Bab 1
-
Upload
nina-rahmawati -
Category
Documents
-
view
14 -
download
2
Transcript of Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat si bayi sakit batuk dan pilek, perhatikan apakah napasnya sesak dan cepat. Jika ya,
besar kemungkinan ia terkena bronkiolitis. Bronkiolitis adalah peradangan pada
bronkiolus, yaitu cabang saluran napas yang paling kecil dan paling ujung, yang
bersambungan dengan alveolus (jaringan paru). "Biasanya, bronkiolitis didahului
infeksi saluran napas atas akut, misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk
pilek biasa hingga menjadi bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari," papar dr.
Darmawan B.S. Sp.A, dari Sub-Bagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN CM, Jakarta.
Menyoal penyebab bronkiolitis, berdasarkan referensi ilmu kedokteran, dikatakan,
utamanya adalah virus. Adapun yang paling banyak menyerang adalah Respiratory
Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di Indonesia, ungkap Darmawan, pernah
dilakukan studi untuk mengetahui secara persis kuman yang paling sering
menyebabkan bronkiolitis. Namun karena kemampuan diagnostik di sini terbatas,
belum dapat diambil kesimpulan secara akurat.
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara
ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit
jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.2. Manifestasi klinik Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.3. pemeriksaan penunjang pasa Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.4. Faktor-faktor pencetus apa saja pada Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.5. perjalana penyakit pada Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.6. penatalaksanaan pada Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.2.7. Askep Bronkitis dan Bronkiolitis?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengerti tentang Bronkitis dan Bronkiolitis dan memahami apa yang harus dilakukan
seorang perawat untuk menangani Bronkitis dan Bronkiolitis.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.3. Mengetahui definisi Bronkitis dan Bronkiolitis
1.3.4. Mengetahui Manifestasi klinik Bronkitis dan Bronkiolitis
1.3.5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pasa Bronkitis dan Bronkiolitis
1.3.6. Mengetahui Faktor-faktor pencetus apa saja pada Bronkitis dan Bronkiolitis
1.3.7. Mengetahui perjalana penyakit pada Bronkitis dan Bronkiolitis
1.3.8. Mengetahui penatalaksanaan pada Bronkitis dan Bronkiolitis
1.4. Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Bronkitis dan Bronkiolitis
dan memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk menangani Bronkitis
dan Bronkiolitis.
BAB 2
ISI
2.1.Anatomi Fisiologi
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke
dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil
O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran,
mengeluarkan CO2 hasil dari metabolism.
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan
oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara,
debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis
posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.
Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di
beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak
di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian
epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari
tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk
mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput
lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus
kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 –
12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan
bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung.
Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah.
2.2.Bronkitis
2.1.1. Definisi
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. ..
Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian
dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,
tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau
bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso,
1994).
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis
merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun
di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.
(Taussig, 1982; Rahayu, 1984).
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya
konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil
penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.
2.1.2. Klasifikasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis,
merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai. (berakhir
dalam masa 3 hari hingga 3 minggu)
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang.
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh
berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya
selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3
bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya
(KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat
bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam
keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak
maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan
setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB. (boleh berakhir
sehingga 3 bulan dan menyerang semula untuk selama 2 tahun atau lebih).
2.1.3. Etiologi
a. Bronkitis Akut
Virus yang menyebabkan flu atau pilek seringkali menyebabkan juga bronkitis
akut. Bronkitis akut dapat disebabkan karena non infeksi karena paparan asap
tembakau karena polutan pembersih rumah tangga dan asap. Pekerja yang
terkena paparan debu dan uap dapat juga menyebabkan bronkitis akut. Alergi,
cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan
terjadinya bronkitis akut.
b. Bronkitis Kronik
Bronkitis akut dapat menyebabkan bronkitis kronik jika tidak mengalami
penyembuhan. Hal ini terjadi karena penebalan dan peradangan pada dinding
bronkus paru – paru yang sifatnya permanen. Disebut bronkitis kronis jika
batuk terjadi selama minimal 3 bulan dalam setahun di dua tahun berturut.
Yang termasuk penyebab bronkitis kronik adalah :
Spesifik:
1. Asma.
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). .
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi
mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5. Sindrom aspirasi.
