Bab 1

36
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat si bayi sakit batuk dan pilek, perhatikan apakah napasnya sesak dan cepat. Jika ya, besar kemungkinan ia terkena bronkiolitis. Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, yaitu cabang saluran napas yang paling kecil dan paling ujung, yang bersambungan dengan alveolus (jaringan paru). "Biasanya, bronkiolitis didahului infeksi saluran napas atas akut, misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk pilek biasa hingga menjadi bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari," papar dr. Darmawan B.S. Sp.A, dari Sub-Bagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN CM, Jakarta. Menyoal penyebab bronkiolitis, berdasarkan referensi ilmu kedokteran, dikatakan, utamanya adalah virus. Adapun yang paling banyak menyerang adalah Respiratory Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di Indonesia, ungkap Darmawan, pernah dilakukan studi untuk mengetahui secara persis kuman yang paling sering menyebabkan bronkiolitis. Namun karena kemampuan diagnostik di sini terbatas, belum dapat diambil kesimpulan secara akurat. Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru- paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Apa definisi Bronkitis dan Bronkiolitis?

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat si bayi sakit batuk dan pilek, perhatikan apakah napasnya sesak dan cepat. Jika ya,

besar kemungkinan ia terkena bronkiolitis. Bronkiolitis adalah peradangan pada

bronkiolus, yaitu cabang saluran napas yang paling kecil dan paling ujung, yang

bersambungan dengan alveolus (jaringan paru). "Biasanya, bronkiolitis didahului

infeksi saluran napas atas akut, misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk

pilek biasa hingga menjadi bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari," papar dr.

Darmawan B.S. Sp.A, dari Sub-Bagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FKUI/RSUPN CM, Jakarta.

Menyoal penyebab bronkiolitis, berdasarkan referensi ilmu kedokteran, dikatakan,

utamanya adalah virus. Adapun yang paling banyak menyerang adalah Respiratory

Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di Indonesia, ungkap Darmawan, pernah

dilakukan studi untuk mengetahui secara persis kuman yang paling sering

menyebabkan bronkiolitis. Namun karena kemampuan diagnostik di sini terbatas,

belum dapat diambil kesimpulan secara akurat.

Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara

ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh

sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit

jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa definisi Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.2.2. Manifestasi klinik Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.2.3. pemeriksaan penunjang pasa Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.2.4. Faktor-faktor pencetus apa saja pada Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.2.5. perjalana penyakit pada Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.2.6. penatalaksanaan pada Bronkitis dan Bronkiolitis?

Page 2: Bab 1

1.2.7. Askep Bronkitis dan Bronkiolitis?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengerti tentang Bronkitis dan Bronkiolitis dan memahami apa yang harus dilakukan

seorang perawat untuk menangani Bronkitis dan Bronkiolitis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.3. Mengetahui definisi Bronkitis dan Bronkiolitis

1.3.4. Mengetahui Manifestasi klinik Bronkitis dan Bronkiolitis

1.3.5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pasa Bronkitis dan Bronkiolitis

1.3.6. Mengetahui Faktor-faktor pencetus apa saja pada Bronkitis dan Bronkiolitis

1.3.7. Mengetahui perjalana penyakit pada Bronkitis dan Bronkiolitis

1.3.8. Mengetahui penatalaksanaan pada Bronkitis dan Bronkiolitis

1.4. Manfaat

Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Bronkitis dan Bronkiolitis

dan memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk menangani Bronkitis

dan Bronkiolitis.

BAB 2

ISI

2.1.Anatomi Fisiologi

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke

dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa

dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil

O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran,

mengeluarkan CO2 hasil dari metabolism.

Page 3: Bab 1

a. Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan

oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara,

debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis

posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.

Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah

depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di

beberapa tempat terdapat folikel getah bening.

c. Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak

di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam

trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian

epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.

d. Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari

tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk

mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput

lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.

e. Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra

thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh

jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus

kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 –

12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan

bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.

f. Paru-paru

Page 4: Bab 1

Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung.

Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2

dikeluarkan dari darah.

2.2.Bronkitis

2.1.1. Definisi

Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi

bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau

gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. ..

Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian

dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).

Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,

tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau

bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,

Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso,

1994).

Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi

kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis

merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun

di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.

(Taussig, 1982; Rahayu, 1984).

Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya

konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil

penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.

2.1.2. Klasifikasi

a. Bronkitis Akut

Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis,

merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai. (berakhir

dalam masa 3 hari hingga 3 minggu)

Page 5: Bab 1

b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang.

Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh

berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya

selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3

bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya

(KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat

bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam

keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak

maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan

setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB. (boleh berakhir

sehingga 3 bulan dan menyerang semula untuk selama 2 tahun atau lebih).

