BAB 1

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan (Mulyadi, 2010). Merokok merupakan kegiatan menghisap rokok. Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepu, 2000). Jumlah perokok di dunia pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 1,6 milyar, saat ini jumlah perokok telah mencapai 1,3 milyar. Sekitar 22% perempuan di negara-negara industri adalah perokok, dimana angka tersebut diperkirakan mencapai 9% di negara-negara dengan tingkat konsumtif tembakau tertinggi di dunia. Penggunaan tembakau di Indonesia tumbuh dengan sangat cepat. Keinginan merokok diindikasikan meningkat di usia muda, terutama pada populasi 5-19 tahun. Prevalensi merokok tinggi diantara usia 15-19 tahun (Pusat Komunikasi Publik, 1

description

BAB 1

Transcript of BAB 1

6

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangRokok merupakan benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan (Mulyadi, 2010). Merokok merupakan kegiatan menghisap rokok. Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepu, 2000). Jumlah perokok di dunia pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 1,6 milyar, saat ini jumlah perokok telah mencapai 1,3 milyar. Sekitar 22% perempuan di negara-negara industri adalah perokok, dimana angka tersebut diperkirakan mencapai 9% di negara-negara dengan tingkat konsumtif tembakau tertinggi di dunia. Penggunaan tembakau di Indonesia tumbuh dengan sangat cepat. Keinginan merokok diindikasikan meningkat di usia muda, terutama pada populasi 5-19 tahun. Prevalensi merokok tinggi diantara usia 15-19 tahun (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jendral Departemen Kesehatan RI, 2008).Data Survey Nasional 2004 menyebutkan bahwa 63,2% laki-laki dan 4,4% perempuan Indonesia adalah perokok. Jumlah penduduk di Indonesia yang merokok lebih dari 30% dari jumlah penduduk Indonesia merokok, artinya di negara kita sekitar 60 juta orang perokok. Sekitar 70% dari perokok di Indonesia memulai kebiasaanya sebelum berumur 19 tahun, karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok. Data tahun 2004 juga menunjukkan bahwa sebagian besar (84%) dari perokok Indonesia yang merokok setiap hari ternyata menghisap 1-12 batang per hari dan 14% merokok sejumlah 13-24 batang per hari. Perokok 25 batang sehari hanya 1,4% saja. Data tahun 2004 juga menunjukkan bahwa persentase merokok di pedesaaan Indonesia (37%) lebih tinggi dari pada perkotaan (32%). Sementara itu, baik di kota maupun di desa di negara kita terjadi peningkataan perokok sebesar 3% antara tahun 2001 ke 2003 (Aditama, 2006). Prevalensi perokok saat ini mulai meningkat pada kelompok umur 15-24 tahun sampai kelompok umur 55-64 tahun, kemudian menurun pada umur lebih lanjut. Berbeda dengan kelompok umur 10-14 tahun, walaupun prevalensi hanya 2%, tetapi rerata jumlah batang rokok yang dihisap 16 batang per hari (Riskesdas, Departemen Kesehatan RI, 2007).Prevalensi Perokok dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang Dihisap Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas menurut Karakteristik Responden Riskesdas 2007 yaitu umur 10-14 tahun 2.0% dengan jumlah 10 rokok/hari, umur 15-24 tahun 24.6% dengan jumlah 12 rokok/hari, umur 25-34 tahun 35.0% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur 35-44 tahun 36.0% dengan jumlah 14 rokok/hari, umur 45-54 tahun 38.0% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur 55-64 tahun 37.5% dengan jumlah 13 rokok/hari, umur 65-74 tahun 34.7% dengan jumlah 10 rokok/hari dan umur 75 tahun keatas 33.1% dengan jumlah 13 rokok/hari (Riskesdas, 2007). Secara nasional, persenatse tertinggi usia pertama kali merokok terdapat pada usia 15-19 tahun 32,4%, disusul usia 20-24 tahun 11,7%. Berdasarkan provinsi, perokok yang mulai merokok pada usia 15-19 tahun tertinggi dijumpai di Bangka Belitung 42,0%, disusul oleh DKI Jakarta 39,9%, Sulawesi Utara 39,5% dan Jawa Barat 35,9% (Riskesdas, 2007).Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Tahun 2007 Provinsi Jawa Timur, persentase perokok tiap hari sebesar 24,3% dengan karakteristik umur 12-18 tahun sebanyak 19,1% merupakan perokok aktif. Di Kabupaten Kediri dari hasil penelitian yang dilakukun Riskesdas 2007 menunjukan remaja usia 12-18 tahun sebanyak 44,7% merupakan perokok aktif, sedangkan di Kota Kediri sendiri dengan karakteristik usia yang sama menunjukan 36,1% merupakan perokok aktif (Riskesdas, 2007). Pada survey awal yang dilakukan peneliti di SMAN 05 Kota Kediri pada tanggal 06 januari 2015 didapatkan bahwa 4 dari 10 siswa dengan perokok aktif. Hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) menyatakan bahwa dari 375 responden, 66,2% pernah mencoba berhenti merokok tetapi merek gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam; 42,9% tidak tahu caranya; 25,7% sulit berkonsentrasi, dan 2,9% terikat oleh sponsor rokok (Fawzani dan Triratnawati, 2005).Merokok menimbulkan dampak positif yng sangat sedikit bagi kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan keadaan yang sulit. Graham juga menyebutkan keuntungan merokok terutama bagi perokok yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi dan menyenangkan. