autoregulasi otak
-
Upload
yunis-amna-fadhillah -
Category
Documents
-
view
381 -
download
20
description
Transcript of autoregulasi otak
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta nabi
Muhammad SAW atas berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Sistem Autoregulasi Otak” dengan baik dan
selesai tepat waktu.
Penyelesaian penulisan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak
dalam bentuk doa, moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini hingga selesai terutama kepada dr.Liempt Sp.An selaku
pembimbing dan konsulen anestesi RSAL dr.Mintohardjo yang telah membimbing,
memberi masukan serta meluangkan waktu dan pikirannya kepada penulis. Penulis
juga ingin mengucapkan terimakasih kepada tema-teman sejawat selama
maenjalankan kemitraan klinik anestesi dan juga kepada pihak-pihak lain yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungannya dalam
penyelasaian referat penulis ucapkan terimakasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak demi kelancaran referat ini. Akhir kata penulis berharap referat ini dapat
berguna dan menjadi bahan masukan bagi dunia kedokteran.
Jakarta, ………........... 2016
Penyusun
Yunis Amna Fadhillah
03011317
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………….. 1
Daftar Isi ……………………………………………………………… 2
BAB I Pendahuluan
Latar belakang ……………………………………………………. 3
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi otak ……………………………………… 5
2.2 Sirkulasi Darah Otak …………………………………………….. 8
2.3 Tekanan Intrakranial …………………………………………….. 9
2.4 Regulasi Metabolik ……………………………………………… 9
2.5 Mekanisme Autoregulasi ………………………………………… 11
2.6 Autoregulasi Tekanan Darah …………………………………….. 12
2.7 Regulasi Aliran Darah Serebral ………………………………….. 13
2.8 Pengaturan PaO2 dan PaCO2 ……………………………………. 15
2.9 Effect Of Arterial Blood Gases Carbon Dioxide ………………… 17
2.10 Oksigen ………………………………………………………….. 17
Daftar Pustaka ………………………………………………………… 18
2
BAB IPendahuluan
Latar Belakang
Otak adalah organ yang sangat kompleks yang membutuhkan asupan oksigen
dan nutrisi terus-menerus. Untuk mempertahankan kesadaran, perfusi yang cukup dan
pengiriman oksigen yang memadai sangatlah penting. Dengan demikian otak sangat
sensitif pada penurunan aliran darah. Berkurangnya aliran darah yang hebat dapat
menyebabkan gejala neurolofis dalam beberapa detik 1. Gangguan aliran darah yang
kontinyu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan yang ireversibel dalam
beberapa menit.
Otak mempunyai kemampuan yang khas untuk mengatur aliran darah terhadap 1 :
1. Aktivitas fungsional dan metabolic (flow metabolism coupling and metabolic
regulation).
2. Perubahan pada tekanan perfusi (perssure autoregulation)
3. Perubahan kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri.
Selain itu aliran darah otak dapat berubah melalui pengaruh langsung dari
hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan pembuluh darah (Neurogenic
Regulation). Gambaran khusus sirkulasi serebral yaitu aliran darah serebri secara
dinamis berubah untuk memproteksi aliran darah otak dari perubahan tekanan perfusi 2,3. Aliran darah serebral cenderung untuk tetap konstan dalam kisaran tertentu dari
tekanan darah serebral. Hal ini dinamakan autoregulasi serebral. Kedua mekanisme
lokal dan kontrol neural autonomic berperan dalam autoregulasi serebral.
Peningkatan dan penurunan tekanan CO2 arterial (PaCO2) akan meningkatkan dan
menurunkan tekanan darah serebral dengan cara vasodilatasi dan vasokonstriksi
serebral. Fenomena ini dinamakan reaktivitas CO2 pada otak. Batasan kisaran
tekanan darah dimana autoregulasi serebral bekerja dimodifikasi oleh PaCO2 dan
reaktivitas CO2 pada otak bisa mengganggu autoregulasi serebral. Autoregulasi
merupakan hasil dari karakter intrinsik otot sel polos vaskuler pada otak 4. Faktor lain
3
berinteraksi dengan tekanan untuk menentukan derajat kontraksi sel otot polos. Jalur
umum melibatkan konduktansi kalium membran plasma, potensial membran sel otot
polos, dan konsentrasi sitoplasmik kalsium.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak merupakan organ yang terletak dalam rongga cranium. Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 3 pon 5. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon 6.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan - gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
5
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna 5 .