2.1.3. Etiologi

a. Bronkitis Akut

Virus yang menyebabkan flu atau pilek seringkali menyebabkan juga bronkitis

akut. Bronkitis akut dapat disebabkan karena non infeksi karena paparan asap

tembakau karena polutan pembersih rumah tangga dan asap. Pekerja yang

terkena paparan debu dan uap dapat juga menyebabkan bronkitis akut. Alergi,

cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan

terjadinya bronkitis akut.

b. Bronkitis Kronik

Bronkitis akut dapat menyebabkan bronkitis kronik jika tidak mengalami

penyembuhan. Hal ini terjadi karena penebalan dan peradangan pada dinding

bronkus paru – paru yang sifatnya permanen. Disebut bronkitis kronis jika

batuk terjadi selama minimal 3 bulan dalam setahun di dua tahun berturut.

Yang termasuk penyebab bronkitis kronik adalah :

Spesifik:

1. Asma.

2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). .

3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi

mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

Page 6: Bab 1

4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

5. Sindrom aspirasi.

6. Penekanan pada saluran napas .

7. Benda asing .

8. Kelainan jantung bawaan .

9. Kelainan sillia primer .

10. Defisiensi imunologis .

11. Kekurangan anfa-1-antitripsin .

12. Fibrosis kistik .

13. Psikis

Non-Spesifik

1. Perokok.

2. Polusi udara dan debu

3. Gas beracun di tempat kerja

4. Gastroesophageal reflux desease (GERD). GERD adalah asam

lambung yang naik kedalam esophagus dan beberapa tetes masuk ke

saluran napas. GERD sebabkan karena lemahnya katup lambung yang

memisahkan antara lambung dan esophagus.

2.1.4. Patofisiologi

Virus

(penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia

- Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan

- Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari -

Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer -

Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri

subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru

Page 7: Bab 1

segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno

Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)

Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung “dropplet

infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia dengan gejala

atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

Aktivasi IG.E

Alergen

Virus/ bakteri memasuki tubuh (bakterimia/ viremia)

Infeksi sekunder oleh beberapa penyakit

Batuk kering, setelah 2-3 batuk mulai berdahak dan timbul lendir.

Mungkin dahak berwarna kuning (infeksi sekunder)

Peningkatan frekwensi pernafasan

Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.

Nyeri pada retrosternal

Demam

Malaise

Hipertermia

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Perubahan pola nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Page 8: Bab 1

Gangguan keseimbangan cairan

Edema mukosaà sel goblet memproduksi mukus

Peningkatan pelepasan histamin

(Purnawan Junadi; 1982; 207).

2.1.5. Manifestasi Klinis

1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)

2. Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan

3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)

4. Bengek

5. Lelah

6. Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan

7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan

8. Pipi tampak kemerahan

9. Sakit kepala

10. Gangguan penglihatan

11. Sedikit demam.

12. Dada merasa tidak nyaman.

2.1.6. Komplikasi

a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.

b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan

gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia

Page 9: Bab 1

c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.

d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia.

b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

a. Tes fungsi paru-paru

b. Gas darah arteri

c. Rontgen dada.

d. Pemeriksaan sputum selama 3x berturut-turut selama 3 hari pada pagi hari

sesudah bangun tidur.

2.1.8. Diagnosa

Diagnosis bronkitis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya

lendir. Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar

bunyi ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.

2.1.9. Pengobatan

a. Tindakan Perawatan

Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan

mengeluarakan lender

1. Berjemur dipagi hari.

2. Sering mengubah posisi.

3. Banyak minum.

4. Inhalasi

5. Nebulizer

Page 10: Bab 1

Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang

perlu

diberikan minum susu atau makanan lain

b. Tindakan Medis.

1. Jangan beri obat antihistamin berlebih.

2. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial

3. Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari

4. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

2.1.10. Pencegahan

Jika Anda telah sering mengalami serangan bronkitis atau berulang, penyebabnya

mungkin sesuatu di lingkungan Anda. Lokasi yang dingin, lembab - khususnya

dikombinasikan dengan polusi udara atau asap rokok - dapat membuat Anda lebih

rentan terhadap bronkitis akut. Ketika masalah menjadi berat, Anda mungkin perlu

untuk mempertimbangkan perubahan di mana dan bagaimana Anda hidup dan

bekerja.

Langkah-langkah ini juga dapat membantu menurunkan risiko bronkitis dan

melindungi paru-paru secara umum:

1. Hindari merokok dan menjadi perokok pasif. Asap tembakau meningkatkan

risiko bronkitis kronis dan emphysema.

2. Cobalah untuk menghindari orang-orang yang telah pilek atau flu. Semakin

sedikit Anda terkena virus yang menyebabkan bronkitis, semakin rendah risiko

Anda mendapatkannya. Hindari kerumunan orang selama musim flu.

