Aub

17
1. Definisi Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi, penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis perdarahan uterus disfungsional (PUD) ditegakkan perekslusionam. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan ireguler, menoragia dan perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi (dr.Andon : 2007) Perdarahan uterus disfungsional merupakan perdarahan rahim abnormal tanpa penyebab organik (gangguan organ) seperti kemungkinan kehamilan, tumor, infeksi, koagulopati, dan penyakit radang panggul atau penyakit lainnya (Yahya, 2008). Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi maupun lamanya, yang terjadi di dalam atau di luar haid sebagai wujud klinis gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium, endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi seperti radang, tumor, keganasan, kehamilan atau gangguan sistemik lain.(Kadarusman,2005) Pola dari perdarahan uterus abnormal: - Menoragia (hipermenorea) Adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang terjadi pada interval yang teratur. Adanya beku-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang

Transcript of Aub

Page 1: Aub

1. Definisi

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran

reproduksi, penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis perdarahan

uterus disfungsional (PUD) ditegakkan perekslusionam. Manifestasi klinis dapat

berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan ireguler, menoragia dan

perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi (dr.Andon : 2007)

Perdarahan uterus disfungsional merupakan perdarahan rahim abnormal tanpa

penyebab organik (gangguan organ) seperti kemungkinan kehamilan, tumor,

infeksi, koagulopati, dan penyakit radang panggul atau penyakit lainnya (Yahya,

2008).

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus baik

dalam jumlah, frekuensi maupun lamanya, yang terjadi di dalam atau di luar

haid sebagai wujud klinis gangguan fungsional mekanisme kerja poros

hipotalamus-hipofisis-ovarium, endometrium tanpa kelainan organik alat

reproduksi seperti radang, tumor, keganasan, kehamilan atau gangguan

sistemik lain.(Kadarusman,2005)

Pola dari perdarahan uterus abnormal:

- Menoragia (hipermenorea)

Adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang terjadi pada

interval yang teratur. Adanya beku-bekuan darah tidak selalu abnormal,

tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan

yang “gushing” dan “open-faucet” selalu menandakan sesuatu yang tidak

lazim. Mioma submukosa, komplikasi kehmilan, adenomiosis, IUD,

hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional

adalah penyebab tersering dari menoragia.

- Hipomenorea (kriptomenorea)

Adalah perdarahan menstruasi yang sedikit pada siklus menstruasi normal,

dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis

himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s

Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan

Page 2: Aub

histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral

terkadang mengelulh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

- Metroragia (perdarahan intermenstrual)

Adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu diantara periode

menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai

dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh

basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks

adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi

estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.

- Polimenorea

Adalah periode menstruasi yang terjadi terlalu sering/ frekuensi perdarahan

teratur terjadi kurang dari 21 hari. Hal ini biasanya berhubungan dengan

anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.

- Menometroragia

Adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan

durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan

perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset

yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya

keganasan atau komplikasi dari kehamilan.

- Oligomenorea

Adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea

didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume

perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan

anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus)

ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak).

Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea

terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

- Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus)

Harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih

sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina

Page 3: Aub

(Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak

menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat

dianjurkan untuk dilakukan.

(Lauren, 2003)

2. Epidemiologi

Perdarahan uterus disfungsional merupakan sebab tersering perdarahan

abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita. Dilaporkan gangguan ini

terjadi pada 5-10% wanita (Dodds, 2004). Lebih dari 50% terjadi pada masa

perimenopause, sekitar 20% pada masa remaja, dan kira-kira 30% pada wanita usia

reproduktif (Chalik, 1998). Ras bukan faktor penting, tetapi insidensi leiomyoma

pada wanita ras Afrika lebih tinggi dan mereka memiliki kadar estrogen yang lebih

banyak, karena itu mereka cenderung untuk lebih sering mengalami episode

perdarahan abnormal pervaginam (Dodds, 2004).

