu

“selection index” terhadap nilai ekonomi, heritabilitas dan lain-lain.

Usaha pengadaan pohon plus harus mempunyai tujuan yang tertentu dan

jelas agar usaha ini tidak sia-sia. Tujuan ini dapat digolongkan menurut

penggunaan/pengusahaannya, atau berdasarkan syarat-syarat tentang kualita yang

dikehendaki ( Ishemat S. dan Edje Djamhuri, 1979).

Dalam Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Kehutanan (2003) disebutkan bahwa elemen-elemen

penting dalam mata rantai operasional untuk menunjang keberhasilan

pembangunan tanaman kehutanan antara lain :

1. Pemilihan jenis pohon plus dan provenansi

2. Penggunaan bibit unggul dan berkualitas

3. Pengolahan dan peningkatan kemampuan lahan

4. Pemeliharaan tanaman yang intensif

5. Sistem pengendalian kebakaran yang efektif

Dengan adanya pohon plus merupakan salah satu upaya dalam rangka

peningkatan produktifitas hutan melalui penyediaan benih yang berkualitas atau

unggul yang berasal dari pohon-pohon superior. Sumbangan keberhasilan pohon

plus akan dapat diidentifikasi bahwa pertumbuhan tanaman, kualitas produksi,

ketahanan terhadap hama dan penyakit dan daya adaptasi terhadap lingkungan

akan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa adanya pohon plus,

(Badan Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, 1997).

Page 17: Pemetaan Pohon Plus

B. Pinus sp.

Nama botanis Pinus yaitu Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Termasuk

famili Pinaceae sedangkan nama daerahnya sala, uyeum, sulu, tusam, huyam,

pinus. Daerah penyebaran Pinus di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan

Bali (Samingan, 1982).

Sifat-sifat kayu Pinus antara lain kayu ringan-sedang beratnya dengan berat

jenis antara 0.46-0.70 bagian yang mengandung damar kadang-kadang

mempunyai berat jenis 0.95, kelas kuat II-III kelas awet IV, bagian gubal setebal

6-8 cm berwarna putih atau kekuning-kuningan, teras berwarna lebih tua coklat

atau kemerah-merahan, teras dan gubal banyak mengandung resin, tekstur halus

dengan serat lurus atau berpadu, muka kayu agak licin sedang bagian disekitar

luka sadapan agak melekat karena resin, daya kembang susut dan retak sedang,

mempunyai sifat pengerjaan mudah dipapas tetapi agak sulit untuk digergaji

karena getah yang dikandung didalamnya terutama disekitar bekas sadapan.

Kayu Pinus dapat digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan

pulp/kertas dengan proses soda, mekanis/sulfat, biasanya dipakai untuk konstruksi

dibawah atap, di negara Vietnam dipakai dalam pembuatan parket flooring,

meubel bahan konstruksi. (Samingan, 1982).

C. Agathis sp.

Menurut Martawijaya, Kartasujana dan Suwanda (1981) Agathis memiliki

nama botanis Agathis sp, yang termasuk dalam famili Araucariaceae (terutama A.

alba, A. borneensis, A. labillardieri Warb). Daerah penyebaran Agathis di

Indonesia meliputi Sumatra Barat, Sumatra Utara, seuruh Kalimantan, Jawa,

Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Martawijaya et al., 1981).

Menurut Tantra (1976) dalam Munajat (2004) mengatakan bahwa Agathis

di Indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu :

a. Agathis loranthifolia Salisb, Agathis philippinensis Warb, Agathis celebica

Warb, Agathis macrostachys Warb, Agathis hamii M. Dr., Agathis beckingi

M. Dr. dan Agathis alba, yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis

dammara Rich.

Page 18: Pemetaan Pohon Plus

b. Agathis borneensis Warb dengan sinonim Agathis baccani Warb, Agathis

endertii M. Dr., Agathis latifolia M. Dr., Agathis rhomboidalis Warb, Agathis

flevescens Ridl.

c. Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya.

Agathis merupakan kayu ringan dan mempunyai berat jenis antara 0.40-

0.60, kelas awet IV dan kelas kuat III, kayu berwarna coklat muda atau krem,

kayu yang sudah diserut agak mengkilat dan licin dan memiliki tekstur halus serta

serat yang lurus, daya kembang susut dan daya retak kecil dan mempunyai

kekerasan yang sedang. Untuk keperluan kebutuhan, kayunya mudah dikerjakan.

Kayu Agathis dapat dipakai untuk membuat kotak dan tangkai korek api,

potlot, meubel, peti pengepak, alat ukur dan gambar, vener dan kayu lapis, dan

pulp. Dapat juga dipakai sebagai kayu perumahan. Sedangkan getahnya atau yang

disebut kopal banyak digunakan dalam berbagai industri, cet, tekstil dan lainnya

(Departemen Pertanian, 1972).

D. Schima wallichii

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan (1989), nama botanis puspa

yaitu Schima wallichii (DC.) Korth, sering disebut huru batu, huru puspa, ki getas,

puspa. Puspa termasuk ke dalam famili Theaceae. Penyebaran puspa secara alami

di Indonesia terdapat di Jawa Barat. Pohon Puspa dapat mencapai tinggi maksimal

40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, dan ukuran maksimal

diameternya bisa mencapai 250 cm. Tidak berbanir, kulit luar berwarna merah

muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup

tebalnya sampai 15 mm, merah dan di dalamnya terdapat miang gatal. Tumbuhan

ini berkelompok membentuk hutan primer dan hutan sekunder kadang-kadang

tersebar di daerah yang selalu lembab.

Ciri umum puspa bertekstur kayu halus, arah serat lurus dan terpadu,

permukaan kayu licin, mengkilap. Kayu termasuk kayu kelas awet III dan kelas

kuat II. Cocok untuk tiang, kayu lapis, balok bangunan perumahan dan jembatan,

tetapi kurang baik untuk papan karena mudah berubah bentuk, dapat dipakai

untuk lantai, mebel murah, perkapalan (gading-gading, dek) dan bantalan

(diawetkan). Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe

Page 19: Pemetaan Pohon Plus

Curah Hujan A-C, pada dataran rendah sampai di dataran pegunungan dengan

ketinggian sampai 1000 di atas permukaan laut.

E. Global Positioning System (GPS) dalam Bidang Kehutanan

Global Positioning System (GPS) merupakan sistem radio navigasi dan

penentuan posisi menggunakan satelit. GPS didesain untuk memberikan posisi

dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara

kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 2002). Dalam bidang kehutanan, GPS banyak

digunakan dalam kegiatan inventarisasi dan tata guna hutan, yang prinsipnya

mencakup pengukuhan, pemetaan, dan pengelolaan hutan.

Penggunaan GPS dalam penentuan posisi relatif tidak terlalu terpengaruh

dengan kondisi topografis daerah survai dibandingkan dengan penggunaan

metode terestris seperti pengukuran poligon. Penentuan posisi dengan GPS tidak

memerlukan adanya saling keterlihatan antara satu titik dengan titik lainnya

seperti yang umumnya dituntut oleh metode-metode pengukuran terestris. Yang

diperlukan dalam penentuan posisi titik dengan GPS adalah saling keterlihatan

antara titik tersebut dengan satelit.

