awal 12

download awal 12

of 32

Transcript of awal 12

18

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangCerebrovascular accident (CVA) merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai (Muttaqin, 2012 : 234). Stroke adalah salah satu penyakit saraf yang cukup memprihatinkan, karena penyakit ini juga disebut serangan otak atau brain attack yang merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyebab kecacatan utama di Indonesia (Tabrani, 2008 : 198).Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. kejadian stroke hemoragik sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke hemoragikadalah 275.000 kasus. Menurut data dari rekam medik RSUD Genteng pada tahun 2011 prevalensi stroke sekitar 683 kasus, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 732 kasus dan pada tahun 2013 sebanyak 754 kasus.Suplai darah ke otak dapat berubah makin lambat maupun makin cepat karena terjadi gangguan yaitu trombus yang berasal dari plak arterosklerosis atau darah beku pada area yang stenosis atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam pembuluh darah (Muttaqin, 2008 : 240). Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis yang menyebabkan dilatasi bahkan pecah atau ruptur pada aneurisma dan ruptur arteri sklerotik sehingga terjadi perdarahan pada otak (Hartwig, 2005 : 1119). Perdarahan dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan spasme arteri, spasme serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat mengakibatkan perubahan pada perfusi jaringan cerebral (Batticaca, 2008 : 57).Prinsip penatalaksanaan stroke hemoragik adalah menghentikan perdarahan yang terjadi di pembuluh darah otak untuk mencegah terjadinya kematian dan kecacatan secara permanen (Widagdo, 2008 : 234). Terapi pembedah merupakan salah satu pilihan terapi untuk stroke hemoragik dengan perdarahan otak yang sangat luas (Sidharta, 2008 : 260). Sedangkan untuk reperfusi dapat diatasi dengan pemberian osmotik diuretik untuk menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan semua isi air dan volume cairan serebro spinal dan dengan menurunkan volume darah berhubungan dengan vasokonstriksi. Osmotik diuretik juga meningkatkan perfusi serebral dengan menurunkan viskositas darah atau dengan mengubah reaksi sel darah merah (Campbel, 2005 : 6001) .Berdasarkan data dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus kedalam penulisan ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Cedera Kepala Berat Diruang Bedah di RSUD GENTENG-BANYUWANGITAHUN 2014.B. Rumusan MasalahBagaimana Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien Cedera Kepala Berat Diruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Genteng Banyuwangi tahun 2014?C. Tujuan 1. Tujuan UmumMahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Genteng Banyuwangi Tahun 2014?2. Tujuan khususMahasiswa mampu :a. Mengkaji Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.b. Merumuskan diagnosa Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.c. Merencanakan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.d. Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.e. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.D. Sistematika PenulisanSistematika penulisan pada proposal ini meliputi:1. Bagian awal terdiri: halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan.2. Bab 1 pendahuluan : pada bab ini membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, sistematika penulisan, pengumpulan data.3. Bab 2 Tinjauan kepustakaan : pada bab ini membahas tentang konsep cedera kepala, konsep oksigenasi dan konsep asuhan keperawatan cedera kepala.4. Bagian akhir terdiri dari : daftar pustaka, penutup dan lampiran.E. Pengumpulan Data1. Observasi Yaitu dengan cara mengamati langsung keadaan klien melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi pada pasien cedera kepala untuk mendapatkan data objektif.

