Asuhan Keperawatan ikterus

download Asuhan Keperawatan ikterus

of 49

Transcript of Asuhan Keperawatan ikterus

Asuhan Keperawatan Ikterus Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna. Untuk itu dalam penulisan makalah ini mempunyai maksud : 1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia),2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah. Atas dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan bayi Hyperbilirubinemia yang mendapat Fototherapi. Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Batasan-Batasan1. Ikterus FisiologisIkterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/HiperbilirubinemiaAdalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3. Kern IkterusAdalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. Etiologi1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

Download Patway Disini

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :1. Menghilangkan Anemia2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi3. Meningkatkan Badan Serum Albumin4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.4. Tes Coombs Positif5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

Pengkajian1. Riwayat orang tua :Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.

4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuatIntervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapiTujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankanIntervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diareTujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankanIntervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.

5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatanIntervensi :Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.

6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapiTujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapiIntervensi :Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.

7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukarTujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi :Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.

Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.

Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 celsius)2. Perawatan tali pusat / umbilikus3. Mengganti popok dan pakaian bayi4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru5. Temperatur / suhu6. Pernapasan7. Cara menyusui8. Eliminasi9. Perawatan sirkumsisi10. Imunisasi11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > 37 celsius) muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan.12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

BAB IIIPERMASALAHAN

Tinjauan Kasus :Nama Klien : By. Ny. XTanggal Lahir Bayi : 19 - 10 - 1996, Jam : 22.20 WIB.Apgar 1 menit : 9 dan 5 menit : 9.Berat badan lahir : 2750 gram, Berat badan sekarang : 2550 gram.Panjang badan : 47 cm, Lingkar kepala : 33 cm, lingkar dada : 36 cm.Denyut Jantung : 129 x/mt, pernafasan : 44 x/mt.Bunyi pernafasan paru-paru kiri kanan : Vesikuler, Rinchi/whezing : tidak terdengar.Suhu : 36C.

Kepala :Molding, Caput Sucsadenium, Cephal hematom : tidak ada.Ubun-ubun besar : ada, Bentuk : Jajaran genjang datar, Ubun-ubun kecil : ada, Bentuk : segitiga datar. Sutura : ada.Mata, Posisi : simetris, jarak : + 3 cm, Kotoran di mata sebelah kiri : ada, perdarahan : tidak ada.Telinga : simetris/ datar dengan kepala, perdarahan : tidak ada, Lubang : ada.Mulut : simetris, Palatum mol/durum : ada, Gigi : tidak ada.Hidung : lubang hidung ada, keluaran : tidak ada , pernafasan cuping hidung : tidak ada.Pergerakan leher : positif, tanda lahir : tidak ada.

Tubuh :Warna kulit : kuning pada seluruh tubuh.Pergerakan : aktif.Lanugo : ada pada punggung. Vernix : tidak ada.Pengeluaran : mekonium.Keadaan kulit : pada kedua pergelangan kaki dan tangan, serta di tubuh tampak terkelupas, Hidrasi : baik.Dada : simetris, retraksi, ngorok dan see saw : tidak ada.Perut : lembek, Bising usus : 9x/mt.

Tungkai : Jari tangan : Kanan : jumlah 5 , Kiri : jumlah 5Jari kaki : Kanan : Jumlah 5, Kiri : jumlah 5Pergerakan : aktifNadi branchial : teraba, 120 x/menitNadi femoral : teraba, 120 x/menitTremor : tidak adaRotasi paha : normalGaris telapak tangan : jelas, telapak kaki : jelasPosisi kaki : fleksi

Punggung Fleksibelitas tulang punggung : normalSimetris, pretudal dumpleLobang anus : ada

GenitaliaJenis kelamin : laki-lakiLubang penis : hipospadiaB.a.b. : pertama : tanggalB.a.k : pertama : tanggalJenis makanan : ASI ditambah susu formula

RefleksMengisap : baik, rooting : baik, menggenggam : baik.Moro : baik, berjalan menapak, tonus leher : baik.Menangis : kuatKeadaan umum : agak lemah

Hasil Laboratorium : Tanggal 22 Oktober 1996 Hb : 18,2 gr. % Bilirubin : 17,8 gr %

Tanggal 23 Oktober 1996 Bilirubin Indirek : 10,84 gr % Bilirubin Direk : 0,99 gr % Bilirubin total : 11, 83 gr %

Terapi yang diberikanTanggal 19 Oktober 1996Vitamin K 1 mg peroralTanggal 20 Oktober 1996Vitamin K 1 mg peroralTanggal 22 Oktober 1996 Infus N-4 dilengan sebelah kiri, dengan tetesan microdrip 10 tetes / menit Sinar ultra violet (jam 12.00 Wib) Parficillin 4 x 75 mg Luminal 2 x 5 ml FFP 50 cc, belum diberikan, masih dalam proses untuk mendapatkannya.

