BAB 1
-
Upload
rabbani-hafidata-jannata -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
description
Transcript of BAB 1
BAB 1. TINJAUAN KASUS
1.1 Identitas Penderita
Nama : Ny. Musrifah
Umur : 66 Tahun
Alamat : Jl. Surati Baru no 19, Banyuwangi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Telp : -
MRS : 11 Oktober 2015 (01.20)
No REG : 0182398
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan penurunan
kesadaran. Keluarga mengatakan pasien selalu mengkonsumsi obat
Gliben 1x1, makan seperti biasa. ± 14 jam sebelum masuk rumah sakit
pasien merasa lemas dan pusing. ±7 jam sebelum masuk rumah sakit
pasien tiba-tiba tidak sadar, lalu diberi minum air gula dan sudah bisa
diajak komunikasi. ±1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak
sadar kembali dan dirujuk ke RSUD.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM (+) HT (+), sejak 2011, kontrol rutin
ke Puskesmas bila ada keluhan, obat yang dikonsumsi didapat dari
puskesmas yaitu Gliben dan Captopril. 7 Bulan yang lalu mengalami
hipoglikemi dan di rawat di RSUD Blambangan.
Riwayat Alergi : (-)
1.3 Pemeriksaan Fisik
Kepala/leher : anemia (-), icterus(-), cyanosis (-), dyspnoea (-)
1
Thorax : cor pulmo dalam batas normal
Abdomen/punggung : supel, timpani, BU (+)
Ekstrimitas : akral hangat
Genitalis :-
Airway : lancar
Dinding dada : simetris
Trachea : di tengah
Suara nafas tambahan : tidak ada
Breathing
Gerak dada : simetris
Retraksi otot nafas : tidak ada
Krepitasi : tidak ada
Circulation
Akral : hangat, merah, kering
Dissability
GCS : sulit dinilai
Pupil :
Ukuran : OD 2mm OS 2mm
RC : OD (+) OS (+)
Vital Sign
TD : 220/110 mmhg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu :
1.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Faal Hati
1. Bilirubin Direk 0,15 mg%
2. Bilirubin Total 0,47 mg%
3. GOT 32,1 unit L-25; P-21
4. GPT 19,2 unit L-29; P-22
5. Alkali Phosphate 62 unit
B. Faal Ginjal
1. Urium (B U N) 25,27 mg%
2. Kretainin 2,87 mg%
3. Uric Acid 7,4 mg%
C. Kadar Gula
Glukosa acak 21 mg%
1.5 Diagnosis Primer
DM Hypoglikemia (+)
1.6 Diagnosis Sekunder
Krisis Hipertensi
1.7 Penatalaksanaan
a. Terapi/ Tindakan IRD :
O2 3LPM.
Infus D5 20tpm
Injeksi D40 4 fl (IGD)
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul I.V
b. Terapi/ Tindakan di RPD (11-10-15)
Infus D10
Injeksi Ranitidin 2x1
Injeksi D40% 2 Flacon
Cek GDA
c. Terapi/ Tindakan di RPD (12-10-15)
Infus D5% 14tpm
Injeksi ranitidin 2x1
Mobilisasi
Cek GDA
d. Terapi/Tindakan di RPD (13-10-15)
pro KRS
Kontrol poli penyakit dalam hari kamis
NB 5000 tab 1x1
1.8 Catatan Perkembangan
a. Tanggal 11-10-2015
TD pagi : 200/90
S/N pagi : 36/90
GDA pagi : 37
TD malam : 160/100
S/N malam : 36/80
GDA sore : 217
b. Tanggal 12-10-2015
Keluhan : -
TD pagi : 160/100
TD malam : 150/90
GDA malam : 136
c. Tanggal 13-10-2015
Keluhan : -, Pasien sudah bisa jalan
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) nerupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin (1).
DM terjadi sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya
disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya
(DM Tipe 2), atau kurangnya insulin absolut (DM Tipe 1), dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria,
polidipsi, penurunan berat badan), dan atau pun gejala kronik atau kadang-kadang
tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan
sekunder pada metabolisme lemak dan protein (2).
a. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM menurut ADA tahun 2006(2) adalah :
i. DM Tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin
absolut)
- Autoimun (immune mediated)
- Idiopatik
ii. DM Tipe 2 (biasanya berawal dari resistensi insulin yang predominan
dengan defisieni insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang
predominan dengan resistensi insulin) (2)
iii. DM Tipe Spesifik lain :
1) Defek negatif fungsi sel beta
- Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3, 4, 5, 6
(yang terbanyak MODY 3).
