BAB 1-3

52
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri. Masalah yang sering terjadi adalah mengenai diagnosis KET, dimana tidak semua pusat kesehatan di negara ini mempunyai fasilitas pencitraan serta dalam menghadapi pasien yang datang dengan keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter, terutama primary-care physician, segera memikirkan KET sebagai salah satu diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 adalah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi 1

description

ket

Transcript of BAB 1-3

Page 1: BAB 1-3

BAB I

PENDAHULUAN 

 

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang

disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang

bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terganggu

merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama.

Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat

diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang.

Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama

dalam bidang obstetri.

Masalah yang sering terjadi adalah mengenai diagnosis KET, dimana tidak

semua pusat kesehatan di negara ini mempunyai fasilitas pencitraan serta dalam

menghadapi pasien yang datang dengan keluhan maupun tanda KET, tidak semua

dokter, terutama primary-care physician, segera memikirkan KET sebagai salah satu

diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan terapi yang

adekuat.

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian

kehamilan ektopik pada tahun 1987 adalah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara

26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28

sampai 1:329 tiap kehamilan.

Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen

akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak

khas, sehingga menyulitkan diagnosis. Perlu diingat bahwa setiap wanita dalam masa

reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah

perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET.

Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani

secara adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit

tersebut. Hal yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum

maupun dokter spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-

tanda KET, sehingga penderita dapat segera tertangani.  

1

Page 2: BAB 1-3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal

endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri.

Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan

ektopik. Kehamilan Ektopik Tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang

disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri

abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada

tuba fallopii, ovarium dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang

abnormal (kornu, serviks).2,3

Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena

kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam

uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi

pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba

tidak sama dengan kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan

ektopik yang paling sering dijumpai.3,4

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,

kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan

abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5 Sebagian

besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%, pars ismika

12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium 2

Page 3: BAB 1-3

(0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang

rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk

mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat

timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan

kehamilan ektopik terganggu.1 

Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika

Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992

di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh

kehamilan. Kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan

kehamilan. Di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,

angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan

atau 1 diantara 26 persalinan.

Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik

berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih

tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di

Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan

ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk

3

Page 4: BAB 1-3

mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar

10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.

2.3 Etiologi

Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum

dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami

kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya,

riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus

yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang

untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran

genital dan berganti-ganti pasangan seksual. Risiko rendah ditemukan pada wanita yang

merokok dan dengan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering

adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti

infeksi gonokokal, klamidia atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis

puerperium.5

Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.

Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan

membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot

polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan

hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan

terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya

kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan

insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD dan

induksi ovulasi.8

Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba.

Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum

uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba dan faktor kelainan tuba lainnya yang

mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8

The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF

Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %

untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote

Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4

4

Page 5: BAB 1-3

Gambar.3 Kehamilan Ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:

a.) Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang

telah dibuahi ke kavum uteri.

1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan

arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan

kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi

dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Pada laporan

klasik Westrom, wanita dengan riwayat salpingitis (yang dikonfirmasi

dengan laparoskopi) mempunyai risiko 4 kali lipat untuk menderita

kehamilan ektopik. Bukti infeksi Klamidia (antibodi dalam sirkulasi)

berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko kehamilan ektopik.

2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,

apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan

penyempitan lumennya.

3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan

hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.

4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan

ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15

5

Page 6: BAB 1-3

persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis

yang terjadi sebelumnya.

5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki

patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi.

Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko

kehamilan ektopik yang lebih tinggi. Wanita dengan kehamilan ektopik yang

dilakukan pembedahan konservatif mempunyai risiko 10 kali lipat untuk

mengalami kehamilan ektopik berikutnya.

6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko

terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali

menjalani abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah

menjalani abortus induksi sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini

kemungkinan akibat peningkatan insiden salpingitis.

7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan

pada adneksa.

8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini

telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa

penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko

kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan.

Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa

pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 % untuk mengalami

kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan

kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil maka kehamilannya

kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 % kehamilan

pada pemakai IUD adalah ektopik.

b.) Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah

dibuahi ke dalam kavum uteri

1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada

kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi

hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko

terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita

dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi

6

Page 7: BAB 1-3

kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat

saluran tuba atau oviduk akibat migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-

sifat invasif blastokis sementara masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini

mungkin bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan

ektopik pada manusia.

2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya

kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan

menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat

mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum

tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini tidak

banyak.

3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar

estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas

reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan

benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan

insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat

kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin. Juga dilaporkan

peningkatan insiden kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara

para wanita yang pernah mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES)

intrauteri. Kejadian ini mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas

tuba daripada oleh abnormalitas strukturnya.

c.) Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.

Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.

Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis

dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai.

 

2.4 Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada

nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya

telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi

7

Page 8: BAB 1-3

interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi

tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai

desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak

sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan

janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan

tebalnya dinding tuba.1

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena

tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh

secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur

kehamilan antara 6-10 minggu.1,3

Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada

kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang

lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke

dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan

namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat

dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit

namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5

Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen

tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars

ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada

pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus

berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.

8

Page 9: BAB 1-3

Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan

(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.

Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel

retrouterina.1

Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

2.5 Patologi

Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum

graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah

pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang

disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,

hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-

lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya

ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan

yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua

yang degeneratif.1

2.6 Gambaran Klinis

Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu

amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Gejala ini umumnya

terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami

ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks

dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal

9

Page 10: BAB 1-3

digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut

dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah

yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta seperti

perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala vertigo

hingga sinkop.

Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam,

khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks

posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya

benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi

diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi

mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup

banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi

pada saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat

inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh

berbaring terlentang.

Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut diatas,

diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda kehamilan

ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau

ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan umum

penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik

sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai

terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6

Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai

ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9:

a. Nyeri perut

Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada

kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bias terjadi

baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri

tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur

tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat

disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada abortus

tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat

pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke

10

Page 11: BAB 1-3

bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang

diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel

retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.

b. Perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14 hari

setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin

plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun bila

dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan

mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal

dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya

sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau terus menerus .

Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta

mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

c. Amenore

Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba

dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat

bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum

haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai

penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat

kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan

pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal,

dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan

diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan

dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu

mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah

pasien merasa bahwa haidnya abnormal.

d. Tekanan darah dan denyut nadi

Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap

perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi.

11

Page 12: BAB 1-3

Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali/menit),

pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit), cemas, kesadaran

menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung terus dan terjadi

hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400

wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok.

e. Perubahan uterus

Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh

hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi

pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada

kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan

hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa

ektopik tersebut.

f. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)

Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul.

Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa

berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya

infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu

massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa pelvis

disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan

kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.

g. Gangguan berkemih

Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum

oleh darah di dalam rongga perut.

h. Suhu tubuh

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan

menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium

dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya

infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara

12

Page 13: BAB 1-3

kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut,

suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.

i. Pada pemeriksaan dalam

Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai

pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami

ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.

j. Hematokel pelvis

Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang

terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen

tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan

bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan

berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan

akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya

akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan.

Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau

mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling

sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan

akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan

beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan

kasus yang tidak khas.4,5,6

Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan

mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-

gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6

k. Gambaran gangguan mendadak

Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba

penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering

muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama

kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga

ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan

intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan

13

Page 14: BAB 1-3

nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar

disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.

l. Gambaran gangguan tidak mendadak

Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus

tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita

mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan

adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda

anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung

karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang

kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat

menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita

juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus, setelah seminggu

merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh

pengeluaran jaringan desidua.

m. Gambaran gangguan atipik

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik

atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak

jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu

pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan

demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis

kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang

terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya

Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk

mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin

pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka

14

Page 15: BAB 1-3

kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada

pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,

biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat

setelah 24 jam 4,5,6.

b. Perhitungan leukosit

Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan

sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda

perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan

infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya

menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5,6

c. Tes kehamilan

Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang

lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes

yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif

tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian

hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan

menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah

bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8

Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang

paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin

yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan

kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil positif yang

besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8

Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu

panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai

normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan

mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya

dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga

didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran

kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil

yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka

15

Page 16: BAB 1-3

menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan

produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti

yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut

mengakui bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48

jam dan bahwa hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita

normal sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita

normal.6

Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam

hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang

doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48

jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal

kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan. 5

2. Ultrasonografi (USG)

USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.

Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG

transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal.

Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi

kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.

Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang

dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8

Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada

permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah

menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan

ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk

sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5

minggu setelah menstruasi terakhir.

Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.

Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah

konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8

Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat

didalam uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus

sudah bisa dilihat dengan USG abdominal.11

16

Page 17: BAB 1-3

USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain

sebagai berikut :11

1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah

sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan

echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac, atau

keduanya.

2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar

dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.

3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak

diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau

keduanya.

USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.

Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat

menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya

aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang

tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal

kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal

mungkin.6,8

17

Gambar 6b. Garis merah - bagian luar uterus, hijau - uterus, kuning - kehamilan ektopik. Cairan dalam uterus yang dilingkari warna biru disebut dengan “pseudosac"

Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba

Page 18: BAB 1-3

]

3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG

Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG

serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan

dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat

kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4

a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di

dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan

normal pada dasarnya bisa dipastikan.

b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,

maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang

dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.

c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri

jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan

terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat

ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus

dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.

d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong,

tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat

kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG

abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia

18

Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan ektopik

Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm (diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.

Page 19: BAB 1-3

kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek

kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami

abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk

kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan

adanya kehamilan ektopik.

4. Kuldosintesis

Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam

kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan

tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat

forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi

cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini

mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan

ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur

dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.

Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita

dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas

kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah

dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan

tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan

atau tanpa ruptur.4

5. Kadar serum progesteron

Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik

lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan

lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari

penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25

ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar

progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.

Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada

kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia

pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL

mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai

19

Page 20: BAB 1-3

100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang

dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa

dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.

6. Kuretase uterus

Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang

menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus,

kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG

yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya

dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang

mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya

menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat

mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan

kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena

ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan

untuk konfirmasi.4,6,8

7. Laparoskopi

Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada

organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang

disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya

untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan

cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi

yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang

berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada pembedahan.

Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila terdapat

inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang,

pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan

laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis

definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai

jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk

menyuntikkan kemoterapi 4.

20

Page 21: BAB 1-3

8. Laparotomi

Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat

kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis

daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan

pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan

diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah

dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat

laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun

dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen

yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila penderita

secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya 4. 

Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg

2.8 Diagnosis

Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang1-8

21

Page 22: BAB 1-3

1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri

perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak

spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta

kadang-kadang gangguan defekasi.

2. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat

dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab,

nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.

b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri

ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.

c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan

dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang

sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol

oleh karena terisi darah.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium, kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes

kehamilan

b. USG

c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG

d. Kuldosintesis

e. Kadar progesteron

f. Kuretase uterus

g. Laparoskopi

h. Laparotomi

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus

iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai,

serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir

22

Page 23: BAB 1-3

sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai

berikut:4,5,6,7,8,10

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang

setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat

diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET

serta tes kehamilan negatif. 

2. Abortus iminens atau insipiens

Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak

dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah

median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping

atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.

3. Ruptur korpus luteum

Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan

pervaginam, serta tes kehamilan (-).

4. Torsi kista ovarium dan apendisitis

Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan

perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat

daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada

gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney. 

2.10. Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:

1. Segera dibawa ke rumah sakit

2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan

hipovolemia.

3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang

dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan

tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada

kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan

histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada

23

Page 24: BAB 1-3

kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat

sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak

dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan

dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk

mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau

tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap

terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini,

penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi

menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba.

1. Salpingektomi

2. Ooforektomi ipsilateral

3. Sterilisasi

4. Menyelamatkan tuba fallopi

Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:

a.) Salpingostomi

Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan

panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal

tuba fallopi.

b.) Salpingotomi

Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi

langsung di daerah implantasi ektopik.

c.) Reseksi segmental dan anastomosis

Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur

dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi

kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan

lumen tuba yang kecil ini.

d.) Evakuasi fimbria

Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan

untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau

“mengisap” implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini

tidak dianjurkan karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik

rekuren yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi.

