Bab 1 Filosofi
-
Upload
andika-wiranata -
Category
Documents
-
view
52 -
download
6
Transcript of Bab 1 Filosofi
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
BAB 1
FILOSOFI DASAR EKONOMI ISLAM
A. Pendahuluan
Sistem ekonomi dunia yang saat ini bersifat sekuler -dimana terjadi
dikotomi antara agama dengan kehidupan duniawi termasuk di dalamnya
aktivitas ekonomi- telah mulai terkikis. Terjadinya dikotomi ini terjadi pada
masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, dimana pada masa tersebut
kekuasaan gereja Katolik sangat dominan. Sehingga hal ini menimbulkan
pergerakan yang berupaya untuk mengikis kekuasaan gereja yang terlalu besar
pada masa itu. Pergerakan inilah yang pada akhirnya memunculkan suatu
aliran pemikiran bahwa harus terjadi suatu pembedaan atau pembatasan antara
aktivitas agama dengan aktivitas dunia, sebab munculnya pemikiran keilmuan
seringkali dianggap bertentangan dengan doktrin gereja pada masa itu.
Hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, sebab Islam tidak mengenal
pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu duniawi. Hal ini terbukti bahwa
pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, justru terjadi masa
keemasan dan kejayaan Islam. Dimana terjadi pembaharuan dan perkembangan
pemikiran oleh para ilmuwan muslim, bahkan menjadi dasar landasan
pengembangan keilmuan sampai saat ini, seperti ilmu aljabar.
Namun hal ini tidak pernah diketahui oleh dunia terutama oleh para
generasi muda muslim, sehingga generasi muda muslim saat ini melakukan hal
yang sama dengan yang dilakukan oleh Barat pada waktu dark ages –yaitu
melakukan dikotomi antara aktivitas spiritual dan aktivitas duniawi- yang justru
membuat Islam semakin redup cahayanya. Karena Negara Barat semakin maju
ketika jauh dari ajaran agamanya, sementara umat Islam akan semakin
tertinggal ketika meninggalkan agamanya.
Ilmu ekonomi adalah suatu disiplin ilmu yang menerangkan tentang
proses pengambilan keputusan dalam mengalokasikan kelangkaan sumber daya
dalam pemenuhan kegiatan produksi dan aktivitas konsumsi dalam rangka
menciptakan suatu kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Ilmu ekonomi
1
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dibagi dalam dua cabang utama, yaitu mikroekonomi dan makroekonomi.
Mikroekonomi menangani perilaku satuan-satuan ekonomi individual termasuk
di dalamnya dalam pengambilan keputusan dalam rangka untuk mengatasi
permasalahan alokasi akibat kelangkaan sumber daya. Satuan-satuan ini
mencakup konsumen, pekerja atau buruh, para penanam modal, pemilik tanah,
perusahaan bisnis –intinya setiap individu atau entitas memainkan peranan
dalam berfungsinya suatu perekonomian. Mikroekonomi menjelaskan cara dan
alasan-alasan satuan ini membuat keputusan-keputusan ekonomis. Bidang lain
yang penting dari mikroekonomi adalah bagaimana satuan-satuan ekonomi
berinteraksi untuk membentuk satuan-satuan yang lebih besar –pasar dan
industri1.
Sementara makroekonomi, cabang utama lain dari ekonomi menangani
kepada isu-isu yang bersifat makro atau lebih luas lagi2, termasuk di dalamnya
mengenai jumlah agregat ekonomi, seperti tingkat dan laju pertumbuhan
produksi nasional, suku bunga, pengangguran dan inflasi. Tetapi pembatasan
antara makroekonomi dan mikroekonomi sudah semakin pudar belakangan ini.
Analisis mikroekonomi selalu dimulai dengan pemahaman mengenai
kelembagaan dalam ekonomi, termasuk di dalamnya hukum, yang mampu
menjelaskan prilaku produsen dalam mengalokasikan sumber dayanya. Para
produsen itu pada akhirnya akan mampu mempengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan, namun para konsumen tersebut memiliki batasan dalam
melakukan pilihannya.
Dengan mempelajari mengenai aspek kelembagaan dalam ekonomi, kita
akan belajar mengenai keterbatasan yang dihadapi oleh individu dalam
mengambil keputusan yang akan mampu mempengaruhi mereka dalam
mengalokasikan sumber dayanya. Untuk memahami apa pilihan mereka, kita
harus mampu mengerti apa yang menjadi motif mereka dalam mengambil
keputusan ekonominya. Mikroekonomi selalu mengasumsikan bahwasanya
motivasi manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya oleh kepentingan
1 Karl E Case dan Ray C Fair . Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Penerjemah Benyamin Molan (Jakarta: Pearson Education Asia), h. 8.
2 Ibid., h. 8
2
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
pribadi yang bersifat materi –yaitu nafsu dalam memiliki suatu produk baik
barang maupun jasa-, sehingga asumsi awal dalam mikroekonomi konvensional
adalah kepentingan pribadi yang bersifat materi inilah yang menjadi motif
utama manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya. Meskipun ilmu
mikroekonomi mamou mengakomodasi kepentingan lainnya termasuk
kemungkinan kepedulian kita dengan kesejahteraan sesama.
Dalam konteks skenario ekonomi masa kini di satu sisi ditandai oleh
adanya kompetisi, efisiensi, pragmatisme dan transparansi, di pihak lain model
saling ketergantungan (cooperation) antar manusia atau lembaga semakin
kompleks dan bervariasi. Dalam kondisi ini, ada persoalan besar dan sangat
mendasar yaitu paradigma ilmu ekonomi yang ada ternyata tidak mampu
memecahkan problem ekonomi yang dihadapi manusia. Teori-teori ekonomi
yang ada terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan
dan berkeadaban. Malah yang terjadi adalah dikotomi antara kepentingan
individu, masyarakat, negara serta hubungan antarnegara. Selain itu, teori
ekonomi yang ada saat ini tidak mampu menyelesaikan kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar
regional di suatu negara, antara negara-negara di dunia terutama antara negara-
negara maju dengan negara berkembang dan terbelakang. Lebih parahnya lagi
adalah terabaikannya pelestarian sumber daya alam (non renewable resources).
Untuk itu, tidak heran jika belakangan banyak muncul kritik dari pakar ekonomi
itu sendiri.
Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu sosial yang menaruh perhatian
berkaitan dengan prilaku manusia dan sebagai suatu ilmu maka ketika
mempelajari tentang prilaku manusia para ekonom menggunakan langkah-
langkah ilmiah, yaitu:
a. Observasi awal
Suatu metode ilmiah selalu mengawali dengan observasi atas suatu
fenomena yang terjadi, sehingga mampu melahirkan suatu pertanyaan
dalam observasi tersebut yang menarik untuk dibahas terutama berkaitan
3
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dalam penjelasan mengenai aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh
individu.
b. Merumuskan teori
Setelah melakukan observasi awal tersebut, maka seorang ilmuwan akan
mampu menjelaskan secara logis atas fenomena yang diamati dan ini
dinamakan dengan teori.
c. Identifikasi implikasi dan dampak
Namun tidaklah cukup suatu teori hanya mampu menjelaskan kejadian
yang diamati, namun seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi
implikasi dan dampak yang dapat ditimbulkan dari teori tersebut.
d. Observasi lanjutan dan pengujian
Untuk membuktikan apakah suatu teori atau valid adalah dengan
melakukan observasi lanjutan dan pengujian. Hal ini untuk
membuktikan bahwa teori yang telah disusun dapat diberlakukan secara
umum.
e. Merumuskan kembali teori
Setelah pengujian maka ilmuwan akan mampu merumuskan dan
menyempurnakan teori atas fenomena yang dijelaskan, sehingga dapat
diaplikasikan dalam menjelaskan aktivitas yang diamati.
Seorang ekonom akan memformulasikan teorinya dalam sebuah model,
yaitu penjelasan sederhana mengenai suatu fenomena. Seorang ekonom akan
banyak bekerja dengan model atau persamaan matematis. Hal ini dikarenakan
sebagian besar keputusan ekonomi adalah bersifat kuantitatif. Model matematis
akan mampu memberikan keakuratan dalam menganalisis aktivitas atau
fenomena ekonomi yang tengah terjadi.
Hal mendasar dalam memformulasikan suatu teori adalah
penyederhanaan asumsi. Para ekonom dalam merumuskan teorinya selalu
mendasarkan pada suatu asumsi, sehingga suatu asumsi dapat beralasan dalam
4
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
menjelaskan suatu fenomena namun pada saat yang lain tidak mampu
menjelaskan. Namun penyederhanaan asumsi diperlukan dalam membentuk
suatu teori dasar atas fenomena yang diamati.
B. Definisi Ekonomi Islam
Wacana mengenai penerapan ekonomi Islam dalam aktivitas ekonomi
sehari-hari telah dimulai di Indonesia pada decade 1970-an, namun tonggak
utama perkembangan ekonomi Islam adalah dengan berdirinya salah satu bank
syariah pada tahun 1992. Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari
upaya menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dimana Islam
memiliki nilai-nilai universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi
kehidupan manusia tidak hanya aspek spiritual semata namun turut pula masuk
dalam aspek duniawi termasuk di dalamnya dalam aktivitas ekonomi
masyarakat.
Ekonomi Islam yang tengah berkembang saat ini baik tataran teori
maupun praktik merupakan wujud nyata dari upaya operasionalisasi Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin, dengan melalui proses panjang dan akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Perkembangan teori ekonomi
Islam telah dimulai pada masa Rasulullah dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS Al-Baqarah ayat 275 dan 279
tentang jual beli dan riba; QS Al-Baqarah ayat 282 tentang pencatatan transaksi
muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS Al-A’raf ayat 31, An-Nisaa’
ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan dan pembelanjaan harta;
serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang berbagai aktivitas
ekonomi masyarakat. Ayat-ayat di atas ini memperlihatkan bahwa Islam pun
telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi meskipun pada masih
bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan saling berbeda antar
generasi dan jaman.
Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini
belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam.
5
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun
dalam membentuk konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan
latar belakang pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki.3 Merujuk
pendapat Aslem Haneef, seorang pemikir ekonomi Islam Malaysia para
pemikir muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam tiga kategori :
pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang
dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang lebih
berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat
menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para praktisi atau
ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba
menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam
terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain mereka berusaha
mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan
mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai
Islam pada analisis ekonominya.
