BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar...

17
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing tanpa ada unsur paksaan dari pihak mana pun, karena Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Negara menjamin tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dapat ditafsirkan Negara Indonesia wajib menjalankan syari’at Islam bagi umat Islam, dan wajib menjalankan syari’at agama lain bagi umat agama lain. Mayoritas penduduk Indonesia menganut ajaran agama Islam, bagi pemeluk agama Islam wajib hukumnya mentaati syariat-syariat Islam (hukum Islam). Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan merupakan bagian agama Islam. 2 Ajaran Islam yang mulanya dibawa oleh para saudagar Arab dan lambat laun dapat diterima bangsa Indonesia, ajaran dan syariat-syariatnya pun dilaksanakan terus menerus dari satu keturunan ke keturunan selanjutnya yang seakan seperti suatu kebiasaan bagi penganut agama Islam. Disebutkan seakan suatu kebiasaan karena Hukum (syariat) Islam bukan hanya lahir dari suatu perbuatan manusia belaka. Hukum (syariat) Islam dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyuNya yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai RasulNya Melalui sunnah beliau. 3 Hukum (syariat) Islam bersumber dari Al-Qur’an, Hadits dan Sunnah Rasul serta Ijtihad. Menurut para ahli, pada garis-garis besarnya Al Qur’an memuat soal-soal yang berkenaan dengan (1)akidah, (2)syari’ah baik ibadah maupun muamallah, (3)akhlak (4)kisah-kisah umat manusia di masa lalu, (5)berita-berita tentang zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), (6) benih atau prinsip-prinsip ilmu 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Psl. 29 ayat (1). 2 Sulaikin Lubis, Wismar ‘Ain Marzuki, Gemala Dewi (Ed. Gemala Dewi), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Edisi I, Cet.2 Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 13. 3 Ibid. Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar...

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya

masing-masing tanpa ada unsur paksaan dari pihak mana pun, karena Negara

berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Negara menjamin tiap-tiap

penduduknya untuk memeluk agama dapat ditafsirkan Negara Indonesia wajib

menjalankan syari’at Islam bagi umat Islam, dan wajib menjalankan syari’at

agama lain bagi umat agama lain. Mayoritas penduduk Indonesia menganut ajaran

agama Islam, bagi pemeluk agama Islam wajib hukumnya mentaati syariat-syariat

Islam (hukum Islam). Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan

merupakan bagian agama Islam.2 Ajaran Islam yang mulanya dibawa oleh para

saudagar Arab dan lambat laun dapat diterima bangsa Indonesia, ajaran dan

syariat-syariatnya pun dilaksanakan terus menerus dari satu keturunan ke

keturunan selanjutnya yang seakan seperti suatu kebiasaan bagi penganut agama

Islam. Disebutkan seakan suatu kebiasaan karena Hukum (syariat) Islam bukan

hanya lahir dari suatu perbuatan manusia belaka. Hukum (syariat) Islam dasarnya

ditetapkan oleh Allah melalui wahyuNya yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad

sebagai RasulNya Melalui sunnah beliau.3 Hukum (syariat) Islam bersumber dari

Al-Qur’an, Hadits dan Sunnah Rasul serta Ijtihad.

Menurut para ahli, pada garis-garis besarnya Al Qur’an memuat soal-soal

yang berkenaan dengan (1)akidah, (2)syari’ah baik ibadah maupun muamallah,

(3)akhlak (4)kisah-kisah umat manusia di masa lalu, (5)berita-berita tentang

zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), (6) benih atau prinsip-prinsip ilmu

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Psl. 29 ayat (1). 2 Sulaikin Lubis, Wismar ‘Ain Marzuki, Gemala Dewi (Ed. Gemala Dewi), Hukum Acara

Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Edisi I, Cet.2 Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 13.

