Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan ...

19
Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi dari Model Biaya ke Model Nilai Wajar Wandra Setyo Nugroho dan Selvy Monalisa Program Studi Akuntansi, Universitas Indonesia Abstrak Properti investasi merupakan satu hal yang berbeda dengan aset tetap. PSAK 13 (Revisi 2011) mengatur properti investasi dalam klasifikasi, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan. Terdapat dua aspek yang memengaruhi pengklasifikasian Properti Investasi dan Aset Tetap, independensi arus kas dan signifikansi tambahan jasa. PT M berencana mengubah model pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar. Laporan magang ini berisi penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) dalam pengklasifikasiannya dan dampak perubahan model perhitungan pada laporan keuangan PT M. Properti yang dimiliki PT M lebih tepat diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena terdapat syarat dalam PSAK 13 yang tidak terpenuhi. Sekalipun syarat tersebut dapat dipenuhi, PT M perlu mempertimbangkan dampak atas perubahan model pengukuran Properti Investasi. Kata kunci: Properti investasi; aset tetap; Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan 13 (Revisi 2011); model biaya; model nilai wajar. Abstract Investment Property is different from Fixed Assets. PSAK 13 (Revised 2011) discusses Investment Property related to its classification, recognition, measurement, and disclosure. There are two aspects that differentiate the classification of Investment Property and Fixed Assets, cash flow independencies and ancillary service significances. In 2013, PT M plans to change their measurement model of investment property from cost model to fair value model. This report discusses the application of PSAK 13 (Revised 2011) in the classification and the effect of change in measurement model in PT M's financial statements. Properties owned by PT M are more accurately classified as fixed assets because one of the requirements under PSAK 13 is not met. Nevertheless, if the property can be classified as Investment Property, PT M still needs to consider the effect of change of measurement model to its financial statements. Key words: Property Investments; fixed assets; Pernyataan Standar Akuntansi Keungan 13 (revised 2011); cost model; fair value model. Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

Transcript of Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan ...

Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan Analisis Dampak

Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi dari Model Biaya ke

Model Nilai Wajar

Wandra Setyo Nugroho dan Selvy Monalisa

Program Studi Akuntansi, Universitas Indonesia

Abstrak

Properti investasi merupakan satu hal yang berbeda dengan aset tetap. PSAK 13 (Revisi

2011) mengatur properti investasi dalam klasifikasi, pengakuan, pengukuran, dan

pengungkapan. Terdapat dua aspek yang memengaruhi pengklasifikasian Properti Investasi

dan Aset Tetap, independensi arus kas dan signifikansi tambahan jasa. PT M berencana

mengubah model pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar.

Laporan magang ini berisi penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) dalam pengklasifikasiannya

dan dampak perubahan model perhitungan pada laporan keuangan PT M. Properti yang

dimiliki PT M lebih tepat diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena terdapat syarat dalam

PSAK 13 yang tidak terpenuhi. Sekalipun syarat tersebut dapat dipenuhi, PT M perlu

mempertimbangkan dampak atas perubahan model pengukuran Properti Investasi.

Kata kunci:

Properti investasi; aset tetap; Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan 13 (Revisi 2011);

model biaya; model nilai wajar.

Abstract

Investment Property is different from Fixed Assets. PSAK 13 (Revised 2011) discusses

Investment Property related to its classification, recognition, measurement, and disclosure.

There are two aspects that differentiate the classification of Investment Property and Fixed

Assets, cash flow independencies and ancillary service significances. In 2013, PT M plans to

change their measurement model of investment property from cost model to fair value model.

This report discusses the application of PSAK 13 (Revised 2011) in the classification and the

effect of change in measurement model in PT M's financial statements. Properties owned by

PT M are more accurately classified as fixed assets because one of the requirements under

PSAK 13 is not met. Nevertheless, if the property can be classified as Investment Property,

PT M still needs to consider the effect of change of measurement model to its financial

statements.

Key words:

Property Investments; fixed assets; Pernyataan Standar Akuntansi Keungan 13 (revised

2011); cost model; fair value model.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

BAB 1: PENDAHULUAN

Untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan yang sempurna, tentunya kita harus melakukan

tindakan secara langsung bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ingin kita dapatkan

tersebut, tentunya harus didasari dahulu dengan landasan-landasan teori yang benar atau

dengan kata lain belajar dengan metode terjun langsung ke lapangan. Kegiatan magang ini

tidak hanya memberikan pengetahuan teoretis, tetapi juga memberikan pengetahuan secara

teknis dan keterampilan sehingga mahasiswa siap terjun ke dunia kerja setelah mereka lulus.

Perumusan masalah pada laporan magang ini adalah mengenai pengklasifikasian Properti

Investasi PT M dan analisis dampak perubahan model pengukuran pada perusahaan

berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011).

BAB 2: LANDASAN TEORI

2.1 Aset Tetap

PSAK 16 (Revisi 2011) mengenai Aset Tetap menjelaskan bahwa Aset Tetap adalah aset

berwujud yang:

1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk

direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Contoh dari aset yang diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, adalah tanah, bangunan

dan prasarana, kendaraan, peralatan kantor, dan lain-lain.

2.1.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap

Menurut PSAK 16 (Revisi 2011), Model yang dapat dilakukan sebagai pengukuran Aset

Tetap adalah model biaya dan model revaluasi.