3. Hindari keluar malam karena saat malam kondisi udara dingin dan sangat

lembab sehingga membuat bronkus mengalami vasokontriksi dan peningkatan

produksi secret.

4. Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Misalnya telur, susu, daging dan sebagainya.

Page 11: Bab 1

5. Dapatkan vaksin flu tahunan. Banyak kasus bronkitis akut hasil dari

influenza, virus. Mendapatkan vaksin flu tahunan dapat membantu melindungi

Anda dari flu, yang pada gilirannya, dapat mengurangi risiko bronkitis.

6. Tanyakan kepada dokter tentang pneumonia shot. Jika usia Anda lebih dari

60 tahun atau Anda memiliki faktor risiko seperti diabetes, penyakit jantung

dan paru-paru, perlu dipertimbangkan melakukan shot bronkitis. Selain itu,

dikenal sebagai vaksin Prevnar dapat membantu melindungi anak-anak

terhadap pneumonia. Kami menganjurkan untuk semua anak di bawah usia 2

tahun dan untuk anaku usia 2 hingga 5 tahun yang berada pada risiko tertentu

penyakit pneumokokus, seperti mereka yang memiliki kekurangan sistem

kekebalan tubuh, asma, penyakit jantung atau anemia sel sabit. Efek samping

dari vaksin pneumokokus biasanya kecil dan ringan termasuk rasa nyeri atau

bengkak di tempat suntikan. Jika Anda memiliki radang paru-paru atau lebih

lima tahun yang lalu menjalankan shot, dokter anda dapat merekomendasikan

bahwa Anda mendapatkan satu lagi.

7. Cuci tangan atau menggunakan sanitizer tangan secara teratur. Untuk

mengurangi risiko terkena infeksi virus, sering mencuci tangan anda dan

membiasakan menggunakan sanitizer tangan. Dan jangan menggosok hidung

atau mata Anda.

8. Ketika praktek, memakai masker. Jika Anda harus menghabiskan banyak

waktu di sekitar orang lain yang batuk dan bersin, ide yang baik untuk

memakai masker yang menutupi mulut dan hidung untuk mengurangi risiko

infeksi.

2.3.Bronkiolitis

2.3.1. Definisi

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan

percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.

Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.

2.3.2. Etiologi

Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang

menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus

ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya

Page 12: Bab 1

menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit yang

berat.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:

1. Usia kurang dari 6 bulan.

2. Tidak pernah mendapatkan ASI.

3. Prematur.

4. Menghirup asap rokok.

2.3.3. Patofisiologi

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk

paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting

dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat

sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel

target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi

protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV

strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan

sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring

kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui

penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring.

RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada

mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa

nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema

submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus .

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus

tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga

mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga

dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan

kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga

meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi

sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi

sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel

debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah

dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance,

Page 13: Bab 1

meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua

faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,

wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea,

asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas

berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan

dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran

udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi

aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi.

Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan

menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2

kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang

dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi

antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi

terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak

lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan

resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi ‘cumulatif

immunity’ sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih

tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4

hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari .

Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas

dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali

disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan

tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat

bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular.

Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia

muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan

terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai

delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari

perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam

sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak

tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang

menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV .

2.3.4. Manifestasi Klinis

Page 14: Bab 1

Gejalanya berupa:

1. Batuk.

2. wheezing (bunyi nafas mengi).

3. sesak nafas atau gangguan pernafasan.

4. sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen).

5. takipneu (pernafasan yang cepat).

6. retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras

untuk bernafas)

7. pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)

8. demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).

2.3.5. Diagnosa

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya

epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama

kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran

infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau

riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing. Untuk menilai kegawatan penderita

dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai

distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor

lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam

kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk

menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda

terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien

dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Kim

dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan

eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q

mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Gambaran radiologik

mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru

mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,

mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates).

Page 15: Bab 1

Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan

ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita

mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih

rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal

lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bayi-bayi dengan

bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya, berbeda dengan asma yang

mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis banding yang

tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale, pneumonia, aspirasi

benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis .

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau

bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan

waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain

yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara

imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.

2.3.6. Pengobatan

Kadang tidak perlu diberikan pengobatan khusus.

Terapi suportif terdiri dari

1. Pemberian oksigen.

2. Udara yang lembab.

3. Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lender.

4. Istirahat yang cukup.

5. Pemberian cairan.

Kadang bayi menjadi lelah dan mengalami serangan apneu (henti nafas). Jika hal ini

terjadi, dilakukanintubasi dan pemasangan ventilator.