6. Penekanan pada saluran napas .
7. Benda asing .
8. Kelainan jantung bawaan .
9. Kelainan sillia primer .
10. Defisiensi imunologis .
11. Kekurangan anfa-1-antitripsin .
12. Fibrosis kistik .
13. Psikis
Non-Spesifik
1. Perokok.
2. Polusi udara dan debu
3. Gas beracun di tempat kerja
4. Gastroesophageal reflux desease (GERD). GERD adalah asam
lambung yang naik kedalam esophagus dan beberapa tetes masuk ke
saluran napas. GERD sebabkan karena lemahnya katup lambung yang
memisahkan antara lambung dan esophagus.
2.1.4. Patofisiologi
Virus
(penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia
- Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan
- Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari -
Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer -
Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri
subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru
segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno
Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung “dropplet
infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia dengan gejala
atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
Aktivasi IG.E
Alergen
Virus/ bakteri memasuki tubuh (bakterimia/ viremia)
Infeksi sekunder oleh beberapa penyakit
Batuk kering, setelah 2-3 batuk mulai berdahak dan timbul lendir.
Mungkin dahak berwarna kuning (infeksi sekunder)
Peningkatan frekwensi pernafasan
Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Nyeri pada retrosternal
Demam
Malaise
Hipertermia
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan pola nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Gangguan keseimbangan cairan
Edema mukosaà sel goblet memproduksi mukus
Peningkatan pelepasan histamin
(Purnawan Junadi; 1982; 207).
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
4. Bengek
5. Lelah
6. Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. Pipi tampak kemerahan
9. Sakit kepala
10. Gangguan penglihatan
11. Sedikit demam.
12. Dada merasa tidak nyaman.
2.1.6. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan
gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia.
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
a. Tes fungsi paru-paru
b. Gas darah arteri
c. Rontgen dada.
d. Pemeriksaan sputum selama 3x berturut-turut selama 3 hari pada pagi hari
sesudah bangun tidur.
2.1.8. Diagnosa
Diagnosis bronkitis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya
lendir. Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar
bunyi ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.
2.1.9. Pengobatan
a. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender
1. Berjemur dipagi hari.
2. Sering mengubah posisi.
3. Banyak minum.
4. Inhalasi
5. Nebulizer
Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang
perlu
diberikan minum susu atau makanan lain
b. Tindakan Medis.
1. Jangan beri obat antihistamin berlebih.
2. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
3. Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
4. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
2.1.10. Pencegahan
Jika Anda telah sering mengalami serangan bronkitis atau berulang, penyebabnya
mungkin sesuatu di lingkungan Anda. Lokasi yang dingin, lembab - khususnya
dikombinasikan dengan polusi udara atau asap rokok - dapat membuat Anda lebih
rentan terhadap bronkitis akut. Ketika masalah menjadi berat, Anda mungkin perlu
untuk mempertimbangkan perubahan di mana dan bagaimana Anda hidup dan
bekerja.
Langkah-langkah ini juga dapat membantu menurunkan risiko bronkitis dan
melindungi paru-paru secara umum:
1. Hindari merokok dan menjadi perokok pasif. Asap tembakau meningkatkan
risiko bronkitis kronis dan emphysema.
2. Cobalah untuk menghindari orang-orang yang telah pilek atau flu. Semakin
sedikit Anda terkena virus yang menyebabkan bronkitis, semakin rendah risiko
Anda mendapatkannya. Hindari kerumunan orang selama musim flu.
3. Hindari keluar malam karena saat malam kondisi udara dingin dan sangat
lembab sehingga membuat bronkus mengalami vasokontriksi dan peningkatan
produksi secret.
4. Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Misalnya telur, susu, daging dan sebagainya.
5. Dapatkan vaksin flu tahunan. Banyak kasus bronkitis akut hasil dari
influenza, virus. Mendapatkan vaksin flu tahunan dapat membantu melindungi
Anda dari flu, yang pada gilirannya, dapat mengurangi risiko bronkitis.