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai
sekarang dapat dibagi menjadi 6 tahapan4. Tahap pertama (632-656 M), yaitu
pada masa Rasulullah SAW. Tahap kedua (656-661 M), yaitu pemikiran
ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Tahap ketiga
(738-1037 M), yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali,
Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan
pemikir ekonomi Islam lainnya pada periode awal.
Tahap keempat atau periode kedua (1058-1448 M). Pemikir ekonomi
Islam periode ini Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Mas’ud,
Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi Islam lainnya yang hidup
pada masa ini. Tahap kelima atau periode ketiga (1446-1931 M), yaitu Shah
Waliyullah Al-Delhi, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani,
Mufti Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, Syekh
3Mohamed Asalam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co., 1995, h. 11
4 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Ekonisia, 2002, h. 149. Penulis buku ini mengkompilasi dari sumber M.N. Siddiqi (1995), M. Aslam Haneef (1995), Adiwarman Karim (2001)
6
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Ahmad Sirhindi. Tahap keenam atau periode lanjut (1931 M – sekarang), yaitu
Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed
Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra
dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang.
Dawam Rahardjo5, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga
kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu
ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud
ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan
kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara
atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam
pengertian perekonomian umat Islam.
Beberapa definisi dan pengertian Ekonomi Islam telah dikemukakan
oleh para pakar yang mengembangkan keilmuan ini. Dapat disebutkan di sini
antara lain, Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan
bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Kata Ekonomi Islam sendiri difahami
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Islam yang sumbernya
merujuk pada al Quran dan Sunnah.6 Menurut Kahf pula,7 ekonomi Islam
adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian
ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang baik dan
mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya juga terhadap
ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik,
logika, ushul fiqh.
Definisi ekonomi Islam juga dikemukakan oleh para pakar ekonomi
Islam kontemporer lainnya seperti: 1) Umar Chapra8, Ilmu ekonomi Islam
adalah suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan
manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumberdaya alam yang langka
5M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h. 3-4
6 Monzer Kahf, The Islamic Economy, Plainfield: Muslim Student Association (US-Canada), 1978, h. 18.
7Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning od the Islamic Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S and Canada, 1978), h. 16. Lihat juga Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, Pustaka Asatruss, 2005, h.275.
8M. Umar Chapra, The Future of Economics: an Islamic Perspektive, Jakarta: SEBI, 2001
7
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
yang sesuai dengan Maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu untuk
menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang
berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial dan jaringan moral
masyarakat; 2) S.M. Hasanuzzaman9: “Ilmu ekonomi Islam adalah
pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah
ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga
tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah
Allah dan masyarakat.; 3) M. Nejatullah Siddiqi10 mendefisinisikan: “Ilmu
ekonomi Islam adalah jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-
tantangan ekonomi pada zamannya, dengan panduan Qur’an dan Sunnah, akal
dan pengalaman.”; 4) Syed Nawab Haider Naqvi11: “ Ilmu ekonomi Islam
adalah perwakilan perilaku kaum muslimin dala suatu masyarakat muslim
tipikal”. Tidak jauh berbeda dengan pemikir lainnya, Muhammad Abdul
Manan (1992)12 berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan
sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi
Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat
bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Dalam kaitan ini, M.M. Metwally (1995)13 mendefinisikan Ekonomi
Islam sebagai, ilmu yang mempelajari perilaku muslim dalam suatu masyarakat
Islam yang mengikuti Al-Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma. M.M. Metwally
(1995)14 memberikan alasan bahwa dalam ajaran Islam, perilaku individu dan
masyarakat dikendalikan kearah bagaimana memenuhi kebutuhan dan
menggunakan sumber daya yang ada. Dalam Islam disebutkan bahwa sumber
daya yang tersedia adalah berkecukupan, dan oleh karena itu, dengan
kecakapannya, manusia dituntut untuk memakmurkan dunia yang sekaligus 9Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economics” dalam Jurnal of Research in Islamic
Economics, Vol 1 No. 2, 1984. 10Muhammad N. Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary
Literature. Jeddah and The Islamic Foundation, 1981. 11Syed Nawab Haider naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sintesis Islami, Bandung :
Mizan, 1985 12 M. Abdul Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice., Delhi.Sh. M. Ashraf, 1970.
Lihat juga M.A Mannan, The Making of an Islamic Economic Society, Cairo, 1984. 13M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: Bangkit Daya Insana, 1995
14 ibid.
8
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
sebagai ibadah kepada Tuhannya. Ekonomi dengan demikian, merupakan ilmu
dan sistem, yang bertugas untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan
berkecukupan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
konteks kemaslahatan bersama.
Ilmu Ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah kajian
yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu
ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perundang-
undangan Islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subyek yang berkaitan dengan
hubungan antara manusia (muamalah). Akan tetapi, ia bukanlah ilmu fiqh. Ilmu
ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dan keprihatinan utamanya adalah
problema-problema ekonomi dan institusinya. Dalam perspektif ini ia
seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik. Secara umum ekonomi
Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya
memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi
dengan cara-cara Islami berdasarkan al Quran dan Sunnah. Ilmu ekonomi Islam
tidak mendikotomikan antara aspek normatif dan positif.15 Dalam pandangan
positivisme ekonomi hanya mempelajari perilaku ekonomi yang terjadi dan
memisahkan dari aspek norma dan etika. Memasukan aspek etika dipandang
sebagai sesuatu yang normatif.
Ekonomi Islam mempelajari apa yang terjadi pada individu dan
masyarakat yang perilaku ekonominya diilhami oleh nilai-nilai Islam. Berikut
argumentasi yang dikembangkan oleh para pemikir ekonomi Islam terkait hal
tersebut16: Pertama, ilmu ekonomi Islam syarat dengan nilai-nilai. Ilmu
ekonomi Islam jelas akan melakukan fungsi penjelasan (eksplanatori) terhadap
suatu fakta secara obyektif. Ia juga melakukan fungsi prediktif seperti yang
dilakukan oleh ilmu ekonomi konvensional. Dalam menjalankan kedua fungsi
ini, ia menjalankan fungsi utama sains secara positif atau menjelaskan “apa”
15 Tim P3EI UII dan BI, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajagrafindo Pers, 2008), h. 32.16Terhadap permasalahan ini antara lain dibahas oleh M. A. Mannan , “The Behaviour of
Firm and Its Objectives in an Islamic Framework”, dalam Tahir, Sayyed (at al, ed.) Readings in Microeconomics: an Islamic Perspective (Malyasia: Longman,1992). dan Metwally, Essays on Islamic Economics (Kalkuta: Academic Publishers, 1993). Lihat Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Edisi Pertama (Jakarta: PT Bangkit Insani, 1997). LIhat juga M. Umar Chapra, The Future of Economics; an Islamic Perspectif (Leicester UK: Islamic Foundation, 2001).
9
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
(what is). Namun kiprahnya tidak hanya terbatas pada aspek positif berupa
penjelasan dan prediksi saja. Pada tahapan tertentu ia juga harus melakukan
fungsi normatif, menjatuhkan penilaian (value judgement) dan menjelaskan apa
yang seharusnya (what should be). Ini berarti bahwa ilmu ekonomi Islam
bukanlah value-neutral. Ia memiliki seperangkat nilainya tersendiri, kerangka
kerja nilai-nilai dimana dia beroperasi. Karena itulah maka reformasi ekonomi
Islam tidak dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, ia hanya dapat dilakukan
dalam konteks Islamisasi masyarakat secara total.
Kedua, dalam kerangka ini, hubungan-hubungan teknis akan dipelajari
dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan mashlahat dan tetap dalam
konteks suatu kerangka nilai.17 Dengan demikian ilmu ekonomi Islam tidak
hanya berbicara tentang bagaimana perilaku manusia ekonomi itu (economic
man) dalam lapangan ekonomi, tetapi juga bagaimana suatu disiplin normatif
dapat diimplementasikan dan diinjeksikan ke dalam diri manusia sehingga
sasaran yang hendak diinginkan Islam dapat diwujudkan. Ketiga, karena
citranya yang demikian itulah maka dalam kerangka kerja ini terdapat peran
kebijakan dari sektor pemerintah terhadap perilaku manusia agar tetap berada
pada arah realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai tersebut. Hal ini menjadikan
lingkup kajian ilmu ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif. Lebih
komprehensif karena ia bukan hanya berbicara tentang motif tetapi juga
perilaku, lembaga dan kebijakan. Ia mempelajari perilaku manusia seperti apa
adanya, namun ia juga memiliki suatu visi tertentu di masa yang akan datang
dimana perilaku manusia harus diarahkan kepadanya. Pendekatan demikian
merupakan ciri menonjol dari ilmu ekonomi Islam.
Dengan demikian upaya untuk memajukan ekonomi, memproduksi
barang dan jasa dalam kegiatan produksi, dan mengkonsumsi hasil-hasil
produksi serta mendistribusikannya, seharusnya berpijak kepada ajaran agama.
17 Ketika prilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai perilaku yang tidak rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu ekonomi.Ekonomi Islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yang rasional Islami berdasarkan maslahah. Oleh karena itu, standar moral suatu perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran Islam dan bukan semata-mata didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh kesepakatan sosial. Moralitas Islam ini tidak diposisikan sebagai suatu batasan ilmu ekonomi, justru sebagai pilar atau patokan dalam menyusun ekonomi Islam.
10
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Artinya, apabila kita mengacu pada ajaran Islam, tujuan hidup mardatillah
harus mendasari (mengilhami dan mengarahkan) konsistensi antara niat (li
Allah ta ala) dan cara-cara untuk memperoleh tujuan berekonomi (kaifiat).18
Dalam pengertian tersebut Ilmu ekonomi Islam adalah juga suatu upaya yang
sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia dan
interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah
pembangunan suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk pemahaman
teoritis (theoritical understanding), rekayasa institusi yang diperlukan dan
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan
konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia secara optimal
dan ideal. Batasan ini masih bersifat tentatif namun jelas memberikan gambaran
yang tegas bahwa ilmu ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem
ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya.
Bila dipelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, dapat disimpulkan
beberapa point yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun disiplin
ini. Pertama, Islam memberikan petunjuk tentang adanya seperangkat tujuan
dan nilai-nilai dalam kehidupan perekonomian. Kedua, Islam memberikan
kepada manusia sikap psikologis dan satu spektrum yang mengandung motif-
motif dan insentif. Islam juga memasok prinsip-prinsip hubungan
perekonomian. Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil inferensi yang
dipetik dari ruh ajaran Islam.
