Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

64
PERDARAHAN KEHAMILAN MUDA DAN PERDARAHAN KEHAMILAN LANJUT Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Oleh : FITRIYA AYU SUGESTY PO.62.24.2.13.109

description

xxx

Transcript of Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Page 1: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

PERDARAHAN KEHAMILAN MUDADAN

PERDARAHAN KEHAMILAN LANJUT

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

Oleh :

FITRIYA AYU SUGESTYPO.62.24.2.13.109

POLITEKNIK KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN PALANGKA RAYA

KEBIDANAN REGULER XV A2015

Page 2: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

MOLA HIDATIDOSA

(HAMIL ANGGUR)

A. Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jongotan/gantungan) yang

tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu

disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh

villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001)

B. Klasifikasi

Klasifikasi mola hidatidosa berdasarkan ada atau tidaknya janin, yaitu:

1. Mola hidatidosa komplit (klasik)

Villi korion berubah menjadi massa velikel dengan ukuran vervariasi dari

sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya

memiliki karakteristik yaitu:

2. Mola hidatidosa inkomplit (parsial)

Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin.

Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang

hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tapak dibeberapa

tempat villi yang edema dengan sel trofobias yang tidak begitu

berproliferasi sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.

C. Tanda Gejala

Kecurigaan biasanya terjadi pada minggu ke 14–16, dimana kita dapat

melihat adanya tanda-tanda seperti dibawah ini:

1. Ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa

2. pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan

3. bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada

pakaian dalam

Page 3: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Gejala :

1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS

2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)

3. Gejala-gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemeter dan berkeringat,

kulit lembab

4. Gejala-gejala preeklampsi seperti pembengkakkan pada kaki dan tungkai,

peningkatan tekanan darah dan proteinuria.

D. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak dikehtaui secara pasti, namun faktor

penyebabnya adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi

terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dan tropoblast

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi

5. Kekurangan protein

6. Infeksi virus dan fkator kromosom yang belum jelas

(Machtar, Rustam, 1998)

E. Predisposisi

1. Umur sangat muda atau tua (< 20 tahun dan > 35 tahun)

2. Gizi kurang, mola hidatidosa banyak ditemukan pada merek yang

kekurangan protein

3. Etnis, lebih banyak ditemukan pada mongoloid daripada koukasoid

4. Genetik, wanita dengan balance translocation mempunyai risiko lebih

tinggi

F. Komplikasi

1. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat

berakibat fatal

Page 4: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

2. Perdarahan yang berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

3. Infeksi sekuder

4. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan

5. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18–20% kasus, akan menjadi mola

destruens atau kariokarsinoma

(Mochtar, Rustam, 1998)

G. Patofisiologi

Setelah ovum dibuahi terjadi pembagian dari sel telur tersebut. Tidak

lama kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding

luar. Dinding ini terjadi atas sel-sel eksoderm yang kemudian menjadi

tropolast. Sebagian villi berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih biasa

tidak ada janin. Gelembung-gelembung atau tesikel ukurannya bervariasi

mulai dari yang mudah dilihat, sampai beberapa centimeter, bergantung dalam

beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Masa tersebut dapat tumbuh cukup

besar sehingga memenuhi cavum uteri. Pembesaran uterus sering tidak sesuai

dan melebihi usia kehamilan.

Pada beberapa kasus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi

karialis berjalan normal sehingga janin menjadi dapat tumbuh dan

berkembang bahkan sampai aterm. Keadaan ini disebut mola parsial. Ada

beberapa kasus pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal

sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang.

1. Teori Missed Abortion

Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu, karena terjadi

gangguan peredaran darah, sehingga terjadi penemuan cairan dalam

jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-

gelembung.

2. Teori Noeplasma dari Park

Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi

abnormal pula, dimana terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga

timbul gelembung, hal ini menyebabkan gangguan peredarahan darah dan

kematian mudigan.

Page 5: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

H. Diagnosis

Kehamilan mola hidatidosa dapat diperkirakan bila ditemukan hal-hal

berikut:

1. Amenore

2. Perdarahan pervaginam

3. Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan

4. Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan

5. Kadar B-hCG yang tinggi

I. Penanganan

1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan

perbaiki KU dengan pemberian cairan dan tranfusi darah. Tindakan

pertama dengan manual digital baru setelah itu evakuasi sisanya

dengan puretase.

b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil

1) Pantau selama 12 jam

2) Setelah itu pasang infus dekstrose 5% yang berisi 50 satuan

oksitosin baru setelah itu evakuasi isi kavum

3) Kalau perdarahan banyak berikan transfuse darah dan lakukan

tampan uterovaginal selama 24 jam

c. Bahan jaringan dikirim untuk hispatologik dalam 2 porsi

1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum

2) Porsi 2 : yang dikeluarkan dengan kuretase

d. Berikan obat-obatan antibiotika, uterotonika, dan perbaiki KU

e. 7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk

membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk

pemeriksaan lab

f. Histerektormi total dilakukan untuk resiko tinggi usia lebih dari 30

tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi

pusat atau lebih

Page 6: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

2. Periksa ulang

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil.

Juga dinasehatkan mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 – 3 tahun.

a. Setiap minggu pada triwulan pertama

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan

Sumber:

Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo.