- DNA mitokondria, dll
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pankreas
- Pankreatitis
- Tumor/ Pankreatektomi
- Pankreatopati fibrokalkulus, dll
4) Endokrinopati
- Akromegali
- Sindrom cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme, dll.
5) Karena obat/zat kimia
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormon tiroid.
- Tiazid, dilantin, interferon alfa, dll.
6) Infeksi
- Rubella kongenital, cytomegalovirus (CMV), dll.
7) Sebab imunologi yang jarang
- Antibodi anti insulin, dll.
8) Sindrom genetik yang berkaitan dengan DM
- Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dll.
iv. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) (2)
b. Patofisiologi Diabetes Melitus
i. DMT 1 merupakan tipe diabetes melitus yang tergantung insulin. Kelainan
pada DMT 1 terletak pada sel beta ( ± menempati 60-80% pulau
Langerhans dan menghasilkan insulin) yang bis idiopatik atau imunologik.
Pada DMT 1 sel beta hanya berjumlah <10%. Pankreas tidak mampu
sintesis atau sekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup
bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali (2).
ii. DMT 2 merupakan DM yang tidak tergantung oleh insulin. Pada tipe ini
kelainan awalnya terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan
kemudian disusul dengan disfungsi sel Beta pankreas (defek pada fase
pertama sekresi insulin) yaitu
- Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat), sehingga
glukosa sudah diabsopsi masuk darah tapi jumlah insulin yang efeksif
belum memadai.
- Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antaran 20.000-30.000),
pada obesitas bahkan hanya 20.000.
- Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tapi kualitas reseptor jelek,
sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau
sensitivitas insulin terganggu).
- Terdapat kelainan di pasca-reseptor, sehingga proses glikolisis
intraseluler terganggu.
- Adanya kelainan campuran di antara no 1, 2, 3 dan 4 (2).
c. Gejala Klinis Diabetes Melitus.
i. Fase kompensasi : mula-mula polifagi, polidipsi, poliuri dan berat
badan naik.
ii. Fase dekompensasi : poliuri, polidipsi dan berat badan menurun (TRIAS
SINDROM DIABETES AKUT), apabila tidak segera diobati akan muncul
gejala mual muntah, ketoasidosis diabetik.
iii. Gejala kronis DM : lemah badan, semutan, kaku otot, penurunan
kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah, sakit
sendi, dll(2).
d. Diagnosis Diabetes Melitus
Edukasi status gizi Nasehat Umum
Evaluasi penyulit DM Prencanaan makan
Evaluasi dan perencanaan sesuai kebutuhan Latihan Jasmani
Berat idaman
Belum perlu obat penurun glukosa
Keterangan:
GDP : Gula Darah Puasa; GDS : Gula Darah Sewaktu; GDPT : Gula Darah Puasa Terganggu;
IFG: Impaired Fasting Glucose; TGT: Toleransi Glukosa Terganggu; TTGO: Tes Toleransi
Glukosa Oral(2)
TGT GDPT NormalDIABETES MELITUS
<140140-199
GDP Atau
atauGDS
≥ 126
≥ 200
< 126
< 200
TTGO
GD 2 Jam
> 200
GDP Atau
atauGDS
≥ 126
≥ 200
< 126
< 200
< 100
< 140
110-125
140-199
GDP Atau
atauGDS
≥ 126
≥ 200
Keluhan Klinis Diabetes
Keluhan Klasik + Keluhan Klasik -
Ulang GDS atau GDP
e. Terapi Diabetes Melitus
Terapi Diabetes Melitus meliputi terapi primer ( Penyuluhan, latihan fisik, diet)
dan terapi sekunder ( obat hipoglikemia, terapi insulin, dan cangkok pankreas).
Terapi Primer
i. Penyuluhan
Penyuluhan yang dimaksud adalah penyuluhan kesehatan masyarakat.