Mengacu pada pemikiran Choudhury (1998) disepakati bahwa
epistemologi fundamental ekonomika Islami didasarkan pada Al-Qur’an dan as-
Sunnah yang merupakan “the primordial stock of knowledge” sehingga disebut
sebagai tauhidi epistimologi. Runtun proses bagaimana implementasi
epistemologi Tauhidi ke dalam tata aturan kehidupan ditempuh melalui ijtihad
terekam dalam Qiyas maupun Ijma, dan juga pemikiran kontemporer dari
pemikir Muslim hingga saat ini Karakter dari epistimologi Tauhidi ialah
(a) premis aksiomatiknya tidak berubah, (b) tidak dapat dipecah-pecah, (c)
dalam kesatuan dan sempurna, dan (d) dapat diimplementasikan secara
18 Murasa Sarkaniputra, Ruqyah Syar’iyyah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi, Jakarta: al Ishlah Press & STEI, 2009, h. 112-113.
11
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
universal kepada semua sistem, karena merupakan kesatuan (unity), maka
derivasinya adalah persatuan (unification) dari “the primordial stock of
knowledge”. Aksioma yang dimaksud diturunkan dari Al Qur’an, yakni
bahwa Allah SWT adalah Maha Pencipta yang dengan 99 sifat-sifat-Nya
memanifestasikan kemuliaan-Nya atas ciptaan-Nya. Oleh karena itu, manusia
sebagai khalifah di muka bumi harus juga memanifestasikan sifat-sifat-Nya ke
dalam kehidupan sehari-hari. Di sini, manusia dibekali amanah untuk
berkebebasan dalam menjalankan kegiatan sehari-harinya, menciptakan dan
menjaga kehidupan dunia dan akhirat secara berkeseimbangan, dan
bertanggungjawab atas pekerjaannya itu baik di dunia dalam rangka
bermuamalat maupun di akhirat pada hari pembalasan. Format berkehidupan
seperti ini disebutkan sebagai tujuan mardhatillah. Inilah butir-butir iman yang
masuk ke dalam aksioma al-iqtishad (ekonomi).
Berdasar atas pertimbangan tersebut di atas, teori, model dan sistem
ekonomi Islam -sebagai alternatif teori ekonomi yang telah mati- harus
didasarkan pada aksiomatik etika Islam yang dirangkum dalam Tauhid,
Kebebasan, Keseimbangan, dan Pertanggungjawaban dari setiap individu.
Mengacu pada pemikiran Choudury (1998) tentang prinsip-prinsip Ekonomika
Islami adalah : (1) Tauhid dan Ukhuwwah, (2) Kerja dan Produktivitas, dan (3)
Keadilan Distributif . Sebagai khalifah di bumi, manusia berkewajiban untuk
memanfaatkan bumi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang serba
berkecukupan itu untuk sebesar-besar kemaslahatan ummat, bukan untuk orang
seorang, karena setiap insan beriman bahwa pemilikan mutlak adalah pada
Allah swt. Untuk itu, ia harus bekerjasama dengan sesama seraya memohon
bimbingan Allah. Hubungan dengan Allah dan dengan sesama dalam
keseharian kerja inilah yang menjadikan suatu hasil kerja dapat disebut sebagai
bermanfaat. Pemanfaatannya tidak sekedar berkisar pada tematik alokasi
sumber daya yang optimal, pertukaran antar barang dan jasa melalui pasar, dan
memaksimumkan laba, tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah keadilan
sosial.
12
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam
berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan
kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang
3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan
ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai
moral
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Kerangka institusional suatu masyarakat Islam yang diajukan oleh
M.Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya “Teaching Economics in An Islamic
Perspective” adalah:
1. Meskipun kepemilikan mutlak adalah milik Allah SWT, namun dalam
Islam diperkenankan suatu kepemilikan pribadi, dimana dibatasi oleh
kewajiban dengan sesama dan batasan-batasan moral yang diatur oleh
syariah.
2. Kebebasan untuk berusaha dan berkreasi sangat dihargai, namun tetap
mendapatkan batasan-batasan agar tidak merugikan pihak lain dalam hal
ini kompetisi yang berlangsung haruslah persaingan sehat.
3. Usaha gabungan (joint enterprise) haruslah menjadi landasan utama
dalam bekerjasama, dimana sistem bagi hasil dan sama-sama
menanggung risiko yang mungkin timbul diterapkan.
4. Konsultasi dan musyawarah haruslah menjadi landasan utama dalam
pengambilan keputusan publik.
5. Negara bertanggung jawab dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur
individu dalam setiap keputusan dalam rangka mencapai tujuan Islam.
Empat nilai utama yang bisa ditarik dari ekonomi Islam adalah
13
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
1. Peranan positif dari negara, sebagai regulator yang mampu memastikan
kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang
merasa dirugikan oleh orang lain.
2. Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga setiap individu
dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan
dampaknya bagi orang lain.
3. Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu menyeimbangkan antara
hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
4. Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerja sama, sebab hal ini
menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi Islam.
Pesatnya perkembangan lembaga keuangan syari’ah memberi angin
segar bagi maraknya kegiatan ilmiah berbasis Ekonomi Islam yang dilakukan,
terutama oleh kalangan akademisi Perguruan Tinggi Umum maupun Islam, hal
ini juga menunjukkan semakin meningkatnya apresiasi umat Islam terhadap
upaya penegakkan syari’ah dalam bidang ekonomi atau upaya artikulasi nilai-
nilai Islam dalam ruangan ekonomi. Bahkan saat ini beberapa perguruan tinggi
telah menjadikan ekonomi Islam sebagai objek kajian (subjek matter) baik
dalam bentuk program studi maupun konsentrasi. Ada semacam justifikasi
sosial atas kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi konvensional yang
selama ini dijalankan, sekaligus menumbuhkan kuriositas umat Islam,
khususnya, untuk lebih memahami Ekonomi Islam. Bahkan bagi sebagian
kelompok masyarakat muslim ada semacam tuntutan untuk menemukan
kembali khazanah Islam yang sempat terlupakan dalam bidang ekonomi.
Maraknya kajian-kajian tentang ilmu ekonomi Islam tidak dapat
dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang
orisinil (Islamic Resurgance) di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan
minoritas Muslim. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia
kini tengah mencari suatu tatanan baru yang jangkauannya tidak hanya pada
aspek ideologis, moral, kultural dan politik saja, namun juga pada aspek
ekonomi. Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan untuk
14
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
merekontruksi struktur masyarakat dan perekonomiannya dengan mengadopsi
nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka.
Sistem menyangkut pengaturan, seluruh perangkat keorganisasian,
institusi dan prinsip-prinsip yang berhubungan tentang bagaimana masyarakat
mencapai tujuan materialnya. Spesifikasinya, sistem ekonomi harus
mempunyai persyaratan, yaitu: (a) ia harus mengidentifikasi institusi tertentu
yang menopang format dimana kegiatan ekonomi berlangsung, (b) tujuan dari
kegiatan ekonomi ingin dicapai, dan (c) sarana-sarana dan proses melalui
kelengkapan ini tujuan dapat dicapai. Dalam kaitan ini dapat dilihat tulisan
tentang Islamic concept of ownership oleh Mohammad Sakr, Islamic economic
system oleh Sultan Abu Ali, dan Distributive Justice in Islam oleh Mohammad
Anas Zarqa. Fokus pertama mencakup filosofi dan tatanan institusi dalam
sistem ekonomi Islam, yang kedua melihat secara rinci elemen-elemen dari
sistem dan bagaimana memfungsikannya, sedangkan yang ketiga menganalisis
tujuan sistem ekonomi Islam dan sarana pencapaiannya dalam kerangka
Syariah. Daya jangkau lapangan ini meliputi persoalan kepemilikan; individu,
bersama dan negara, kebebasan bertransaksi, kesejahteraan sosial serta
hubungan si Kaya dan si Miskin. Pelaku utama dalam lapangan ini adalah
pemerintah melalui regulasi dan perundang-undangan.
Setiap sistem ekonomi memiliki tujuan-tujuan yang hendak
direalisasikan. Sistem ekonomi Islam lebih komprehensif dan utuh didasarkan
pada pandangan-pandangan yang benar terhadap hakekat manusia. Sistem-
sistem yang ada memiliki filosofi yang berbeda-beda tentang manusia sekalipun
berasal dari muara yang sama yaitu materialisme.
Kelompok materialisme hanya memandang manusia dari sudut
keuntungan fisik semata sehingga tidak utuh dan tidak seimbang, maka akan
mendorong dan menggiring manusia ke arah paham kebendaan dan hedonisme.
Sedangkan ekonomi Islam dengan mengikuti pemikiran yang ditawarkan Prof.
Choudhury, didasarkan atas prinsip : Tauhid (norma/moral Islam),
persaudaraan (brotherhood), kerja dan produktivitas (work and productivity),
distribusi pendapatan dan kekayaaan yang merata ( distributive equity),
15
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
kerjasama (cooperation), organisasi (organization)/ institusi Islam (islamic
institutionalism).19 Prinsip tersebut teraplikasikan ke dalam sistem ekonomi
Islam. Beberapa karakteristik sistem ekonomi Islam menurut para pemikir
ekonomi Islam seperti M.A Manan 20 dan Monzer Kahf21, setidaknya meliputi:
a) mengakui kepemilikan individu dan kolektif dalam konteks kemaslahatan; b)
tiadanya transaksi berbasis bunga dan mengunggulkan sistem bagi hasi /profit
anda loss sharing seperti dalam mudharabah atau musyarakah, c) berfungsinya
institusi zakat sebagai salah satu sarana distribusi, d) mengakui mekanisme
pasar, e) perlu adanya peranan negara atau pemerintah dalam fungsinya
sebagai regulator dan supervisi.
Umar Chapra22, merinci beberapa fungsi yang harus dilakukan
pemerintah negara Islam yaitu : a) memberantas kemiskinan, b) menciptakan
kondisi full employment dan pertumbuhan yang tinggi, c) menjaga stabilitas
nilai real uang, d) menegakkan hukum dan ketertiban, e) menjamin keadilan
sosial dan ekonomi, f) mengatur jaminan sosial dan mendorong distirbusi
pendapatan dan kekayaan yang adil, g) mengharmoniskan hubungan
internasional dan menjaga pertahanan negara.
