Bab 1 Filosofi

68
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional BAB 1 FILOSOFI DASAR EKONOMI ISLAM A. Pendahuluan Sistem ekonomi dunia yang saat ini bersifat sekuler -dimana terjadi dikotomi antara agama dengan kehidupan duniawi termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi- telah mulai terkikis. Terjadinya dikotomi ini terjadi pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, dimana pada masa tersebut kekuasaan gereja Katolik sangat dominan. Sehingga hal ini menimbulkan pergerakan yang berupaya untuk mengikis kekuasaan gereja yang terlalu besar pada masa itu. Pergerakan inilah yang pada akhirnya memunculkan suatu aliran pemikiran bahwa harus terjadi suatu pembedaan atau pembatasan antara aktivitas agama dengan aktivitas dunia, sebab munculnya pemikiran keilmuan seringkali dianggap bertentangan dengan doktrin gereja pada masa itu. Hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, sebab Islam tidak mengenal pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu duniawi. Hal ini terbukti bahwa pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, justru terjadi masa keemasan dan kejayaan Islam. Dimana terjadi pembaharuan dan perkembangan pemikiran oleh para ilmuwan muslim, bahkan menjadi dasar landasan 1

Transcript of Bab 1 Filosofi

Page 1: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

BAB 1

FILOSOFI DASAR EKONOMI ISLAM

A. Pendahuluan

Sistem ekonomi dunia yang saat ini bersifat sekuler -dimana terjadi

dikotomi antara agama dengan kehidupan duniawi termasuk di dalamnya

aktivitas ekonomi- telah mulai terkikis. Terjadinya dikotomi ini terjadi pada

masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, dimana pada masa tersebut

kekuasaan gereja Katolik sangat dominan. Sehingga hal ini menimbulkan

pergerakan yang berupaya untuk mengikis kekuasaan gereja yang terlalu besar

pada masa itu. Pergerakan inilah yang pada akhirnya memunculkan suatu

aliran pemikiran bahwa harus terjadi suatu pembedaan atau pembatasan antara

aktivitas agama dengan aktivitas dunia, sebab munculnya pemikiran keilmuan

seringkali dianggap bertentangan dengan doktrin gereja pada masa itu.

Hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, sebab Islam tidak mengenal

pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu duniawi. Hal ini terbukti bahwa

pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, justru terjadi masa

keemasan dan kejayaan Islam. Dimana terjadi pembaharuan dan perkembangan

pemikiran oleh para ilmuwan muslim, bahkan menjadi dasar landasan

pengembangan keilmuan sampai saat ini, seperti ilmu aljabar.

Namun hal ini tidak pernah diketahui oleh dunia terutama oleh para

generasi muda muslim, sehingga generasi muda muslim saat ini melakukan hal

yang sama dengan yang dilakukan oleh Barat pada waktu dark ages –yaitu

melakukan dikotomi antara aktivitas spiritual dan aktivitas duniawi- yang justru

membuat Islam semakin redup cahayanya. Karena Negara Barat semakin maju

ketika jauh dari ajaran agamanya, sementara umat Islam akan semakin

tertinggal ketika meninggalkan agamanya.

Ilmu ekonomi adalah suatu disiplin ilmu yang menerangkan tentang

proses pengambilan keputusan dalam mengalokasikan kelangkaan sumber daya

dalam pemenuhan kegiatan produksi dan aktivitas konsumsi dalam rangka

menciptakan suatu kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Ilmu ekonomi

1

Page 2: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dibagi dalam dua cabang utama, yaitu mikroekonomi dan makroekonomi.

Mikroekonomi menangani perilaku satuan-satuan ekonomi individual termasuk

di dalamnya dalam pengambilan keputusan dalam rangka untuk mengatasi

permasalahan alokasi akibat kelangkaan sumber daya. Satuan-satuan ini

mencakup konsumen, pekerja atau buruh, para penanam modal, pemilik tanah,

perusahaan bisnis –intinya setiap individu atau entitas memainkan peranan

dalam berfungsinya suatu perekonomian. Mikroekonomi menjelaskan cara dan

alasan-alasan satuan ini membuat keputusan-keputusan ekonomis. Bidang lain

yang penting dari mikroekonomi adalah bagaimana satuan-satuan ekonomi

berinteraksi untuk membentuk satuan-satuan yang lebih besar –pasar dan

industri1.

Sementara makroekonomi, cabang utama lain dari ekonomi menangani

kepada isu-isu yang bersifat makro atau lebih luas lagi2, termasuk di dalamnya

mengenai jumlah agregat ekonomi, seperti tingkat dan laju pertumbuhan

produksi nasional, suku bunga, pengangguran dan inflasi. Tetapi pembatasan

antara makroekonomi dan mikroekonomi sudah semakin pudar belakangan ini.

Analisis mikroekonomi selalu dimulai dengan pemahaman mengenai

kelembagaan dalam ekonomi, termasuk di dalamnya hukum, yang mampu

menjelaskan prilaku produsen dalam mengalokasikan sumber dayanya. Para

produsen itu pada akhirnya akan mampu mempengaruhi konsumen dalam

mengambil keputusan, namun para konsumen tersebut memiliki batasan dalam

melakukan pilihannya.

Dengan mempelajari mengenai aspek kelembagaan dalam ekonomi, kita

akan belajar mengenai keterbatasan yang dihadapi oleh individu dalam

mengambil keputusan yang akan mampu mempengaruhi mereka dalam

mengalokasikan sumber dayanya. Untuk memahami apa pilihan mereka, kita

harus mampu mengerti apa yang menjadi motif mereka dalam mengambil

keputusan ekonominya. Mikroekonomi selalu mengasumsikan bahwasanya

motivasi manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya oleh kepentingan

1 Karl E Case dan Ray C Fair . Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Penerjemah Benyamin Molan (Jakarta: Pearson Education Asia), h. 8.

2 Ibid., h. 8

2

Page 3: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

pribadi yang bersifat materi –yaitu nafsu dalam memiliki suatu produk baik

barang maupun jasa-, sehingga asumsi awal dalam mikroekonomi konvensional

adalah kepentingan pribadi yang bersifat materi inilah yang menjadi motif

utama manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya. Meskipun ilmu

mikroekonomi mamou mengakomodasi kepentingan lainnya termasuk

kemungkinan kepedulian kita dengan kesejahteraan sesama.

Dalam konteks skenario ekonomi masa kini di satu sisi ditandai oleh

adanya kompetisi, efisiensi, pragmatisme dan transparansi, di pihak lain model

saling ketergantungan (cooperation) antar manusia atau lembaga semakin

kompleks dan bervariasi. Dalam kondisi ini, ada persoalan besar dan sangat

mendasar yaitu paradigma ilmu ekonomi yang ada ternyata tidak mampu

memecahkan problem ekonomi yang dihadapi manusia. Teori-teori ekonomi

yang ada terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan

dan berkeadaban. Malah yang terjadi adalah dikotomi antara kepentingan

individu, masyarakat, negara serta hubungan antarnegara. Selain itu, teori

ekonomi yang ada saat ini tidak mampu menyelesaikan kemiskinan dan

ketimpangan pendapatan. Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar

regional di suatu negara, antara negara-negara di dunia terutama antara negara-

negara maju dengan negara berkembang dan terbelakang. Lebih parahnya lagi

adalah terabaikannya pelestarian sumber daya alam (non renewable resources).

Untuk itu, tidak heran jika belakangan banyak muncul kritik dari pakar ekonomi

itu sendiri.

Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu sosial yang menaruh perhatian

berkaitan dengan prilaku manusia dan sebagai suatu ilmu maka ketika

mempelajari tentang prilaku manusia para ekonom menggunakan langkah-

langkah ilmiah, yaitu:

a. Observasi awal

Suatu metode ilmiah selalu mengawali dengan observasi atas suatu

fenomena yang terjadi, sehingga mampu melahirkan suatu pertanyaan

dalam observasi tersebut yang menarik untuk dibahas terutama berkaitan

3

Page 4: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dalam penjelasan mengenai aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh

individu.

b. Merumuskan teori

Setelah melakukan observasi awal tersebut, maka seorang ilmuwan akan

mampu menjelaskan secara logis atas fenomena yang diamati dan ini

dinamakan dengan teori.

c. Identifikasi implikasi dan dampak

Namun tidaklah cukup suatu teori hanya mampu menjelaskan kejadian

yang diamati, namun seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi

implikasi dan dampak yang dapat ditimbulkan dari teori tersebut.

d. Observasi lanjutan dan pengujian

Untuk membuktikan apakah suatu teori atau valid adalah dengan

melakukan observasi lanjutan dan pengujian. Hal ini untuk

membuktikan bahwa teori yang telah disusun dapat diberlakukan secara

umum.

e. Merumuskan kembali teori

Setelah pengujian maka ilmuwan akan mampu merumuskan dan

menyempurnakan teori atas fenomena yang dijelaskan, sehingga dapat

diaplikasikan dalam menjelaskan aktivitas yang diamati.

Seorang ekonom akan memformulasikan teorinya dalam sebuah model,

yaitu penjelasan sederhana mengenai suatu fenomena. Seorang ekonom akan

banyak bekerja dengan model atau persamaan matematis. Hal ini dikarenakan

sebagian besar keputusan ekonomi adalah bersifat kuantitatif. Model matematis

akan mampu memberikan keakuratan dalam menganalisis aktivitas atau

fenomena ekonomi yang tengah terjadi.

Hal mendasar dalam memformulasikan suatu teori adalah

penyederhanaan asumsi. Para ekonom dalam merumuskan teorinya selalu

mendasarkan pada suatu asumsi, sehingga suatu asumsi dapat beralasan dalam

4

Page 5: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

menjelaskan suatu fenomena namun pada saat yang lain tidak mampu

menjelaskan. Namun penyederhanaan asumsi diperlukan dalam membentuk

suatu teori dasar atas fenomena yang diamati.

B. Definisi Ekonomi Islam

Wacana mengenai penerapan ekonomi Islam dalam aktivitas ekonomi

sehari-hari telah dimulai di Indonesia pada decade 1970-an, namun tonggak

utama perkembangan ekonomi Islam adalah dengan berdirinya salah satu bank

syariah pada tahun 1992. Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari

upaya menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dimana Islam

memiliki nilai-nilai universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi

kehidupan manusia tidak hanya aspek spiritual semata namun turut pula masuk

dalam aspek duniawi termasuk di dalamnya dalam aktivitas ekonomi

masyarakat.