6. Tanyakan kepada dokter tentang pneumonia shot. Jika usia Anda lebih dari
60 tahun atau Anda memiliki faktor risiko seperti diabetes, penyakit jantung
dan paru-paru, perlu dipertimbangkan melakukan shot bronkitis. Selain itu,
dikenal sebagai vaksin Prevnar dapat membantu melindungi anak-anak
terhadap pneumonia. Kami menganjurkan untuk semua anak di bawah usia 2
tahun dan untuk anaku usia 2 hingga 5 tahun yang berada pada risiko tertentu
penyakit pneumokokus, seperti mereka yang memiliki kekurangan sistem
kekebalan tubuh, asma, penyakit jantung atau anemia sel sabit. Efek samping
dari vaksin pneumokokus biasanya kecil dan ringan termasuk rasa nyeri atau
bengkak di tempat suntikan. Jika Anda memiliki radang paru-paru atau lebih
lima tahun yang lalu menjalankan shot, dokter anda dapat merekomendasikan
bahwa Anda mendapatkan satu lagi.
7. Cuci tangan atau menggunakan sanitizer tangan secara teratur. Untuk
mengurangi risiko terkena infeksi virus, sering mencuci tangan anda dan
membiasakan menggunakan sanitizer tangan. Dan jangan menggosok hidung
atau mata Anda.
8. Ketika praktek, memakai masker. Jika Anda harus menghabiskan banyak
waktu di sekitar orang lain yang batuk dan bersin, ide yang baik untuk
memakai masker yang menutupi mulut dan hidung untuk mengurangi risiko
infeksi.
2.3.Bronkiolitis
2.3.1. Definisi
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.
2.3.2. Etiologi
Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang
menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus
ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya
menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit yang
berat.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:
1. Usia kurang dari 6 bulan.
2. Tidak pernah mendapatkan ASI.
3. Prematur.
4. Menghirup asap rokok.
2.3.3. Patofisiologi
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting
dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat
sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel
target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi
protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV
strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan
sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring
kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui
penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring.
RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada
mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa
nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema
submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus .
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga
dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan
kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga
meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi
sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi
sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel
debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah
dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance,
meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua
faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,
wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas
berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan
dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran
udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi
aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi.
Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan
menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2
kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang
dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi
antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi
terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak
lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan
resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi ‘cumulatif
immunity’ sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih
tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4
hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari .
Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas
dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali
disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan
tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat
bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular.
Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia
muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.
Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan
terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari
perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam
sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak
tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang
menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV .
2.3.4. Manifestasi Klinis
Gejalanya berupa:
1. Batuk.
2. wheezing (bunyi nafas mengi).
3. sesak nafas atau gangguan pernafasan.
4. sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen).
5. takipneu (pernafasan yang cepat).
6. retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras
untuk bernafas)
7. pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)
8. demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).
2.3.5. Diagnosa
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya
epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama
kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran
infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau
riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing. Untuk menilai kegawatan penderita
dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai
distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor
lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam
kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk
menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda
terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien
dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Kim
dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan
eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q
mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Gambaran radiologik
mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru
mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,
mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates).
Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan
ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita
mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih
rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal
lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bayi-bayi dengan
bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya, berbeda dengan asma yang
mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis banding yang
tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale, pneumonia, aspirasi
benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis .
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau
bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan
waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain
yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara
imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.
2.3.6. Pengobatan
Kadang tidak perlu diberikan pengobatan khusus.
Terapi suportif terdiri dari
1. Pemberian oksigen.
2. Udara yang lembab.
3. Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lender.
4. Istirahat yang cukup.
5. Pemberian cairan.
Kadang bayi menjadi lelah dan mengalami serangan apneu (henti nafas). Jika hal ini
terjadi, dilakukanintubasi dan pemasangan ventilator.
Pada bayi yang sangat muda dan sakit berat, kadang diberikan obat anti-
virus ribavirin. Obat ini dapat mengurangi beratnya penyakit dan agar efektif harus
diberikan pada awal penyakit.
2.3.7. Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan pada bronkiolitis:
1. Jangan membawa bayi berumur kurang dari 3 bulan ke tempat umum, terutama
jika banyak anak-anak.
2. Penderita infeksi saluran pernafasan harus mencuci tangan atau menggunakan
masker jika berdekatan dengan bayi.
2.4. System Pelayanan Kesehatan
Biasanya pasien dirujuk ke puskesmas terdekat. Jika pasien mempunyai Askes dan
Askin atau dana kesehatan lainya. Maka biaya yang di bebankan dapat di tanggung
pihak asuransi sesuai dengan jaminan yang di berikan pihak asuransi.