Demikian beberapa karakteristik ekonomi Islam yang pada gilirannya
akan membentuk tahapan ketiga yang disebut sebagai perekonomian umat
Islam. Ketiga, Ekonomi Islam sebagai “Perekonomian umat Islam” atau lebih
tepat “Perekonomian Dunia Islam”. Wilayah ini menjadi objek pola laku umat
Islam sebagai pelaku ekonomi. Prinsip yang dikembangkan lebih ditekankan
pada kinerja unit ekonomi umat Islam. Lapangan ini menjadi arena umat Islam
yang menjadi pelaku utamanya. Perubahan masyarakat dari satu sistem nilai ke
sistem nilai baru merupakan proses panjang, diperlukan strategi dan keinginan
kuat dari seluruh pihak, sehingga ekonomi Islam kehadirannya memang
19 Mausudul Alam Choudury, Contributions to Islamic Economic Theory, New York : St Martin’s Press, 1988, 59-61.
20M. A. Mannan, Op. Cit. 21Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. 22M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terjemahan Ikhwan Abidin,
Jakarta: Gema Insani Press, 2000
16
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan sesuatu yang mengada-ada atau
dipaksakan.
Penegakkan pada salah satu level saja tidak akan menghasilkan
tegaknya syari’ah Islam dalam bidang ekonomi. Teori ekonomi Islam yang kuat
tanpa diterapkan menjadi sistem hanya akan menjadikan ekonomi Islam
sebagai kajian ilmu belaka tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi.
Dengan demikian diperlukan adanya upaya yang sinergi pada ketiga level
tersebut dengan melibatkan seluruh komponen dalam rangka menegakkan
syari’ah Islam dalam bidang ekonomi. Selain para praktisi, ulama, dan
organisasi sosial keagamaan, peran para akademisi juga menjadi sangat
strategis dalam upaya membangun, mengembangkan ekonomi Islam di
Indonesia.
Kegiatan pemikiran ekonomi di dunia Islam setidaknya mengambil dua
pola. Pertama adalah pola ideal yakni sistem ekonomi Islam yang lebih
komprehensif dan holistik sebagai agenda jangka panjang dan hal ini
diupayakan secara terus-menerus. Kedua adalah pola pragmatis yaitu
mengembangkan sistem yang bersifat parsial dan satu aspek saja, dalam hal ini
lembaga keuangan syariah (perbankan syariah). Di Indonesia, realitas
menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi Islam dimulai melalui
pola kedua, sehingga tidak heran jika pengembangan industri keuangan syariah
tumbuh lebih cepat daripada pengkajian teoritis dan konseptual dalam
pembentukan sistem yang lebih komprehensif, sehingga wajar keterbatasan
sumber daya insani yang memahami secara baik aspek ekonomi dan syariah
menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam rangka pengembangan ekonomi
Islam. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan lembaga keuangan
syariah itu sendiri merupakan pintu masuk bagi para pemikir muslim Indonesia
untuk lebih mendalami ekonomi Islam dalam kerangka ilmu dan sistem. Konsep
perbankan dan keuangan Islam yang pada mulanya hanya merupakan diskusi
17
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
teoritis, kini telah menjadi realitas faktual yang tumbuh dan berkembang.
Bahkan, saat ini industri perbankan syariah telah bertransformasi dari hanya
sekedar bank alternatif dengan sistem syariah menjadi bank yang mampu
memainkan peranannya dalam percaturan ekonomi dunia. Bank syariah
semestinya tumbuh subur di Indonesia yang mendasarkan kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan Pancasila dan konstitusi yang menghendaki adanya
ekonomi yang berkeadilan.
Menurut Sri Edi Swasosno, Ekonomi Syariah adalah sejalan dengan
Ekonomi Pancasila dan bersifat compatible meski tidak sepenuhnya
substitutable, untuk itu ekonomi syariah tidak boleh direduksi hanya dengan
memusatkan pada upaya membangun bank-bank syariah. Ekonomi syariah
harus dapat menangkal sistem ekonomi yang exploitatory secara luas, yang
memelihara dan menumbuhkan kesenjangan ekonomi, yang membiarkan
terjadinya trade off secara sistemik, yang subordinatif dan diskriminatori, yang
membiarkan berkembangnya laissez faire dalam arti luas.
Untuk itu perbankan syariah diharapkan mampu memainkan perannya
yang strategis terutama dalam mendukung perekonomian nasional terutama
upaya memperkuat usaha masyarakat sehingga keadilan distributif dapat
terwujud dalam tempo yang tidak terlalu lama. Perjuangan yang selayaknya
dilakukan oleh para penggerak ekonomi syariah adalah mewujudkan suatu
sistem yang berdasarkan konsep penafian sistem bunga dalam trasaksi
bisnisnya, mengembalikan uang pada fungsinya sebagai media penukaran
bukan menjadikannya sebagai komoditas, pengembangan syirkah dan trasaksi
syariah lainnya dalam membentuk pola hubungan yang partisipatif dan egaliter
bukan eksploitatif. Perbankan syariah ataupun lembaga keuangan syariah adalah
salah satu dan bukan satu-satunya institusi yang dapat menerapkan konsep
tersebut.
C. Permasalahan Utama dalam Ekonomi
18
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Ekonomi merupakan studi tentang manusia, dimana terjadi pertentangan
antara kebutuhan dan keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas
berbenturan dengan kapasitas sumber daya yang terbatas. Oleh karenanya
ekonomi hadir tentang bagaimana menggunakan atau mengalokasikan sumber-
sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya tersebut untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Sehingga yang menjadi masalah pokok
dalam suatu sistem ekonomi adalah masalah kelangkaan (scarcity). Kebutuhan
manusia meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan,
kebutuhan sosial serta kebutuhan individu akan pengetahuan dan suatu
keinginan untuk mengekspresikan diri. Sementara keinginan adalah bentuk
kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual.
Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas tetapi sumber dayanya
terbatas. Jadi mereka akan memilih produk yang memberi nilai dan kepuasan
paling tinggi untuk uang yang dimilikinya. Dengan keinginan dan sumber daya
yang dimiliki manusia akan menciptakan permintaan akan produk dengan
manfaat yang paling memuaskan.
Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh kemampuan
daya beli seseorang. Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana
disertai dengan daya beli. Konsumen memandang produk sebagai kumpulan
manfaat dan memilih produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang
yang mereka keluarkan. Tidaklah dapat dikatakan sebagai suatu permintaan
apabila keinginan tersebut tidak disertai dengan kemampuan untuk membeli
suatu produk atau jasa tersebut.
Berdasarkan pandangan atas kebutuhan dan persyaratan apa yang
dibutuhkan untuk memenuhinya, akan berlanjut kepada kelangkaan relatif atas
pemenuhan kebutuhan dalam rangka pencapaian nilai yang lebih tinggi dan
pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam pandangan ekonomi konvensional
“ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka
19
Gambar 1.1. Pilihan antara barang X dan barang Y
Y
X
A
B
C
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas (unlimited)23”.
Secara umum, ilmu ekonomi adalah studi tentang pilihan atas berbagai
kebutuhan dan keinginan manusia yang dibatasi oleh sumber daya yang sifatnya
terbatas. Kelangkaan tidak dapat terelakkan dalam kehidupan manusia dan telah
menjadi pusat permasalahan ekonomi. Namun apakah sumber daya masyarakat
itu? Lalu kenapa kelangkaan tersebut terjadi? Kemudian konsekuensi apa yang
didapat dari terjadinya kelangkaan? Sumber daya terdiri atas sumber daya alami
dan sumber daya buatan. Dimana sumber daya alami terdiri atas sumber daya
alam dan sumber daya manusia. Sedangkan sumber daya buatan adalah modal
dan pengusaha. Para ahli ekonomi menamakan seluruh sumber daya ini sebagai
faktor-faktor produksi, sebab mereka ini digunakan untuk memproduksi
barang-barang yang dibutuhkan orang. Barang-barang yang dihasilkan atau
diproduksi dinamakan komoditi. Komoditi dapat dipisahkan menjadi barang
dan jasa, dimana barang selalu berujud sedangkan jasa tidak berwujud.
Bagi sebagian besar umat manusia yang hidup di dunia ini kelangkaan
merupakan suatu hal yang nyata, sedangkan sumber daya yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan tersebut terbatas jumlahnya tidak sebanding dengan
besarnya permintaan. Walaupun suatu negara itu sudah kaya atau makmur
bukan berarti masalah kelangkaan sudah selesai. Namun tetap saja dibutuhkan
output yang lebih banyak lagi agar seluruh rumah tangga dapat
mengkonsumsinya. Karena keterbatasan sumber daya tersebut, maka setiap
individu menghadapi masalah pengambilan keputusan tentang apa yang harus
diproduksi dan bagaimana membagi produk tersebut di kalangan anggota
masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat mempunyai preferensi yang
berbeda dalam menentukan pilihan tersebut. Keterbatasan dalam melakukan
pilihan tersebut secara tidak langsung menunjukkan akan timbulnya suatu
biaya, hal ini dikenal dengan biaya peluang (opportunity cost). Dimana
keputusan untuk memiliki sesuatu lebih banyak sama dengan keputusan untuk
memiliki hal lainnya lebih sedikit. Setiap kali keterbatasan atau kelangkaan
23 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi,Cet. 18 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 5.
20
Gambar 1.1. Pilihan antara barang X dan barang YY
X
A
B
C
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
memaksa seseorang untuk menentukan pilihan, maka dia sedang menghadapi
masalah biaya peluang. Biaya ini diukur dengan satuan alternatif yang
dilepaskan. Karena ketika seseorang menentukan pilihannya atas sesuatu hal,
maka ia melepaskan kepuasan pilihannya atas suatu hal yang lain.
Gambar 1.1. menggambarkan kombinasi yang harus diambil atas dua
pilihan barang X dan barang Y. Hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran
yang dimiliki oleh individu. Dalam contoh ini digambarkan biaya peluang
(opportunity cost) adalah konstan, sehingga garis pembatas berbentuk lurus.
Namun dalam dunia riel, biaya peluang bisa saja tidak konstan. Selain itu ada
lagi proses pemilihan yang dilakukan oleh produsen ketika memutuskan akan
memutuskan untuk memproduksi suatu barang. Gambar 1.1. memperlihatkan
bahwa apabila seorang individu memilih titik A, maka individu tersebut telah
memilih seluruh komoditi Y dan melepaskan keinginannya atas komoditi X,
begitu pula sebaliknya apabila memilih titik C. Sementara titik B adalah
individu mencoba mengkombinasikan konsumsinya antara komoditi X dan
komoditi Y.
