Bab 1

download Bab 1

of 7

Transcript of Bab 1

7

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Setiap orang pernah mengalami stres, dan orang normal dapat beradaptasi dengan stres jangka panjang atau jangka pendek hingga stres tersebut berlalu. Stres dapat dijadikan sebagai stimulus untuk perubahan dan perkembangan, sehingga dalam hal ini dapat dianggap positif. Meskipun demikian, stres yang terlalu berat dapat mengakibatkan sakit, penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan untuk bertahan. Stres dapat didefinisikan sebagai, respon adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual dan proses psikologis, yaitu akibat tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntunan fisik dan psikologis terhadap seseorang (Hidayat, 2006).Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadap aktivitas tubuhnya. Perasaan tertekan, cemas, dan depresi dapat menurunkan semangat seseorang untuk beraktifitas. Kondisi ini ditandai dengan penurunan nafsu makan, perasaan tidak bergairah, dan pada akhirnya menyendiri (Hidayat, 2007).

1Penderita stres sekarang ini semakin banyak, sekitar 1,33 juta penduduk DKI Jakarta diperkirakan mengalami gangguan kesehatan mental atau stres. Gangguan stres itu disebabkan berbagai hal, terutama karena masalah pekerjaan dan tata ruang kota yang buruk di DKI Jakarta. Angka tersebut mencapai 14% dari total penduduk dengan tingkat stres akut (stres berat) mencapai 1-3%. Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta menunjukkan jumlah penduduk DKI Jakarta saat ini mencapai 9,5 juta jiwa. Jumlah penduduk yang stres mencapai 1,33 juta (14% dari 9,5 juta), sementara stres berat mencapai 95.000-285.000 orang (1-3 % dari 9,5 juta) (Ulumuddin, 2011). Namun, stres yang dialami oleh mahasiswa memiliki tingkat stres ringan, stres sedang dan stres berat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Destanti, Handayani, Widyastuti & Yanuarista (2011) terhadap 41 mahasiswa menunjukan bahwa tidak ada mahasiswa yang mengalami stres berat, baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Sedangkan, mahasiswa yang tidak bekerja lebih banyak mengalami stres ringan dibandingkan dengan yang bekerja yaitu sebanyak 83,3 % responden. Namun, mahasiswa yang tidak bekerja lebih sedikit mengalami stres sedang dari pada yang bekerja sebanyak 16,7 % responden (Wulandari, 2012).Stres di sebut juga penyakit kejiwaan. Pada tahap ringan, stres tidak akan menyebabkan penyakit fisik yang kronis dapat muncul. Ini karena sistem kekebalan tubuh berkurang dan menjadi ketidakseimbangan hormon pada orang mengalami stres. Dan salah satu penyakit yang disebabkan adanya stres adalah insomnia atau sulit tidur (Mumpuni, 2010).Penderita insomnia tergolong cukup besar. Berdasarkan data di Amerika kasus insomnia mencapai 25 % hingga 35 % dari populasi untuk insomnia jenis transient, sedang untuk insomnia kronis mencapai 10 % hingga 15 %. Hasil survei Warwick Medical School dari Inggris terhadap Negara Negara di Afrika dan Asia diperoleh sekitar 150 juta orang dewasa mengalami gangguan tidur. Rata rata 16,6 % kasus insomnia diantara Negara Negara yang disurvei tersebut. Angka ini mendekati Negara Negara barat yaitu sekitar 20%.Insomnia merupakan ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kurang lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya. Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status kesehatan penderitanya. Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 % dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total angka kejadian insomnia tersebut 10 - 15 % merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Kesulitan tidur, sering terbangun di malam hari, sulit untuk tidur kembali, dan bangun dini hari serta merasa tidak segar saat bangun pagi adalah gejala yang dialami oleh penderita insomnia. Kondisi tersebut dialami 28 juta orang Indonesia. Data tersebut berdasarkan riset internasional yang dilakukan US Census Bureau, International Data Base tahun 2004 seperti dilansir dari Cureresearch, Sabtu (1/5/2010). Ketika penduduk Indonesia tahun 2004 berjumlah 238,452 juta, ada sebanyak 28,053 juta orang