Jika keadaan semakin memburuk atau tidak ada perkembangan maka pasien akan
dirujuk ke rumah sakit daerah pasien dengan mendapat surat rujukan dari puskesmas.
2.5. Hasil-hasil Penelitian
PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT DENGAN CIPROFLOXACIN DIBANDINGKAN DENGAN CO AMOXYCLAVSOEGITOBagian Ilmu Penyakit ParuFakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Bronkitis kronik pada tingkat lanjut akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup
penderita akibat menurunnya faal baru. Infeksi saluran napas merupakan masalah
klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis klinis. Eksaserbasi infeksi akut
akan mempercepat kerusakan yang terjadi. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya
oleh karena infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas ciprofloxacin,
suatu antibiotika baru golongan flurokuinolon yang berspektum luas dalam mengobati
bronkitis kronik eksaserbasi akut. Untuk tujuan ini dilakukan perbandingan dengan
Co amoxyclav suatu antibiotika yang sering digunakan dan merupakan standard untuk
pengobatan bronkitis kronik eksaserbasi akut.
Penelitian bersifat uji klinik terbuka pada penderita bronkitis kronik eksaserbasi akut.
Penderita mendapatkan ciprofloxiacin oral 2 x 500 mg atau Co amoxyclav oral 3 x
500mg. Penderita yang dapat dievaluasi berjumlah 24 orang yaitu 12 orang dari
masing-masing kelompok pengobatan. Dari kelompok ciprofloxacin hasil pengobatan
yang sembuh 50%, perbaikan 41,7% dan tidak ada respon 8,3%. Pada kelompok Co
amoxyclav hasil pengobatan sembuh 33,3%, perbaikan 50% dan tidak respon 16,7%.
Disimpulkan bahwa ciprofloxacin baik untuk mengobati BKEA, demikian juga Co
amoxyclav. Tidak aad perbedaan yang bermakna antara efektivitas kedua kelompok
pengobatan. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang yang mendapat
ciprofloxacin.
PENDAHULUAN
Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di
masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis
dan persisten dan progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang
sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akanbronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping
itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap mortalitas dan
morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbai, maka mortalitas juga akan
dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga
akan semakin meningkat.
Kontribusi Infeksi Terhadap Perjalanan klinis Bronkitis Kronik:
1. Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah terjadi.
2. Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh pada morbiditas dan
mortalitas.
3. Terjadi kolonisasi
4. Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan faktor predisposisi
terhadap terjadinya bronkitis kronik.
Menurut SKRT Tahun 1992, bersamaan dengan empisema dan asma, bronkitis kronik
menduduki tempat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dengan proporsi
sebesar 5,6% dari semua kematian.
Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya batuk dengan
produksi sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan
adanya peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume sputum. Semakin sering
terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru.
Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi, tetapi paparan allergen,
polutant dan merokoksigaret dapat berperan dalam perburukan bronkitis kronik.
Organisme patogen tersering adalah H.Influeza, pneumococcus dan M.Catarrhalis,
organisme partogen seperti klebsiella, mycoplasma, legionella dan gram negatif
lainnya jarang.
BKEA diklasifikasikan dalam 3 tingkatan keparahan:
Eksaserbasi type I :peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan purulensi
sputum
Eksaserbasi type II :adanya dua dari tiga gejala diatas
Eksaserbasi type III :adanya satu dari tiga gejala ditambah salah satu adri (demam
37,5 , 38,50C; sakit tenggorokan dan hidung berlendir dalam 5 hari, bertambahnya
wheezing atau batuk)
Beberapa pertimbangan, pemberian antibiotik yang sesuai tehadap BKEA berdasarkan
group penderita:
Group 1: Bronkitis Akut
Group 2: Bronkitis Kronika Simpleks
Group 3: Bronkitis Kronik dengan komplikasi
Group 4: Bronkitis Kronik dengan faktor resiko lain
Group 5: Bronkiectase
Tetapi yang dianjurkan atau lebih disukai adalah dengan antibiotika oral, tetapi harus
mencapai konsentrasi yang tinggi di jaringa, ditolerensi dengan baik, berspektrum
luas dan mempunyai onset kerja yang cepat. Kondisi diatas ini dipenuhi olen
ciprofloxacin, inhibitor fluroquinolonegyrase yang spetrum anti bakterinya mencakup
gram negatif dan gram positif.