Ringkasan riwayat kehamilan dan persalinanMasalah-masalah kehamilan : tidak adaPersalinan Kala I : 10 jam 10 menit Kala II : 10 menit Pecah ketuban : 1 jam 20 menitJenis Persalinan : pervaginamObat-obat yang diberikan : Citosinon 5 unit IM.

Pengkajian Keluarga Adaptasi Psikologi IbuPerasaan ibu setelah bayi lahir : merasa senang dan mulai tercipta hubungan yang baru, tetapi bayi harus dipisah karena mengalami hiperbilirubinemia.Adanya ikatan kasih : terjadi pada saat baru lahir.Data obyektif : ibu bertingkah laku pasif, lebih banyak berdiam diri, masih tergantung dan perlu bantuan orang lain.

Adaptasi psikologi ayahRespon ayah setelah bayi lahir: merasa bahagia dapat melahirkan dengan selamat.Keterlibatan dalam persalinan : mengantar, menunggu sampai bayi lahir.Ketidaleluasaan karena peraturan Rumah Sakit : ayah ingin ikut dalam proses persalinan.Tanggapan tentang penyakitnya : tidak tahu-menahu tentang penyakitnya, beranggapan penyakit ini sebagai penyakit keturunan / kesalahan dari orang tua.

Adaptasi psikologi keluarga Menimbulkan perubahan : ya, terutama perubahan peran karena bertambahnya anggota keluarga.Apakah terjadi sibling: belum terpikirkan oleh keluarga .Apakah ada anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan bayi : semua anggora keluarga terlibat dalam merawat bayinya. Tanggapan terhadap penyakitnya : tidak tahu-menahu dan belum mempunyai pengalaman dalam riwayat keluarga belum pernah terjadi penyakit tersebut.

MASALAH KEPERAWATAN :1. Perawatan pemenuhan kebutuhan cairan, Asi, Pasi (bila Asi belum ada) harus sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi untuk mengatasi efek samping fototherapi 2. Perawatan perubahan suhu tubuh sebagai efek fototherapi3. Perawatan Integritas kulit .4. Bimbingan pada keluarga karena dipisahkan dengan bayinya5. Bimbingan pada kecemasan keluarga karena ketidaktahuan tentang penyakit dan therapi yang diberikan pada bayinya.6. Mempersiapkan keluarga untuk perawatan lanjutan dirumah.

BAB IV. PEMBAHASAN

Nama Klien :

Bangsal/Tanggal :ASUHAN KEPERAWATANBayi Ny. XRSB. Budi Kemuliaan Mata Ajaran : MaternitasTanggal 22 Oktober 1996

Dx. KeperawatanTujuanIntervensiRasionalImplementasiEvaluasi

1.Potensial kurangnya volume cairan sehu-bungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare.Data Obyektif : Bayi di fototherapi. Bayi diareMeningkatkan intake cairan yang adekuat.

Berikan Asi/Pasi segera dalam waktu 4 - 6 jam setelah pindah ke ruang post partum

Berikan Asi\Pasi setiap 3 - 4 jam dan diselingi pemberian air minum tambahan .

Berikan makanan sesuai dengan petunjuk

Berikan cairan per infus

Kaji pola menelan, bising usus, eliminasi urin, pola tidur dan iritabilitas setiap hari

Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu meningkat, turgor kulit jelek atau membran mukosa kering.

Pemberian makan sedini mungkin (waktu 4 - 6 jam) cenderung untuk mengurangi / menekan hasil bilirubin yang tinggi. Menstimulasi aktivitas usus dan pem-buangan pigmen mekonium yang mengandung bilirubin sehingga dapat mencegah reabsorpsi dari intestinum.

Hidrasi yang adekuat mem-permudah pengeluaran / eliminasi dan ekskresi bilirubin. Mengganti cairan yang hilang melalui feses jika difototherapi.

Meningkatkan peristaltik dan ekskresi empedu sebelum terjadi resirkulasi entero-hepatik. Cairan intravena diberikan bila bayi mengalami dehidrasi atau jika ada komplikasi lain.

Untuk mengetahui sedini mungkin adanya tanda-tanda bahaya. Bayi mungkin mengalami pengeluaran feses yang hijau dan cair. Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi secara dini dan dapat pencegahanya terjadi-nya dehidrasi.

2.Potensial gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehu-bungan dengan efek fototherapiKesetabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan.Kriteria: Suhu kulit dan ketiak 36,5C-37C. Suhu rektal 36,7C-37,2C. Tidak ada tanda-tanda hipertermia Monitor suhu axila kulit dan suhu rektal setiap 30-60 menit selama penyinaran. Pertahankan suhu Box dengan mengatur fentilasi /pintu box perta-hankan suhu 37C Observasi tanda-tanda vital, catat adanya : tachipnoe.

Catat adanya tanda-tanda stress: gelisah, kulit kering dan warna kemerahan

Pertahankan modalitas foto-therapi

Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu meningkat, turgor kulit jelek atau membran mukosa kering. Metabolisme meningkat bila suhu meningkat.