Pada bayi yang sangat muda dan sakit berat, kadang diberikan obat anti-

virus ribavirin. Obat ini dapat mengurangi beratnya penyakit dan agar efektif harus

diberikan pada awal penyakit.

2.3.7. Pencegahan

Beberapa tindakan pencegahan pada bronkiolitis:

Page 16: Bab 1

1. Jangan membawa bayi berumur kurang dari 3 bulan ke tempat umum, terutama

jika banyak anak-anak.

2. Penderita infeksi saluran pernafasan harus mencuci tangan atau menggunakan

masker jika berdekatan dengan bayi.

2.4. System Pelayanan Kesehatan

Biasanya pasien dirujuk ke puskesmas terdekat. Jika pasien mempunyai Askes dan

Askin atau dana kesehatan lainya. Maka biaya yang di bebankan dapat di tanggung

pihak asuransi sesuai dengan jaminan yang di berikan pihak asuransi.

Jika keadaan semakin memburuk atau tidak ada perkembangan maka pasien akan

dirujuk ke rumah sakit daerah pasien dengan mendapat surat rujukan dari puskesmas.

2.5. Hasil-hasil Penelitian

PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT DENGAN CIPROFLOXACIN DIBANDINGKAN DENGAN CO AMOXYCLAVSOEGITOBagian Ilmu Penyakit ParuFakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Bronkitis kronik pada tingkat lanjut akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup

penderita akibat menurunnya faal baru. Infeksi saluran napas merupakan masalah

klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis klinis. Eksaserbasi infeksi akut

akan mempercepat kerusakan yang terjadi. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya

oleh karena infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas ciprofloxacin,

suatu antibiotika baru golongan flurokuinolon yang berspektum luas dalam mengobati

bronkitis kronik eksaserbasi akut. Untuk tujuan ini dilakukan perbandingan dengan

Co amoxyclav suatu antibiotika yang sering digunakan dan merupakan standard untuk

pengobatan bronkitis kronik eksaserbasi akut.

Penelitian bersifat uji klinik terbuka pada penderita bronkitis kronik eksaserbasi akut.

Penderita mendapatkan ciprofloxiacin oral 2 x 500 mg atau Co amoxyclav oral 3 x

500mg. Penderita yang dapat dievaluasi berjumlah 24 orang yaitu 12 orang dari

masing-masing kelompok pengobatan. Dari kelompok ciprofloxacin hasil pengobatan

yang sembuh 50%, perbaikan 41,7% dan tidak ada respon 8,3%. Pada kelompok Co

amoxyclav hasil pengobatan sembuh 33,3%, perbaikan 50% dan tidak respon 16,7%.

Disimpulkan bahwa ciprofloxacin baik untuk mengobati BKEA, demikian juga Co

amoxyclav. Tidak aad perbedaan yang bermakna antara efektivitas kedua kelompok

Page 17: Bab 1

pengobatan. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang yang mendapat

ciprofloxacin.

PENDAHULUAN

Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di

masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis

dan persisten dan progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang

sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.

Eksaserbasi infeksi akut akanbronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.

Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping

itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap mortalitas dan

morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbai, maka mortalitas juga akan

dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga

akan semakin meningkat.

Kontribusi Infeksi Terhadap Perjalanan klinis Bronkitis Kronik:

1. Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah terjadi.

2. Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh pada morbiditas dan

mortalitas.

3. Terjadi kolonisasi

4. Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan faktor predisposisi

terhadap terjadinya bronkitis kronik.

Menurut SKRT Tahun 1992, bersamaan dengan empisema dan asma, bronkitis kronik

menduduki tempat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dengan proporsi

sebesar 5,6% dari semua kematian.

Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya batuk dengan

produksi sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan

adanya peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume sputum. Semakin sering

terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru.

Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi, tetapi paparan allergen,

polutant dan merokoksigaret dapat berperan dalam perburukan bronkitis kronik.

Organisme patogen tersering adalah H.Influeza, pneumococcus dan M.Catarrhalis,

organisme partogen seperti klebsiella, mycoplasma, legionella dan gram negatif

lainnya jarang.

