Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin

download Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin

of 30

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS II

DINA RASMITA 051101056

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

A. Definisi Diabetes Mellitus (DM) Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengawasan medis dan edukasi perawatan diri pasien secara kontinyu. DM merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Lemone & Burke, 2008). Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya defisiensi insulin atau ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin sehingga menyebabkan kadar gula yang tinggi. Diabetes Mellitus dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang serius (Black & Hawks, 2005). Diabetes Mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetic Association, 2004 dalam Smeltzer & Bare, 2008). Berdasarkan uraian di atas diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit sistemik kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat adanya defisiensi produksi insulin atau

ketidakmampuan menggunakan insulin atau keduanya.

B. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut ADA (American Diabetic Association) (2004); Smeltzer & Bare (2008) dalam Mulyati (2009), terdapat empat jenis utama DM , terdiri dari: 1. DM tipe I Sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dirusak oleh proses autoimun sehingga individu memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada dan memerlukan terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia < 30 tahun. 2. DM tipe II Individu mengalami penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) dan kegagalan fungsi sel beta yang mengakibatkan penurunan produksi insulin. Insidensi terjadi pada usia > 30 tahun dan obesitas. 3. DM tipe lain Diabetes dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain. Kelainan genetik dalam sel beta dapat memicu berkembangnya DM. Beberapa hormone seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glucagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormonhormon tersebut dapat menyebabkan terjadinya DM. 4. Diabetes gestasional Diabetes pada wanita yang terjadi peningkatan gula darah ketika kehamilan dan terjadi 2-5% semua wanita hamil, tetapi hilang setelah melahirkan.

Risiko terjadi pada wanita dengan anggota keluarga riwayat DM dan obesitas.

C. Etiologi Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) etiologi DM tipe 2 yaitu: 1. DM tipe I DM tipe I disebabkan timbulnya reaksi autoimun karena peradangan sel beta. Hal ini terjadi biasanya pada individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen). Faktor imunologi yaitu respon abnormal dimana Ab terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut sebagai jaringan asing, sedangkan faktor lingkungan yaitu virus atau toksin yang memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta. 2. DM tipe II DM tipe II disebabkan oleh faktor obesitas dan hereditas yang menimbulkan penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin. 3. DM tipe lain

Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon tersebut dapat menyebabkan terjadinya DM. 4. Diabetes gestasional Diabetes gestasional terjadi selama kehamilan yang disebabkan oleh hormon yang dieksresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin.

D. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Mellitus Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) dalam Mulyati (2009) faktor risiko DM tipe II meliputi: 1. Riwayat keluarga dengan DM Penderita DM tipe II akan mewariskan pada anaknya dengan peluang sebanyak 15-30% resiko berkembang intoleransi glukosa

(ketidakmampuan memetabolisme karbohidrat secara normal).2. Obesitas ( Berat badan 20 % berat ideal atau BMI 27 kg/m2)

Obesitas khususnya pada tubuh bagian atas menyebabkan berkurangnya jumlah sel reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak. Obesitas merusak kemampuan sel beta untuk melepaskan insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah. 3. Usia

Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia tubuh. Salah satu komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel target jaringan yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa. Menurut WHO setelah usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dl pada 2 jam setelah makan. 4. Pernah teridentifikasi sebagai toleransi glukosa terganggu (TTGT) atau gula darah puasa terganggu (GDPT). 5. Riwayat menderita hipertensi.6. Kadar HDL kolesterol 35 mg/dl (0,09 mmol/l) atau kadar trigliserida

259 mg/dl (2,8 mmol/l). 7. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi > 4 kg.

E. Patofisiologi Diabetes mellitus tipe II disebabkan defisiensi insulin yang menyebabkan glikogen meningkat sehingga terjadi proses pemecahan glukosa baru

(glukoneogenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan keton di dalam plasma yang menyebabkan ketonuria (keton di dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis (Price, 2002).