Mencegah ketidak seimbang-an panas secara bertahap pada bayi.

Respon adanya peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan O2 (Asidosis Respiratorik) Hipertermi akan mempenga-ruhi sistim sirkulasi sehingga terjadi fasodilatasi untuk mengeluarkan keringat dalam mempertahankan suhu tubuh

Modalitas pemngobatan ter-gantung pada tingkat kadar bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain

Suhu axila lebih dari 37,5C dianggap hipertermia dan dianggap pengeluaran panas yang berlebihan pada bayi

2.Gangguan Integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinimea dan diare.Data Obyektif : Kulit pada kedua per- gelangan tangan serta tubuh terkelupas. Warna kulit bayi kuning (Ikterus)Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan. Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice selengkap-lengkap-nya dgn menggunakan sinar matahari bila mungkin., observasi skelra, observasi warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam).

Bersihkan dan mengganti popok setiap b.a.b.

Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya hiper-bilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian. Jaundice perta-ma kali terlihat pada sklera yang menguning. Dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen pada orang kulit hitam normal akan terlihat kuning.

Seringnya b.a.b. merupakan faktor resiko kerusakan kulit.

4.Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahanOrang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku Attachment, orang tua dapat mengekspresikan proses Bonding. Buka tutup mata bayi saat disusui.

Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya.

Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkin-kan.

Menganjurkan orang tua mengekspresikan perasaannya

5.Kecemasan meningkat sehubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi.Data Subyektif: Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan.Data Obyektif : Program therapi yang harus dilakukan Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat ber- partisipasi meng- identifikasi gejala-gejala untuk men- yampaikan pada tim kesehatan Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi ikterus

Berikan penjelasan tentang:Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya.

Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan .

Diskusikan tentang keadaan bayi dan program-program yang akan dilakukan selama di rumah sakit Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan perawatan Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum me- lakukan pendidikan kesehat- an kepada keluarga

Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga dapat menerima segala tindakan yang diberikan kepada bayinya. Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu mengurangi kecemasan keluarga Komunikasi secara terbuka dalam memecahkan satu per-masalahan dapat mengurangi kecemasan keluarga. Hubungan yang akrab dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam merawat bayi ikterus Melakukan pengkajian tentang pengetahuan keluarga dimana keluarga belum mengerti sama sekali tentang bayi ikterus dan cara merawatnya. Memberikan penjelasan tentang penyebab bayi ikterus, tindakan keparawatan yang diberikan selama di rumah sakit dan di rumah, jika pulang. Seperti : cara mempertahankan suhu tubuh normal, memberikan ASI, memandikan bayi, merawat tali pusat, mengganti pakaian, dan pemberian imunisasi. Memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan, seperti; memasang infus, memberikan fototerapi dan obat-obat injeksi atau obat lainnya. Melakukan diskusi bersama keluarga tentang prinsip-prinsip yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam merawat bayi ikterus selama di rumah sakit dan di rumah Mengajak keluarga untuk bersama-sama merawat bayinya, seperti

6.Gannguan proses keluarga sehubungan dengan respon keluarga yang kurang terhadap kondisi bayi. Keluarga dapat menerima kondisi bayi

Nama Klien :

Bangsal/Tanggal :ASUHAN KEPERAWATAN

Mata Ajaran : Maternitas

NoDiagnosa KeperawatanTujuanIntervensiRasionalisasi

1.

Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice selengkap-lengkapnya dengan meng-gunakan sinar matahari bila mungkin., observasi skelra, observasi warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam)

Jaga bayi untuk tetap hangat.

Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya hiperbilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian.Jaundice pertama kali terlihat pada sklera yang menguning. Dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen pada orang kulit hitam normal akan terlihat kuning.

Menjaga agar tidak terjadi hipotermia.

2.Potensial injuri sehubungan dengan kojungtivitis, hipotermia, dan dehidrasi karena penggunaan fototerapi.Data Obyektif : Mendapat fototerapi Tidak menggunakan pakaian dengan mata dan genitalia tidak tertutup selama fototerapi.

Tidak mengalami kerusakan mata, dehidrasi dan hipertermi selama fototerapi.Mempertahankan modalitas pengobatan

Berikan fototerapi

Tutup mata selama penyinaran

Pindahkan bayi dari cahaya fototerapi dan lepas penutup mata selama pemberian makan.

Kaji mata terhadap konjungtivitis dan abrasi kornea

Gunakan penutup yang minimal

Rubah posisi tiap 2 jam

Monitor suhu kulit dan suhu inti tiap 1 jam sampai suhu tubuh stabil

Berikan ekstra cairan

Kaji tanda-tanda dehidrasi, yakni : turgor kulit jelek, depresi fontanela, mata cekung, penurunan berat badan, perubahan elektrolit, penurunan output urin.