Penyuluhan dapat dilakukan secara perorangan (antara dokter dengan
penderita), melalui media TV, video, diskusi kelompok, poster, atau
leaflet. Penyuluhan ini berisi penjelasan tentang DM, komplikasinya,
terapi DM, termasuk peragaan macam-macaam diet dengan berbagai jenis
kandungan kalorinya(2).
ii. Latihan Jasmani
Prinsip latihan jasmani pada penderita diabetes sama dengan prinsip
latihan jasmani secara umum yang meliputi beberapa hal yaitu
1) Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali per minggu.
2) Intesitas : ringan dan sedang (60%-70% maximum heart rate).
Maximum heart rate didapat dengan perhitungan 220-umur.
3) Durasi : 30-60 menit
4) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jongging, berenang dan
bersepeda.
Untuk melakukan latihan jasmani perlu diperhatikan hal-hala sebagai
berikut:
1) Pemanasan (warm up)
Pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh
seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga
mendekati intesitas latihan dan bisa juga untuk menghindari cedera.
Pemanasan cukup dilakukan 5-10 menit.
2) Latihan inti (conditioning)
Pada tahap ini diusahakan agar mencapai THR (Target Heart Rate)
untuk mendapatkan manfaat dari latihan.
3) Pendinginan (cooling down)
Tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang
dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah memlukan latihan
atau pusing akibat masih berkumpulnya draah pada otot yang aktif.
Pendingan dapat dilakukan 5-10 menit, hingga denyut nadi mendekati
denyut nadi saat istirahat.
4) Peregangan (stretching)
Tahap ini dilakukan dengan tujuan melemaskan atau melenturkan
otot-otot yang masih meregang dan menjadi elastis (1).
iii. Diet
Penatalaksannan diet diabetes mellitus ada 3 (tiga) J yang harus diketahui
dan dilaksanakan oleh penderita DM diabetes mellitus, yaitu jumlah
makanan, jenis makanan dan jadwal makanan. Berikut ini uraian mengenai
ketiga hal tersebut(1):
Jumlah makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita
DM, bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang
disarankan berkisar antara 1100-2900 KKal. Mengenai pengaturan jumlah
zat makanan yang harus dikonsumsi adalah sebagi berikut:
Karbohidrat. Rekomendasi pemberian karbohidrat(1):
1) Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung
karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan
jenis karbohidrat itu sendiri
2) Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal
dari sumber karbohidrat
3) Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH
maksimal 70% dari total kebutuhan kalori perhari.
4) Jumlah serat 25-50 gram perhari
5) Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun
jangan sampai lebih dari total kalori per hari.
6) Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti
sakarin, aspartame, acesulfom, dan sukralosa
7) Pengguanaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10
gram/hari.
8) Fruktosa tidak boleh lebih dari 60gram/hari.
9) Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
Protein. Rekomendasi pemberian protein(1):
1) Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi per hari
2) Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah
3) Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian
protein sekitar (0,8-1,0 mg/kg BB/hari)
4) Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan
sampai 0,85 gram/kgBB/hari dan tidak kurang dari 40gr.
5) Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein
nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.
Lemak. Rekomendasi pemberian lemak(1):
1) Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah
maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari
2) Jika kadar kolersterol LDL ≥100mg/dl, asupan asam lemak jenuh
3) diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari.
4) Konsumsi kolesterol maksimal 300mg/hari, jika kadar kolesterol
LDL ≥100mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi
200mg/hari
5) Batasi asupan asam lemak bentuk trans
6) Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan
asam lemak tidak jenug rantai panjang
7) Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari
asupan kalori perhari.
Jenis makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami jenis
makanan apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus
dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi secara ketat. Makanan yang
mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, sari buah
harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti
buncis, kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit dan
bayam harus dibatasi. Buah-buahan berkalori tinggi seperti pisang,
pepaya, mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian, jeruk dan nanas juga
dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran dengan
kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol, labu air, labu siam,
lobak, sawi, rebung, selada, toge, terong dan tomat(1).