2.1.1.1 Model Biaya

Model biaya adalah model perhitungan terhadap Aset Tetap dengan cara biaya perolehan

Aset Tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan Aset Tetap dan akumulasi rugi

penurunan nilai aset (PSAK 16 Revisi 2011).

2.1.1.2 Model Revaluasi

Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2011), model revaluasi adalah model perhitungan Aset Tetap

dengan cara nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan

akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Pada model ini, entitas

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

merevaluasi Aset Tetap pada nilai buku (harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan)

ke nilai wajar. Entitas akan selalu mengukur penyusutan karena penyusutan mencerminkan

besarnya manfaat ekonomik yang terpakai.

Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan

oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Penggunaaan

penilai ini tentu membutuhkan biaya untuk komisi profesional. Jika tidak ada, maka entitas

dapat menggunakan estimasi nilai wajar.

Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui

dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus

revaluasi. Begitu juga dengan penurunan, entitas akan mencatatnya ke dalam pendapatan

komprehensif lain dan akan mengurangi surplus revaluasi pada ekuitas, apabila surplus

revaluasi memiliki saldo nihil, maka penurunan ini akan mengurangi Saldo Laba.

Menurut Undang-Undang Perpajakan PPh pasal 6 ayat 2, Perbedaan yang timbul dari

adanya revaluasi Aset Tetap tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 10%

dari selisih nilai pasar dengan nilai sisa buku Aset Tetap.

Untuk mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan suatu

Aset Tetap, entitas perlu melakukan perhitungan penyusutan. Berbagai metode penyusutan

dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu

aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line

method), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum

of the unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur

manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan

pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode jumlah unit menghasilkan

pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.

Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik

masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada

perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut.

Namun biasanya perusahaan cenderung menggunakan model biaya daripada model

revaluasi. Dengan menghitung menggunakan model revaluasi biasanya nilainya akan lebih

kecil dari nilai buku, hal ini dapat menimbulkan kerugian. Perusahaan melakukan

perhitungan revaluasi hanya pada saat kondisi tertentu.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

2.2 Properti Investasi

Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011) mengenai Properti Investasi dijelaskan bahwa Properti

Investasi adalah properti baik Tanah atau Bangunan atau bagian dari suatu bangunan

maupun kedua-duanya, yang dikuasai oleh pemilik atau penyewa (lessee) melalui sewa

pembiayaan, untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan

tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan

administratif atau juga dijual untuk kegiatan usaha sehari-hari.

Properti Investasi berbeda dengan Aset Tetap. Hal yang membedakan antara Aset

Tetap dengan Properti Investasi yaitu Properti Investasi dapat dikuasai untuk menghasilkan

rental atau untuk mendapatkan kenaikan nilai atau keduanya, sehingga Properti Investasi

tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak bergantung pada aset lain yang

dikuasai oleh entitas. Sedangkan Aset Tetap digunakan untuk proses produksi atau pengadaan

barang atau jasa atau juga untuk tujuan administratif sehingga dapat menghasilkan arus kas

yang dapat diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan

dalam proses produksi atau persediaan.

Lau dan Lam (2011) menambahkan dalam pengklasifikasian antara Aset Tetap

dengan Properti Investasi, bahwa kedua aset tersebut memiliki istilah yang mirip, Properti

Investasi “untuk mendapatkan rental”, sedangkan Aset Tetap “dimiliki … untuk disewakan”.

Untuk membedakan Aset Tetap dengan Properti Investasi perusahaan dapat melihat dari dua

aspek, yaitu:

1. Menghasilkan arus kas (the generation of cash flow)

Aspek ini mengklasifikasikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan arus

kas yang dihasilkan. Suatu aset diklasifikasikan sebagai Properti Investasi jika aset

tersebut bisa menghasilkan arus kas yang besar dan independen, tidak bergantung

pada aset lain. Sedangkan suatu aset diklasifikasikan sebagai Aset Tetap jika aset

tersebut bisa menghasilkan arus kas dengan aset lain, seperti produksi barang atau jasa

dan kegiatan administratif.

2. Signifikansi jasa tambahan (the significance of ancillary services)

Aspek ini mengklasifiksikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan jasa

tambahan yang diberikan untuk aset tersebut. Apabila tambahan jasa yang diberikan

kepada aset tersebut tidak signifikan maka aset tersebut dapat diklasifikasikan sebagai

Properti Investasi, artinya pemilik aset (lessor) menanggung biaya untuk aset tersebut

tidak begitu besar dan sebagian besar biaya ditanggung oleh penyewa (lessee).

Sedangkan apabila tambahan jasa yang diberikan kepada aset tersebut signifikan,

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

maka aset tersebut diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, artinya pemilik aset

menanggung biaya untuk aset tersebut cukup besar, seperti biaya perawatan, biaya

keamanan, biaya kebersihan, dan biaya operasional lainnya dan penyewa hanya

menanggung biaya sewa.

Jadi, persamaan yang terdapat pada Properti Investasi dan Aset Tetap adalah kedua

jenis aset ini sama-sama disewakan dan dapat menghasilkan arus kas. Sedangkan

perbedaannya terletak pada dapatkah aset tersebut menghasilkan arus kas secara independen

dan signifikankah biaya yang ditanggung pemilik aset terhadap aset yang disewakannya.