Observasi adanya kemerahan pada kulit

Cek suhu inkubator

Matikan waktu saat mengambil darah untuk pemeriksaan bilirubin.Modalitas pemngobatan tergantung pada tingkat kadar bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain

Menurunkan serum bilirubin dengan memperlancar ekskresi bilirubin tak terkojugasi

Melindungi retina dari kerusakan akibat cahaya dengan intensitas tinggi

Memungkinkan stimulasi visual

Mungkin disebabkan oleh iritasi dari penutup mata

Memungkinkan penyinaran yang merata

Mengefektifkan penyinaran dan mencegah penekanan pada satu tempat

Hipotermi dan hipertermi merupakan komplikasi yang umum dari fototerapi

Untuk menjamin hidrasi yang adekuat.

Fototerapi dapat menyebabkan peningkatan IWL. Bayi kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi letargi dan sulit untuk makan.

Kemerahan dihubungkan dengan fototerapi yang meningkatkan kadar bilirubin direk atau kerusakan hati dapat hilang 2 - 4 mg/dl

Penambahan panas dari fototerapi sering meningkatkan suhu badan dan suhu cove.

Karena pemaparan darah pada fototerapi akan mempengaruhi kadar bilirubin

4.Potensial terjadinya gangguan volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare.

Keseimbangan cairan terpenuhi/terpelihara

Observasi intake dan out put, turgor kulit, Observasi tanda-tanda vital : Nadi, Suhu , Respirasi,Kesadaran, refleks,tiap 30 - 60 menit. Berikan minum air diantara pemberian ASI.

4.Kecemasan orang tua sehubungan dengan punya anak yang mengalami jaundice.Data obyektif : Orang tua tampak cemas

Data subyektif : Menanyakan tentang keadaan anak dan proses penyakit. Orang tua mendapatkan informasi mengenai proses penyakit, penyebab, dan hasi yang dicapai.Orang tua memahami alasan untuk mengaktifkan pemberian ASI sesaat dan cara memompa susu. Berikan penjelasan mengenai :Kondisi bayi, modalitas pengobatan, alasan mengapa ibu harus menghentikan pemberian ASI.

Jelaskan pemberian ASI dihentikan sementara :Kaji pengetahuan ibu mengenai pemompaan ASI dan memberikan informasi serta dukungan sesuai yang dibutuhkan.

Bantu ibu dalam menyusui ulang

Berikan rangsang taktil selama memberi makan dan mengganti popok.

Melakukan sentuhan dan kontak mata ibu dan bayi selama pemberian ASI, bayi diajak bicara.

Dukung orang tua untuk masuk ke dalam ruang perawatan dalam memberi makan dan menyentuh bayi.Orang tua tidak memahami mengapa dan apa terjadi keadaan tersebut. Pengobatan bermacam-macam ; orang tua tidak memahami pengobatan yang diberikanASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda.

ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda.

Ibu mungkin perlu dukungan dan informasi untuk memulai kembali memberikan ASI

Neonatus perlu stimulasi taktil

Memberikan rasa nyaman dan menurunkan gangguan sensorik Adanya alat di ruang perawatan menyebabkan orang tua tidak mau atau segan untuk masuk ke dalam ruang perawatan

DAFTAR PUSTAKA

H. Markum : Ilmu Kesehatan Anak. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.Bobak, J. : Materity and Gynecologic Care, Precenton, 1985.Cloherty, P. John : Manual of Neonatal Care, USA, 1981.Harper : Biokimia, Jakarta, EGC, 1994.Jack A. Pritchard dkk : Obstetri Williams, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991Marlene Mayers, et. al. : Clinical Care Planes Pediatric Nursing, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.Mary Fran Hazinki : Nursing Care of Critically Ill Child, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984.Susan R. J. et. al. : Child Health Nursing, California, 1988.

Minggu, 25 September 2011IKTERUS NEONATORUM A. DefinisiIkterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah(SDM) dan resopbsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. Koondisi mungkin tidak berbahaya atau membuat neonates beresiko terhadap komplikasi multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges : 1996).Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.

B. Macam Macam Ikterus Neonatorum 1. ikterus fisiologik a. Dijumpai pada bayi dengan BBLR.b. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau akhir minggu ke dua.

2. ikterus patologika. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.b. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya diatas 10 mg % pada bayi matur dan 15 mg % pada bayi premature.c. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.d. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.

3. kern ikterusKern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalisa. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.b. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.c. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.d. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.e. Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah.

Gambaran Klinik :a. Mata berputar putarb. Tertidur kesadaran menurun c. Sukar menghisap d. Tonus otot meninggie. Leher kakuf. Akhirnya kaku seluruhnya g. Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan ototh. Kejang kejang i. Tulij. Kemunduran mental

4. ikterus hemolitika. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain kelainan eritrosit congenital.b. Atau defisiensi enzim G-6-PD.

5. ikterus obstruktif a. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluiar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.b. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran empedu.c. Penanganannay adalah tindakan operatif.

C. Etiologi1. Produksi bilirubin berlebih2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit3. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar4. Gangguan dalam ekskresi5. Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)

D. PatofisiologiPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila tedapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak, yang diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.