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh 5 .
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
6
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan 5 .
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi 5 .
Merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan allokorteks yang melingkar
di sekeliling hilus hemisterserebri serta berbagai struktur lain yang lebih dalam
amigdala, hipokampus, dan nuklei septal. Sistemlimbik ( rhincencephalon ) berperan
dalam fungsi penghidu, perilaku makan, serta bersama denganhipotalamus berfungsi
dalam perilaku seksual, emosi, takut dan marah, serta motivasi.Rangsangan sistem
limbik menimbulkan efek otonom terutama perubahan tekanan darah danpernapasan,
7
diduga efek otonom ini merupakan bagian dari fenomena kompleks seperti respons,
emosi,dan perilaku. Rangsangan nuklei amigdaloid menimbulkan gerakan
mengunyah dan menjilat, sertaaktivitas lainnya yang berhubungan dengan makan.
Apabila terjadi lesi amigdala akan menimbulkanhiperfagia.Sistem limbik diterapkan
untuk bagian otak yang terdiri atas jaringan allokorteks sekeliling hilushemister
serebri bersama struktur yang letaknya lebih dalam yaitu amigdala, hypokampus dan
nukleiseptal 5. Disebut rhinensefalon karena berhubungan dengan penghidu. Fungsi
system Limbik yaitu 5:
1. Perilaku makan
2. Bersama dengan talamus mempengaruhu perilaku seksual, emosi (marah dan
takut), sertamotivasic)
3. Perubahan tekanan darah dan pernapasan merupakan bagian dari fenomena
kompleks terutama respons emosi dan perilaku
4. Hyperfagian dan comnifagia
2.2. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya 5 . Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dari dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
8
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagian anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami penyumbatan.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.
Fisiologi Cairan Jaringan Otak
a. Pertukaran cairan mikrovaskular di dalam jaringan otak
Pertukaran cairan melewati kapiler serebral didasarkan pada ikatan kuat
interendotelial. Faktor lainnya yaitu ukuran dan kemampuan suatu cairan dan
komposisi glikokaliks endotel. Semua hal tersebut membentuk suatu membran
9
kapiler semipermeabel kompleks, yang merupakan bagian dari fungsi sawar darah
otak (blood–brain barrier). Kapiler membran serebral memiliki permeabilitas yang
terbatas, bukan hanya untuk protein tetapi untuk larutan yang kecil tidak dapat
digunakan. Untuk menggambarkan aliran volume cairan (volume flow/Jv) melewati
lapisan mikrovaskular serebral adalah :
Jv = LpS [ΔP – ΔΠp – ΣσsΔΠs]
Jv= aliran volume cairan
LpS = konduksi hidrolik
ΔP = tekanan hidrostatik transkapiler
ΔΠp= efektifitas tekanan osmotik koloid untuk protein
Σσs= koefisien refleksi suatu cairan
ΔΠs = tekanan osmotik transkapiler untuk larutan kecil
Lp menunjukkan permeabilitas spesifik komponen air, S (surface) adalah area
permukaan yang tersedia untuk proses pertukaran cairan, dan LpS adalah konduksi
hidrolik yang menggambarkan kapasitas total dalam pertukaran cairan tersebut,
termasuk jumlah kapiler di dalam jaringan. DP adalah tekanan hidrostatik
transkapiler, DPp adalah efektivitas tekanan osmotik koloid untuk protein, dimana
koefisien refleksi protein adalah 1. DPs adalah tekanan osmotik transkapiler untuk
laurtan yang kecil, sedangkan rs adalah koefisien refleksi suatu cairan. Ion sodium
dan klorida memiliki kemampuan larut dalam lipid yang rendah, permukaan yang
tersedia untuk filtrasi (S) tidak berbeda dengan permukaan yang tersedia untuk difusi,
dimana lebih mudah untuk membedakannya.
