BAB 1-BAB 5

62
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan sebagai profesi memiliki body of knowledge yang kuat, jelas dan berbeda dengan profesi lain. dimana dalam melakukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Selain itu sebagai profesi, keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan, adanya kode etik dalam pekerjaan dan berorientasi pada pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat secara komprehensif. Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat adalah pemberian informasi terhadap segala tindakan yang dilakukan kepada klien. Perawat perlu memahami bahwa informasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam tatanan pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk contoh pemberian informasi di tatanan pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggung jawabkan dan sah secara hukum adalah Informed Consent“. Informed consent merupakan suatu ijin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah 1

Transcript of BAB 1-BAB 5

Page 1: BAB 1-BAB 5

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keperawatan sebagai profesi memiliki body of knowledge yang kuat, jelas

dan berbeda dengan profesi lain. dimana dalam melakukan tindakannya

didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas

dalam keahliannya. Selain itu sebagai profesi, keperawatan mempunyai

otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan, adanya

kode etik dalam pekerjaan dan berorientasi pada pelayanan melalui

pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat

secara komprehensif. Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan oleh

seorang perawat adalah pemberian informasi terhadap segala tindakan yang

dilakukan kepada klien.

Perawat perlu memahami bahwa informasi merupakan sesuatu yang sangat

penting dalam tatanan pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk contoh

pemberian informasi di tatanan pelayanan kesehatan yang dapat

dipertanggung jawabkan dan sah secara hukum adalah “Informed Consent“.

Informed consent merupakan suatu ijin atau pernyataan setuju dari pasien

yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi

dari dokter dan yang sudah dimengertinya (Guwandi, 1994). Kevin Teasdale

(1998), menyatakan bahwa “informed consent” tidak hanya sekedar

menyatakan “ya” atau “tidak” namun mencakup pemahaman tentang

keseluruhan informasi yang diberikan. Salah satu kasus yang terjadi pada

pasien yang akan dilakukan tindakan Cystoscopy sudah menandatangani

lembar informed consent tanpa diberikan informasi sehingga pada saat akan

dilakukan tindakan pasien menolak karena pasien tidak tahu tindakan apa

yang akan dilakukan.

Penjelasan atau informasi terkait tindakan yang diberikan kepada pasien

adalah tanggung jawab dari penanggung jawab perawatan terhadap pasien

1

Page 2: BAB 1-BAB 5

2

tersebut, misalnya seorang dokter atau perawat primer. Menurut Soekanto

(1989) perawat secara yuridis tidak berwenang melaksanakan proses

“informed consent”, namun menjadi tanggungjawab dokter. Pendapat lain

menyatakan bahwa salah satu kewajiban perawat adalah memberikan

informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan kepada klien/

pasien/keluarga sesuai batas kewenangan (Praptianingsih, 2006).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka kelompok tertarik untuk membahas

tentang peranan perawat dalam pemberian informasi kepada

pasien/customer tentang tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan

lingkup profesinya dikaitkan dengan aspek etik dan legal keperawatan.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menganalisa keperawatan sebagai profesi dalam

penerapannya dalam bidang Keperawatan Medikal Bedah.

1.2.2. Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu:

1.2.2.1. Memahami Definsi keperawatan sebagai profesi

1.2.2.2. Memahami Karakteristik keperawatan sebagai profesi

1.2.2.3. Memahami Hakekat praktek profesi

1.2.2.4. Memahami Batasan hak dan kewajiban perawat

1.2.2.5. Memahami Kemitraan dalam praktik profesi kesehatan

terkait dengan etika dan hukum

1.2.2.6. Memahami Jaminan kualitas pelayanan keperawatan

1.2.2.7. Memahami Dimensi kekeliruan : etik, hukum, disiplin,

upaya pencegahan

1.2.2.8. Menganalisa keterkaitan aspek etik dan hukum

keperawatan dengan aplikasi tindakan keperawatan

Page 3: BAB 1-BAB 5

3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan

persiapan khusus (Kozier et al., 1991).

Profesi adalah pekerjaan bermartabat dengan identifikasi yang tinggi di

antara para anggota profesi, yang membutuhkan pendidikan yang panjang

dan ketat dalam tuntutan kemampuan intelektual dan teori berdasarkan

penelitian-penelitian, memiliki kemampuan regulasi dan kontrol terhadap

diri sendiri, memegang wewenang atas klien, dan mengedepankan

pelayanan kepada masyarakat di atas kepentingan pribadi (Shwirian, 1998).

Menurut Hasil Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983, keperawatan

adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral

dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun yang

sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia (Praptianingsih, 2006).

2.2. Karakteristik

Karakteristik profesi keperawatan menurut Hood & Leddy (2006) yaitu :

a. Memiliki otoritas untuk mengontrol pekerjaan

Perawat melakukan intervensi mandiri keperawatan serta intervensi

kolaborasi saat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya.

b. Memiliki batang ilmu spesifik

Keperawatan mengambil dari beberapa disiplin ilmu untuk membentuk

pelayanan keperawatan yang holistik.Dalam ilmu keperawatan

pengetahuan ini berfokus pada empat konsep utama, yaitu keperawatan,

manusia, lingkungan, dan kesehatan. Penelitian keperawatan akan

Page 4: BAB 1-BAB 5

4

menghasilkan ilmu pengetahuan baru untuk menunjang praktek

keperawatan.

c. Memiliki pendidikan formal dan pelatihan

Saat ini ada beberapa level pendidikan formal untuk menjadi perawat di

Indonesia, yaitu tingkat Diploma, Sarjana, Magister, dan Doktoral.

d. Memiliki kompetensi yang spesifik

Perawat mendemonstrasikan kemampuan pengkajian, pemahaman

tentang famakologi, ilmu fisika, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,

prosedur pembedahan, dan memiliki kemampuan untuk menggunakan

alat-alat dengan tepat pada saat memberikan pelayanan asuhan

keperawatan pada klien.

e. Memiliki hak untuk mengontrol tindakannya

Perawat dengan bekal pengetahuan dan kompetensi dapat melakukan

praktek keperawatan secara independen yang didasarkan pada kondisi

klien.

f. Memberikan pelayanan kepada orang lain

Pelayanan keperawatan adalah pekerjaan yang berfokus kepada klien

untuk memenuhi kebutuhan dasar individu, baik yang sakit maupun

sehat secara holistik dalam area fisik, psikologis dan emosional.

g. Memiliki peraturan perundang-undangan

Perawat memiliki badan hukum yang mengatur praktek keperawatan di

wilayahnya masing-masing.

h. Memiliki sertifikasi kompetensi

Perawat mengikuti ujian kompetensi nasional dengan memiliki nilai

kompetensi minimal yang disahkan oleh badan hukum sebagai syarat

untuk melakukan praktek keperawatan.

i. Memiliki standar dan hukum

Perawat melakukan tindakan keperawatan secara rasional dan

bertanggungjawab untuk tindakannya tersebut, yang dalam hal ini

diatur oleh badan hukum keperawatan.

Page 5: BAB 1-BAB 5

5

j. Memiliki kode etik

Kode etik menjadi pedoman bagi kelompok profesional sebagai dasar

untuk mengambil keputusan berdasarkan standar dan nilai.

k. Menciptakan hubungan antar profesi keperawatan

Perawat memiliki organisasi profesi yang membuat standar,

melindungi, dan menyediakan jaringan untuk anggota-anggotanya.

l. Memiliki penghargaan diri

Perawat merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan kepada klien

dan keluarganya.Beberapa dari mereka memandang profesi

keperawatan sebagai sarana untuk ibadah.

m. Penerimaan publik

Menurut Gallup Organization (2003), keperawatan mendapat peringkat

tertinggi sebagai profesi yang jujur dan bertindak secara etis dibanding

profesi yang lain (Hood & Leddy, 2006).