Salah satu standard di dalam pengobatan terhadap BKEA adalah amoxycilin, sering
dikombinasi dengan asam klavulanat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
tetapi standard ini dengan ciprofloxacin.
Karena keterbatasan pemeriksaan diagnostik, dimana dengan diagnostik optimal
hanya dapat diidentifitas 50% kuman penyebab dan ini membutuhkan waktu relatif
lama, maka suatu pendekatan tetapi empirik antibiotika dibutuhkan. Perkembangan
terakhir dari beberapa jenis antibiotika yang dikombinasikan dengan informasi baru
tentang pola resistensi bakteri membuat klinis dihadapkan dengan pilihan terapi yang
membingungkan.
BAHAN DAN CARA
Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang dimaksudkan kedalam penelitian ini adalah penderita bronkitis
kronik eksaserbasi akut yang datang berobat jalan atau rawat inap di SMF Paru
RS.HAM Medan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Usia >65 tahun dan/atau tanpa penyakit penyerta: CHF, DM, Penyakit hati
kronis atau atau usia ε 65 tahun dengan/tanpa penyakit penyerta + FEV1 <50%
dari nilai atau usia ε 65 tahun dan mengalami eksaserbasi 4 x/tahun.
2. Dapat mengikuti semua prosedur pemeriksaan. Setuju ikut dalam penelitian.
Diagnosa bronkitis kronis eksaserbasi akut didasarkan atas anamnese, pemeriksaan
fisik, radiologi, laboratorium darah, laboratorium sputum serta pemeriksaan faal paru.
Penderita yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini adalah:
1. wanita hamil dan menyusui
2. penderita dengan riwayat allergi terhadap obat penelitian ini.
3. penderita dengan kerusakan ginjal
4. penderita dengan riwayat atau diduga epilepsi
5. penderita dengan TB aktif
6. penderita dengan infeksi saluran nafas yang membuthkan terapi antibiotika
parental bantuan venitlasi mekanik.
CARA KERJA
Pada setiap penderita BKEA yang berobat jalan maupun yang rawat inap di SMF Paru
RS.HAM dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat, dibuat foto thorax
dan dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin, faal ginjal, faal hati dan
pemeriksaan faal paru. Dilakukan pengambilan sputum dengan cara dibatukkan
(sebelumnya disuruh kumur-kumur) untuk memperoleh bahan biakan kuman.
Secara acak penderita dibagi dalam 2 kelompok pengobatan:
Kelompok A: mendapat pengobatan ciproloxacin 2 x 500 mg setiap hari
Kelompok B: mendapat pengobatan Co amoxyclav 3 x 500 mg setiap hari.
Kepada penderita diberi catatan harian yang diisi penderita diberi catatan harian yang
diisi penderita yang meliputi perkembangan penyakit berupa jumlah sputum, warna
sputum, keluhan sesak, malaise, toleransi terhadap kerja dan kemungkinan efek
samping yang tidak diinginkan, dilakukan pemeriksaan kultur sputum pada hari
pertama, kedelapan dan keempat belas.
A. Penilaian Klinis:
Sembuh : tidak ada temuan infeksi pada akhir pengobatan,
menghilangkan gejala klinis seperti keadaan semula.
Perbaikan : berkurangnya gejala klinis selama periode pengobatan,
tetapi kesembuhan tidak komplit dari infeksi.
Tidak ada respon : tidak ada perbaikan selama pengobatan
B. Penilaian Baktriologis:
Eliminasi: Kultur negatif atau tidak ada produksi sputum pada akhir pengobatan
Reduksi: Pengurangan dalam jumlah hitung mikroba sedikitnya 1 x 10 respon klinis
sembuh atau perbaikan.
Super Infeksi: Patogen yang tidak ada pada awal pengobatan tapi timbul selam
dan/atau sesudah pengobatan disertai tanda dan gejala BKEA.
Persisten: Satu atau lebih patogen penyebab masih ada pada akhir pengobatan respon
klinis tidak membaik.
