Atresia Duodenum

11
1 MODUL ATRESIA DUODENUM Kode Modul : MBA 022 A. Definisi Atresia dan stenosis duodenum adalah diskontinuitas atau penyempitan lumen duodenum kongenital. Ke- lainan ini merupakan penyebab paling sering obsrtuksi duodenum pada bayi. Insidensi kelainan ini ada- lah 1 : 5000 kelahiran hidup. Atresia duodenum disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi dari lumen duo- denum pada trimester pertama kehamilan. Kegagalan dari rekanalisasi ini menyebabkan berbagai macam bentuk dari obstruksi duodenum antara lain atresia, stenosis, dan pembentukan jaring – jaring (web) pada mukosa duodenum. B. Waktu 1. Tingkat pengayaan mulai semester 1 sampai 3 2. Kegiatan magang diprogram dari semester 4 sampai 6 3. Kegiatan mandiri dimulai dari awal semester 7 sampai akhir masa pendidikan Jenis Penya- kit ICD 10 Tahap I Tahap II Jumlah kasus minimum PBD (3bl) Sem 1 Sem 2 Sem 3 Sem 4 Sem 5 Sem 6 Sem 7 Sem 8 Sem 9 G M Atresia, ste- nosis duode- num Q 41.1 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A5 2 2 Kompetensi yang harus dikuasai dalam setiap tahap ditandai dengan warna, warna merah adalah tingkat pengayaan dan pen- gusaan materi (K6), warna kuning adalah tingkat magang dan pengusaan psikomotor dan attitude (P2A3); sedangkan warna hijau adalah tingat mandiri dan pengusaan psikomotor dan attitude (P5A5). G : Kegiatan magang M : Operasi mandiri C. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis atresia dan stenosis duodenum ; dapat menegakkan diagnosis, me- lakukan persiapan pra operasi, melakukan tindakan duodenoduodenostomy serta perawatan paska operasi. 2. Tujuan Khusus 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi duodenum. 2. Mampu menjelaskan fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan gambaran klinis pada atresia dan stenosis duodenum. 3. Mampu menjelaskan indikasi operasi pada atresia dan stenosis duodenum baik dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi. 4. Mampu menjelaskan, melakukan operasi duodenoduodenostomy dan mengatasi komplikasinya 5. Mampu melakukan perawatan paska operasi duodenoduodenostomy. 6. Mampu mengenal dan menangani komplikasi paska operasi duodenoduodenostomy baik komplikasi dini maupun lanjut

description

modul bedah anak

Transcript of Atresia Duodenum

Page 1: Atresia Duodenum

1

MODUL ATRESIA DUODENUM Kode Modul : MBA 022

A. Definisi

Atresia dan stenosis duodenum adalah diskontinuitas atau penyempitan lumen duodenum kongenital. Ke-lainan ini merupakan penyebab paling sering obsrtuksi duodenum pada bayi. Insidensi kelainan ini ada-lah 1 : 5000 kelahiran hidup. Atresia duodenum disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi dari lumen duo-denum pada trimester pertama kehamilan. Kegagalan dari rekanalisasi ini menyebabkan berbagai macam bentuk dari obstruksi duodenum antara lain atresia, stenosis, dan pembentukan jaring – jaring (web) pada mukosa duodenum.

B. Waktu

1. Tingkat pengayaan mulai semester 1 sampai 3 2. Kegiatan magang diprogram dari semester 4 sampai 6 3. Kegiatan mandiri dimulai dari awal semester 7 sampai akhir masa pendidikan

Jenis Penya-

kit

ICD 10

Tahap I

Tahap II

Jumlah kasus

minimum PBD (3bl)