24

Page 25: BAB 1-3

4. Methotrexate sistemik

Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada

pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid

pada orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid

reduktase, sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat

(bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama

sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan

perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif

25

KEHAMILAN EKTOPIKKEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu (Observasi KE)

Tidak terganggu (Observasi KE)

Terganggu (Curiga KET)

Terganggu (Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Obs 24 jam T/N/R/Keluhan/Hb

MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Obs 24 jam T/N/R/Keluhan/Hb Akut (KET) Douglas

Punctie (KP)

Akut (KET) Douglas Punctie (KP)

Kronik

(Hemato cele)

Kronik

(Hemato cele)

GS (+) Intra Uteri

GS (+) Intra Uteri

GS (-) / PPT (-)

GS (-) / PPT (-)

GS (+) Extra Uteri

GS (+) Extra Uteri

GS (-) / PPT (+)

GS (-) / PPT (+)

Bukan KEBukan KE Laparotomi/Proof

Laparotomi

Laparotomi/Proof

Laparotomi

Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Page 26: BAB 1-3

seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel

mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap

efek dari MTX.5

Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan jika

kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6

minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-

hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval,

1995). Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998),

kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan

ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4

Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik,

yaitu sesuai dengan hal-hal berikut :4

1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada

kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.

2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau

pembedahan.

3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.

4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan

pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.

5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan

seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin

prenatal.

Dosis MTX :4

1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4

dan 7

Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.

Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari

pertama.

Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan

hitung sebagai hari pertama.

Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung

persisten setelah 3 dosis MTX.

26

Page 27: BAB 1-3

2. Dosis variable :

MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7

Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8

Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam,

atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.

Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek

samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping

yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1

%). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga

menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat

induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara

lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. 1,4,5,6,8,10 Komplikasi

yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten .

Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah

dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan

pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui

laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya

angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan

lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping

berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan

hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,

tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan

memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15

mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8  

2.12 Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis

dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan

kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami

27

Page 28: BAB 1-3

kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.

Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah

mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka

kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang

dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,

sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8

Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan

melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami

kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,

dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6 

28

Page 29: BAB 1-3

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS

Nama : Ny. D.P

Umur : 33 tahun

Alamat : Pringapus 4/3

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

MRS : 25 Oktober 2015 pukul 21.55

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri di bawah pusar sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Satu minggu SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut di bawah pusar.

Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, dirasakan seperti

tertusuk dan terjadi terus menerus hingga pasien masuk rumah sakit. Nyeri tidak

hilang dengan perubahan posisi badan sehingga mengakibatkan pasien tidak dapat

berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya oleh

pasien. Pasien juga mengeluhkan keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak

pagi hari (25 Oktober 2015), sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan serta keluar

terus menerus. Pasien juga mengeluh merasa lemas sejak kemarin malam hingga

tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Kepala dirasakan sedikit pusing dan

pandangan kadang-kadang berkunang-kunang. Keluhan mual tanpa disertai

muntah juga dirasakan oleh pasien sejak awal kehamilannya terutama dirasakan di

pagi hari. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Riwayat penyakit sebelumnya

seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, riwayat penyakit jantung serta riwayat

operasi disangal.

29

Page 30: BAB 1-3

Riwayat Obstetrik

I. Abortus bulan Desember 2014

II. Hamil ini

Riwayat Menstruasi

Menarche : 14 tahun HPHT : 20 Agustus 2015

Siklus haid : 28 hari HPL : 27 Mei 2016

Lama : 5 hari

Riwayat Pernikahan

Satu kali, sejak tahun 2001

Riwayat KB

Tidak pernah menggunakan KB

Riwayat ANC

Belum pernah memeriksakan kandungan yang sekarang baik di bidan maupun

dokter, USG (-)

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present:

Kondisi Umum : Tampak sakit sedang (lemah)

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Status Generalis:

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

THT : Kesan dalam batas normal

Leher : KGB tidak teraba membesar

Mulut : Mukosa lebab, sianosis (-)

Thoraks : Jantung = BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

30

Page 31: BAB 1-3

Paru = VBS +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, BU (+) normal,

Ekstremitas : Akral hangat, lembab (+) , odem (-), CRT <3 detik, sianosis (-)

Status Ginekologi :

- Inspeksi Vagina : Flx (+), fl (-), P (-), livide (+)

- VT :

Porsio : Flx (+), fl (-), pembukaan (-), nyeri

goyang

minimal

CU : AF b/c > N

AP : massa -/-, nyeri +/+

Cavum Douglas : menonjol, nyeri +

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.) Hasil laboratorium tanggal 25 Oktober 2015

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 10,7 g/dL 12,5-15,5 g/dL

Leukosit 13.100 4000-10.000

Hematokrit 30,7% 35-47%

Eritrosit 3,48 juta 3,8-5,4 juta

MCV 88,2 mikro m3 82-98 mikro m3

MCH 30,7 pg ≥ 27 pg

RDW 12,9% 10-16%

Trombosit 215.000 150.000-400.000

Golongan Darah O -

HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

b.) Pungsi Kavum Douglas (kuldosintesis): tidak dilakukan

c.) Tes Kehamilan: PPT (+)

d.) Ultrasonografi (-)

31

Page 32: BAB 1-3

3.5. DIAGNOSIS BANDING

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Abortus imminens

3.6. DIAGNOSIS KERJA

G2P0A1 UK 8 minggu dengan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

3.7. PENATALAKSANAAN

a.) Terapi

- Infus RL 28 tetes/menit

- Laparatomi cito

- Cefotaxim 2 g IV

- Persiapan darah

b.) Monitoring

- Keluhan

- Tanda-tanda vital

c.) Informed Consent

Menginformasikan kepada pasiendan suami tentang kondisi pasien

termasuk diagnosa, rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko

dari tindakan yang akan dilakukan.

3.8 PERJALANAN PENYAKIT

Follow up di ruangan

Tgl S O A P26-10-15

Nyeri perut (+),BAB (-),Terpasang kateter BAK (+) Flatus (-),

St presentTD : 100/60N : 83 x/mntRR : 18 x/mntS : 37,5°CSt general: dbnSt ginekologiAbdomen: Distensi (-), BU

G2P0A1 UK 8 minggu dengan suspek KET

Bed RestPro Laparotomi eksplorasi KET

32

Page 33: BAB 1-3

(+) N, Nyeri tekan (+),

27-10-15

Nyeri luka op. (+),Flatus (+),BAB (-),BAK (+), nyeri pada epigastrium, keluar darah dari vagina konsistensi encer

St presentTD : 90/60N : 80 x/mntRR : 20 x/mntS : 35,9°CSt general: dbnSt ginekologiAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (+), Luka operasi terawat

DR: Pkl. 09.22WBC : 11.7rbHb : 11,0RBC : 3,72jtPlt : 205rbHt : 33,3%

Post op. Laparotomi KET H+1

IVFD RL 20 tpm dengan ketorolacCefadroxil 2 x 1 Asam mefenamat 3x1Metronidazole 3x1

28-10-15

Nyeri perut (+), BAB (+), BAK (+)

St presentTD : 110/80N : 80 x/mntRR : 20 x/mntS : 36,5°CSt general: dbnSt ginekologiAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (-), Luka operasi terawat

Post op. Laparotomi KET H+2

IVFD RL 20 tpm dengan ketorolacTranfusi PRC 1 kolf Cefadroxil 2 x 1 Asam mefenamat 3x1Metronidazole 3x1

29-10-15

Nyeri perut (+) berkurang

St presentTD : 110/80N : 80 x/mntRR : 18 x/mntS : 36,5°CSt general: dbnSt ginekologiAbdomen: Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (+) berkurang,

Post op. Laparotomi KET H+2

Aff infusCefadroxil 2 x 1 Asam mefenamat 3x1Metronidazole 3x1

BLPLKontrol poli obgyn

33

Page 34: BAB 1-3

Luka operasi terawat

34

Page 35: BAB 1-3