Rustam Mochtar. 1998. Sinopsi Obstetri. Jakarta : EGC

Page 7: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

PLASENTA PREVIA

A. Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pad asegmen bawah

rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.

(Wiknjosastro, Hanifa, 2007)

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya subnormal, yaitu pada

segmen uterus sehingga dapat menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir.

(Mansjoer A, et al. 2001)

B. Klasifikasi

Plasenta previa dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu :

1. Plasenta previa totalis : seluruh internum tertutup oleh plasenta

2. Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta

3. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggi ostium terdapat jaringan

plasenta

4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3–4 cm di atas pinggir

pembukaan jalan lahir, atau segmen bawah rahim

C. Tanda Gejala

Tanda dan gejala plasenta previa antara lain :

1. Perdarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang

2. Darah biasanya berwarna merah segar

3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas

4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai letak kelainan

janin

5. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,

kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan

berikutnya (reccuret bleeding) biasanya lebih banyak

Page 8: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

D. Etiologi

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang

endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau

kurang baiknya vaskularisasi desidua.

Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Riwayat plasenta previa sebelumnya

2. Mioma uteri

3. Kuretasi yang berulang

4. Umur lanjut

5. Bebas sektio sesarea

6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau

pemakai kokain

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus

tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang

tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.

Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari

tempat implantasi yang lebih baik, yaitu ditempat yang rendah dekat ostium

uteri internum.

Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang

luas, seperti pad eritroblastosis, diabetes melitus, atau kehamilan multipel.

E. Predisposisi

Menurut Mochtar (1998), faktor-faktor predisposisi plasenta previa,

yaitu :

1. Umur dan paritas

Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta

previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini

disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana

endomterium masih belum matang.

2. Endometrium yang cacat

Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium

bekas persalinan berulang-ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun),

Page 9: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi

lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

3. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda

F. Komplikasi

Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut

Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu:

1. Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi

menembus plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena anemia,

robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim,

terjadinya rupture uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui

2. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan

mortalitas tinggi, mudah terinfeksi karena anemia disertai daya tahan

rendah/asfiksia intrauterine sampai dengan kematian

G. Patofisiologi

Plasenta previa terjadi akibat gangguan implantasi karena vaskularisasi

endometrum yang abnormal yang terkait dengan atropi dan scaring akibat

trauma atau inflamasi. Hal ini menyebabkan implintasi embrio pada segmen

bawah rahim. Pertumbuhan plasenta menyebabkan plasenta menutupi servix.

Normalnya plasenta berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus

lebih baik dari segmen bawah uterus. Adanya implantasi abnormal dapat

diakibatkan jaringan parut/skar pada uterus dan kerusakan pada uterus.

(Moses, Scoot. 2006)

Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat

persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, dimana plasenta

yang letaknya normal akan memperluas permukaannya sehingga mendekati

atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. (Wiknjosastro, 2008)

H. Diagnosis

Menurut Manuaba (2010), ada beberapa penilaian untuk mendiagnosa

plasentra previa. Pada saat anamnesa dapat diketahui kapan terjadi perdarahan

Page 10: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

(Perdarahan plasentra previa terjadi pada kehamilan sekitar 28 minggu) dan

bagaimana sifat perdarahan (sifat perdarahan plasentra previa adalah tanpa

rasa sakit, terjadi secara tiba-tiba, tanpa sebab yang jelas, dapat berulang,

perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim).

Penilaian berikutnya adalah melalui inspeksi. Pada inspeksi dijumpai

adanya perdarahan pervaginam encer sampai menggumpal serta pada

perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

1. Anamnesis : adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih 20

minggu dan berlangsung tanpa sebab

2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila lteak kepala maka

kepala belum masuk PAP

3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum

4. USG untuk menentukan letak plasenta

Langsung melalui karnalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat

berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh

karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

I. Penatalaksanaan

Berdasarkan usia kehamilan, ada dua tindakan yang dilakukan yaitu:

1. Tindakan ekspentatif

Tujuan : agar janin tidak lahir premature dan upaya diagnosis dilakukan

secara non invasif.

a. Syarat terapi ekspektatif :

1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian

berhenti

2) Belum ada tanda inpartu

3) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas

normal)

4) Janin masih hidup

b. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis

c. Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia

kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin

Page 11: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

d. Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau feresus fumarat

per oral 60 mg selama 1 bulan.

e. Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan tranfusi

f. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih

lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota

atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan

pesan segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan

2. Tindakan aktif

a. Rencanakan terminasi kehamilan jika :

1) Janin matur

2) Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi

kelangsungan hidupnya (misalnya anenfesali)

3) Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi tanpa

memandang maturitas janin

b. Jika terdapat plasenta letak rendah dan perdarahan yang berlebihan

mungkin dilaksanakan. Jika tidak, tindakan melahirkan dengan seksio

sesaria.

c. Pemilihan cara persalinan tergantung dari derajat plasenta previa,

paritas, dan banyaknya perdarahan. Persalinan pervagiham dapat

dilakukan pada multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta

marginalis, atau plasentra previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5

cm yang dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban.

Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan

plasentra dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan

berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Apabila pemecahan

selaput ketuban tidak berhasil, dapat dilakukan dengan cara lain

dengan pemasangan cunam willet dan versi Braxton – Hicks.