3 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

2

pengetahuan, dasar-dasar hukum, yang berlaku bagi alam semesta termasuk

manusia di dalamnya.4 Al Qur’an berisi 30 juz, 114 surat, dan 6666 ayat diawali

surah al-Fatihah dan diakhiri surah an-Nas yang merupakan syari’at Islam. Setelah

Al-Qur’an, Hadits dan Sunnah Rasul merupakan sumber hukum Islam yang ke-

dua. Sebagaimana disebutkan dalam Surah An Nisa ayat 59 (QS.4: 59) yang

artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ullil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang Demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”5

Sunnah Rasul berupa sunnah qauliyah (perkataan Rasul), sunnah fi’liyah

(perbuatan Rasul) dan Sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah (sikap diam

Rasulullah).6 Selain Al Qur’an dan Hadits, sumber hukum Islam yang ketiga

adalah Ijtihad yakni upaya yang sungguh-sungguh untuk merumuskan garis

hukum dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul.7

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penganut agama Islam,

khusunya penganut agama Islam di Indonesia menjalankan hukum (syariat) Islam

sebagaimana diatur dalam sumber-sumber hukum Islam. Salah satu yang diatur

dalam Hukum Islam adalah mengenai Hukum Perkawinan, di mana perkawinan

merupakan peristiwa hukum. Hukum perkawinan termasuk hukum kekeluargaan

diatur dalam ayat-ayat Al Qur’an yang turun di Madinah, surahnya cenderung

lebih panjang dibanding surah Makiyah karena lebih mengandung muamalah.

4 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 84-85.

5 Al Qur’an dan Terjemahan., (Depok:Al Huda, 2002), QS:IV:59. 6 Neng Djubaedah, Sulaikin Lubis, Farida Prihatini, Hukum Perkawinan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Hecca Publishing, 2005), hlm 15. 7 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cet. 5. (Jakarta: UI-Press. 1986), hlm.

17.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

3

Ayat-ayat Al Qur’an yang turun di Madinah mengandung hukum-hukum

(syari’ah) antara lain hukum pemerintahan, hukum hubungan antara orang-orang

muslim dan non muslim mengenai perjanjian dan perdamaian.8

Sebagai manusia mahluk pribadi kodrati, kodratnya hidup berkeluarga,

Allah berfirman dalam Surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya:

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Manusia dibolehkan menikah sebagai pelaksanaan ibadah atas perintah

Allah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan

rahmah. Sakinah adalah suasana kehidupan dalam rumah tangga suami-isteri itu

terdapat keadaan yang aman dan tenteram, gemah ripah looh jinawi, tidak terjadi

silih sengketa atau pertentangan pendapat yang prinsipil.9 Mawadah adalah

hubungan antara suami isteri harus selalu dijamin akan tetap saling cinta-

mencintai, sayang menyayangi, seia sekata, ke lurah sama menurun ke gunung

sama mendaki, seciok bak ayam sedancing bagai besi, terendam sama basah,

terapung sama hanyut. Rahmah sendiri diartikan rasa saling membela, saling

memerlukan di masa tua.10

Dalam Hukum Islam perkawinan adalah pernikahan yakni akad yang

sangat kuat. Menurut pendapat sebagian ulama, asal hukum melakukan

perkawinan adalah kebolehan atau ibahah. Dasar dari pendapat ini adalah QS An

Nisa: 1, 3 dan 24 serta hadist Rasul, salah satunya adalah Hadist riwayat Jama’ah

ahli hadist.

8 Djubaedah, Op.Cit., hlm. 14. 9 M. Idris Ramulyo, Masalah Harta Bersama dalam Proses Pemutusan Hubungan

Perkawinan, Hukum dan Pembangunan 1 (Jakarta, 1984) hlm. 42. 10 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

4

Hai pemuda-pemuda, barang siapa di antara kamu mampu dan berkeinginan menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memelihara dari godaan syahwat. Dan barangsiapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.11

Dapat ditarik sebuah pandangan umum, perkawinan merupakan salah satu

perbuatan hukum yang dapat dilakukan mukallaf yang memenuhi syarat di

antaranya adalah mampu. Perkawinan sebagai sarana untuk menjaga kesucian dan

membentengi diri dari perbuatan yang diharamkan, yang memerintahkan umat

Islam untuk memudahkan cara-cara menuju perkawinan, serta menjanjikan

kekayaan dan kelapangan rezeki bagi orang-orang yang ingin menjaga diri dari

perbuatan haram, Allah berfirman dalam Surat An Nur: 32 yang artinya:

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha halus (pemberianNya), Maha Mengetahui.

Islam mengajarkan betapa indahnya pernikahan, dilandasi dengan cinta

kasih untuk dapat saling menyayangi. Untuk itu Allah tidak menyukai perceraian,

kendati perceraian dibolehkan Islam. Allah menghalalkan cerai, walaupun

perceraian adalah suatu perbuatan yang paling dibenci Allah. Akhir-akhir ini

semakin banyak pasangan suami isteri yang menempuh jalan sendiri dengan kata

lain mereka memilih untuk bercerai, ketika apa yang diharapkan tidak terlaksana.

