ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI PADA NY.J … · Latar Belakang: Berdasarkan SDKI ... Salah...
Click here to load reader
Transcript of ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI PADA NY.J … · Latar Belakang: Berdasarkan SDKI ... Salah...
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS
UMUR 29TAHUN P
DENGAN MASTITIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI PADA NY.J
TAHUN P1A0POST PARTUM HARI KE 7
DENGAN MASTITISDI RSU ASSALAM
GEMOLONG SRAGEN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir
Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun oleh:
Putri Utami
NIM B 13035
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PADA NY.J
POST PARTUM HARI KE 7
RSU ASSALAM
syarat Tugas Akhir
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
KATA PENGANTAR
PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang MahaEsa, yang
telahmelimpahkanrahmatdankarunia-Nya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikan
KaryaTulisIlmiahini yang berjudul “ AsuhanKebidananPadaIbuNifasPatologi Ny.
J Umur 29 Tahun P1A0 denganMastitis di RSU AssalamGemolongSragen Tahun
2016”.
KaryaTulisIlmiahinidisusundenganmaksuduntukmemenuhitugasakhirseba
gaisalahsatusyaratkelulusanSTIKesKusumaHusada
Surakarta.Penulismenyadaribahwatanpa pantuandanpengarahandariberbagaipihak,
KaryaTulisIlmiahinitidakdapatterselesaikandenganbaik.Olehkarenaitupenulismen
gucapkanterimakasihkepada:
1. IbuWahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M.
KepselakuKetuaSTIKesKusumaHusada Surakarta.
2. IbuSitiNurjanah, SST., M.Keb selakuKetua Program Studi DIII
KebidananSTIKesKusumaHusada Surakarta.
3. Ibu ErlynHapsari, SST.,M.Keb selakuDosenPembimbing yang
telahmemberikanpengarahan, masukandanmotivasikepadapenulis.
4. Ibu Arista Apriani, SST., M.Kes selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah.
5. Ibudr. WiwiekIrawati, M. KesselakuDirekturRumahSakitUmumAssalam yang
telahmemberiijinkepadapenulisuntukmengambil data
awaldalampembuatanKaryaTulisIlmiahini.
6. Keluarga Ny. J yang telah bersedia menjadi pasien dalam pembuatan Karya
Tulis Ilmiah ini.
7. SeluruhDosendan Staff STIKesKusumaHusada Surakarta
terimakasihatassegalabantuan yang telahdiberikan.
8. Bagianperpustakaan yang
telahmembantudalammemperolehreferensidalampenulisanKaryaTulisIlmiahini.
9. Semuapihak yang
telahmembantudanmemberikandukungandalammenyelesaikanKaryaTulisIlmia
hini.
PenulismenyadaridalampembuatanKaryaTulisIlmiahinimasihbanyakkekur
angannya, karenaketerbatasankemampuanpenulis.Makapenulismengharapkan
saran darisemuapihak yang sifatnyamembangun demi penyempurnaanpembuatan
KaryaTulisIlmiahini.
Surakarta , Juni 2016
Penulis
iv
v
Prodi DIII Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2016
Putri Utami
B13035
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI PADA NY.J
UMUR 29 TAHUN P1A0 POST PARTUM HARI KE 7
DENGAN MASTITIS DI RSU ASSALAM
GEMOLONG SRAGEN
xii+117 halaman+13 lampiran
INTISARI
Latar Belakang: Berdasarkan SDKI tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI)
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab AKI adalah infeksi,
yang terjadi pada masa nifas. Kejadian penting dalam masa nifas adalah laktasi,
tetapi banyak yang mengalami kegagalan karena puting susu lecet, payudara
bengkak, saluran susu tersumbat, mastitis, dan bahkan abses. Mastitis adalah
peradangan pada payudara, yang ditandai dengan payudaramerah, bengkak
kadang diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Survey pendahuluan
yang dilakukan di RSU Assalam Gemolong Sragen pada bulan Oktober 2014-
Oktober 2015, jumlah ibu nifas 1272 orang, ibu nifas normal 494 orang, ibu nifas
patologi 778 orang, ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 177 orang
(22,8%), anemia sebanyak 82 orang (10,5%),putting susu lecet sebanyak 79 orang
(10,2%),retensio plasenta sebanyak 76 orang (9,8%), PER sebanyak 70 orang
(9,0%), PEB sebanyak 67 orang (8,1%), atonia uteri sebanyak 59 orang (7,6%),
infeksi luka perineum sebanyak 55 orang (7,0%), mastitis sebanyak 50 orang
(6,4%).