(Wikenjasastro, 2002).

d. Jika persalinan dengan seksio sesaria dan terjadi perdarahan dari

tempat plasentra :

1) Jahit tempat perdarahan

Page 12: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

2) Pasang infus oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan NaCl atau RL

secara IV dengan kecepatan 60 tetes per menit

e. Jika perdarahan terjadi pasca persalinan, segera lakukan penanganan

yang sesuai. (Ligasi arteri atau histerektomi)

Sumber:

Sastrawinata, Sulaiman. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, H. 2002. Perdarahan Ante Partum. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham, Gary et al. 2005. William Obstetrics 22rd Edition. United States : McGraw – Hill Company.

Prawirohadjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 13: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

SOLUTIO PLASENTA

A. Pengertian

Solution plasenta merupakan separasi premature plasenta dengan

implantasi normalnya korpus uterus sebelum janin lahir. (Cunningham, F.

Gary (et. al) 2005)

Solution plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi

normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi

pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

(Prawirohardjo, S. 2002)

B. Komplikasi

1. Syok perdarahan

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solution plasenta hampir

tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila

persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan post

partum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan

perdarahan pada kala III. Pada solution plasenta berat keadaan syok sering

tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita

solution plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia

karena perdarahan yang terjadi. Basainya terjadi rekrosis tubuli ginjal yang

mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang

baik.

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hifofibrinogenemia.

(Prawirohardjo, S. 2002)

4. Apoplexi uteroplasenta (uterus couvelaire)

Pada solution plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim

dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.

Perdarahanini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna

uterus berubah menjadi biru atau ungu yang disebut uterus couvelaire.

Page 14: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin : fetal distress, gangguan

pertumbuhan/perkembangan, hipoksia, anemia, kematian.

C. Klasifikasi

1. Solutio plasenta ringan

a. Bila plasenta lepas kurang ¼ bagian luasnya

b. Ibu dan janin keadaan masih baik

c. Perdarahan pervaginam, warna kehitaman

d. Perut sakit dan agak tegang

2. Solutio plasenta sedang

a. Plasenta terlepas lebih ½ belum mencapai 2/3 bagian

b. Perdarahan dengan rasa sakit

c. Perut terasa tegang

d. Gerak janin berkurang

e. Palpasi janin sulit diraba

f. Auskultasi jantung janin (asfiksia ringan dan sedang)

g. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah

3. Solutio plasenta berat

a. Plasenta lepas > 2/3 bagian

b. Terjadi sangat tiba-tiba

c. Ibu syok

d. Janin mati (uterus sangat tegang dan nyeri)

D. Tanda Gejala

1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar hrs

2. Anemi dan syok; beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan

banyak darah yang keluar

3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah

dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang

(uterus en bois)

4. Palpasi sukar karena rahim keras

5. Fandus uteri makin lama makin naik

6. Bunyi jantung biasanya tidak ada

Page 15: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim

bertambah)

8. Sering ada proteinuri karena disertai preeklampsi

E. Etiologi

Penyebab utama dari solution plasenta, masih belum diketahui dengan

jelas. Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga

merupakan faktor-faktor yang berpengaruh:

1. Hipertensi esensialis atau preeklampsi

2. Tali pusat yang pendek

3. Trauma

4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

5. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada wkatu ketuban pecah,

kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir),

Disamping itu, ada juga pengaruh dari :

1. Umur lanjut

2. Multiparitas

3. Ketuban pecah sebelum waktunya

4. Defisiensi asam folat

5. Merokok, alkohol, kokain

6. Mioma uteri

F. Predisposisi

1. Paritas ibu

Salah satu faktor predisposisi terjadinya retensio adalah

grandemultipara (Mochtar, 2002). Teori lain mengatakan bahwa kejadian

retensio lebih sering dijumpai pada ibu grandemultipara, karena semakin

tinggi paritas ibu maka semakin kurang baik fungsi reproduksinya.

(Manuaba, 2008)

2. Usia

Menurut Varney (2007) bahwa usia ibu lebih dari 35 tahun

mempunyai resiko tinggi terjadi komplikasi persalinan dikarenakan otot-

Page 16: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

otot rahim yang sudah lemah sehingga persalinan akan berlangsung lama

yang salah satunya akan menyebabkan terjadinya retensio.

3. Merokok

Ibu yang perokok memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami

solution plasenta, bahkan bisa mencapai 25% pada ibu yang merokok ≤ 1

(satu) bungkus per hari. Hal ini disebabkan, pada ibu yang perokok

plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan terjadi beberapa

abnormalitas pada mikrosikulasinya.

G. Patofisiologi

Solution plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan ke dalam

desidua kasalis. Selanjutnya desidua akan terkelupas dan tersisa sebuah

lapisan tipis yang melekat pada miometrium hematoma dan plasenta akan

tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.

Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun

beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua akan pecah, sehingga

menyebabkan terjadinya hematoma retoplasenta yang menjadi semakin

bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luasai

mendekati tepi plasenta.

Oleh karena itu di dalam uterus masih terdapat produk konsepsi, maka

uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut.

Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus, maka

terjadilah perdarahan yang keluar (revealed hemorrhage).