2.3. Hakekat praktik profesi

Hakekat praktik profesi keperawatan adalah kepedulian (caring). Menurut

Verena Tschudin (2003) kepedulian adalah tentang manusia. Dilakukan oleh

manusia, bagi manusia, untuk manusia dan sebagai manusia. Setiap orang

berhubungan dengan orang yang lain. Bentuk kepedulian ini didasarkan

pada prinsip humanitas, yaitu memperlakukan/berhubungan dengan orang

lain/pasien sebagai manusia, bukan sekedar sebagai pasien saja. Peduli

adalah elemen dasar menjadi seorang manusia. Disaat kita tidak peduli, kita

kehilangan kemanusiaan kita, dan kepedulian adalah cara untuk

berperikemanusiaan.

Roach (1992) mencatat bahwa karakteristik dan kualitas kepedulian (caring)

dimulaidengan huruf “C” yang bisa berfungsi hanya jika kita memiliki

hubungan dengan orang lain, yaitu:

a. Compassion (belas kasihan)

b. Competence (kompeten)

c. Confidence (kepercayaandiri)

Page 6: BAB 1-BAB 5

6

d. Conscience (kesadaran)

e. Commitment (komitmen)

2.4. Batasan Hak dan Kewajiban Perawat

Verena Tschudin (2003) mengatakan bahwa hak perawat adalah tugas

employer, sedangkan hak pasien adalah tugas perawat. Kontrak kerja

perawat memberikan mereka hak untuk memperoleh gaji, mendapatkan hari

libur kerja, dan hak untuk tidak bekerja saat sakit.Perawat berhak untuk

bekerja di lingkungan yang sehat, bebas dari bahaya kecelakaan kepada diri

mereka sendiri atau other health hazards, serta berhak diberikan otonomi

dalam melakukan perawatan.

Sedangkan menurut Potter dan Perry, 2001 fungsi dan perawat

dijabarkan sebagai berikut ini:

Fungsi perawat:

a. Pemberi layanan perawatan (caregiver)

b. Pengambil keputusan (clinical decision maker)

c. Pelindung dan advokat klien (protector and client advocate)

d. Manajer kasus (case manager)

e. Rehabilitator

f. Comforter

g. Communicator

h. Teacher/educator

Peran Perawat (Potter & Perry, 2001):

a. Peran utama sebagai praktisi dengan melakukan asuhan keperawatan

secara langsung kepada klien yang bertujuan untuk menyelesaikan

masalah klien melalui keterampilan berpikir kritisnya. Selain itu

perawat juga melakukan edukasi kepada klien dan keluarganya yang

bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan perawatan diri.

Perawat sebagai praktisi tidak hanya bertugas di area rumah sakit

namun juga meluas ke area lain seperti perawatan lansia dan perawatan

jiwa.

b. Perawat spesialis dan konsultan

Page 7: BAB 1-BAB 5

7

Perawat tidak hanya sebagai pekerja klinis namun memiliki kesempatan

untuk meningkatkan keterampilan dan pengalamannya sebagai role

model. Posisi yang dimaksud yaitu Clinical Nurse Specialist (CNS) dan

Clinical Nurse Consultant (CNC) yang memiliki kemampuan yang

lebih ahli dan biasanya bertugas di area yang lebih spesifik seperti

diabetes mellitus, kanker atau kardiovaskuler.

c. Akademisi atau edukator

Perawat dalam perannya sebagai akademisi secara umum memiliki

kualifikasi dan kompetensi pada area spesialisasinya.Ini merupakan

ekspektasi yg umum pada sektor pendidikan tingkat tinggi, yaitu bahwa

para murid memiliki hak untuk diajarkan oleh staff ahli. Melalui proses

ini, para murid tidak hanya mengharapkan teori pembelajaran yang

berkualitas tinggi yang akan diperoleh tetapi juga mendapatkan

keuntungan dari pengalaman klinik pengajarnya.

Perawat yang berperan sebagai edukator adalah mereka yang masih

tetap bekerja di beberapa layanan kesehatan; mereka lebih banyak

behubungan dengan staff pengembangan dan klien pendidikan. Para

edukator umumnya memiliki latar belakang dalam keperawatan klinik,

yang menunjang mereka dengan kemampuan praktikal dan pengetahuan

teoritis. Perawat sebagai edukator di bidang pengembangan staf di

layanan kesehatan menyediakan program pendidikan bagi perawat-

perawat di insititusi mereka. Program-program ini termasuk orientasi

karyawan baru, pendidikan lanjutan dan pelatihan keamanan dan

instruksi tentang alat atau prosedur baru.Para perawat edukator ini

biasanya berpartisipasi dalam pengembangan prosedur dan kebijakan

keperawatan. Fokus utama para perawat edukator di departemen

pendidikan adalah untuk mengajarkan klien dan keluarga yang sakit

atau tidak mampu (disable) tentang bagaimana cara terbaik untuk

berespon terhadap penyakit atau ketidakmampuan mereka untuk

menyediakan pelayanan di rumah. Para perawat edukator ini biasanya

memiliki spesialisasi dan sertifikat; misalnya pendidik diabetes atau

perawat luka ostomy.

Page 8: BAB 1-BAB 5

8

d. Perawat Manejer

Peran seorang perawat administrator adalah untuk mengatur pelayanan

kepada klien dan pemberian layanan keperawatan spesifik dalam sarana

pelayanan kesehatan. Administrasi keperawatan dimulai dengan posisi

seperti manejer unit atau wakil manejer unit. Pada level yang lebih

tinggi manajemen keperawatan memperluas posisinya seperti direktur

keperawatan atau wakil direktur keperawatan. Tidak ada kualifikasi

khusus bagi manajemen keperawatan, bagaimanapun juga perawat-

perawat tidak mungkin dipromosikan ke promosi manajer unit tanpa

kualifikasi pascasarjana.

Douglas (1996), perawat administrator memerlukan kemampuan dalam

bisnis dan manajemen, sebagaimana juga pengertian tentang seluruh

aspek keperawatan dan asuhan keperawatan kepada pasien. Fungsi

administrator termasuk pembiayaan, pengaturan tenaga/staf, rencana

strategik untuk kegiatan dan pelayanan, evaluasi karyawan dan

pengembangan karyawan (Potter & Perry, 2001).

e. Perawat Peneliti

Saat ini terjadi peningkatan dalam penelitian di bidang keperawatan

melalui pengumpulan dan analisa data yang bertujuan untuk

meningkatkan pelayanan keperawatan dan memperluas area praktek

keperawatan. Perawat peneliti bisa memiliki latar belakang sebagai

akademisi maupun klinis.

Serta disebutkan, berdasarkan Kepmenkes 1239/2001 dan

Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik no. Y.M. 00.03.2.6.956

yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1998, perawat

mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

a. Hak Perawat

Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai

dengan profesinya;

Page 9: BAB 1-BAB 5

9

Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar

belakang pendidikannya;

Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan

perundangan, standar profesi, dan kode etik profesi;

Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit, klien/pasien, dan atau

keluarganya;

Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bidang keperawatan;

Mendapatkan informasi yang lengkap dari klien/pasien yang tidak puas

terhadap pelayanannya;

Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang

berkaitan dengan tugasnya;

Diikutsertakan dalam penyususan/penetapan kebijakan pelayanan

kesehatan di rumah sakit;

Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya

dicemarkan oleh klien/pasien atau keluarganya serta tenaga kesehatan

lain;

Menolak pihak lain yang memberikan anjuran/permintaan untuk

melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan,

standar profesi, dan kode etik;

Mendapatkan penghargaan/imbalan yang layak dari jasa profesinya

sesuai dengan peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit;

Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai bidang

profesinya.

b. Kewajiban Perawat

Mematuhi semua peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan

antara pegawai dengan rumah sakit;

Mengadakan perjanjian tertulis dengan rumah sakit;

Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah

dibuatnya;

Page 10: BAB 1-BAB 5

10

Memberikan pelayanan/asuhan keperawatan sesuai dengan standar

profesi dan batas kewenangannya;

Menghormati hak pasien/klien;

Merujuk klien/pasien kepada perawat/tenaga kesehatan lain yang

mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik;

Memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarganya, menjalankan ibadah sesuai dengan

agamanya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan pelayanan

kesehatan;

Memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keparawatan

kepada klien/pasien atau keluarganya sesuai dengan batas

kewenangannya;

Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan

berkesinambungan;

Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai standar prodesi

keperawatan;

Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

keperawatan secara terus menerus;

Melakukan pertolongan darurat sesuai dengan batas kewenangannya;

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang klien/pasien,

bahkan juga setelah klien/pasien meninggal, kecuali jika diminta oleh

pihak yang berwenang.