Indonesia yang terkena insomnia atau sekitar 11,7%. Data ini hanya berdasarkan indikasi secara umum tidak memperhitungkan faktor genetik, budaya, lingkungan, sosial, dan ras. Jumlah ini bisa terus bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup (Putra, 2014). Insomnia temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres, dan kecemasan. Gangguan tidur sering terjadi : 40 % populasi mempunyai masalah tidur selama setahun terakhir ini, 10 % dapat didiagnosis sebagai insomnia, dan 3 4 % mempunyai diagnosis hipersomnia (Tarwoto & Wartonah, 2010).Stresor yang dihadapi mahasiswa tidak hanya menyebabkan mahasiswa rentang stres tetapi juga rentang mengalami gangguan tidur. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Gaultney (2010) terhadap 1845 mahasiswa yang menyebutkan 27 % mengalami setidaknya satu jenis gangguan tidur dan yang paling sering dialami adalah jenis narkolepsi, hipersomnia, obstuktif henti nafas saat tidur, dan insomnia. Hasil studi lain yang dilakukan oleh Kushida, Simon, Grauke, Hyde & Dement (2000) terhadap 1254 responden yang mengalami ganggguan tidur menyatakan bahwa terhadap tiga jenis gangguan sering terjadi yaitu insomnia, sindroma henti nafas saat tidur, dan sindroma kegelisahan saat tidur (Wulandari, 2012).Stres dan insomnia yang terus berlangsung dapat mengganggu mahasiswa dan mahasiswi untuk mencapai kesuksesan akademik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Robotham (2008) yang mencatat bahwa individu yang mengalami stres akan merasakan dampak negatif dari stres seperti sulit berkonsentrasi, mudah lupa, depresi, sakit kepala, dan berperilaku negatif, misalnya minum minuman alkohol. Insomnia mengakibatkan perubahan kognitif, perdepsi, perhatian, suasana hati, dan peningkatan resiko kecelakaan (Cabrera & Schub, 2011). Insomnia berdampak terhadap proses belajar, seperti penurunan kosentrasi, motivasi belajar, kesehatan fisik, kemampuan berfikir kritis, kemampuan berinterkasi dengan individu atau lingkungan di kampus dan penurunan kemampuan menyelesaikan tugas ( Wulandari, 2012).Hasil studi pendahuluan ini yang dilakukan diasrama STIKes Muhammadiyah Palembang, terhadap 10 responden didapatkan hasil 50% laki laki dan 50% perempuan dengan angka kejadian 80% stres sedang, 20% stres ringan dan dari 80% stres sedang yang dialami oleh perempuan yaitu 50% sedangkan laki laki hanya 30%. Kejadian insomnia yaitu 60% laki laki dan 40 % perempuan dengan angka kejadian 60 % insomnia sedang, 40 % insomnia ringan dan 60% insomnia sedang dialami oleh laki laki.Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut permasalahan ini pada penelitian yang berjudul Hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang tahun 2014.B. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana hubungan antara Tingkat Stres dengan Kejadian Insomnia pada Mahasiswa Asrama STIKes Muhammadiyah Palembang tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang 2014.2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat stres pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang. b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang.c. Menganalisa hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang.D. Ruang LingkupPenelitian ini adalah termasuk dalam kontek keperawatan dasar dengan topik hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKES Muhammadiyah Palembang tahun 2014. Penelitian ini direncanakan pada tanggal 10 Maret 22 Maret tahun 2014. Penelitian ini dilakukan di asrama STIKES Muhammadiyah Palembang dengan sasaran subjek sebagai responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi asrama.

E. Manfaat Penelitian1. Bagi Tempat Penelitian Menambah wawasan khususnya tentang tingkat stres dan kejadian insomnia khususnya pada mahasiswa dan mahasiswi asrama. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagi masukan serta informasi dalam proses perbaikan kenyamanan bagi mahasiswa STIKes Muhammadiyah Palembang. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan serta pengalaman peneliti terutama tentang hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa asrama STIKes Muhammadiyah Palembang tahun 2014.