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan sangat berpengaruh bagi kesehatan, tetapi dapat menimbulkan penyakit yang dapat memicu kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat ditimbulkan karena merokok, dimulai dari penyakit dikepala sampai dengan penyakit kardiovaskular, kanker, saluran pernafasan, menurunkan fertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gangguan pembuluh darah, dan menyebabkan polusi udara dalam ruangan sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Data statistik tahun 2002 menggambarkan bahwa 90% kematian yang disebabkan karena gangguan pernafasan, 25% kematian yang disebabkan karena penyakit jantung koroner dan 75% kemaatian yang disebabkan karena penyakit emphysema. Semua kematian itu dipacu oleh kebiasaan merokok (Husaini, 2007). Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk mengurangi perilaku merokok, yaitu metode perubahan perilaku yang didasarkan pada berbagai teori behavioral dan metode obat-obatan. Kedua metode tersebut kurang banyak berkembang di masyarakat karena biasanya membutuhkan waktu yang lama dan kurang melibatkan sisi afeksi pada para perokok. Hal ini mengakibatkan motivasi dan keinginan untuk berhenti merokok tidak tumbuh dengan sendirinya dan cenderung tidak bertahan lama.Salah satu teknik terapi yang kemungkinan dapat membantu untuk mengurangi kebiasaan merokok adalah SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). SEFT adalah salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yaitu energy psychology. SEFT merupakan penggabungan antara spiritual power danenergy psychology. Efek dari penggabungan antara spiritual danenergy psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek pelipatgandaan) (Zainuddin, 2009).Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela. Artinya, jika pada saat trance dia diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya berhenti merokok (Komariah, 2012).Sejumlah penelitian telah membuktikan keefektifan metode tersebut untuk membantu mengurangi ketergantungan seseorang terhadap aktivitas merokok. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Laila Komariah (2012) yang menyatakan bahwa SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Mahasiswa yang diberikan SEFT mengalami penurunan skala perilaku merokok dibandingkan mahasiswa yang tidak diberikan SEFT. Subjek yang mengalami penurunan perilaku merokok setelah diberikan SEFT adalah subjek yang terlihat sungguh-sungguh dan terlihat konsentrasi ketika melakukan SEFT dan mempunyai keinginan besar untuk berhenti merokok. Setelah diberikan SEFT, rokok menjadi terasa pahit di lidah dan tidak ada keinginan dalam diri subjek untuk merokok lagi. Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektifitas Metode Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Frekuensi Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2015.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukann penelitian tentang Bagaimana Efektifitas TherapySpiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Frekuensi Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2015 ?.1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui bagaimana Efektifitas Therapy Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Frekuensi Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2015.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengidentifikasi frekuensi merokok sebelum dilakukan terapi Spiritual Emotional Freedom Thecnique SEFT pada siswa SMAN 5 Kota Kediri tahun 2015.2. Mengidentifikasi frekuensi merokok sesudah dilakukan terapi Spiritual Emotional Freedom Thecnique SEFT pada siswa SMAN 5 Kota Kediri tahun 2015.3. Menganalisa perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan terapi Spiritual Emotional Freedom Thecnique SEFT tahun 2015.1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Bagi PenelitiPenelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang Efektifitas Therapy Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Frekuensi Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2015. 1.4.2 Manfaat Bagi Lahan PenelitianSebagai bahan dan data tentang Efektifitas Therapy Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Frekuensi Merokok Pada Siswa SMAN 5 Kota Kediri 2015.1.4.3 Manfaat Bagi Institusi PendidikanHasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, dokumentasi dalam pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya yang diharpakan jauh lebih baik dan dapat bermanfaat bagi siapa saja.1.4.4 Manfaat Bagi RespondenMendapatkan perlakuan guna meminimalisasi frekuensi merokok pada siswa SMAN 5 Kota Kediri.

1