2. WawancaraYaitu pengumpulan data dengan melakukan komunikasi lisan yang didapat secara langsung dari klien (autonamnesa) dan keluaraga (alloanamnesa) untuk mendapatkan data subjektif.3. Studi dokumentasiYaitu pengumpulakan data yang didapatkan dari buku status kesehatan klien yaitu meliputi catatan medic yang berhungan dengan klien.4. Studi kepustakaanDilakukan dengan cara penggunaan buku-buku sumber untuk mendapatkan landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi, sehingga dapat membandingakan teori dengan fakta di lahan praktik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Konsep teori1. DefinisiStroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, kapiler (Muttaqin, 2012 : 237)2. EtiologiMenurut Muttaqin (2008:236), penyebab stroke hemoragik adalah perdarahan otak yang terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi adalah:a. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.d. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk ke vena.e. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

3. Faktor-faktor resiko strokePathway Keperawatan Stroke Hemorogic

Aneurisma, malformasi, arterovenous

9. Ketidak mampuan perawatan diri (ADL)8. Resiko kerusakan intregitas kulit4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhIntake nutrisi tidak adekuatGambar 2.1 Patofisiologi Stroke Hemoragic ke masalah keperawatan (Muttaqin, 2008 : 241)5. Gangguan eliminasi alvi dan urinePenekanan jaringan setempatPenurunan tingkat kesadaranKelemahan fisik7. Kerusakan komunikasi verbal1.Ketidakefektifan bersihan jalan nafasDisfungsi kandung kemih dan saluran pencernaanKemampuan batuk menurun, produksi sekret meningkatDisartria, disfasia, afasia, apraksiaDisfungsi bahasa dan komunikasiStroke hemoragic(cerebrovaskular accident)Perembesan darah kedalam parenkim otakPenekanan jaringan otakInfark otak edema dan herniasi otak2. Gangguan pola nafasKomaDepresi saraf kardiovaskuler dan pernafasanHerniasi falks serebri dan foramen magnumKompresi batang otak6. Kerusakan mobilitas fisikHemiplegi dan hemiparesisKehilangan kontrol volunterTekanan intrakranial meningkat3. Penurunan perfusi jaringan cerebralInfark serebral

4. Maniefestasi klinisMenurut Batticaca (2008 : 58) Gejala klinis pada stroke hemoragic berupa :a. Perdarahan intraserebral1) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah.3) Mual atau muntah pada permulaan serangan.4) Hemiparesis atau hemiplegi terjadi sejak awal serangan.5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari 1/2 jam 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam-19 jam).b. Perdarahan subarakhnoid1) Nyeri kepala hebat dan mendadak.2) Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.3) Ada gejala atau tanda meningeal.4) Papiledema terjadi bila pada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.Gejala klinis pada stroke akut berupa :1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak,2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara),5) Disartria (bicara pelo atau cadel),6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),7) Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).B. Konsep asuhan keperawatan cedera kepala1. Pengkajiana. IdentitasSerangan stroke hemoragic sering terjadi pada usia 20-60 tahun, prevalensi antara pria dan wanita sama (Batticaca, 2008 : 58) .b. Alasan masuk rumah sakitBiasanya klien dibawa kerumah sakit dengan alasan penurunan kesadaran secara mendadak (Muttaqin, 2008 : 242).c. Keluhan utamaKelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran (Widagdo dkk, 2008 : 87)d. Riwayat Kesehatan1) Riwayat Kesehatan Sekarang : Serangan stroke hemoragic seringkali berlangsung sangat mendadak saat klien sedang melakukan aktivitas. Selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan otak lain dapat juga terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar (Muttaqin, 2008 : 242). 2) Riwayat Penyakit Sebelumnya : Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok dan konsumsi alkohol (Muttaqin, 2008 : 243).3) Riwayat Penyakit Keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008 : 243).e. Pemeriksaan Fisik1) KeadaanUmum : Umumnya mengalami penurunan kesadaran berkisar pada tingkat letargi, stupor, sampai koma (Muttaqin, 2008 : 244).2) Tanda-tanda Vital : Tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi, pernafasan meningkat jika terjadi gangguan pada saraf pernafasan maupun jalan nafas (Muttaqin, 2008 : 244).3) Body Sistema) Sistem PersyarafanTingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa sampai koma (Muttaqin, 2008 : 245).Pengkajian Fungsi Serebral :(1) Status Mental : Pada klien stroke biasanya penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik dan status mental klien mengalami perubahan (Muttaqin, 2008 : 245).(2) Fungsi Intelektual : Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung, kalkulasi dan brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata (Muttaqin, 2008 : 245).(3) Kemampuan Bahasa : Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, disartria (kesulitan berbicara) (Muttaqin, 2008 : 245).(4) Lobus Frontal : Lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasiDepresi dan masalah psikologis lain juga umum terjadi dalam program rehabilitasi mereka. (Muttaqin, 2008 : 245).(5) Hemisfer : Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi (Muttaqin, 2008 : 245).Pengkajian Saraf KranialMenurut Muttaqin (2008, 246), Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.(1) Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.(2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial).(3) Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.(4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.(5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.(6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.(7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.(8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.(9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.b) Sistem persepsi sensoriTerjadi disfungsi persepsi visual, Gangguan hubungan visual-spasial, dan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit (Muttaqin, 2008 : 246).c) Sistem PernafasanPada inspeksi didapatkan klien batuk, terdapat peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan, terdapat bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma (Muttaqin, 2008 : 244).d) Sistem KardiovaskulerPengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg) (Muttaqin, 2008 : 244).e) Sistem GastrointestinalDidapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Muttaqin, 2008 : 248).f) Sistem UrologiSetelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril (Muttaqin, 2008 : 248).g) Sistem ReproduksiTerjadi penurunan gairah seksual akibat kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis (Muttaqin, 2008 : 248).h) Sistem MuskuloskletalDisfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin, 2008 : 248).i) Sistem IntegumentPada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik (Muttaqin, 2008 : 248).j) Sistem EndokrinTidak ada gangguan pada sistem endokrink) ImunTidak ada gangguan pada sistem imun