BKEA diklasifikasikan dalam 3 tingkatan keparahan:

Eksaserbasi type I :peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan purulensi

sputum

Eksaserbasi type II :adanya dua dari tiga gejala diatas

Page 18: Bab 1

Eksaserbasi type III :adanya satu dari tiga gejala ditambah salah satu adri (demam

37,5 , 38,50C; sakit tenggorokan dan hidung berlendir dalam 5 hari, bertambahnya

wheezing atau batuk)

Beberapa pertimbangan, pemberian antibiotik yang sesuai tehadap BKEA berdasarkan

group penderita:

Group 1: Bronkitis Akut

Group 2: Bronkitis Kronika Simpleks

Group 3: Bronkitis Kronik dengan komplikasi

Group 4: Bronkitis Kronik dengan faktor resiko lain

Group 5: Bronkiectase

Tetapi yang dianjurkan atau lebih disukai adalah dengan antibiotika oral, tetapi harus

mencapai konsentrasi yang tinggi di jaringa, ditolerensi dengan baik, berspektrum

luas dan mempunyai onset kerja yang cepat. Kondisi diatas ini dipenuhi olen

ciprofloxacin, inhibitor fluroquinolonegyrase yang spetrum anti bakterinya mencakup

gram negatif dan gram positif.

Salah satu standard di dalam pengobatan terhadap BKEA adalah amoxycilin, sering

dikombinasi dengan asam klavulanat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan

tetapi standard ini dengan ciprofloxacin.

Karena keterbatasan pemeriksaan diagnostik, dimana dengan diagnostik optimal

hanya dapat diidentifitas 50% kuman penyebab dan ini membutuhkan waktu relatif

lama, maka suatu pendekatan tetapi empirik antibiotika dibutuhkan. Perkembangan

terakhir dari beberapa jenis antibiotika yang dikombinasikan dengan informasi baru

tentang pola resistensi bakteri membuat klinis dihadapkan dengan pilihan terapi yang

membingungkan.

BAHAN DAN CARA

Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang dimaksudkan kedalam penelitian ini adalah penderita bronkitis

kronik eksaserbasi akut yang datang berobat jalan atau rawat inap di SMF Paru

RS.HAM Medan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Usia >65 tahun dan/atau tanpa penyakit penyerta: CHF, DM, Penyakit hati

kronis atau atau usia ε 65 tahun dengan/tanpa penyakit penyerta + FEV1 <50%

dari nilai atau usia ε 65 tahun dan mengalami eksaserbasi 4 x/tahun.

2. Dapat mengikuti semua prosedur pemeriksaan. Setuju ikut dalam penelitian.

Diagnosa bronkitis kronis eksaserbasi akut didasarkan atas anamnese, pemeriksaan

fisik, radiologi, laboratorium darah, laboratorium sputum serta pemeriksaan faal paru.

Penderita yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini adalah:

1. wanita hamil dan menyusui

Page 19: Bab 1

2. penderita dengan riwayat allergi terhadap obat penelitian ini.

3. penderita dengan kerusakan ginjal

4. penderita dengan riwayat atau diduga epilepsi

5. penderita dengan TB aktif

6. penderita dengan infeksi saluran nafas yang membuthkan terapi antibiotika

parental bantuan venitlasi mekanik.

CARA KERJA

Pada setiap penderita BKEA yang berobat jalan maupun yang rawat inap di SMF Paru

RS.HAM dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat, dibuat foto thorax

dan dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin, faal ginjal, faal hati dan

pemeriksaan faal paru. Dilakukan pengambilan sputum dengan cara dibatukkan

(sebelumnya disuruh kumur-kumur) untuk memperoleh bahan biakan kuman.

Secara acak penderita dibagi dalam 2 kelompok pengobatan:

Kelompok A: mendapat pengobatan ciproloxacin 2 x 500 mg setiap hari

Kelompok B: mendapat pengobatan Co amoxyclav 3 x 500 mg setiap hari.

Kepada penderita diberi catatan harian yang diisi penderita diberi catatan harian yang

diisi penderita yang meliputi perkembangan penyakit berupa jumlah sputum, warna

sputum, keluhan sesak, malaise, toleransi terhadap kerja dan kemungkinan efek

samping yang tidak diinginkan, dilakukan pemeriksaan kultur sputum pada hari

pertama, kedelapan dan keempat belas.

A. Penilaian Klinis:

Sembuh : tidak ada temuan infeksi pada akhir pengobatan,

menghilangkan gejala klinis seperti keadaan semula.

Perbaikan : berkurangnya gejala klinis selama periode pengobatan,

tetapi kesembuhan tidak komplit dari infeksi.

Tidak ada respon : tidak ada perbaikan selama pengobatan

B. Penilaian Baktriologis:

Eliminasi: Kultur negatif atau tidak ada produksi sputum pada akhir pengobatan

Reduksi: Pengurangan dalam jumlah hitung mikroba sedikitnya 1 x 10 respon klinis

sembuh atau perbaikan.

Super Infeksi: Patogen yang tidak ada pada awal pengobatan tapi timbul selam

dan/atau sesudah pengobatan disertai tanda dan gejala BKEA.

Persisten: Satu atau lebih patogen penyebab masih ada pada akhir pengobatan respon

klinis tidak membaik.