H. Diagnosis

1. Anamnesa

a. Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri

b. Terjadi spontan atau karena trauma

c. Perut terasa nyeri

d. Diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan fisik umum

Page 17: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

1) Keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah perdarahan

2) Tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat

3) Penderita tampak anemis

b. Pemeriksaan khusus

1) Palpasi abdomen

(a) Perut tegang terus menerus

(b) Terasa nyeri saat di palpasi

(c) Bagian janin sukar ditemukan

2) Auskultasi

Denyut jantung janin bervariasi dan asfiksia ringan sampai berat

3) Pemeriksaan dalam

(a) Terdapat pembukaan

(b) Ketuban tegang dan menonjol

4) Pemeriksaan penunjang dengan USG dijumpai perdarahan antara

plasenta dan dinding abdomen

I. Penanganan

1. Solutio plasenta ringan

a. Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak

b. Keadaan janin masih baik dapat dilakukan penanganan secara

konservatif

c. Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat dengan

janin yang masih baik dilakukan SC

d. Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan premature

dilakukan perawatan inap

2. Solutio plasenta tingkat sedang dan berat

Penanganannya dilakukan di RS karena dapat membahayakan jiwa

penderita. Tatalaksananya :

a. Pemasangan infuse dan tranfusi darah

b. Memecahkan ketuban

c. Induksi persalinan atau dilakukan SC

3. Sikap bidan dalam menghadapi solution plasenta

Page 18: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

a. Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan

pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan

dan kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan

pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan

rujukan ke RS. Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan

darurat :

1) Pemasangan infuse

2) Tanpa melakukan pemeriksaan dalam

3) Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan

4) Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya

5) Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk

memberikan pertolongan pertama

Sumber:

Wiknjosastro, H. 2002. Perdarahan Antepartum. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Syaifuddin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 19: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

RUPTUR UTERI

A. Pengertian

Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama

periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama

stadium ke tiga persalinan. (Chapman, 2006)

Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan

rongga peritoneum (komplet) atau mungkin dipisahkan darinya oleh

peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum

(Inkomplit). (Cunningham, 2005)

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan waktu

a. Ruptur uteri gravidanum : terjadi saat hamil, sering kali berlokasi di

bagian korpus.

b. Rupture uteri dororie partum : terjadi waktu melahirkan anak,

lokasinya sering pada segmen bawah rahim. Jenis ini lebih sering

ditemui

2. Menurut lokasinya

a. Korpus uteri : biasanya terjadi para rahim yang sudah mengalami

operasi, seperti SC atau miomektomi

b. Segemen bawah rahim : biasanya terjadi pada persalinan yang sulit dan

lama (tidak maju). Segmen bawah rahim tambah lama tambah

meregang dan tipis akhirnya terjadi rupture

c. Servik uteri : biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstrasi forcep

atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap

d. Kolpoponeksis–kolpreksi : robekan-robekan di antara serviks dan

vagina

3. Menurut robeknya perineum

a. Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut feritoneumnya

(permetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga

perut dan rongg uterus, dengan bahaya peritoritis

Page 20: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

b. Inkompleta : robekan otot rahim tapi peritoneum tidak ikut robek.

Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke

ligamentum latum

4. Menurut etiologinya

a. Rupture uteri spontanea

b. Rupture uteri violenta (traumatika) : karena tindakan yang dilakukan

selama persalinan.

C. Tanda Gejala

1. Denyut nadi lebih cepat dari biasanya

2. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering dari biasanya

3. persalinan terlalu lama

4. Pada saat his, korpus uteri teraba keras (hipertonik), sedangkan segmen

bawah rahim teraba tipis dan nyeri kalau ditekan

5. Sering kencing

6. DJJ tidak teratur

7. Edema partio, vagina, vulva, kaput kepala janin

D. Etiologi

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah

ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan

uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri

adalah terpisahnya jaringan parut akibat SC sebelumnya dan peristiwa ini

kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya

kecenderungan untuk memperbolehkan kartus percobaan pada persalinan

dengan riwayat SC.

E. Predisposisi

1. Multiparitas / gandemultipara

2. Pemakaian oksitosin untuk induksi / stimulasi persalinan yang tidak tepat

3. kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta,

plasenta inkreta/plasenta perbeta

Page 21: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

4. Kelainan bentuk uterus umpanya uterus bikornis

5. Hidramnion

F. Komplikasi

1. Gawat janin

2. Syok hipvolemik

Terjadi karena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat

infus cairan kistaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat

digantikan dengan tranfusi darah.

3. Infeksi

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri

telah terjadi sebelum terjadi di RS dan telah mengalami berbagai

manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan

yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antiobiotika yang

sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan

menjadi sepsis pasca bedah.

4. Kecacatan dan morbiditas

a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum

punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang

berat dan mendalam

b. Kematian maternal/perinatal yang menimpa sebuah keluarga

merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya

G. Patofisiologi

Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik

uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila

kehamilan sudah kira-kira kurang lebih 20 minggu, dimana ukuran janin

sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk segmen

bawah rahim (SBR) ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraksi dan SBR

yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi

bila terdapat pada 2-3 jari di atas simpisis, bila meninggi pita harus waspada

terhadap kemungkinan adanya ruptue uteri mengancam (RUM).