f. Pemeriksaan DiagnostikMenurut Widagdo dkk (2008 : 87) pada pasien dengan stroke hemoragic dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik sebagai berikut :1) Angiografi serebral : Menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.2) Lumbal pungsi : Terdapat tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah, peningkatan jumlah protein, hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif.3) CT scan : Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.4) MRI (Magnetic Imaging Resonance) : Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.5) USG Doppler : Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).6) EEG : Menunjukkan masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.7) Pemeriksaan kimia darah : Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali selain itu juga dapat terjadi peningkatan kolestrol LDL.g. PenatalaksanaanMenurut Tarwoto dan Wartonah (2007, 199) dan Batticaca (2008, 62), penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan 2) Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf.3) Berusaha mempertahankan saluran nafas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.4) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.5) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.6) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi.7) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh daraha) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.(2) Antagonis untuk pemecahan permanen : Gordox dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhari IV, Contical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU X 2 per hari selama 5-10 hari.b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg 4 kali perhari IV sampai 10 hari8) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.2. Diagnosa keperawatanMenurut Arif muttaqin (2008 : 253-254), diagnosa yang bisa muncul pada pasien stroke hemoragic adalah :a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran1) Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan secret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih2) Batasan karakteristika) Subjektif : Dispneab) Objektif : Suara nafas tambahan (seperti rales, crackle, ronchi dan mengi), perubahan irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak efektif, sianosis, ortopnea, gelisah, sputum berlebih.3) Factor yang berhubungan : Spasme jalan nafas, secret di bronki, eksudat di alveoli, mucus berlebih, retensi secret.b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan diotak 1) Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan vebtilasi yang tidak adekuat2) Batasan karakteristika) Subjektif : Dispnea, nafas pendekb) Objektif : Perubahan pekskursi dada, bradipnea, penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi, nafas cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi memanjang, kecepatan ekspirasi, taakipnea, penggunaan otot bantu assesoris untuk bernafas.3) Factor yang berhubungan : Deformitas dinding dada, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, kerusakan muskuluskeletal, imaturitas neurologis, disfungsi neuromuscular, kerusakan persepsi atau kognitif, cedera kepala dan medulla spinalisc. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubugan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, edema otak1) Definisi : Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi kejaringan pada tingkat kapiler2) Batasan karakteristika) Subjektif : -b) Objektif : Perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, paralisis, ketidaknormalan dalam berbicara.3) Factor yang berhubungan : Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, perubahan konsentrasi hemoglobin dalam darah, gangguan pertukaran, hipervolemia, hipoventilasi, hipovolemia, gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler, gangguan aliran arteri atau vena.d. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan1) Definisi : Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.2) Batasan karakteristika) Subjektif : Nyeri abdomen, menolak makan, indigesti (non NANDA International), persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa, melaporkan kurangnya makan.b) Objektif : Pembuluh kapiler rapuh, diare, adanya bukti kekurangan makan, bising usus hiperaktif,membran mukosa pucat, tonus otot buruk, kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah.3) Factor yang berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis, psikologis atau ekonomi.e. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan disfungsi saluran perncernaan1) Definisi : Penurunan frekuensi defekasi yang disertai pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering2) Batasan karakteristika) Subjektif : Nyeri abdomen, nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot yang dapat dipalpasi, anoreksia, perasaan penuh atau tekanan pada rektum, kelelahan umum, sakit kepala, peningkatan tekanan abdomen, indigesti, mual, nyeri saat defekasi.b) Objektif : Tampilan atipikal pada lansia, darah merah segar menyertai pengeluaran feses, perbahan pada suara abdomen (borborigmi), perubahan pada pola defekasi, penurunan frekuensi, penurunan volume feses, distensi abdomen, feses yang kering, keras dan padat, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, pengeluaran feses cair, massa abdomen dapat dipalpasi, bunyi pekak pada perkusi abdomen, adanya feses seperti pasta directum, flatus berat, mengejan saat defekasi, tidak mampu mengeluarkan feses, muntah3) Faktor yang berhubungan : Kelemahan otot abdomen, kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi, aktifitas fisik yang tidak memadai, kebiasaan defekasi yang tidak teratur, perubahan lingkungan baru-baru ini, depresi, stress emosi, konfusi mental.f. Kerusakan mobilitas fisik berhubugan dengan hemiplegi dan hemiparese1) Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan tertentupada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas2) Batasan karakteristik :a) Subjektif : -b) Objektif : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balikkan posisi tubuh, perubahan cara berjalan, keterbatasan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan halus, gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi, melambatnya pergerakan3) Faktor yang berhubungan : Gangguan kognitif, penurunan kekuatan, kendali atau massa otot, gangguan muskuluskeletal, gangguan neuromuskular, gangguan sensori persepsi.g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pada area bicara di hemisfer otak1) Definisi : Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol (segala sesuatu yang memiliki atau menghantarkan makna)2) Batasan karakteristik :a) Subjektif : -b) Objektif : Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam kehadiran tertentu, kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal, kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat, kesulitan dalam mengkomprehensifkan dan mempertahankan pola komunikasi yang biasanya, tidak ada atau tidak dapat berbicara, disorientasi dalam waktu, ruang, dan orang, ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggunakan ekspresi tubuh atau wajah, verbalisasi yang tidak sesuai, bicara pelo, gangguan parsial atau total, kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata-kata.3) Faktor yang berhubungan : perubahan pada sistem saraf pusat, gangguan persepsi, tumor otak, penurunan sirkulasi di otak, kondisi emosi.h. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama1) Definisi : Kulit beresiko terhadap kerusakan2) Faktor resiko : Zat kimia, ekskresi dan sekresi, usia ekstrem atau tua, kelembapan, hipertermia, hipotermia, faktor mekanis (friksi, penekanan, restrain), kelembapan kulit, imobilisasi fisik, radiasi, perubahan pigmentasi, perubahan turgor kulit, faktor perkembangan, ketidakseimbangan nutrisi, faktor imunologis, gangguan sirkulasi, gangguan status metabolik, gangguan sensasi, faktor psikogenik, penonjolan tulang.3. Intervensi keperawatanBerdasarkan intervensi keperawatan menurut NANDA (2013), antara lain :a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputumTujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification) :1) Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif2) Menunjukkan status pernafasan : Kepatenan jalan nafas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan)Kriteria hasil :Kepatenan jalan nafas, ventilasi tidak terganggu, kemudahan bernafas, frekuensi dan irama pernafasan normal, pergerakan sputum keluar dari jalan nafas.Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :1) Aktifitas keperawatana) Posisikan kepala klien head till, chinlift, jow trhust bila perlu b) Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini :(1) Ketidakefektifan pemberian oksigen dan terapi lain(2) Keefektifan obat resep(3) Kecenderungan penurunan pada gas darah arteri(4) frekuensi, kedalaman dan upaya pernafasan(5) faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental dan keletihanc) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas tambahand) Berikan oksigenasi dengan O2 100 % mengguakan masker rebreathing sebelum dilakukan penghisapan, minimal 4 5 x pernafasan.e) Pengisapan jalan nafasa NIC(1) Tentukan pengisapan oral atau trakea.(2) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP) dan irama jantung.(3) Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan.f) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat).2) Aktivitas kolaboratifa) Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan.b) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung.c) Berikan udara atau oksigen 10-15 lpm dengan masker rebreathing yang telah dihumidifikasi (dilembabkan) dengan suhu humidifier tetap hangat ( 35 37,8 C)d) Berikan terapi Aerosol atau albuterol tersedia dalam nebulizer solution 0,63 mg/ml, 1,25 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 5 mg/ml diencerkan dalam 2-5 ml NaCl 0,9% diberikan 2-3 kali selama 1 hari dan perawatan paru lainya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi.b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan diotakTujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification):1) Menunjukkan