Pengoperasian alat penerima GPS untuk penentuan posisi suatu titik relatif

mudah dan tidak mengeluarkan banyak tenaga. Pengumpul data (surveyor) GPS

tidak dapat ′memanipulasi′ data pengamatan GPS seperti halnya yang dapat

dilakukan dengan metode pengumpulan data terestris yang umum digunakan,

yaitu metode poligon. Ini tentunya akan meningkatkan tingkat keandalan dari

hasil survai dan pemetaan yang diperoleh.

F. Sistem Informasi Geografis

1. Definisi Sistem Informasi Geografis

Definisi Sistem Informasi Geografis selalu berkembang dan bervariasi

karena Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu bidang kajian ilmu dan

teknologi yang relatif baru digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu dan

berkembang dengan cepat. Beberapa penulis mendefinisikan Sistem Informasi

Geografis sebagai berikut :

Page 20: Pemetaan Pohon Plus

a. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi, SIG dirancang

untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan

fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakter yang penting atau kritis

untuk dianalisis (Aronoff, 1989).

b. SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras, komponen

perangkat lunak, data geografis dan personil yang dirancang secara efisien

untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis,

dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi

(ESRI,1990 dalam Eddy Prahasta, 2002)

c. SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang didukung oleh

perkembangan teknologi komputer yang pesat dan oleh bidang-bidang lain

seperti pemetaan, topografi, kartografi, tematik, teknik sipil, geografis, studi

matematis dari variasi keruangan, ilmu tanah, ilmu geodesi, geologi,

perencanaan pedesaan dan perkotaan, jaringan sarana prasarana (jalan) dan

teknik penginderaan jauh (Jaya,1996).

d. SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data

yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau suatu sistem basis

data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial

bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus, B dan U. S. Wiradisastra,

1997).

e. SIG adalah teknologi informasi yang menyimpan, menganalisis dan mengkaji

baik data spasial maupun non spasial.(Pardes 1988, dalam Barus dan

Wiradisastra, 1997).

2. Komponen Sistem Informasi Geografis

Komponen utama SIG dibagi dalam empat kelompok yaitu perangkat keras,

perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai.

a. Perangkat Keras

Komponen dasar perangkat keras SIG dapat dikelompokkan sesuai dengan

fungsinya antara lain adalah (a) peralatan pemasukan data, misal papan dijitasi,

penyiam (scanner), keyboard, disket dll, (b) peralatan penyimpanan dan

Page 21: Pemetaan Pohon Plus

pengolahan data yaitu komputer, dan perlengkapannya seperti monitor, papan

ketik, CPU, hard disk, floopy disk, (c) peralatan untuk mencetak hasil seperti

printer dan plotter (Barus, B dan U.S.Wiradisastra, 1997).

b. Perangkat Lunak

Perangkat lunak komputer merupakan berbagai program komputer yang

menangani manajemen database, interface, pengguna dan fungsi analisis (Apan,

1999 dalam Kusnadi, 2001).

Komponen perangkat lunak yang tepat dari suatu SIG sebenarnya bersifat

relatif dan sangat ditentukan oleh tujuan dibentuknya SIG tersebut. Secara umum

hampir semua perangkat lunak SIG mempunyai komponen yang fungsinya seperti

di atas. Beberapa perangkat lunak dan nama pembuatnya diantaranya sebagai

berikut:

1) ARC/INFO (ESRI)

2) ArcView (ESRI)

3) IDRISI (Clark University)

4) GeneMap (Genasys)

5) GRASS (U.S. Army-CERL)

c. Data

Sebuah data set spasial yang bereferensi terdiri dari 2 tipe informasi, yaitu

data geometrik dan data atribut. Data geometrik terdiri dari 3 dimensi koordinat

yang didefinisikan secara distribusi spasial, yaitu titik, garis dan poligon.

Sedangkan data atribut adalah atribut dari titik, garis dan poligon.

SIG dapat menyimpan data geografis dalam struktur data raster dan vektor.

Data raster disimpan dalam bentuk grid atau pixel yang menunjukkan beberapa

sistem koordinat, sedangkan format data vektor diwakili oleh vektor atau poligon

yang menggunakan kumpulan titik (koordinat x,y) untuk menunjukkan batas

obyek (Apan, 1999 dalam Kusnadi, 2001).

Page 22: Pemetaan Pohon Plus

d. Pengguna

SIG memerlukan pengguna untuk menjalankan sistemnya. Davis (1996)

dalam Kusnadi (2001) menyatakan bahwa pengguna komputer adalah bagian

terpenting dalam infrastruktur SIG. Jupenlatz dan Tian (1996) dalam Kusnadi

(2001) mengidentifikasikan kategori sumber daya manusia yang berhubungan

dengan SIG, yaitu:

1) Staf operasional (misalnya pengguna akhir dan kartografer).

2) Staf teknik profesional (analis, administrator sistem, programmer,

administrator dan personal database).

3) Personil manajemen (manajer, koordinator penjamin kualitas).

3. Cara Kerja SIG

SIG dapat merepresentasikan real world (dunia nyata) didalam monitor

komputer sebagai mana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di

atas kertas. Tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada

lembaran peta kertas. Peta merupakan representasi grafis dari dunia nyata; obyek-

obyek yang direpresentasikan di atas peta disebut unsur peta atau map features

(contohnya adalah sungai, taman, kebun, jalan dan lain-lain).

SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsurnya sebagai atribut-atribut

didalam basis data. Kemudian SIG membentuk dan menyimpan di dalan tabel-

tabel yang bersangkutan, dengan demikian atribut-atribut ini dapat di akses dan

unsur-unsur tersebut dapat dicari dan ditemukan berdasarkan atribut-atributnya.

SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-

atributnya dalam satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-

batas administrasi, perkebunan dan hutan merupakan contoh-contoh layer.

Dengan demikian, perancangan basis data merupakan hasil yang esensial didalam

SIG. Rancangan basis data akan menentukan efektivitas dan efisiensi proses-

proses masukan, pengelolaan, dan keluaran SIG.

Dengan bantuan komputer dan perangkat lunak yang tersedia, kartografer

akan melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan produksi peta seperti:

desain kompilasi, evaluasi data kartografi, dan penyimpanan dalam bentuk data

digital.

Page 23: Pemetaan Pohon Plus

Jika subsistem SIG diatas dapat diperjelas berdasarkan uraian jenis

masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada didalamnya, maka subsistem SIG

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembangunan Data SIG

Dengan memahami beberapa fungsi tersebut, maka SIG dapat diuraikan

menjadi beberapa sub sistem berikut :

a. data input yaitu mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan data data

atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab

dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke

dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

a. data output, subsistem menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau

sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy

seperti : tabel, grafik, peta dan lain-lain.

b. data management, subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun

atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil,

di update, dan di edit.

c. manipulasi data dan analisis data, subsistem ini menentukan informasi-

informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub sistem ini juga

DATA MANAJEMEN & MANIPULATION

STORAGE ( DATABASE )

RETRIEVAL

PROCESSING

INPUT

DATA INPUT • Tabel • Laporan • Pengukuran lapangan • Data digital lain • Peta (tematik, topografi, dll) • Citra satelit • Foto udara • Data lainnya

OUTPUT • Peta • Tabel • Laporan • Informasi Digital (Soft Copy)

Page 24: Pemetaan Pohon Plus

melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi

yang diharapkan.