PATHWAY

E.Metabolism bilirubinSebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawah ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasioleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) di sekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melaui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.

F. Manifestasi klinisPengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100 mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada korpos striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah dan nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat serupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minun. Tonus otot meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan reterdasimental.

Tabel 2.1 Derajat ikterus neonates menurut Kramer ZonaBagian tubuh yang kuningRata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)

12345Kepala dan leherPusat-leherPusat-pahaLengan + tungkaiTangan + kaki100150200250>250

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:a. Warna kuning (ikterik) pada kulitb. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

G. PenatalaksanaanPada dasarnya pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbitat. Obat ini bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterusyang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.2. Menambahkan barang yang kurang pada proses metabolism bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Pemberian albumin boleh dilakukan walau tidak terdapat hipoalbuminemia. Terapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan competitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan kedalam plasma. Hal ini dapat mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetepi tidak berbahaya kerena bilirubin tersebut ada dalam ikatan albumin, albumin diberikan dalam dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar.3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.

Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi: foto terapi, transfuse pengganti, infuse albumin dan terapi obat.1. Foto terapiFototerapidapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorenscent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Foto terapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan kepembulu darah melalui mekanisme difusi. Dalam darah, fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim kehati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresikan kedalam duodenum untuk dibuan bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin.Fototerapi mempunyai peranan dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar biliruben indirek 4-5 mg/dl. Neonates yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir redah

a. Cara kerja1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. 2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. 4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu 6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. 8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

b. Komplikasi terapi sinar:1. Terjadi karena pengaruh sinar lampu dan mengkibatkan peningkatan inservesibel water loss (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltic usus.3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berubah kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.4. Gangguan retina jika tidak tertutup.5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi, sebagian lampu dimatikan tetapi tetap diteruskan. Jika suhu terus naik, lampu dimatikan sementara. Bayi dikompres dingin dan diberikan aktra minum.6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan (kemandulan) tetapi belum ada bukti.

c. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi sinar1. Pasang lebel kapan terapi mulai dan kapan terapi selesai. Hitung 100 jam sampai tanggal berapa. Sebelum digunakan cek lampu, apakah semua lampu menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar.2. Bayi kurang bulan Mulai terapi sinar bila kadar bilirubin indirek > 10 mg% Setelah 24 jam terapi sinar:a. Bila kadara bilirubin indirek > 12 mg% terapi diteruskan sampai kadar bilirubin < 10 mg%.b. Bila kadar bilirubin indirek < 10 mg% terapi sinar dihentikan selama 12 jam dan mulai lagi terapi sinar.c. Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin indirek tetap kurang dari 12 mg% bai bayi premature setelah umur 5 hari3. Bayi cukup bulan Mulai terapi sinar bila kadar bilirubi indirek > 15 mg% bagi bayi yang berumur < 96 jam (4 hari) atau bila kadar bilirubin indirek lebih dari 18 mg% bagi bayi umur lebih dari 96 jam. Setelah 24 jam terapi sinar:a. Bila kadara bilirubin indirek > 18 mg% terapi diteruskan sampai kadar bilirubin < 15 mg%.b. Bila kadar bilirubin indirek < 18 mg% terapi sinar dihentikan selama 12 jam dan mulai lagi terapi sinar bila kadar bilirubin indirek naik > 18 mg% pada bayi sampai umur 5 hari.c. Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin indirek tetap kurang dari 15 mg% bai bayi premature setelah umur 5 hari

d. Monitor1. Berat badan2. Turgor kulit3. Tanggal dan lamanya terapi sinar4. Suhu tubuh5. Feses dan urine

e. Kriteria alat1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. 2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. 4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .

f. Prosedur pemberian fototerapiPersiapan Unit Terapi sinar1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 C sampai 30 C.2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.4. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi

Pemberian Terapi sinar1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip. 3. Balikkan bayi setiap 3 jam4. Pastikan bayi diberi makan:5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:a. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.b. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.c. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .d. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .6. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.7. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:a. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar.b. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru) 8. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 C - 37,5 C.9. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus.10. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL11. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.12. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.13. Setelah terapi sinar dihentikan:a. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.b. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.c. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.d. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning.

2. Transfuse tukarTransfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

a. Teknik Transfusi Tukar1. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique: jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis / vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.2. ISOVOLUMETRIC.Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.3. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

b. Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:1. Emboli (emboli, bekuan darah), thrombosis2. Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia3. Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin4. Perforasi pembuluh darah

c. Komplikasi tranfusi tukar1. Vaskular: emboli udara atau trombus, thrombosis2. Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung3. Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis4. Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih5. Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan6. Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

d. Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar1. Darah yang digunakan golongan O.2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus positif.

e. Pelaksanaan tranfusi tukar:1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.3. Persiapan Alat.a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkapb. Lampu pemanas dan alat monitorc. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup sterild. Masker, tutup kepala dan gaun sterile. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darahf. Set tranfusi 2 buahg. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocathh. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buahi. Selang pembuanganj. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologisk. Meja tindakan

4. Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita.b. Bayi jangan diberi minum 34 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya.c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis.d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan.e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah.f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar.g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah). Jumlah Darah Donor yang Dipakai Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% dan 90%.