Defisiensi insulin menyebabkan glukosa di sel menurun sehingga kadar glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia) jika hiperglikemia melebihi ambang ginjal maka akan timbul glukosuria. Glukosuria menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi (Riyadi, 2008; Price, 2002). Glukosuria mengakibatkan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun

mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah (Riyadi, 2008). Hiperglikemia mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang menyebabkan luka tidak cepat sembuh karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi. Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang akibatnya pandangna menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler yaitu pada perubahan struktur dan fungsi ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabates mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan neuropati (Smeltzer & Bare, 2002).

F. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer & Bare (2002), secara umum manifestasi klinis DM tipe II meliputi:

1. Gejala Awal a. Penurunan berat badan dan rasa lemah Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat merupakan gejala awal yang sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan capek. b. Banyak kencing (poliuri) Terjadinya peningkatan jumlah dan frekuensi urin. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieresis osmotik yang berdampak pada peningkatan jumlah dan frekuensi buanga air kecil. c. Banyak minum (polidipsi) Terjadi peningkatan rasa haus. Hal ini terjadi akibat kelebihan pengeluaran cairan karena proses diuresisi osmotik. d. Banyak makan (polifagi) Peningkatan nafsu makan yang diakibatkan dari keadaan katabolisme yang dipicu oleh kekurangan insulin dan pemecahan lemak dan protein. 2. Gejala Kronis a. Gangguan penglihatan Pada umumnya penderita DM mengeluh penglihatannya kabur. b. Gangguan syaraf tepi/kesemutan Pada malam hari penderita sering mengeluh sakit dan kesemutan pada kaki.

c. Gatal-gatal/bisul Keluhan gatal sering dirasakan oleh penderita biasanya gatal di daerah kemaluan, daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha, di bawah payudara dan sering timbul bisul dan luka yang lama sembuh. d. Gangguan fungsi seksual Gangguan ereksi atau disfungsi seksual sering dijumpai pada penderita laki-laki yang terkena DM. e. Keputihan Pada penderita DM wanita keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering dikeluhkan. Daya tahan penderita DM menurun sehingga mudah terkena infeksi.

G. Komplikasi Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2008; Black & Hawks, 2005 dalam Mulyati, 2009). a. Komplikasi akut Terdapat 3 komplikasi akut utama pada pasien DM berhubungan dengan ketidakseimbangan kadar glukosa darah yaitu hiperglikemia, diabetik ketoasidosis, dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotik.

b. Komplikasi kronis Komplikasi jangka panjang mempengaruhi semua sistem tubuh dan penyebab utama ketidakmampuan pasien. Komplikasi jangka panjang yaitu penyakit makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati.

1. Komplikasi makrovaskular Komplikasi makrovaskular disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah. Dinding pembuluh darah menebal dan menjadi oklusi oleh plak yang menempel pada dinding pembuluh darah. Jenis komplikasi yang paling sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit vaskular perifer. 2. Komplikasi mikrovaskular Komplikasi mikrovaskular pada pasien DM menyebabkan kelainan struktur membran dasar pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan struktur memyebabkan membran dasar kapiler menebal

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Perubahan membran dasar disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah sorbitol, pembentukan glikoprotein abnormal, dan masalah pelepasan oksigen dari

hemoglobin (Porth, 2005 dalam Lemone & Burke, 2008). Peningkatan kadar glukosa bereaksi dengan berbagai respon biokimiawi

menyebabkan penebalan membran dasar kapiler. Dua area yang dipengaruhi oleh perubahan yaitu retina dan ginjal. Komplikasi

mikrovaskuler di retina yaitu retinopati diabetik, sedangkan komplikasi mikrovaskuler di ginjal yaitu nefropati diabetik. 3. Neuropati Neuropati menyebabkan gangguan pada saraf perifer, otonom, dan spinal. Neuropati merupakan gangguan secara progresif dari saraf yang diakibatkan kehilangan fungsi saraf.

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien DM meliputi penatalaksanaan nonfarmakologis dan farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis yaitu edukasi, perencanaan makan, kegiatan jasmani,penurunan berat badan. Jika penatalaksanaan

nonfarmakologis belum mencapai sasaran untuk pengendalian DM maka dilanjutkan dengan penatalaksanaan farmakologis yaitu dengan insulin dan obat antihiperglikemia oral (OHO). Menurut Soegondo, Soewondo, & Subekti (2007) penatalaksanaan DM terbagi menjadi 4 pilar utama yaitu: a. Edukasi DM merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengaturan perilaku khusus sepanjang hidup. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian DM yaitu aktivitas fisik, stress emosi dan fisik sehingga pasien harus menyeimbangkan berbagai faktor tersebut.

Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien DM untuk mengubah perilaku, meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya sehingga tercapai kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup. b. Perencanaan Makan Prinsip perencanaan makan yaitu harus adanya penyesuaian dengan kebiasaan setiap individu, jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Perencanaan makan pada penderita DM yaitu: 1. Kebutuhan kalori Pengendalian asupan kalori total untuk mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah. Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut dengan menggunakan rumus Brocca yaitu: Berat badan ideal (BBI)= (TB-100)-10% Status gizi: BB kurang (BB=< 90% BBI), BB normal (BB=90-110% BBI), BB lebih (BB=110-120% BBI), BB gemuk (BB= >120% BBI). 2. Karbohidrat Tujuan diet adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks seperti roti, gandum, sereal, pasta, mie. Karbohidrat 60-70% dari

kebutuhan kalori. Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam

jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada dipisah. 3. Lemak Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan 300 mg/hari untuk membantu mengurangi kenaikan kadar kolesterol dalam darah. Lemak 20-25% dari kebutuhan kalori. 4. Protein Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, biji-bijian utuh dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. Protein 10-15% dari kebutuhan kalori. c. Olahraga Manfaat olahraga bagi pasien DM yaitu meningkatkan kontrol glukosa darah, menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah, dan tonus otot. Sebelum melakukan olahraga pasien DM mengecek gula darah sebelum olahraga, mengonsumsi snack, dan minum 500 cc. d. Obat Hipoglikemik Oral1. Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi

insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikemi yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. 2. Biguanid Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (IMT= 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT= 27-30) dapat dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea. 3. Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a. Semua penderita DM dari setiap umur baik DM tipe I maupun DM tipe II dalam keadaan ketoasidosis. b. DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan). c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahanlahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Apabila sulfonylurea dan metformin telah

diterima sampai dosis maksimal, tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonilurea dan insulin. Jenis insulin yaitu kerja cepat yaitu regular insulin (RI) masa kerja 2-4 jam, yang kerja sedang yaitu NPH dengan masa kerja 6-12 jam, dan kerja lambat yaitu protamine zinc insulin (PZI) dan monotard ultralene (MC) masa kerja 18-24 jam.

I. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Price (2002); Shahab (2006), pemeriksaan diagonstik DM terdiri dari: 1. Pemeriksaan Darah a. Pemeriksaan kadar serum glukosa 1. Gula darah puasa: glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes. 2. Gula darah 2 jam pp : 200 mg/dl. 3. Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg/dl.

Tabel 1. Interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl) Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa sewaktu Plasma vena Darah kapiler Kadar puasa glukosa

darah 200

Plasma vena Darah kapiler

b. Tes toleransi glukosa Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr. c. HbA1C > 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol. 2. Pemeriksaan kadar glukosa urin Pemeriksaan ini untuk mengetahui kerja dan kondisi ginjal karena pada keadaan DM kadar glukosa darah tinggi sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal. Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim glukosa. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine yaitu: 0 = Berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM.

+1 = Berwarna hijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM atau DM stadium dini/awal. +2 = Berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaan kadar glukosa darah mendukung/sinergis, maka termasuk DM. +3 = Berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM. +4 = Berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik 3. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

J. Pengkajian Fokus Menurut Dongoes (2001); Smeltzer & Bare (2002), pengkajian DM meliputi: 1. Anamnese a. Identitas penderita Identitas penderita yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b. Keluhan Utama

Keluhan uatama yaitu kesemutan pada tungkai bawah, rasa raba yang menurun, luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, dan nyeri pada luka. c. Riwayat kesehatan sekarang Riawayat kesehatan sekarang yaitu kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. d. Riwayat kesehatan dahulu Riawayat kesehatan dahulu yaitu riwayat penyakit DM atau penyakitpenyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. e. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan keluarga yaitu terdapat salah satu anggota keluarga yang menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalnya hipertensi, jantung. f.Riwayat psikososial Riwayat psikososial meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum Keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda vital. b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, pembesaran pada leher, telinga berdenging, gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, penglihatan kabur, diplopia, dan lensa mata keruh. c. Sistem integumen Turgor kulit menurun, luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d. Sistem pernafasan Sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f. Sistem gastrointestinal

Polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. g. Sistem urinaria Poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit ketika berkemih. h. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas. i. Sistem neurologis Penurunan sensoris, parastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

K. Diagnosa Keperawatan Menurut Smeltzer & Bare (2002), diagnosa keperawatan yang umum yang terjadi pada pasien DM tipe II yaitu: 1. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit, perubahan sirkulasi. 5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur. 6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

L. Rencana Asuhan Keperawatan Menurut Smeltzer & Bare (2002), rencana asuhan keperawatan pada pasien DM yaitu: 1. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki. Tujuan: Rasa nyaman meningkat. Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal, skala nyeri berkurang, klien tampak rileks. Intervensi Keperawatan: 1. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada kaki. Rasional: Mengurangi kebutuhan metabolik. 2. Catat skala nyeri dan lapor sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman.

Rasional: Memberikan intervensi yang tepat. 3. Ajarkan senam kaki. Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah pada kaki dan mengurangi nyeri. 4. Berikan aromaterapi lavender. Rasional: Aromaterapi lavender memberikan efek relaksasi dan dapat mengurangi nyeri. 5. Ukur tanda-tanda vital. Rasional: Perubahan tanda-tanda vital sebagai indikator nyeri. 6. Kolaborasi dalam pemberian analgetik. Rasional: Mengurangi nyeri. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme. Tujuan : Intake adekuat. Kriteria Hasil: Klien menghabiskan 1 porsi diet yang disediakan sesuai dengan kalori yang dianjurkan, klien tidak mengeluh mual, Hb dalam batas normal (normal: wanita 12-14 gr/dl), glukosa darah sewaktu 60-110 mg/dl, glukosa darah 2 jam PP < 200 mg/dl, kolesterol total dalam batas normal (normal: 150-250 mg/dl), LLA dalam batas normal (normal= 30 cm). Intervensi Keperawatan:

1. Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan atas seminggu sekali. Rasional: Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita diabetes mellitus. 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kondisi pasien dan kadar glukosa darah. Rasional: Menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan saluran pencernaan untuk mengabsorbsi dan kemampuan sel untuk mengambil glukosa serta mencegah terjadinya kekurangan energi. 3. Auskultasi bising usus, cata adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntah. Rasional: Peningkatan peristaltik usus sebagai indikasi peningkatan rangsang gaster. 4. Libatkan anggota keluarga pasien dalam memantau waktu makan dan jumlah nutrisi pasien. Rasional: Meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan kemampuan untuk menarik glukosa ke dalam sel. 5. Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat

kesadaran, kulit dingin, pusing, dan lapar.

Rasional: Metabolisme karbohidrat menyebabkan glukosa darah berkurang. 6. Pantau pemeriksaan laboratorium yaitu glukosa darah. Rasional: Glukosa darah menurun perlahan dengan penggunaan terapi insulin. Dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. 7. Kolaborasi dalam pemberian insulin. Rasional: Insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam jaringan. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan: Kekurangan volume cairan tidak terjadi. Kriteria Hasil: TTV (TD:100/80-140/90 mmHg, RR: 20-24 x/menit, HR: 80-100x/menit, nadi perifer teraba pada arteri radialis, brakialis, dorsalis pedis, turgor kulit < 2detik, urin output 1500 cc/hari, elektrolit dalam batas normal. Intervensi Keperawatan: 1. Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Hipovolemi akibat diuresis osmotic dapat dimanifestasikan hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah. 2. Kaji suhu, turgor kulit, dan kelembaban.