Tujuan: Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan mastitis dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan menurut
7 langkah Varney.
Metodologi: Karya Tulis Ilmiah ini merupakan bentuk laporan studi kasus dengan
menggunakn metode deskriftif. Studi kasus ini dilaksanakan di RSU Assalam
Gemolong Sragen. Subyek studi kasus adalah Ny. J umur 29 tahun P1A0 dengan
mastitis pada tanggal 7-11 Juni 2016.Pada kasus ini instrument yang digunakan
untuk mendapatkan data dengan menggunakan format asuhan kebidanan pada ibu
nifas. Teknik pengumpulan data pada klien adalah dengan cara mengambil data
promer dan data sekunder.
Hasil Studi Kasus: Ny. J umur 29 tahun P1A0 dengan mastitis dapat sembuh dan
pulih dalam waktu 5 hari, yaitu KU ibu menjadi baik, ASI sudah keluar lancar,
ibu senang dan nyaman dengan keadaannya, tidak terjadi abses.
Kesimpulan:Setelah diberikan asuhan kebidanan pasien Ny. J dengan mastitis,
terdapat kesenjangan pada keluhan utama, pemeriksaan payudara.
Kata Kunci : Asuhan Kebidanan, Ibu Nifas, Mastitis
Kepustakaan : 26 literatur (tahun 2006-2014)
vi
MOTTO
1. Pintu kebahagiaan terbesar adalah doa kedua orang tua. Berusahalah
mendapatkan doanya dengan berbakti kepadanya agar doa mereka menjadi
benteng yang kuat yang menjaga diri dari semua hal yang tidak kita sukai
(Aidh Bin Abdullah Al- Qarni)
2. Jangan pernah berputus asa jika menghadapi kesulitan, karena setiap tetes air
hujan yang jernih berasal dari awan yang gelap (penulis)
3. Lebih baik bahagis jadi dirimu sendiri daripada mendustai dirimu tuk
menyenangkan orang lain, tapi membuatmu tak bahagia seumur hidupmu
(penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan segala rendah hati, karya tulis ilmiah ini penulis persembahkan:
1. Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tuaku, Bapak-ibu yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
pengorbanan serta dukungan yang tulus dalam mewujudkan impian dan cita-
citaku.
3. Kakak yang telah memberi dukungan semangat perhatian dan doa.
4. Teman-teman (Anisa, Ayu, Dina, Binti), kalian akan selalu ada di dalam jiwa,
direlung hati dan setiap kehidupanku, semoga ini akan abadi, semoga
perjalanan ini menjadikan kita semakin dewasa.
5. Ibu Erlyn Hapsari yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam
pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Almamater tercinta.
vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
INTISARI ....................................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
CURICULUM VITAE ................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................... 4
C. Tujuan Studi Kasus ............................................................ 4
D. Manfaat Studi Kasus .......................................................... 6
E. Keaslian Studi Kasus ......................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis ........................................................................ 10
1. Masa Nifas ................................................................... 10
2. Mastitis ......................................................................... 36
B. Teori Manajemen Kebidanan ............................................. 40
C. Landasan Hukum ............................................................... 65
BAB III METODOLOGI
A. Jenis Studi Kasus ............................................................... 67
B. Lokasi Studi Kasus ............................................................. 67
C. Subyek Studi Kasus ........................................................... 68
D. Waktu Studi Kasus ............................................................. 68
E. Instrument Studi Kasus ...................................................... 68
ix
F. Teknik Pengumpulan data .................................................. 68
G. Alat- alat dan bahan ........................................................... 72
H. Jadwal Penelitian ................................................................ 72
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TinjauanKasus ................................................................... 73
B. Pembahasan ....................................................................... 107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 114
B. Saran .................................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi……15
xii
DAFTAR LAMPIRAN Studi Kasus
Lampiran 1. Jadwal Penelitan
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan
Lampiran 5. Surat Balasan Ijin Penggunaan Lahan
Lampiran 6. Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 7. Surat Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 8. Lembar Pedoman Wawancara (Format Askeb)
Lampiran 9. Lembar Observasi
Lampiran 10. Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 11. Leaflet
Lampiran 12. Dokumentasi
Lampiran 13. Lembar Konsultasi
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab angka kematian ibu tahun 2012 yaitu perdarahan
30,1%, hipertensi 26,9%, infeksi 5,6%, partus lama 1,8%, abortus 1,6% lain –
lain 34,5%(Kemenkes RI, 2014).
Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 sebesar 126,55
per 100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 711 kasus, sedangkan menurut
dari data terbaru triwulan ketiga tahun 2015 angka kematian ibu di Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 437 kasus. Selanjutnya Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kabupaten Sragen pada triwulan ketiga tahun 2015 sebesar 11 kasus
(Dinkes Provinsi Jateng, 2015).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada
masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya
disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini, perdarahan
pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan
meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi
lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu
(Walyani dan Purwoastuti, 2015).
2
Salah satu kejadian penting dalam masa nifas adalah terjadinya proses
laktasi. Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6
bulan, tanpa tambahan makanan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, dan air putih, nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan
makanan pendamping ASI (MPASI).ASI dapat diberikan sampai anak berusia
2 tahun atau lebih (Wulandari dan Handayani, 2011).
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena
timbulnya beberapa masalah. Masalah – masalah yang biasanya terjadinya
dalam pemberian ASI antara lain puting susu lecet, payudara bengkak,
saluran susu tersumbat, mastitis, abses payudara (Saleha, 2009).
Mastitisadalah peradangan pada payudara.Payudara menjadi merah,
bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat.Di
dalam terasa ada masa padat (lump), dan diluarnya kulit menjadi merah.
Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1 – 3 minggu setelah persalinan
diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini
disebabkan kurangnya ASI diisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tak
efektif.Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau
karena tekanan baju / BH (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Bidan sebagai tenaga medis terdepan di tengah masyarakat dapat
meningkatkan usaha preventif dan promotif dengan jalan mengajarkan
perawatan payudara, cara memberikan ASI yang benar, memberikan ASI
jangan pilih kasih, kanan dan kiri harus sama perlakuannya dan diberikan
sampai payudara terasa kosong (Norma dan Dwi, 2013).