Ekonomi Islam yang tengah berkembang saat ini baik tataran teori

maupun praktik merupakan wujud nyata dari upaya operasionalisasi Islam

sebagai rahmatan lil ‘alamin, dengan melalui proses panjang dan akan terus

berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Perkembangan teori ekonomi

Islam telah dimulai pada masa Rasulullah dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an

yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS Al-Baqarah ayat 275 dan 279

tentang jual beli dan riba; QS Al-Baqarah ayat 282 tentang pencatatan transaksi

muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS Al-A’raf ayat 31, An-Nisaa’

ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan dan pembelanjaan harta;

serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang berbagai aktivitas

ekonomi masyarakat. Ayat-ayat di atas ini memperlihatkan bahwa Islam pun

telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi meskipun pada masih

bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan saling berbeda antar

generasi dan jaman.

Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini

belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam.

5

Page 6: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun

dalam membentuk konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan

latar belakang pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki.3 Merujuk

pendapat Aslem Haneef, seorang pemikir ekonomi Islam Malaysia para

pemikir muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam tiga kategori :

pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang

dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang lebih

berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat

menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para praktisi atau

ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba

menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam

terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain mereka berusaha

mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan

mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai

Islam pada analisis ekonominya.

Perkembangan pemikiran ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai

sekarang dapat dibagi menjadi 6 tahapan4. Tahap pertama (632-656 M), yaitu

pada masa Rasulullah SAW. Tahap kedua (656-661 M), yaitu pemikiran

ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Tahap ketiga

(738-1037 M), yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali,

Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan

pemikir ekonomi Islam lainnya pada periode awal.

Tahap keempat atau periode kedua (1058-1448 M). Pemikir ekonomi

Islam periode ini Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Mas’ud,

Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi Islam lainnya yang hidup

pada masa ini. Tahap kelima atau periode ketiga (1446-1931 M), yaitu Shah

Waliyullah Al-Delhi, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani,

Mufti Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, Syekh

3Mohamed Asalam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co., 1995, h. 11

4 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Ekonisia, 2002, h. 149. Penulis buku ini mengkompilasi dari sumber M.N. Siddiqi (1995), M. Aslam Haneef (1995), Adiwarman Karim (2001)

6

Page 7: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Ahmad Sirhindi. Tahap keenam atau periode lanjut (1931 M – sekarang), yaitu

Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed

Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra

dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang.

Dawam Rahardjo5, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga

kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu

ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud

ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan

kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara

atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam

pengertian perekonomian umat Islam.

Beberapa definisi dan pengertian Ekonomi Islam telah dikemukakan

oleh para pakar yang mengembangkan keilmuan ini. Dapat disebutkan di sini

antara lain, Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan

bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Kata Ekonomi Islam sendiri difahami

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Islam yang sumbernya

merujuk pada al Quran dan Sunnah.6 Menurut Kahf pula,7 ekonomi Islam

adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian

ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang baik dan

mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya juga terhadap

ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik,

logika, ushul fiqh.

Definisi ekonomi Islam juga dikemukakan oleh para pakar ekonomi

Islam kontemporer lainnya seperti: 1) Umar Chapra8, Ilmu ekonomi Islam

adalah suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan

manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumberdaya alam yang langka

5M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h. 3-4

6 Monzer Kahf, The Islamic Economy, Plainfield: Muslim Student Association (US-Canada), 1978, h. 18.

7Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning od the Islamic Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S and Canada, 1978), h. 16. Lihat juga Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, Pustaka Asatruss, 2005, h.275.

8M. Umar Chapra, The Future of Economics: an Islamic Perspektive, Jakarta: SEBI, 2001

7

Page 8: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

yang sesuai dengan Maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu untuk

menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang

berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial dan jaringan moral

masyarakat; 2) S.M. Hasanuzzaman9: “Ilmu ekonomi Islam adalah

pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah

ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga

tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah

Allah dan masyarakat.; 3) M. Nejatullah Siddiqi10 mendefisinisikan: “Ilmu

ekonomi Islam adalah jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-

tantangan ekonomi pada zamannya, dengan panduan Qur’an dan Sunnah, akal

dan pengalaman.”; 4) Syed Nawab Haider Naqvi11: “ Ilmu ekonomi Islam

adalah perwakilan perilaku kaum muslimin dala suatu masyarakat muslim

tipikal”. Tidak jauh berbeda dengan pemikir lainnya, Muhammad Abdul

Manan (1992)12 berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan

sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi

masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi

Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat

bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.

Dalam kaitan ini, M.M. Metwally (1995)13 mendefinisikan Ekonomi

Islam sebagai, ilmu yang mempelajari perilaku muslim dalam suatu masyarakat

Islam yang mengikuti Al-Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma. M.M. Metwally

(1995)14 memberikan alasan bahwa dalam ajaran Islam, perilaku individu dan

masyarakat dikendalikan kearah bagaimana memenuhi kebutuhan dan

menggunakan sumber daya yang ada. Dalam Islam disebutkan bahwa sumber

daya yang tersedia adalah berkecukupan, dan oleh karena itu, dengan

kecakapannya, manusia dituntut untuk memakmurkan dunia yang sekaligus 9Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economics” dalam Jurnal of Research in Islamic

Economics, Vol 1 No. 2, 1984. 10Muhammad N. Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary

Literature. Jeddah and The Islamic Foundation, 1981. 11Syed Nawab Haider naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sintesis Islami, Bandung :

Mizan, 1985 12 M. Abdul Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice., Delhi.Sh. M. Ashraf, 1970.

Lihat juga M.A Mannan, The Making of an Islamic Economic Society, Cairo, 1984. 13M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: Bangkit Daya Insana, 1995

14 ibid.

8

Page 9: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

sebagai ibadah kepada Tuhannya. Ekonomi dengan demikian, merupakan ilmu

dan sistem, yang bertugas untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan

berkecukupan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam

konteks kemaslahatan bersama.

Ilmu Ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah kajian

yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu

ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perundang-

undangan Islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subyek yang berkaitan dengan

hubungan antara manusia (muamalah). Akan tetapi, ia bukanlah ilmu fiqh. Ilmu

ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dan keprihatinan utamanya adalah

problema-problema ekonomi dan institusinya. Dalam perspektif ini ia

seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik. Secara umum ekonomi

Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya

memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi

dengan cara-cara Islami berdasarkan al Quran dan Sunnah. Ilmu ekonomi Islam

tidak mendikotomikan antara aspek normatif dan positif.15 Dalam pandangan

positivisme ekonomi hanya mempelajari perilaku ekonomi yang terjadi dan

memisahkan dari aspek norma dan etika. Memasukan aspek etika dipandang

sebagai sesuatu yang normatif.

Ekonomi Islam mempelajari apa yang terjadi pada individu dan

masyarakat yang perilaku ekonominya diilhami oleh nilai-nilai Islam. Berikut

argumentasi yang dikembangkan oleh para pemikir ekonomi Islam terkait hal

tersebut16: Pertama, ilmu ekonomi Islam syarat dengan nilai-nilai. Ilmu

ekonomi Islam jelas akan melakukan fungsi penjelasan (eksplanatori) terhadap

suatu fakta secara obyektif. Ia juga melakukan fungsi prediktif seperti yang

dilakukan oleh ilmu ekonomi konvensional. Dalam menjalankan kedua fungsi

ini, ia menjalankan fungsi utama sains secara positif atau menjelaskan “apa”

15 Tim P3EI UII dan BI, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajagrafindo Pers, 2008), h. 32.16Terhadap permasalahan ini antara lain dibahas oleh M. A. Mannan , “The Behaviour of

Firm and Its Objectives in an Islamic Framework”, dalam Tahir, Sayyed (at al, ed.) Readings in Microeconomics: an Islamic Perspective (Malyasia: Longman,1992). dan Metwally, Essays on Islamic Economics (Kalkuta: Academic Publishers, 1993). Lihat Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Edisi Pertama (Jakarta: PT Bangkit Insani, 1997). LIhat juga M. Umar Chapra, The Future of Economics; an Islamic Perspectif (Leicester UK: Islamic Foundation, 2001).

9

Page 10: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

(what is). Namun kiprahnya tidak hanya terbatas pada aspek positif berupa

penjelasan dan prediksi saja. Pada tahapan tertentu ia juga harus melakukan

fungsi normatif, menjatuhkan penilaian (value judgement) dan menjelaskan apa

yang seharusnya (what should be). Ini berarti bahwa ilmu ekonomi Islam

bukanlah value-neutral. Ia memiliki seperangkat nilainya tersendiri, kerangka

kerja nilai-nilai dimana dia beroperasi. Karena itulah maka reformasi ekonomi

Islam tidak dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, ia hanya dapat dilakukan

dalam konteks Islamisasi masyarakat secara total.

Kedua, dalam kerangka ini, hubungan-hubungan teknis akan dipelajari

dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan mashlahat dan tetap dalam

konteks suatu kerangka nilai.17 Dengan demikian ilmu ekonomi Islam tidak

hanya berbicara tentang bagaimana perilaku manusia ekonomi itu (economic

man) dalam lapangan ekonomi, tetapi juga bagaimana suatu disiplin normatif

dapat diimplementasikan dan diinjeksikan ke dalam diri manusia sehingga

sasaran yang hendak diinginkan Islam dapat diwujudkan. Ketiga, karena

citranya yang demikian itulah maka dalam kerangka kerja ini terdapat peran

kebijakan dari sektor pemerintah terhadap perilaku manusia agar tetap berada

pada arah realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai tersebut. Hal ini menjadikan

lingkup kajian ilmu ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif. Lebih

komprehensif karena ia bukan hanya berbicara tentang motif tetapi juga

perilaku, lembaga dan kebijakan. Ia mempelajari perilaku manusia seperti apa

adanya, namun ia juga memiliki suatu visi tertentu di masa yang akan datang

dimana perilaku manusia harus diarahkan kepadanya. Pendekatan demikian

merupakan ciri menonjol dari ilmu ekonomi Islam.

Dengan demikian upaya untuk memajukan ekonomi, memproduksi

barang dan jasa dalam kegiatan produksi, dan mengkonsumsi hasil-hasil

produksi serta mendistribusikannya, seharusnya berpijak kepada ajaran agama.

17 Ketika prilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai perilaku yang tidak rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu ekonomi.Ekonomi Islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yang rasional Islami berdasarkan maslahah. Oleh karena itu, standar moral suatu perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran Islam dan bukan semata-mata didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh kesepakatan sosial. Moralitas Islam ini tidak diposisikan sebagai suatu batasan ilmu ekonomi, justru sebagai pilar atau patokan dalam menyusun ekonomi Islam.

10

Page 11: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Artinya, apabila kita mengacu pada ajaran Islam, tujuan hidup mardatillah

harus mendasari (mengilhami dan mengarahkan) konsistensi antara niat (li

Allah ta ala) dan cara-cara untuk memperoleh tujuan berekonomi (kaifiat).18

Dalam pengertian tersebut Ilmu ekonomi Islam adalah juga suatu upaya yang

sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia dan

interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah

pembangunan suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk pemahaman

teoritis (theoritical understanding), rekayasa institusi yang diperlukan dan

kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan

konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia secara optimal

dan ideal. Batasan ini masih bersifat tentatif namun jelas memberikan gambaran

yang tegas bahwa ilmu ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem

ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya.