HASIL
Telah diteliti sebanyak 24 orang penderita yang dibagi menjadi 2 kelompok
coamoxyclav sebanyak 12 orang penderita. Kelomopk ciproflaxacin terdiri atas 10
orang laki-laki dan 2 orang perempuan, umur berkisar 52 – 72 tahun dengan rata-rata
umur 62,25 tahun. Kelompok co amoxyclav terdiri atas 11 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan. Semua penderita dapat dinilai.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
1. Kaji identitas Pasien
Nama :
Tempat tanggal lahir :
Usia :
Jenis kelamin :
Nama ayah/ ibu :
Pendidikan ayah/ ibu :
Agama :
Suku bangsa :
Alamat :
Sumber informasi :
Diagnosa medis :
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
4. Bengek
5. Sedikit demam.
6. Dada merasa tidak nyaman.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk-batuk diserta dengan riak dan rasa sesak. Sesak bertambah berat saat anak
lari-lari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Asma.
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). .
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama.
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Analisis Data
Data Etiologi Masalah
Biasanya berisi data subjektif dan
objektif
Contoh:
DS: Ibu mengungkapkan anak
batuk disertai riak dengan
sesak sejak 2 hari yang lalu.
Alergen
Aktivasi Ig. E
Pengeluaran histamin
Organ target (saluran
Bersihan jalan
nafas
DO:
- Wheezing +/+.
- Rhonci +/+.
- RR 26 x/mnt, teratur.
- Retraksi intercosta ringan.
- Pergerakan dada simetris,
irama nafas teratur.
pernafasan)
Edema mukosa
Peningkatan produksi mukus
3.2.Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema
mukosa, akumulasi mukus.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus atau bronkiolus.
3. Hipertermi berhubungan dengan Infeksi Virus
4. Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema
mukosa, akumulasi mukus.
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam jalan nafas bersih
dengan KH:
Pada saat bernafas tidak
menggunakan otot-otot
bantu, frekuensi nafas
dalam batas normal, suara
nafas bronchovesikuler.
Mandiri
a. Jelaskan pada klien
dan keluarga beberapa
tindakan yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan proses
pengeluaran sekret.
b. Anjurkan kepada
klien dan keluarga agar
memberikan minum
lebih banyak dan
hangat kepada klien.
c. Lakukan fisioterapi
nafas dan latihan
Pengetahuan yang
memadai
memungkinkan keluarga
dan klien kooperatif
dalam tindakan
perawatan.
Peningkatan hidrasi
cairan akan
mengencerkan sekret
sehingga sekret akan
lebih mudah
dikeluarkan.
Fisoterapi nafas
melepaskan sekret dari
tempat perlekatan,
batuk efektif
d. Observasi:
Pernafasan (rate, pola,
penggunaan otot
bantu, irama, suara
nafas, cyanosis),
tekanan darah, nadi,
dan suhu.
Kolaborasi
a. pemberian ekspektoran.
postural drainase
memudahkan pengaliran
sekret, batuk efektif
mengeluarkan sekret
secara adekuat.
Tanda vital merupakan
indikator yang dapat
diukur untuk mengetahui
kecukupan suplai
oksigen.
Ekspektoran
mengandung regimen
yang berfungsi untuk
mengencerkan sekret
agar lebih mudah
dikeluarkan.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus atau bronkiolus.
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan 3x24
jam pola nafas
pasien normal
dengan KH:
1. RR = dewasa
16x-24x/menit
2. Nafas teratur.
Mandiri
1. Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada.
2. Observasi pola batuk dan
karakteristik secret.
Kolaboratif
1. Berikan oksigen tambahan
2. Kecepatan biasanya
meningkat. Dispenia dan
terjadi peningkatan kerja
napas.
3. untuk mengetahui
keluarnya secret pada
saluaran nafas.
1. Memaksimalkan
bernafas dan menurunkan
kerja nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan Infeksi Virus
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jamSuhu tubuh dalam
batas normal setelah
dengan criteria Hasil :
Suhu tubuh dalam batas
normal, tekanan darah
dalam batas normal, nadi
dan respirasi dalam batas
normal.
Mandiri
a. Jelaskan pada
keluarga tindakan
perawatan yang akan
dilakukan.
b. Berikan kompres.
c. Anjurkan kepada
keluarga dan klien
untuk minum lebih
banyak.
d. Anjurkan kepada
keluarga untuk
memakaikan baju yang
tipis dan menyerap
keringat untuk klien.
Kolaborasi
a. pemberian
antipiretik.
Pengetahuan yang
memadai memungkinkan
klien dan keluarga
kooperatif terhadap
tindakan keperawatan.
Penurunan panas dapat
dilakukan dengan cara
konduksi melalui
kompres.