Rasional: Dehidrasi dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat, kemerahan dan kering pada kulit. Penurunan turgor kulit sebagai indikasi penurunan volum cairan pada sel. 3. Pantau nadi perifer dan membran mukosa. Rasional: Nadi yang lemah dan membran mukosa yang kering mengindikasikan penurunan cairan dalam tubuh. 4. Pantau masukan dan pengeluaran. Rasional: Memberikan kebutuhan cairan pengganti. 5. Batasi intake cairan dan makanan yang mengandung gula dan lemak. Rasional: Menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit, perubahan sirkulasi. Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Kriteria Hasil : Tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda-tanda vital dalam batas normal (T : 36,5 37,8 C), gula darah sewaktu 60-100 mg/dl.. Intervensi Keperawatan: 1. Pertahankan teknik aseptik setiap melakukan tindakan dengan mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan. Rasional: Meminimalkan invasi mikroorganisme. 2. Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan dan membatasi makanan yang mengandung banyak gula atau manis.

Rasional: Menurunkan risiko kadar gula darah tinggi merupakan media terbaik bagi mikroorganisme. 3. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan. Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman. 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah. 5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur. Tujuan: Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera. Kriteria Hasil: Mengidentifikasi untuk mencegah menurunkan resiko cedera, mendemonstrasikan teknik aktivitas untuk mencegah terjadinya cedera. Intervensi Keperawatan: 1. Kaji tingkat persepsi sensori mata. Rasional: Mengetahui ketajaman atau lapang pandang pada mata. 2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar. Rasional: Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Jauhkan benda-benda yang dapat menyebabkan cidera. Rasional: Mengurangi terjadinya peristiwa yang membahayakan.

6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi, defesiensi insulin dan peningkatan kebutuhan energi. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan aktifitas dan latihan pasien tidak terganggu dan tidak mudah lelah. Kriteria Hasil: Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.

Intervensi Keperawatan: 1. Diskusikan perencanaan dengan dengan pasien pasien kebutuhan dan aktivitas, buat aktivitas jadwal yang

identifikasi

menimbulkan kelelahan. Rasional : Mempermudah pasien untuk melakukan latihan aktifitas. 2. Berikan aktifitas alternatif dengan istirahat yang cukup. Rasional : Mencegah kebosanan dalam melakukan aktifitas. 3. Diskusikan cara menghemat energi ketika beraktifitas. Rasional : Untuk mengetahui seberapa kalori tubuh yang dibutuhkan. 4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai toleransi.

Rasional: Meningkatkan beraktifitas.

perasaan dan kondisi pasien dalam

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil: Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya, pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Intervensi Keperawatan: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren. Rasional: Memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 2. Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional: Perawat dapat memberikan penjelasan dengan

menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional: Informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat.

4. Jelaskan prosedur yang dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien di dalamnya. Rasional: Penjelasan dan ikut secara langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan. Rasional: Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA American Diabetic Association. (2006). Standard of medical care in diabetes. Diambil dari http://www. uhs.wiss.edu./docs/uwhealth.diabetes-260.pdf pada 4 September 2010. Bangun, A. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien DM. Tesis-Jakarta. FK UI. Diambil dari http://www.lib.ui.ac.id pada 4 September 2010. Budisantoso, A. & Subekti. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta: FKUI.

Black, J., & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7 Elsevier Saunders.

th

ed). St Louis:

Doenges, M.E. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Martini, S. (2006). Diabetes Mellitus. Diambil dari http://www.adacevidence library.com/worksheet.efm?worksheetid 251027 pada 4 September 2010.

Mulyati, L. (2009). Pengaruh Masase Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kaki pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Tesis-Jakarta: FIK UI. Diambil dari http://www.lib.ui.ac.id pada 4 September 2010. Shahab, A. (2006). Diagnosis & Penatalaksanaan DM. Subbagian Endokrinologi Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam: FK UNSRI. Supartondo. (1995). Penatalaksanaan Diet DM. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia: Bandung.

Syahbuddin, S. (2002). Diabetes Mellitus & Pengelolaannya. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.

Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & Suddarths Textbook of medical surgical nursing. Philadelphia: Lippincolt. Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Mediakal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC. Soegondo, S., Soewondo, P. & Surbekti, J. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. FK UI. Waspadji, S. (2007). Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar& Pengelolaannya yang Rasional. Jakarta: FK UI. World Health Organization. (1999). Daibetes facts sheet. Diambil dari http://www.who.int/mt/cu/fact 138.html pada 4 September 2010.