Pengendalian Cairan pada Otak Normal
Efektivitas tekanan osmotik suatu cairan yang melewati sawar darah otak ditentukan
oleh perbedaan tekanan osmotik. Ion sodium dan klorida adalah ion yang
mendominasi cairan dari osmolaritas ekstraseluler. Dalam kondisi normal, koefisien
refleksi dalam kapiler otak adalah 1.0, dibandingkan bagian tubuh lainnya dimana
koefisien refleksi sangat rendah mendekati 0. Kenyataan bahwa refleksi koefisien
untuk larutan yang kecil seperti ion sodium dan klorida yang mendekati 1,0 pada otak
10
normal menyatakan bahwa air akan memasuki sawar darah otak dari berbagai arah
dan akibatnya terjadi kekurangan yang memicu terjadinya dilusi. Meskipun dilusi
hanya terjadi sedikit pada kompartemen interstisial, akan menyebabkan penurunan
tekanan osmotik yang melewati membran, dan jika dilusi terjadi hingga 5600 mmHg
maka akan menginduksi terjadinya efek pembatasan filtrasi. Hal tersebut berarti jika
terjadi reduksi minimal sekalipun, koefisien refleksi sodium dan klorida akan
mengganggu regulasi volume normal otak dan menginduksi terjadi serebral edema
diikuti ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik.1,2
Gambar di atas memberikan gambaran skema mengenai kebocoran protein melewati
dinding kapiler pada jaringan otak dan otot yang normal dibandingkan dengan
kondisi dimana ada peningkatan permeabilitas pada organ tersebut.
Pergerakan Cairan antar Kapiler Otak dan Jaringan Otak
Persamaan Starling secara akurat menggambaran pergerakan cairan antara
intravascular dengan jaringan perifer intertistial (misalnya jaringan intertistial antara
paru, usus atau otot). Namun otak dan saraf tulang belakang tidak seperti jaringan lain
terisolasi dari kompartemen intravaskuler dengan adanya sawar darah otak sehingga
pada kapiler otak untuk kebanyakan cairan mendekati 1.0. Secara morfologis
pembatas ini diketahui berasal dari jaringan endotel yang membentuk jaringan kapiler
pada otak dan sumsum. Ukuran dari sawar ini sangat kecil yakni 7–9Å sehingga
sangat membatasi pergerakan protein namun juga membatasi pergerakan natrium,
kalium dan klorida antar ruang. Efeknya dapat dikatakan bahwa sawar ini bersifat
seperti membran yang tidak dapat ditembus. Secara perbandingan, endotel pada
sistem vaskuler biasa mempunyai pori-pori yang sangat besar sekitar 1000 kali lebih
besar sehingga pergerakan air, elektrolit dan protein bisa lebih mudah meskipun
pergerakan protein lebih sulit karena dikendalikan oleh beberapa faktor lain. Secara
kontras di otak, pergerakan cairan sangat ditentukan oleh gradient osmolaritas antara
plasma dan intertistium. Perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa pemberian
cairan isoosmolar kristaloid dalam jumlah besar akan menyebabkan edema perifer
11
akibat dilusi protein plasma namun pada otak tidak akan meningkatkan ICP karena
pergerakan cairan tetap akan rendah di otak.3
2.3 Tekanan Intrakranial Konsep Tekanan Intra Kranial dapat dipahami jika kita menganalogikan otak
sebagai ‘kotak tertutup’ atau wadah tetap dan kaku. Dalam hipotesisnya, Monro-
Kellie menyatakan bahwa volume otak dan komponen dalam tempurung tulang
adalah tetap dan tidak dapat dikompresi. Untuk mempertahankan tekanan konstan
didalam kotak, volume isi di dalam kotak harus dipertahankan. Isi intracranial dapat
secara otomatis dibagi menjadi tiga kompartemen :
1. Volume otak 85 %
2. Cairan serebrospinal (CSF) 10 % (150 ml)
3. Darah 5 % (50-75 ml)
Pada orang dewasa, TIK biasanya 5-15 mmHg saat terlentang dan postur
tergantung, sementara pada posisi tegak TIK menjadi rendah . Kenaikan TIK di atas
tingkat kritis tidak ditoleransi karena menghasilkan penurunan tekanan perfusi otak
dan juga dapat menyebabkan kompresi lokal jaringan otak terhadap tentorium, falx,
dan foramen magnum dan akhirnya herniasi 7.
2.5 Mekanisme Autoregulasi
Terdapat 3 mekanisme yang berbeda, yang diajukan sebagai yang
bertanggung jawab pada respon cerebrovasculer terhadap perubahan tekanan perfusi,
yaitu 1 :
1. Myogenic theory : perubahan tekanan intravaskuler mengubah strecth forces
pada vaskuler smooth muscle cell dan sel ini secara intrinsic berkontraksi
danmembesar sebagai respons terhadap berbagai tingkatan strecth.