Bila dipelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, dapat disimpulkan

beberapa point yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun disiplin

ini. Pertama, Islam memberikan petunjuk tentang adanya seperangkat tujuan

dan nilai-nilai dalam kehidupan perekonomian. Kedua, Islam memberikan

kepada manusia sikap psikologis dan satu spektrum yang mengandung motif-

motif dan insentif. Islam juga memasok prinsip-prinsip hubungan

perekonomian. Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil inferensi yang

dipetik dari ruh ajaran Islam.

Mengacu pada pemikiran Choudhury (1998) disepakati bahwa

epistemologi fundamental ekonomika Islami didasarkan pada Al-Qur’an dan as-

Sunnah yang merupakan “the primordial stock of knowledge” sehingga disebut

sebagai tauhidi epistimologi. Runtun proses bagaimana implementasi

epistemologi Tauhidi ke dalam tata aturan kehidupan ditempuh melalui ijtihad

terekam dalam Qiyas maupun Ijma, dan juga pemikiran kontemporer dari

pemikir Muslim hingga saat ini Karakter dari epistimologi Tauhidi ialah

(a) premis aksiomatiknya tidak berubah, (b) tidak dapat dipecah-pecah, (c)

dalam kesatuan dan sempurna, dan (d) dapat diimplementasikan secara

18 Murasa Sarkaniputra, Ruqyah Syar’iyyah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi, Jakarta: al Ishlah Press & STEI, 2009, h. 112-113.

11

Page 12: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

universal kepada semua sistem, karena merupakan kesatuan (unity), maka

derivasinya adalah persatuan (unification) dari “the primordial stock of

knowledge”. Aksioma yang dimaksud diturunkan dari Al Qur’an, yakni

bahwa Allah SWT adalah Maha Pencipta yang dengan 99 sifat-sifat-Nya

memanifestasikan kemuliaan-Nya atas ciptaan-Nya. Oleh karena itu, manusia

sebagai khalifah di muka bumi harus juga memanifestasikan sifat-sifat-Nya ke

dalam kehidupan sehari-hari. Di sini, manusia dibekali amanah untuk

berkebebasan dalam menjalankan kegiatan sehari-harinya, menciptakan dan

menjaga kehidupan dunia dan akhirat secara berkeseimbangan, dan

bertanggungjawab atas pekerjaannya itu baik di dunia dalam rangka

bermuamalat maupun di akhirat pada hari pembalasan. Format berkehidupan

seperti ini disebutkan sebagai tujuan mardhatillah. Inilah butir-butir iman yang

masuk ke dalam aksioma al-iqtishad (ekonomi).

Berdasar atas pertimbangan tersebut di atas, teori, model dan sistem

ekonomi Islam -sebagai alternatif teori ekonomi yang telah mati- harus

didasarkan pada aksiomatik etika Islam yang dirangkum dalam Tauhid,

Kebebasan, Keseimbangan, dan Pertanggungjawaban dari setiap individu.

Mengacu pada pemikiran Choudury (1998) tentang prinsip-prinsip Ekonomika

Islami adalah : (1) Tauhid dan Ukhuwwah, (2) Kerja dan Produktivitas, dan (3)

Keadilan Distributif . Sebagai khalifah di bumi, manusia berkewajiban untuk

memanfaatkan bumi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang serba

berkecukupan itu untuk sebesar-besar kemaslahatan ummat, bukan untuk orang

seorang, karena setiap insan beriman bahwa pemilikan mutlak adalah pada

Allah swt. Untuk itu, ia harus bekerjasama dengan sesama seraya memohon

bimbingan Allah. Hubungan dengan Allah dan dengan sesama dalam

keseharian kerja inilah yang menjadikan suatu hasil kerja dapat disebut sebagai

bermanfaat. Pemanfaatannya tidak sekedar berkisar pada tematik alokasi

sumber daya yang optimal, pertukaran antar barang dan jasa melalui pasar, dan

memaksimumkan laba, tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah keadilan

sosial.

12

Page 13: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam

berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan

kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan,

kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.

2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang

3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan

ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.

4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai

moral

5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Kerangka institusional suatu masyarakat Islam yang diajukan oleh

M.Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya “Teaching Economics in An Islamic

Perspective” adalah:

1. Meskipun kepemilikan mutlak adalah milik Allah SWT, namun dalam

Islam diperkenankan suatu kepemilikan pribadi, dimana dibatasi oleh

kewajiban dengan sesama dan batasan-batasan moral yang diatur oleh

syariah.

2. Kebebasan untuk berusaha dan berkreasi sangat dihargai, namun tetap

mendapatkan batasan-batasan agar tidak merugikan pihak lain dalam hal

ini kompetisi yang berlangsung haruslah persaingan sehat.

3. Usaha gabungan (joint enterprise) haruslah menjadi landasan utama

dalam bekerjasama, dimana sistem bagi hasil dan sama-sama

menanggung risiko yang mungkin timbul diterapkan.

4. Konsultasi dan musyawarah haruslah menjadi landasan utama dalam

pengambilan keputusan publik.

5. Negara bertanggung jawab dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur

individu dalam setiap keputusan dalam rangka mencapai tujuan Islam.

Empat nilai utama yang bisa ditarik dari ekonomi Islam adalah

13

Page 14: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

1. Peranan positif dari negara, sebagai regulator yang mampu memastikan

kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang

merasa dirugikan oleh orang lain.

2. Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga setiap individu

dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan

dampaknya bagi orang lain.

3. Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu menyeimbangkan antara

hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

4. Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerja sama, sebab hal ini

menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi Islam.

Pesatnya perkembangan lembaga keuangan syari’ah memberi angin

segar bagi maraknya kegiatan ilmiah berbasis Ekonomi Islam yang dilakukan,

terutama oleh kalangan akademisi Perguruan Tinggi Umum maupun Islam, hal

ini juga menunjukkan semakin meningkatnya apresiasi umat Islam terhadap

upaya penegakkan syari’ah dalam bidang ekonomi atau upaya artikulasi nilai-

nilai Islam dalam ruangan ekonomi. Bahkan saat ini beberapa perguruan tinggi

telah menjadikan ekonomi Islam sebagai objek kajian (subjek matter) baik

dalam bentuk program studi maupun konsentrasi. Ada semacam justifikasi

sosial atas kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi konvensional yang

selama ini dijalankan, sekaligus menumbuhkan kuriositas umat Islam,

khususnya, untuk lebih memahami Ekonomi Islam. Bahkan bagi sebagian

kelompok masyarakat muslim ada semacam tuntutan untuk menemukan

kembali khazanah Islam yang sempat terlupakan dalam bidang ekonomi.

Maraknya kajian-kajian tentang ilmu ekonomi Islam tidak dapat

dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang

orisinil (Islamic Resurgance) di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan

minoritas Muslim. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia

kini tengah mencari suatu tatanan baru yang jangkauannya tidak hanya pada

aspek ideologis, moral, kultural dan politik saja, namun juga pada aspek

ekonomi. Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan untuk

14

Page 15: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

merekontruksi struktur masyarakat dan perekonomiannya dengan mengadopsi

nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka.

Sistem menyangkut pengaturan, seluruh perangkat keorganisasian,

institusi dan prinsip-prinsip yang berhubungan tentang bagaimana masyarakat

mencapai tujuan materialnya. Spesifikasinya, sistem ekonomi harus

mempunyai persyaratan, yaitu: (a) ia harus mengidentifikasi institusi tertentu

yang menopang format dimana kegiatan ekonomi berlangsung, (b) tujuan dari

kegiatan ekonomi ingin dicapai, dan (c) sarana-sarana dan proses melalui

kelengkapan ini tujuan dapat dicapai. Dalam kaitan ini dapat dilihat tulisan

tentang Islamic concept of ownership oleh Mohammad Sakr, Islamic economic

system oleh Sultan Abu Ali, dan Distributive Justice in Islam oleh Mohammad

Anas Zarqa. Fokus pertama mencakup filosofi dan tatanan institusi dalam

sistem ekonomi Islam, yang kedua melihat secara rinci elemen-elemen dari

sistem dan bagaimana memfungsikannya, sedangkan yang ketiga menganalisis

tujuan sistem ekonomi Islam dan sarana pencapaiannya dalam kerangka

Syariah. Daya jangkau lapangan ini meliputi persoalan kepemilikan; individu,

bersama dan negara, kebebasan bertransaksi, kesejahteraan sosial serta

hubungan si Kaya dan si Miskin. Pelaku utama dalam lapangan ini adalah

pemerintah melalui regulasi dan perundang-undangan.

Setiap sistem ekonomi memiliki tujuan-tujuan yang hendak

direalisasikan. Sistem ekonomi Islam lebih komprehensif dan utuh didasarkan

pada pandangan-pandangan yang benar terhadap hakekat manusia. Sistem-

sistem yang ada memiliki filosofi yang berbeda-beda tentang manusia sekalipun

berasal dari muara yang sama yaitu materialisme.

Kelompok materialisme hanya memandang manusia dari sudut

keuntungan fisik semata sehingga tidak utuh dan tidak seimbang, maka akan

mendorong dan menggiring manusia ke arah paham kebendaan dan hedonisme.

Sedangkan ekonomi Islam dengan mengikuti pemikiran yang ditawarkan Prof.

Choudhury, didasarkan atas prinsip : Tauhid (norma/moral Islam),

persaudaraan (brotherhood), kerja dan produktivitas (work and productivity),

distribusi pendapatan dan kekayaaan yang merata ( distributive equity),

15

Page 16: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

kerjasama (cooperation), organisasi (organization)/ institusi Islam (islamic

institutionalism).19 Prinsip tersebut teraplikasikan ke dalam sistem ekonomi

Islam. Beberapa karakteristik sistem ekonomi Islam menurut para pemikir

ekonomi Islam seperti M.A Manan 20 dan Monzer Kahf21, setidaknya meliputi:

a) mengakui kepemilikan individu dan kolektif dalam konteks kemaslahatan; b)

tiadanya transaksi berbasis bunga dan mengunggulkan sistem bagi hasi /profit

anda loss sharing seperti dalam mudharabah atau musyarakah, c) berfungsinya

institusi zakat sebagai salah satu sarana distribusi, d) mengakui mekanisme

pasar, e) perlu adanya peranan negara atau pemerintah dalam fungsinya

sebagai regulator dan supervisi.

