Bab 1
Click here to load reader
-
Upload
septyaulia -
Category
Documents
-
view
29 -
download
3
Transcript of Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aterosklerosis adalah penyakit yang pada saat ini merupakan masalah
kesehatan paling besar, baik di negara maju maupun negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Cara hidup modern membawa akibat timbulnya
faktor-faktor resiko aterosklerosis. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) menempati urutan tertinggi (26,4%) sebagai penyakit penyebab kematian
di Indonesia (Priyana, 2009). Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 2004, penyakit kardiovaskuler menempati peringkat pertama penyebab
kematian di dunia dengan angka kematian sebesar 29,34% dari seluruh
penyebab kematian (Boudi, 2010).
Gaya hidup dan banyaknya faktor risiko dapat meningkatkan prevalensi
dan keparahan aterosklerosis. Faktor resiko yang mempengaruhi seperti usia,
diet tinggi lemak, hipertensi, kadar lemak darah yang abnormal, merokok, kurang
aktivitas fisik, riwayat keluarga, diabetes mellitus, tingkat glukosa darah yang
tinggi, obesitas, infeksi, dan inflamasi (Lam, 2008; Crowther, 2005).
Aterosklerosis merupakan pengerasan arteri yang ditandai oleh
penimbunan lemak yang progresif-lambat pada dinding-dinding arteri yang
disebut plak sehingga dapat mengurangi atau memblokir aliran darah ke
jaringan. Kadar kolesterol dan trigliserida yang tinggi di dalam serum dapat
menyebabkan pembentukan aterosklerosis. Kolesterol dan trigliserida di dalam
darah terbungkus di dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein.
Lipoprotein berdensitas tinggi (high-density lipoprotein, HDL) membawa
kelebihan kolesterol LDL pada pembuluh darah, dan diketahui bersifat protektif
melawan aterosklerosis. Sedangkan lipoprotein berdensitas rendah (low density
lipoprotein, LDL) membawa lemak termasuk kolesterol ke sel perifer di dalam
tubuh. Oksidasi kolesterol dan trigliserida menyebabkan pembentukan radikal
bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel. Apabila terjadi pada sel endotel
arteri maka akan mengakibatkan terjadinya aterosklerosis (Santoso dan
Setiawan, 2005). Banyak faktor yang berperan pada proses aterosklerosis,
terutama stres oksidatif dan inflamasi sel endotel (Fredrikson et al, 2004).
Peroksidasi lipid disinyalir sebagai penyebab awal dalam patogenesis
aterosklerosis (Crowther, 2005). Peristiwa peroksidasi lipid akan menghasilkan
produk aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat dan menghasilkan produk yang
biasa dikenal sebagai malondialdehid, suatu aldehid. Malondialdehid (MDA) ini
dilaporkan sangat toksik terhadap membran sel. Akibatnya, sel terutama
membran sel akan mengalami kerusakan dan berakibat timbulnya penyakit-
penyakit degeneratif (Widyaningrum, 2008).
Pengukuran radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena
radikal bebas tidak menetap lama, mempunyai waktu paruh yang pendek dan
menghilang dalam hitungan detik. Substansi yang dipakai sebagai petanda
biologis peroksidasi lipid dan stres oksidatif adalah malondialdehid (MDA),
karena merupakan produk utama hasil reaksi radikal bebas dengan fosfolipid , di
produksi secara konstan sesuai dengan proporsi peroksidasi lipid yang terjadi,
sehingga merupakan indikator yang baik untuk melihat kecepatan peroksidasi
lipid in vivo (Siswonoto, 2008). Kadar MDA pada penderita aterosklerosis lebih
tinggi dari pada orang sehat. Semakin tua umur seseorang, kandungan MDA
juga semakin tinggi dibandingkan dengan anak muda. Walaupun kadar MDA
bervariasi dengan umur, namun kadarnya tidak melebihi 4 nmol/ml serum
(Widyaningrum, 2008).