Page 22: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Ruptur uteri terutama disebabkan oleh penegangan yang luar biasa dari

uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya

lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan

kontraksi sedang SBR tetapi pasif dan servik menjadi lunak (effacement dan

pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi),

sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR

yang pasif ini akan tertarik ke atas, menjadi bertambah renggang dan tipis.

Lingkaran bandl ikut meninggi sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada

SBR tadi.

H. Diagnosis

1. Anamnesis dan Inspeksi

a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar

biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian PPP

b. PPP

c. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum

d. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur

e. Keluar darah pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak

f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah

dan di bahu

g. Kontraksi uterus biasanya hilang

h. Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi

kembung dan meteoristis (paralisis usus)

2. Palpasi

a. Terapa krepitasi pada kulit pertu yang menandakan adanya emfisema

subkutan

b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari RAP

c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut,

maka teraba bagian-bagian janin langsung di bawah kulit perut dan

disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras

sebesar kepala

d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek

Page 23: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

3. Auskultasi

Biasanya DJJ sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur,

apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut

4. Pemeriksaan dalam

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah

dapat di dorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam

yang agak banyak

b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding

rahim dan kalau jari tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka

dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin

5. Kateterasi

Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

I. Penanganan

Menurut Sarwono Prawirohardjo, penanganan ruptur uteri :

1. Berikan segera cairan isotonic (RL atau garam fisiologis) 500 ml dalam

15-20 tetes/menit dan siapkan laparotomi

2. Lakukan PPP ke RS rujukan

3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan

memungkinkan, lakukan reparasi uterus

4. Bila luka mengalami rekrosis yang luas dan kondisi pasien

mengkhawatirkan, lakukan histerektomi

5. Antibiotika dan serum antitetanus

Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas.

Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetika/luka yang kotor, tanyakan

saat terakhir mendapat TT. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan

perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan

TT 0,5 ml IM

Page 24: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Sumber:

Wiknjosastro, H. 2008. Perdarahan Ante Partum. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknojosastro, H, dkk. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 25: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

ABORTUS

A. Pengertian

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di

dunia luas, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Sebagai batasan ialah

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Bayi

baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai > 500

gram atau umur kehamilan > 20 minggu.

B. Klasifikasi

1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis

maupun mekanis

2. Abortus buatan, abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu :

a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus, antificialis

atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu,

misalnya, penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks.

Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter

ahli, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.

b. Abortus buatan kriminal (abortus provocatus criminalis) adalah

pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang

yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh

yang tidak berwenang.

Kemungkinan adanya abortus provocatrus kriminalis harus

dipertimbangkan bila ditemukan abortus febrilirs. Aspek hukum dari

tindakan abortus buatan ahrus diperhatikan. Bahanya abortus

provacatur kriminalis :

1. Infeksi

2. Infertilitas sekunder

3. Kematian

Page 26: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

C. Tanda Gejala

1. Perdarahan

2. Kram atau kejang perut

3. Nyeri pada bagian bawah perut

4. Keluar cairan dari vagina

5. Keluar gumpalan berwarna merah muda atau keabu-abuan

6. Kehilangan gejala hamil

7. Tiada pergerakan janin

8. Kelelahan yang teramat sangat

9. Serviks terbuka

10. Paras hormon HCG jatuh

11. Hasli tespack (tes kehamilan) berubah hCG aktif

D. Etiologi

1. Kelainan kromosom

2. Infeksi kronis (sifilis, TB aktif)

3. Keracunan

4. Trauma fisik

5. Penyakit kronis

6. Gangguan endoktrin (hipotiroid, DM)

7. Oksidan (rokok, alkohol)

8. Defisiensi hormonal

9. Kelainan janin akibat kelainan bawaan

10. Mola hidatidosa

11. Penyakit plasenta dan desidua

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya

abortus didahului oleh kematian janin. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya abortus, yaitu :

1. Faktor janin

Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan

pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya

menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni :

Page 27: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau

kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)

b. Embrio dengan kelainan lokal

c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)

2. Faktor maternal

a. Infeksi

Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang

berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester

kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti apakah

janin yang menjadi terinfeksi atau tidak.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus :

1) Virus. Misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks,

varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan

ensefalomielitis

2) Bakteri. Misalnya salmonella typhi

3) Parasit. Misalnya toxoplasma gondii, plasmodium

b. Penyakit vascular. Misalnya hipertensi vascular

c. Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progeteron tidak

mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; difisensi insulin

d. Faktor imunologis. Ketidakcocokan (imkompatibilitas) sistem HLA

(Human Leukocyte Antigen)

e. Trauma.

Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi secara setelah

trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan :

1) Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum

graviditatum sebelum minggu ke-8

2) Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat

hamil

Page 28: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

f. Kelainan uterus. Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma

submukosa), serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi

incarcerata.

g. Faktor psikosomatik. Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan.

3. Faktor Eksternal

a. Radiasi

Dosis 1–10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat

merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan

keguguran.

b. Obat-obatan (antagonis asam folat, antkoagulan, dan lain-lain)

Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16

minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak

membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.

c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan

benzen.