Jadwal makan
Penderita diabetes mellitus harus membiasakan diri untuk makan tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Penderita diabetes mellitus makan
sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan
interval waktu 3 jam. Makanan dibagi dalam 3 porsi untuk makan pagi
(20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 makan ringan
(10-15%) di antara makan besar (1). Ini dimaksudkan agar terjadi
perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM, sehingga
diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan jadwal yang tepat
maka kadar glukosa darah akan tetap stabil dan penderita DM tidak merasa
lemas akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan standar yang digunakan
oleh penderita Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
Waktu Jadwal Total Kalori
Pukul 7.00 Pukul 10.00 Pukul 13.00 Pukul 16.00 Pukul 19.00 Pukul 21.00
Makan pagiSelinganMakan siangSelinganMakan malamSelingan
20%10%30%10%20%10%
Terapi Sekunder
i. Obat Hipoglikemik oral (2).
ii. Terapi Insulin (2).
Insulin yang Beredar di Indonesia (PERKENI, 2002)
Macam Insulin Buatan Efek Puncak(jam) Lama Kerja (jam)
Cepat:
Humalog
Apidra
Aspart
Pendek:
Actrapid
Humulin-R
Menengah:
Eli Lily (U-100)
Aventis (U-100)
Novo (U-100)
Novo (U-40 dan U-100)
Eli Lily (U-40 dan U-100)
1-2
2-4
4-12
4-6
6-8
18-24
Insulatard Human
Monotard Human
Humulin-N
Campuran:
Mixtard 30/70
Humulin 30/70
Humalog Mix 25
Panjang
Lantus
Novo (U-40 dan U-100)
Novo (U-40 dan U-100)
Eli Lily (U-100)
Novo (U-40 dan U-100)
Eli Lily (U-100)
Eli Lily (U-100)
Aventis (U-100)
2-8
Tanpa puncak
peakless insulin
14-15
24
iii. Cangkok pankreas
f. Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi DM adalah semua penyulit yang timbul sebagai akibat dari DM,
baik sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lainnya. Klasifikasi Komplikasi akut
yaitu, Hipoglikemia, Koma Lakto-Asidosis, Ketoasis Diabetik-Koma Diabetik,
Koma Hiperosmoler Non-Ketotik(2). Komplikasi Kronis dapat berupa
penyumbatan pembuluh darah baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan
makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah
tungkai bawah (1).
Retinopati merupakan suatu penyebab kebutaan yang paling mencolok pada
penderita Diabetes Mellitus. Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada
retina mulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai perdarahan retina,
ablasioretina dan lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan kebutaan. Diagnosis dini
retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin (1).
Kelainan yang terjadi pada ginjal penderita DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis,
berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerulus, dan berakhir dengan
keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi.
Pemeriksaan untuk mencari mikroalbuminuria dilakukan pada saat diagnosis DM
ditegakkan dan diulang setiap tahunnya (1).
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM adalah penyakit
jantung koroner yang merupakan salah satu penyulit makrovaskuler pada DM.
Penyulit makrovaskuler ini bermanifestasi sebagai arterosklerosis dini yang dapat
mengenai organ-organ vital seperti jantung dan otak. Jika terdapat kecurigaan
seperti ketidaknyamanan pada daerah dada harus segera dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit pembuluh darah koroner yaitu
dengan pemeriksaan EKG. Pada penderita DM, rasa nyeri mungkin tidak nyata
akibat dari neuropati yang seringkali terjadi pada penderita DM (1).
Penyakit pembuluh darah perifer terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus
diabetes merupakan hal yang penting dalam usaha pencegahan terjadinya masalah
kaki diabetes mellitus. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan, dll),
neuropati dan adanya penurunan suplai darah ke kaki merupakan hal yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan DM sehari-hari. Pemeriksaan kaki secara lengkap
berkala setiap tahun merupakan hal yang perlu dilakukan untuk mencegah kaki
diabetes / ulkus-gangren diabetes yang merupakan salah satu komplikasi kronik
DM yang paling ditakuti oleh penderita DM maupun para pengelola DM (1).