HASIL

Telah diteliti sebanyak 24 orang penderita yang dibagi menjadi 2 kelompok

coamoxyclav sebanyak 12 orang penderita. Kelomopk ciproflaxacin terdiri atas 10

Page 20: Bab 1

orang laki-laki dan 2 orang perempuan, umur berkisar 52 – 72 tahun dengan rata-rata

umur 62,25 tahun. Kelompok co amoxyclav terdiri atas 11 orang laki-laki dan 1 orang

perempuan. Semua penderita dapat dinilai.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian

1. Kaji identitas Pasien

Nama :

Tempat tanggal lahir :

Usia :

Jenis kelamin :

Nama ayah/ ibu :

Pendidikan ayah/ ibu :

Agama :

Suku bangsa :

Alamat :

Sumber informasi :

Diagnosa medis :

2. Riwayat Kesehatan Pasien

a. Keluhan Utama

1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)

2. Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan

3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)

Page 21: Bab 1

4. Bengek

5. Sedikit demam.

6. Dada merasa tidak nyaman.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Batuk-batuk diserta dengan riak dan rasa sesak. Sesak bertambah berat saat anak

lari-lari.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Asma.

2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). .

3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,

hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama.

3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

4. Pemeriksaan Penunjang

5. Analisis Data

Data Etiologi Masalah

Biasanya berisi data subjektif dan

objektif

Contoh:

DS: Ibu mengungkapkan anak

batuk disertai riak dengan

sesak sejak 2 hari yang lalu.

Alergen

Aktivasi Ig. E

Pengeluaran histamin

Organ target (saluran

Bersihan jalan

nafas

Page 22: Bab 1

DO:

- Wheezing +/+.

- Rhonci +/+.

- RR 26 x/mnt, teratur.

- Retraksi intercosta ringan.

- Pergerakan dada simetris,

irama nafas teratur.

pernafasan)

Edema mukosa

Peningkatan produksi mukus

3.2.Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema

mukosa, akumulasi mukus.

2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus atau bronkiolus.

3. Hipertermi berhubungan dengan Infeksi Virus

4. Rencana Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema

mukosa, akumulasi mukus.

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam jalan nafas bersih

dengan KH:

Pada saat bernafas tidak

menggunakan otot-otot

bantu, frekuensi nafas

dalam batas normal, suara

nafas bronchovesikuler.

Mandiri

a. Jelaskan pada klien

dan keluarga beberapa

tindakan yang dapat

dilakukan untuk

meningkatkan proses

pengeluaran sekret.

b. Anjurkan kepada

klien dan keluarga agar

memberikan minum

lebih banyak dan

hangat kepada klien.

c. Lakukan fisioterapi

nafas dan latihan

Pengetahuan yang

memadai

memungkinkan keluarga

dan klien kooperatif

dalam tindakan

perawatan.

Peningkatan hidrasi

cairan akan

mengencerkan sekret

sehingga sekret akan

lebih mudah

dikeluarkan.

Fisoterapi nafas

melepaskan sekret dari

tempat perlekatan,

Page 23: Bab 1

batuk efektif

d. Observasi:

Pernafasan (rate, pola,

penggunaan otot

bantu, irama, suara

nafas, cyanosis),

tekanan darah, nadi,

dan suhu.

Kolaborasi

a. pemberian ekspektoran.

postural drainase

memudahkan pengaliran

sekret, batuk efektif

mengeluarkan sekret

secara adekuat.

Tanda vital merupakan

indikator yang dapat

diukur untuk mengetahui

kecukupan suplai

oksigen.

Ekspektoran

mengandung regimen

yang berfungsi untuk

mengencerkan sekret

agar lebih mudah

dikeluarkan.

2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus atau bronkiolus.

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah dilakukan

asuhan

keperawatan 3x24

jam pola nafas

pasien normal

dengan KH:

1. RR = dewasa

16x-24x/menit

2. Nafas teratur.

Mandiri

1. Kaji frekuensi, kedalaman

pernafasan dan ekspansi dada.

2. Observasi pola batuk dan

karakteristik secret.

Kolaboratif

1. Berikan oksigen tambahan

2. Kecepatan biasanya

meningkat. Dispenia dan

terjadi peningkatan kerja

napas.

3. untuk mengetahui

keluarnya secret pada

saluaran nafas.

1. Memaksimalkan

bernafas dan menurunkan

kerja nafas.

3. Hipertermi berhubungan dengan Infeksi Virus

Tujuan Intervensi Rasional

Page 24: Bab 1

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 2x24

jamSuhu tubuh dalam

batas normal setelah

dengan criteria Hasil :

Suhu tubuh dalam batas

normal, tekanan darah

dalam batas normal, nadi

dan respirasi dalam batas

normal.