3
Hasil studi pendahuluan di RSU Assalam Gemolong Sragen pada
bulan Oktober 2015 didapatkan data jumlah ibu nifas dari bulan Oktober
2014 – Oktober 2015 sebanyak 1272 orang. Jumlah tersebut terdiri dari ibu
nifas normal sebanyak 494 orang (39%) dan ibu nifas dengan patologi
sebanyak 778 orang (61%). Dari data ibu nifas patologi yang mengalami
bendungan ASI sebanyak 177 orang (22,8%), yang mengalami anemia
sebanyak 82 orang (10,5%), yang mengalami puting susu lecet sebanyak 79
orang (10,2%), dan ibu nifas yang mengalami retensio plasenta sebanyak 76
orang (9,8%), ibu nifas yang mengalami PER sebanyak 70 orang (9,0%), ibu
nifas yang mengalami PEB sebanyak 67 orang (8,6%), ibu nifas yang
mengalami hipertensi 63 orang (8,1%), ibu nifas yang mengalami atonia
sebanyak 59 orang (7,6%), ibu nifas yang mengalami infeksi luka perineum
sebanyak 55 orang (7,0%), yang mengalami mastitis sebanyak 50 orang
(6,4%). Berdasarkan data tersebut menunjukkan masih ada kejadian mastitis
di RSU Assalam Gemolong Sragen walaupun angka kejadiannya sedikit
tetapi apabila tidak segera ditangani maka peradangan pada payudara akan
melebar semakin luas. Sehingga penulis tertarik mengambil judul “ Asuhan
Kebidanan Ibu Nifas Patologi pada Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum
hari ke 7 dengan mastitis di RSU Assalam Gemolong Sragen”.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut “Bagaimana asuhan kebidanan ibu nifas patologi pada Ny. J
umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU Assalam
Gemolong Sragen?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. J umur 29
tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU Assalam
Gemolong Sragen menggunakan manajemen Kebidanan menurut 7
langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu:
1) Melakukan pengkajian data dasar secara lengkap pada ibu nifas
Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis
di RSU Assalam Gemolong Sragen.
2) Menginterpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan,
masalah, kebutuhan pada ibu nifas Ny. J umur 29 tahun P1A0
post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU Assalam
Gemolong Sragen.
5
3) Mengidentifikasi diagnosa potensial pada ibu nifas Ny. J umur
29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU
Assalam Gemolong Sragen.
4) Melakukan antisipasi / tindakan segera pada ibu nifas Ny. J
umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di
RSU Assalam Gemolong Sragen.
5) Mengidentifikasi rencana tindakan asuhan kebidanan pada ibu
nifas Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan
mastitis di RSU Assalam Gemolong Sragen.
6) Melaksanakan rencana tindakan pada ibu nifas Ny. J umur 29
tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU
Assalam Gemolong Sragen.
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. J umur
29 tahun P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU
Assalam Sragen.
b. Mahasiswa mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus
nyata dilapangan pada ibu nifas Ny. J umur 29 tahun P1A0 post
partum hari ke 7 dengan mastitis di RSU Assalam Gemolong Sragen
termasuk faktor pendukung dan penghambat.
6
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman yang nyata serta menerapkan
teori dan praktik kebidanan tentang penatalaksanaan asuhan kebidanan
pada ibu nifas dengan mastitis.
2. Bagi profesi
Dapat digunakan sebagai masukan bagi profesi bidan untuk
meningkatkan mutu pelayanan profesi sesuai standar asuhan kebidanan
khususnya pada kasus mastitis.
3. Bagi institusi
a. RS
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan kebidanan pada ibu
nifas dengan mastitis.
b. Pendidikan
Dapat menambah referensi dan sumber bacaan diperpustakaan,
untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam
pemberian asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis.
E. Keaslian Studi Kasus
Studi kasus serupa pernah dilakukan oleh:
1. Monicha Iga P. (2013) dari STIKes Kusuma Husada Surakarta dengan
judul “Asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. N dengan mastitis di BPS
7
Ririt Indah Wahyuni Bojonegoro”. Pada studi kasus ini, data subyektif:
ibu mengatakan pada payudara kanan terasa nyeri dan berat sejak 2 hari
yang lalu serta badannya juga terasa panas dan dingin dikarenakan puting
susu lecet, ibu mengatakan ini persalinan yang pertama dan belum pernah
mengalami keguguran, ibu mengatakan payudara terasa nyeri dan berat
serta badannya terasa demam panas dingin, Data Obyektif: keadaan
umum: cukup, kesadaran : composmentis, TTV: TD: 120/70 mmHg, N:
80x/menit, S: 380C, R: 20x/menit, palpasi: terdapat pembengkakan pada
payudara kanan, inspeksi: payudara membesar terlihat mengkilat dan
lecet pada puting. Asuhan yang diberikan kepada Ny. N yaitu
mengobservasi keadaan umum (KU) dan vital sign (VS), memberikan
pendidikan kesehatan cara perawatan payudara dan cara menyusui yang
benar. Memberikan terapi : Amoxillin 500 mg 3 x 1, paracetamol 500 mg
3 x 1, CTM 500 mg 3 x 1, Antasid 500 mg 3 x 1, dan Dexametason 3 x 1.