Di Amerika serikat dan inggris, perdarahan uterus disfungsional merupakan 10%

dari kunjungan rumah sakit3. dan 90% dari kasus perdarahan uterus abnormal

(Kahn, 2000). Berdasarkan golongan usia 3-4% perdarahan uterus disfungsional

terjadi pada remaja. Dalam hubungannya dengan siklus haid, perdarahan uterus

disfungsional lebih sering ditemukan pada siklus anovulatorik yaitu sekitar 85-90%.

Di Indonesia belum ada angka yang menyebutkan kekerapan perdarahan uterus

disfungsional ini secara menyeluruh. Kebanyakan penulis memperkirakan

kekerapannya sama dengan diluar negeri, yaitu 10% dari kunjungan ginekologik. Di

RSCM/ FKUI pada tahun 1989 ditenukan 39% kasus perdarahan uterus disfungsional

dari kunjungan poliklinik endokronologi dan reproduksi (Kadarusman, 1993).

3. Patofisiologi

4. Faktor resiko

Perdarahan uterus disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan

siklus ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Menurut

Suseno (2007) terdapat beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim

disfungsional, antara lain :

a) Kegemukan (obesitas)

b) Faktor kejiwaan

Page 4: Aub

c) Alat kontrasepsi hormonal

d) Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)

e) Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya:

trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah),

Diabetes Mellitus, dan lain-lain

f) Tumor organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina,

dan lain-lain

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun

pada siklus tidak berovulasi.

a) Siklus berovulasi

Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid.

Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di

endometrium.

b) Siklus tidak berovulasi

Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan

pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak berovulasi

menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap

endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga tidak

mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami iskemia dan

dilepaskan dari stratum basal.

c) Efek samping penggunaan kontrasepsi

Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK)

menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan. Progestin

menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat

menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan ada pengguna alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis

(dr.Andon : 2007)

5. Manifestasi klinis

Perdarahan rahim dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah

perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada

Page 5: Aub

siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa

diprediksikan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi

merupakan kebalikannya. Selain itu gejala yang dapat timbul diantaranya seperti

mood yang suka berubah-ubah, kekeringan atau kelembutan vagina serta rasa lelah

yang berlebih (Suseno, 2007)

a) Siklus ovulasi

Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,

hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini

merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus

pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan

diagnosis, pengambilan sampel perlu dilakukan pada masa mendekati haid.

Apabila siklus haid tidal tidak lagi dikenali karena perdarahan yang lama dan

tidak teratur, bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe

sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus dipertimbangkan sebagai etiologi :

Korpus luteum persistensi

Perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar dan

dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur

Insufisiensi korpus luteum

Hal ini menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea.

Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan

LH releasing factor. Diagnosis ditegakkan apabila hasil biopsi endometrial

dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang

seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

Apopleksia uteri

Wanita dengan hipertensi dapat mengalami pecahnya pembuluh darah

dalam uterus.

Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan

dalam mekanisme pembekuan darah

b) Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)

Page 6: Aub

Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu

bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya sehingga

perdarahan rahim berkepanjangan (Suseno, 2007). Pada tipe ini berhubungan

dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu

fungsional aktif. Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami

atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah

pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula

proliperatif dapat terjadi endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini

diperoleh pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan

bersifat anovulatoar. Biasanya perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa

pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah

menarche perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau

terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa

pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada

wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak

selalu berjalan lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada

harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi

ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa

pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan

untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. (Handoko, 2005)

6. Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendiagnosis PUD adalah dengan cara menyingkirkan kelainan organik

dan anatomik alat reproduksi, kehamilan, kelainan koagulasi darah serta keadaan

patologis lainnya seperti kelainan hepar, hiper/hipotiroid.