Hidrasi cairan yang cukup
dapat menurunkan suhu
tubuh.
Penurunan suhu dapat
dilakukan dengan tehnik
evaporasi.
Antipiretik mengandung
regimen yang bekerja
pada pusat pengatur suhu
di hipotalamus.
3.3.Intervensi
Lakukan tindakan seperti rencana intervensi yang telah dibuat.
3.4. Evaluasi
Evaluasi Perkembangan pasien.
1. Pola nafas membaik
2. Jalan nafas bersih
3. Suhu tubuh normal.
3.5.Dokumentasi
Catat setiap tindakan yang dilakukan.
BAB 4
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan
penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis,
Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994). Yang terdiri dari bronchitis
akut dan kronik.
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.
4.2.Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi diharapkan untuk para
pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah ini sebagai perimbangan
pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, ECG: Jakarta.
Wikipedia, 2009. Bronkitis, http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis. di akses tanggal 28
oktober 2011 Pukul 15.00 WIB
Xamthone, 2010. Bronkitis. http://xamthone-plus.com/bronkitis. di akses tanggal 28 oktober
2011 Pukul 15.00 WIB
Ginageh, 2011. Penyakit Bronkitis. http://ginageh.wordpress.com/2011/09/30/penyakit-
bronkitis/. di akses tanggal 28 oktober 2011 Pukul 15.00 WIB
DEMO FISIOTERAPI DADA
DRAINASE POSTURAL
Tinjauan Teori
Postural Drainage (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat dari sekretnya itu sendiri . Tahun 1953 Palmer dan. Sellick telah
menunjukkan manfaat PD yang disertai dengan perkusi dada untuk mencegah terjadinya
atelektasis paru setelah pembedahan . Sejak itu pula PD telah diterapkan secara intensif pada
perawatan penderita-penderita penyakit paru akut maupun kronik .
Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada
berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Dengan PD dapat dilakukan
pencegahan terkumpulnya sekret dalam saluran nafas terutama pada mereka yang tergolong
"high risk" , disamping untuk mempercepat pengeluaran cairan patologik lainnya yang
berasal dari saluran nafas maupun perenkhim paru yang viskositasnya kental Keberhasilan
dari PD sering segera dapat dirasakan oleh penderitanya, yaitu dengan adanya perbaikan
ventilasi.
PATOFISIOLOGI
Pada PD posisi penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga dari lokasi kelainan paru
terjadi pengeluaran secret dengan bantuan gaya beratnya. Pada umumnya dalam keadaan
demikian, juga dilakukan perkusi dan vibrasi. Perkusi dan vibrasi merupakan energi
gelombang mekanik yang diterapkan pada dinding dada dan diteruskan kedalam paru.
Dengan gelombang energi mekanik tersebut sekret akan bergetar dan turun. Dengan demikian
diharapkan bertambahnya pembersihan sputum dari saluran nafas oleh pengaruh gaya
beratnya serta pengaruh perkusi dan vibrasi. Setelah dilakukan PD, dalam jangka pendek
diharapkan sputum bertambah banyak "expiratory flow rate" bertambah, ventilasi bertambah,
tahanan aluran nafas berkurang, kapasitas vital bertambah serta terjadi perbaikan
oksigenisasi. Dan dalam angka panjang diharapkan pula perbaikan tanda-tanda klinik dan
foto toraks bertambah cepat, adanya perbaikan faal paru dan pertukaran gas pada alveoli.
Namun Peterson dkk dan Graham mengatakan bahwa pada kasus-kasus seperti pneumonia
atau eksaserbasi akut dari bronkhitis kronik, adanya perbaikan hal-hal tersebut diatas tidak
selalu terjadi. Dari penyelidikan mereka pada kasus-kasus seperti diatas ternyata tidak terjadi
kenaikan volume sputum, maupun hal-hal seperti pertambahan "flow rate" , resolusi yang
bertambah cepat pada foto toraks, perbaikan faal paru dan pertukaran gas.
Para sarjana mengemukakan bahwa tujuan dari penerapan PD pada kasus-kasus penyakit
paru akut maupun kronik perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab volume, viskositas dan
karakteristik dari sputum merupakan faktor yang sangat penting. Frownfelter berpendapat
bahwa PD tidak saja bisa dilakukan pada mereka yang produksi sputumnya banyak tetapi
juga pada penderita yang sputumnya sedikit PD dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
akumulasi sekret agar tidak terjadi atelektasis. Dan pada penderita dengan produksi sputum
yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada. Maka dari itu PD
sebagai bentuk pengobatan mempunyai tujuan mencegah akumulasi sekret dan mengeluarkan
sekret/cairan patologik yang tertampung.