2.5. Kemitraan dalam Praktik Profesi Keperawatan Terkait dengan

Etika dan Hukum

Kemitraan menurut Henderson (1991) yaitu hubungan kesejawatan antara

dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain dengan pasien dan keluarganya

(Praptianingsih, 2006). Sedangkan menurut ANA (1992) kemitraan

didefinisikan sebagai hubungan kerja timbal balik antar tenaga kesehatan di

dalam memberikan pelayanan untuk mendukung perawatan pasien

(Praptianingsih, 2006).

Page 11: BAB 1-BAB 5

11

The Ontario College of Family Physicians (1999) merumuskan definisi

praktik kolaborasi sebagai suatu proses antar profesional dalam

berkomunikasi dan membuat keputusan dimana terdapat kesempatan yang

sama bagi tiap-tiap tenaga kesehatan untuk berbagi pengetahuan dan

ketrampilan atau keahliannya guna menghasilkan pengaruh yang sinergis

bagi pemberian perawatan pasien. Definisi tersebut dapat dikaitkan dengan

dasar hukum pada pasal 50 UU 23/1992 menentukan “Tugas tenaga

kesehatan adalah menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan

sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya masing-masing”.

Hubungan antara pasien dengan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam

upaya kesembuhan dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Sumber: Cipto susilo, tren perawat professional di era pasca modernisasi,

artikel, iqra’, vol X, No. 1, Jan. 1995, hlm. 6 (Praptianingsih, 2006)

Menurut bagan tersebut, pandangan bahwa fokus dalam upaya kesehatan

adalah pasien dan keluarga. Setiap tenaga kesehatan mengambil peran yang

setara terhadap pasien sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya

masing-masing. Perawat disetarakan dengan dokter sebagai tenaga

profesional sebagaimana dokter.

2.6. Jaminan Kualitas Pelayanan Keperawatan

2.6.1. Pengertian

Menurut Purwanto (2012), pelayanan kesehatan biasanya mengacu

Perawat Dokter

Petugas sosial

Radiologi

Pasien dan keluarga

Ahli Gizi

Terapi Kerja

Terapi Fisik

Laborratorium

Page 12: BAB 1-BAB 5

12

pada kemampuan rumah sakit, memberi pelayanan yang sesuai

dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya.

Beberapa pendapat mengenai kualitas pelayanan keperawatan

diantaranya (Purwanto, 2012):

a. Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas

pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin

baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Dalam menyelenggarakan

upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tidak

terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting.

Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas

dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan

keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus

melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas di Rumah

Sakit.

b. Perawat adalah seseorang yang mempunyai profesi berdasarkan

pengetahuan ilmiah, ketrampilan serta sikap kerja yang dilandasi

oleh rasa tanggung jawab dan pengabdian. Perawat adalah salah

satu unsur vital dalam rumah sakit, perawat, dokter, dan pasien

merupakan satu kesatuan yang paling membutuhkan dan tidak

dapat dipisahkan. Tanpa perawat, tugas dokter akan semakin berat

dalam menangani pasien. Tanpa perawat, kesejahteraan pasien juga

terabaikan karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan

terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan

berlangsung terus menerus. Departemen Kesehatan RI

mendefinisikan perawat adalah seseorang yang memberikan

pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut

berbentuk pelayanan biologis, psikologis sosial, spiritual yang

ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan

keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental,

keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan

kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu

Page 13: BAB 1-BAB 5

13

dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan

penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan

setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang

memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang

sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan

kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan

perasaan puas pada diri pasien.

2.6.2. Aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan

Aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan adalah :

a. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur,

aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan

dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan

waktu.

b. Ketanggapan (responsiveness), yaitu keinginan para pegawai atau

karyawan membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu

dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat

memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan.

c. Jaminan (assurance) mencakup kemampuan, pengetahuan,

kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan,

bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi,

percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).

d. Empati atau kepedulian (emphaty). Hal-hal ini meliputi kemudahan

dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami

kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian

terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan

menarik, memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik

dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.

Page 14: BAB 1-BAB 5

14

e. Bukti langsung atau berujud (tangibles). Hal-hal ini meliputi

fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan

baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan

karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.

Depkes RI telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan dikatakan

berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada

pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar

tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab,

komuniksi dan kerjasama. Penjelasan untuk masing-masing aspek

dapat dilihat sebagai berikut:

a. Aspek penerimaan

Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang,

selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki

minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan

golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya,

sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai

aspek penerimaan, perawat harus memiliki minat terhadap orang

lain dan memiliki wawasan luas.

b. Aspek perhatian

Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan. Dalam hal ini perawata perlu bersikap sabar dan

murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan

pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan

imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan

pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.

c. Aspek komunikasi

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan

komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Adanya

komunikasi yang baik antara pasien dengan perawat dan adanya

hubungan yang baik dengan keluarga pasien akan meningkatkan

interaksi yang baik antar perawat dengan keluarga dan pasien.

Page 15: BAB 1-BAB 5

15

d. Aspek kerjasama

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan

kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien terutama

dalam penerapan proses keperawatan.

e. Aspek tanggung jawab

Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas,

mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas,

konsisten serta tepat dalam bertindak.

2.6.3. Perlindungan Hukum (Legislasi)

Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi

pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting

karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai

dengan kompetensi yang dimilikinya. Keperawatan sebagai profesi

mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara

professional oleh perawat/Ners dengan kompetensi yang memenuhi

standar, memperhatikan kaidah etik dan moral, sebagai bentuk

perlindungan terhadap masyarakat.

Perkembangan bidang keperawatan menuju keperawatan sebagai

profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat. Perubahan

ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh

perkembangan keperawatan profesional, antara lain adanya tekanan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang

pada hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan

keperawatan profesional Indonesia.

Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat

menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab

terhadap pelayanan yang keperawatan yang dilakukan. Tumpang

tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan

beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena

Page 16: BAB 1-BAB 5

16

tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal

ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan

keterampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang

mereka miliki.

Berdasarkan PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, disebutkan bahwa tujuan pengelolaan

pendidikan adalah untuk menjamin (1) akses masyarakat atas

pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau; (2)

mutu dan daya saing pendidikan serta elevansinya dengan kebutuhan

dan atau kondisi masyarakat; dan (3) efektivitas, efisiensi, dan

akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Oleh karenanya, Pendidikan

Keperawatan sudah seharusnya dibawah kebijakan Dikti

(Kemendikbud) sebagai lembaga yang memang mengurusi masalah

pendidikan di Indonesia. Karena apabila keragaman ini terus dibiarkan

maka dampaknya akan ke arah tidak terstandarnya kualitas lulusan

perawat.

Indonesia dan Laos adalah dua negara ASEAN yang belum memiliki

Undang-Undang Keperawatan. Padahal sebagaimana kita ketahui

bahwa di negara Indonesia telah memproduksi tenaga perawat dalam

jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara

Asia, selain itu yang paling utama adalah lemahnya regulasi praktik

keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus globalisasi.

Perlindungan hukum yang seharusnya pertama kali ditawarkan oleh

pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan bagi perawat

Indonesia untuk memulai proses tersebut, salah satunya adalah dengan

mengeluarkan UU. Kenyataan yang saat ini terjadi, RUU

Keperawatan untuk dijadikan jaminan hukum belum disyahkan.