4. Pembuatan Peta Digital

Pada dasarnya pemetaan digital terdiri dari tiga operasi, yaitu :

a. pengumpulan data (data capture), dimana termasuk didalamnya konversi data

dari manual ke digital

b. pengelolaan data, dimana data ditransformasi, dimanipulasi dan dibentuk yang

satu ke bentuk yang lain untuk melayani berbagai fungsi yang berbeda.

c. penyajian data dengan teknik komputer grafis untuk penampilan visual di

layar komputer atau metode elektronik untuk mengubah data ke dalam bentuk

yang lain (misal hardcopy).

Menurut Suwardhi (1996) dalam Bertius (2002) bahwa data pengukuran

lapangan diolah dahulu dengan satu perangkat lunak perantara sehingga

dihasilkan koordinat titik-titik detail beserta kodenya dan disimpan dalam bentuk

file di komputer. Pemasukan data hasil pengukuran di lapangan yang sudah ada

dalam bentuk formulir ukuran dilakukan secara manual, kemudian file ini menjadi

dasar bagi perangkat lunak pemetaan digital. Menurut Jupenlatz dan Tian (1996)

dalam Kusnadi (2001) berdasarkan pada perolehan datanya, maka pemetaan

digital dapat dibagi kedalam dua jenis. Yang pertama disebut dengan pemetaan

secara semi digital, karena pengambilan datanya dilakukan secara konvensional

oleh para surveyor. Tetapi untuk verifikasi data dan pemasukan data lapangan ke

dalam format digital dilakukan oleh seorang “site engineer”. Sedangkan untuk

yang kedua disebut dengan pemetaan “fully digital” dimana pengukuran di

lapangan atau perolehan data lapangan dilakukan secara digital kemudian direkam

dalam suatu media tertentu yang dilakukan oleh surveyor yang mapu

mengoperasikan peralatan pengukuran digital tersebut. Pemetaan “fully digital”

ini memang memerlukan waktu yang sangat singkat tetapi harus dipertimbangkan

juga faktor biaya dan organisasi yang baik misalnya melalui data pengideraan

jarak jauh, data total station di lapangan dan lain-lain.

Page 25: Pemetaan Pohon Plus

5. Aplikasi SIG Dengan Bidang Kehutanan

Menurut Macfudh dalam Bertius (2002), penetapan sistem informasi

geografis dalam kegiatan kehutanan khususnya pemanfaatan lahan adalah seperti

pengelompokkan lahan baik dari segi pengkelasan secara ekologis, pengkelasan

berdasarkan fungsi pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan hutan,

perhitungan ekonomi pembangunan jalan hutan dan lain-lain.

Menurut Sutisna dalam Bertius (2002) dalam bidang kehutanan sistem

informasi geografis mampu memberikan kontribusi pada perencanaan hutan

perhitungan areal efektif, penataan areal kerja, analisa kemampuan dan kesesuaian

lahan), pembukaan wilayah hutan, dan perlindungan hutan.

Pembaharuan peta dan pengukuran areal kerja hutan dapat dilaksanakan

relatif cepat dengan bantuan teknologi SIG dibanding dengan cara pemetaan

tradisional. Percepatan pemetaan dan pembaharuannya secara periodik diperlukan

untuk tindakan preventif dan antisipasi terhadap kecenderungan perubahan hutan

menjadi kategori non hutan (deforestasi dan degradasi hutan, yakni dengan

membandingkan (overlay) multimedia spasial yang ada. Mengingat pentingnya

kegiatan manajemen hutan seperti di atas, maka diperlukan suatu peta untuk

pedoman dalam kegiatannya dilapangan. Pentingnya peta-peta dalam kerja di

bidang kehutanan sudah lama disadari, karena peta merupakan media komunikasi

utama didalam studi sumberdaya hutan (Howard, 1996). Hardjoprajitno, (2000)

peta merupakan duplikat permukaan bumi yang menyajikan data dan informasi

tentang situasi dan kondisi sebagian atau keseluruhan permukaan bumi pada

bidang datar dalam ukuran kecil. Peta memiliki banyak manfaat antara lain

dipergunakan sebagai sumber data dan informasi bagi yang memerlukan yaitu

pengguna peta, sarana bantu bagi penuangan ide/pemikiran dalam rangka

pelaksanaan kegiatan perencanaan serta sebagai sarana bantu dalam rangka

pelaksanaan pengamatan (survei) terhadap areal yang akan diamati. Menurut

Barus dan Wiradisastra dalam Bertius 2002, peta merupakan penyajian secara

grafis dari kumpulan data atau informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi.

Informasi adalah bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah

maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran. Dengan

Page 26: Pemetaan Pohon Plus

kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi

untuk dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka

pembuatan peta digital mulai berkembang karena mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan peta manual. Kelebihan peta digital adalah lebih cepat

dalam pembuatannya, lebih mudah dalam melakukan perbaikan dan pembaharuan

serta mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan

pemesan (Barus dan Wiradisastra dalam Bertius, 2002).

Page 27: Pemetaan Pohon Plus

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),

Sukabumi, Jawa Barat. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan

November tahun 2005, kegiatan yang dilakukan meliputi pengukuran dan

pengumpulan data tentang penyebaran pohon plus Pinus sp, Agathis dammara,

Schima wallichii dan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Fisik Remote

Sensing Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB (Desember

2005-Februari 2006).

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini terdiri atas Peta Dasar

HPGW, yang terdiri dari : Peta Digital Tata Batas HPGW Tahun 2004 skala

1:5000, Peta Digital Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982 skala 1:5000, data

Pohon Plus (Laporan Praktek Umum Pembinaan Hutan Program Diploma

Budidaya Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005),

tally sheet untuk mencatat hasil pengambilan titik koordinat dan pengukuran

pohon plus.

Adapun alat-alat yang dibutuhkan terdiri atas : Global Positioning System

(GPS) Garmin 72, phi band, haga hypsometer, kamera digital, satu unit komputer

untuk mengolah data hasil pengukuran lapangan dengan software Arc View 3.3

C. Metode Penelitian

Secara garis besar ada dua tahapan yang dilakukan yaitu : pengumpulan dan

pengukuran data lapangan, pemrosesan/pengolahan data, pemetaan hasil.

1. Pengumpulan dan Pengukuran Data Lapangan

Untuk mengumpulkan data penelitian tahap-tahap yang dilakukan terdiri atas :

a) Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan data pohon plus Laporan Praktek

Umum Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas

Page 28: Pemetaan Pohon Plus

Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005 yaitu pada areal tegakan Pinus sp

(Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima wallichii ((Puspa).

b) Pencatatan Posisi dan Pengukuran Pohon Plus

Penentuan posisi koordinat pohon plus di lapangan berdasarkan data

Laporan Hasil Praktek Umum Pembinaan Hutan Program Diploma III Budidaya

Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005

mengggunakan unit receiver (penerima) GPS Garmin 72.