Karena sumber daya terbatas, pilihan untuk memproduksi suatu barang
lebih banyak akan menurunkan produksi barang lain. Sehingga proses produksi
yang bisa dicapai adalah kombinasi berdasarkan sumber daya yang tersedia. Hal
ini bisa digambarkan dalam suatu kurva yang dinamakan batas kemungkinan
produksi (production possibility frontier). Kemiringan (slope) kurva ini turun ke
kanan bawah. Dari gambar 1.2. terlihat bahwa titik a dan titik d merupakan
kombinasi yang tidak bisa dicapai, karena sumber daya yang dimiliki tidak
mencukupi untuk memproduksi sebanyak itu. Sementara titik c merupakan titik
yang tidak optimal, karena ada sumber daya yang tidak terpakai
21
PPF
Gambar 1.2. Batas Kemungkinan Produksi (PPF)Y
X
Kombinasi yang bisa dicapai
Kombinasi yang tidak bisa dicapai
. d. a
. b
. c
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Batas kemungkinan produksi mengungkapkan tiga konsep yaitu
keterbatasan/kelangkaan (scarcity), pilihan (choice) dan biaya peluang
(opportunity cost). Keterbatasan ditunjukkan oleh kombinasi-kombinasi yang
tidak bisa dicapai di atas batas garis; pilihan ditunjukkan oleh kebutuhan untuk
memilih dari sekian titik-titik alternatif yang bisa dicapai sepanjang batas; biaya
peluang diperlihatkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah.
Sehingga dari permasalahan utama mendasar, setiap masyarakat
menghadapi dan harus memecahkan tiga permasalahan pokok ekonomi24:
a. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa barang tersebut
diproduksi (WHAT)
b. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang
tersedia harus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang tersebut
secara optimal (HOW)
c. Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksikan; atau bagaimana
barang-barang tersebut dibagikan diantara warga masyarakat (FOR
WHOM)
Masyarakat memecahkan ketiga permasalahan ekonomi pokok tersebut
dengan berbagai cara mulai dari kebiasaan, tradisi, insting, komando (paksaan)
sampai kepada mekanisme harga di pasar. Dalam dunia ekonomi modern saat
ini untuk memecahkan permasalahan di atas adalah dengan menyerahkannya
kepada mekanisme harga di pasar. Gerak harga (mekanisme harga) dari setiap
24 Boediono. Ekonomi Mikro Cet. 18 (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1996), h. 7
22
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
barang dan faktor produksi bisa memecahkan ketiga masalah ekonomi pokok
dari masyarakat dengan jalan:
a. Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan sesuatu barang, maka
harga barang tersebut akan naik. Sehingga penjual memperoleh keuntungan
yang lebih besar, selanjutnya produsen akan memperbesar kapasitas
produksinya atas produk tersebut, akibat peningkatan kapasitas produksi
maka total barang akan bertambah. Barang akan semakin ditingkatkan
produksinya sampai dengan batas maksimal yang dapat diproduksi, sampai
dengan batas maksimal dimana penawaran lebih tinggi dari permintaan,
maka harga barang tersebut akan menurun dan akhirnya produsen akan
menurunkan kapasitas produksinya. Proses sebaliknya akan terjadi bila
harga turun. Jadi gerak harga-harga barang menentukan apa dan berapa
setiap barang akan tersedia (diproduksikan) di dalam masyarakat. (Masalah
What);
b. Barang dihasilkan dari proses pengkombinasian faktor-faktor produksi oleh
produsen, dimana faktor-faktor produksi ini merupakan kombinasi paling
efisien dan efektif bagi perusahaan dalam proses produksinya. Bila harga
sesuatu faktor produksi naik, maka produsen akan berusaha mengadakan
penghematan penggunaan faktor tersebut dan menggunakan lebih banyak
faktor-faktor produksi yang lain untuk proses produksinya, dan berusaha
mencari barang subtitusi yang paling efisien dalam produksinya. Sehingga
produsen akan selalu mencari kombinasi faktor produksi yang paling efisien
dalam proses produksinya. Gerak harga faktor produksi menentukan
kombinasi optimal yang digunakan produsen dalam proses produksinya.
(Masalah How);
c. Barang-barang hasil produksi dijual baik oleh produsen maupun konsumen.
Konsumen membayar harga barang-barang hasil produksi oleh produsen
tersebut dari penghasilan yang diterimanya, dimana penghasilan yang
didapat oleh konsumen tersebut bersumber dari penjualan jasa-jasa atas
faktor produksi yang dimilikinya kepada produsen berupa upah dari tenaga
yang mereka keluarkan kepada produsen. Pola distribusi penghasilan antar
23
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
warga masyarakat tidak hanya ditentukan oleh harga faktor-faktor produksi
saja tetapi juga oleh pola kepemilikan. Semakin terpusat suatu kepemilikan,
maka akan semakin terpusat pula distribusi barang-barang di masyarakat.
Gerak harga barang dan faktor produksi menentukan distribusi barang-
barang yang dihasilkan di dalam masyarakat antara warga masyarakat.
(Masalah For Whom).
Meskipun dalam mekanisme harga yang dalam bahasa ekonomi dipengaruhi
oleh “invisible hand” tidak semuanya bisa dipecahkan oleh mekanisme harga di
pasar. Sebab ada bagian yang secara umum mekanisme harga tidak
memecahkan masalah dengan baik, karena menyangkut kepentingan umat yang
lebih besar25:
a. Distribusi pendapatan
Mekanisme harga tidak selalu bisa menjamin dipecahkannya masalah “For
Whom” secara adil, sebab ada pihak yang semakin dirugikan dan diinjak-injak
oleh pihak lain. Hal ini terkait dengan pola kepemilikan yang terjadi di
masyarakat, dimana terjadi kesenjangan pendapatan di masyarakat yang
memerlukan suatu mekanisme agar tercipta suatu keadilan, dan hal ini kurang
dapat dilakukan oleh mekanisme harga. Apabila hal ini sepenuhnya dilepas
menurut mekanisme harga yang terjadi maka akan dapat menyebabkan
pemusatan kekayaan kepada segelintir kelompok tertentu yang memiliki akses
modal lebih besar dan merugikan kelompok masyarakat yang lemah yang
kurang memiliki akses modal. Sehingga tugas negara adalah untuk memastikan
untuk tidak terjadinya kesenjangan pendapatan di masyarakat.
b. Ketidaksempurnaan pasar
Hal ini apabila terjadi suatu perbedaan yang tajam dalam hal kekuasaan
ekonomi antara pihak-pihak yang bertransaksi di pasar, maka harga yang terjadi
di pasar tidak menggambarkan keadaan masyarakat sebenarnya. Struktur pasar
pesaingan sempurna sangatlah sulit untuk ditemukan dalam kehidupan nyata,
karenanya mekanisme harga yang sepenuhnya diserahkan kepada sistem pasar
akan mengerucut kepada terjadinya ketidaksempurnaan pasar, karena struktur
25 Ibid, h. 14
24
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
pasar yang paling banyak adalah struktur oligopoli. Sehingga dalam hal ini
masalah “What” dan “How” tidak terpecahkan dengan baik.
c. Barang-barang publik
Dalam kehidupan ini ada barang-barang yang hanya bisa disediakan secara
kolektif oleh masyarakat maupun pemerintah (contoh: keamanan, , infrastruktur
jalan, sarana publik, taman kota, dan sebagainya). Dimana tidak terdapatnya
harga pasar bagi barang-barang publik ini, barang-barang publik ini tidak dapat
disediakan oleh swasta karena secara ekonomi tidak menguntungkan. Hal ini
menyebabkan barang-barang publik harus disediakan oleh negara demi
kesejahteraan masyarakat. Sehingga terlihat sekali lagi bahwa masalah “What”
untuk barang-barang publik ini tidak bisa dipecahkan dengan baik oleh
mekanisme harga.
d. Eksternalitas
Dalam mekanisme pasar tidak bisa atau kurang memperhitungkan
dampak-dampak yang ditimbulkan secara tidak langsung dari kegiatan ekonomi
baik itu eksternalitas positif –yaitu dampak pembangunan yang memberikan
hasil positif terhadap masyarakat- (contoh: pembangunan jalan membuat suatu
daerah menjadi terbuka dari aktivitas dan kegiatan perekonomian dan berakibat
pada semakin majunya perekonomian yang terdapat di suatu daerah) maupun
eksternalitas negatif –yaitu pembangunan yang berdampak negatif terhadap
masyarakat- (contoh: polusi udara yang ditimbulkan oleh pabrik atau polusi
debu yang ditimbulkan akibat pembangunan suatu jalan tol mengakibatkan
terjangkitnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di masyarakat).
e. Makro ekonomi
Mekanisme harga pun seringkali tidak bisa diandalkan secara penuh
untuk menstabilkan gejolak (fluktuasi) naik turunnya kegiatan ekonomi secara
total (nasional atau makro), dalam hal ini intervensi pemerintah masih sangat
diperlukan. Penyesuaian dalam aktivitas makro ekonomi tidak dapat dilakukan
oleh mekanisme harga melainkan harus diselesaikan oleh bidang ilmu ekonomi
publik dan ekonomi politik. Sebab apabila mengandalkan sepenuhnya kepada
25
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
mekanisme harga, banyak permasalahan makroekonomi yang perlu diselesaikan
secara lebih bijaksana dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek.
Dalam kelima bidang ini, mekanisme harga tidak bisa diharapkan
menyelesaikan permasalahan ekonomi secara otomatis dan baik, sehingga
masih dibutuhkan tindakan-tindakan dan kebijakan yang harus dirumuskan dan
dijalankan secara sadar, terstruktur dan sistematis oleh negara dalam bentuk
suatu perencanaan pembangunan. Dalam praktik mekanisme harga dan
perencanaan digunakan secara bersama-sama. Tidaklah ada suatu negara yang
murni menerapkan mekanisme harga secara total dan tidak ada suatu negara pun
yang murni menerapkan perencanaan secara total. Suatu hal yang mustahil
apabila mekanisme harga dan perencanaan menjadi suatu bagian terpisahkan,
sebab hal ini akan menjadikan perekonomian suatu negara menjadi terpuruk.
Ekonomi konvensional mempunyai paradigma yang berbeda dengan
ekonomi Islam. Karena ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu
yang sekuler dan sama sekali tidak memasukkan faktor X (yaitu faktor Tuhan)
didalamnya. Sehingga ekonomi konvensional menjadi suatu bidang ilmu yang
bebas nilai (positivistik). Sementara ekonomi Islam dibangun di atas prinsip-
prinsip syariah. Dalam tataran ini, ekonom muslim tidak berbeda pendapat.