12
2. Neurogenic theory : menyatakan bahwa pusat otak yang spesifik mempunyai
hubungan arteri lansung dan tidak langsung dan respon vaskuler dimediasi
melalui hubungan ini.
3. Metabolic theory : mengusulkan bahwa hasil metabolisme otak mengatur
pressure autoregulation. Myogenic response secara keseluruhan berhubungan
dengan perubahan pada tekanan perfusi dan merupakan teori yang didukung
dengan baik oleh bukti-bukti terbaru.
Ketiga teori ini tidaklah berdiri sendiri karena pressure autoregulation
merupakan suatu proses dinamis, sehingga dapat menyebabkan serangkaian
kombinasi dari berbagai mekanisme. Sebagai contoh : komponen permulaan yang
diberikan pengaturan kasar dari aliran, bisa meruopakan Myogenic karena dilatasi
atau kontraksi smooth, muscle, terjadi hampir simultan dengan perubahan tekanan
perfusi. Respon ini dapat diikuti oleh pengaruh neurogenic, karena suatu masa
laten yang khas sekitar 10-15 detik diperlukan oleh neurocirutry untuk
menyesuaikan responnya. Terakhir, mungkin metabolic mechanism, yang
mempunyai onset yang lebih lambat dan penyelesaiannya lambat, yang mengatur
komponen dari respon autoregulation.
2.4 Regulasi Metabolik
Dalam keadaan normal, aliran darah otak sangat disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan otak pada oksigen dan glukosa. Penyesuaian ini disebut sebagai flow
metabolism coupling atau metabolic regulation. Aktivitas tingkah laku seperti
berbicara atau pergerakan anggota tubuh menyebabkan penyesuaian kenaikan local
kebutuhan glukosa dan aliran darah pada daerah otak yang menangani fungsi ini.
Pada saat kejang, kebutuhan glukosa dan aliran darah dapat meningkat hingga 200-
13
300%. Sebaliknya bila tingkat metabolisme otak berkurang seperti pada saat koma
atau anestesia barbiturat dapat dibuat suatu penurunan yang disesuaikan 1 .
Suhu tubuh pun mempunyai efek yang penting, karena kebutuhan glukosa
sebagaian besar daerah SSP berubah lebih kurang 5-10% untuk setiap perubahan 1
derajat celcius. Pada tahun 1890, Roy dan Sherington mengajukan bahwa otak
mempunyai mekanisme intrinsic yang mengatur suplai vaskuler, sehingga dapat
berubah secara lokal terhadap perubahan lokal dari aktivitas-aktivitas fungsional.
Sokoloff mengembangkan C dexoyglucose autoradiografic method untuk mengatur
kebutuhan glukosa sehingga regulasi metabolik dapat terkonfirmasi. Silver
melaporakan bahwa aliran darah lokal meningkat dalam satu detik setelah aktivitas
neuronal dimulai. Peningkatan aliran darah pada penelitian ini sangat vocal dan
terjadi pada 250 mikron dari daerah eksitasi neuronal, mendukung bahwa perfusi
secara tepat diatur pada tingkat mikrovaskuler. Telah pula ditunjukan bahwa pada
peningkatan regional dari kebutuhan glukosa, konsumsi oksigen dan aliran darah, dan
telah pula dipercaya bahwa hasil kimiawi dari metabolism memediasi respon ini 1 :
a. Perubahan pH ekstra selular mungkin merupakan mekanisme dimana metabolisme
mempengaruhi aliran darah pada daerah dengan metabolisme yang meningkat.