Hasilnya setelah diberikan asuhan selama 5 hari, mastitis dapat
disembuhkan.
2. Ainul Mardiyah (2012), dari STIKes U’Budiyah Banda Aceh dengan
judul “Asuhan kebidanan ibu nifas Ny. S di rumah sakit umum daerah
Dr. Zainoel abiding”. Pada studi kasus ini, data subyektif: ibu
mengatakan pada payudara kanan terasa nyeri dan berat sejak 2 hari yang
lalu serta badannya juga terasa panas dan dingin dikarenakan puting susu
lecet. Ibu 2 hari yang lalu tetapmenyusui bayinya dan ASI nya keluar
lancar, ibu mengatakan melahirkan anaknya yang kedua. Ibu mengatakan
8
payudaranya terasa nyeri dan berat serta badannya terasa demam panas
dingin. Ibu mengatakan ganti pembalut 2 kali sehari. Data obyektif :
keadaan umum: lemah, kesadaran : composmentis, TTV: TD : 120/80
mmHg, N: 100x/menit, S: 39,50C, R: 24x/menit, TFU : pertengahan
antara pusat dan simfisis, lochea: rubra, inspeksi: payudara kanan terlihat
membengkak, memerah, dan terdapat luka pada puting susu, palpasi:
payudara kanan teraba kencang terasa lebih padat dan ASI sudah keluar.
Asuhan yang diberikan mengobservasi keadaan umum (KU) dan vital
sign (VS), melakukan kompres hangat dan dingin pada payudara yang
sakit, memberikan penyuluhan tentang cara menyusui yang benar dengan
memposisikan bayi senyaman mungkin pada saat menghisap puting susu
dan areola masuk mulut bayi, menganjurkan ibu untuk menggunakan bra
yang menyangga payudara tetapi tidak terlalu sempit jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya, menganjurkan ibu untuk
menjaga payudara agar tetap bersih dan kering terutama pada puting
susu, menganjurkan ibu untuk tetap mengosongkan payudaranya dengan
cara ASI dipompa dan dimasukkan kedalam botol, memberi terapiobat
kloksaiailin 500 mg 3 x 1, amoxillin 500 mg 3 x 1, paracetamol 500 mg
3 x 1, CTM 500 mg 3 x 1, antasid 500 mg 3 x 1, dan dexsametason 3 x 1.
Hasilnya setelah diberikan asuhan selama 4 hari, mastitis dapat
disembuhkan.
9
Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah pada
lokasi, subyek, waktu, dan hasil. Persamaan kasus yang dipakai adalah
pada asuhan kebidanan dengan mastitis.
10
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Medis
1. Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra
hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu
(Wulandari dan Handayani, 2011).
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira- kira 6 minggu (Roito dkk, 2013).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam
setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah
itu (Dewi dan Sunarsih, 2011).
b. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2009), asuhan yang diberikan kepada ibu
nifas bertujuan untuk
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan
bayi.
11
2) Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada
ibu.
3) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu.
4) Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta
memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya
dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.
5) Imunisasi ibu terhadap tetanus.
6) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian
makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang
baik antara ibu dan anak.
c. Tahapan masa nifas
Menurut Rukiyah dkk (2013), tahapan masa nifas dibagi menjadi 3:
1) Puerperium dini yaitu pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan jalan – jalan.
2) Puerperium intermedial yaitu pemulihan menyeluruh alat – alat
genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki
komplikasi.