Umar Chapra22, merinci beberapa fungsi yang harus dilakukan

pemerintah negara Islam yaitu : a) memberantas kemiskinan, b) menciptakan

kondisi full employment dan pertumbuhan yang tinggi, c) menjaga stabilitas

nilai real uang, d) menegakkan hukum dan ketertiban, e) menjamin keadilan

sosial dan ekonomi, f) mengatur jaminan sosial dan mendorong distirbusi

pendapatan dan kekayaan yang adil, g) mengharmoniskan hubungan

internasional dan menjaga pertahanan negara.

Demikian beberapa karakteristik ekonomi Islam yang pada gilirannya

akan membentuk tahapan ketiga yang disebut sebagai perekonomian umat

Islam. Ketiga, Ekonomi Islam sebagai “Perekonomian umat Islam” atau lebih

tepat “Perekonomian Dunia Islam”. Wilayah ini menjadi objek pola laku umat

Islam sebagai pelaku ekonomi. Prinsip yang dikembangkan lebih ditekankan

pada kinerja unit ekonomi umat Islam. Lapangan ini menjadi arena umat Islam

yang menjadi pelaku utamanya. Perubahan masyarakat dari satu sistem nilai ke

sistem nilai baru merupakan proses panjang, diperlukan strategi dan keinginan

kuat dari seluruh pihak, sehingga ekonomi Islam kehadirannya memang

19 Mausudul Alam Choudury, Contributions to Islamic Economic Theory, New York : St Martin’s Press, 1988, 59-61.

20M. A. Mannan, Op. Cit. 21Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. 22M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terjemahan Ikhwan Abidin,

Jakarta: Gema Insani Press, 2000

16

Page 17: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan sesuatu yang mengada-ada atau

dipaksakan.

Penegakkan pada salah satu level saja tidak akan menghasilkan

tegaknya syari’ah Islam dalam bidang ekonomi. Teori ekonomi Islam yang kuat

tanpa diterapkan menjadi sistem hanya akan menjadikan ekonomi Islam

sebagai kajian ilmu belaka tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi.

Dengan demikian diperlukan adanya upaya yang sinergi pada ketiga level

tersebut dengan melibatkan seluruh komponen dalam rangka menegakkan

syari’ah Islam dalam bidang ekonomi. Selain para praktisi, ulama, dan

organisasi sosial keagamaan, peran para akademisi juga menjadi sangat

strategis dalam upaya membangun, mengembangkan ekonomi Islam di

Indonesia.

Kegiatan pemikiran ekonomi di dunia Islam setidaknya mengambil dua

pola. Pertama adalah pola ideal yakni sistem ekonomi Islam yang lebih

komprehensif dan holistik sebagai agenda jangka panjang dan hal ini

diupayakan secara terus-menerus. Kedua adalah pola pragmatis yaitu

mengembangkan sistem yang bersifat parsial dan satu aspek saja, dalam hal ini

lembaga keuangan syariah (perbankan syariah). Di Indonesia, realitas

menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi Islam dimulai melalui

pola kedua, sehingga tidak heran jika pengembangan industri keuangan syariah

tumbuh lebih cepat daripada pengkajian teoritis dan konseptual dalam

pembentukan sistem yang lebih komprehensif, sehingga wajar keterbatasan

sumber daya insani yang memahami secara baik aspek ekonomi dan syariah

menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam rangka pengembangan ekonomi

Islam. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan lembaga keuangan

syariah itu sendiri merupakan pintu masuk bagi para pemikir muslim Indonesia

untuk lebih mendalami ekonomi Islam dalam kerangka ilmu dan sistem. Konsep

perbankan dan keuangan Islam yang pada mulanya hanya merupakan diskusi

17

Page 18: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

teoritis, kini telah menjadi realitas faktual yang tumbuh dan berkembang.

Bahkan, saat ini industri perbankan syariah telah bertransformasi dari hanya

sekedar bank alternatif dengan sistem syariah menjadi bank yang mampu

memainkan peranannya dalam percaturan ekonomi dunia. Bank syariah

semestinya tumbuh subur di Indonesia yang mendasarkan kehidupan berbangsa

dan bernegara dengan Pancasila dan konstitusi yang menghendaki adanya

ekonomi yang berkeadilan.

Menurut Sri Edi Swasosno, Ekonomi Syariah adalah sejalan dengan

Ekonomi Pancasila dan bersifat compatible meski tidak sepenuhnya

substitutable, untuk itu ekonomi syariah tidak boleh direduksi hanya dengan

memusatkan pada upaya membangun bank-bank syariah. Ekonomi syariah

harus dapat menangkal sistem ekonomi yang exploitatory secara luas, yang

memelihara dan menumbuhkan kesenjangan ekonomi, yang membiarkan

terjadinya trade off secara sistemik, yang subordinatif dan diskriminatori, yang

membiarkan berkembangnya laissez faire dalam arti luas.

Untuk itu perbankan syariah diharapkan mampu memainkan perannya

yang strategis terutama dalam mendukung perekonomian nasional terutama

upaya memperkuat usaha masyarakat sehingga keadilan distributif dapat

terwujud dalam tempo yang tidak terlalu lama. Perjuangan yang selayaknya

dilakukan oleh para penggerak ekonomi syariah adalah mewujudkan suatu

sistem yang berdasarkan konsep penafian sistem bunga dalam trasaksi

bisnisnya, mengembalikan uang pada fungsinya sebagai media penukaran

bukan menjadikannya sebagai komoditas, pengembangan syirkah dan trasaksi

syariah lainnya dalam membentuk pola hubungan yang partisipatif dan egaliter

bukan eksploitatif. Perbankan syariah ataupun lembaga keuangan syariah adalah

salah satu dan bukan satu-satunya institusi yang dapat menerapkan konsep

tersebut.

C. Permasalahan Utama dalam Ekonomi

18

Page 19: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Ekonomi merupakan studi tentang manusia, dimana terjadi pertentangan

antara kebutuhan dan keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas

berbenturan dengan kapasitas sumber daya yang terbatas. Oleh karenanya

ekonomi hadir tentang bagaimana menggunakan atau mengalokasikan sumber-

sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya tersebut untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Sehingga yang menjadi masalah pokok

dalam suatu sistem ekonomi adalah masalah kelangkaan (scarcity). Kebutuhan

manusia meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan,

kebutuhan sosial serta kebutuhan individu akan pengetahuan dan suatu

keinginan untuk mengekspresikan diri. Sementara keinginan adalah bentuk

kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual.

Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas tetapi sumber dayanya

terbatas. Jadi mereka akan memilih produk yang memberi nilai dan kepuasan

paling tinggi untuk uang yang dimilikinya. Dengan keinginan dan sumber daya

yang dimiliki manusia akan menciptakan permintaan akan produk dengan

manfaat yang paling memuaskan.

Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh kemampuan

daya beli seseorang. Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana

disertai dengan daya beli. Konsumen memandang produk sebagai kumpulan

manfaat dan memilih produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang

yang mereka keluarkan. Tidaklah dapat dikatakan sebagai suatu permintaan

apabila keinginan tersebut tidak disertai dengan kemampuan untuk membeli

suatu produk atau jasa tersebut.

Berdasarkan pandangan atas kebutuhan dan persyaratan apa yang

dibutuhkan untuk memenuhinya, akan berlanjut kepada kelangkaan relatif atas

pemenuhan kebutuhan dalam rangka pencapaian nilai yang lebih tinggi dan

pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam pandangan ekonomi konvensional

“ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka

19

Page 20: Bab 1 Filosofi

Gambar 1.1. Pilihan antara barang X dan barang Y

Y

X

A

B

C

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak

terbatas (unlimited)23”.

Secara umum, ilmu ekonomi adalah studi tentang pilihan atas berbagai

kebutuhan dan keinginan manusia yang dibatasi oleh sumber daya yang sifatnya

terbatas. Kelangkaan tidak dapat terelakkan dalam kehidupan manusia dan telah

menjadi pusat permasalahan ekonomi. Namun apakah sumber daya masyarakat

itu? Lalu kenapa kelangkaan tersebut terjadi? Kemudian konsekuensi apa yang

didapat dari terjadinya kelangkaan? Sumber daya terdiri atas sumber daya alami

dan sumber daya buatan. Dimana sumber daya alami terdiri atas sumber daya

alam dan sumber daya manusia. Sedangkan sumber daya buatan adalah modal

dan pengusaha. Para ahli ekonomi menamakan seluruh sumber daya ini sebagai

faktor-faktor produksi, sebab mereka ini digunakan untuk memproduksi

barang-barang yang dibutuhkan orang. Barang-barang yang dihasilkan atau

diproduksi dinamakan komoditi. Komoditi dapat dipisahkan menjadi barang

dan jasa, dimana barang selalu berujud sedangkan jasa tidak berwujud.

Bagi sebagian besar umat manusia yang hidup di dunia ini kelangkaan

merupakan suatu hal yang nyata, sedangkan sumber daya yang tersedia untuk

memenuhi kebutuhan tersebut terbatas jumlahnya tidak sebanding dengan

besarnya permintaan. Walaupun suatu negara itu sudah kaya atau makmur

bukan berarti masalah kelangkaan sudah selesai. Namun tetap saja dibutuhkan

output yang lebih banyak lagi agar seluruh rumah tangga dapat

mengkonsumsinya. Karena keterbatasan sumber daya tersebut, maka setiap

individu menghadapi masalah pengambilan keputusan tentang apa yang harus

diproduksi dan bagaimana membagi produk tersebut di kalangan anggota

masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat mempunyai preferensi yang

berbeda dalam menentukan pilihan tersebut. Keterbatasan dalam melakukan

pilihan tersebut secara tidak langsung menunjukkan akan timbulnya suatu

biaya, hal ini dikenal dengan biaya peluang (opportunity cost). Dimana

keputusan untuk memiliki sesuatu lebih banyak sama dengan keputusan untuk

memiliki hal lainnya lebih sedikit. Setiap kali keterbatasan atau kelangkaan

23 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi,Cet. 18 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 5.

20

Page 21: Bab 1 Filosofi

Gambar 1.1. Pilihan antara barang X dan barang YY

X

A

B

C

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

memaksa seseorang untuk menentukan pilihan, maka dia sedang menghadapi

masalah biaya peluang. Biaya ini diukur dengan satuan alternatif yang

dilepaskan. Karena ketika seseorang menentukan pilihannya atas sesuatu hal,

maka ia melepaskan kepuasan pilihannya atas suatu hal yang lain.

Gambar 1.1. menggambarkan kombinasi yang harus diambil atas dua

pilihan barang X dan barang Y. Hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran

yang dimiliki oleh individu. Dalam contoh ini digambarkan biaya peluang

(opportunity cost) adalah konstan, sehingga garis pembatas berbentuk lurus.