5. Pelaksanaan Tranfusi Tukara. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi.b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor.c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit.d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi.e. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai.f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar.g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena bila terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi / cardiac arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia.h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring.i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar.j. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan.

f. Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfuse tukar dini adalah:1. Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4.5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl.2. Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar.3. Kada hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0.5 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar.4. Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan seperti yang sedang berlangsung.5. Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain. (misalnya terapi sinar).

g. Indikasi transfuse tukar dini:1. Hidrops2. Adanya riwayat penyakit berat3. Adanya riwayat sensitisasi

h. Tujuannya adalah:1. Mengkoreksi anemia2. Menghentikan hemolisis3. Mencegah peningkatan bilirubin

i. Tindakan transfuse tukar lanjut dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah menjadi toksik. Pengulangan transfuse tukar dapat terjadi apabila:1. Setelah transfuse tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin juga masih menunjukkan kecepatan kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam2. Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap.Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar kadar bilirubin setelah transfuse tukar yang pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan transfuse tukar ulang dalam 8-12 jam berikutnya.Terhadap perbedaan tatalaksana ikterus pada neonates cukup bulan dan neonates kurang bulan.

Tabel 2.2 Tata laksana ikterus pada neonates sehat cukup bulan berdasarkan kadar bilirubin indirek (mg/dl)Usia(jam)Pertimbangkan Terhadap SinarTerapiSinarTransfusi Tukar Bila Terapi SinarIntensif GagalTransfuse Tukar dan Terapi Sinar Intensif

< 2425-4849-72>72...>11.8>15.3>17>15.3>18.2>20>20>25.3>25.3>25.3>30>30

Keterangan:Pada keadaan ikterus patologis, angka-angka diatas harus dimodifikasi dan pada umumnya tatalaksana bersifat lebih agresif. Yang dimaksud ikterus patologis adalah ikterus klinis yang terjadi pada bayi usia kurang dari 24 jam, dengan/atau peningkadatan kadar bilirubin lebih besar dari 5 mg/dl/hari, dengan/atau hemolisis.

Table 2.3 Tata laksana pada neonates kuang bulan, berdasarkan pada kadar bilirubin indirek (mg/dl), dengan terapi sinar atau terapi tukar.Usia (jam)BL 2.000 g kadar bilirubin (mg/dl)

< 2425-4849-72>72R.T.:>4.1>5>7>8.2R.T.:>4.1>7>9.1>10>5>8.2>11.8>14.1

Keterangan: BL = berat lahir, RT = bayi premature resiko tinggi, dipakai patokan batas paling rendah dari BL dan kadar bilirubin, batas paling rendah berikutnya dari BL, dan batas peling rendah berikutnya.

Table 2.4 Tata laksana ikterus pada neonates kurang bulan, berdasarkan kadar bilirubin indirek (mg/dl), dengan terapi sinar atau trasfusi tukar (lanjutan)Usia (jam)BL 2.000 g kadar bilirubin (mg/dl)

< 2425-4849-72>72>10-15>10-15>10-15>15>15>15>15,9>17>15.9-18.2>15.9-18.2>17.0-18.8>18.2-20.0

3. Terapi obatPhenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik seberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urin sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

ASUHAN KEPERAWATANANAK IKTERUS NEONATORUM

A. PENGKAJIAN1. Aktivitas / Istirahata. Letargi, malas.2. Sirkulasia. Mungkin pucat, menandakan anemiab. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft3. Eliminasi a. Bising usus hipoaktifb. Pasase mekonium mungkin lambatc. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubind. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)4. Makanan / Cairana. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu botolb. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar5. Neurosensoria. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).6. Pernapasana. Riwayat asfiksia.b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)7. Keamanana. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranialc. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.8. Seksualitasa. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibudiabetes.b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.

B. PENYULUHAN/PEMBELAJARANDapat mengalami hipotiroidis mekongenital, atresia bilier, fibrosis kistik.1. Factor keluarga; mis., keturunan enteric (oriental, Yunani, atau Korea), riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan/sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kistik, kesalahan metabolism saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase [G-6-PD]).2. Factor ibu, seperti ibu diabetes; mencerna obat-obatan (mis., salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin): inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (mis., rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplasmosis)).3. Factor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran ndengan ekstaksi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

C. PEMERIKSAAN DISGNOSTIK1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensititas (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates.2. Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.3. Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.0-1.5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).4. Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.6. Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.7. Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.8. Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.10. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.11. Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit janin.

D. PRIORITAS KEPERAWATAN1. Mencegah cedera / progresi dari kondisi.2. Memberikan informasi / dukungan yang tepat pada keluarga.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Resiko tinggi cedera terhadap system saraf pusat berhubungn dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.2. Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.3. Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan dengan proseur infasif, profil darah abnormal, ketidak seimbangan kimia.4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi.