Tahapan selanjutnya adalah melakukan pencatatan posisi koordinat pohon

plus pada lokasi yang ditentukan dengan menggunakan GPS dengan metode

penentuan posisi Stop-and-Go. Pada metode ini titik-titik yang akan ditentukan

posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver GPS bergerak dari titik-titik

dimana pada setiap titiknya receiver yang bersangkutan diam beberapa saat di

titik-titik tersebut.

Selama pergerakan antar titik, receiver tidak boleh terputus (GPS dalam

kondisi selalu aktif) dalam pengamatan sinyal dari satelit. Trayektori dari receiver

GPS yang bergerak (moving receiver) antara satu titik dengan titik lainnya,

tidaklah diperlukan. Dalam operasionalisasinya, pada umumnya penentuan posisi

titik-titik koordinat pohon plus dengan metode stop-and-go ini diaplikasikan

dengan moda post-processing, dimana pengolahan data dilakukan di

kantor/laboratorium setelah semua pengamatan selesai dilakukan.

Dengan prosedur lapangan sebagai berikut :

1. Sebelum mulai pencarian koordinat, terlebih dahulu dilakukan pengaturan

komposisi sistem terhadap unit receiver GPS yang meliputi setting negara

(Indonesia), sistem koordinat (UTM), datum WGS 1984, satuan ukuran

metrik.

2. Setiap titik diberikan kode sebagai identitas agar mudah mengidentifikasi titik

tersebut. Selain itu titik tersebut pada saat dipetakan dapat ditambahkan

keterangan-keterangan lain mengenai titik ini.

3. Setelah GPS diaktifkan dan layer menampilkan menu utama maka selanjutnya

tekan tombol enter (penerima sinyal/acquiring satellite). Baru mulai dilakukan

pencarian koordinat pohon plus dengan syarat kondisi GPS selalu aktif dari

station awal sampai dengan titik terakhir.

Page 29: Pemetaan Pohon Plus

4. Unit penerima GPS ditempatkan tepat pada lokasi pohon plus tersebut berada.

5. Unit penerima GPS akan menampilkan koordinat titik apabila unit penerima

GPS menerima sinyal minimal dari 4 satelit. Posisi titik diketahui dengan

menekan tombol PAGE sebanyak dua kali, dengan tombol tersebut maka akan

muncul informasi berupa informasi titik yang dicari. Data koordinat yang

dimunculkan pada layer tersebut dicatat secara manual atau dapat juga

disimpan pada unit penerima dan menambahkan informasi koordinat titik

tersebut dengan memilih tombol SAVE pada halaman MARK POSITION.

Pada halaman ini dapat ditambahkan informasi mengenai nama titik dan

memberikan simbol yang sesuai serta diakhiri dengan penyimpanan koordinat

dan informasi titik tersebut dengan memilih SAVE.

6. Untuk menentukan posisi/koordinat titik-titik yang lain dilakukan dengan

mengulang langkah ke-4 dan ke-5.

Pelaksanaan pengukuran dan penentuan posisi pohon plus di lapangan

menggunakan intensitas sampling 100%.

2. Pemrosesan/Pengolahan Data

Melalui perangkat lunak Excel, kegiatan ini dilakukan berdasarkan nilai-

nilai kooordinat pohon plus dari hasil pengukuran di lapangan dengan teknis

pelaksanaannya sebagai berikut :

a. Pasangan nilai koordinat disusun dalam dua kolom

Gambar 2. Koordinat Pohon Plus (Excel)

Page 30: Pemetaan Pohon Plus

b. Pasangan-pasangan koordinat tersebut disimpan dalam bentuk dbf file agar

dapat diinput ke Arc view untuk proses overlay.

Tahapan kegiatan ini dapat diuraikan pada diagram berikut :

Persiapan

Input data (manual)

Struktur data (program Excel)

Koordinat posisi pohon plus (UTM)

X,Y

File dbf

Hasil (siap proses automasi coverage)

Gambar 3. Proses Pengolahan Data Pengukuran Lapangan

Tahap selanjutnya adalah operasi tumpang tindih (overlay) dari data-data

yang sudah ada. Data yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya

terdiri dari Peta Digital Tata Batas HPGW, Peta Digital Sebaran Vegetasi HPGW

dan data hasil pengukuran posisi pohon plus langsung di lapangan (GPS). Bentuk

digital dari peta-peta tersebut dalam komputer disimpan dalam bentuk titik, garis,

atau polygon yang disebut coverage dan sudah berada pada proyeksi bumi

(system proyeksi UTM).

Page 31: Pemetaan Pohon Plus

3. Pemetaan Hasil

Untuk membuat produk dari SIG yang berupa peta digunakan software Arc

View, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :

a. Buka coverage yang akan dibuat peta.

b. Tutup view, double klik lay out (klik new)

c. Klik full size button pada Lay out 1 window untuk membesarkan tampilan lay

out 1.

d. Klik menu lay out kemudian Properties, muncul Lay out Properties, Non

aktifkan Snap to Grind, klik OK.

e. Klik menu Lay out kemudian Page Setup. Isi Page Size sesuai dengan

ukurannya yang diinginkan. Isi units dengan centimeters. Pilih Orientasi

Portrait atau Landscape. Tentukan Margin sesuai ketentuan, klik OK.

f. Buat garis tepi, klik dan tahan tombol Draw point. Klik dan drag di Lay out

page untuk menggambar garis tepi peta. Untuk menentukan ukuran dan posisi

dari garis tepi pilih menu Graphics, kemudian pilih Size and Position,

tentukan posisi garis tepi dari batas tepi kertas atas, bawah, maupun kanan dan

kiri sesuai ketentuan, klik OK. Untuk ukuran ketebalan garis, aktifkan dulu

garis tersebut pilih menu Window. Show Symbol Window (double klik garis

tepi tersebut). Pilih ukuran garis tersebut pada outline. Buat juga kotak untuk

informasi tepi.

g. Setelah garis tepi dibuat, pilih button Viewframe. Kursor akan berubah

menjadi tanda ″+″, klik dan drag kursor tersebut di halaman layout Frame

Peta, muncul View Frame Properties. Pilih View dimana coverage yang akan

dibuat layout ditampilkan, pilih skalanya, kalau ingin mengganti skala sesuai

yang diinginkan, pilih User Specified Scale, klik OK.

h. Untuk membuat skala bar, klik dan drag di area yang akan ada tempatkan

skala grafisnya. Isi Units, dengan kilometer, interval dengan 10, dan left

division 0, klik OK. Scale bar muncul di Page Layout, bila ingin mengedit klik

menu Graphics, Simplify.

i. Setelah tampil petanya dan skala, kita mulai buat judul dengan cara klik button

Text. Ketik judul dari peta tersebut, misalnya ″PETA PENYEBARAN….″

atur Alignmentnya, vertical spasinya sesuai ketentuan, Klik OK. Sesuaikan

Page 32: Pemetaan Pohon Plus

font maupun size text judul peta sesrasi mungkin. Kalau ingin memperbesar

Fontnya, pilih menu Window, Show Symbol Window. Tambahkan skala

numerisnya dan text-text lain yang diperlukan seperti lazimnya peta.

j. Langkah selanjutnya adalah membuat Legenda/Keterangan, Klik button

Legenda Frame. Klik dan drag di Layout Page. Isi view frame dengan view 1,

klik OK. Klik menu Graphics kemudian Simplify, untuk merubah letak/posisi

tampilan legenda dan edit teks legendanya. Tambahkan teks ″Keterangan″

k. Untuk membuat Arah Utara, klik button North Arrow klik dan drag di Layout

Page. Pilih bentuk arrow yang tersedia dengan cara kick pilihan tersebut.