Namun dalam dunia riel, biaya peluang bisa saja tidak konstan. Selain itu ada

lagi proses pemilihan yang dilakukan oleh produsen ketika memutuskan akan

memutuskan untuk memproduksi suatu barang. Gambar 1.1. memperlihatkan

bahwa apabila seorang individu memilih titik A, maka individu tersebut telah

memilih seluruh komoditi Y dan melepaskan keinginannya atas komoditi X,

begitu pula sebaliknya apabila memilih titik C. Sementara titik B adalah

individu mencoba mengkombinasikan konsumsinya antara komoditi X dan

komoditi Y.

Karena sumber daya terbatas, pilihan untuk memproduksi suatu barang

lebih banyak akan menurunkan produksi barang lain. Sehingga proses produksi

yang bisa dicapai adalah kombinasi berdasarkan sumber daya yang tersedia. Hal

ini bisa digambarkan dalam suatu kurva yang dinamakan batas kemungkinan

produksi (production possibility frontier). Kemiringan (slope) kurva ini turun ke

kanan bawah. Dari gambar 1.2. terlihat bahwa titik a dan titik d merupakan

kombinasi yang tidak bisa dicapai, karena sumber daya yang dimiliki tidak

mencukupi untuk memproduksi sebanyak itu. Sementara titik c merupakan titik

yang tidak optimal, karena ada sumber daya yang tidak terpakai

21

Page 22: Bab 1 Filosofi

PPF

Gambar 1.2. Batas Kemungkinan Produksi (PPF)Y

X

Kombinasi yang bisa dicapai

Kombinasi yang tidak bisa dicapai

. d. a

. b

. c

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Batas kemungkinan produksi mengungkapkan tiga konsep yaitu

keterbatasan/kelangkaan (scarcity), pilihan (choice) dan biaya peluang

(opportunity cost). Keterbatasan ditunjukkan oleh kombinasi-kombinasi yang

tidak bisa dicapai di atas batas garis; pilihan ditunjukkan oleh kebutuhan untuk

memilih dari sekian titik-titik alternatif yang bisa dicapai sepanjang batas; biaya

peluang diperlihatkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah.

Sehingga dari permasalahan utama mendasar, setiap masyarakat

menghadapi dan harus memecahkan tiga permasalahan pokok ekonomi24:

a. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa barang tersebut

diproduksi (WHAT)

b. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang

tersedia harus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang tersebut

secara optimal (HOW)

c. Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksikan; atau bagaimana

barang-barang tersebut dibagikan diantara warga masyarakat (FOR

WHOM)

Masyarakat memecahkan ketiga permasalahan ekonomi pokok tersebut

dengan berbagai cara mulai dari kebiasaan, tradisi, insting, komando (paksaan)

sampai kepada mekanisme harga di pasar. Dalam dunia ekonomi modern saat

ini untuk memecahkan permasalahan di atas adalah dengan menyerahkannya

kepada mekanisme harga di pasar. Gerak harga (mekanisme harga) dari setiap

24 Boediono. Ekonomi Mikro Cet. 18 (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1996), h. 7

22

Page 23: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

barang dan faktor produksi bisa memecahkan ketiga masalah ekonomi pokok

dari masyarakat dengan jalan:

a. Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan sesuatu barang, maka

harga barang tersebut akan naik. Sehingga penjual memperoleh keuntungan

yang lebih besar, selanjutnya produsen akan memperbesar kapasitas

produksinya atas produk tersebut, akibat peningkatan kapasitas produksi

maka total barang akan bertambah. Barang akan semakin ditingkatkan

produksinya sampai dengan batas maksimal yang dapat diproduksi, sampai

dengan batas maksimal dimana penawaran lebih tinggi dari permintaan,

maka harga barang tersebut akan menurun dan akhirnya produsen akan

menurunkan kapasitas produksinya. Proses sebaliknya akan terjadi bila

harga turun. Jadi gerak harga-harga barang menentukan apa dan berapa

setiap barang akan tersedia (diproduksikan) di dalam masyarakat. (Masalah

What);

b. Barang dihasilkan dari proses pengkombinasian faktor-faktor produksi oleh

produsen, dimana faktor-faktor produksi ini merupakan kombinasi paling

efisien dan efektif bagi perusahaan dalam proses produksinya. Bila harga

sesuatu faktor produksi naik, maka produsen akan berusaha mengadakan

penghematan penggunaan faktor tersebut dan menggunakan lebih banyak

faktor-faktor produksi yang lain untuk proses produksinya, dan berusaha

mencari barang subtitusi yang paling efisien dalam produksinya. Sehingga

produsen akan selalu mencari kombinasi faktor produksi yang paling efisien

dalam proses produksinya. Gerak harga faktor produksi menentukan

kombinasi optimal yang digunakan produsen dalam proses produksinya.

(Masalah How);

c. Barang-barang hasil produksi dijual baik oleh produsen maupun konsumen.

Konsumen membayar harga barang-barang hasil produksi oleh produsen

tersebut dari penghasilan yang diterimanya, dimana penghasilan yang

didapat oleh konsumen tersebut bersumber dari penjualan jasa-jasa atas

faktor produksi yang dimilikinya kepada produsen berupa upah dari tenaga

yang mereka keluarkan kepada produsen. Pola distribusi penghasilan antar

23

Page 24: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

warga masyarakat tidak hanya ditentukan oleh harga faktor-faktor produksi

saja tetapi juga oleh pola kepemilikan. Semakin terpusat suatu kepemilikan,

maka akan semakin terpusat pula distribusi barang-barang di masyarakat.

Gerak harga barang dan faktor produksi menentukan distribusi barang-

barang yang dihasilkan di dalam masyarakat antara warga masyarakat.

(Masalah For Whom).

Meskipun dalam mekanisme harga yang dalam bahasa ekonomi dipengaruhi

oleh “invisible hand” tidak semuanya bisa dipecahkan oleh mekanisme harga di

pasar. Sebab ada bagian yang secara umum mekanisme harga tidak

memecahkan masalah dengan baik, karena menyangkut kepentingan umat yang

lebih besar25:

a. Distribusi pendapatan

Mekanisme harga tidak selalu bisa menjamin dipecahkannya masalah “For

Whom” secara adil, sebab ada pihak yang semakin dirugikan dan diinjak-injak

oleh pihak lain. Hal ini terkait dengan pola kepemilikan yang terjadi di

masyarakat, dimana terjadi kesenjangan pendapatan di masyarakat yang

memerlukan suatu mekanisme agar tercipta suatu keadilan, dan hal ini kurang

dapat dilakukan oleh mekanisme harga. Apabila hal ini sepenuhnya dilepas

menurut mekanisme harga yang terjadi maka akan dapat menyebabkan

pemusatan kekayaan kepada segelintir kelompok tertentu yang memiliki akses

modal lebih besar dan merugikan kelompok masyarakat yang lemah yang

kurang memiliki akses modal. Sehingga tugas negara adalah untuk memastikan

untuk tidak terjadinya kesenjangan pendapatan di masyarakat.

b. Ketidaksempurnaan pasar

Hal ini apabila terjadi suatu perbedaan yang tajam dalam hal kekuasaan

ekonomi antara pihak-pihak yang bertransaksi di pasar, maka harga yang terjadi

di pasar tidak menggambarkan keadaan masyarakat sebenarnya. Struktur pasar

pesaingan sempurna sangatlah sulit untuk ditemukan dalam kehidupan nyata,

karenanya mekanisme harga yang sepenuhnya diserahkan kepada sistem pasar

akan mengerucut kepada terjadinya ketidaksempurnaan pasar, karena struktur

25 Ibid, h. 14

24

Page 25: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

pasar yang paling banyak adalah struktur oligopoli. Sehingga dalam hal ini

masalah “What” dan “How” tidak terpecahkan dengan baik.

c. Barang-barang publik

Dalam kehidupan ini ada barang-barang yang hanya bisa disediakan secara

kolektif oleh masyarakat maupun pemerintah (contoh: keamanan, , infrastruktur

jalan, sarana publik, taman kota, dan sebagainya). Dimana tidak terdapatnya

harga pasar bagi barang-barang publik ini, barang-barang publik ini tidak dapat

disediakan oleh swasta karena secara ekonomi tidak menguntungkan. Hal ini

menyebabkan barang-barang publik harus disediakan oleh negara demi

kesejahteraan masyarakat. Sehingga terlihat sekali lagi bahwa masalah “What”

untuk barang-barang publik ini tidak bisa dipecahkan dengan baik oleh

mekanisme harga.

d. Eksternalitas

Dalam mekanisme pasar tidak bisa atau kurang memperhitungkan

dampak-dampak yang ditimbulkan secara tidak langsung dari kegiatan ekonomi

baik itu eksternalitas positif –yaitu dampak pembangunan yang memberikan

hasil positif terhadap masyarakat- (contoh: pembangunan jalan membuat suatu

daerah menjadi terbuka dari aktivitas dan kegiatan perekonomian dan berakibat

pada semakin majunya perekonomian yang terdapat di suatu daerah) maupun

eksternalitas negatif –yaitu pembangunan yang berdampak negatif terhadap

masyarakat- (contoh: polusi udara yang ditimbulkan oleh pabrik atau polusi

debu yang ditimbulkan akibat pembangunan suatu jalan tol mengakibatkan

terjangkitnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di masyarakat).

e. Makro ekonomi

Mekanisme harga pun seringkali tidak bisa diandalkan secara penuh

untuk menstabilkan gejolak (fluktuasi) naik turunnya kegiatan ekonomi secara

total (nasional atau makro), dalam hal ini intervensi pemerintah masih sangat

diperlukan. Penyesuaian dalam aktivitas makro ekonomi tidak dapat dilakukan

oleh mekanisme harga melainkan harus diselesaikan oleh bidang ilmu ekonomi

publik dan ekonomi politik. Sebab apabila mengandalkan sepenuhnya kepada

25

Page 26: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

mekanisme harga, banyak permasalahan makroekonomi yang perlu diselesaikan

secara lebih bijaksana dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek.

Dalam kelima bidang ini, mekanisme harga tidak bisa diharapkan

menyelesaikan permasalahan ekonomi secara otomatis dan baik, sehingga

masih dibutuhkan tindakan-tindakan dan kebijakan yang harus dirumuskan dan

dijalankan secara sadar, terstruktur dan sistematis oleh negara dalam bentuk

suatu perencanaan pembangunan. Dalam praktik mekanisme harga dan

perencanaan digunakan secara bersama-sama. Tidaklah ada suatu negara yang

murni menerapkan mekanisme harga secara total dan tidak ada suatu negara pun

yang murni menerapkan perencanaan secara total. Suatu hal yang mustahil

apabila mekanisme harga dan perencanaan menjadi suatu bagian terpisahkan,

sebab hal ini akan menjadikan perekonomian suatu negara menjadi terpuruk.

Ekonomi konvensional mempunyai paradigma yang berbeda dengan

ekonomi Islam. Karena ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu

yang sekuler dan sama sekali tidak memasukkan faktor X (yaitu faktor Tuhan)

didalamnya. Sehingga ekonomi konvensional menjadi suatu bidang ilmu yang

bebas nilai (positivistik). Sementara ekonomi Islam dibangun di atas prinsip-

prinsip syariah. Dalam tataran ini, ekonom muslim tidak berbeda pendapat.