Namun ketika diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi
Islam itu mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini pemikiran para
ekonom muslim kontemporer terbagi atas tiga mazhab. Kenapa pemikiran para
ekonom muslim ini dapat dikatakan sebagai mazhab? Sebab pemikiran-
pemikiran mereka telah tersusun secara sistematis. Tiga mazhab26 tersebut
adalah:
Mazhab Iqtishaduna
Mazhab Mainstream
Mazhab Alternatif-kritis
1. Mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-sadr dengan bukunya
“Iqtishaduna”. Dimana mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi
(economics) tidak bisa berjalan seirama dengan Islam. Ilmu ekonomi tetaplah 26 Adiwarman A Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia. 2002, hal. 13
26
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
ekonomi, dan Islam adalah tetap Islam. Kedua hal ini tidak akan bisa disatukan
karena berasal dari pengertian dan filosofi yang berbeda. Yang satu anti-Islam
(anti Tuhan) dan yang satu lagi Islam (Tuhan). Perbedaan pengertian dan
filosofi ini akan berdampak pada perbedaan cara pandang yang digunakan
dalam melihat suatu masalah ekonomi termasuk pula dalam alat analisis yang
dipergunakan.
Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya
keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia
terbatas, dimana faktor utama permasalahan ekonomi adalah masalah
kelangkaan. Mazhab ini menolak pernyataan ini, karena menurut mereka Islam
tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang mereka
pergunakan untuk memperkuat argumentasi mereka adalah Al Qur’an Surat Al
Qamar ayat 49
“Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-
tepatnya”.
Dengan demikian segala sesuatu telah terukur dengan sempurna,
sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh
manusia. Kemudian mereka mengajukan sanggahan atas keinginan manusia
yang tidak terbatas, menurut mereka keinginan manusia pun bersifat terbatas.
Sebagai contoh: manusia akan berhenti makan bila sudah kenyang. Sehingga
ditarik suatu kesimpulan bahwa keinginan manusia yang tidak terbatas itu
adalah salah, sebab kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa keinginan
manusia terbatas.
Mazhab ini berpendapat bahwa permasalahan dalam ekonomi muncul
karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem
ekonomi yang membenarkan terjadinya eksploitasi atas sekelompok pihak yang
lemah oleh sekelompok pihak yang lebih kuat, dimana pihak yang kuat akan
mampu menguasai sumber daya yang ada sementara di pihak lain pihak yang
lemah sama sekali tidak mempunyai akses terhadap sumber daya tersebut.
Sehingga masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas,
tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Manusia secara
27
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
fitrahnya merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas atas apa yang
telah dimilikinya. Mereka akan selalu berusaha mewujudkan setiap yang
diinginkan.
Oleh karena itu istilah ekonomi Islam menurut mazhab ini adalah suatu
istilah yang tidak tepat dan menyesatkan, sehingga istilah ekonomi Islam harus
dihentikan atau dihilangkan. Sebagai gantinya untuk menjelaskan mengenai
sistem ekonomi dengan prinsip Islam ditawarkan suatu istilah baru yang berasal
dari filosofi Islam yaitu iqtishad. Iqtishad menurut mereka bukan sekedar
terjemahan dari ekonomi saja. Iqtishad berasal dari bahasa Arab qasd yang
secara harfiah berarti equlibrium atau keadaan sama, seimbang atau
pertengahan. Oleh karenanya, semua teori ekonomi konvensional ditolak dan
dibuang dan diganti oleh teori-teori baru yang disusun berdasarkan nash-nash
Al Qur’an dan Sunnah.
2. Mazhab Mainstream
Mazhab kedua ini berbeda pendapat dengan mazhab pertama. Mazhab
kedua atau yang lebih dikenal dengan mazhab mainstream ini justru setuju
bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang
dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalil yang dipakai oleh
mazhab ini adalah Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 155
“Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi
orang-orang yang sabar”.
Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal
yang alamiah dan bersifat sunatullah serta merupakan fitrah manusia. Dalilnya
adalah surat At Takaatsur ayat 1-5
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)”.
Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam
penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa masalah kelangkaan ini menyebabkan manusia harus
28
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala
prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing tidak peduli
apakah itu bertentangan dengan norma serta nilai agama ataukah tidak. Dengan
kata lain pilihan dilakukan berdasarkan tuntutan nafsu semata (Homo
economicus). Sedangkan dalam ekonomi Islam penentuan pilihan tidak bisa
tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupan kita telah diatur oleh Al Qur’an dan
Sunnah. Sehingga kita sebagai manusia ekonomi Islam (Homo Islamicus) harus
selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.
Tokoh-tokoh mazhab antara lain adalah Umer Chapra, Metwally, M A
Mannan, M N Siddiqi, dll. Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang
belajar serta mengajar di universitas-universitas barat, dan sebagian besar di
antara mereka adalah ekonom Islamic Development Bank (IDB). Sehingga
mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional
ke keranjang sampah. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat
dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan yang diterangi dan
dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Sebab keilmuan yang saat ini
berkembang di dunia Barat pada dasarnya merupakan pengembangan keilmuan
yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim pada era dark ages, sehingga
bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa
yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuwan
muslim terdahulu.
3. Mazhab Alternatif –kritis
Mazhab ketiga dipelopori oleh Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arif,
dll. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab pertama dikritik
sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang pada
hakikat aslinya sudah ditemukan oleh orang lain. Mereka menghancurkan teori
lama, untuk kemudian menggantinya dengan teori baru yang notabenenya
sebagian telah ditemukan. Sedangkan mazhab kedua dikritik sebagai jiplakan
dari ekonomi konvensional dengan menghilangkan variabel riba dan
memasukkan variabel zakat serta niat. Mazhab ketiga ini merupakan mazhab
yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus
29
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dilakukan terhadap ekonomi konvensional yang telah ada, tetapi juga terhadap
ekonomi Islam itu sendiri. Sebab ekonomi Islam muncul sebagai tafsiran
manusia atas Al Qur’an dan Sunnah, dimana tafsiran ini bisa saja salah dan
setiap orang mungkin mempunyai tafsiran berbeda atasnya. Setiap teori yang
diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya agar ekonomi
Islam dapat muncul sebagai rahmatan lil-alamin di dunia ini.
D. Rancang Bangun Ekonomi Islam
Dalam pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam,
kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai rancang bangun ekonomi
Islam27, dengan mengetahui rancang bangun ekonomi Islam kita dapat
memperoleh suatu gambaran utuh dan menyeluruh secara singkat tentang
ekonomi Islam. Dimana terdiri atas atap, tiang dan landasan. Diharapkan
nantinya dengan mengetahui rancang bangun ini, dapat memahami lebih lanjut
mengenai apa ekonomi Islam itu sendiri. Landasan terdiri atas aqidah (tauhid),
adil, nubuwwa, khilafah dan ma’ad.
Aqidah (tauhid) merupakan konsep Ketuhanan umat Islam terhadap
Allah SWT. Dimana dalam pembahasan ekonomi Islam berasal dari ontologi
tauhid, dan hal ini menjadi prinsip utama dalam syariah. Sebab kunci keimanan
seseorang adalah dilihat dari tauhid yang dipegangnya, sehingga rukun Islam
yang pertama adalah syahadat yang memperlihatkan betapa pentingnya tauhid
dalam setiap insan beriman. Oleh karenanya setiap perilaku ekonomi manusia
harus didasari oleh prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam yang berasal
dari Allah SWT. Karenanya setiap tindakan atau perilaku yang menyimpang
dari syariah akan dilarang, sebab hal tersebut akan dapat menimbulkan
kemudharatan bagi kehidupan umat manusia baik bagi individu itu sendiri
maupun bagi orang lain. Sehingga hal ini akan memunculkan tiga asas pokok
yang dipegang oleh setiap individu muslim:
1. Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan
menurut kehendak-Nya. Sehingga pemilik mutlak atas harta yang
kita miliki hanya Allah semata, dan kita hanya sebagai pemegang 27 Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia, 2002, hal. 17
30
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
amanah atas harta tersebut yang harus mengelola dengan sebaik-
baiknya.
2. Allah adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk
kepada-Nya. Hal ini akan memunculkan sikap rendah hati dari
manusia, bahwa kita tidak layak sombong atas yang dimiliki sebab
manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah semata.
3. Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi
manusia menurut horizon waktu. Setiap individu muslim akan
selalu memiliki dua horizon waktu dalam bertindak, yaitu horizon
waktu hidup di dunia dan horizon waktu hidup di akhirat.
Adil disini mengandung makna bahwa dalam setiap aktivitas ekonomi
yang dijalankan agar tidak terjadi suatu tindakan yang dapat mendholimi orang
lain. Konsep adil ini mempunyai dua konteks yaitu konteks individual dan
konteks sosial. Menurut konteks individual, janganlah dalam akitivitas
perekonomiannya ia sampai menyakiti diri sendiri. Sedang dalam konteks
sosial, dituntut jangan sampai merugikan orang lain. Oleh karenanya harus
terjadi keseimbangan antara individu dan sosial. Hal ini menunjukkan dalam
setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh insan beriman haruslah adil, agar
tidak ada pihak yang tertindas. Karakter pokok dari nilai keadilan bahwa
masyarakat ekonomi haruslah memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil
dalam kemakmuran menurut syariat Islam. Berkaitan dengan masalah perilaku
ekonomi umat manusia, maka keadilan mengandung maksud:
1. Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam, keadilan yang
tidak terbatas hanya akan mengakibatkan ketidakserasian di antara
pertumbuhan produksi dengan hak-hak istimewa bagi segolongan kecil
untuk mengumpulkan kekayaan melimpah dan mempertajam
pertentangan antara yang kuat dan akhirnya akan menghancurkan
tatanan sosial kemasyarakatan.
2. Keadilan harus ditetapkan di semua fase kegiatan ekonomi. Keadilan
dalam produksi dan konsumsi ialah paduan efisiensi dan memberantas
pemborosan. Adalah suatu kezaliman dan penindasan apabila seseorang
31
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dibiarkan berbuat terhadap hartanya sendiri yang melampaui batas yang
ditetapkan dan bahkan sampai merampas hak orang lain.