Untuk mengedit, klik menu Graphics kemudian Simplify.

l. Buta koordinat dan grid dengan mengaktifkan extension Graticules and

Measures Grid, dibutton muncul icon baru berwarna biru, klik icon tersebut

isi dengan view 1, klik Next klik Label only bila tidak menggunakan garis/grid,

atau Graticule and Label bila dengan grid. Kalau sudah sesuai keinginan klik

Finish.

m. Langkah terakhir cetak, caranya klik File, Print, terlebih dahulu set jenis

printernya.

Page 33: Pemetaan Pohon Plus

Tahapan pembuatan peta ini dapat diuraikan sebagaimana bagan berikut :

Gambar 4. Bagan Alir Pembuatan Peta Penyebaran Pohon Plus Hutan

Pendidikan Gunung Walat

1. coverage Potensi 2. coverage Jalan setapak 3. coverage Jalan aspal 4. coverage Jalan tanah 5. coverage Jalan batu 6. coverage Sungai 7. coverage Base Camp 8. coverage Menara TVRI 9. coverage Kopel 10. coverage Gerbang 11. coverage Pengamatan DAS 12. coverage Agro 13. coverage Penangkaran 14. coverage Goa 15. coverage Koordinator Posisi Pohon

Pemasukan Data

Data Tabular Data Spasial

Analisis spasial (overlay)

Pembuatan Produk

Peta Penyebaran Pohon Plus Hutan Pendidikan Gunung Walat, IPB,

Sukabumi, Jawa Barat

Page 34: Pemetaan Pohon Plus

IV. KEADAAN UMUM HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

A. Sejarah

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hasil dari kerjasama

antara IPB dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat

Jenderal Kehutanan Republik Indonesia.

Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk mengusahakan Hutan

Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Jawatan

Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/2/69 Hutan

Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan. Dalam surat

keputusan itu dinyatakan bahwa pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu

yang menyangkut kawasan tersebut merupakan tanggungjawab Fakultas

Kehutanan IPB (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005).

Sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan tanggal 24

Januari 1973 No. 291/DS/73 dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian

Pinjaman Pakai Tanah Hutan Gunung Walat oleh Kepala Dinas Kehutanan Jawa

Barat dengan Rektor IPB pada tanggal 9 Pebruari 1973. Kemudian keluar Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DJ/73 yang menyatakan bahwa IPB

mendapat hak pakai atas hutan pendidikan Gunung Walat (Fahutan IPB, 1978).

Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang Kepala Kebun

Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai dengan Surat Keputusan

Dekan Fakultas Kehutanan No.11/Kpts-11/1992 meliputi staf perencanaan, staf

teknik lapangan dan staf pengendalian (Damayanti, 2003).

Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992

tentang Penunjukan Komplek Hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan,

pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Walat seluas ± 359 Ha sebagai Hutan

Pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor dan Pusat Pendidikan Latihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK)

Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993 (Damayanti,

2003).

HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus,

menurut SK Menteri Kehutanan RI No.188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli 2005

Page 35: Pemetaan Pohon Plus

tentang penunjukkan dan penetapan kawasan Hutan Gunung Walat seluas 359 ha

di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk pendidikan dan latihan

Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada

Fakultas Kehutanan IPB (Buliyansih, 2005).

B. Letak dan Posisi Geografis

HPGW secara geografis terletak pada 6O53’35”-6°55’10”LS dan

106°47’50”– 106°51’30” BT. Secara administratif, HPGW termasuk dalam

wilayah Kecamatan Cicantayan dan Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi,

Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan pembagian wilayah kehutanannya, HPGW

termasuk wilayah BKPH Cikawung, KPH Sukabumi (Damayanti, 2003).

C. Kondisi Vegetasi

Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi di kawasan HPGW sekitar 75 %

adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan dominasi jenis

damar (Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia

macrophylla), beberapa jenis pinus asing (P.oocarpa, P.caribaea, P.insularis),

sonokeling (Dalbergia latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum

album), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis

acacia (Acacia auriculiformis dan A.mangium) (Buliyansih, 2005).

Sejak ditunjuk menjadi hutan pendidikan pada tahun 1969 luas HPGW

menjadi 359 Ha yang dibagi ke dalam 3 blok yaitu :

1. Blok I yang disebut blok Cikatomas seluas 120 Ha.

2. Blok II yang disebut blok Cimenyan seluas 125 Ha.

3. Blok III yang disebut blok Tangkalok atau Seuseupan seluas 114 Ha.

D. Jenis Tanah dan Topografi

Berdasarkan peta tanah Gunung Walat (1981) skala 1 : 10.000, tanah

Gunung Walat termasuk dalam keluarga Tropohumult Tipik (Latosol merah

kekuningan), Tropodult Tipik (Latosol coklat), Dystropept Tipik (Podsolik merah

kuning) dan Tropopent Lipik (Litosol). Tanah latosol merah kekuningan adalah

Page 36: Pemetaan Pohon Plus

jenis tanah yang terbanyak, sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah

litosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik (Marwitha, 1997).

Gunung Walat merupakan sebagian dari pegunungan yang berderet dari

timur ke barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti

punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari utara ke selatan.

Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl tepat pada titik

triangulasi KQ 2212. Di bagian timur dengan ketinggian 726 mdpl dapat dilihat

pada titik KQ 2213. Hampir seluruh kawasan berada pada ketinggian lebih dari

500 mdpl, hanya lebih kurang 10 % dari bagian selatan berada dibawah ketinggian

tersebut.

F. Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di HPGW termasuk

iklim tipe B dengan nilai Q 18,42 % yaitu daerah basah dengan vegetasi masih

hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan tahun 1999 s/d 2004, distribusi

curah hujan HPGW DAS Cipeureu, Sukabumi rata-rata tertinggi jatuh pada bulan

Desember yaitu sebesar 453,4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada

bulan Juli dan Agustus dengan masing-masing nilanya yaitu sebesar 53,18 mm

dan 53,52 mm. Selanjutnya untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar

289,56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53,35 mm (Lab.Pengaruh Hutan-

Fahutan IPB,2004 dalam Buliyansih 2005).