2.2 Hipoglikemia
Hipoglikemia pada pasien DMT 1 dan DMT 2 merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau
mendekati normal. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi
saat ini, dimana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari
meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal
melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman(1).
a. Definisi dan Penyebab Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah nilai
normal. Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar
insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau
karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea. Oleh sebab
itu dijumpai keadaan tertentu dimana pasien DM mungkin akan mengalami
kejadian hipoglikemia. Pemberian insulin hingaa saat ini belum sepenuhnya
dapat menirukan pola sekresi insulin secara fisiologis. Makan akan
meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai
puncak setelah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerja paling cepat bila diberikan
melalui subkutan belum mampu menirukan kecepatan penigkatan kadar puncak
tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2 jam
setelah disuntikkan. Oleh sebab itu, pasien rentan terjadi hipoglikemia sekitar 2
jam sesudah makan sampai waktu makan berikutnya. Dan waktu resiko
hipoglikemia yang paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan
malam hari (1).
Faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi Hipoglikemia (1):
i. Kadar insulin berlebihan
- Dosis berlebihan: kesalahan dokter, farmasi, pasien; keridaksesuain
dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose
(factitious hipoglikemia)
- Peningkatan bioavailibilitas insulin: absorbsi yang lebih cepat
(aktifitas jasmani), suntik di perut, perubahan ke human insulin ;
antibodi insulin; gagal ginjal (clearance insulin berkurang);
“honeymoon” periode.
ii. Peningkatan sensitivitas insulin
- Defisiensi hormon counter-regulatory: penyakit Addison;
hipopituitarisme
- Penurunan berat badan
- Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi.
iii. Asupan karbohidrat kurang
- Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang.
- Diit slimming, anorexia nervosa
- Muntah, gastroparesis.
- Menyusui.
iv. Lain-lain
- Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
- Alkohol obat (salisilat, sulfonamid meningkatan kerja sulfomilurea;
penyekat β non selektif, pentamidin).
b. Diagnosis dan Klasifikasi Hipoglikemia
Dalam konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila
kadar gula plasma ≤63 mg% (3.5 mmol/L). Pada diabetes, hipoglikemia
sering didefinisikan sesuai dengan gambaran klinisnya. Hipoglikemia akut
menunjukkan gejala dan TRIAD WHIPPLE. Triad tersebut meliputi keluhan
yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah, kadar
glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada diabetes), dan
hilangnya secara cepat keluhan-keluhan sesudah kelainan biokimiawi
dikoreksi (1).
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut (1):
i. Ringan: simptomatis, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas
sehari-hari nyata.
ii. Sedang: simptomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan
aktivitas sehari-hari yang nyata.
iii. Berat: sering (tidak selalu) tidak simptomatik, karena gangguan kognitif
pasien tidak mampu mengatasi sendiri.
- Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral.
- Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa
intravena)
- Disertai dengan koma atau kejang.
Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien
diabetes (1):
i. Otonomik : berkeringat, jantung berdebar, tremor dan lapar.
ii. Neuroglikopenik : bingung (confusion), mengantuk, sulit berbicara,
inkoordinasi, perilaku yang berbeda, gangguan visual, parestesi.
iii. Malaise : mual dan sakit kepala.
c. Terapi Hipoglikemia(1)
i. Glukosa oral
Sesudah didianosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan.
Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang
mengandung glukosa seperti jus buah segar. Sebaiknya coklat manis
tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat
absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu
diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien
mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat,
pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (bukal)
mungkin dapat dicoba(1).
ii. Glukagon intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga
nonprofesional yang terlatih dan hasilnya akan tampat dalam 10
menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian
glukosa intravena. Bila pasien sudah sdar pemberian glukagon harus
diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan
pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan(1).
iii. Glukosa intravena.
Injeksi glukosa 40% i.v. 25ml (encerkan 2 kali). Infus martos (maltosa
10%) atau glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang 25cc glukosa
40% setiap ½ jam (sampai sadar), dan dapat diulang sampai 6 kali,
bila gagal injeksi glukosa 40% i.v. 25 ml harap digunakan rumus 1, 2,
3 yaitu(1):
Kadar Glukosa
mg/dl
Terapi Glukosa 1 flakon=
25 ml 40% (10
gram)
30 mg/dl
30-60 mg/dl
60-100 mg/dl
Injeksi i.v Dekstrosa 40% bolus 3 flakon
Injeksi i.v. Dekstrosa 40% bolus 2 flakon
Injeksi i.v. Dekstrosa 40% bolus 1 flakon
Rumus- 3
Rumus-2
Rumus-1
2.3 Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah
terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi(1).