Namun ketika diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi

Islam itu mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini pemikiran para

ekonom muslim kontemporer terbagi atas tiga mazhab. Kenapa pemikiran para

ekonom muslim ini dapat dikatakan sebagai mazhab? Sebab pemikiran-

pemikiran mereka telah tersusun secara sistematis. Tiga mazhab26 tersebut

adalah:

Mazhab Iqtishaduna

Mazhab Mainstream

Mazhab Alternatif-kritis

1. Mazhab Iqtishaduna

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-sadr dengan bukunya

“Iqtishaduna”. Dimana mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi

(economics) tidak bisa berjalan seirama dengan Islam. Ilmu ekonomi tetaplah 26 Adiwarman A Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia. 2002, hal. 13

26

Page 27: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

ekonomi, dan Islam adalah tetap Islam. Kedua hal ini tidak akan bisa disatukan

karena berasal dari pengertian dan filosofi yang berbeda. Yang satu anti-Islam

(anti Tuhan) dan yang satu lagi Islam (Tuhan). Perbedaan pengertian dan

filosofi ini akan berdampak pada perbedaan cara pandang yang digunakan

dalam melihat suatu masalah ekonomi termasuk pula dalam alat analisis yang

dipergunakan.

Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya

keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia

terbatas, dimana faktor utama permasalahan ekonomi adalah masalah

kelangkaan. Mazhab ini menolak pernyataan ini, karena menurut mereka Islam

tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang mereka

pergunakan untuk memperkuat argumentasi mereka adalah Al Qur’an Surat Al

Qamar ayat 49

“Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-

tepatnya”.

Dengan demikian segala sesuatu telah terukur dengan sempurna,

sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh

manusia. Kemudian mereka mengajukan sanggahan atas keinginan manusia

yang tidak terbatas, menurut mereka keinginan manusia pun bersifat terbatas.

Sebagai contoh: manusia akan berhenti makan bila sudah kenyang. Sehingga

ditarik suatu kesimpulan bahwa keinginan manusia yang tidak terbatas itu

adalah salah, sebab kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa keinginan

manusia terbatas.

Mazhab ini berpendapat bahwa permasalahan dalam ekonomi muncul

karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem

ekonomi yang membenarkan terjadinya eksploitasi atas sekelompok pihak yang

lemah oleh sekelompok pihak yang lebih kuat, dimana pihak yang kuat akan

mampu menguasai sumber daya yang ada sementara di pihak lain pihak yang

lemah sama sekali tidak mempunyai akses terhadap sumber daya tersebut.

Sehingga masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas,

tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Manusia secara

27

Page 28: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

fitrahnya merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas atas apa yang

telah dimilikinya. Mereka akan selalu berusaha mewujudkan setiap yang

diinginkan.

Oleh karena itu istilah ekonomi Islam menurut mazhab ini adalah suatu

istilah yang tidak tepat dan menyesatkan, sehingga istilah ekonomi Islam harus

dihentikan atau dihilangkan. Sebagai gantinya untuk menjelaskan mengenai

sistem ekonomi dengan prinsip Islam ditawarkan suatu istilah baru yang berasal

dari filosofi Islam yaitu iqtishad. Iqtishad menurut mereka bukan sekedar

terjemahan dari ekonomi saja. Iqtishad berasal dari bahasa Arab qasd yang

secara harfiah berarti equlibrium atau keadaan sama, seimbang atau

pertengahan. Oleh karenanya, semua teori ekonomi konvensional ditolak dan

dibuang dan diganti oleh teori-teori baru yang disusun berdasarkan nash-nash

Al Qur’an dan Sunnah.

2. Mazhab Mainstream

Mazhab kedua ini berbeda pendapat dengan mazhab pertama. Mazhab

kedua atau yang lebih dikenal dengan mazhab mainstream ini justru setuju

bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang

dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalil yang dipakai oleh

mazhab ini adalah Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 155

“Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,

kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi

orang-orang yang sabar”.

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal

yang alamiah dan bersifat sunatullah serta merupakan fitrah manusia. Dalilnya

adalah surat At Takaatsur ayat 1-5

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang

kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)”.

Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam

penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa masalah kelangkaan ini menyebabkan manusia harus

28

Page 29: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala

prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing tidak peduli

apakah itu bertentangan dengan norma serta nilai agama ataukah tidak. Dengan

kata lain pilihan dilakukan berdasarkan tuntutan nafsu semata (Homo

economicus). Sedangkan dalam ekonomi Islam penentuan pilihan tidak bisa

tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupan kita telah diatur oleh Al Qur’an dan

Sunnah. Sehingga kita sebagai manusia ekonomi Islam (Homo Islamicus) harus

selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.

Tokoh-tokoh mazhab antara lain adalah Umer Chapra, Metwally, M A

Mannan, M N Siddiqi, dll. Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang

belajar serta mengajar di universitas-universitas barat, dan sebagian besar di

antara mereka adalah ekonom Islamic Development Bank (IDB). Sehingga

mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional

ke keranjang sampah. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat

dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan yang diterangi dan

dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Sebab keilmuan yang saat ini

berkembang di dunia Barat pada dasarnya merupakan pengembangan keilmuan

yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim pada era dark ages, sehingga

bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa

yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuwan

muslim terdahulu.

3. Mazhab Alternatif –kritis

Mazhab ketiga dipelopori oleh Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arif,

dll. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab pertama dikritik

sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang pada

hakikat aslinya sudah ditemukan oleh orang lain. Mereka menghancurkan teori

lama, untuk kemudian menggantinya dengan teori baru yang notabenenya

sebagian telah ditemukan. Sedangkan mazhab kedua dikritik sebagai jiplakan

dari ekonomi konvensional dengan menghilangkan variabel riba dan

memasukkan variabel zakat serta niat. Mazhab ketiga ini merupakan mazhab

yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus

29

Page 30: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dilakukan terhadap ekonomi konvensional yang telah ada, tetapi juga terhadap

ekonomi Islam itu sendiri. Sebab ekonomi Islam muncul sebagai tafsiran

manusia atas Al Qur’an dan Sunnah, dimana tafsiran ini bisa saja salah dan

setiap orang mungkin mempunyai tafsiran berbeda atasnya. Setiap teori yang

diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya agar ekonomi

Islam dapat muncul sebagai rahmatan lil-alamin di dunia ini.

D. Rancang Bangun Ekonomi Islam

Dalam pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam,

kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai rancang bangun ekonomi

Islam27, dengan mengetahui rancang bangun ekonomi Islam kita dapat

memperoleh suatu gambaran utuh dan menyeluruh secara singkat tentang

ekonomi Islam. Dimana terdiri atas atap, tiang dan landasan. Diharapkan

nantinya dengan mengetahui rancang bangun ini, dapat memahami lebih lanjut

mengenai apa ekonomi Islam itu sendiri. Landasan terdiri atas aqidah (tauhid),

adil, nubuwwa, khilafah dan ma’ad.

Aqidah (tauhid) merupakan konsep Ketuhanan umat Islam terhadap

Allah SWT. Dimana dalam pembahasan ekonomi Islam berasal dari ontologi

tauhid, dan hal ini menjadi prinsip utama dalam syariah. Sebab kunci keimanan

seseorang adalah dilihat dari tauhid yang dipegangnya, sehingga rukun Islam

yang pertama adalah syahadat yang memperlihatkan betapa pentingnya tauhid

dalam setiap insan beriman. Oleh karenanya setiap perilaku ekonomi manusia

harus didasari oleh prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam yang berasal

dari Allah SWT. Karenanya setiap tindakan atau perilaku yang menyimpang

dari syariah akan dilarang, sebab hal tersebut akan dapat menimbulkan

kemudharatan bagi kehidupan umat manusia baik bagi individu itu sendiri

maupun bagi orang lain. Sehingga hal ini akan memunculkan tiga asas pokok

yang dipegang oleh setiap individu muslim:

1. Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan

menurut kehendak-Nya. Sehingga pemilik mutlak atas harta yang

kita miliki hanya Allah semata, dan kita hanya sebagai pemegang 27 Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia, 2002, hal. 17

30

Page 31: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

amanah atas harta tersebut yang harus mengelola dengan sebaik-

baiknya.

2. Allah adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk

kepada-Nya. Hal ini akan memunculkan sikap rendah hati dari

manusia, bahwa kita tidak layak sombong atas yang dimiliki sebab

manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah semata.

3. Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi

manusia menurut horizon waktu. Setiap individu muslim akan

selalu memiliki dua horizon waktu dalam bertindak, yaitu horizon

waktu hidup di dunia dan horizon waktu hidup di akhirat.

Adil disini mengandung makna bahwa dalam setiap aktivitas ekonomi

yang dijalankan agar tidak terjadi suatu tindakan yang dapat mendholimi orang

lain. Konsep adil ini mempunyai dua konteks yaitu konteks individual dan

konteks sosial. Menurut konteks individual, janganlah dalam akitivitas

perekonomiannya ia sampai menyakiti diri sendiri. Sedang dalam konteks

sosial, dituntut jangan sampai merugikan orang lain. Oleh karenanya harus

terjadi keseimbangan antara individu dan sosial. Hal ini menunjukkan dalam

setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh insan beriman haruslah adil, agar

tidak ada pihak yang tertindas. Karakter pokok dari nilai keadilan bahwa

masyarakat ekonomi haruslah memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil

dalam kemakmuran menurut syariat Islam. Berkaitan dengan masalah perilaku

ekonomi umat manusia, maka keadilan mengandung maksud:

1. Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam, keadilan yang

tidak terbatas hanya akan mengakibatkan ketidakserasian di antara

pertumbuhan produksi dengan hak-hak istimewa bagi segolongan kecil

untuk mengumpulkan kekayaan melimpah dan mempertajam

pertentangan antara yang kuat dan akhirnya akan menghancurkan

tatanan sosial kemasyarakatan.

2. Keadilan harus ditetapkan di semua fase kegiatan ekonomi. Keadilan

dalam produksi dan konsumsi ialah paduan efisiensi dan memberantas

pemborosan. Adalah suatu kezaliman dan penindasan apabila seseorang

31

Page 32: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dibiarkan berbuat terhadap hartanya sendiri yang melampaui batas yang

ditetapkan dan bahkan sampai merampas hak orang lain.