E. Predisposisi

Menurut Sastrawinata (2004) faktor terjadinya abortus antara lain:

1. Usia ibu

Usia ibu yang baik untuk ibu hamil dalam melahirkan adalah kurun waktu

reproduksi sehat, antara umur 20–35 tahun. Di luar umur tersebut dapat

merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin.

Keadaan tersebut akan semakin menyulitkan bila ditambah dengan

tekanan psikologi, ekonomi yang memudahkan terjadinya abortus atau

keguguran, persalinan premature, dan mudah terjadi infeksi (Manuaba,

2010). Di lain sisi penelitian Stein dan Couthors (dalam Darmayanti,

2009) menemukan bahwa abortus spontan akan tetap terjadi pada umur

pertengahan 30 tahun.

2. Kehamilan atau gravida

Hasil penelitian Stein dan Couthors (dalam Darmayanti, 2009) diketahui

bahwa wanita Primigravida akan mengalami keguguran kehamilan sebesar

Page 29: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

5,6% dan wanita multigravida akan abortus sebesar 2,2% pada kehamilan

berkutnya.

3. Jarak kelahiran

Jarak kelahiran yang ideal yaitu dua sampai empat tahun, jarak kehamilan

yang terlalu dekat yaitu kurang dari dua tahun menyebabkan pertumbuhan

dan perkembangan janin terhambat, hal ini dipengaruhi oleh keadaan

umum dan gizi ibu. Kemunduran pertumbuhan dan perkembangan janin

dalam kandungan sangat erat kaitannya dengan keadaan yang mengganggu

sirkulasi dan efisiensi plasenta, sehingga nutrisi yang disalurkan ke bayi

terhambat dampaknya terjadilah abortus (Markum, 2013)

F. Komplikasi

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hipperentrafleksi

3. Infeksi

Pada abortus septic virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke

miometrium, tuba, parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi

menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis.

4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragit) dan

karena infeksi berat

5. Degenerasi ganasan

Keguguran dapat menjadi kario karsinoma sekitar 15%–20%. Gejala kario

karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi

pembesaran/perlukan rahim (Trias Akosta Sison), terdapat metastase ke

vagina atau lainnya (Sarwono, 2007)

Page 30: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

G. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau

seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin

kekurangan oksigen. Bagian yang terlepas dianggap benda asing sehingga

rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan berkontraksi. Pengeluaran

tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal

sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, keguguran

memberi gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan

dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Manuaba,

2010).

H. Diagnosis

Secara klinis abortus dibedakan menjadi :

1. Abortus iminens (keguguran mengancam)

Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk

mempertahankannya, ostium uteri tertutup uterus sesuai umur kehamilan.

2. Abortus insipiens (keguguran tidak lengkap)

Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium

terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja.

3. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)

Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya

jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka teraba

jaringan.

4. Abortus kompletus (keguguran lengkap)

Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup

uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum uteri

kosong.

5. Abortus tertunda (missed abortion)

Keadaan ini dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertahan

di dalam rahim selama beberapa minggu.

6. Abortus habitualis (keguguran berulang)

Page 31: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-

kurangnya 3 kali berturut-turut.

I. Diagnosis dan Pengelolaan

1. Dasar diagnosis abortus iminens secara klinis :

a. Anamnesis. Perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak

ada atau ringan

b. Pemeriksaan dalam. Fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan

besar uterus sesuai dengan umur kehamilan

c. Pemeriksaan penunjang. Hasil USG dapat menunjukkan :

1) Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin

2) Meragukan

3) Buah kehamilan tidak baik, janin mati

Pengelolaan :

a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin, yaitu : bed rest selama

3 x 24 jam dan pemberian preparat progesteron bila ada indikasi (bila

kadar < 5 – 10 nanogram)

b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1 – 2 minggu,

kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi

2. Dasar diagnosis abortus insipens :

a. Anamnesis. Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.

b. Pemeriksaan dala. Ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim

dan ketuban utuh (mungkin menonjol)

Pengelolaan :

a. Evakuasi

b. Uterotonik pascaevakuasi

c. Antibiotik selama 3 hari

3. Dasar diagnosis abortus inkomplet

a. Anamnesis. Perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak),

nyeri/kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi

syok.

b. Pemeriksaan dalam. Ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah

kehamilan.

Page 32: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Pengelolaan :

a. Perbaiki keadaan umum, bila ada syok, atasi syok ; bila Hb < 8 gr%

tranfusi

b. Evakuasi

c. Uterotonik

d. Antibiotik selama 3 hari

4. Dasar diagnosis abortus febrilis :

a. Anamnesis. Waktu masuk rumah sakit mungkin disertai syok septic

b. Pemeriksaand alam ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa

jaringan, rahim maupun adneksa nyeri pada perabaan, dan fluksus

berbau

Pengelolaan :

a. Perbaiki keadaan umum (seperti, infus, tranfusi, dan atasi syok septic

bila ada)

b. Posisi fowler

c. Antibiotik yang adekuat (untuk bakteri aerob dan anaerob)

d. Uterotonik

e. Pemberian antibiotik selama 24 jam intravena, dilanjutkan dengan

evakuasi digital atau kuret tumpul

5. Dasar diagnosis abortus kompletus :

Kalau telur lahir dengan lengkap, abortus disebut komplet. Pada keadaan

ini kuretasi tidak perlu dilakukan.

Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim

dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti

sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi

telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.