GAMBAR LOBUS DAN SEGMEN
CARA MELAKUKAN POSTURAL DRAINAGE
Untuk melakukan PD, tidak ada persiapan khusus dari penderita. Yang penting adalah perlu
diketahui lokasi kelainan pada paru serta keadaan umum penderita. Untuk mengetahui
dengan cepat perubahan klinik penderita yang mungkin terjadi selama dilakukan PD maka
sebaiknya kita yang mengerjakan PD berada di muka penderita. PD dilakukan dengan
mengatur penderita pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran
(drainage) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya disertai pengaruh perkusi dan
vibrasi dada . Posisi penderita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasi kelainan
paru adalah sebagai berikut :
1. Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untuk drainage kedua lobus atas dari
segmen apikal.
2. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage lobus
atas kanan segmen anterior, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk drainage
lobus atas kiri segmen anterior.
3. Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior.
4. Tidur pada sisi kiri dengan 3/bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan dan
lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya.
5. Tidur pada sisi kanan dengan ¾ bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus
bawah kiri segmen anterior. Letak kepala sama seperti No. 4.
6. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala
seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.
7. Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan
segmen lateral.
8. Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah
kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.
9. Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala atau beberapa
bantal di bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.
10. Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4, untuk
drainage lobus bawah kanan segmen posterior.
Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapa tempat PD dapat dilakukan pada
beberapa posisi. Setiap posisi sebaiknya dilakukan selama 5 -- 10 menit. Keadaan ini bisa
diperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologik jumlahnya banyak atau kental
sehingga drainage memerlukan waktu yang lebih lama. Bila PD dilakukan pada beberapa
posisi, maka seluruh waktu untuk melakukan PD sebaiknya tidak lebih dari 40 menit supaya
tidak melelahkan penderita. Setiap hari dapat dilakukan dua kali. Pada umumnya bila PD
dilakukan untuk tujuan mengeluarkan sekret yang tertampung, maka perkusi dan vibrasi dada
serta latihan nafas termasuk didalamnya (3, 10). Perkusi atau lebih cocok dengan istilah
penepukan dan vibrasi dilakukan pada dinding dada diatas daerah paru yang diharapkan
terjadi drainage yang cepat. Penepukan dikerjakan dengan kedua telapak tangan yang
dicekungkan (seperti sedang menampung air), dilakukan bergantian kiri dan kanan, dengan
kekuatan yang sama. Kekuatan diatur supaya tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa
sakit pada penderita. Vibrasi dilakukan dengan menggetarkan telapak tangan yang diletakkan
pada dinding dada, dilanjutkan dengan penekanan sewaktu penderita mengeluarkan nafas
(11)
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Untuk tujuan mencegah akumulasi sekret, PD dapat dilakukan pada penderita-penderita
berikut (3) : • yang melakukan tirah baring yang lama, khususnya pada mereka yang
tergolong "high risk" yaitu penderita penyakit paru kronik, penderita pasca bedah yang
mengalami imobilisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan abdomen
yang sputumnya banyak, seperti bronkhoektasis atau fibrosis.
Berikut macam-macam posisi postural drainage
Kedua lobus atas - segmen apikal
Lobus atas kanan - segmen anterior
Lobus atas kiri - segmen anterior
Lobus atas kanan – segmen posterior ( dipandang dari depan )
Lobus atas kanan – segmen posterior – dipandang dari belakang
Lobus atas kiri – segmen posterior
lobus atas kiri - segmen posterior ( posisi lain )
Lobus tengah kanan
Perhatikan : pasien ¾ bagian badannya terlentang.
Lingula ( dipandang dari belakang )
Kedua lobus bawah – segmen anterior
Lobus bawah kanan – segmen lateral
Lobus bawah kiri – segmen lateral dan Lobus bawah kanan – segmen kardiak ( medial )
Kedua lobus bawah – segmen posterior
Perhatikan : bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal
Lobus bawah kanan – segmen posterior ( Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus )
Kedua lobus bawah – segmen posterior ( Dengan beberapa bantal di bawah perut )