Lam dan Lau (2011) mencontohkan perusahaan yang memiliki bangunan yang terdiri

atas dua lantai, keduanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan rental. Lantai pertama

disewakan untuk kantor dengan masa kontrak lebih dari satu tahun, sedangkan lantai kedua

disewakan sebagai hotel dengan kontrak harian atau mingguan. Perusahaan memberikan jasa

keamanan dan pemeliharaan untuk seluruh lantai bangunan. Akan tetapi, penyewa kantor bisa

menambahkan tenaga keamanan dan pemeliharaannya sendiri. Sedangkan untuk penyewa

kamar hotel, seluruh jasa disediakan oleh perusahaan, termasuk kebersihan harian, cuci

pakaian, dan jasa layanan kamar lainnya. Lantai kantor diklasifikasikan sebagai Properti

Investasi karena tambahan jasa yang diberikan perusahaan tidak signifikan. Sedangkan lantai

hotel diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena jasa yang diberikan perusahaan jumlahnya

signifikan.

Beberapa contoh aset yang diklasifikasikan sebagai Properti Investasi:

1. Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk

dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari.

2. Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan.

3. Bangunan yang dimiliki oleh entitas atau dikuasai oleh entitas melalui sewa

pembiayaan dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.

4. Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain

melalui satu atau lebih sewa operasi.

5. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang di masa depan

digunakan sebagi Properti Investasi.

PSAK 13 (Revisi 2011) juga menjelaskan, bahwa Properti Investasi yang digunakan oleh

induk, anak, atau perusahaan afiliasi lainnya, aset tersebut tidak dapat diklasifikasikan ke

dalam Properti Investasi dalam laporan keuangan konsolidasian dan harus dieliminasi karena

dari sudut pandang grup, aset tersebut merupakan aset yang digunakan sendiri, namun dalam

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

laporan keuangan individu, entitas pemilik Properti Investasi tersebut tetap

mengklasifikasikan aset tersebut sebagai Properti Investasi.

2.2.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Properti Investasi

Untuk pertukaran Properti Investasi yang dilakukan baik menggunakan aset moneter maupun

aset nonmoneter, terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur harga perolehan,

yaitu dengan model nilai wajar atau model biaya.

2.2.1.1 Model Biaya

PSAK 13 (Revisi 2011) menjelaskan apabila suatu pasar aktif tidak dapat menentukan suatu

nilai wajar aset secara andal, maka perhitungan Properti Investasi dilakukan dengan

melakukan perhitungan model biaya dengan nilai residu sama dengan nol. Model biaya

adalah perhitungan terhadap suatu properti dengan menggunakan harga perolehan dikurangi

dengan akumulasi penyusutan. Dalam hal pengukuran setelah perolehan, perusahaan dapat

memilih model penilaian Properti Investasinya, baik dengan model nilai wajar atau model

biaya.

Entitas harus selalu mengungkapkan nilai wajar dari Properti Investasinya dalam

Catatan Atas Laporan Keungan meskipun menggunakan model biaya. Apabila tidak dapat

menetukan nilai wajar secara andal, maka entitas harus mengungkapkan estimasi

kemungkinan besar dimana nilai wajar tersebut berada.

2.2.1.2 Model Nilai Wajar

PSAK 13 (Revisi 2011) mendefinisikan nilai wajar sebagai suatu jumlah yang digunakan

untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s

length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki

pengetahuan memadai. Nilai wajar ini didapat dengan mengikuti nilai transaksi pasar untuk

aset serupa, apabila tidak tersedia nilai pasar, maka dapat diukur secara andal dengan rentang

bias dari pengukuran tidak signifikan.

Dengan menggunakan pengakuan nilai wajar, entitas disyaratkan bahwa setiap

periode entitas melakukan perhitungan terhadap nilai wajar dari suatu Properti Investasi

tersebut. Dengan menghitung nilai wajar setiap periode, maka Properti Investasi tidak perlu

disusutkan setiap periodenya. Perbedaan yang terjadi antara harga wajar dengan harga

perolehan, dan juga antara nilai wajar periode sebelumnya dengan periode sekarang akan

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

diakui kedalam laba rugi berupa gain atau loss pada Pendapatan Lain-Lain (Other Income)

dan merubah nilai aset.

Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar aktif untuk properti

serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama dan berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang

serupa. Entitas harus memerhatikan adanya perbedaan dalam sifat, lokasi, atau kondisi

properti, atau ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain yang berhubungan

dengan properti.

Apabila harga kini dalam pasar aktif yang sejenis tidak tersedia, entitas harus

mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber, termasuk:

1. Harga kini dalam pasar aktif untuk properti di lokasi lain lalu disesuaikan;

2. Harga terakhir untuk aset serupa dalam pasar yang kurang aktif;

3. Harga kini arus kas yang diestimasi di masa depan.

Tabel 2.1 Perbandingan Model Nilai Wajar dan Model Revaluasi

Model Nilai Wajar Model Revaluasi

Digunakan pada Properti Investasi

(PSAK 13)

Digunakan pada Aset Tetap (PSAK 16)