Mereka menganggap perceraian adalah penyelesaian yang terbaik dari

11 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Hukum Islam Lengkap, cet. 29, (Bandung: Sinar Baru

Algenasindo, 1996), hlm. 374-375.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

5

ketidakharmonisan mahligai perkawinan mereka. Pada kenyataannya, perceraian

bukanlah jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah, justru akan menambah

persoalan baru yakni perebutan kuasa atas anak, serta pembagian harta bersama

(gono-gini). Betapa tidak, baik dari pihak suami maupun pihak isteri

mempertahankan keegoisannya masing-masing.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Negara menjamin tiap-tiap

penduduknya untuk memeluk agama dapat ditafsirkan wajib menjalankan syari’at

agama lain bagi umat agama lain, mengingat Indonesia adalah Negara yang plural

dengan diakuinya berbagai ajaran agama. Bagi penganut agama Islam, hukum

perkawinan tunduk pada Hukum Islam, sedangkan bagi penganut agama selain

Islam hukum perkawinan tunduk kepada UU No. 1 tahun 1974 secara khusus

diatur bahwa ketentuan mengenai perkawinan sesuai dengan syariat agama

masing-masing. Selain itu, ditegaskan dalam pasal 50 ayat (2) UU No. 3 tahun

2006 Tentang Perubahan atas Peradilan Agama, dinyatakan bahwa Umat Islam

tunduk di bawah kompetensi Pengadilan Agama, tidak ada lagi pilihan hukum

bagi Umat Islam. Khusus masalah perkawinan, kewarisan dan perwakafan bagi

pemeluk agama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Di

mana Kompilasi Hukum Islam tersebut merupakan hasil ijma’ para ulama demi

menjamin kepastian hukum dan kemaslahatan umat Islam.

Negara menjamin kemerdekaan memeluk agama, menurut Hazairin juga

dapat ditafsirkan kekuasaan negara diperlukan untuk melaksanakan syari’at bagi

pemeluk agama yang bersangkutan jika memang diperlukan bantuan. Ini berarti

bahwa negara wajib mengatur dan menjalankan hukum yang berasal dari ajaran

agama untuk kepentingan bangsa Indonesia. Negara berkewajiban menjalankan

syari’at agama untuk kepentingan pemeluk agama yang diakui keberadaannya

dalam Negara Republik Indonesia.12 Atas dasar penafsiran tersebut, dibentuklah

sebuah Peradilan Agama untuk menegakkan norma hukum yang berasal dari

agama Islam. Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kewenangan Peradilan

Agama meliputi bidang-bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan

ekonomi syariah. Ternyata dengan dibentuknya Peradilan Agama tak lantas

12 Lubis, Loc. Cit. Hlm. 15.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

6

semua persoalan yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum (syari’at) Islam di

Indonesia selesai, hakim-hakim Pengadilan Agama dalam menetapkan keputusan

hukum tidaklah seragam, hal ini disebabkan tidak tersedianya kitab materi hukum

Islam yang sama. Pengadilan Agama merujuk pada buku-buku fiqh yang berbeda-

beda. Materi-materi yang ada di dalam buku-buku fiqh tidak atau belum

disistematisasikan sehingga bisa disesuaikan dengan masa sekarang. Banyak

masalah baru yang belum ada padanannya pada masa Rasulullah dan pada masa

para mujtahid di masa madzhab-madzhab terbentuk, oleh karena itu ijtihad perlu

digalakkan kembali. Dengan demikian dibutuhkanlah pembentukan “kitab hukum

Islam” atau yang lebih dikenal sebagai Kompilasi Hukum Islam.

Salah satu pertimbangan menurut Busthanul Arifin Persepsi yang tidak seragam tentang syari’ah akan dan sudah menyebabkan hal-hal: 1. Ketidak seragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut hukum Islam itu (maa anzalallahu), 2. Tidak mendapat kejelasan bagaimana menjalankan syari’at itu (tanfiziyah) dan 3. Akibat kepanjangannya adalah tidak mampu menggunakan jalan-jalan dan alat-alat yang tersedia dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan perundangan lainnya.13

Tidak seperti pengaturan nasional mengenai Perkawinan yakni Undang-

Undang No. 1 tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari III buku;

Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan dan Buku III tentang

Perwakafan tidak diundangkan lewat Undang-Undang dengan alasan Indonesia

sangat plural dari sisi agama dan ideologi. Indonesia bukanlah sebuah Negara

Islam, tapi sebuah Negara Nasional tidak memberi tempat hanya pada umat Islam

untuk melaksanakan Hukum Islam, tapi juga memberi tempat pada umat-umat

penganut agama lain seperti Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha.