Sem 1

Sem 2

Sem 3

Sem 4

Sem 5

Sem 6

Sem 7

Sem 8

Sem 9

G

M

Atresia, ste-nosis duode-num

Q 41.1

K6

K6

K6

K6

P5.A3

P5.A3

P5.A3

P5.A5

P5.A5

P5.A5

2

2

Kompetensi yang harus dikuasai dalam setiap tahap ditandai dengan warna, warna merah adalah tingkat pengayaan dan pen-gusaan materi (K6), warna kuning adalah tingkat magang dan pengusaan psikomotor dan attitude (P2A3); sedangkan warna hijau adalah tingat mandiri dan pengusaan psikomotor dan attitude (P5A5). G : Kegiatan magang M : Operasi mandiri

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis atresia dan stenosis duodenum ; dapat menegakkan diagnosis, me-lakukan persiapan pra operasi, melakukan tindakan duodenoduodenostomy serta perawatan paska operasi.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi duodenum. 2. Mampu menjelaskan fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan gambaran klinis

pada atresia dan stenosis duodenum. 3. Mampu menjelaskan indikasi operasi pada atresia dan stenosis duodenum baik dengan

komplikasi maupun tanpa komplikasi. 4. Mampu menjelaskan, melakukan operasi duodenoduodenostomy dan mengatasi komplikasinya 5. Mampu melakukan perawatan paska operasi duodenoduodenostomy. 6. Mampu mengenal dan menangani komplikasi paska operasi duodenoduodenostomy baik

komplikasi dini maupun lanjut

Page 2: Atresia Duodenum

2

D. Strategi dan Metoda Pembelajaran

1. Pengajaran dan kuliah pengantar 50 menit 2. Tinjauan Pustaka

� Presentasi teori dasar � Presentasi kasus atresia dan stenosis duode-

num

1 kali, telaah kepustakaan 1 kali

3. Diskusi Kelompok 2 x 50 menit, diskusi kasus menyangkut diagnosa, operasi, komplikasi operasi, dsb.

4. Bed side teaching 2 x ronde 5. Bimbingan Operasi

� Operasi magang � Operasi mandiri

minimal 2 kasus, minimal 2 kasus

E. Kompetensi

Jenis Kompetensi Tingkat Kompetensi

a Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi duodenum. K6 b Mampu menjelaskan fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan

gambaran klinis pada atresia dan stenosis duodenum. K6

c Mampu menjelaskan indikasi operasi pada atresia dan stenosis duodenum baik dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi. K6 P2 A3

d Mampu menjelaskan, melakukan operasi duodenoduodenostomy dan mengatasi komplikasinya K6 P5 A5

e Mampu melakukan perawatan paska operasi duodenoduodenostomy. K6 P5 A5 f Mampu mengenal dan menangani komplikasi paska operasi

duodenoduodenostomy baik komplikasi dini maupun lanjut K6 P5 A5

F. Persiapan Sesi

(1) Materi kuliah pengantar berupa kisi-kisi materi yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi, mencakup a. Embriologi dan anatomi duodenum. b. Fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan gambaran klinis pada atresia dan steno-

sis duodenum. c. Indikasi operasi dan tehnik operasi duodenoduodenostomy dan mengatasi komplikasinya d. Perawatan pasca operasi duodenoduodenostomy. e. Mengenal dan menangani komplikasi pasca operasi duodenoduodenostomy baik komplikasi dini

maupun lanjut (2) Presentasi teknik operasi (3) Peralatan penunjang untuk materi (Audio-visual)

G. Referensi

1. Grosfeld JL, O’Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran AG. Duodenale atresia, stenosis – Annular pancreas dalam Pediatric Surgery. 6th ed. 2006. pg 1260

2. O’Neill JA, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW, Coran AG, Caldamore AA. Duodenale obstruction dalam Principles of Pediatric Surgery. 2nd ed. Pg 471

Page 3: Atresia Duodenum

3

3. Ashcraft, Holcomb KW, Murphy GW, Patrick J. Duodenale obstruction dalam Pediatric Sugery. 4th ed. 2005. pg 697-706

4. Oldham, KT, et al. Stomach and duodenum Dalam Principles and Practice of Pediatric Surgery 4th edt.. Lippincott Williams & Wilkins. 2005. p 1150 - 1178

5. P. Puri, M. Holwarth. Duodenale obsruction dalam Pediatric Surgery. 2006. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2006 pg 203 - 211