Menggunakan nilai wajar Menggunakan nilai wajar

Perubahan nilai wajar diakui dalam

laporan laba rugi pada periode

terjadinya

Perubahan nilai wajar diakui dalam

laporan laba komprehensif lainnya

(OCI), akumulasi perubahan nilai wajar

dicatat sebagai AOCI di laporan posisi

keuangan

Tidak ada penyusutan Penyusutan

Mencerminkan kondisi pasar pada akhir

periode pelaporan

Tidak spesifik, hanya mengharuskan

secara regular

Perubahan memengaruhi PPh Badan

Non Final

Keuntungan dikenakan PPh Final 10%

Sumber: Intermediate Financial Reporting (2011) Lam and Lau

2.3 Audit

Menurut Arens et al. (2011), audit adalah pengumpulan dan evaluasi atas bukti mengenai

informasi (laporan keuangan) untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara

informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti yang dimaksud adalah bukti audit, yaitu

segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang

sedang diaudit tersaji sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Informasi yang dimaksud

sebelumnya adalah laporan keuangan yang diaudit sedangkan kriteria yang dimaksud adalah

acuan berdasarkan peraturan akuntansi, salah satunya adalah PSAK.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

2.3.1 Tujuan Audit

Tujuan audit menurut Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 2 Seksi 110 adalah:

“Tujuan dari kegiatan audit laporan keuangan oleh auditor independen adalah

menyatakan opini atas kewajaran dari apa yang mereka sajikan secara wajar dalam

semua aspek material, posisi keuangan, hasil dari operasi, dan arus kas sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.”

Tujuan audit selanjutnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu tujuan audit terkait

transaksi, tujuan audit terkait saldo akhir, tujuan audit terkait penyajian.

2.3.2 Proses Audit

Agar kegiatan audit dapat berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa tahapan yang harus

dijalani. Proses audit terbagi kedalam empat tahap, yaitu:

1. Plan and Design and Audit Approach

Pada tahap perencanaan audit ini terbagi menjadi tiga proses yaitu:

a. Obtain an Understanding of the Entity and its Environment

b. Understand Internal Control and Assess Control Risk

c. Assess Risk of Material Misstatement

2. Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions

Sebelum auditor bisa menentukan untuk mengurangi tingkat control risk, auditor

perlu melakukan pengujian terhadap efektivitas dari kontrol internal sekalipun hasil

dari assessment kontrol internal cukup baik, proses ini disebut dengan istilah test of

control. Setelah itu auditor perlu melakukan pengujian terhadap jumlah moneter dari

transaksi yang dilakukan oleh klien. Proses ini disebut dengan substantive test of

transactions. Proses ini bertujuan untuk memenuhi keenam tujuan audit terkait

transaksi.

3. Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances

Pada tahap ini auditor melakukan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah

saldo akun atau data lainnya terlihat wajar. Tujuan dari tahap ini adalah untuk melihat

kewajaran dari perubahan yang mungkin signifikan dalam laporan keuangan klien.

Selanjutnya test of detail of balances adalah prosedur spesifik ditujukan untuk

menguji kemungkinan terjadinya monetary misstatement dalam saldo-saldo dalam

laporan keuangan. Test of detail of balances ini penting dilakukan karena bukti audit

yang didapat bersumber dari pihak ketiga yang independen sehingga bukti tersebut

bisa diandalkan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

4. Complete the Audit and Issue an Audit Report

Pada tahap terakhir, auditor harus mengombinasikan semua informasi yang didapat

selama proses audit dilakukan dan menyimpulkan hasil auditnya apakah laporan

keuangan yang disajikan oleh klien wajar atau tidak. Terdapat empat opini yang dapat

dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan yang telah diaudit:

a. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified)

Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara

wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.

b. Wajar dengan Pengecualian (Qualified)

Opini ini menyatakan bawa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang

tidak dapat mengikuti prinsip yang berlaku.

c. Tidak Wajar (Adverse)

Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.

d. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)

Opini ini berarti auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan,

hal ini terjadi karena klien tidak dapat memberikan bukti-bukti audit.

BAB 3: PROFIL PERUSAHAAN

3.1 Profil Perusahaan PT M

PT M didirikan tanggal 7 Juli 1980 di Jakarta. Pada tahun 2006, PT M joint venture dengan

perusahaan otomotif asal China, dimana entitas induk memiliki saham PT M sebesar 96,63%,

menjadikan PT M sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atas kendaraan China

tersebut. PT M memiliki beberapa perusahaan afiliasi, salah satunya yaitu PT N.

Ruang lingkup kegiatan bisnis PT M adalah melakukan penjualan unit baru berupa

dua jenis mobil, city car dan sport utility vehicle (SUV), penjualan suku cadang, dan

pelayanan jasa perawatan atau pemeliharaan kendaraan.

PT M memperoleh unit baru tersebut dengan cara mengimpor langsung bagian-bagian

dan suku cadang mobil (knock-down kit) dari pabrik mobil tersebut di China lalu merakitnya

di pabrik afiliasi PT M di Jakarta. Metode seperti mengimpor bagian-bagian suku cadang lalu

merakitnya di pabrik dalam negeri ini biasa disebut dengan metode Complete Knock-Down,

berbeda dengan metode Complete Build-up dimana kendaraan secara utuh diimpor langsung

dari pabrik negara asal pembuat mobil tersebut.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

3.2 Perkembangan Bisnis PT M

Pada awalnya PT M ini memiliki penjualan unit baru yang cukup tinggi sampai pada tahun

2008. Di tahun 2009 penjualan unit PT M mulai mengalami penurunan yang cukup drastis

sebesar 50% krisis global. Kemudian, di tahun 2010 penjualan unit baru PT M ini mulai

meningkat lagi sebesar 20% dari tahun 2009, namun angka peningkatan ini masih jauh

dibawah nilai penjualan pada tahun 2008. Di samping itu, para pesaingnya, sejaknya

melambatnya dampak krisis global pasar otomotif domestik mulai mengalami peningkatan,

tetapi penjualan unit PT M justru malah semakin memburuk. Nilai penjualan unit baru PT M

pada tahun 2011 hanya sebesar 180 unit, nilai ini turun sangat drastis dari tahun 2008 yaitu

sebesar 850 unit.