Dalam sebuah perkawinan, pada umumnya baik dari pihak isteri maupun

pihak suami membawa harta masing-masing yang telah dimiliki masing-masing

pihak sebelum kawin disebut juga sebagai harta bawaan. Selain harta yang berasal

13 Aminur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia “Studi kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI”. (Jakarta: Kencana, 1993), hlm. 30.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

7

dari harta bawaan, dalam perkawinan juga dikenal harta masing-masing suami

isteri yang diperoleh selama perkawinan yang diperoleh dari usaha sendiri-sendiri.

Ada pula harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan

atas usaha bersama yang dikenal sebagai harta pencaharian dan selanjutnya

disebut sebagai harta bersama (syirkah) yakni penggabungan harta kekayaan

seseorang dengan harta orang lain.14 Awalnya syirkah diatur dalam kitab dagang,

namun saat ini masuk dalam hukum perkawinan. Antara suami dan isteri dapat

terjadi syirkah. Harta kekayaan tersebut disebut dengan harta bersama. Baik Al

Qur’an, hadits maupun kitab-kitab fiqh tidak ada yang menyebutkan mengenai

harta bersama ini. Sebelumnya harta bersama dikenal oleh Hukum Adat dengan

nama harta gono-gini, kemudian diatur lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum

Islam. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 huruf f. Adanya harta bersama

dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-

masing suami atau isteri.

Masalah harta bersama inilah yang juga merupakan salah satu faktor

terjadinya keretakan, perselisihan memperebutkan harta bersama. Masalah harta

kadang tidak ada habisnya menjadi alasan retaknya sebuah mahligai rumah

tangga, karena harta ibarat pedang bermata dua, bisa menghubungkan silaturahmi

bisa juga sebagai pemutus tali silaturahmi.

Berdasarkan pasal 88 Kompilasi Hukum Islam, bila terjadi perselisihan

antara suami-isteri mengenai harta bersama dapat diselesaikan di Pengadilan

Agama. Harta bersama inilah yang akan dijamin dengan sita jaminan atas harta

bersama oleh Pengadilan Agama. Tujuan diletakkannnya sita jaminan atas harta

bersama adalah untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang tidak diinginkan

atas harta yang dapat merugikan dan membahayakan keluarga. Permohonan ini

dapat diajukan tanpa perlu berkaitan dengan gugatan cerai bila salah satu pihak

baik suami maupun isteri melakukan perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk-mabukan, boros, dan

sebagainya sebagaimana diatur secara khusus dalam Pasal 95 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam.

14 Djubaedah, Op. Cit., hlm. 127.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

8

Sita jaminan harta bersama ini, berdasarkan ketentuan perorangan dan

kekeluargaan perdata Barat disebut sebagai sita marital, karena sita ini diajukan

saat perkawinan masih dilangsungkan. Sita marital awalnya diatur dalam Pasal

186 kitab undang-undang Hukum Perdata, yang kemudian diadopsi ke dalam

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam:

”Di luar gugatan perceraian isteri atau suami dapat mengajukan pemisahan harta

perkawinan yang masih utuh ke Pengadilan” Tindakan ini salah satunya adalah

tuntutan akan pemisahan harta kekayaan. Dalam pasal ini ditegaskan bahwa hanya

istrilah yang dapat mengajukan tuntutan pemisahan harta kekayaan persatuan,

karena hukum perdata barat mengenal harta persatuan bulat, sebagaimana diatur

dalam pasal 119, ”Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah

persatuan bulat antara harta kekayaan suami-isteri, jika tidak diatur dalam

perjanjian kawin.” Suami sendirilah yang harus mengatur harta persatuan. Isteri

tidak mempunyai kekuasaan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta

persatuan dalam perkawinan walaupun harta persatuan terdiri atas harta kekayaan

isteri yang lebih banyak. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 1330 KUH Perdata

yang menyatakan perempuan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

Untuk mencegah penyalahgunaan harta ini, isteri dapat mengajukan tuntutan

pemisahan harta persatuan.