H. Gambaran Umum

Atresia dan stenosis duodenum adalah diskontinuitas atau penyempitan lumen duodenum kongenital Atresia dan stenosis duodenum merupakan penyebab paling sering obsruksi duodenum pada bayi. Insi-densi kelainan ini yaitu 1 : 2500-5000 kelahiran. Obstruksi duodenum disebabkan oleh kegagalan rekana-lisasi dari lumen duodenum dari bentuk padat saat masa trimester pertama kehamilan. Kegagalan dari re-kanalisasi ini menyebabkan berbagai macam bentuk dari obstruksi duodenum antara lain atresia, stenosis, dan pembentukan jaring – jaring (web) pada mukosa duodenum. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya atresia duodenum: 1. Teori “vascular accident” yang dikemukakan oleh Lauw dan Barnard pada tahun 1955. 2. Teori iskemia dari jaringan distal atresia intestinal yang disebabkan oleh “postnatal distension with

air.” Yang dikemukakan oleh Nixon dan Tawes pada tahun 1971. 3. Adanya mutasi dari gen yang mengekspresikan Fibroblast Growth Factor-10 (FGF-10) yang berpe-

ran dalam proses organogenesis dari saluran cerna. 4. Hilangnya gen yang mengekspreskan Fibroblast growth factor receptor 2b (Fgfr2b) yang dapat me-

nyebabkan menurunnya proliferasi dan meningkatnya apoptosis sel dari saluran cerna. Klasifikasi Atresia duodenum :

1. Tipe 1 : kelainan yang terbanyak pada atresia duodenum dimana terdapat membran diafragma (atresia) dengan dinding duodenum yang masih ada

2. Tipe 2 : kelainan “two end atresia”, dimana antara ujung atresia dihubungkan dengan jaringan fibrous.

Page 4: Atresia Duodenum

4

3. Tipe 3 : jarang ditemukan, merupakan kelainan berupa pemisahan komplit antara dua ujung dari atresia duodenum.

Obstruksi duodenum dapat dicurigai pada saat prenatal yaitu dengan adanya polihidramnion sekitar

30 – 59% Pada bayi baru lahir dengan atresia duodenum akan muntah beberapa jam setelah lahir dan ti-dak memiliki toleransi yang baik bila diberi minum. Sekitar 85% obstruksi duodenum terjadi distal dari ampula vatteri, maka muntah yang dihasilkan akan berwarna hijau.. Selain muntah, dari pemeriksaan fi-sik dapat dijumpai suatu massa di epigastrium yang merupakan gaster yang berdilatasi. Aspirasi cairan gaster melalui NGT lebih dari 20 cc menandakan suatu obstruksi intestinal(8). Muntah setelah bayi lahir tidak terjadi pada stenosis duodenum, tetapi muntah dapat terjadi beberapa minggu atau bulan yang ber-sifat muntah berulang, yang diikuti dengan gagal tumbuh kembang pada anak.

Ultrasonography prenatal pada bulan ke 7-8 kehamilan dapat membantu mendiagnosa adanya kelai-nan obstruksi duodenum yang menggambarkan dilatasi dari lambung dan duodenum yang terisi cairan amnion. Hasil ultrasonography yang normal belum tentu menyingkirkan suatu obstruksi duodenum. Pada pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “double bubble” tanpa adanya udara pada distal duodenum yang merupakan suatu ciri khas pada atresia duodenum. Sedangkan, bila terdapat gambaran udara di distal duodenum dapat dicurigai sebagai stenosis duodenum

Setelah diagnosis ditegakkan, dekompresi gaster dan perbaikan cairan serta gangguan elektrolit ha-rus segera dilakukan. Karena operasi (duodenoduodenostomy) bersifat semi cito, maka kelainan konge-nital yang dapat menyertai obstruksi duodenum seperti kelainaan jantung, malformasi anorektal, atresia esophagus, dan Down sindrome harus dicari.