Penurunan pH menyebabkan vasodilatasi local, kemungkinan dengan berubahnya
permeabilitasi membran atau fungsi resptor.
b. Perubahan pada kalium ekstra seluler terjadi pada neuroktivasi. Pemberian ion K
secara tropical memerlukan arteriola pia otak berdilatasi yang sesuai dengan
konsentrasi yang diberikan.
c. Adenosine, yang dihasilkan dari degradasi ATP melalui reaksi 5’ nucleotidase,
merupakan fasilidator kuat. Peningkatan adenosine yang cepat dan nyata terjadi pada
peningkatan aktivitas metabolic otak, hipotensi, hipoksi dan kejang. Agar adenosine
berlipat 25 detik setelah iskemi dan meningkat 6 kali setelah hipoksi pada aliran
darah otak mulai meningkat secara nyata. Pemberaian preparat ini secara intravena
atau intraserebral menyebabkan peningkatan aliran darah selain itu beberapa subtipe
14
dari resptor adenosine dapat ditemukan pada SSP termasuk pada pembuluh darah
mikro.
d. Prostaglandin merupakan turunan arachidonic acid, merupakan vasokonstriktor
yang kuat pada konsentrasi yang rendah.
e. Bukti-bukti terbaru menunjukan bahwa Nitric oxyde (NO) merupakan suatu
mediator penting dalam pengaturan sirkulasi otak. Senyawa ini disintesis dari L-
arginine oleh enzim Nitric oxyde Synthase, mempunyai waktu paruh beberapa detik
dan didistribusikan secara nyata diseluruh bagian otak. Secara khusus nitrat oksida
disintesis oleh endothelial cells perivascular nervefiber dan astrocytic foot processes
karena begitu dekatnya lokasi ini dengan pembuluh darah otak, nitrat oksiada dapat
menghasilkan efek serebrovaskuler yang cepat. NO menyebabkan vasorelaksasi . NO
merupak suatu messenger yang terlibat pada aktivitas SSP dan memenuhi berbagai
kriteria yang dibutuhkan untuk dapat diklasifikasikan sebagai suatu neurotransmitter.
Walaupun riset mengenai NO relatif baru, tampaknya molekul ini memainkan
peranan penting pada regulasi aliran darah, terutama karena efeknya yang cepat dan
paruh waktu yang pendek serta keterikatannya yang integral pada aktivitas seluler 1.
2.6 Autoregulasi Tekanan Darah
Autoregulasi serebral dipertahankannya oleh suatu aliran darah otak yang
relatif konstan walaupun terjadi variasi pada cerebral perfusion pressure (CPP).
Respon fisiologis ini berfungsi untuk melindungi otak dari efek yang merugikan
(yaitu iskemi atau hiperemi) karena perbedaan tekanan perfusi yang besar. Dalam
pengertian yang sangat tegas autoregulasi hanya digunakan untuk respon
cerebrovasculer terhadap perubahan CPP dan kadang-kadang secara khusus disebut
sebagai pressure autoregulation. Otak manusia mampu untuk mempertahankan aliran
darah yang konstan walaupun terdapat fluktuasi pada Mean Arterial Pressure (MAP)
antara 60-160 mmHg. Letak anatomis yang tepat yang memediasi pressure
autoregulation belum diketahui tetapi beberapa bukti menunjukan mikrosirkulasi 2.
15
Diluar kedua nilai ambang batas, aliran darah otak sesuai dengan perubahan MAP.
Dibawah nilai ambang bawah, pembuluh darah otak berdilatasi maksimal dan aliran
secara pasif mengikuti MAP. Diatas nialai ambang atas, peningkatan percusion
pressure secara langsung direfelsikan oleh peningkatan aliran 2.
2.7 Regulasi aliran darah serebral
Sistem saraf pusat jika dihitung merupakan 2% dari total berat badan (rata -
rata berat otak 1300 sampai 1500 gram) memiliki kebutuhan energi yang tinggi.
Konsumsi oksigen serebral yaitu 3,5 mL per 100g/mnt yang mana merupakan 20%
dari konsumsi total oksigen tubuh. Pada kondisi yang normal, aliran darah serebral
dijaga pada kisaran aliran yang konstan yaitu 50 mL sampai 60 mL per 100g/mnt
dengan 50 mL oksigen telah diekstraksi setiap menit dari 700 sampai 800 mL darah.
Nilai ekstraksi oksigen tinggi dan perbedaan rata-rata O2 arteriovenose untuk sistem
saraf pusat yaitu 6,3 mL per 100 mL darah 2.
Aliran darah serebral bergantung pada perbedaan tekanan antara arterial dan
vena pada sirkulasi serebral dan secara terbalik proporsional terhadap resistensi
vascular serebral. Tekanan vena pada kapiler darah tidak bisa diukur dan tekanan
intracranial (intracranial pressure/ICP) sangat dekat dengan tekanan vena, diukur
untuk memperkirakan tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/CPP).