Mandiri

a. Jelaskan pada

keluarga tindakan

perawatan yang akan

dilakukan.

b. Berikan kompres.

c. Anjurkan kepada

keluarga dan klien

untuk minum lebih

banyak.

d. Anjurkan kepada

keluarga untuk

memakaikan baju yang

tipis dan menyerap

keringat untuk klien.

Kolaborasi

a. pemberian

antipiretik.

Pengetahuan yang

memadai memungkinkan

klien dan keluarga

kooperatif terhadap

tindakan keperawatan.

Penurunan panas dapat

dilakukan dengan cara

konduksi melalui

kompres.

Hidrasi cairan yang cukup

dapat menurunkan suhu

tubuh.

Penurunan suhu dapat

dilakukan dengan tehnik

evaporasi.

Antipiretik mengandung

regimen yang bekerja

pada pusat pengatur suhu

di hipotalamus.

3.3.Intervensi

Lakukan tindakan seperti rencana intervensi yang telah dibuat.

3.4. Evaluasi

Evaluasi Perkembangan pasien.

1. Pola nafas membaik

2. Jalan nafas bersih

3. Suhu tubuh normal.

3.5.Dokumentasi

Catat setiap tindakan yang dilakukan.

Page 25: Bab 1

BAB 4

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi

biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan

penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis,

Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994). Yang terdiri dari bronchitis

akut dan kronik.

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan

percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.

Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.

4.2.Saran

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi diharapkan untuk para

pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah ini sebagai perimbangan

pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, ECG: Jakarta.

Wikipedia, 2009. Bronkitis, http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis. di akses tanggal 28

oktober 2011 Pukul 15.00 WIB

Xamthone, 2010. Bronkitis. http://xamthone-plus.com/bronkitis. di akses tanggal 28 oktober

2011 Pukul 15.00 WIB

Ginageh, 2011. Penyakit Bronkitis. http://ginageh.wordpress.com/2011/09/30/penyakit-

bronkitis/. di akses tanggal 28 oktober 2011 Pukul 15.00 WIB

DEMO FISIOTERAPI DADA

DRAINASE POSTURAL

Page 26: Bab 1

Tinjauan Teori

Postural Drainage (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan

mempergunakan gaya berat dari sekretnya itu sendiri . Tahun 1953 Palmer dan. Sellick telah

menunjukkan manfaat PD yang disertai dengan perkusi dada untuk mencegah terjadinya

atelektasis paru setelah pembedahan . Sejak itu pula PD telah diterapkan secara intensif pada

perawatan penderita-penderita penyakit paru akut maupun kronik .

Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada

berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Dengan PD dapat dilakukan

pencegahan terkumpulnya sekret dalam saluran nafas terutama pada mereka yang tergolong

"high risk" , disamping untuk mempercepat pengeluaran cairan patologik lainnya yang

berasal dari saluran nafas maupun perenkhim paru yang viskositasnya kental Keberhasilan

dari PD sering segera dapat dirasakan oleh penderitanya, yaitu dengan adanya perbaikan

ventilasi.

PATOFISIOLOGI

Pada PD posisi penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga dari lokasi kelainan paru

terjadi pengeluaran secret dengan bantuan gaya beratnya. Pada umumnya dalam keadaan

demikian, juga dilakukan perkusi dan vibrasi. Perkusi dan vibrasi merupakan energi

gelombang mekanik yang diterapkan pada dinding dada dan diteruskan kedalam paru.

Dengan gelombang energi mekanik tersebut sekret akan bergetar dan turun. Dengan demikian

diharapkan bertambahnya pembersihan sputum dari saluran nafas oleh pengaruh gaya

beratnya serta pengaruh perkusi dan vibrasi. Setelah dilakukan PD, dalam jangka pendek

diharapkan sputum bertambah banyak "expiratory flow rate" bertambah, ventilasi bertambah,

tahanan aluran nafas berkurang, kapasitas vital bertambah serta terjadi perbaikan

oksigenisasi. Dan dalam angka panjang diharapkan pula perbaikan tanda-tanda klinik dan

foto toraks bertambah cepat, adanya perbaikan faal paru dan pertukaran gas pada alveoli.

Namun Peterson dkk dan Graham mengatakan bahwa pada kasus-kasus seperti pneumonia

atau eksaserbasi akut dari bronkhitis kronik, adanya perbaikan hal-hal tersebut diatas tidak

selalu terjadi. Dari penyelidikan mereka pada kasus-kasus seperti diatas ternyata tidak terjadi

kenaikan volume sputum, maupun hal-hal seperti pertambahan "flow rate" , resolusi yang

bertambah cepat pada foto toraks, perbaikan faal paru dan pertukaran gas.