I. Contoh Kasus

Seorang bayi berusia 3 hari datang ke emergensi dengan keluhan muntah hijau berulang sejak lahir. Dari pemeriksan fisik didapatkan penderita dalam keadaan dehidrasi sedang, terpasang NGT dengan cairan kehijauan, dan pada abdomen didapatkan adannya massa di epigastrium. Pertanyaan : 1. Apa kemungkinan diagnosis saudara? 2. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita ini?

J. Rangkuman

Atresia dan stenosis duodenum adalah diskontinuitas atau penyempitan lumen duodenum kongenital Atresia dan stenosis duodenum merupakan penyebab paling sering obsruksi duodenum pada bayi. Insi-densi kelainan ini yaitu 1 : 2500-5000 kelahiran. Obstruksi duodenum disebabkan oleh kegagalan rekana-lisasi dari lumen duodenum dari bentuk padat saat masa trimester pertama kehamilan. Kegagalan dari re-kanalisasi ini menyebabkan berbagai macam bentuk dari obstruksi duodenum antara lain atresia, stenosis, dan pembentukan jaring – jaring (web) pada mukosa duodenum. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya atresia duodenum: 1. Teori “vascular accident” yang dikemukakan oleh Lauw dan Barnard pada tahun 1955. 2. Teori iskemia dari jaringan distal atresia intestinal yang disebabkan oleh “postnatal distension with

air.” Yang dikemukakan oleh Nixon dan Tawes pada tahun 1971. 3. Adanya mutasi dari gen yang mengekspresikan Fibroblast Growth Factor-10 (FGF-10) yang berpe-

ran dalam proses organogenesis dari saluran cerna. 4. Hilangnya gen yang mengekspreskan Fibroblast growth factor receptor 2b (Fgfr2b) yang dapat me-

nyebabkan menurunnya proliferasi dan meningkatnya apoptosis sel dari saluran cerna.

Page 5: Atresia Duodenum

5

Klasifikasi Atresia duodenum :

1. Tipe 1 : kelainan yang terbanyak pada atresia duodenum dimana terdapat membran diafragma (atresia) dengan dinding duodenum yang masih ada

2. Tipe 2 : kelainan “two end atresia”, dimana antara ujung atresia dihubungkan dengan jaringan fibrous.

3. Tipe 3 : jarang ditemukan, merupakan kelainan berupa pemisahan komplit antara dua ujung dari atresia duodenum.

Obstruksi duodenum dapat dicurigai pada saat prenatal yaitu dengan adanya polihidramnion sekitar

30 – 59% Pada bayi baru lahir dengan atresia duodenum akan muntah beberapa jam setelah lahir dan ti-dak memiliki toleransi yang baik bila diberi minum. Sekitar 85% obstruksi duodenum terjadi distal dari ampula vatteri, maka muntah yang dihasilkan akan berwarna hijau.. Selain muntah, dari pemeriksaan fi-sik dapat dijumpai suatu massa di epigastrium yang merupakan gaster yang berdilatasi. Aspirasi cairan gaster melalui NGT lebih dari 20 cc menandakan suatu obstruksi intestinal. Muntah setelah bayi lahir ti-dak terjadi pada stenosis duodenum, tetapi muntah dapat terjadi beberapa minggu atau bulan yang bersi-fat muntah berulang, yang diikuti dengan gagal tumbuh kembang pada anak.

Ultrasonography prenatal pada bulan ke 7-8 kehamilan dapat membantu mendiagnosa adanya kelai-nan obstruksi duodenum yang menggambarkan dilatasi dari lambung dan duodenum yang terisi cairan amnion. Hasil ultrasonography yang normal belum tentu menyingkirkan suatu obstruksi duodenum. Pada pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “double bubble” tanpa adanya udara pada distal duodenum yang merupakan suatu ciri khas pada atresia duodenum. Sedangkan, bila terdapat gambaran udara di distal duodenum dapat dicurigai sebagai stenosis duodenum

Page 6: Atresia Duodenum

6

Setelah diagnosis ditegakkan, dekompresi gaster dan perbaikan cairan serta gangguan elektrolit ha-rus segera dilakukan. Karena operasi (duodenoduodenostomy) bersifat semi cito, maka kelainan konge-nital yang dapat menyertai obstruksi duodenum seperti kelainaan jantung, malformasi anorektal, atresia esophagus, dan Down sindrome harus dicari.