CPP dihitung sebagai perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial
pressure/MAP) dan ICP. Nilai ICP normal pada orang dewasa yaitu <10 mmHg dan
peningkatan ambang batas 20 mmHg biasanya diterima untuk memulai terapi aktif.
Nilai CPP 60 mmHg umumnya diterima sebagai nilai minimal yang diperlukan untuk
perfusi serebral yang adekuat. Terdapat dua konsep yang penting yaitu 2 :
1. Doktrin Monro-Kelle
2. Kurva volume-pressure
Doktrin Monro-Kelle menyatakan bahwa volume total isi intrakranial (jaringan otak,
darah, dan cairan serebrospinal (CSF) tetap konstan selama ditampung oleh
kompartmen yang rigid (skull), sebagai berikut:
16
VC = Votak + Vdarah + VCSF
Dengan peningkatan volume dari salah satu bagian bisa memulai kompensasi dengan
penggantian salah satu dari komponen yang lain.Vena serebral bisa dikonstriksikan,
mengakibatkan penurunan volume darah otak, dan volume CSF bisa menurun karena
kombinasi dari peningkatan resorpsi dan pengaliran CSF ke bagian spinal. Dengan
adanya peningkatan volume, mekanisme kompensasi dimunculkan, sehingga
peningkatan lebih lanjut pada volume menghasilkan peningkatan tajam ICP, memulai
gambaran kurva 2.
1. volume-pressure.
Gambar 1. Kurva Volume-pressure
Kebutuhan metabolik yang tinggi dari otak dengan kombinasi persediaan
substrat yang terbatas mengharuskan untuk menjaga level CBF dalam batas yang
normal. Dalam keadaan fisiologis, hal ini dipengaruhi lewat sebuah mekanisme yang
dinamakan autoregulasi. CBF meningkat dengan vasodilatasi dan menurun dengan
konstriksi arteriol serebral dinamakan cerebral resistance vessels. Pembuluh darah
berespon pada perubahan tekanan darah sistemik (autoregulasi tekanan), viskositas
darah (autoregulasi viskositas), dan kebutuhan metabolik yang menjaga level CBF
17
dalam batas yang tepat untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Autoregulasi tekanan
ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Kurva autoregulasi CBF dan CPP normal
Reaktivitas CO2 merujuk pada respon pembuluh darah serebral dan akibat CBF
terhadap perubahan PCO2.3 Peningkatan tekanan CO2 merilekskan arteri serebral in
vitro. In vivo, perubahan perivaskuler PaCO2 atau pH yang sangat terlokalisir bisa
merubah diameter vaskuler, mengindikasikan bahwa elemen vaskuler bertanggung
jawab untuk mempengaruhi perubahan pada diameter pembuluh darah. Kedua sel
vaskuler (endothelium dan sel otot polos) dan sel ekstravaskuler (sel nervus
perivaskuler, neuron, dan glia) mungkin juga terlibat. Pada situasi klinis, perubahan
CBF kira-kira 3% untuk setiap milimeter perubahan raksa pada PaCO2 diatas kisaran
20 sampai 60 mmHg yang secara klinis penting pada pasien dangan trauma cedera
kepala. Hipoventilasi yang menghasilkan hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah serebral, sedangkan hiperventilasi menghasilkan
vasokonstriksi dan menurunkan aliran darah serebral 2.
2.8 Pengaturan PaO2 dan PaCO2
18
Sistem saraf mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir tepat seperti
permintaantubuh, sehingga tekanan oksigen (PaO2) dan tekanan karbondioksida
(PaCO2) darah hampirtidak berubah dalam keadaan normal. Hal tersebut disebabkan
karena adanya suatu “sensor oksigen” yang memberitahu tubuh kapan oksigen
diperlukan dan berapa banyak yang diperlukan. Sensor oksigen tersebar di seluruh
sel-sel tubuh dalam bentuk mitokondriasehingga keperluan oksigen akan sangat
terpantau dengan adanya sensor oksigen tersebut. Selain itu glomus karotikus dan
aortikus, suatu komoreseptor perifer yang bekerja akibatperubahan kadar oksigen di
dalam arteri juga memberi andil dalam pengaturan PaO2 danPaCO 2 tersebut.