Mungkin beberapa orang menganggap bahwa tuntunan dalam ekonomi

Islam ini hanya bisa dijalankan oleh Nabi. Anggapan ini keliru, sebab ilmu yang

diajarkan oleh Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad saw pasti benar

adanya. Dengan konsep nubuwwa ini, kita dituntut untuk percaya dan yakin

bahwa ilmu Allah itu benar adanya dan akan membawa keselamatan dunia dan

akhirat. Serta dapat dijalankan oleh seluruh umat manusia dan bukan hanya oleh

Nabi saja. Sebab ajaran Nabi Muhammad saw adalah suatu ajaran yang

memiliki nilai-nilai universal di dalamnya. Sehingga prinsip-prinsip yang

terkandung dalam ekonomi Islam merupakan prinsip-prinsip ekonomi universal

yang dapat diterapkan oleh seluruh umat, baik oleh umat Islam maupun umat

selain Islam. Sifat-sifat keteladanan Rasulullah seperti shidiq, amanah, tabligh

dan fathonah mampu dilaksanakan oleh umatnya meskipun tidak akan

sesempurna seperti yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah. Namun hal ini

membuktikan bahwa ekonomi Islam pun mampu dilaksanakan oleh setiap

individu.

Khilafah atau berarti pemimpin, membawa implikasi bahwa pemimpin

umat dalam hal ini bisa berarti pemerintah adalah suatu yang kecil namun

memegang peranan penting dalam tata kehidupan bermasyarakat. Islam

menyuruh kita untuk mematuhi pemimpin selama masih dalam koridor ajaran

Islam. Ini berarti negara memegang peranan penting dalam dalam mengatur

segenap aktivitas dalam perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi

dan aturan tersebut tetap dibutuhkan, namun selama tidak bertentangan dengan

prinsip syariah. Dengan kata lain, peran negara adalah berupaya menegakkan

kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan.

Ma’ad atau return, ini berarti dalam Islam pun membolehkan mengambil

keuntungan dalam melakukan aktivitas perekonomian. Oleh karenanya salah

besar yang beranggapan bahwa dalam Islam tidak boleh mengambil

keuntungan. Keuntungan merupakan salah satu hal yang dianjurkan dalam suatu

aktivitas ekonomi. Namun yang dilarang dalam Islam adalah mengambil

32

Page 33: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

keuntungan yang berlebihan apalagi sampai merugikan orang banyak, misal

dengan melakukan penimbunan –untuk menciptakan kelangkaan barang- untuk

mendapat harga yang berlipat ganda.

Setelah membahas landasannya, sekarang kita membahas mengenai tiang

dari ekonomi Islam, yang terdiri atas multitype ownership (kepemilikan multi

jenis), freedom to act (kebebasan berusaha), dan social justice (kesejahteraan

sosial).

Multitype ownership, Islam mengakui jenis-jenis kepemilikan yang

beragam. Dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan yang diakui hanyalah

kepemilikan individu semata yang bebas tanpa batasan. Sedangkan dalam

ekonomi sosialis, hanya diakui kepemilikan bersama atau kepemilikan oleh

negara, dimana kepemilikan individu tidak diakui dan setiap orang

mendapatkan imbal jasa yang sama rata. Dalam Islam kedua-dua kepemilikan

diakui berdasarkan batasan-batasan yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh

karenanya Islam mengakui adanya kepemilikan yang bersifat individu, namun

tetap ada batasan-batasan syariat yang tidak boleh dilanggar –seperti akumulasi

modal yang hanya menumpuk di sekelompok golongan semata-. Kepemilikan

individu dalam Islam sangat dijunjung tinggi, akan tetapi tetap ada batasan yang

membatasi agar tidak ada pihak lain yang dirugikan karena kepemilikan

individu tersebut. Pemilikan dalam ekonomi Islam adalah:

1. Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara

mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.

2. Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila

orang tersebut meninggal harus didistribusikan kepada ahli warisnya

menurut ketentuan Islam

3. Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber

ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup

orang banyak, sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.

Economic Freedom, dalam ekonomi Islam setiap manusia bebas melakukan

aktivitas ekonomi apa saja, selama aktivitas ekonomi yang dilakukan bukan

aktivitas ekonomi yang dilarang dalam kerangka yang Islami. Hal ini berbeda

33

Page 34: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dengan ekonomi kapitalis yang tidak terdapat pembatasan dalam kebebasan

beraktivitas, sehingga terjadi kebebasan yang terlalu berlebihan bahkan

menyebabkan tertindasnya pihak lain, dalam ekonomi kapitalis berlaku hukum

rimba dimana yang terkuatlah yang dapat menguasai semuanya termasuk

sumber daya modal dan alam. Hal ini berakibat teraniayanya hak orang lain

diakibatkan kebebasan tanpa batasan. Dan tidak juga seperti ekonomi sosialis

yang terlalu membatasi kebebasan beraktivitas seseorang, sehingga cenderung

menghilangkan kreativitas dan produktivitas umat. Pembatasan yang terlalu

berlebihan terhadap aktivitas ekonomi menyebabkan stagnasi dalam

produktivitas.

Social justice (social welfare), dalam Islam konsep ini bukanlah charitable -

bukan karena kebaikan hati kita-. Dalam Islam, walaupun harta yang kita dapat

berasal dari usaha sendiri secara halal, tetap saja terdapat hak orang lain di

dalamnya. Sebab kita tidak mungkin mendapatkan semuanya tanpa bantuan

orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya Islam

mewajibkan zakat dan voluntary sector (infak, sadaqah, wakaf, dan hibah) agar

terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan. Namun pemerataan disini

bukan berarti sama rata, sama rasa, melainkan yang sesuai dengan bagiannya.

Instrumen zakat adalah salah satu instrumen pemerataan yang pertama

dibandingkan dengan suatu sistem jaminan sosial di Barat. Selain itu kerjasama

(cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islami versus

kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran ekonomi marxisme.

Kerjasama ekonomi harus dilaksanakan dalam semua tingkat kegiatan

ekonomi, produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerjasama

dalam ekonomi Islam adalah qirad. Qirad adalah kerjasama antara pemilik

modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau

tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Yang terakhir

adalah atap dari rancang bangun ekonomi Islam itu sendiri yaitu akhlak yang

menjadi perilaku Islami dalam perekonomian. Atau bisa juga dalam kaitannya

dengan ekonomi bisa diartikan sebagai suatu etika yang harus ada dalam setiap

aktivitas ekonomi. Teori dan prinsip ekonomi yang kuat belumlah cukup untuk

34

Page 35: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

membangun kerangka ekonomi yang kuat. Namun harus dilengkapi dengan

akhlak. Dengan akhlak ini, manusia dalam menjalankan aktivitasnya tidak akan

sampai merugikan orang lain dan tetap menjaga sesuai dengan syariah. Akhlak

yang mulia mampu menuntun umat dalam aktivitas ekonominya tidak

merugikan pihak lain, misalnya dengan tidak melakukan gharar, maysir, dan

riba.

Sebab teori yang unggul dan sistem ekonomi yang sesuia dengan syariah

sama sekali bukan jaminan secara otomatis akan memajukan perekonomian

umat. Sistem ekonomi Islami hanya memastikan tidak adanya transaksi yang

bertentangan dengan syariat. Kinerja ekonomi sangat tergantung pada siapa

yang ada di belakangnya. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha

menentukan sukses dan gagalnya bisnis yang dijalankan. Dengan melihat

pengertian di atas dapat kita tarik beberapa pengertian yaitu: Pertama, Ekonomi

Islam sebagai ilmu adalah merupakan landasan dari rancang bangun ini. Kedua,

Ekonomi Islam sebagai suatu sistem atau Sistem Ekonomi Islam adalah yang

menjadi tiang dari rancang bangun. Dan Ketiga, Ekonomi Islam sebagai suatu

perekonomian atau Perekonomian Islam adalah yang kita sebut sebagai atapnya.

E. Metodologi Ekonomi Islam

Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang memberikan

landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-

35

AKHLAK

MULTITYPEOWNERSHIP

ECONOMICFREEDOM

SOCIAL JUSTICE

TAUHID ADIL NUBUWWAH KHILAFAH MA’AD

Gambar 1.3.Rancang Bangun Ekonomi Islam

Page 36: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

prinsipnya di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma dan

prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut

merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi

membuat kerangka dimana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat

memanfaatkan sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan

produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan

konsumsi. Validitas sistem ekonomi dapat diuji dengan konsistensi internalnya,

kesesuainnya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan

lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh.

Suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya

diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan. Berbagai

aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya ditentukan secara pasti

dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan agar dapat menunjukkan

kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian perbedaan yang nyata

seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang

bersumber padanya. Dalam literatur Islam mengenai ekonomi, sedikit perhatian

sudah diberikan kepada masalah ini, namun pembahasan yang ada tentang

ekonomi Islam masih terbatas pada latar belakang hukumnya saja atau kadang-

kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam. Kajian

mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai

sistem ekonomi.

Selain itu, suatu pembedaan harus ditarik antara bagian dari fiqih Islam

yang membahas hukum dagang (fiqh muamalah) dan ekonomi Islam. Bagian

yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang hukum untuk

kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut kemudian

mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yng berkaitan dengan

produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat muslim. Tidak adanya

pembedaan antara fiqh muamalah dan ekonomi Islam merupakan salah satu

kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam, sehingga seringkali

suatu teori ekonomi berubah menjadi pernyataan kembali mengenai hukum

Islam. Hal lain yang tidak menguntungkan dalam pembahasan ekonomi Islam

36

Page 37: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

dengan fiqh muamalah adalah menyebabkan terpecah-pecahnya dan kehilangan

keterkaitan menyeluruhnya dengan teori ekonomi.

Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi, karena sejarah

adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial

perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-

eksperimennya dan menurunkan kecenderungan jangka jauh dalam berbagai

ubahan ekonomiknya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi,

yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-

individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi. Kajian tentang sejarah

pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan

sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer di satu pihak dan di

pihak lain akan memberi kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi Islam

selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan

membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.

Namun terdapat dua bahaya dalam mengkaji tentang sejarah pemikiran

ekonomi Islam, yaitu pertama, bahaya terlalu kaku dan taqlid antara teori dan

aplikasinya, dimana terlalu kaku menggunakan patokan berdasarkan aplikasi

yang terdapat pada masa terdahulu dan kurang melakukan inovasi dan

pengembangan teori yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah serta kurang

aplikatifnya teori berdasarkan situasi dan kondisi yang berbeda. Kedua,

pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya kedua ini muncul ketika para ahli

ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun

waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan para ekonom Islam

untuk mengancang Al-Qur'an dan Sunnah itu secara langsung, yang pada

gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historik dan

tidak bersifat ideologik. Literatur Islam yang ada sekarang mengenai ekonomi

mempergunakan dua macam metode, yaitu metode deduksi dan metode

pemikiran retrospektif. Metode pertama dikembangkan oleh para ahli ekonomi

Islam dan fuqaha. Metode pertama diaplikasikan terhadap ekonomi Islam

modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka

37

Page 38: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam, yaitu Al-Qur'an

dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak penulis muslim

kontemporer yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di dunia

Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-persoalan

ekonomi umat muslim dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah untuk

mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan mengujinya dengan

memperhatikan petunjuk Tuhan.