Karena nilai penjualan yang kecil dan mengalami kerugian terus menerus, pada maret

2011, akhirnya PT M memutuskan perjanjian License and Technical Assistance dengan

perusahaan otomotif asal China tersebut dengan alasan kualitas tidak memenuhi standar

mobil di pasar Indonesia dan pada saat itu PT M sudah tidak menjadi ATPM perusahaan

otomotif tersebut. PT M hanya menghabiskan sisa stok mobil di gudang, barang CKD di

pabrik, dan suku cadang. Namun sampai saat ini PT M masih tetap melayani jasa after sales

kendaraan pelanggannya untuk mobil tersebut.

Pada saat ini, setelah PT M menghentikan penjualan mobil tersebut, PT M melakukan

bisnisnya dengan melakukan penjualan unit baru berupa kendaraan berat, seperti truk dan

bus. Kendaraan berat ini ia dapatkan dari perusahaan afiliasinya yaitu PT N, sebagai

tambahan dimana PT N ini merupakan ATPM dari truk tersebut. PT N juga merupakan joint

venture dengan produsen otomotif kendaraan berat di Indonesia sejak Desember 1982.

Sejak 2009, PT M mentransfer sebagian Aset Tetapnya ke Properti Investasi karena

Properti Investasi ini disewakan kepada perusahaan afiliasinya, PT N.

BAB 4: PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Prosedur Audit terhadap PT M

Dalam memenuhi tujuan audit terhadap laporan keuangan PT M, penulis melakukan beberapa

garis besar dalam proses audit laporan keuangan PT M. Proses yang dilakukan penulis

adalah:

1. Understanding of the Entity and its Environment

2. Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions

3. Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

Dengan menguji detail of balance, salah satu isu yang menjadi perhatian penulis

adalah ketepatan pengklasifikasian antara Aset Tetap dan Properti Investasi. Selain itu,

penulis diminta membantu tim audit mengkaji rencana PT M untuk mengganti model

pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar.

4.2 Gambaran Umum Aset Tetap dan Properti Investasi PT M

Di laporan keuangannya, PT M membagi Aset Tidak Lancar ke dalam dua jenis akun, yaitu

Properti Investasi dan Aset Tetap. Berikut adalah gambaran karakteristik dari properti

tersebut:

1. PT M memiliki properti yang terdiri atas tanah dan bangunan. Properti ini digunakan

untuk showroom, kegiatan administratif, kegiatan penjualan, dan bengkel. Sebagian

dari bangunan tersebut disewakan kepada PT N, perusahaan afiliasi

2. Bagian bangunan yang digunakan sendiri diklasifikan sebagai Aset Tetap, sedangkan

bagian bangunan yang disewakan diklasifikasikan sebagai Properti Investasi.

3. Seluruh biaya operasional yang dikeluarkan, seperti keamanan, kebersihan, dan

perawatan ditanggung oleh PT M sendiri. Pegawai untuk keamanan, kebersihan, dan

pemeliharaan bangunan tersebut merupakan pegawai dari PT M. Biaya operasional

tersebut jumlahnya signifikan terhadap total biaya yang dikeluarakan oleh PT M.

4. Pengukuran Aset Tetap dan Properti Investasi menggunakan model biaya (cost

model).

Pada tahun 2013, PT M bermaksud untuk mengganti model pengukuran Properti

Investasi dari model biaya ke model nilai wajar. Menurut penulis, motivasi yang mendasari

perubahan tersebut adalah keinginan PT M untuk meningkatkan saldo laba. PT M mengalami

kerugian sejak tahun 2009 yang mengakibatkan defisiensi modal. Apabila diasumsikan

terjadi kenaikan harga properti, diharapkan akan meningkatkan nilai wajar properti yang

diukur menggunakan model nilai wajar yang kemudian akan meningkatkan laba bersih.

Kenaikan laba bersih seharusnya akan menambah pajak pajak penghasilan yang harus

dibayar oleh perusahaan, namun perusahaan tidak khawatir karena kerugian yang telah

dialami sebelumnya dapat menunda kewajiban membayar pajak.

Penyebab utama kerugian PT M adalah penurunan penjualan dari tahun ke tahun

sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Karena pemegang saham PT M juga memiliki

bisnis penjualan untuk mobil Jepang, menurut penulis ada kemungkinan PT M tidak

bersungguh-sungguh mengembangkan bisnis penjualan mobil China tersebut dan justru ingin

mematikan kompetisi dengan mobil China tersebut.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

Tabel 4.1 Penjualan Unit Baru PT M Tahun 2008-2011

Tahun City Car SUV Jumlah

2008 650 200 850

2009 300 100 400

2010 490 40 530

2011 170 10 180

Sumber: Laporan Keuangan PT M (telah diolah kembali)

Laporan ini akan membahas dua pertanyaan terkait Properti Investasi PT M, yaitu:

1. Sudah tepatkah klasifikasi Properti Investasi PT M menurut PSAK 13?

2. Bagaimana dampak dari perubahan pengukuran Properti Investasi PT M dari model

biaya ke model nilai wajar?