Krisis hipertensi meliputi dua kelompok yaitu(1):
1. Hipertensi darurat (emergency hypertension): di mana selain tekanan darah
yang sangat tinggi terdapat kelainan/kerusakan target organ yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan target
organ yang terjadi.
2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension): di mana terdapat tekanan
darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ
target yang progresif, sehingga penurunan tekanan darah dapat
dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
a. Gejala Krisis Hipertensi
Hipertensi krisis umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta:
mata kabur pada edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan
lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal: di
samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah pada
umumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan
tanda keterlibatan organ target(1).
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan
perencanaan. Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuria dan silinder. Hal ini
terjadi karena tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal
apalagi ureum dan kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bias terjadi pada
hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia(1).
Pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi (EKG) untuk melihat
adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner serta ultrasonografi
(USG) untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien.
Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada tabel 1(1).
Tabel 1. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat(1)
Tekanan darah
FunduskopiStatus Neurologi
Jantung Ginjal Gastrointestinal
>220/140 mm Hg
perdarahan sakit kepala, kacau
denyut jelass, uremia mual, muntah
eksudat edema papilla
gangguan kedadaran, kejang, lateralisasi
membesar dekompensasi oliguria
proteinuria
b. Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi mendesak cukup dengan obat oral yang bekerja
cepat sehingga meninggalkan tekanan darah dalam beberapa jam. Di Indonesia
banyak dipakai seperti pada tabel 2(1).
Pengobatan hipertensi darurat memerlukan obat yang segera menurunkan
tekanan darah dalam beberapa menit-jam sehingga umumnya bersifat parental. Di
Indonesia banyak dipakai seperti pada tabel 3. Untuk memudahkan penilaian dan
tindakan dibuat bagan seperti yang tercantum pada tabel 4(1).
Tabel 2. Obat Hipertensi oral yang dipakai di Indonesia(1)
Obat Dosis Efek Lama KerjaPerhatian Khusus
Nifedipin 5-10 mg
diulang 15 menit
5-15 menit 4-6 jam gangguan koroner
Kaptopril 12,5-25 mg
diulang/ ½ jam 15-30 menit 6-8 jam stenosis a. renalis
Konidin 75-150 ug
diulang/jam 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering, ngantuk
Propanolol 10-40 mg
diulang/ ½ jam 15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi, Blok jantung
Tabel 3. Obat Hipertensi Parental yang Dipakai di Indonesia(1)
Obat Dosis Efek Lama KerjaPerhatian Khusus
Klonidin IV 150 ug
6 amp per 250 cc
Glukosa 5% mikrodrip
30-60 menit 24 jam ensefalopati dengan gangguan coroner
Nitrogliserin IV 10-50ug
100 ug/cc per 500 cc
2-5 menit 5-10 menit
Nikardipin IV 0,5 – 6
ug/kg/menit
1-5 menit 15-30 menit
Diltiazem IV 5-15 ug/kg/menit lalu sama 1-5 ug/kg/menit
sama
Nitroprusid IV 0,25 ug/kg/menit Langsung 2-3 menit Selang infus lapis perak
Tabel 4.
Kelompok Biasa Mendesak Darurat
Tekanan Darah >180/110 >180/110 >220/140
Gejala tidak ada, kadang-kadang sakit kepala gelisah
sakit kepala hebat, sesak nafas
sesak nafas, nyeri dada, kacau, gangguan kesadaran
Pem Fisik organ target taa gangguan organ target
ensefalofati, edema paru, gangguan fungsi ginjal. CVA, iskemia jantung
Pengobatan awasi 1-3 jam mulai/ teruskan obat oral, naikkan dosis
awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja pendek
pasang jalur intravena, periksa laboratorium standar, terapi obat intravena
Rencana periksa ulang dalam 3 hari
periksa ulang dalam 24 jam
rawat ruangan/ICU
Daftar Pustaka
Sudoyo, AW., Setyohadi, B., Alwi. I., Simadibrata, M., dan Setiati Siti. 2006.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Peyakit Dalam FKUI.
Tjokroprawiro, A., Setiawan, PB., Santoso, D., Soegiarto, G. 2007. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press