Hukum berkembang seiring dengan berkembangnya zaman, pasal 190

kitab undang-undang hukum perdata tidak berlaku lagi karena ketentuan tersebut

sudah digantikan dengan Undang-Undang No.1 tahun 1974. Sita marital lebih

lanjut diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dengan istilah sita jaminan atas harta

bersama. Pihak Pengadilan yang yang paling berwenang untuk melanjutkan

permohonan sita marital salah satu pasangan baik suami maupun isteri meskipun

salah satu pihak tidak setuju, pengadilan tetap dapat memprosesnya. Sita marital

baru dianggap berakhir bila salah satu pihak mengajukan permohonan

pengangkatan atau pembatalan penyitaan harta baik seluruh atau sebagian pada

pengadilan.

Sita marital dapat diletakkan oleh Pengadilan Agama jika terjadi

perselisihan mengenai harta bersama agar segala sesuatu yang dapat merugikan

dan membahayakan harta bersama bagi keluarga dapat dicegah. Peletakan sita

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

9

marital atas barang bergerak atau tidak bergerak tidak menghalangi suami isteri

untuk memanfaatkan apa-apa yang dihasilkan barang tersebut, namun

pemanfaatannya tidak boleh mengurangi pemenuhan fungsi dan kewajiban yang

ditentukan undang-undang seperti membayar biaya pendidikan, kesejahteraan

keluarga dan anak-anak.

Sita marital harus diletakkan terhadap harta bersama secara keseluruhan.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya

harta bersama namun tetap juga mengakui adanya harta kekayaan masing-masing

suami isteri. Harta kekayaan tidak bercampur secara mutlak dengan adanya

perkawinan, harta isteri tetap menjadi milik isteri dan dikuasai penuh olehnya,

begitu pula dengan harta kekayaan suami. Harta yang demikian tersebut

merupakan harta bawaan/ harta pribadi, sepanjang para pihak tidak menentukan

lain, dan terhadap harta bawaan/harta pribadi masing-masing pihak perbuatan

hukum dapat dilakukan sesuai dengan kewenangannya, untuk itu harta bawaan/

harta pribadi tidak dapat diletakkan sita marital, kecuali harta bawaan/pribadi

milik penggugat yang ada pada tergugat juga bisa diletakkan sita marital.

Dalam skripsi ini akan dikaji Permohonan sita marital dengan Nomor

Perkara 549/Pdt. G/ 2007/ PA.JP yang diajukan oleh isteri secara terpisah, berdiri

sendiri. Permohonan sita marital ini tidak bergantung (asessoir) terhadap perkara

cerai thalak yang diajukan suaminya dan sampai saat ini belum berkekuatan

hukum tetap (in kracht). Permohonan ini diajukan karena isteri khawatir harta

bersama selama perkawinannya akan dipindahtangankan ke pihak lain, terlebih

pihak suami memiliki istri sirry. Untuk itu isteri meminta Pengadilan Agama

untuk menetapkan sita marital agar seluruh harta bersamanya dapat dibekukan

sehingga tidak bisa dialihkan kepada pihak lain. Permohonan sita marital ini

sesuai dengan Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam.

1.2 Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas. Dapat ditarik pokok-

pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Hukum Islam mengatur harta bersama dan pembagiannya

khususnya dalam perkara No. 549/Pdt. G/ 2007/ PA.JP?

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

10

2. Bagaimana kedudukan Kompilasi Hukum Islam sebagai sumber hukum

Islam, dan Hukum Nasional Indonesia?

3. Apa alasan suami atau isteri mengajukan sita marital (maritale beslaag)

dan akibat hukumnya terhadap putusnya perkawinan menurut Hukum

Islam? Apakah sita marital bersifat asesoir atau independen terhadap

putusnya perkawinan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan hukum Islam dalam mengatur masalah perkawinan.

2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi selama perkawinan

berlangsung khususnya mengenai masalah harta dalam perkawinan

menurut Hukum Islam.

Tujuan khusus dari penelitian adalah:

1. Menjelaskan Hukum Islam mengatur harta bersama khususnya dalam

perkara No. 549/Pdt. G/ 2007/ PA.JP.

2. Menjelaskan kedudukan Kompilasi Hukum Islam sebagai sumber hukum

Islam, dan hukum Nasional Indonesia.