F. Hukum Ekonomi Islam

1. Hakikat Hukum Ekonomi

Hukum ekonomi adalah pernyataan mengenai kecenderungan suatu

pernyataan hubungan sebab akibat antara dua kelompok fenomena. Semua

hukum ilmiah adalah hukum dalam arti yang sama. Tetapi, hukum-hukum ilmu

ekonomi tidak bisa setepat dan seakurat seperti dalam hukum ilmu-ilmu

pengetahuan alam (eksak). Hal ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:

Pertama, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial, dengan demikian harus

mengendalikan banyak orang yang dikendalikan oleh banyak motif. Kedua, data

ekonomi tidak saja banyak jumlahnya, tetapi data itu sendiri bisa berubah.

Ketiga, banyak faktor yang tidak dapat diketahui dalam situasi tertentu.

“Hukum-hukum ekonomi”, tulis Seligman dalam karyanya Principles of

Economics, “pada hakikatnya bersifat hipotetik”. Semua hukum ekonomi

memuat isi anak kalimat bersyarat sebagai berikut “hal-hal lain diasumsikan

sama keadaannya (ceteris paribus)”, yakni anggapan bahwa dari seperangkat

fakta-fakta tertentu, akan menyusul kesimpulan-kesimpulan tertentu jika tidak

terjadi perubahan pada faktor-faktor lain pada waktu yang bersamaan. Hal ini

berbeda dengan hukum pada ilmu eksak yang bisa dilakukan eksperimen tanpa

perlu membuat suatu asumsi. Ilmu ekonomi, tidak seperti cabang-cabang ilmu

pengetahuan sosial lainnya, mempunyai pengukur bersama dari motif-motif

manusia dalam bentuk uang.

2. Sumber Hukum Ekonomi Islam

38

Page 39: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam Islam, yang

secara garis besar dibagi atas yang telah disepakati oleh seluruh ulama dan yang

masih menjadi perbedaan pendapat, dimana secara khusus hal ini dapat

dipelajari dalam disiplin ilmu ushl fiqh. Metode pengambilan hukum atas suatu

permasalahan dalam Islam ada bermacam-macam metode, namun dalam buku

ini hanya akan dijelaskan metode pengambilan hukum yang telah disepakati

oleh seluruh ulama, terdiri atas Al-qur’an, hadits & sunnah, ijma, dan qiyas.

a. Al-Qur’an

Sumber hukum Islam yang abadi dan asli adalah kitab suci Al- Qur’an.

Al-Qur’an merupakan amanat sesungguhnya yang disampaikan Allah melalui

ucapan Nabi Muhammad saw untuk membimbing umat manusia. Amanat ini

bersifat universal, abadi dan fundamental. Pengertian Al-Qur’an adalah sebagai

wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (baik isi maupun

redaksi) melalui perantaraan malaikat Jibril. Akan tetapi, terjadi salah

pengertian di antara beberapa kalangan terpelajar Muslim dan non Muslim

mengenai arti sebenarnya dari kitab suci Al Qur’an. Anggapan mereka bahwa

Al Qur’an itu diciptakan oleh Nabi Muhammad saw dan bukan firman Allah

SWT. Anggapan mereka ini salah besar, sebab Al Qur’an itu merupakan firman

Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril.

Lagipula tidak mungkin Nabi Muhammad saw yang tidak bisa baca dan tulis

(ummi mampu menulis Al Qur’an yang bahasanya indah dan penuh dengan

makna.

Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjadikan Al Qur’an itu

sebagai pedoman hidup kita agar tidak tersesat dari jalan yang lurus. Pedoman

hidup ini bukan saja hanya dalam ibadah ritual semata, melainkan juga

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengamalkan ilmu Allah itu,

Allah akan mencurahkan rahmatnya kepada kaum tersebut. Dan alangkah

beruntungnya umat Islam yang menjalankan syariat Islam dengan sungguh-

sungguh dalam setiap aktivitas perekonomian akan mendapatkan kebahagiaan

dunia dan akhirat.

39

Page 40: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Sehingga dalam setiap penarikan dan pembuatan hukum ekonomi

haruslah mencari rujukan terlebih dahulu di dalam Al-Qur’an apakah hal

tersebut dilarang oleh syariah atau tidak. Apabila tidak ditemukan dalam Al-

Qur’an mengenai hukum ekonomi yang ingin kita tarik kesimpulan, maka kita

dapat mencarinya dalam sumber hukum Islam yang lain yaitu dalam Hadits dan

Sunnah. Fungsi dan peranan Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah adalah

sebagai mu’jizat bagi Rasulullah saw; pedoman hidup bagi setiap muslim;

sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang

sebelumnya; dan bernilai abadi serta universal yang dapat diaplikasikan oleh

seluruh umat manusia.

b. Hadits dan Sunnah

Dalam konteks hukum Islam, sunnah yang secara harfiah berarti “cara,

adat istiadat, kebiasaan hidup” mengacu pada perilaku Nabi Muhammad saw

yang dijadikan teladan. Sunnah sebagian besar didasarkan pada praktek

normatif masyarakat di jamannya. Pengertian sunnah mempunyai arti tradisi

yang hidup pada masing-masing generasi berikutnya. Suatu sunnah harus

dibedakan dari hadits yang biasanya merupakan cerita singkat, pada pokoknya

berisi informasi mengenai apa yang dikatakan, diperbuat, disetujui, dan tidak

disetujui oleh Nabi Muhammad saw, atau informasi mengenai sahabat-

sahabatnya. Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah

adalah pemberitaan sesungguhnya.

Hadits dan sunnah ini hadir sebagai tuntunan pelengkap setelah Al

Qur’an yang menjadi pedoman hidup umat Muslim dalam setiap tingkah

lakunya. Dan menjadi sumber hukum dari setiap pengambilan keputusan dalam

ilmu ekonomi Islam. Hadits dapat menjadi pelengkap serta penjelas mengenai

hukum ekonomi yang masih bersifat umum maupun yang tidak terdapat di Al-

Qur’an. Hubungan sunnah dengan Al-Qur’an yaitu : (1) bayan tafsir, dimana

sunnah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak; (2)

bayan taqriri, yaitu sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat

pernyataan dalam ayat-ayat Al-Qur’an; (3) bayan taudih, sunnah menerangkan

40

Page 41: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

maksud dan tujuan sesesuatu ayat dalam Al-Qur’an. Berdasarkan kualitas sanad

maupun matan hadits mempunyai tingkatan dari shahih, hasan dan dhaif. Dan

berdasarkan jumlah perawi hadits mempunyai tingkatan dari mutawatir dan

ahad

c. Ijma

Ijma yang sebagai sumber hukum ketiga merupakan konsensus baik dari

masyarakat maupun dari cendekiawan agama. Perbedaan konseptual antara

sunnah dan ijma terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya terbatas

pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas pada sahabat karena mereka merupakan

sumber bagi penyampaiannya. Sedangkan ijma adalah suatu prinsip hukum baru

yang timbul sebagai akibat dari penalaran atas setiap perubahan yang terjadi di

masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.

Ijma merupakan faktor yang paling ampuh dalam memecahkan

kepercayaan dan praktek rumit kaum Muslimin. Ijma ini memiliki kesahihan

dan daya fungsional yang tinggi setelah Al Qur’an dan Hadits serta sunnah.

Karena merupakan hasil konsensus bersama para ulama yang ahli di bidangnya,

sehingga ijma hanya dapat diakui sebagai suatu hukum apabila telah disepakati

oleh para ulama yang ahli. Akan tetapi ada beberapa pihak yang seringkali

meragukan hasil ijma ulama, dan lebih cenderung mempercayai hasil

pengambilan hukum oleh sendiri meskipun pengambilan hukum tersebut

seringkali salah. Hal inilah yang saat ini banyak terjadi, dimana perkembangan

pemikiran yang timbul banyak yang bertentangan dengan prinsip syariah.

d. Ijtihad dan Qiyas

Secara teknik, ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan

sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya

ialah bahwa pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin

juga keliru. Maka ijtihad mempercayai sebagian pada proses penafsiran dan

penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan penalaran. Di

abad-abad dini Islam, Ra’y (pendapat pribadi) merupakan alat pokok ijtihad.

Tetapi ketika asas-asas hukum telah ditetapkan secara sistematik, hal itu

kemudian digantikan oleh qiyas. Terdapat bukti untuk menyatakan bahwa

41

Page 42: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

kebanyakan para ahli hukum dan ahli teologi menganggap qiyas sah menurut

hukum tidak hanya aspekl intelektual, tetapi juga dalam aspek syariat. Peranan

qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada permasalahan yang tidak

termasuk dalam bidang syarat-syaratnya, dengan alasan sebab ”efektif” yang

biasa bagi kedua hal tersebut dan tidak dapat dipahami dari pernyataan

(mengenai hal yang asli). Menurut para ahli hukum, perluasan undang-undang

melalui analogi tidak membentuk ketentuan hukum yang baru, melainkan hanya

membantu untuk menemukan hukum.

G. Kesimpulan

Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu prilaku individu

muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan

tuntunan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid

syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Pola berpikir ekonomi

konvensional yang tanpa nilai telah menyebabkan ilmu ekonomi ini menjadi

suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata

tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam

kegiatan ekonomi yang terjadi. Kemudian tampillah beberapa mazhab ekonomi

konvensional baru untuk memasukkan aspek-aspek normatif, sosial, dan

institusional prilaku manusia dalam model-model ekonominya. Namun semua

ini mengalami masalah karena mereka sulit untuk menemukan standar nilai

yang dapat disepakati secara luas oleh seluruh kalangan.

Para ekonom muslim perlu mengembangkan suatu ilmu yang khas yang

berlandaskan atas nilai-nilai iman dan Islam yang sejati. Rancang bangun

ekonomi Islam terdiri atas dasar (yang terdiri atas: tauhid, adil, nubuwwah,

khilafah, dan ma’ad), tiang (terdiri atas multitype ownership, freedom to act,

dan social justice), dan terakhir adalah atapnya yaitu akhlak.

42

Page 43: Bab 1 Filosofi

Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

Keywords

Adil

Akhlak

Akidah

Al’quran

Freedom to act

Hadits & sunnah

Ijma

Ijtihad & qiyas

Islamic Economics

Khilafah

Ma’ad

Maqashid-syariah

Multitype ownership

Nubuwwah

Social justice

Faktor-faktor produksi

Kelangkaan (scarcity)

Mazhab iqtishaduna

Mazhab mainstream

Mazhab alternatif-kritis

Opportunity cost

Production possibilities frontier

Pilihan (choice)

43