Pengelolaan :

Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus

inkompletus atau endometritis pascaabortus harus dipikirkan.

6. Dasar diagnosis abortus tertunda (missed abortion) :

a. Anamnesis perdarahan bisa ada atau tidak

b. Bunyi jantung janin tidak ada.

Page 33: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

c. Pemeriksaan penunjang, USG, laboratorium (Hb, trombosit,

fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan, dan waktu

protrombin).

Pengelolaan :

a. Perbaikan keadaan umum

b. Dasar segar

c. Fibrinogen

d. Evakuasi dengan kuret; bila umur kehamilan > 12 minggu didahului

dengan pemasangan dilator (laminaria stift)

7. Abortus habitualis

Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya

jauh lebih sedikit daripada abortus spontan (kurand dari 1%), lebih sering

terjadi pada primitua. Etiologi abortus ini adalah kelainan genetik

(kromosomal), kelainan hormonal (imunologik) dan kelainan anatomis.

Pengelolaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya. Pada kelainan

anatomi, mungkin dapat dilakukan operasi shirodkar atau McDonald.

8. Abortus provokatus medisinalis

Dapat dilakukan dengan cara :

a. Kimiawi

Pembelian secara ekstrauterin atau intrauterine obat abortus, seperti :

prostaglandin, antri progesterone (RU 486) atau oksitosin

b. Mekanis

1) Pemasangan batang laminaria atau delapan akan membuka serviks

secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan

evakuasi dengan kuret tajam atau vakum

2) Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar

dilanjutkan dengan kuretasi

3) Histerotomi / histerektomi

Page 34: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

Sumber:

Sastrawinata, Sulaiman. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H, dkk. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 35: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pengertian

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi / nidasi /

melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga

rahim, sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah

suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.

(Wibowo, 2007)

Kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi bila telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterik. Kehamilan

ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik terganggu karena

kehamilan pada pars interstisialis tubah akan karalis servikalis masih termasuk

dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Apabila pada kehamilan ektopik

terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil

tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

(Wiknjosastro, 2008)

B. Klasifikasi

Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba tempat implantasi

yang paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornue serta

uterus intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang

terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium atau servik.

Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah :

1. Kehamilan intertisial (kornual)

2. Kehamilan ovarium

3. Kehamilan serviks

4. Kehamilan abdominal

Page 36: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

C. Tanda Gejala

1. Nyeri perut

Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua

penderita. Nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bawah.

Kadang-kadang terasa sampai daerah abdomen atas.

Bila kavum abdomen terisi daerah lebih dari 500 ml, akan

menyebabkan perut tegang, nyeri tekan abdomen, distensi usus, dan

kadang-kadang nyeri menjalar ke bahu dan leher karena adanya

rangsangan darah pada diafragma, kemudian lakukan periksa dalam yang

kadang-kadang pada periksa dalam ditemukan nyeri goyang, yang didapat

dengan cara menggerakkan portio.

2. Amenore

Walaupun amenore sering dikemukakan dalam anamnesi, kita tidak

boleh menarik kesimpulan bahwa kehamilan ektopik tidak mungkin kalau

gejala ini tidak ada, lebih-lebih pada wanita Indonesia yang kurang

memperhatikan haidnya, perdarahan patologis yang disebabkan oleh

kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa.

3. Perdarahan pervaginam

Dengan matinya telur desidua yang mengalami degenerasi dan

rekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan. Perdarahan ini

pada umumnya sedikit, namun perdarahan yang banyak dari vagina harus

mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.

4. Syok karena hipovolemik

Tanda syok lebih jelas bila pasien duduk, juga terdapat oligusi.

5. Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh

hormon-hormon kehamilan, tetapi pada umumnya sedikit lebih kecil

dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama

umurnya.

6. Tumor dalam rongga panggul

Dalam rongga panggul dapat teraba tumor lunak kenyal yang

disebabkan oleh kumpulan darah di tubah dan sekitarnya.

Page 37: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

7. Perubahan darah

Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan

ektopik terganggu karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

Akan tetapi, kita harus insaf bahwa turunnya Hb disebabkan darah

diencerkan oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal

ini memerlukan waktu 1 – 2 hari. Oleh karena itu, mungkin pada pemeriksaan

Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya maka kesimpulan

adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb

yang berturut-turut. Perdarahan juga menimbulkan naiknya angka leukost,

yaitu pada perdarahan yang hebat angka leukosit tinggi, sedangkan pada

perdarahan sedikit demi sedikit leukosit normal.

D. Etiologi

Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur

dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor risiko

yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :

1. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada

motilitas saluran telur

2. Riwayat operasi tuba

3. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang

4. Kehamilan ektopik sebelumnya

5. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom

6. Aborsi tuba dan pemakaian IUD

7. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan

pada endosalping, sehingga awalaupun fertilisasi dapat terjadi gerakan

ovum ke uterus terlambat

8. Operasi plastik pada tuba

9. Abortus buatan

E. Predisposisi

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

2. Riwayat pembedahan tuba

Page 38: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

3. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)

4. Infeksi pelvis (Helen Varney, 2006)

F. Komplikasi

Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesakitan

diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan

diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba

atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan

perdarahan massif, syok, DIC, dan kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah

perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, uterter,

dan pembuluh darah besar). Selain itu juga ada komplikasi terkait tindakan

anestesi.