3. Mengidentifikasi alasan suami atau isteri mengajukan sita marital

(maritale beslaag) dan akibat hukumnya terhadap putusnya perkawinan

menurut Kompilasi Hukum Islam.

1.4. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, penulis mengkonsepkan beberapa istilah, di

antaranya:

1. Perkawinan menurut ajaran Islam

merupakan suatu perjanjian yang langsung antara laki-laki dan perempuan yang langsung antara laki-laki dan perempuan yang

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

11

akan kawin itu.15 Perkawinan adalah suatu perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.16 Nikah adalah perkawinan dalam Islam. Dalam Islam nikah adalah suatu perjanjian suci bagi tiap-tiap orang Islam yang harus dilakukannya, merupakan pertalian seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami isteri dan turunan bahkan antara dua keluarga, yang menjaga ketentraman jiwa dan mencegah perzinahan.17

2. Thalak adalah “melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan

secara sukarela ucapan thalak kepada isterinya, dengan kata-kata yang

jelas/sharih ataupun dengan kata-kata sindiran/kisanah.”18

3. Sita marital adalah

salah satu jenis sita jaminan (Conservatoire Beslaag), oleh karena itu segala ketentuan yang berlaku pada Conservatoire Beslaag berlaku sepenuhnya pada sita marital.19 Menurut Sudikno Mertokusumo, sita marital adalah sita untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di Pengadilan berlangsung antara pemohon dan lawannya dengan menyimpan atau membekukan barang yang akan disita, agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga. Pasal 78 huruf c UU No. 7/89, menyebutkan bahwa sita marital adalah Tindakan dari Pengadilan Agama untuk menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak isteri selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat.

15 Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta, Tintamas Indonesia, 1983), hlm. 33 16 Thalib, Op. Cit., hlm. 47.

17 Siddik, Op. Cit. 18 Shodiq, Shalahuddin Chaery, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Sientarma, 1994), hlm.

258. 19 M. Yahya Harahap Hukum Acara Perdata Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslaag (Sita Jaminan). Cet.1 (Jakarta: 1987), hlm. 276.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

12

4. Harta kekayaan dalam perkawinan adalah

harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.”20. Harta bersama adalah Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka atau disebut harta pencaharian.21 Sedangkan menurut H. Ismuha harta bersama adalah pencaharian bersama suami-isteri, gono-gini atau sihareukat dan lain-lainnya termasuk golongan syirkah abdan/mufawadah. Karena kenyataan bahwa sebagian besar dari suami isteri dalam masyarakat Indonesia bersama-sama bekerja membanting tulang berusaha untuk mendapatkan nafkah sehari-hari dan sekedar harta simpanan untuk masa tua mereka, dan selanjutnya untuk sekedar peninggalan kepada anak-anak mereka kelak sesudah mereka meninggal dunia.22

5. Harta adalah “pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat

mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya”23

6. Syirkah atau syarikah adalah “penyatuan atau penggabungan harta

kekayaan seseorang dengan harta kekayaan orang lain”24

7. Fiqh menurut istilah adalah

20 Indonesia, Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam, psl.1

21 Thalib, Op.Cit., hlm. 90. 22 Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafindo, 1977), hlm. 78.

23 Ali, Op.Cit., hlm. 23. 24 Thalib, Op.Cit., hlm. 79.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

13

pemikiran mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan mahluk Tuhan lain selain manusia, hubungan manusia dengan manusia di mana tersangkut di dalamnya benda, hubungan manusia dengan benda, sekedar pemikiran itu dapat melahirkan suatu norma (atau hukum).”25

Fiqh berarti pengetahuan mengenai hukum agama atau hukum syar’i.

8. Kompilasi Hukum Islam adalah

kumpulan pendapat-pendapat dalam masalah fikih yang selama ini dianut oleh umat Islam Indonesia diwujudkan dengan bentuk kitab hukum dengan bahasa Undang-Undang. Berasal dari kata Kompilasi yaitu “rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama fikih yang biasa digunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun.26

9. Syariat adalah

jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap Muslim. Memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasulnya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Dilihat dari segi ilmu hukum, Syariat merupakan norma hukum Dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak.27

25 Hazairin, Hukum Kewarisan Islam Bilateral, menurut Qur’an dan Hadits. Cet. 5,

(Jakarta: Tintamas, 1991), hlm. 2. 26 Abdurrahman Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2004), hlm. 17. 27 Ibid., hlm. 46-47