Secara keseluruhan tahapan pemeriksaan yang perlu ditempuh adalah:

a. Anamnesa

Perlu diketahui usia menars, siklus haid setelah menarche, lam dan jumlah

darah haid, gravida, paritas, riwayat abortus atau terminasi kehamilan

selanjutnya, enggunaan kontrasepsi, serta latar belakang keluarga dan latar

belakang emosionalnya. Selin itu juga ditanyakan tentang riwayat penyakit:

Page 7: Aub

diabetes mellitus, hipertensi, hipotiroidismus, hipertiroidismus, penyakit hati,

penggunaan obat-obatan termasuk aspirin, antikovulsan dan antibiotika.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai kemungkinan adanya sebab lain

yang dapat menimbulkan perdarahan uterus abnormal. Dinilai keadaan umum

dan tanda vital, serta diperiksa apakah ditemukan obesitas. Perlu dinilai adanya

hipo/hipertiroid dan gangguan hemostasis seperti petekie, purpura, dan

perdarahan mukosa yang menyertai perdarahan pervaginam. Pada penderita

dengan gangguan fungsi hepar, perlu dicari adanya tanda dan gejala berupa

spider angioma, palmar erythema, spenomegali, asites dan ikteri. Wanita

dengan PCOD (polycistic ovarian disease) akan ditemukan tanda-tanda

hiperandrogen, hirsutisme, obesitas, dan pembesaran ovarium.

c. Pemeriksaan ginekologi

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menyingkirkan adanya kelainan

organik seperti perlukaan genetalia, erosi/radang atau pollip serviks, mioma

uteri, krista ovarii serta menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan.

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menyingkirkan kelainan-kelainan

lain yang menyebabkan perdarahan uterus abnormal, natara lain adalah:

Tes kehamilan

Laboratorium darah dan fungsi hemostasis: complete blood cell count

(CBC) prothrombin time (PT), activates partial thromboplastin time

(aPTT)

Pemeriksaan hormonal/endokrin (T3,T4, testoateron, DHEAS, uji

glukosa)

Ultrasonografi (USG)

Biopsi endometrium (pada wanita yang sudah menikah)

Tes fungsi hati

Sonohisterografi: NaCl fisiologis dimasukkan ke dalam kavum uteri

melalui kateter sambil dilakukan USG transvaginal, digunakan untuk

menilai kavum uteri dan lapisan endometrium, serta dapat

Page 8: Aub

mempertajam diagnostik sebelum dilakukan kuretase pada kasus

perdarahan uterus.

Histerektomi: Adalah suatu prosedur pemeriksaan kavum uteri dengan

menggunakan alat histeroskop (merupakan teleskop kecil) yang

dimasukkan ke dalam kavum uteri melalui kanalis servikalis.

7. Penatalaksanaan medis

Tujuan terapi adalah mengontrol perdarahan, mencegah perdarahan berulang,

mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh, dan

menjaga kesuburan. Tatalaksana awal dari perdarahan akut adalah pemulihan

kondisi hemodinamik dari ibu. Apabila pasien memiliki kontraindikasi untuk terapi

estrogen, maka penggunaan progesteron dianjurkan. Untuk perdarahan

disfungsional yang berlangsung dalam jangka waktu lama, terapi yang diberikan

tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan pilihan kontrasepsi.

Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien yang

menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan ,

dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi. Terapi operasi dapat

disarankan untuk kasus yang resisten terhadap terapi obat-obatan (Kadarusman,

2005)

a. Pasien ditemukan pada waktu episode perdarahan berat

Dalam situasi ini, terapi yang diberikan bersifat darurat. Terdapat dua metode

yaitu kuretase dan memberikan hormone. Hormon yang dipilih biasanya adalah

combined equine estrogen (CEE), 25 mg diberikan secara intravena dan diulangi

setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. CEE dengan dosis ini dapat menyebabkan mual

yang berat pada bebepara wanita. Setelah CEE dapat menghentikan

perdarahan, harus diberikan progestogen selama 14 hari untuk menginduksi

perubahan sekresi dan kemudian pelepasan endometrium. Sebagai pengganti

CEE dapat diberikan 17-hidroksiprogesteron asetat 125-250 mg secara

intramuscular, atau norethisteron20-30 mg per oral setiap hari dalam dosis

terbagi selama 4 hari. Jika digunakan progestogen, mungkin akan terjadi

withdrawal bleeding 3-6 hari kemudian. Hal ini dapat dihindarkan jika

norethisteron (5-10 mg) diteruskan selama 20 hari ( Llewellyn-Jones, 2002)