G. Aksesibilitas

HPGW terletak lebih kurang 2,5 km ke arah selatan poros jalan raya Bogor-

Sukabumi yang berjarak 55 km dari kota Bogor dan 15 km dari kota Sukabumi

serta berjarak 115 km dari ibukota Jakarta.

Page 37: Pemetaan Pohon Plus

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil pencarian koordinat pohon plus di areal Hutan Pendidikan

Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat jumlah total pohon plus yang berhasil

diinventarisasi sebanyak 24 pohon. Terdiri dari 14 pohon dari jenis Pinus merkusii

(Pinus), 6 pohon dari jenis Schima walichii (Puspa), 4 pohon dari jenis Agathis

dammara (Damar) dan selengkapnya disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Jenis Pohon Plus dan Penyebarannya di Hutan Pendidikan Gunung

Walat

No. Pohon Plus Jenis Koordinat (UTM) X Y

AG 10 Agathis dammara 701393 9235130 AG 14 Agathis dammara 701496 9235062 AG 15 Agathis dammara 701579 9234980 AG 16 Agathis dammara 701525 9234866 PN 041 Pinus merkusii 702391 9235632 PN 042 Pinus merkusii 702363 9235658 PN 043 Pinus merkusii 702304 9235624 PN 11 Pinus merkusii 701286 9235796 PN 12 Pinus merkusii 701341 9235762 PN 13 Pinus merkusii 701433 9235812PN 14 Pinus merkusii 701221 9235864PN 15 Pinus merkusii 701614 9235766 PN 21 Pinus merkusii 702814 9235416 PN 22 Pinus merkusii 702920 9235356 PN 23 Pinus merkusii 702989 9235256 PN 24 Pinus merkusii 702967 9235358 PN 42 Pinus merkusii 702173 9235752 PN 43 Pinus merkusii 702143 9235742 PN 44 Pinus merkusii 702015 9235674 PS 31 Schima walichii 701128 9235548 PS 4907 Schima walichii 701171 9235524 PS 4908 Schima walichii 701172 9235528 PSP 12 Schima walichii 700978 9235480 PSPP 11 Schima walichii 701081 9235598 PSPP 12 Schima walichii 700891 9235458

Keterangan : AG : Damar (Agathis dammara) PN : Pinus (Pinus merkusii) PS, PSP, PSPP : Puspa (Schima wallichii)

Page 38: Pemetaan Pohon Plus

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus HPGW

No. Pohon Plus

D TT TBC BB PC SPC PBG PBH HPC Total

PN11 15 20 10 30 5 5 5 5 5 100

PN12 25 20 10 30 5 5 2 5 5 107

PN13 20 16 10 30 5 5 2 2 5 95

PN14 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100

PN15 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91

PN22 25 8 10 30 5 5 5 2 5 95

PN23 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91

PN24 25 16 10 30 5 5 5 2 5 103

PN041 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100

PN042 15 16 10 30 5 5 2 2 5 90

PN043 25 16 10 30 5 5 2 5 5 103

PN42 25 12 10 30 5 2 5 2 5 96

PN43 25 20 10 30 5 5 5 5 5 115

PN44 20 20 10 30 5 2 5 5 5 97

PS31 20 20 10 30 5 5 5 2 5 97

PS4907 25 20 10 25 5 5 5 2 5 102

PS4908 25 20 10 25 2 5 5 2 5 99

PSP12 15 16 10 25 5 5 5 2 5 88

PSPP11 15 16 10 25 2 5 5 5 5 88

PSPP12 15 16 10 25 5 5 2 5 5 88

AG10 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107

AG14 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107

AG15 20 20 10 30 5 5 2 2 5 99

AG16 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100 Keterangan : D=Diameter, TT=Tinggi Total, TBC=Tinggi Bebas Cabang, BB=Bentuk Batang, PC=Percabangan, SPC=Sudut Percabangan, PBG=Pembungaan, PBH=Pembuahan, HPC=Hama,Penyakit dan Cacat Lain

Page 39: Pemetaan Pohon Plus

Tabel 2 di atas menunjukkan hasil dari perhitungan pemberian skor pohon

plus untuk masing-masing karakter dari tiap-tiap jenis yang ada di HPGW dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

1. Diameter (D) = %1002.×

rataDpDc

2. Tinggi Total (TT) = %1002.×

rataTTpTTc

3. Tinggi Bebas Cabang (TBC) = %1002.×

rataTBCpTBCc

Keterangan :

C = Calon Pohon Plus

P = Pohon Pembanding

serta mengacu pada kriteria pemberian nilai calon pohon plus seperti yang

tercantum pada Lampiran 5.

Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa skor pohon plus yang tertinggi

dimiliki oleh tegakan Pinus merkusii (Pinus). yaitu PN43 dengan skor 115, skor

pohon plus terendah dimiliki oleh tegakan Schima wallichii (Puspa) yaitu PSP12,

PSPP11, PSPP12 dengan skor 88. Khusus untuk pohon plus Puspa ada sedikit

hambatan dalam penentuan pohon plus, hal ini dikarenakan hampir semua pohon

puspa bentuk batangnya tidak lurus dan bercagak. Sehingga dipilih pohon yang

bercagak tapi dengan skor yang paling tinggi.

Sedangkan peta penyebaran pohon plus dengan skala 1:25000 disajikan

pada Gambar 5 di bawah ini. Peta penyebaran tersebut diperoleh dari hasil proses

tumpang tindih (overlay) beberapa peta dasar digital HPGW dengan hasil

pencarian koordinat pohon plus di lapangan menggunakan GPS GARMIN 72.

Peta dasar dan peta koordinat pohon plus yang digunakan dapat dilihat pada

Gambar 6, 7, dan 8 secara berturut-turut di bawah ini.

B. Pembahasan

Menurut data pohon plus yang diperoleh dari Laporan Praktek Umum

Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas

Kehutanan IPB Tahun 2002 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan

Agathis dammara (Damar), Tahun 2004 pada tegakan Schima wallichii (Puspa)

Page 40: Pemetaan Pohon Plus

dan Tahun 2005 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan Pinus merkusii

(Pinus) dengan masing-masing tahun tanamnya untuk Damar tahun 19651-1952,

Puspa tahun 1965-1970 dan Pinus tahun 1967-1968.

Adapun kriteria standar dari pemilihan pohon plus adalah :

1. Mempunyai diameter batang yang cukup besar dan bentuknya lurus

2. Mempunyai ketinggian (tinggi total) yang lebih bila dibandingkan dengan

yang lainnya

3. Pohon tersebut tidak terserang hama dan penyakit serta cacat lain

4. Batang mempunyai sedikit mata kayu dan percabangannya baik

5. Mempunyai sudut percabangan horizontal

Penentuan pohon plus harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Pemilihan calon pohon plus dan pohon pembanding

2. Pengukuran dan pengamatan terhadap calon pohon plus dan pohon

pembanding

3. Penilaian dan penentuan pohon plus berdasarkan kriteria pemberian nilai

pohon plus dan pohon pembanding

Jika dilihat dari tabel rekapitulasi hasil pemberian nilai pohon plus HPGW

seperti tersebut di atas didapatkan perbedaan nilai tertinggi dan terendah dari hasil

skoring pohon plus yang disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh dan pH

tanah. Tempat tumbuh yang lebih tinggi mempunyai tingkat kesuburan yang

kurang bila dibandingkan dengan tempat tumbuh yang lebih rendah. Hal ini

disebabkan tanah pada tempat tumbuh yang tinggi sering mengalami pengikisan

pengaruh dari kelerengan tanah sehingga ikut terbawa ke lapisan bawah yang

mengakibatkan tanah di lapisan bawah lebih subur dan sesuai untuk pohon plus.