Para sarjana mengemukakan bahwa tujuan dari penerapan PD pada kasus-kasus penyakit

paru akut maupun kronik perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab volume, viskositas dan

karakteristik dari sputum merupakan faktor yang sangat penting. Frownfelter berpendapat

bahwa PD tidak saja bisa dilakukan pada mereka yang produksi sputumnya banyak tetapi

juga pada penderita yang sputumnya sedikit PD dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

Page 27: Bab 1

akumulasi sekret agar tidak terjadi atelektasis. Dan pada penderita dengan produksi sputum

yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada. Maka dari itu PD

sebagai bentuk pengobatan mempunyai tujuan mencegah akumulasi sekret dan mengeluarkan

sekret/cairan patologik yang tertampung.

GAMBAR LOBUS DAN SEGMEN

CARA MELAKUKAN POSTURAL DRAINAGE

Untuk melakukan PD, tidak ada persiapan khusus dari penderita. Yang penting adalah perlu

diketahui lokasi kelainan pada paru serta keadaan umum penderita. Untuk mengetahui

dengan cepat perubahan klinik penderita yang mungkin terjadi selama dilakukan PD maka

sebaiknya kita yang mengerjakan PD berada di muka penderita. PD dilakukan dengan

mengatur penderita pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran

(drainage) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya disertai pengaruh perkusi dan

vibrasi dada . Posisi penderita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasi kelainan

paru adalah sebagai berikut :

1. Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untuk drainage kedua lobus atas dari

segmen apikal.

2. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage lobus

atas kanan segmen anterior, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk drainage

lobus atas kiri segmen anterior.

3. Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior.

4. Tidur pada sisi kiri dengan 3/bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan dan

lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya.

5. Tidur pada sisi kanan dengan ¾ bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus

bawah kiri segmen anterior. Letak kepala sama seperti No. 4.

6. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala

seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.

7. Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan

segmen lateral.

Page 28: Bab 1

8. Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah

kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.

9. Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala atau beberapa

bantal di bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.

10. Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4, untuk

drainage lobus bawah kanan segmen posterior.

Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapa tempat PD dapat dilakukan pada

beberapa posisi. Setiap posisi sebaiknya dilakukan selama 5 -- 10 menit. Keadaan ini bisa

diperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologik jumlahnya banyak atau kental

sehingga drainage memerlukan waktu yang lebih lama. Bila PD dilakukan pada beberapa

posisi, maka seluruh waktu untuk melakukan PD sebaiknya tidak lebih dari 40 menit supaya

tidak melelahkan penderita. Setiap hari dapat dilakukan dua kali. Pada umumnya bila PD

dilakukan untuk tujuan mengeluarkan sekret yang tertampung, maka perkusi dan vibrasi dada

serta latihan nafas termasuk didalamnya (3, 10). Perkusi atau lebih cocok dengan istilah

penepukan dan vibrasi dilakukan pada dinding dada diatas daerah paru yang diharapkan

terjadi drainage yang cepat. Penepukan dikerjakan dengan kedua telapak tangan yang

dicekungkan (seperti sedang menampung air), dilakukan bergantian kiri dan kanan, dengan

kekuatan yang sama. Kekuatan diatur supaya tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa

sakit pada penderita. Vibrasi dilakukan dengan menggetarkan telapak tangan yang diletakkan

pada dinding dada, dilanjutkan dengan penekanan sewaktu penderita mengeluarkan nafas

(11)

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

Untuk tujuan mencegah akumulasi sekret, PD dapat dilakukan pada penderita-penderita

berikut (3) : • yang melakukan tirah baring yang lama, khususnya pada mereka yang

tergolong "high risk" yaitu penderita penyakit paru kronik, penderita pasca bedah yang

mengalami imobilisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan abdomen

yang sputumnya banyak, seperti bronkhoektasis atau fibrosis.

Berikut macam-macam posisi postural drainage

Kedua lobus atas - segmen apikal

Lobus atas kanan - segmen anterior

Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan – segmen posterior ( dipandang dari depan )

Lobus atas kanan – segmen posterior – dipandang dari belakang

Lobus atas kiri – segmen posterior

Page 29: Bab 1

lobus atas kiri - segmen posterior ( posisi lain )

Lobus tengah kanan

Perhatikan : pasien ¾ bagian badannya terlentang.

Lingula ( dipandang dari belakang )

Kedua lobus bawah – segmen anterior

Lobus bawah kanan – segmen lateral

Lobus bawah kiri – segmen lateral dan Lobus bawah kanan – segmen kardiak ( medial )

Kedua lobus bawah – segmen posterior

Perhatikan : bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Lobus bawah kanan – segmen posterior ( Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus )

Kedua lobus bawah – segmen posterior ( Dengan beberapa bantal di bawah perut )