G. Patofisiologi

Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum

yang telah dibuahi dalam berjalannya menuju kavum uteri. Pada darah dari

vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini, yaitu :

1. Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke

ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya

terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar kemudian masuk ke

rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh

tekanan dari dinding tuba.

2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga periforeum, sebagai

akibat dari distensi berlebihan tuba

3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba

4. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda

5. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koltus dan

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga

perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok

dan kematian. (Nugroho, Taufan, 2010)

Page 39: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

H. Diagnosis

Walaupun diagnosa agak sulit dilakukan, namun beberapa cara

ditegakkan, antara lain dengan melihat :

1. Anamnesis dan gejala klinis

Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau

tidak ada perdarahan pervaginam, ada nyeri perut kanan/kiri bawah. Berat

atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul

dalam perotnsum.

2. Pemeriksaan fisik

a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah

adneksa

b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan

ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut

tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen

c. Pemeriksaan sinekologis

3. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium : Hb, leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun

setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat

b. USG

c. Adanya masa komplek di rongga panggul

4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam

kavum Douglas ada darah

5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi

6. Ultrasonograif berguna pada 5 – 10 % kasus bila ditemukan kantong

gestasi di luar uterus

I. Penatalaksanaan

Hampir 20 % kehamilan ektopik merupakan kedaruratan bedah. Segera

lakukan operasi begitu diagnosis ditegakkan. Penundaan hanya dibenarkan

untuk mengatasi syok.

1. Penatalaksanaan darurat

a. Kirim pasien ke rumah sakit

Page 40: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

b. Pasangkan infus dengan jarum berdiameter besar pada vena besar

c. Dapatkan hemogram, panel pembekuan darah dan darah untuk

menentukan golongan darah dan pencocokan silang

d. Berikan upaya-upaya untuk mengatasi syok sesuai keperluan :

Kristaloid IV, transfuse komponen darah, menjaga pasien tetap hangat,

berikan oksigen dan pasang celana panjang penekan MAST atau

torniket yang cukup sempit di sekeliling tungkai atas

2. Penatalaksanaan bedah (laparoskopi atau laparotomi)

a. Pemilihan tindakan tergangung pada penilaian bedah. Laparotomi

merupakan tindakan terbaik untuk pasien dengan kedaruratan bedah.

Dewasa ini, laparaskopi dengan salpingostomi linear antimesenterik

(lebih disukai dengan laser) makin digunakan secara luas untuk

kehamilan ektopik yang tidak ruptur dan pada situasi bukan

kedaruratan. Dengan meningkatnya kemampuan diagnostik USG,

laparoskopi kurang diperlukan untuk diagnosis tetapi dianggap lebih

penting untuk terapi

b. Kendalikan perdarahan (darah dan bekuan darah tidak perlu

dikeluarkan seluruhnya karena akan diserap dan membatasi anemia,

atau darah sitrat yang sudah difiltrasi dapat digunakan untuk

autotranfusi)

c. Keluarkan hasil konsepsi (dapat terjadi implantasi sekunder jika

pengeluaran tidak lengkap)

d. Upayakan tuba atau organ-organ lain tetapi normal atau hanya sedikit

rusak. Jika kehamilan masih dini atau terjadi missed abortion di tuba

lakukan salnimnatomi untuk penutupan dengan penjahitan tidak

diperlukan.

e. Indikasi pengangkatan organ meliputi :

1) Perdarahan yang tidak terkendali

2) Tuba rusak berat (memerlukan eksisi kornu –– bukan reseksi ––

untuk mencegah kehamilan ektopik berulang dan endosalpingosis

tunggal tuba)

Page 41: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

3) Biasanya diperlukan histerektomi pada kehamilan sevikal atau

intertisial yang ruptur

4) Ooforekstomi diperlukan pad akehamilan ovarium tetapi tidak

dianjurkan pada kasus-kasus yang memerlukan pengangkatan tuba

3. Penatalaksanaan suportif

a. Berikan antibiotik spektrum luas untuk infeksi

b. Berikan terapi besi per oral atau IM atau keduanya untuk

mengembalikan simpanan besi

4. Pemberian obat-obatan

Dewasa ini, sedang diteliti penggunaan metotneksat (intraomnitok

atau sistemik dengan lekovorin) untuk terapi kehamilan ektopik tertentu

yang tidak ruptur. Obat ini belum dianjurkan untuk pemakaian umum,

tetapi mungkin berguna pada keadaan-keadaan tertentu (misal, kehamilan

servikal). Suntikan inaktivasi korpus luteum juga sedang dipelajari.

Sumber:

Budi, Anthonius. 2001. Kehamilan Ektopik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rachimhadhi, T. 2005. Kehamilan Ektopik. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrowinata, Sulaiman. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Page 42: Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anthonius. 2001. Kehamilan Ektopik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Cunningham, Gary et al. 2005. William Obstetri 22nd Edition. United Stated : McGraw – Hill Company.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Media.

Prawihardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawihardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rachimhadhi, T. 2005. Kehamilan Ektopik. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Sastrowinata, Sulaiman. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

Syaifuddin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H. 2002. Perdarahan Ante Partum. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H, dkk. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.