Mungkin beberapa orang menganggap bahwa tuntunan dalam ekonomi
Islam ini hanya bisa dijalankan oleh Nabi. Anggapan ini keliru, sebab ilmu yang
diajarkan oleh Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad saw pasti benar
adanya. Dengan konsep nubuwwa ini, kita dituntut untuk percaya dan yakin
bahwa ilmu Allah itu benar adanya dan akan membawa keselamatan dunia dan
akhirat. Serta dapat dijalankan oleh seluruh umat manusia dan bukan hanya oleh
Nabi saja. Sebab ajaran Nabi Muhammad saw adalah suatu ajaran yang
memiliki nilai-nilai universal di dalamnya. Sehingga prinsip-prinsip yang
terkandung dalam ekonomi Islam merupakan prinsip-prinsip ekonomi universal
yang dapat diterapkan oleh seluruh umat, baik oleh umat Islam maupun umat
selain Islam. Sifat-sifat keteladanan Rasulullah seperti shidiq, amanah, tabligh
dan fathonah mampu dilaksanakan oleh umatnya meskipun tidak akan
sesempurna seperti yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah. Namun hal ini
membuktikan bahwa ekonomi Islam pun mampu dilaksanakan oleh setiap
individu.
Khilafah atau berarti pemimpin, membawa implikasi bahwa pemimpin
umat dalam hal ini bisa berarti pemerintah adalah suatu yang kecil namun
memegang peranan penting dalam tata kehidupan bermasyarakat. Islam
menyuruh kita untuk mematuhi pemimpin selama masih dalam koridor ajaran
Islam. Ini berarti negara memegang peranan penting dalam dalam mengatur
segenap aktivitas dalam perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi
dan aturan tersebut tetap dibutuhkan, namun selama tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Dengan kata lain, peran negara adalah berupaya menegakkan
kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan.
Ma’ad atau return, ini berarti dalam Islam pun membolehkan mengambil
keuntungan dalam melakukan aktivitas perekonomian. Oleh karenanya salah
besar yang beranggapan bahwa dalam Islam tidak boleh mengambil
keuntungan. Keuntungan merupakan salah satu hal yang dianjurkan dalam suatu
aktivitas ekonomi. Namun yang dilarang dalam Islam adalah mengambil
32
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
keuntungan yang berlebihan apalagi sampai merugikan orang banyak, misal
dengan melakukan penimbunan –untuk menciptakan kelangkaan barang- untuk
mendapat harga yang berlipat ganda.
Setelah membahas landasannya, sekarang kita membahas mengenai tiang
dari ekonomi Islam, yang terdiri atas multitype ownership (kepemilikan multi
jenis), freedom to act (kebebasan berusaha), dan social justice (kesejahteraan
sosial).
Multitype ownership, Islam mengakui jenis-jenis kepemilikan yang
beragam. Dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan yang diakui hanyalah
kepemilikan individu semata yang bebas tanpa batasan. Sedangkan dalam
ekonomi sosialis, hanya diakui kepemilikan bersama atau kepemilikan oleh
negara, dimana kepemilikan individu tidak diakui dan setiap orang
mendapatkan imbal jasa yang sama rata. Dalam Islam kedua-dua kepemilikan
diakui berdasarkan batasan-batasan yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh
karenanya Islam mengakui adanya kepemilikan yang bersifat individu, namun
tetap ada batasan-batasan syariat yang tidak boleh dilanggar –seperti akumulasi
modal yang hanya menumpuk di sekelompok golongan semata-. Kepemilikan
individu dalam Islam sangat dijunjung tinggi, akan tetapi tetap ada batasan yang
membatasi agar tidak ada pihak lain yang dirugikan karena kepemilikan
individu tersebut. Pemilikan dalam ekonomi Islam adalah:
1. Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara
mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
2. Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila
orang tersebut meninggal harus didistribusikan kepada ahli warisnya
menurut ketentuan Islam
3. Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber
ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup
orang banyak, sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.
Economic Freedom, dalam ekonomi Islam setiap manusia bebas melakukan
aktivitas ekonomi apa saja, selama aktivitas ekonomi yang dilakukan bukan
aktivitas ekonomi yang dilarang dalam kerangka yang Islami. Hal ini berbeda
33
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dengan ekonomi kapitalis yang tidak terdapat pembatasan dalam kebebasan
beraktivitas, sehingga terjadi kebebasan yang terlalu berlebihan bahkan
menyebabkan tertindasnya pihak lain, dalam ekonomi kapitalis berlaku hukum
rimba dimana yang terkuatlah yang dapat menguasai semuanya termasuk
sumber daya modal dan alam. Hal ini berakibat teraniayanya hak orang lain
diakibatkan kebebasan tanpa batasan. Dan tidak juga seperti ekonomi sosialis
yang terlalu membatasi kebebasan beraktivitas seseorang, sehingga cenderung
menghilangkan kreativitas dan produktivitas umat. Pembatasan yang terlalu
berlebihan terhadap aktivitas ekonomi menyebabkan stagnasi dalam
produktivitas.
Social justice (social welfare), dalam Islam konsep ini bukanlah charitable -
bukan karena kebaikan hati kita-. Dalam Islam, walaupun harta yang kita dapat
berasal dari usaha sendiri secara halal, tetap saja terdapat hak orang lain di
dalamnya. Sebab kita tidak mungkin mendapatkan semuanya tanpa bantuan
orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya Islam
mewajibkan zakat dan voluntary sector (infak, sadaqah, wakaf, dan hibah) agar
terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan. Namun pemerataan disini
bukan berarti sama rata, sama rasa, melainkan yang sesuai dengan bagiannya.
Instrumen zakat adalah salah satu instrumen pemerataan yang pertama
dibandingkan dengan suatu sistem jaminan sosial di Barat. Selain itu kerjasama
(cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islami versus
kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran ekonomi marxisme.
Kerjasama ekonomi harus dilaksanakan dalam semua tingkat kegiatan
ekonomi, produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerjasama
dalam ekonomi Islam adalah qirad. Qirad adalah kerjasama antara pemilik
modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau
tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Yang terakhir
adalah atap dari rancang bangun ekonomi Islam itu sendiri yaitu akhlak yang
menjadi perilaku Islami dalam perekonomian. Atau bisa juga dalam kaitannya
dengan ekonomi bisa diartikan sebagai suatu etika yang harus ada dalam setiap
aktivitas ekonomi. Teori dan prinsip ekonomi yang kuat belumlah cukup untuk
34
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
membangun kerangka ekonomi yang kuat. Namun harus dilengkapi dengan
akhlak. Dengan akhlak ini, manusia dalam menjalankan aktivitasnya tidak akan
sampai merugikan orang lain dan tetap menjaga sesuai dengan syariah. Akhlak
yang mulia mampu menuntun umat dalam aktivitas ekonominya tidak
merugikan pihak lain, misalnya dengan tidak melakukan gharar, maysir, dan
riba.
Sebab teori yang unggul dan sistem ekonomi yang sesuia dengan syariah
sama sekali bukan jaminan secara otomatis akan memajukan perekonomian
umat. Sistem ekonomi Islami hanya memastikan tidak adanya transaksi yang
bertentangan dengan syariat. Kinerja ekonomi sangat tergantung pada siapa
yang ada di belakangnya. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha
menentukan sukses dan gagalnya bisnis yang dijalankan. Dengan melihat
pengertian di atas dapat kita tarik beberapa pengertian yaitu: Pertama, Ekonomi
Islam sebagai ilmu adalah merupakan landasan dari rancang bangun ini. Kedua,
Ekonomi Islam sebagai suatu sistem atau Sistem Ekonomi Islam adalah yang
menjadi tiang dari rancang bangun. Dan Ketiga, Ekonomi Islam sebagai suatu
perekonomian atau Perekonomian Islam adalah yang kita sebut sebagai atapnya.
E. Metodologi Ekonomi Islam
Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang memberikan
landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-
35
AKHLAK
MULTITYPEOWNERSHIP
ECONOMICFREEDOM
SOCIAL JUSTICE
TAUHID ADIL NUBUWWAH KHILAFAH MA’AD
Gambar 1.3.Rancang Bangun Ekonomi Islam
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
prinsipnya di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma dan
prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut
merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi
membuat kerangka dimana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat
memanfaatkan sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan
produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan
konsumsi. Validitas sistem ekonomi dapat diuji dengan konsistensi internalnya,
kesesuainnya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan
lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh.
Suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya
diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan. Berbagai
aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya ditentukan secara pasti
dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan agar dapat menunjukkan
kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian perbedaan yang nyata
seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang
bersumber padanya. Dalam literatur Islam mengenai ekonomi, sedikit perhatian
sudah diberikan kepada masalah ini, namun pembahasan yang ada tentang
ekonomi Islam masih terbatas pada latar belakang hukumnya saja atau kadang-
kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam. Kajian
mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai
sistem ekonomi.
Selain itu, suatu pembedaan harus ditarik antara bagian dari fiqih Islam
yang membahas hukum dagang (fiqh muamalah) dan ekonomi Islam. Bagian
yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang hukum untuk
kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut kemudian
mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yng berkaitan dengan
produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat muslim. Tidak adanya
pembedaan antara fiqh muamalah dan ekonomi Islam merupakan salah satu
kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam, sehingga seringkali
suatu teori ekonomi berubah menjadi pernyataan kembali mengenai hukum
Islam. Hal lain yang tidak menguntungkan dalam pembahasan ekonomi Islam
36
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
dengan fiqh muamalah adalah menyebabkan terpecah-pecahnya dan kehilangan
keterkaitan menyeluruhnya dengan teori ekonomi.
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi, karena sejarah
adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial
perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-
eksperimennya dan menurunkan kecenderungan jangka jauh dalam berbagai
ubahan ekonomiknya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi,
yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-
individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi. Kajian tentang sejarah
pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan
sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer di satu pihak dan di
pihak lain akan memberi kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi Islam
selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan
membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.
Namun terdapat dua bahaya dalam mengkaji tentang sejarah pemikiran
ekonomi Islam, yaitu pertama, bahaya terlalu kaku dan taqlid antara teori dan
aplikasinya, dimana terlalu kaku menggunakan patokan berdasarkan aplikasi
yang terdapat pada masa terdahulu dan kurang melakukan inovasi dan
pengembangan teori yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah serta kurang
aplikatifnya teori berdasarkan situasi dan kondisi yang berbeda. Kedua,
pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya kedua ini muncul ketika para ahli
ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun
waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan para ekonom Islam
untuk mengancang Al-Qur'an dan Sunnah itu secara langsung, yang pada
gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historik dan
tidak bersifat ideologik. Literatur Islam yang ada sekarang mengenai ekonomi
mempergunakan dua macam metode, yaitu metode deduksi dan metode
pemikiran retrospektif. Metode pertama dikembangkan oleh para ahli ekonomi
Islam dan fuqaha. Metode pertama diaplikasikan terhadap ekonomi Islam
modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka
37
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam, yaitu Al-Qur'an
dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak penulis muslim
kontemporer yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di dunia
Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-persoalan
ekonomi umat muslim dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah untuk
mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan mengujinya dengan
memperhatikan petunjuk Tuhan.