Dengan adanya UU Keperawatan tentu akan berdampak pada

peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, perlindungan

Page 17: BAB 1-BAB 5

17

terhadap rakyat maupun masyarakat, peningkatan daya saing perawat

Indonesia di mata dunia, serta mempercepat keberhasilan upaya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan

derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan

kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan

hingga desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada

kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan

hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.

2.6.4. Bentuk Perlindungan bagi Perawat

a. UUD 1945 dalam Pasal 5, menyebutkan bahwa “Presiden

memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 dalam Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan

bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan

ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu. Sedangkan Pasal 53, menyebutkan bahwa

tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

c. Pelaksanaan tugas sesuai dengan standar profesi pada dasarnya

memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun

pasien, sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

jo. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996,

perlindungan hukum bagi pasien diatur dalam Pasal 55 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 jo. Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009, yaitu : “Setiap orang berhak atas ganti rugi

akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga

Page 18: BAB 1-BAB 5

18

kesehatan, sedangkan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan

diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1996 yang menentukan pemberian perlindungan hukum bagi

tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesinya.

2.7. Dimensi Kekeliruan : Etik, Hukum, Disiplin dan Upaya Pencegahan

2.7.1. Dimensi Etik

1. Definisi

Etik adalah suatu ilmu yang mengatur bagaimana sepatutnya

manusia harus hidup dalam masyarakat yang melibatkan prinsip

atau aturan yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik

dan buruk atau kewajiban dan tanggung jawab (Potter & Perry,

2007). Etika adalah tentang kebenaran dan ketidakbenaran yang

didasarkan atas kodrat manusia, tentang norma yang mengarahkan

perilaku manusia. Sebagai praktisi dalam dunia kesehatan, perawat

diharapkan dapat melaksanakan praktik perawat sesuai dengan

hukum dan kode etik keperawatan yang berlaku (Praptianingsih,

2006).

Prinsip Etika yang berlaku bagi tenaga kesehatan (Potter & Perry,

2007) :

a. Otonomi

Otonomi merujuk kepada kebebasan seseorang. Dalam prinsip

bioetik, otonomi lebih kepada menghargai hak orang lain

(pasien) untuk menentukan serangkaian tindakan yang akan

dilakukan. Sebagai contoh, maksud dari persetujuan (informed

consent) pada pasien preoperative adalah tim tenaga kesehatan

benar-benar menghargai kebebasan pasien dengan mendapatkan

ijin secara tertulis untuk memulai prosedur tindakan.

b. Keadilan

Keadilan merujuk kepada prinsip kewajaran dan kejujuran.

Sebagai contoh di Amerika, kira-kira lebih dari 3 calon

Page 19: BAB 1-BAB 5

19

penerima transplantasi hati masuk dalam daftar tunggu. Sangat

sulit untuk menentukan pendistribusian organ yang tersedia.

Komite kesehatan Amerika mengatur urutan calon penerima

transplantasi organ berdasarkan tingkat kebutuhan, daripada

berusaha menjual organ untuk mendapatkan keuntungan atau

mendistribusikannya dengan lotere.

c. Fidelity (kesetiaan)

Fidelity merujuk kepada kesetiaan atau berusaha keras untuk

tetap memegang janji. Prinsip fidelity juga menaikkan kewajiban

perawat dalam melaksanakan rencana perawatan kepada pasien.

Sebagai contoh, jika kita mengkaji pasien dengan nyeri

kemudian menawarkan rencana untuk mengendalikan nyeri

pada pasien, prinsip fidelity mendorong kita untuk melakukan

yang terbaik dalam memperbaiki dan meningkatkan

kenyamanan pasien.

d. Beneficence (kebaikan)

Prinsip beneficence adalah selalu berusaha untuk melakukan

kebaikan dengan menolong orang lain. Prinsip ini mendorong

kita untuk melakukan yang terbaik kepada pasien. Kita selalu

mengupayakan keputusan yang dibuat berdasarkan keinginan

untuk melakukan yang terbaik bukan merugikan pasien.

e. Non-maleficence (tidak merugikan)

Prinsip Non-maleficence berarti bahwa perawat dalam

memberikan upaya pelayanan kesehatan harus senantiasa

dengan niat untuk membantu pasien mengatasi masalah

kesehatannya.

Page 20: BAB 1-BAB 5

20

2.7.2. Dimensi Kekeliruan

Dimensi kekeliruan dalam aspek etik keperawatan adalah pelanggaran

yang dilakukan perawat terhadap kode etik profesi keperawatan. Kode

etik adalah pedoman perilaku bagi pengemban profesi. Fungsi kode

etik adalah sebagai pedoman perilaku bagi para pengemban profesi,

sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain dan

pencegah kesalahpahaman dan konflik (Praptianingsih, 2006).

Berkaitan dengan profesi, etika erat hubungannya dengan perilaku

yang berisikan hak dan kewajiban yang berdasarkan pada perasaan

moral dan perilaku yang sesuai dan mendukung standar profesi.

Sebagai suatu profesi, keperawatan memiliki kode etik yang

mengarahkan atau memberi pentunjuk kepada anggotanya bagaimana

seharusnya berbuat dalam menjalankan profesinya dan sekaligus

menjamin mutu moral profesi tersebut di mata masyarakat. Dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab, perawat harus merujuk

kepada kode etik keparawatan.

Pelanggaran yang dilakukan berhubungan dengan tingkat laku

seseorang (baik atau buruknya), atau ketidakmampuan melaksanakan

kewajiban dan tanggung jawab dengan benar sebagaimana diatur

dalam kode etik profesi. Di Indonesia, penyelidikan dan penyelesaian

masalah berkaitan dengan pelanggaran kode etik keperawatan

merupakan wewenang dari Majelis Kehormatan Etik Keperawatan

yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan, dalam hal ini

PPNI (AD/ART PPNI, BAB IX Pasal 31). Hukuman atau sangsi yang

diberikan berhubungan dengan keanggotaan dalam organisasi profesi.

Pemberhentian sebagai anggota dapat dilakukan oleh Pengurus Pusat

PPNI dan atau Majelis Kehormatan Etik Keperawatan jika terbukti

melakukan pelanggaran kode etik yang berat dan merugikan

organisasi profesi (AD/ART PPNI, BAB II, Pasal 6c).

Page 21: BAB 1-BAB 5

21

2.7.3. Dimensi Hukum

Dimensi kekeliruan dalam aspek hukum adalah perawat melakukan

pelanggaran berat yang berkaitan dengan masalah hukum, contohnya

karena kelalaian perawat, pasien meninggal. Perawat professional

seperti tenaga professional yang lain mempunyai tanggung jawab

terhadap tiap bahaya yang ditimbulkan akibat kesalahan

tindakannya.Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari

berbagai kesalahan yang dilakukan oleh perawat yang dapat berupa

tindakan kriminal berat misalnya perawat salah memberikan obat

sehingga menyebabkan kematian pasien dapat diberi sangsi berupa

membayar denda dan kurungan. Sedangkan bagi perawat yang

melakukan tindakan criminal ringan misalnya menampar wajah pasien

dapat dikenai denda dan kurungan jangka pendek (Priharjo, 1995).

Proses penyelesaian untuk pelanggaran hukum dilakukan oleh

perangkat hukum yang ada. Pemberian sangsi atau hukuman sesuai

dengan peraturan undang-undang hukum yang berlaku.