pola pernafasan efektif.2) Menunjukkan status pernafasan : ventilasi tidak terganggu yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan).3) Menunjukkan tidak ada gangguan ststus pernafasan : ventilasi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : ganggaun ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan).Kriteria hasil :Status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan nafas, tidak ada penyimpangan tanda-tanda vital dari retang normal, kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspasi dada simetris, tidak ada penggunaan otot aksesorius, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada nafas pendek, nilai analisa gas darah dalam batas normal dengan Interpretasi Hasil AGD sebagai berikut :1) pH atau ion H+ : Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.2) PO2, PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan terjadinya hipoksemia perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg.3) PCO2, Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg.4) HCO3-, nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l.5) Base excess(BE), BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l6) Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %. (Hubble, 2007 : 470 - 471)Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :1) Aktiftas keperawatana) Pantau adanya pucat dan sianosisb) Pantau efek obat pada status pernafasanc) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar igad) Kaji kebutuhan insersi jalan nafase) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilatorf) Pemantauan pernafasan (NIC)(1) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan.(2) Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta.(3) Pantau pernafasan yang berbunyi, seperti mendengkur.(4) Pantau pola pernafasan : bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan cheyne-stokes,dan pernafasan apneastik, pernfasan biot dan pernafasan ataksik.(5) Perhatikan lokasi trakea.(6) Auskultasi suara nafas, perhatikan area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya suara nafas tambahan(7) Pantau kegelisahan, ansietas dan lapar udara.(8) Catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir tidal, dan nilai gas darah arteri (GDA).2) Aktifitas kolaboratifa) Kolaborasi dalam pemberian oksigen 10-15 lpm dengan masker rebreathing.b) Konsultasikan dengan ahli terapi pernafasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis.c) Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai GDA, sputum, dan sebagainya.c. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan epidural hematoma.Tujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification):1) Mendemonstrasikan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial,2) Menunjukkan status neurologis yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5, gangguan ektrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan)Kriteria hasil :Status neurologis : kesadaran, pengendalian kejang, ukuran dan reaktifitas pupil, komunikasi sesuai dengan komunikasi, pola nafas teratur, tekanan darah dan tekanan intrakranial dalam batas normal, fungsi sensorik/motorik spinal, fungsi sensorik/motorik pusat.Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :1) Aktifitas keperawatana) Pantau tekanan intracranial dan tekanan perfusi cerebral secara continueb) Pantau status neurologis pada interval yang teratur (misalnya : kesadaran, tanda - tanda vital, ukuran, bentuk, dan reaksi pupil terhadap cahaya, kesimetrisan pupil, status kesadaran/mental, respon terhadap stimulus nyeri, kemampuan untuk mengikuti perintah, kesimetrisan respon motorik, refleks, seperti babinski, berkedip, batuk, muntah atau gag).c) Perhatiakan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan bentuk gelombang TIKd) Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung, dan pantau adanya perubahan.e) Pemantauan Tekanan Intrakranial (NIC)(1) Pantau slang tekanan terhadap tekanan adanya gelembung(2) Pantau jumlah dan kecepatan drainage cairan cerebrospinal(3) Pantau asupan dan haluaran(4) Pantau area insersi terhadap infeksi(5) Pantau suhu dan hitung sel darah putih(6) Periksa kaku kuduk pada pasien(7) Pantau tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion Preasure / CPP). Jika CPP turun dibawah 80 mmHg, iskemia dapat terjadi (Jones, 2009 : 111)(8) Ubah posisi pasien dengan kepala ditinggikan 30-45 derajat dan dengan leher dalam posisi netral (sangga dengan bantal pasir, bantal kecil atau selimut/handuk yang digulung)2) Aktivitas kolaboratifa) Ikuti protokol untuk pemeliharaan keadekuatan tekanan darah sitemik, dengan menjaga agar tekanan perfusi cerebral 50 mmHg (Widagdo dkk, 2008 : 111).b) Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai program. Dapat diberikan aspirin dengan dosis 50-325/mg setiap hari atau dypiridamole extended release 25/200mg dua kali sehari (Jones, 2009 : 123).c) Berikan loop deuretik osmotik sesuai program. Dapat diberikan manitol (Osmitrol) 0,25-1 g/KgBB dan batasi cairan jika diperlukan (Jones, 2009 : 124).