K. Evaluasi

Tujuan Pembelajaran Metode Penilaian Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi duodenum.

Ujian lisan dan tulis

Mampu menjelaskan fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan gambaran klinis pada atresia dan stenosis duodenum.

Ujian lisan dan tulis

Mampu menjelaskan indikasi operasi pada atresia dan stenosis duodenum baik dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi.

Ujian lisan dan tulis

Mampu menjelaskan, melakukan operasi duodenoduodenostomy dan mengatasi komplikasinya

Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log

Mampu melakukan perawatan paska operasi duodenoduodenostomy.

Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log

Mampu mengenal dan menangani komplikasi paska operasi duodenoduodenostomy baik komplikasi dini maupun lanjut

Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log

L. Instrumen Penilaian

a. Ujian Pretest Ujian ini dilaksanakan pada awal stase dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada pengetahuan esensial yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tindakan atau prosedur yang diperlukan dan berperilaku sesuai dengan baku penatalaksanaan operasi.

b. Ujian Post test Ujian ini dilakukan pada akhir stase sebelum peserta didik pindah ke sub bagian lain. Materi ujian merupakan pengembangan dari ujian pretest dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hasilnya dibandingkan dengan hasil pretest untuk melihat kemampuan daya tangkap peserta didik terhadap materi modul yang diajarkan dalam waktu 3 bulan ini. Setelah ujian post test, dilakukan diskusi antara pengajar dan peserta didik, untuk membahas hasil ujian dan berdiskusi lebih lanjut tentang kekurangan dari peserta didik dari hasil ujian tulis.

c. Buku Log Buku log merupakan buku yang mencatat semua aktivitas dari peserta didik, untuk menilai secara objektif kompetensi yang didapat dari peserta didik. Buku log berisi daftar kasus yang diamati, sebagai asisten ataupun yang dilakukan secara mandiri yang telah ditandatangai oleh pembimbing. Masalah yang dijumpai pada kasus yang ada juga dicatat dalam buku log. Selain itu buku log juga berisi kegiatan ilmiah yang dilakukan selama pendidikan.

Page 7: Atresia Duodenum

7

M. Materi Baku

1. Menegakkan diagnosis

a. Anamnesis didapatkan bilious vomiting (85%) beberapa jam setelah lahir pada atresia duode-num, sedangkan pada stenosis muntah terjadi beberapa minggu atau bulan yang bersifat muntah berulang, yang diikuti dengan gagal tumbuh kembang pada anak.

b. Pemeriksaan fisik dapat dijumpai suatu massa di epigastrium yang merupakan gaster yang berdi-latasi. Aspirasi cairan gaster melalui NGT lebih dari 20 cc menandakan suatu obstruksi intestin-al.

c. Pemeriksaan penunjang USG prenatal dan foto polos abdomen

2. Pengelolaan Penderita :

a. Persiapan operasi Inform Consent Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan Pasang infus, beri cairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin.

b. Tehnik Operasi

Duodenodudenostomy Pasien dalam narkose umum dan dilakukan intubasi endotrakeal. Posisi pasien supine dan dila-kukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. Dilakukan insisi transverse supra umbilical (2 cm diatas umbilicus) di abdomen right upper quadrant, otot dan peritoneum kemudian dibuka secara tajam. Identifikasi duodenum dan jenis atresia, gaster dan duodenum pars I biasanya dila-tasi. Duodenum kemudian dimobilisasi dari perlekatan retroperitoneum dengan Kocher manu-veur. Lakukan side to side duodenoduodenostomy atau Diamond-shaped duodenoduodenostomy dengan jahitan single layer anastomosis secara interrupted dengan vicril 5.0 atau 6.0. Sebelum anastomosis diselesaikan, masukkan NGT feeding silicone 5F melewati daerah anastomosis ke arah jejunum. Abdomen kemudian ditutp secara mass closure dengan secara continous dengan benang long absorbable 3.0, kulit dijahit secara subcuticular.