Kecerobohan (tort) merupakan kesalahan sipil yang melanggar

seseorang atau kepunyaan/harta benda seseorang. Kecerobohan dapat

dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Kecerobohan tidak

sengaja meliputi :

a. Kelalaian (negligence)

Kelalaian adalah kegagalan seseorang untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan standar yang ada (Potter &Perry, 2007). Kelalaian

merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang dengan

klasifikasi yang sama seharusnya dapat dilakukan dalam situasi

yang sama. Kelalaian sering terjadi akibat kegagalan menerapkan

pengetahuan dalam praktik yang antara lain disebabkan kurang

pengetahuan. Kelalaian dapat menyebabkan kerugian bagi pasien

(Priharjo, 1995). Berikut ini beberapa tindakan kelalaian yang

umumnya terjadi pada perawat dan rumah sakit yang masuk dalam

perkara hukum (Potter & Perry, 2007) :

Page 22: BAB 1-BAB 5

22

a. Kesalahan pengobatan yang mengakibatkan pasien mengalami

cedera

b. Kesalahan dalam penatalaksanaan terapi intravena yang

mengakibatkan infiltrasi dan flebitis

c. Luka bakar pada pasien yang disebabkan oleh alat-alat medis,

air panas, terkena cairan panas atau makanan

d. Pasien terjatuh dan mengakibatkan terjadinya cedera

e. Kegagalan dalam mengaplikasikan teknik aseptic sesuai

prosedur

f. Gagal dalam memberikan laporan, atau memberikan laporan

lengkap kepada shift berikutnya (kegagalan dalam timbang

terima)

g. Kegagalan dalam mengawasi kondisi pasien

h. Kegagalan dalam mengkomunikasikan adanya perubahan yang

nyata pada status pasien kepada dokter atau tenaga kesehatan

lain

Cara yang terbaik agar tidak melakukan kelalaian adalah dengan

mengikuti standar perawatan yang ada pada setiap instistusi

pelayanan kesehatan, menyediakan tenaga kesehatan yang

kompeten dalam bidangnya, dan komunikasi yang baik antara

tenaga kesehatan juga sangat diperlukan untuk

mendokumentasikan hasil pengkajian pasien, intervensi yang

diberikan, dan hasil evaluasi yang lengkap dalam catatan

perawatan pasien (Potter & Perry, 2007).

b. Malpraktik

Malpraktik (professional negligence) adalah kelalaian yang

dilakukan oleh tenaga professional yang menyebabkan kerusakan,

cedera atau kematian seseorang. Kegagalan dalam melaksanakan

suatu fungsi tertentu berkaitan dengan peran dalam memberikan

asuhan keperawatan yang aman juga dianggap sebagai malpraktik.

Page 23: BAB 1-BAB 5

23

Terjadinya malpraktik dapat didukung oleh beberapa hal antara

lain perilaku masyarakat terhadap tenaga kesehatan serta

peningkatan kesadaran terhadap hukum dimana hal ini mendorong

masyarakat mengajukan tuntutan bila merasa dirugikan oleh

penyedia layanan kesehatan baik rumah sakit maupun tenaga

kesehatan.

2.7.4. Dimensi Disiplin

Dimensi disiplin berhubungan dengan kedisiplinan perawat dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai perawat dan

sebagai tenaga kesehatan yang bekerja di institusi pelayanan

kesehatan. Kekeliruan dalam dimensi disiplin berhubungan dengan

ketidakmampuan perawat dalam melaksanakan tugas dan

tanggunjawabnya sesuai dengan standar profesi dan aturan yang ada

pada tempat/institusi dimana dia bekerja. Contohnya sering datang

terlambat, tidak menggunakan atribut sesuai aturan, tidak

melaksanakan tindakan sesuai SOP yang berlaku, melakukan tindakan

tidak sesuai dengan standar profesi. Penilaian terhadap benar dan

salah dilakukan oleh komite disiplin yang ada pada institusi tersebut

dan komite disiplin organisasi profesi. Pemberian sangsi (punishment)

diatur oleh kebijakan dan aturan institusi tempat bekerja dan aturan

atau sangsi yang ditetapkan oleh komite disilpin profesi. Hukuman

bisa berupa pencabutan kewenangan atau jabatan sampai pada

pencabutan izin praktek.

2.7.5. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan agar terhindar dari kekeliruan dalam melaksanakan

praktik keperawatan profesional dapat dilakukan melalui 3 aspek :

a. Pendidikan Keperawatan

Kurikulum dalam pendidikan keperawatan wajib mencantumkan

materi etika dan hukum keperawatan.

Page 24: BAB 1-BAB 5

24

Mendidik mahasiswa keperawatan bagaimana harus bersikap

sesuai dengan etika mulai dari bangku pendidikan.

Mempersiapkan para calon perawat professional dalam hal ini

mahasiswa keperawatan yang memiliki pemahaman yang tepat

tentang standar praktik dan kode etik profesi.

b. Organisasi Profesi Keperawatan

Menyusun standar praktik keperawatan yang jelas dan kokoh

sebagai landasan pelaksanaan praktik keperawatan professional.

Menyusun aturan dan kebijakan yang berhubungan dengan kode

etik profesi keperawatan dan pedoman penerapan kode etik

keperawatan.

Menjamin tersedianya standar praktik keperawatan dan

penjabaran kode etik profesi di seluruh area pelayanan

keperawatan.

Pengaplikasian kode etik keperawatan.

c. Perawat

Pahami dan aplikasikan penerapan standar praktik keperawatan

professional sesuai dengan kode etik dalam menjalankan profesi

sebagai perawat.

Pahami dengan baik kebijakan hukum dan undang-undang yang

mengatur praktik keperawatan. Cari informasi bila ada

kebijakan-kebijakan yang baru.

Ikuti dan taati setiap aturan dan kebijakan yang ada di institusi

tempat bekerja.

Pahami dan sadari kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Pertahankan kompetensi dengan mengikuti pelatihan atau

pendidikan keperawatan berjenjang

2.8. Aspek Etik Informed Consent

Definisi dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien

untuk mengizinkan sesuatu dilakukan, seperti tindakan pembedahan,

Page 25: BAB 1-BAB 5

25

berdasarkan penjelasan yang jelas tentang resiko, manfaat, alternatif, dan

konsekuensi apabila menolak tindakan tersebut (Black, 1999).

Dasar etik dalam informed consent adalah menghormati seseorang, dengan

hak kehidupan dan kebebasan/otonomi yang dimilikinya (Tschudin, 2003).

Otonomi dalam arti bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk berpikir dan

berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri, terutama mengenai hal yang sangat

vital bagi manusia, yaitu kesehatan. Poernomo (1992) mencatat bahwa

berdasarkan Deklarasi Helsinski, oleh The 18th World Medical Assembly,

Finland 1964, pasien memiliki hak untuk memperoleh informasi (the right to

information) (Priharjo, 1995). Pasien berhak mendapatkan penjelasan tentang

segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan pengobatan dan

perawatan. Penjelasan yang diberikan tentang apa yang sedang dilakukan,

mengapa, bagaimana, di mana dan kapan, adalah hal paling mendasar dan

harus diberikan, tidak hanya jika pasien atau klien bertanya (Tschudin, 2003).

Konsep dasar informed consent terdiri dari 5 (lima) komponen analisa, yaitu:

penjelasan yang lengkap, pemahaman, sukarela, kompeten, dan persetujuan

itu sendiri (Faden and Beauchamp, 1986). Beauchamp dan Childress (2009)

membuktikan bahwa untuk mendapatkan persetujuan tentang informasi yang

diberikan, harus ada penjelasan terlebih dahulu tentang semua informasi yang

saling berkaitan, termasuk manfaat dan risiko; pasien harus benar-benar

memahami informasi (komprehensif) baik yang telah diberikan maupun

maksud dari pemberian persetujuan; persetujuan harus diberikan dengan

sukarela (pasien harus bebas dari paksaan dan manipulasi); individu yang

memberikan persetujuan harus kompeten.

Doktrin dari informed consent juga dipengaruhi oleh dimensi etik, yang

dituntun oleh 4 prinsip etik sebagai pondasi, yaitu:

1. Otonomi/Kebebasan (Autonomy)

2. Keadilan dan kejujuran (Justice)

3. Kebaikan (Beneficence)

Page 26: BAB 1-BAB 5

26

4. Tidak merugikan (Non-Maleficence)

Tanggungjawab perawat berkenaan dengan mendampingi pasien dalam

membuat keputusan adalah dengan melihat kembali 5 komponen analisa dan

prinsip etis (autonomy, justice, beneficence, non-maleficence) sebagai fondasi

yang kokoh untuk menuntun pasien dalam memberikan informed consent

(Johnstone, 2011).