Pengaturan PaO2 dan PaCO 2 yang utama dilakukan oleh pusat pernafasan
yaitu sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral di dalam substansia
retikularis medulla oblongata dan pons.Selain pusat pernafasan, terdapat pula faktor
humoral yang mengatur PaO2 dan PaCO2 ini. Konsentrasi ion hidrogen merupakan
perangsangan utama untuk merangsang neuron-neuron di pusat pernafasan. Demikian
pula dengan karbon dioksida. Peningkatan kadar karbon dioksida akan meningkatkan
kadar ion hidrogen karena karbon dioksida akan bergabung dengan air untuk
membentuk asam karbonat yang akan berdisosiasi menjadi ionhidrogen dan ion
bikarbonat; sehingga baik itu karena peningkatan ion hydrogen ataupeningkatan
kadar karbondioksida yang secara tidak langsung akan meningkatkan kadar
ionhidrogen.
Keadaan tersebut akan merangsang neuron-neuron di pusat pernafasan dengan
cara: difusi langsung karbon dioksida dan ion hidrogen dari darah ke dalam pusat
pernafasan dan perubahan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan serebrospinal yang
mengelilingi batang otak.Pada keadaan trauma atau cedera, khususnya cedera
19
kranioserebral sekunder, akandiproduksi sitokin atau interleukin, dan glutamat yang
menyebabkan terjadinya prosesinflamasi yang akan merusak mitokondria di dalam
sel. Akibat kerusakan tersebut PaO2 danPaCO 2 arteri akan berubah dikarenakan
sistem yang mengaturnya (oksigen sensor)mengalami kerusakan. Terlebih lagi proses
cedera kepala tersebut juga mengenai pusatpernafasan di pons dan medulla oblongata
sehingga tidak saja pengaturan secara selulernya yang rusak namun juga pengaturan
pusatnya juga rusak.
2.9 Effect Of Arterial Blood Gases Carbon Dioxide
Perubahan pada P CO2 arteri secara nyata mengubah aliran darah otak. Efek
yang cepat dapat dijelaskan karena difusi segera dari CO2 melalui BBB. Hiperkapnia
menginduksidilatasi arteri , meningkatkan aliran darah otak,sedangkan hipokapnia
mengurangi alirandarah melalui vasokontruksi.Dengan P CO2 25-60 mmHg aliran
darah otak berubah + 3% untuk setiap Pa CO2.Nilai P CO2 lebih besar dari 60-80
mmHg tidak dapat menyebabkan penigkatan aliran darah,kemungkinan karena
pembuluh darah otak telah berdilatasi maksimal.Berkurangnya Pa CO2menyebabkan
penurunan aliran, tetapi tidak pada tingkatan yang sama seperti peningkatanyang
dinduksi oleh hiperkenia karena efek vasokontriksi dari hipokapnia yang hebat
sebagiandilawan oleh Vasodilatasi dari penurunan suplai oksigen ke jaringan 7.
2.10 Oksigen
Tingkat P O2 arteri mempunyai efek yang kurang dibandingkan dengan P
CO2.Perubahan moderat diluar batas fisiologis normal tidak mengubah aliran darah
otak. Tetapibila Pa CO2 berkirang dibawah 60 mmHg, aliran darah meningkat sesuai
dengan hipoksemia.Tingkat P O2 yang diatas normal dapat menginduksi
vasokontriksi dan menurunkan darahaliran otak, bila kadar otak CO2 dipertahankan
konstan 7.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi I. Control of Cerebral Blood Flow. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Medan;2003:1.
2. Dewi NMAA. Autoregulasi Cerebral pada Trauma Kepala. Bagian/SMF Ilmu
Kedokteran Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
3. Lieshout, JJ, Wieling, W.Perfusion of the human brain: a matter of
interactions. JPhysiol 2003;551.2:402.
4. Greisen, G. Autoregulation of Cerebral Blood Flow. NeoReviews
2007;vol.8:e22-e31.
5. Price. A Sylvia, Wilson. M Lorraine. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
6. Black, M., Joyce and Hawk, H., Jane. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcomes.(7thed). St. Louis,Missouri: Elsevier Saunders.
7. Tameem A, Kroffidi H. Cerebral Physiology. Published by Oxford University
Press on behalf of the British Journal of Anaesthesia. 2013;2.
21
22