Untuk pH tanah, semakin tinggi pH tanah maka pertumbuhan pohon di atas tanah

tersebut menjadi semakin baik.

Berdasarkan data laporan dan keterangan dari petugas lapangan, jumlah

pohon plus yang ditemukan di lapangan tidak sesuai dengan jumlah total pohon

plus yang sebenarnya dimiliki HPGW yaitu kurang lebih 60 pohon plus.

Ketidaksesuaian data pohon plus ini disebabkan oleh beberapa hal antara

lain :

Page 41: Pemetaan Pohon Plus

a. Belum tersedianya data base yang cukup akurat mengenai keberadaan pohon

plus di areal HPGW dan pengorganisasian datanya yang dirasa masih kurang

baik dikarenakan data tersebut tidak berada pada satu tempat melainkan

terpisah-pisah sehingga mengalami kesulitan dalam pengumpulan data dan

pada saat pengecekan di lapangan.

b. Dalam kegiatan penentuan posisi pohon plus, pada prakteknya banyak data

pohon plus yang lokasinya tidak dapat ditemukan di lapangan, dimana secara

fisik papan keterangan yang merupakan petunjuk tentang pohon plus sudah

banyak yang hilang. Sehingga ketika dilakukan inventarisasi dan identifikasi

terhadap pohon plus di lapangan jumlah pohon plus yang berhasil diperoleh

sedikit sekali.

c. Kurangnya pemeliharaan terhadap pohon plus yang sudah ada terlihat dari

penampakan fisiknya.

Pemilihan pohon plus itu sendiri bersifat subyektif tergantung penggunaan

atau pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.

Misalnya untuk pembuatan kertas perlu penelitian tentang serat dan berat

jenisnya, selain daripada kriteria dasar seperti di atas. Kriteria pemilihan pohon

plus tersebut akan berbeda jika pengusahaannya untuk penghasil buah antara lain

pertumbuhan baik, buah lebat, cabang pendek sehingga mudah dipanjat, cukup

tua. Sedangkan kriteria pohon plus untuk tujuan penghasil kayu antaralain

pertumbuhan tinggi&diameter di atas rata-rata, batang lurus, batang bebas cabang

tinggi, tajuk normal sesuai dengan karakter jenis, bebas hama&penyakit, sudah

berbunga, mutu kayu baik, cukup tua. Akan tetapi perbedaan tujuan pengusahaan

pohon plus tersebut pada dasarnya semuanya mengacu kepada kriteria standar

pemilihan pohon plus seperti yang sudah tersebut di atas, karena semua

karakter/kualitas yang diinginkan dari suatu pohon plus untuk masing-masing

tujuan pengusahaan sudah tercakup dalam kriteria tersebut.

Keberadaan pohon plus yang berkaitan langsung dengan kegiatan pemuliaan

pohon dalam pembangunan hutan sangat diperlukan dalam menentukan jenis

tanaman yang sesuai, provenansi terbaik dari jenis tanaman yang sesuai dan

individu terbaik dalam provenansi terbaik sesuai dengan sifat-sifat yang

diinginkan sehingga akan meningkatkan nilai dari suatu jenis yang di

Page 42: Pemetaan Pohon Plus

kembangkan. Informasi yang diperoleh dari pohon plus tersebut akan diwujudkan

dalam bentuk sumber benih sesuai dengan materi yang tersedia dan kualitas yang

diinginkan.

Tujuan pemuliaan pohon plus jenis Pinus merkusii (Pinus) yang dilakukan

oleh HPGW adalah untuk meningkatkan produksi kayu dan getah dengan cara

perbaikan bentuk batang dan mencari pohon-pohon yang tinggi produksi

getahnya. Pemuliaan pohon plus Agathis dammara (Damar) bertujuan untuk

peningkatan hasil kopal dan produksi kayu. Sedangkan untuk jenis Schima

wallichii (Puspa) tujuannya yaitu untuk meningkatkan produksi kayu.

Keberhasilan dari adanya pohon plus melalui program pemuliaan pohon

tersebut telah terbukti di beberapa negara seperti Pinus taeda di Amerika Serikat

bagian selatan yang pada generasi I telah meningkatkan volume 10-25 %, Pinus

radiata yang sukses di New Zealand dan Pinus elliottii di Australia yang dapat

meningkatkan volume sampai 30 % (Pusat Perbenihan Kehutanan Direktorat

Jenderal Kehutanan, 1979). Keberhasilan tersebut bukan terjadi karena secara

kebetulan tetapi melalui suatu proses yang sistematis dan memakan waktu yang

relatif panjang.

Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan keberadaan pohon plus

khususnya di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum dapat di akses secara

maksimal karena belum tersedianya data yang akurat yang memuat tentang pohon

plus dan lokasi penyebarannya. Padahal pohon plus ini akan dapat memberikan

peran yang sangat penting dalam kaitannya pengadaan dan pengelolaan kebun

benih di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Sumber data akurat yang dimaksud

adalah adanya peta lokasi penyebaran pohon plus baik peta digital maupun peta

analog.

Dari hasil kegiatan pencatatan posisi pohon plus di lapangan dan proses

pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis

dengan peta dasar yaitu peta digital Tata Batas dan Vegetasi HPGW yang sudah

ada terlihat hasilnya tidak mengalami kesalahan, dalam pengertian nilai koordinat

pohon plus yang diambil dengan GPS posisi/letaknya tepat dan sesuai dengan peta

dasar yang ada, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi. Ketelitian dari hasil

Page 43: Pemetaan Pohon Plus

pembuatan peta penyebaran pohon plus ini disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain :

a. Ketelitian data yang digunakan yaitu peta dasar sebagai acuan dalam

pencatatan posisi koordinat pohon plus di lapangan dan proses pemetaan

pohon plus merupakan peta hasil penelitian sebelumnya yang sudah

mengalami pengkoreksian.

b. Geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang teramati oleh receiver (GPS)

cukup banyak sehingga mempercepat waktu pengamatan.

c. Metode penentuan posisi yang digunakan adalah metode Stop-and-Go, metode

ini dapat dilakukan per titik tanpa bergantung pada titik lainnya, titik-titik

yang akan ditentukan posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver

GPS bergerak dari titik-titik dimana pada setiap titik nya receiver yang

bersangkutan diam beberapa saat di titik-titik tersebut. Trayektori dari receiver

yang bergerak antara satu titik dengan titik lainnya, tidaklah diperlukan,

meskipun pada prinsipnya teramati. Oleh sebab itu pengamat relatif bebas

dalam memilih rute pergerakannya dan tingkat akurasi yang diperoleh dengan

metode ini relatif kecil.

d. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dapat mempermudah dalam proses

pembuatan peta penyebaran pohon plus

e. Strategi pemrosesan data yang dilakukan yaitu moda post processing, dimana

pengolahan data dilakukan di kantor setelah semua pengamatan selesai

dilakukan.