Page 27: BAB 1-BAB 5

27

BAB 3ANALISA DAN APLIKASI KONSEP PADA POPULASI PEMINATAN

c.1. Analisa

Pandangan bahwa fokus dalam upaya pelayanan kesehatan adalah pasien

dan keluarganya masih harus terus disosialisasikan. Menurut Praptianingsih

(2006) dalam pandangan ini setiap tenaga kesehatan mengambil peran yang

setara terhadap pasien sesuai dengan bidang keahliannya dan

kewenangannya masing-masing. Perawat disetarakan dengan dokter, dengan

menempatkan perawat sebagai tenaga professional sebagaimana dokter.

Sampai saat ini perawat belum mempunyai standar profesi yang dapat

berfungsi sebagai sarana perlindungan hukum. Dengan memenuhi standar

profesi dalam melakukan tugasnya, perawat terbebas dari pelanggaran kode

etik. Standar profesi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai

petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik yang meliputi standar

pelayanan, standar praktek, standar pendididkan dan standar kompetensi.

Berdasarkan hasil Musyawarah Nasional IV PPNI, Kode Etik Keperawatan

Indonesia, dan Standar Asuhan Keperawatan, pelayanan keperawatan

dipandang sebagai pelayanan professional. Dimana sesuai dengan definisi

keperawatan, yaitu suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang

komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik

yang sakit mapun yang sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.

Dengan demikian perawat dipandang sebagai sebuah profesi. Demi

perlindungan hukum terhadap perawat,dalam menjalankan pekerjaannya

perawat harus berpedoman dan berdasarkan pada kedudukan hukum

perawat dalam upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan hak dan

kewajiban sebagai perawat.

Page 28: BAB 1-BAB 5

28

Berkait dengan profesi, etika erat hubungannya dengan perilaku yang

berisikan hak dan kewajiban yang berdasarkan pada perasaan moral dan

perilaku yang sesuai dan atau mendukung standar profesi. Hak dan

kewajiban perawat ditentukan dalam Keputusan Menkes 1239/2001 dan

Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik nomor Y.M.00.03.2.6.956

yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1998. Berdasarkan

Keputusan Dirjen Yenmed, salah satunya adalah perawat mempunyai

kewajiban memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan

keperawatan kepada klien/pasien atau keluarganya sesuai dengan batas

kewenangannya. Kewajiban perawat untuk menghormati hak pasien berarti

perawat mengupayakan terpenuhinya hak-hak pasien, antara lain hak untuk

mendapatkan informasi berkait dengan upaya pelayanan kesehatan yang

dilakukannya dirumah sakit. Informasi yang diberikan dalam batas

wewenang bidang keperawatan.

Setiap pasien yang dirawat dirumah sakit mempunyai hak utama untuk

menentukan apa yang harus dilakukan terhadap tubuhnya, berdasarkan hak

itu, maka setiap pasien mempunyai hak untuk mengetahui prosedur

perawatan bagaimana yang akan dialaminya, termasuk resiko yang harus

ditanggungnya sebagai akibat metode perawatan tertentu. Akan tetapi

kekhawatiran pada pihak perawat pasti akan ada, apabila yang bersangkutan

diperintahkan untuk menyodorkan formulir persetujuan kepada pasien.

Kenyataannya masih banyak pasien yang hanya melakukan tanda tangan,

tetapi mereka tidak mengerti apa yang akan dilakukan. Hingga kini pun

diketahui adanya kasus bahwa pasien menganggap tanda tangannya

dipalsukan. Oleh karena itu menurut pandangan hukum suatu “informed

consent” harus dibedakan secara tegas dari formulir persetujuan.Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa apabila pasien belum memahami

penjelasan dokter dan menanyakan kepada perawat yang menyodorkan

formulir persetujuan, maka berdasarkan Kode Etik Keperawatan dari

International Council of Nurses (ICN), perawat memastikan pasien

Page 29: BAB 1-BAB 5

29

mendapatkan informasi yang cukup untuk memberikan persetujuan tentang

tindakan yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan (Johnstone,

2011).

Salah satu hak pasien adalah memperoleh informasi sehingga pasien bisa

memutuskan atau bertindak atas pilihannya sendiri (otonomi). Hak atas

informasi yang berupa penjelasan terkait dengan penyakitnya, tindakan

medis, dan keperawatan beserta pengobatannya yang dapat dilakukan serta

akibat atas tindakan dan pengobatan yang dapat dilakukan. Informasi

diberikan oleh tenaga medis atauperawat sehubungan dengan

pelayanan/asuhan keperawatan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri

Kesehatan No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tanggal 4 september 1989 tentang

persetujuan tindakan medis. Di Indonesia, masalah ini belum mendapatkan

perhatian secara seksama, hendaknya aturan tersebut disusun oleh kalangan

hukum dan kalangan kesehatan bersama-sama secara interdisipliner.

Perawat sebagai salah satu tim kesehatan, dalam menjalankan praktek

keperawatan memiliki berbagai peran dan fungsi. Salah satu peran perawat

yang berhubungan dengan pemberian informed consent adalah sebagai

advokat (pembela pasien). Misalnya dalam kasus pasien yang akan

menjalani operasi. Sering terjadi bahwa pasien yang akan menjalani operasi

atau dalam fase pre-operasi mengalami kecemasan sebagai akibat dari

berbagai permasalahan seperti kurangnya informasi yang berhubungan

dengan tindakan operasi. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

pada fase pre operasi bagi pasien seharusnya diberikan oleh dokter sebagai

penangungjawab tindakan medis. Namun, kondisi ini jarang ditemukan atau

masih kurang dilakukan oleh para dokter di Indonesia. Hal ini bisa

disebabkan oleh berbagai alasan diantaranya terlalu banyak pasien yang

dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi dengan pasien menjadi terbatas

(S. Jacobalis, 2003).

Page 30: BAB 1-BAB 5

30

Berawal dari situasi atau kondisi seperti ini yang menjadikan posisi perawat

hendaknya berada di tengah-tengah. Peran perawat sebagai advokat atau

pembela pasien diharapkan mampu untuk bertanggungjawab dalam

membantu pasien dan keluarga dalam mendapatkan informasi yang jelas.

Sehingga dengan demikian pasien dan keluarga mampu untuk mengambil

persetujuan (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan. Perawat

dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk melindungi hak-hak pasien,

karena pasien yang sakit dan dirawat di Rumah sakit akan berinteraksi

dengan banyak petugas kesehatan. Perawat merupakan salah satu tim

kesehatan yang paling lama melakukan kontak dengan pasien sehingga

diharapkan mampu membela hak-hak pasien (Mubarak & Chayatin, 2009).

3.2. Aplikasi

Penerapan informed consent dalam pemberian pelayanan kesehatan

khususnya tindakan pra bedah (pre-operasi) khususnya akan dibahas sebagai

berikut.

3.2.1. Penerapan berkaitan dengan peran perawat

a. Peran perawat sebagai advocate

Peran advokasi dilakukan perawat dalam membantu pasien dan

keluarga dalam menginterpretasi berbagai informasi dari pemberi

layanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan

persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap

pasien. Selain itu, perawat juga dapat berperan mempertahankan

dan melindungi hak- hak pasien yang meliputi hak oleh pelayanan

yang sebaik- baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak

untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak menerima ganti rugi

akibat kelalaian (M.Dwidiyanti, 2007). Dengan adanya peran

perawat sebgai advokat ini, pasien akan merasa hak-hak bagi

dirinya dilindungi dan pasien akan merasakan kenyamanan. Di sini

membuktikan juga bahwa perawat dapat juga berperan sebagai

comforter atau pemberi rasa nyaman bagi pasien.