3. Pasca bed ah

Prolong feeding intoleransi dapat terjadi hingga 2-3 minggu pasca operasi akibat residual anatomic obstruction, stenosis anastomosis dan peristaltik yang buruk. Foto upper GI series dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab prolong feeding intoleransi.

Page 8: Atresia Duodenum

8

N. Algoritme

Muntah hijau sejak lahir

Atresia duodenum

BNO 3 posisi

Upper GI series

Bayangan double bubble, udara dis-

tal (-)

NGT, IV line

Bayangan double bubble, udara dis-

tal (-)

Bayangan mul-tiple bubble, udara

distal (-)

Duodenoduodenostomy Stenosis duodenum Annular pancreas Web dengan fenestrae

Atresia jejunoileal

Ileostomi / reseksi anastomosis

Page 9: Atresia Duodenum

9

O. PENUNTUN BELAJAR DAN DAFTAR TILIK

PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR OPERASI DUODENODUODENOSTOMY

KEGIATAN KASUS

I. Memahami data-data preoperasi yang diperlukan a. Memahami keluhan dan gejala pasien b. Memahami pemeriksaan fisik atresia duodenum

II. Melakukan tindakan Duodenoduodenostomy a. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan pemasangan NGT untuk

dekompresi lambung. b. Dilakukan insisi transverse supra umbilical (2 cm diatas umbilicus) di

abdomen right upper quadrant, otot dan peritoneum kemudian dibuka secara tajam.

c. Identifikasi duodenum dan jenis atresia, gaster dan duodenum pars I bi-asanya dilatasi. Duodenum kemudian dimobilisasi dari perlekatan retro-peritoneum dengan Kocher manuveur.

d. Lakukan side to side duodenoduodenostomy atau Diamond-shaped duo-denoduodenostomy dengan jahitan single layer anastomosis secara in-terrupted dengan vicril 5.0 atau 6.0. Sebelum anastomosis diselesaikan, masukkan NGT feeding silicone 5F melewati daerah anastomosis ke arah jejunum.

e. Abdomen kemudian ditutp secara mass closure dengan secara continous dengan benang long absorbable 3.0, kulit dijahit secara subcuticular.

III. Penyelesaian a. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien pasca operasi kepada

keluargan b. Membuat laporan operasi c. Perawatan dan pemberian Total Parenteral Nutrition

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:

1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)

2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal

3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien

T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)

Page 10: Atresia Duodenum

10

DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA PROSEDUR OPERASI DUODENODUODENOSTOMY

(diisi oleh pengajar)

PESERTA : TANGGAL :

KEGIATAN NILAI

I. PENDAHULUAN 1. Memberikan penjelasan dan ijin tindakan

2. Menetapkan indikasi operasi

3. Memahami data data preoperasi seperti klinis dan pemeriksaan fisik

II. TEHNIK TINDAKAN HERNIORRHAPHY 4. Melakukan tindakan aseptik dan antiseptik

5. Melakukan pemasangan NGT

6. Melakukan insisi abdomen secra transverse supra umbilical di right upper qua-drant

7. Melakukan identifikasi duaodenum

8. Melakukan identifikasi jenis atresia

9. Melakukan mobilisasi duodenum

10. Melakukan side to side duodenoduodenostomy atau Diamond-shaped duode-noduodenostomy

11. Melakukan penutupan luka operasi

III. PENYELESAIAN

12. Memberitahukan dan menjelaskan keadaanpasien kepada keluarganya

13. Membuat laporan operasi

Komentar/Ringkasan: Rekomendasi: Tanda tangan Pelatih _______________________________Tanggal _______________

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:

: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar : Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau

panduan standar

T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih

Page 11: Atresia Duodenum

11

P. Kata Kunci

Atresia Duodenum Duodenoduodenostomy

�����