Daftar PustakaBatticaca Fransisca B, (2008),Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Dinkes Jatim, (2013) Profil kesehatan Jawa Timur Tahun (2013). http//www.depkes.go.id/profil_Kesehatan_Prov_Kab_Kesehatan_Jawa Timur_2013. Pdf diakses taggal 13 mei 2014 hari selasa jam 12.00 Wib

Campbel, WW. The Neurologic Examination. Lippincott Willems and Wilkens 530 Walnut Street, Philadelphia, 2005. 600-6001.

Hartwig MS. Penyakit serebral. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. volume 2. Jakarta: EGC;2005. Hal. 1119-21

Hubble SMA. Acid-Base and Blood Gas Analysis. Anesthesia and Intensive Care Medicine 2007; 11: 471-3

Muttaqin, Arif, (2008), Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif, (2012), Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Morton, Patricia Gonce, (2013), Keperawatan Kritis : pendekatan asuhan holistik, Alih bahasa Fruriolina Ariani, Edisi 8, Jakarta : EGC

Musliha, (2013), Keperawatan Gawat Darurat : Pendekatan NANDA, NIC, NOC, Yogyakarta : Nuha Medika.

Rab, Tabrani, (2008), Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Bandung : PT. Alumni

Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. Hal. 260-89

Tarwoto dan Wartonah, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.

Widagdo, dkk, (2008), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : TIM, 2008

Wilkinson dan Ahern, (2013), Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil Noc, alih bahasa Wahyuningsih, Ed Widiarti. Ed 9. Jakarta : EGC 2013