Page 9: Aub

b. Pasien ditemukan diantara episode perdarahan

Dalam situasi ini terdapat beberapa pilihan yang dibagi dalam dua kelompok

utama yaitu pengobatan hormonal dan pengobatan secara bedah (Llewellyn-

Jones, 2002).

c. Pengobatan hormonal

Terdiri dari progestogen, kontrasepsi oral, Danazol, dan Levonorgestrel

intrauterine device

d. Terapi bedah

Kuretase

Kuretase dapat mengontrol perdarahan berat dalam jangka waktu yang

singkat, tetapi biasanya kambuh kembali dalam jangka 4-6 bulan.

Ablasi Endometrium

Konsep prosedur ini adalah mengadakan ablasi lapisan basal endometrium,

regenerasi endometrium dapat dicegah atau dikurangi, dan menoragi dapat

sembuh. Keuntungan dari ablasi endometrium adalah tindakan ini kurang

invasif dan kurang nyeri dibandingkan histerektomi. Masa penyembuhan 3-

7 hari.

Histerektomi

Histerektomi yaitu pengangkatan uterus melalui pembedahan. Histerektomi

dilakukan sebagai tindakan untuk penanganan keganasan dan kondisi bukan

keganasan tertentu, menongontrol perdarahan yang mengancam jiwa, dan

kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh atau rupture uteri yang tidak

dapat diperbaiki (Doenges, 2002)

e. Penghentian perdarahan

Pemakaian hormon steroid seks

1. Estrogen

Dipakai pada perdarahan uterus disfungsional untuk menghentikan

perdarahan karena memiliki berbagai khasiat yaitu:

Penyembuhan luka (healing effect)

Pembentukan mukopolisakarida pada dinding pembuluh darah

Vasokonstriksi, karena merangsang pembentukan prostaglandin

Page 10: Aub

Meningkatkan pembentukan trombin dan fibrin serta menghambat

proses fibrinolisis.

2. Progestin

Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan

perdarahan. Beberapa sedian tersebut antara lain adalah noretisteron,

MPA, megestrol asetat, didrogesteron dan linestrenol. Noretisteron dapat

menghentikan perdarahan setelah 24-48 jam dengan dosis 20-30 mg/hari,

medroksiprogesteron asetat dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari,

megestrol asetat dengan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari selama

10 hari, serta linestrenol dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari.

3. Androgen

Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tak cocok dengan estrogen dan

progesterone. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol

(danazol) dan metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17-α-

etinil-testosteron). Dosis yang diberikan adalah 200 mg/hari selama 12

minggu. Perlu diingat bahwa pemakaian jangka panjang sediaan androgen

akan berakibat maskulinisasi.

Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin.

Pada peristiwa perdarahan, prostaglandin penting peranannya pada

vaskularisasi endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgE2α meningkat secara

bermakna. Dengan dasar itu, penghambat sintesis prostaglandin atau obat

anti inflamasi non steroid telah dipakai untuk pengobatan perdarahan

uterus disfungsional, terutama perdarahan uterus disfungsional

anovulatorik. Untuk itu asam mefenamat dan naproksen seringkali dipakai

dosis 3 x 500 mg/hari selama 3-5 hari terbukti mampu mengurangi

perdarahan.

Page 11: Aub

Pemakaian antifibrinolitik

Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara local pada

perdarahan uterus disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas

fibrinolitik yang diakibatkan oleh kerja enzimatik. Proses ini berfungsi

sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk mengatasi penumpukan fibrin.

Unsur utama pada system fibrinolitik itu adalah plasminogen, yang bila

diaktifkan akan mengeluarkan protease palsmin.

Enzim tersebut akan menghambat aktivasi palsminogen menjadi

plasmin, sehingga proses fibrinolisis akhirnya akan terhambat pula. Sediaan

yang ada untuk keperluan ini adalah asam amino kaproat (dosis yang

diberikan adalah 4 x 1-1,5 gr/hari selama 4-7 hari).

8. Askep