Page 31: BAB 1-BAB 5

31

b. Peran perawat sebagai Counsellor

Konseling adalah proses membantu pasien untuk menyadari dan

mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial, untuk

membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk

meningkatkan perkembangan seseorang termasuk dukungan

emosional dan intelektual (Mubarak & Chayatin, 2009). Dengan

adanya dukungan emosional dan intelektual dari perawat bagi

pasien yang akan menjalani tindakan operasi, maka dengan

sendirinya tingkat kecemasan pasien berkurang.

c. Peran perawat sebagai konsultan

Perawat dalam menjalankan peran sebagai konsultan, membawa

dampak yang positif bagi pasien. Perawat berperan sebagai tempat

konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau

mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan

(Mubarak & Chayatin, 2009). Dengan diterapkannya peran perawat

sebagai konsultan, maka pasien merasa lebih mudah untuk

mendapatkan informasi yang jelas tentang tindakan keperawatan

yang dilakukan. Dengan demikian, segala hal yang belum

dimengerti oleh pasien menjadi lebih jelas sehingga dapat juga

mengurangi kecemasan dari pasien dan keluarga.

3.2.2. Penerapan berkaitan dengan peran dokter

a. Peran dokter sebagai pemberi informed consent

Secara yuridis, diisyaratkan bahwa informed consent dimaksudkan

untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan obyektif baik

terhdap dokter maupun terhadap masyarakat. Dalam hal ini, dokter

memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu ynag digunakan untuk

menolong pasien, maka diperlukan informed consent yang

berorientasi pada kepentingan pasien, sehingga selain dapat

memotivasi pasien untuk bekerjasama lebih intensif, juga dapat

melindungi pasien agar tidak dimanipulasi demi kepentingan

Page 32: BAB 1-BAB 5

32

dokter. Dengan demikian, informed consent bukan hanya

merupakan kewajiban moral tetapi juga merupakan kewajiban

hukum yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan

tanggungjawab individu atas kesehatannya. Selain itu dapat

berfungsi untuk melindungi manusia agar tidak dimanipulasi

sebagai objek untuk kepentingan pribadi.

Pada kondisi dimana pasien telah memberikan persetujuan

(consent) tetapi sebelumnya dokter tidak memberikan informasi

tentang tujuan dilakukan tindakan operasi, cara dan manfaat serta

risiko yang ditimbulkan dari tindakan operasi yang dilakukan,

maka pasien kemungkinan tidak akan bekerjasama sebaik-baiknya

dalam pentaatan aturan medis atau dalam pencapaian tujuan

tindakan medis. Oleh karena itu dokter perlu memberikan

informasi sehingga pasien mampu memberikan persetujuan

terhadap tindakan yang akan dilakukan. Dokter juga akan

bertanggungjawab terhadap resiko yang ditimbulkan dari tindakan

operasi yang akan dilakukan.

Adanya informed consent secara tertulis tidak berarti bahwa dokter

terbebas dari kewajiban atau tanggungjawabnya atas tindakan atau

akibat tindakan medis yang dilakukan. Informed consent dikaitkan

dengan tindakan medis tertentu, salah satunya adalah pre operasi

dengan menandatangani formulir persetujuan yang menyatakan

bahwa pasien/keluarga sebelumnya telah menerima informasi atau

penjelasan dan menyetujuinya. Dengan demikian, peranan

informed consent dalam penerapan tindakan teraupetik adalah

sebagai sarana dalam upaya meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan setiap orang untuk berperan serta dalam upaya medis

yang dilakukan sehingga resiko yang ditimbulkan menjadi lebih

minimal. Dari beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa

Page 33: BAB 1-BAB 5

33

penjelasan dalam pemberian informasi oleh dokter lebih penting

daripada penandatanganan persetujuan secara tertulis.

b. Peran dokter sebagai penangungjawab tindakan medis

Didasarkan pada pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun

1992, menyatakan bahwa seorang Dokter berkewajiban untuk

menghormati hak pasien antara lain hak mendapat informasi dan

hak untuk memberikan persetujuan. Hal ini dapat diartikan bahwa

dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien dalam

menggunakan haknya untuk memberikan persetujuan. Namun,

sebelum memberikan persetujuan, pasien memerlukan penjelasan

atas informasi mengenai keadaan kesehatannya dan upaya yang

dilakukan oleh dokter dalam menolong pasien.

Dokter mempunyai kewajiban untuk memberikan penjelasan atas

informasi bagi pasien. Sehubungan dengan hal tersebut, jika

penjelasan telah diberikan oleh dokter, namun pasien tetap tidak

memberikan persetujuan terhdap tindakan yang akan dilakukan dan

bersamaan dengan itu kondisi pasien kritis, maka didasarkan pada

tanggungjawab profesional, dokter tetap berkewajiban melakukan

tindakan medis sesuai standar profesinya dan didasarkan pada

prinsip pemberian pertolongan yang berlaku dalam pelayanan

medis. Dalam hal ini, ada tidaknya informed consent secara tertulis

tidak mengubah besarnya tanggungjawab dokter atas tindakan atau

akibat tindakan medik yang dilakukannya.

Page 34: BAB 1-BAB 5

34

BAB 4PEMBAHASAN

4.1. Analisa Kegunaan Positif dan Negatif dari Konsep Keperawatan sebagai

Profesi

Salah satu karakteristik keperawatan sebagai profesi adalah memiliki kode

etik. Berdasarkan Kode Etik Keperawatan dari International Council of

Nurses (ICN), perawat memastikan pasien mendapatkan informasi yang

cukup untuk memberikan persetujuan tentang tindakan yang berhubungan

dengan perawatan dan pengobatan (Johnstone, 2011). Dengan memberikan

informasi yang adekuat kepada pasien, maka perawat telah menjalankan

tugasnya sebagai advokat, konselor, edukator dan konsultan sesuai dengan

prinsip etik beneficence, justice, non-maleficence.

Fungsi sebagai edukator dilakukan perawat dalam membantu pasien dan

keluarga dalam menginterpretasi berbagai informasi dari pemberi layanan

atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan

perawatan dan pengobatan yang diberikan terhadap pasien. Selain itu, sebagai

advokat perawat memiliki peran dalam mempertahankan dan melindungi hak-

hak pasien yang meliputi hak pelayananan sebaik-baiknya, hak atas informasi

tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, hak untuk

menerima ganti rugi akibat kelalaian (Dwidiyanti, 2007). Sedangkan, perawat

sebagai konselor membantu pasien untuk mengatasi tekanan psikologis

dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam

mengurangi kecemasan pasien, dan memberikan dukungan emosional

(Benner, 1984).

Melihat peran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang

dilakukan oleh perawat memberikan dampak positif bagi pasien dan

keluarganya yaitu mereka dapat memilih dan memutuskan tindakan

perawatan serta pengobatan yang terbaik untuk dirinya atau keluarganya

(otonomi).

Page 35: BAB 1-BAB 5

35

Berbagai dilema dapat muncul dalam mendapatkan informed consent,

sedangkan kenyataan di klinik menurut Tschudin (2003), menunjukkan

bahwa banyak informasi yang diberikan kepada pasien tidak diserap dengan

baik pada saat dokter menjelaskan. Masalah kemudian datang beberapa jam

atau hari setelah informasi diberikan, yaitu ketika pasien dan keluarga

mengartikan informasi tersebut atau bertanya-tanya tentang prognosis

penyakitnya dan meminta perawat untuk menjelaskan hal diluar kewenangan

perawat. Hal ini menunjukkan bahwa sangat diperlukannya pemberian

informasi yang jelas bagi pasien atau keluarga dengan dokumentasi atau

catatan tertulis yang jelas sehingga ada bukti fisik secara legal.