Page 44: Pemetaan Pohon Plus

Untuk Gambar 5. Peta Penyebaran Pohon Plus di HPGW Tahun 2005

Gambar 6. Peta Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982

Gambar 7. Peta Tata Batas HPGW Tahun 2004

Gambar 8. Peta Lokasi Pohon Plus HPGW Tahun 2005

Berada pada folder yang terpisah.

Page 45: Pemetaan Pohon Plus

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penentuan posisi pohon plus di lapangan diperoleh jumlah

total pohon plus di areal HPGW yaitu 24 pohon, terdiri dari 14 pohon jenis

Pinus merkusii (Pinus), 6 pohon jenis Schima walichii (Puspa), dan 4 pohon

jenis Agathis dammara (Damar).

2. Pemilihan pohon plus bersifat subyektif tergantung penggunaan atau

pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.

3. Kriteria dasar pemilihan pohon plus antara lain memiliki diameter yang besar

dan lurus, tinggi total pohon yang lebih dibandingkan pohon pembandingnya,

tidak terserang hama dan penyakit/cacat lain, percabangan baik, dan sudut

percabangannya horizontal.

4. Pohon plus memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menghasilkan

benih unggul yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kebun benih.

5. Keberadaan sumber data yang akurat tentang pohon plus sangat dibutuhkan

terutama peta lokasi penyebaran pohon plus itu sendiri.

6. Sistem Informasi Geografis merupakan media komunikasi yang penting dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan karena dapat menyajikan peta dalam

bentuk digital secara cepat dan mudah.

7. Ketelitian dari hasil proses pembuatan peta penyebaran pohon plus bergantung

pada beberapa faktor antara lain ketelitian data yang digunakan, geometri dan

distribusi satelit, metode penentuan posisi yang digunakan, pemanfaatan

Sistem Informasi Geografis serta strategi pemrosesan data.

B. Saran

1. Perlu adanya tindak lanjut mengenai pemeliharaan dan pemanfaatan pohon

plus secara maksimal di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2. Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis dapat membantu dan

mempermudah kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan khususnya berkaitan

dengan ketersediaan data dan informasi tentang potensi yang ada di HPGW .

Page 46: Pemetaan Pohon Plus

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z 1995. Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya. Pradnya Paramita. Jakarta.

Abidin, Hasanuddin Z 1999. Aplikasi Teknologi GPS Dalam Bidang Kehutanan.

Dalam Kumpulan Makalah Aplikasi Teknologi GPS Dalam Penataan Batas Areal Hutan Dan Hasil Kegiatan HTI. Disampaikan Dalam Workshop Yang Diselengggarakan BLK-Adi Sanggoro. Darmaga. Bogor.

Abidin, Hasanuddin Z 2002. Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya.

Pradnya Paramita. Jakarta. Abidin, Hasanuddin Z 2002. Survei Dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta. Anonimous, 1972. Jenis-Jenis Kayu Terpenting Dalam Perdagangan Kayu Di

Indonesia. Direktorat Pemasaran. Dirjen Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Aronoff, Stan. 1989. Geographics Information Systems : A Management

Perspective. WDL Publications. Ottawa. Canada. Badan Penelitian Dan Pengembangan, Departemen Kehutanan. 1989. Atlas Kayu

Indonesia Jilid II. Bogor. Indonesia. Barus, B dan U. S. Wiradisastra. 1997. Sarana Manajemen Sumberdaya.

Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bertius. 2002. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Menduga Luas

Efektif Kompartemen Berdasarkan Identifikasi Lebung Dam Areal Tidak Efektif Lainnya (Studi Kasus Pada PT. Surya Hutani Jaya II Menamang, Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Buliyansih, Asri. 2005. Penilaian Dampak Kebakaran Terhadap Makrofauna

Tanah Dengan Metode Forest Health Monitoring. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Damayanti. E. K. 2003. Pengelolaan Hutan Secara Lestari Berbasiskan Tumbuhan

Obat : Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, IPB. Thesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Direktorat Perbenihan Hutan. 2004. Kamus Pemuliaan Pohon. Dirjen Rehabilitasi

Lahan Dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Page 47: Pemetaan Pohon Plus

Djamhuri, Edje. 2005. Materi Praktek Perbenihan Tanaman Hutan. Panduan Praktek Umum Pembinaan Hutan. Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fakultas Kehutanan IPB. 1978. Pola Umum Pembangunan HPGW. Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Faktoria, Ciska. 2004. Penataan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat

Dalam Rangka Pemanfaatan Hutan. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

Harahap, RMS dan Hendi Suhaendi. 1978. Hasil-Hasil Penelitian Pemuliaan

Pohon Hutan Di Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Hardiana, Dian. 2002. Pemanfaatan SIG Dalam Pembuatan Peta Penyebaran

Hutan Nipah (Nypa frutican. Wurmb) di Sepanjang Sungai Terusan, Kecamatan Cijulang Kabupaten Ciamis. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Produksi. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Hardjoprajitno, 2000. Peran Survei Dan Pemetaan Kehutanan Dalam Menjaga

Kelestarian Hutan Sebagai Bahan Masukan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Majalah Ilmiah Globe. Vol 2 No.1. Hal 6-13.

Howard, John. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori Dan

Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jaya, I. N. S. 1996. Bahan Kuliah Perencanaan Hutan. Fakultas Kehutanan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor. ____________. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan.

Laboratorium Inventarisasi SDH. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Kumpulan Makalah Pemuliaan Pohon, 1997. Badan Penelitian Dan

Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Kusnadi, 2001. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Kegiatan

Penatagunaan Hutan Areal Eks HPH PT. Hutan Emas Kalimantan Tengah. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Lembaga Penelitian Hutan. 1975. Pedoman Seleksi Pohon. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Martawijaya, Abdurahim., Kartasujana dan Suwanda. 1981. Atlas Kayu Indonesia

Jilid I. Balai Peneitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Page 48: Pemetaan Pohon Plus

Marwitha, J. 1997. Penerapan Sistem Informasi Geografis untuk Mendukung Kegiatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Munajat, Indra. 2004. Studi Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal Di Hutan Pendidikan IPB Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Skripsi Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Pusat Perbenihan Kehutanan. 1979. Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.

Informatika Bandung. Bandung. ____________. 2002. Tutorial Arcview. Informatika Bandung. Bandung. ____________. 2004. Sistem Informasi Geografis Tools dan Plug-ins.

Informatika. Bandung. Bandung. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian HTI Bagian Timur. 2003. Departemen

Kehutanan. Banjar Baru. Samingan, T. 1982. Dendrologi. Bagian Ekologi. Fakultas Pertanian. IPB.

Gramedia. Jakarta. Soerianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Departemen

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Zobel, Bruce and Jon Talbert. 1966. Applied Forest Tree Improvement. John

Wiley&Sons. New York.