Hingga saat ini terapi aterosklerosis meliputi agen penurun kolesterol,
anti-platelet, anti-koagulan, anti-inflamasi, dan kortikostreroid. Akan tetapi, pem-
berian terapi tersebut seringkali terlambat karena proses atherosklerosis dimulai
sejak masa kanak-kanak dan seringkali tidak menunjukkan gejala (McGill, 2000).
Manifestasi klinis muncul pada saat dewasa ketika lesi berkembang dan terjadi
komplikasi berupa penyakit jantung koroner, angina pektoris, penyakit jantung
iskemik, infark miokardial, stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan memiliki potensi yang besar dalam
menghambat munculnya gejala klinik dari aterosklerosis (Hennig, 2002).
Salah satu strategi terbaru yang dilakukan sebagai pencegahan
atherosklerosis adalah penggunaan antioksidan. Beberapa peneliti menyebutkan
bahwa antioksidan bekerja dengan menurunkan oksidasi lipid dan radikal bebas
(Violi, 2002). Salah satu natural antioksidan yang terdapat pada teh hitam yaitu
theaflavin, suatu senyawa polifenol. Senyawa ini merupakan hasil oksidasi
enzimatis dari catechin yang terdapat pada daun teh (Camellia sinesis). Efek
antioksidan pada theaflavin teh hitam lebih kuat dibandingkan dengan vitamin C,
vitamin E, PG, dan catechin teh hijau, karena memiliki gugus hidroksi (OH) yang
lebih banyak yang berfungsi sebagai antiradikal bebas atau antioksidan, serta
tetapan laju penangkapan radikal superoksida lebih tinggi (Wang dan Yongquan,
2006). Konversi katekin menjadi theaflavin selama proses fermentasi pada
pembuatan teh hitam tidak mengganggu aktivitasnya sebagai scavenger radikal
bebas (Leung, 2001).
Penelitian tentang aterosklerosis pada wanita usia 55 tahun atau lebih
yang minum sedikitnya 1-2 cangkir teh hitam sehari, kejadian aterosklerosis
menurun 54% jika dibandingkan dengan yang tidak minum teh hitam (Licher,
2000). Penelitian yang dilakukan oleh Tuminah dkk (2005) menyebutkan bahwa
teh hitam mampu mencegah terbentuknya atheroma maupun aterosklerosis
pada kelinci (Orytolagus cuniculuc) strain New Zealand white yang dipapar diet
aterogenik. Penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati (2008) di Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya melaporkan bahwa seduhan teh dapat men-
cegah perkembangan lesi aterosklerosis melalui jalur penurunan TNF-α. Sebuah
studi dalam suatu model kultur sel yang dilakukan pada sel-sel hepatoblastoma
manusia (sel HepG2) menemukan bahwa theaflavin secara signifikan
mengurangi akumulasi lipid (Lin et al, 2007).
Untuk mengetahui peran theaflavin dalam aterosklerosis, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang peran theaflavin terhadap
penurunan kadar malondialdehid (MDA) sehingga teh hitam dapat menawarkan
suatu pendekatan yang efektif untuk mencegah aterosklerosis.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah theaflavin pada ekstrak teh hitam (Camellia sinesis) Gambung
dapat menurunkan kadar malondialdehid (MDA) serum tikus galur wistar (Rattus
norvegicus) betina yang dipapar diet aterogenik?
1.3 Tujuan Penelitian
Membuktikan theaflavin pada ekstrak teh hitam (Camellia sinesis)
Gambung dapat menurunkan kadar malondialdehid (MDA) serum tikus galur
wistar (Rattus norvegicus) betina yang dipapar diet aterogenik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Ilmiah
1. Menambah pengetahuan dan sebagai dasar untuk pengembangan potensi
teh hitam, khususnya potensi theflavin sebagai antioksidan yang terdapat
pada teh hitam dalam pencegahan proses aterosklerosis.
2. Menjadi dasar teori uji klinis teh hitam, sehingga dapat diketahui efektivitas
nya dalam pencegahan proses aterosklerosis.
1.4.2 Umum
Memanfaatkan bahan alami yang tersedia di masyarakat sebagai suatu
alternatif pencegahan aterosklerosis.