F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATANNoDx. KepTujuan dan Kriteria hasilIntervensiRasional

1ISetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkantidak terjadi sedea SSP. Dengan KH: 1. Menunjukkan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari2. Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan3. Bebas dari keterlibatan SSP

1. Perhatikan kelompok dan golongan darah ibu / bayi2. Tinjau catatan intrapartum terhadap factor resiko yang khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vascular, sirkulasi abnormal, sepsis atau polisitemia3. Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau pateki yang berlebih.4. Tunjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan terhadap resusitas atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau sianosis.5. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering; pantau kulit dan suhu inti dengan sering.6. Evaluasi tingkat ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neontus, khususnya pada bayi preterm.7. Pantau pemeriksaan laboratorium bilirubin direk dan indirek.8. Tes Coombs darah tali pusat direk / indirek

1. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20% dari semua kehamilan dan paling jumum terjadi pada ibu dengan golongn darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin, menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa degan itu bila Rh-negatif sebelumnya telah didensitisasi oleh anti gen Rh-positif, anti bodi itu melewati plasenta dan bergabung dengan SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat atau segera.2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah otak, memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam sel itu sendiri, meningkatkan risiko terhadap keterlibatan SSP.3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan ikterik.4. Asfiksia dan sianosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin5. Stres dingin berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (tidak berikatan)6. Hipoproteinemia pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16mg bilirubin ridak terkonjugasi. Kekuranga julah albumun yang cukup meningkatkan jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat melewati barier otak.7. Bilirubin tampak dalam dua bentuk; bilirubin direk, yang terkonjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase, dan bilirubin indirek, yang dikonjugasi dan tampak alam bentuk bebas dalam darah atau terikat dalam albumin. Bayi potensial terhadap kernikterus diprediksi paling baik melalui peningkatan kadar bilirubin indirek.8. Hasil positif dari tes Coombs indirek menandakan adanya antibody (Rh-positif atau anti-A atau anti-B) pada darah ibu dan bayi baru lahir; hasil positif tes Coombs indirek menandakan adanya sensititas (Rh-positif,anti-A, atau anti-B) SDM pada neonates.

2IISetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan komplikasi foto terapi tidak terjadi. Dengan KH:1. Mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas normal2. Bebas dari cedera kulit/jaringan3. Mendemonstrasikan pola interaksi yang diharapkan4. Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum

1. Perhatikan adanya/perkembangan bilier atau obstruksi usus.2. Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu flouresen (sinar putih atau biru) dengan menggunakan fotometer.3. Dokumentasikan tipe lampu flouresen, jumlah jam total sejak bola lampu ditampatkan, dan pengukuran jarak antara permukaan lampu dan bayi.4. Beriakn tameng untuk menutup mata, inspeksi mata setiap 2jam bila tameng dilepas untuk pemberian makan. Sering pantau posisi tameng.5. Tutup testis dan penis bayi pria.6. Uba posisi bayi setiap 2 jam.7. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.8. Perhatikan perubahan perilaku atau tanda-tanda penyimpangan kondisi (mis., letargi, hipotonia, hipertonisitis, atau tanda-tanda ekstrapiramidal).9. Pantau pemeriksaan laboratotium kadar bilirubin setiap 12 jam.10. Berikan cairan perparenteral sesuai indikasi

1. Fototerapi dikontra indikasikan pada kondisi ini karena fotoisomer bilirubin yang diproduksi dalam kulit dan jaringan subkutan dengan pemajanan pada terapi sinartidak dapat siap diekskresikan.2. Intensitas sinar menembus permukaan kulit dari spectrum biru (sinar biru) menentukan seberapa dekat bayi ditempatkan pada sinar. Sinar baru dan biru khusus dipertimbangkan lebih efektif daripaa sianr putih dalam meningkatkan pemecahan bilirubin, tetapi hal ini membuat kesulitan dalam mengevaluasi bayi baru lahir terhadap sianosis.3. Emisi sinar dapat berkurang dengan berjalannya waktu. Bayi harus ditempatkan kira-kira 18-20 inci dari sumber lampu untuk keuntungan maksimal.4. Mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar intensitas tinggi. Pemasangan yang tidak tepat atau pergeseran tameng depat menyebabkan iritasi, abrasi kornea, dan konjungtivitis, dan penurunan pernapasan oleh obstruksi pasase nasal.5. Mencegah kemungkinan kerusakan testis dari panas.6. Memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar fluoresen. Mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh individu, dan membatasi area tertekan.7. Defekasi encer, sering dan kehijauan serta urin kehijauan menandakan keefektifan fototerapi degan pemecahan dan ekskresi bilirubin.8. Perubahan ini dapat bermakna deposisi pigmen empedu pada basal ganglia dan terjadi kernikterus.9. Penurunan kadar bilirubin menandakan keefektifan fototerapi; peningkatan yang kontinu menandakan hemolisis yang kontinu dan dapan menandakan kebutuhan terhadap transfuse tukar. (cacatan: sempel darah yang diambil untuk penentuan bilirubin harus dilindungi dari sinar untuk mencegah foto oksida lanjut).10. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehedrasi berat.

3IIISetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan komplikasi terapi tukar tidak terjadi. Dengan KH1. Menyelesaikan transfuse tukar tanpa komplikasi.2. Menjukkan penurunan kadar bilirubin serum.

1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical yang digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian saline selama 30-60 menit sebelum prosedur.2. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur, atau aspirasi isi lambung.3. Jamin ketersediaan alat resusitatif.4. Jamin kesegaran darah (tidak lebih dari 2 hari usianya). Darah yang dineri heparin lebih disukai5. Pastikan golongan darah serta factor Rh bayi dan ibu. Perhatikan golongan darah dan factor Rh darah untuk ditukar. (darah tukar akan sama golongannya dengan darah bayi, tetapi golongan darah Rh-negatif atau golongan datah O-negatif yang telah dicocokkan silang dengan darah ibu sebelumnya).6. Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekuensi pernapasan / kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan penghisapan bila diperlukan.7. Dengan hati-hati dokumentasikan kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang diambil dan diinjeksikan (biasanya 7-20 ml sekaligus)8. Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit (mis., gugup, aktivitas kejang, dan apnea: hipereflkesia; bradikardi: atau diare.1. Pencucin mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I.V. dan memudahkan pasase kateter umbilical.2. Menurunkan resiko kemungkinan regurgitas dan aspirasi selama prosedur.3. Untuk memberikan dukungan segera bila perlu.4. Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya meningkatkan kadar bilirubin. Darah yang diberi heparin selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak digunakan dalam 24 jam.5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh. Degan menggunakan darah Rho (D)-positif akan hanya meningkatkan hemolisis dan kadar bilirubin, karena antibody pada sirkulasi bayi akan merusak SDM yang baru6. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensi kondisi tidak stabil (mis., apne atau disritmia / henti jantung), dan mempertahankan jalan napas. (cacatan: Bradikardia dapat tarjadi bila kalsium diinjeksikan terlalu cepat).7. Membantu mencegah kesalahan dalam penggantian cairan. Jumlah darah yang ditukar kira-kira 170ml/kgBB. Volume ganda tukar transfuse menjamin bahwa antara 75% dan 90% sirkulasi SDM digantikan.8. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar

4IV

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan keluarga mengetahui tentang kondisi. Dengan KH1. Mengungkapkan perhatian tentang penyebab, tindakan dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.2. Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat

a. Berikan informasi tentang tipe-tipe ikterik dan factor-faktor patofisiologis dan imlikasi masa dating dari hiperbilirubinemia. Anjurkan untuk mengajukan pertanyaan, tegaskan atau perjelas informasi sesuai kebutuhan.b. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologis ringan atau sedang, termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari, dzn program penatalaksanaan.c. Kaji situasi keluarga dan system pendukung. Berikan orang tua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, dafterkan teknik dan potensi masalah.d. Berikan rujukan yang tepat untuk pogram fototerapi di rumah, bila perlu.e. Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan intervensi dini.

1. Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman, dan menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterus neonates mungkin fisiologis, akibat ASI, atau patologis, dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan factor pemberat.2. Pemahaman orang tua membantu mengembangkan kerjasama mereka bila bayi dipulangkan. Informasi memberikan orang tua melaksanakan penatalaksanaan dengan aman dan denga tepat dan mengenali pentingnya semua aspek program penatalaksanaan.3. Foto terapi di rumah hanya dianjurkan untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama kehidupan, dimana kadar bilirubin serum antara 14 dab 18 mg/dl tanpa peningkatan kosentrasibilirubin reaksi langsung4. Kurang tersediaan system pendukung dan pendidikan memerlukan penggunaan perawat berkunjung untuk membantu program foto terapi di rumah.5. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan kernikterus meliputi kematian, palpasi serebral, retardasi mental, kesulitan sensori, perlambatan bicara, koordinasi buruk, kesulitan pembelajaran, dan hipoplasia email atau warna gigi hijau kekuningan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Kapita Selekta : 2000).Ikterus sering dijumpai pada neonatus . frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %. Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100 mikro mol/L(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).

B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit ikterus neonatorium, sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap neonatus.Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga kritik dan saran semua pihak sangat kami harapkan.1. Bagi penulisPenulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.2. Bagi pembacaSetelah membaca makalah ini diharapkan akan pembaca paham tentang ikterus neonatorum dan diharapkan pembaca memberikan sumbangsih pikiran demi ksempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.Berhman, Richard E. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol I Edisi 15. Jakarta: EGC.Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta.Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: Media Aecsulapius.Rudolph, ann Alpers, 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: EGC.Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Klinikal Patways Edisi 3. Jakarta: EGC