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

14

10. Pengadilan Agama adalah “suatu badan peradilan agama pada tingkat

pertama. Pengadilan itu sendiri berarti suatu lembaga (instansi) tempat

mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka kekuasaan

kehakiman, yang mempunyai kewenangan absolut dan relatif sesuai

dengan Peraturan Perundang-undangan.”28

1.5. Kegunaan Teoritis dan Praktis

Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat bagi pengembangan

pengetahuan dan keilmuan mengenai aspek-aspek hukum dari masalah harta

bersama dalam perkawinan ditinjau dari Hukum Islam. Penelitian ini juga

diharapkan juga bermanfaat bagi para akademisi dan masyarakat umum yang

ingin mempelajari sekaligus mengetahui lebih dalam mengenai hukum

perkawinan Islam, yang diatur dalam ajaran-ajaran Islam itu sendiri, seperti yang

diketahui, bukan hanya mengatur urusan akhirat saja tapi juga mengatur mengenai

keduniawian.

Tingginya angka perceraian salah satu sebabnya karena masyarakat

khususnya masyarakat Indonesia kurang mengerti hukum perkawinan. Dengan

demikian penelitian ini sekurang-kurangnya dapat menambah acuan bagi

akademisi, calon pasangan suami-isteri atau bahkan suami isteri itu sendiri untuk

menambah wawasan. Dengan wawasan yang semakin luas mengenai hukum

perkawinan khususnya perkawinan Islam, diharapkan paradigma masyarakat

Indonesia mengenai cerai, kawin serta harta bersama dapat berubah ke arah yang

lebih positif.

Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan agar tingkat perceraian akibat adanya selisih

harta bersama dapat diminimalisir. Masalah harta kadang tidak ada habisnya

menjadi alasan retaknya sebuah mahligai rumah tangga. Hukum Islam

membolehkan terjadinya perceraian, karena cerai merupakan perbuatan halal

28 Lubis, Op. Cit., Hlm. 3.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

15

namun dibenci Allah. Hukum Islam yang ada di Indonesia memungkinkan adanya

penyelesaian harta bersama tanpa harus diselesaikan dengan jalan cerai.

Pengaturan-pengaturan seperti itu yang jarang digunakan oleh para praktisi

hukum. Akibatnya paradigma hubungan antara harta bersama dengan perceraian

menjadi kian sempit. Penelitian ini bermanfaat agar ke depannya pengaturan

tersebut dapat digunakan sebaik mungkin.

1. 6. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan-normatif yang

sifatnya deskriptif dan eksplanatoris, untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang keadaan tertentu. Peneliti memilih tipe penelitian deskriptif dan

eksplanatoris karena peneliti ingin mengembangkan konsep perkawinan dalam

Islam, serta menghimpun fakta-fakta tentang segala sesuatu yang berhubungan

erat dengan perkawinan Islam seperti mengenai harta bersama (syirkah)

khususnya mengenai sita marital atas harta bersama yang sedang muncul ke

permukaan akhir-akhir ini.

Tehnik pengumpulan data adalah kepustakaan, dengan alat pengumpul

data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa wawancara kepada

hakim Pengadilan Agama. Data sekunder berupa studi dokumen yang terdiri dari

Bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer berupa Al

Qur’an, Hadits, Peraturan perundang-undangan dan putusan sebagai

yurisprudensi. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal hukum,

artikel, majalah dan sumber lain yang mendukung penelitian khususnya mengenai

hukum perkawinan Islam, harta bersama, penyitaan dan penjelasan mengenai

Hukum Islam itu sendiri. Bahan hukum tersier berupa kamus-kamus. Alat

pengumpulan data yang digunakan adalah studi kasus terkait dengan pokok

pembahasan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif.

1.7. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima Bab. Bab 1 adalah Pendahuluan, Bab 2 dan Bab

3 merupakan Landasan Teori, Bab 4 merupakan studi kasus putusan Pengadilan

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

16

Agama mengenai sita marital, dan terakhir adalah Bab 5 yang merupakan

Penutup.