F. Hukum Ekonomi Islam
1. Hakikat Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah pernyataan mengenai kecenderungan suatu
pernyataan hubungan sebab akibat antara dua kelompok fenomena. Semua
hukum ilmiah adalah hukum dalam arti yang sama. Tetapi, hukum-hukum ilmu
ekonomi tidak bisa setepat dan seakurat seperti dalam hukum ilmu-ilmu
pengetahuan alam (eksak). Hal ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
Pertama, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial, dengan demikian harus
mengendalikan banyak orang yang dikendalikan oleh banyak motif. Kedua, data
ekonomi tidak saja banyak jumlahnya, tetapi data itu sendiri bisa berubah.
Ketiga, banyak faktor yang tidak dapat diketahui dalam situasi tertentu.
“Hukum-hukum ekonomi”, tulis Seligman dalam karyanya Principles of
Economics, “pada hakikatnya bersifat hipotetik”. Semua hukum ekonomi
memuat isi anak kalimat bersyarat sebagai berikut “hal-hal lain diasumsikan
sama keadaannya (ceteris paribus)”, yakni anggapan bahwa dari seperangkat
fakta-fakta tertentu, akan menyusul kesimpulan-kesimpulan tertentu jika tidak
terjadi perubahan pada faktor-faktor lain pada waktu yang bersamaan. Hal ini
berbeda dengan hukum pada ilmu eksak yang bisa dilakukan eksperimen tanpa
perlu membuat suatu asumsi. Ilmu ekonomi, tidak seperti cabang-cabang ilmu
pengetahuan sosial lainnya, mempunyai pengukur bersama dari motif-motif
manusia dalam bentuk uang.
2. Sumber Hukum Ekonomi Islam
38
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam Islam, yang
secara garis besar dibagi atas yang telah disepakati oleh seluruh ulama dan yang
masih menjadi perbedaan pendapat, dimana secara khusus hal ini dapat
dipelajari dalam disiplin ilmu ushl fiqh. Metode pengambilan hukum atas suatu
permasalahan dalam Islam ada bermacam-macam metode, namun dalam buku
ini hanya akan dijelaskan metode pengambilan hukum yang telah disepakati
oleh seluruh ulama, terdiri atas Al-qur’an, hadits & sunnah, ijma, dan qiyas.
a. Al-Qur’an
Sumber hukum Islam yang abadi dan asli adalah kitab suci Al- Qur’an.
Al-Qur’an merupakan amanat sesungguhnya yang disampaikan Allah melalui
ucapan Nabi Muhammad saw untuk membimbing umat manusia. Amanat ini
bersifat universal, abadi dan fundamental. Pengertian Al-Qur’an adalah sebagai
wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (baik isi maupun
redaksi) melalui perantaraan malaikat Jibril. Akan tetapi, terjadi salah
pengertian di antara beberapa kalangan terpelajar Muslim dan non Muslim
mengenai arti sebenarnya dari kitab suci Al Qur’an. Anggapan mereka bahwa
Al Qur’an itu diciptakan oleh Nabi Muhammad saw dan bukan firman Allah
SWT. Anggapan mereka ini salah besar, sebab Al Qur’an itu merupakan firman
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril.
Lagipula tidak mungkin Nabi Muhammad saw yang tidak bisa baca dan tulis
(ummi mampu menulis Al Qur’an yang bahasanya indah dan penuh dengan
makna.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjadikan Al Qur’an itu
sebagai pedoman hidup kita agar tidak tersesat dari jalan yang lurus. Pedoman
hidup ini bukan saja hanya dalam ibadah ritual semata, melainkan juga
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengamalkan ilmu Allah itu,
Allah akan mencurahkan rahmatnya kepada kaum tersebut. Dan alangkah
beruntungnya umat Islam yang menjalankan syariat Islam dengan sungguh-
sungguh dalam setiap aktivitas perekonomian akan mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
39
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Sehingga dalam setiap penarikan dan pembuatan hukum ekonomi
haruslah mencari rujukan terlebih dahulu di dalam Al-Qur’an apakah hal
tersebut dilarang oleh syariah atau tidak. Apabila tidak ditemukan dalam Al-
Qur’an mengenai hukum ekonomi yang ingin kita tarik kesimpulan, maka kita
dapat mencarinya dalam sumber hukum Islam yang lain yaitu dalam Hadits dan
Sunnah. Fungsi dan peranan Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah adalah
sebagai mu’jizat bagi Rasulullah saw; pedoman hidup bagi setiap muslim;
sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang
sebelumnya; dan bernilai abadi serta universal yang dapat diaplikasikan oleh
seluruh umat manusia.
b. Hadits dan Sunnah
Dalam konteks hukum Islam, sunnah yang secara harfiah berarti “cara,
adat istiadat, kebiasaan hidup” mengacu pada perilaku Nabi Muhammad saw
yang dijadikan teladan. Sunnah sebagian besar didasarkan pada praktek
normatif masyarakat di jamannya. Pengertian sunnah mempunyai arti tradisi
yang hidup pada masing-masing generasi berikutnya. Suatu sunnah harus
dibedakan dari hadits yang biasanya merupakan cerita singkat, pada pokoknya
berisi informasi mengenai apa yang dikatakan, diperbuat, disetujui, dan tidak
disetujui oleh Nabi Muhammad saw, atau informasi mengenai sahabat-
sahabatnya. Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah
adalah pemberitaan sesungguhnya.
Hadits dan sunnah ini hadir sebagai tuntunan pelengkap setelah Al
Qur’an yang menjadi pedoman hidup umat Muslim dalam setiap tingkah
lakunya. Dan menjadi sumber hukum dari setiap pengambilan keputusan dalam
ilmu ekonomi Islam. Hadits dapat menjadi pelengkap serta penjelas mengenai
hukum ekonomi yang masih bersifat umum maupun yang tidak terdapat di Al-
Qur’an. Hubungan sunnah dengan Al-Qur’an yaitu : (1) bayan tafsir, dimana
sunnah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak; (2)
bayan taqriri, yaitu sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan dalam ayat-ayat Al-Qur’an; (3) bayan taudih, sunnah menerangkan
40
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
maksud dan tujuan sesesuatu ayat dalam Al-Qur’an. Berdasarkan kualitas sanad
maupun matan hadits mempunyai tingkatan dari shahih, hasan dan dhaif. Dan
berdasarkan jumlah perawi hadits mempunyai tingkatan dari mutawatir dan
ahad
c. Ijma
Ijma yang sebagai sumber hukum ketiga merupakan konsensus baik dari
masyarakat maupun dari cendekiawan agama. Perbedaan konseptual antara
sunnah dan ijma terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya terbatas
pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas pada sahabat karena mereka merupakan
sumber bagi penyampaiannya. Sedangkan ijma adalah suatu prinsip hukum baru
yang timbul sebagai akibat dari penalaran atas setiap perubahan yang terjadi di
masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.
Ijma merupakan faktor yang paling ampuh dalam memecahkan
kepercayaan dan praktek rumit kaum Muslimin. Ijma ini memiliki kesahihan
dan daya fungsional yang tinggi setelah Al Qur’an dan Hadits serta sunnah.
Karena merupakan hasil konsensus bersama para ulama yang ahli di bidangnya,
sehingga ijma hanya dapat diakui sebagai suatu hukum apabila telah disepakati
oleh para ulama yang ahli. Akan tetapi ada beberapa pihak yang seringkali
meragukan hasil ijma ulama, dan lebih cenderung mempercayai hasil
pengambilan hukum oleh sendiri meskipun pengambilan hukum tersebut
seringkali salah. Hal inilah yang saat ini banyak terjadi, dimana perkembangan
pemikiran yang timbul banyak yang bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Ijtihad dan Qiyas
Secara teknik, ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan
sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya
ialah bahwa pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin
juga keliru. Maka ijtihad mempercayai sebagian pada proses penafsiran dan
penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan penalaran. Di
abad-abad dini Islam, Ra’y (pendapat pribadi) merupakan alat pokok ijtihad.
Tetapi ketika asas-asas hukum telah ditetapkan secara sistematik, hal itu
kemudian digantikan oleh qiyas. Terdapat bukti untuk menyatakan bahwa
41
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
kebanyakan para ahli hukum dan ahli teologi menganggap qiyas sah menurut
hukum tidak hanya aspekl intelektual, tetapi juga dalam aspek syariat. Peranan
qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada permasalahan yang tidak
termasuk dalam bidang syarat-syaratnya, dengan alasan sebab ”efektif” yang
biasa bagi kedua hal tersebut dan tidak dapat dipahami dari pernyataan
(mengenai hal yang asli). Menurut para ahli hukum, perluasan undang-undang
melalui analogi tidak membentuk ketentuan hukum yang baru, melainkan hanya
membantu untuk menemukan hukum.
G. Kesimpulan
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu prilaku individu
muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan
tuntunan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid
syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Pola berpikir ekonomi
konvensional yang tanpa nilai telah menyebabkan ilmu ekonomi ini menjadi
suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata
tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam
kegiatan ekonomi yang terjadi. Kemudian tampillah beberapa mazhab ekonomi
konvensional baru untuk memasukkan aspek-aspek normatif, sosial, dan
institusional prilaku manusia dalam model-model ekonominya. Namun semua
ini mengalami masalah karena mereka sulit untuk menemukan standar nilai
yang dapat disepakati secara luas oleh seluruh kalangan.
Para ekonom muslim perlu mengembangkan suatu ilmu yang khas yang
berlandaskan atas nilai-nilai iman dan Islam yang sejati. Rancang bangun
ekonomi Islam terdiri atas dasar (yang terdiri atas: tauhid, adil, nubuwwah,
khilafah, dan ma’ad), tiang (terdiri atas multitype ownership, freedom to act,
dan social justice), dan terakhir adalah atapnya yaitu akhlak.
42
Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Keywords
Adil
Akhlak
Akidah
Al’quran
Freedom to act
Hadits & sunnah
Ijma
Ijtihad & qiyas
Islamic Economics
Khilafah
Ma’ad
Maqashid-syariah
Multitype ownership
Nubuwwah
Social justice
Faktor-faktor produksi
Kelangkaan (scarcity)
Mazhab iqtishaduna
Mazhab mainstream
Mazhab alternatif-kritis
Opportunity cost
Production possibilities frontier
Pilihan (choice)
43