Tabel 4.2 menunjukkan bagian aset tidak lancar di laporan posisi keuangan PT M

untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009 sampai 2011.

Tabel 4.2 Laporan posisi keuangan Aset Tidak Lancar PT M

per 31 Desember 2009 – 2011 (dalam ribuan rupiah)

2011 2010 2009

Aset Tidak Lancar

Properti Investasi

Tanah - Properti Investasi 4,892,316 4,892,316 4,892,316

Bangunan - Properti Investasi 6,291,026 6,291,026 6,291,026

Aset Tetap

Tanah - Aset Tetap 2,520,284 2,520,284 2,520,284

Bangunan - Aset Tetap 3,463,326 3,240,832 3,240,832

Peralatan Bengkel dan Produksi 17,578,944 17,578,944 17,116,779

Kendaraan 1,718,158 3,843,389 3,053,062

Peralatan Kantor 5,125,257 5,125,257 5,120,457

Akumulasi Penyusutan

Bangunan - Properti Investasi (5,488,269) (5,319,246) (5,100,905)

Bangunan - Aset Tetap (2,855,477) (2,740,218) (2,627,739)

Peralatan Bengkel dan Produksi (12,557,223) (11,196,796) (9,848,462)

Kendaraan (1,377,598) (2,779,022) (1,860,517)

Peralatan Kantor (5,097,465) (4,992,135) (4,770,233)

Penyertaan Saham 45,794,095 20,321,145 15,667,163

Aset Pajak Tangguhan 15,477,882 9,850,431 8,152,255

Aset Lain-lain 1,671,254 1,643,902 2,458,878

Jumlah Aset Tidak Lancar 77,156,510 48,280,109 44,305,194

Sumber: Laporan Keuangan PT M 2011 (telah diolah kembali)

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

4.3 Penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) terhadap Klasifikasi Properti Investasi di PT

M

Properti Investasi merupakan sebuah akun yang berbeda dengan Aset Tetap. Properti

Investasi ini ditujukan untuk aset yang belum digunakan atau juga untuk disewakan kepada

entitas lain. Sedangkan Aset Tetap adalah aset yang digunakan sendiri oleh entitas dalam

rangka pemenuhan barang atau jasa atau kegiatan administratif. Penyajian antara Aset Tetap

dan Properti Investasi harus diklasifiksikan ke dalam akun yang berbeda.

Menurut PSAK 13 (Revisi 2011), syarat klasifikasi Properti Investasi adalah, yaitu:

1. Properti berbentuk tanah atau bangnan atau bangunan dari suatu bangunan atau

kedua-duanya;

2. Properti dikuasai oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan;

3. Peroperti digunakan untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau

keduanya dan tidak untuk:

a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan

administratif; dan

b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.

4. Jika entitas memberikan tambahan jasa kepada penghuni properti yang dimilikinya,

entitas memperlakukan properti tersebut sebagai Properti Investasi jika jasa tersebut

tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.

5. Apabila Properti Investasi disewakan kepada perusahaan dalam satu kelompok usaha

yang laporan keuangannya kemudian dikonsolidasikan, maka properti tersebut

termasuk properti yang digunakan sendiri (Aset Tetap) jika dilihat dari sudut pandang

kelompok usaha. Akan tetapi, di laporan keuangan individual pemilik properti,

Properti Tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Properti Investasi.

Dari segi kepemilikan, PT M memiliki Properti Investasi berbentuk tanah dan

bangunan, dan properti tersebut memiliki surat-surat yang sah menunjukkan bahwa properti

tersebut dimiliki oleh PT M. Properti tersebut pada awalnya, sebelum tahun 2009 digunakan

sendiri oleh PT M, kemudian pada tahun 2009, PT N memutuskan untuk melakukan

pembukuan di Jakarta yaitu di kantor pusat PT M, sehingga PT M menyewakan sebagian

propertinya untuk disewakan kepada PT N. Sampai saat ini, PT M tidak menggunakan

properti tersebut untuk kegiatan operasionalnya, melainkan untuk disewakan kepada PT N

dengan sewa operasi.

Dari sisi pemberian tambahan jasa, pengelolaan bangunan ini dikelola seluruhnya oleh

PT M, seperti biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya tenaga kerja, seperti office boy,

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

dimana hal ini mencerminkan aspek signifikansi tambahan jasa yang diberikan. Artinya,

tambahan jasa yang diberikan untuk Properti Investasinya bernilai signifikan.

Dari segi pelaporannya, laporan keuangan individu PT M mengklasifikasikan properti

yang disewakan kepada afiliasinya tersebut ke dalam Properti Investasi.

Jadi berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), PT M belum bisa mengklasifikasikan

properti yang disewakan tersebut ke dalam Properti Investasi, karena salah satu syarat

klasifikasi Properti Investasi tidak terpenuhi, signifikansi tambahan jasa yang diberikan PT

M. PT M bisa mengakui properti tersebut sebagai Properti Investasi jika PT M membiarkan

PT N untuk mengelola sendiri biaya tambahan jasa yang seperti diberikan PT M, sehingga

tambahan jasa yang diberikan kepada PT N oleh PT M menjadi tidak signifikan.

Pengklasifikasian ini memiliki pengaruh ke pengukuran setelah pengakuan awal.