Bab 1 berjudul PENDAHULUAN terdiri dari tujuh sub pokok bahasan

yakni Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan Penelitian, Kerangka Konsep,

Kegunaan Teoritis dan Praktis, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Latar Belakang berisi hal-hal terkait yang menjadi kaca mata umum penulis

terhadap masalah yang akan dibahas. Bagian Pokok masalah merupakan batasan

masalah yang akan dijawab pada kesimpulan Penelitian ini, penulis merumuskan

3 pokok masalah. Tujuan Penelitian terdiri dari tujuan penelitian umum dan

khusus. Istilah-istilah yang akan dibahas dalam penelitian ini didefinisikan dalam

bagian kerangka konsep. Penulis pun memaparkan kegunaan teoritis dan praktis

dari penelitian ini agar penelitian ini bermanfaat.

Bab 2 dalam skripsi ini berjudul SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

terdiri dari tiga sub pokok bahasan. Sub pokok tersebut adalah: Sumber-Sumber

dan Garis Hukum dalam Al Qur’an, dan Hadits, Fiqh dan Ushl Fiqh dan

Kompilasi Hukum Islam. Dalam bagian Sumber-sumber dan garis hukum terdiri

dari pembahasan mengenai Al Qur’an, Sunnah Rasul/hadits, dan ijtihad ulil amri.

Dalam sub pokok bahasan Fiqh dan Ushl Fiqh dibagi dalam 2 sub pokok bahasan

lebih rinci yaitu Syariat dan Fiqh Islam serta Hubungan Fiqh dan Ushl Fiqh. Sub

pokok bahasan mengenai Kompilasi Hukum Islam di Indonesia terdiri dari sub-

subpokok bahasan yang lebih rinci lagi yakni mengenai Latar Belakang

Pembentukan, Metode Pembentukan serta Landasan dan Kedudukan Kompilasi

Hukum Islam.

Bab 3 dalam skripsi ini berjudul KEDUDUKAN HARTA BERSAMA

DALAM HAL PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITALE BESLAAG)

terdiri dari dua sub pokok bahasan. Sub pokok tersebut adalah: Harta Kekayaan

dalam Perkawinan Islam Indonesia dan Pengaturan dan Pelaksanaan Sita Marital

di Indonesia. Dalam bagian Harta Kekayaan dalam Perkawinan Islam Indonesia

dibagi dalam tiga sub-sub pokok bahasan yaitu Harta Kekayaan dengan Syirkah,

Harta Bersama (syirkah) Suami-Isteri serta Pembagian Harta Bersama Suami-

Isteri. Mengenai Harta Bersama ada dua pendapat, untuk itu Penulis

mengkhususkannnya dalam dua hal yang lebih khusus yaitu Pendapat yang

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - lontar.ui.ac.id I 2079.8167... · PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia menjamin penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing

17

Mengatakan Bahwa Tidak Dikenal Harta Bersama dalam Lembaga Islam serta

Pendapat yang Mengatakan Bahwa Dikenal Harta Bersama dalam Lembaga

Islam. Dalam sub pokok bahasan Pengaturan dan Pelaksanaan Sita Marital di

Indonesia penulis membagi dalam 4 sub pokok bahasan lebih rinci yaitu

Pengertian dan Tujuan Penyitaan Secara Umum, Sita Jaminan (Conservatoire

Beslaag) dan Sita Marital (Maritale Beslaag), Alasan diajukannya Sita Marital,

serta Sita Marital Terhadap Harta Bersama bukan Harta Bawaan.

Bab 4 dalam skripsi ini berjudul ANALISA PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA NOMOR: 549/Pdt.G/2007/PA.JP MENGENAI SITA MARITAL,

terdiri dari dua sub pokok bahasan. Sub pokok tersebut adalah: Pokok Perkara

dalam putusan No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP dan Analisa Data. Dalam Analisa Data

dibagi dalam enam sub-sub pokok bahasan yaitu Kedudukan Kompilasi Hukum

Islam Sebagai Ijtihad Ulama dan Peraturan Perundang-undangan Nasional,

Kedudukan Harta Bersama Terhadap Suami-Isteri, Kedudukan Harta Bersama

Terkait dengan Pihak Lain (Pihak Ketiga), Alasan Sita Marital PEMOHON

Terhadap TERMOHON, Akibat Sita Marital Terhadap Status Perkawinan dan

Sita Marital Atau Sita Jaminan atas Harta Bersama.

Bab 5 dari Skripsi ini berjudul PENUTUP. Terdiri dari dua sub pokok

bahasan yaitu Kesimpulan dan Saran.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009