4.2. Implikasi Aplikasi Konsep Keperawatan sebagai Profesi pada

Pengembangan Kebijakan Keperawatan Medikal Bedah

Dalam kasus di atas, dampak dari aplikasi tindakan keperawatan menuai

beberapa dilema legal dan hukum, yakni kejelasan ruang lingkup tindakan

keperawatan yang diantaranya dalam memberikan informed consent dengan

tenaga kesehatan yang lainnya. Dimana, tidak adanya batasan yang jelas

antara pemberian informed concent yang harus dilakukan oleh perawat dan

tenaga kesehatan lainnya utamanya dokter. Hal ini akan menimbulkan

masalah tersendiri bagi tenaga keperawatan, utama berhubungan dengan

ranah hukum. Dimana perawat bisa dituntut oleh pasien dan keluarga karena

mengambil alih kewajiban memberikan informasi dalam lingkup kedokteran

atau tenaga kesehatan lainnya yang memungkinkan perawat memberikan

informasi yang kurang valid karena bukan lingkup keilmuannya.

Oleh sebab itu, untuk memudahkan segala tindakan keperawatan dan

melindungi hak serta kewajiban perawat, maka perlu adanya payung hukum

atau aturan hukum yang jelas. Hal itu guna mengatur ruang lingkup dari

tindakan-tindakan keperawatan dengan tenaga kesehatan yang lainnya.

Sehingga tidak adanya overlaping atau kebingungan peran antara tindakan

perawat dengan tenaga kesehatan yang lainnya. Disamping itu, perlu

membentuk nursing council sebagai suatu badan regulasi perawat yang

Page 36: BAB 1-BAB 5

36

bersifat otonom, mandiri dan non struktural. Fungsi dari nursing council

diantaranya mengatur, mengesahkan, menetapkan, mengawasi dan membina

perawat yang menjalankan praktek keperawatan dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan (RUU Keperawatan, 2011). Dengan hadirnya

lembaga tersebut, diharapkan segala masalah yang berkaitan dengan peran

dan fungsi perawat semakin jelas dan terarah.

Profesionalisme keperawatan dapat berkembang dengan baik jika didukung

oleh organisasi profesi yang menjadi wadah bagi anggota profesi keperawatan

itu senidiri. PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) merupakan

organisasi profesi perawat yang bertugas menghimpun aspirasi perawat

termasuk di dalamnya permasalahan etik yang berkaitan dengan peran dan

fungsi perawat. Oleh karena itu, diharpkan bagi organisasi profesi (PPNI)

agar mengusahakan penerbitan Undang-Undang Keperawatan yang menjadi

landasan bagi perawat dalam menjalankan praktek keperawatan.

Page 37: BAB 1-BAB 5

37

BAB 5KESIMPULAN

e.1. Kesimpulan

Keperawatan sebagai profesi memiliki body of knowledge yang kuat, jelas

dan berbeda dengan profesi lain. Ciri dari profesi adalah altruistik, memiliki

standar dan etika profesi (kode etik), akuntabilitas, otonomi dan memiliki

organisasi profesi. Dengan demikian diharapkan perawat Indonesia dalam

mengbdikan diri pada masyarakat, bangsa dan negara dituntut untuk bekerja

sesuai standar profesinya. Berkait dengan profesi, etika erat hubungannya

dengan 1) perilaku yang berisikan hak dan kewajiban yang berdasarkan pada

perasaan moral dan 2) perilaku yang sesuai dan atau mendukung standar

profesi.

Menurut Potter & Perry (2001), perawat mempunyai peranan sebagai pemberi

layanan perawatan (caregiver), pengambil Keputusan (clinical decision

maker), pelindung dan Advokat Klien (protector and client advocate),

manajer kasus (case manager), rehabilitator, comforter, communicator,

teacher/educator.

Berdasarkan Keputusan Menkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal

Pelayanan Medik nomor Y.M.00.03.2.6.956 yang ditetapkan di Jakarta pada

tanggal 19 Oktober 1998 mengatur tentang Hak dan kewajiban perawat.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Yenmed, salah satu kewajiban perawat adalah

memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan kepada

klien/pasien atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya. Hal

tersebut juga sesuai dengan peran perawat communicator (Potter & Perry,

2001). Kewajiban perawat untuk menghormati hak pasien berarti perawat

mengupayakan terpenuhinya hak-hak pasien, antara lain hak untuk

mendapatkan informasi berkait dengan upaya pelayanan kesehatan yang

diberikan.

Page 38: BAB 1-BAB 5

38

Dalam tatanan pelayanan kesehatan dikenal dengan istilah “informed

consent” atau persetujuan yang diberikan pasien untuk mengizinkan sesuatu

dilakukan, seperti tindakan pembedahan, berdasarkan penjelasan yang jelas

tentang resiko, manfaat, alternatif, dan konsekuensi apabila menolak tindakan

tersebut (Black, 1999).

Dasar etik dalam informed consent adalah menghormati seseorang, dengan

hak kehidupan dan kebebasan/otonomi yang dimilikinya (Tschudin, 2003).

Otonomi dalam arti bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk berpikir dan

berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri, terutama mengenai hal yang sangat

vital bagi manusia, yaitu kesehatan. Sesuai dengan Deklarasi Helsinski, oleh

The 18th World Medical Assembly, Finland 1964, pasien memiliki hak untuk

memperoleh informasi (Poernomo, 1992 dalam Priharjo, 1995). Pasien

berhak mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan tindakan pengobatan dan perawatan. Penjelasan yang diberikan

tentang apa yang sedang dilakukan, mengapa, bagaimana, dimana dan kapan,

adalah hal paling mendasar dan harus diberikan, tidak hanya jika pasien atau

klien bertanya (Tschudin, 2003).

Tanggung jawab perawat berkenaan dengan mendampingi pasien dalam

membuat keputusan adalah dengan melihat kembali 5 komponen analisa dan

prinsip etis (autonomy, justice, beneficence, non-maleficence) sebagai

pondasi yang kokoh untuk menuntun pasien memberikan informed consent

(Johnstone, 2011).

Dalam memberikan asuhan pelayanan kesehatan sebaiknya ada batasan yang

jelas antara tugas perawat dan tugas tim kesehatan lainnya sehingga tidak

terjadi overlapping diantara tenaga kesehatan yang memberikan asuhan baik

dokter maupun perawat (Guwandi, 2004). Dengan jelasnya batasan tugas

maka akan memudahkan perawat dalam melakukan tugasnya dan mampu

berfokus pada asuhan keperawatan yang diberikannya. Selain itu perawat

juga harus tetap memperhatikan aspek-aspek dasar seperti: aspek penerimaan,

Page 39: BAB 1-BAB 5

39

perhatian, tanggung jawab, komunikasi dan kerjasama. Dengan adanya

batasan tugas yang jelas dan tetap memperhatikan aspek dasar tersebut dalam

menjalankan tugasnya maka mutu/kualitas pelayanan keperawatan dapat

dipertanggungjawabkan.

e.2. Saran

e.2.1. Perawat sebagai tenaga professional sebaiknya memahami tentang:

a. Tugas dan fungsinya sebagai perawat 1) Pemberi layanan

perawatan (caregiver), 2) Pengambil Keputusan (clinical decision

maker), 3) Pelindung dan Advokat Klien (protector and client

advocate), 4) Manajer kasus (case manager), 5) Rehabilitator, 6)

Comforter, 7) Communicator dan 8)Teacher/educator

b. Hak pasien didasarkan pada pasal 53 ayat 2 Undang-Undang

Nomor 23 tahun 1992, hak pasien untuk mendapat informasi dan

hak untuk memberikan persetujuan.

c. Informed consent, yaitu persetujuan yang diberikan pasien untuk

mengizinkan sesuatu dilakukan, seperti tindakan pembedahan,

berdasarkan penjelasan yang jelas tentang resiko, manfaat,

alternatif, dan konsekuensi apabila menolak tindakan tersebut

(Black, 1999).

e.2.2. Perlu adanya payung hukum yang menaungi dan melindungi perawat

dalam melakukan tugasnya baik pada area pelayanan maupun

pendidikan.

e.2.3. Organisasi PPNI atau Nursing Council atau Nursing Board diperlukan

sebagai organisasi yang dapat mengatur, memonitor kompetensi

perawat yang layak untuk melakukan tugasnya sehingga pelayanan

yang aman dan berkualitas dapat diberikan.