Pengukuran tidak akan berbeda jika Properti Investasi dan Aset Tetap sama-sama

menggunakan model biaya, namun perhitungan akan berbeda jika perusahaan mengacu pada

nilai wajar, dimana Properti Investasi akan mengukur dengan menggunakan model nilai

wajar, sedangkan Aset Tetap akan diukur dengan model revaluasi.

4.4 Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan model nilai wajar, yaitu:

1. Penyusutan, dalam model nilai wajar perusahaan tidak akan mengakui penyusutan

sebagai pengurang masa manfaat Properti Investasinya, sehingga laba operasi

perusahaan akan meningkat karena tidak mencatat beban penyusutan. Nilai buku

properti akan mengikuti harga pasar yang berlaku.

2. Walaupun tidak diharuskan, PSAK 13 paragraf 31 menganjurkan perusahaan untuk

menggunakan penilai independen untuk mengukur nilai wajar. Penggunaan jasa

penilai independen akan menimbulkan biaya jasa profesional.

3. Perubahan nilai properti, perusahaan harus mencatat kenaikan atau penurunan (gain

or loss) pada setiap tanggal pembukuan dan hal ini akan memengaruhi laporan laba

rugi.

4. Perpajakan, dengan adanya perubahan terhadap tiga hal di atas, maka tentu akan

memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan, nantinya akan memengaruhi nilai

laba bersih setelah dikurangi PPh Badan 25%.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

4.4.1 Beban Penyusutan

Perbedaan yang mendasari antara perhitungan model biaya dengan model nilai wajar adalah

penyusutan. Ketika perusahaan merubah model perhitungannya dari model biaya ke model

nilai wajar, maka perusahaan tidak lagi menghitung penyusutan Properti Investasinya setiap

periode, tetapi akan melakukan perhitungan nilai wajar setiap tanggal pembukuan.

Pada saat transisi dari model biaya ke model nilai wajar tentu akan terdapat perbedaan

antara nilai buku dengan nilai pasar, maka perusahaan harus menyesuaikan nilai propertinya

ke dalam nilai pasar. Perbedaan dari transisi tersebut akan diakui sebagai kenaikan (gain)

apabila nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku, dan penurunan (loss) apabila nilai wajar lebih

rendah dari nilai buku dan akan diakui di dalam pendapatan lain-lain sebagai kenaikan atau

penurunan akibat perubahan nilai wajar dan pendapatan lain-lain ini akan memengaruhi

Saldo Laba perusahaan.

Pada periode-priode berikutnya, setelah transisi model pengukuran tersebut,

perusahaan hanya akan mengukur nilai nilai wajar propertinya tanpa ada penyusutan karena

nilai wajar telah mencerminkan nilai ekonomis suatu properti.

4.4.2 Biaya Penilai Independen

Dalam menentukan nilai wajarnya, perusahaan tentu membutuhkan nilai yang tepat untuk

Properti Investasinya. Untuk mendapatkan nilai yang tepat tersebut, dibutuhkan perhitungan

dari penilai independen yang profesional. Dengan menggunakan jasa penilai tersebut, maka

perusahaan harus menanggung biaya (fee) atas penilai independen tersebut.

Biaya ini akan terus terjadi setiap periode dimana perusahaan melakukan

penghitungan. Perusahaan harus memperkirakan apakah dengan biaya yang terjadi akibat

penggunaan jasa profesional tidak menimbulkan pembengkakan biaya.

4.4.3 Perubahan Nilai Wajar

Di setiap periode, perusahaan akan melakukan pengukuran kembali nilai wajarnya. Dalam

pengukuran kembali tersebut akan menimbulkan kenaikan atau penurunan nilai dari periode

sebelumnya. Dalam hal ini, perusahaan juga tidak perlu melakukan perhitungan penyusutan

atas Properti Investasinya.

Hal perlu diperhatikan dari perubahan nilai wajar ini adalah nilai wajar tidak akan

selalu mengalami kenaikan. Kemungkinan penurunan nilai properti bisa saja terjadi, salah

satunya disebabkan karena kondisi ekonomi yang fluktuatif. Perusahaan harus bisa

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

mengantisipasi ketidakpastian tersebut, terlebih lagi jika nilai wajar properti mengalami

penurunan secara ekstrem sehingga mengakibatkan kerugian.

4.4.4 Perpajakan

Perubahan model pengukuran tentu akan memengaruhi laporan laba rugi perusahaan,

sehingga beban dan pendapatan yang terjadi akibat perubahan ke model nilai wajar tersebut

akan memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan.

BAB 5: PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), penulis menyimpulkan bahwa PT M tidak dapat

mengklasifikasikan propertinya sebagai Properti Investasi meskipun properti tersebut

disewakan. Hal ini disebabkan karena ada salah satu syarat yang belum terpenuhi,

yaitu signifikansi tambahan jasa yang diberikan kepada PT N terkait properti yang

disewanya. Dengan demikian, PT M harus mereklasifikasi Properti Investasinya ke

dalam Aset Tetap.

2. Seandainya properti yang disewakan tersebut memenuhi syarat sebagai Properti

Investasi, PT M perlu mempertimbangkan dampak perubahan model pengukuran dari

model biaya ke model nilai wajar.

a. Dampak positifnya adalah PT M tidak lagi mencatat beban penyusutan, sehingga

diharapkan laba operasi perusahaan dapat meningkat. Kemudian jika pasar

properti menunjukkan tren kenaikan nilai wajar, maka PT M akan mencatat

keuntungan di laporan laba rugi atas kenaikan nilai wajar Properti Investasi.

b. Dampak negatif yang akan dialami PT adalah muncul beban baru yaitu beban jasa

penilai independen, karena PSAK 13 (Revisi 2011) menganjurkan perusahaan

untuk menggunakan penilai independen dalam mengukur nilai wajar Properti

Investasi dan penilaian ini juga harus dilakukan pada setiap tanggal laporan posisi

keuangan, sehingga beban atas jasa penilai independen akan selalu dicatat setiap

tanggal laporan posisi keuangan. Kemudian jika pasar properti mengalami

penurunan, perusahaan harus siap mencatat kerugian di laporan laba rugi atas

penurunan nilai wajar Properti Investasi.

3. Dari sisi perpajakan, perusahaan harus mengeluarkan beban pajak lebih besar akibat

keuntungan dari pengukuran dengan model nilai wajar tersebut, namun perusahaan

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

tidak khawatir karena kerugian yang telah dialami sebelumnya dapat menunda

kewajiban membayar pajak.

5.2 Saran

1. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, penulis menyarankan kepada PT M, bahwa

mereka sebaiknya sebelum melakukan pergantian model perhitungan Properti

Investasi, PT M melakukan reklasfikasi terlebih dahulu Properti Investasinya ke

dalam Aset Tetap, karena properti tersebut berdasarkan PSAK 13 belum dapat

diklasifikasikan sebagai Properti Investasi, melainkan Aset Tetap.

2. Jika PT M ingin tetap mengklasifikasikan properti yang disewakan sebagai Properti

Investasi, PT M harus memenuhi syarat akan signifikansi tambahan jasa yang

diberikan. PT M dapat membuat kesepakatan baru mengenai kontrak sewa dengan PT

N sehingga tambahan jasa yang diberikan PT M menjadi tidak signifikan.

3. Untuk rencana mengubah model perhitungannya, PT M sebaiknya

mempertimbangkan lagi secara matang mengenai motif dan tujuan mereka dalam

rencana mengubah model pengukurannya, karena nilai wajar dalam pasar aktif sangat

fluktuatif. Perusahaan harus konsisten terhadap perubahan tersebut, meskipun dengan

perhitungan nilai wajar jadi menimbulkan kerugian bagi perusahaan di kemudian hari.

4. Untuk kegiatan operasionalnya, PT M sebaiknya melakukan riset pasar guna

menganalisis peluang bisnis apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali

kondisi keuangannya setelah beberapa tahun terakhir mengalami kerugian. Di

samping itu, demi meningkatkan kembali laba perusahaannya, PT M dapat

memangkas biaya agar lebih efisien. Salah satu biaya tersebut adalah biaya jasa

tambahan atas pengelolaan Properti Investasi. PT M dapat mengalihkan biaya tersebut

ke PT N sebagai penyewa. Selain berkurangnya biaya yang ditanggung, PT M juga

menjadi bisa mengklasifikasikan properti yang disewakan tersebut sebagai Properti

Investasi karena jasa tambahan yang diberikan tidak lagi signifikan.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

KEPUSTAKAAN

Arens, A.A., Elder, R.J., Beasley, M.S., Jusuf, A.A,. 2009. Auditing and Assurance

Services:An Integrated Approach. Singapore: Prentice Hall.

Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba

Empat, 2011.

Lau, P., Lam, N. Intermediate financial accounting. 2011. Columbus: McGraw Hill.

Reeve, J.M., Warren, C.S., Duchac, J.E., Wahyuni, E.T., Soepriyanto, Gatot., Jusuf, A.A.,

Djakman, D.D. 2008. Principles of accounting. Singapore: Cengage Learning.

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013

FORMUI,IR Pf,RSETU'UAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:NamaNIP/NUP

| 9gt:ry r.-4oN 4Lis4: 0606 03t&

Pembimbing dari mahasiswa 57/@

ll3. t Wa.ndro, lcjo NuSroI.zflM I oso'Sgz\tiFaku l tas _ . . :EkonomiProg.am Studi I Au,titn^ siJudilNaskah Ringka., Al"tit

'r** Vh,ti p:W; ?eq*< l,-"-sb; lTr^ d'',e Da'yJ.

Qw'tn"\'^ \e+q,'\.<^ ?rcpu $ lwLotks; lo; va"&), br^t" 1,,*- ',..delMenyatakan bahwa naskah ringkas initelah diperiksa, diperbaiki, Nilar '"t4a,t,dipertimbangkan dan dinyatakan dapat diunggah di Ufana0ib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan membed) tanda silang :

I Dapat diakses dan dipublikasikan di Ul-ana Uib.ui.ac,idl.

LJ Akan diproses diterbitkan pada Jumal Prodi/lurusan/Fakultas di UI.

LJ Akan diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar

yang diprediki akan dipublikasikan pada ............(bulan/tahun terbit)

Ll Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu

i;;;;;ffiili;#;ffii#il;;il; liiT1tiillh"n",'.".onrLl Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi

Internasional pada

yang diprediksi akan dipublikasikan pada ............(bulan/tahun terbitJ

LJ Naskah ringkas ini baik dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitianlain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan ke jurnalinternasional, yaitu: .dan akan akan dipublikasikan pada .....................(bulan/tahun)

LJDitunda publikasi onli[enya karena akan/sedang dalam proses paten/HKl

Denok, j€ - Ja,urrri , 2o r3

ffi-1+ lPembimbing Skripsi/TEi@Fsi** pilih salah satu

Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013