12
d. Kunjungan nifas
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), kunjungan nifas
meliputi:
1) Kunjungan pertama dilakukan 6 – 8 jam setelah persalinan
tujuannya:
a) Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri.
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk
bila perdarahan berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bila terjadi perdarahan banyak.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan anak.
f) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah
terjadinya hipotermia.
2) Kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan tujuannya:
a) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus uteri dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan dan tidak berbau.
b) Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat.
13
d) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak
menunjukkan tanda – tanda penyakit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi supaya tetap hangat dan merawat
bayi sehari – hari.
3) Kunjungan ketiga 2 – 3 minggu setelah persalinan
a) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus uteri dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan dan tidak berbau.
b) Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak
menunjukkan tanda – tanda penyakit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi
supaya tetap hangat dan merawat bayi.
4) Kunjungan ke empat 4 – 6 minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang penyakit – penyakit yang ibu
dan bayi alami.
b) Memberikan konseling KB secara dini.
c) Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu bahaya
membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi, misal minyak
14
atau bahan lain. Jika ada kemerahan pada pusat, perdarahan
tercium bau busuk, bayi segera dirujuk.
d) Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada ikterus atau tidak,
ikterus pada hari ketiga post partum adalah fisiologis yang
tidak perlu pengobatan. Namun bila ikterus terjadi pada hari
ketiga atau kapan saja dan bayi malas untuk menetek serta
tampak mengantuk maka segera rujuk bayi ke RS.
e) Bicarakan pemberian ASI dengan ibu dan perhatikan apakah
bayi menetek dengan baik.
f) Nasehati ibu untuk hanya memberikan ASI kepada bayi
selama minimal 4 – 6 bulan dan bahaya pemberian makanan
selain ASI sebelum usia 4 – 6 bulan.
g) Catat semua dengan tepat hal – hal yang diperlukan.
h) Jika ada yang tidak normal segeralah merujuk ibu dan atau
bayi ke puskesmas atau RS.
e. Perubahan fisiologi masa nifas
1) Perubahan sistem reproduksi
a) Uterus
Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada
masa sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu,
berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai
akibat involusi. Satu minggu setelah melahirkan beratnya
menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua
15
setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu
menjadi 100 gram atau kurang.
Tabel 2.1
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat, 2 jbpst* 1.000 gr
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 500 gr
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gr
*jbpst= jari dibawah pusat.
Sumber : Saleha, 2009
b) Involusi Tempat Plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat
dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira – kira sebesar
telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir
minggu ke -2 hanya sebesar 3 – 4 cm dan pada akhir nifas 1 –
2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada
permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus
(Dewi dan Sunarsih, 2011).
c) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetep kencang.Relaksasi dan kontraksi yang
periodic sering dialami multipara dan biasa menimbulkan
nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa
nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu
16
melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar, dan kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan
biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus (Rukiyah dkk, 2013).
d) Perubahan Ligamen
Ligamen – ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur – angsur menciut kembali seperti sedia kala.Tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi.Tidak jarang
pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah
melahirkan oleh karena ligamen, fasia, jaringan penunjang
alat genetalia menjadi kendor (Marmi, 2014).
e) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan.Muara
serviks yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup
secara bertahap.Dua jari masih dapat dimasukkan ke dalam
muara serviks pada hari ke – 4 sampai ke – 6 pascapartum,
tetapi hanya tungkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan
pada akhir minggu ke – 2.Muara serviks eksterna tidak
berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, namun
terlihat memanjang seperti suatu celah, yang sering disebut
“mulut ikan”. Laktasi menunda produksi estrogen yang
17
mempengaruhi mucus dan mukosa
(Roito dkk, 2013).
f) Lokia
Menurut Saleha(2009), Lokia adalah cairan sekret yang
berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Lokia
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: lokia rubra, sangulenta,
serosa dan alba.
(1) Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah
segar dan sisa – sisa selaput ketuban, set – set desidua,
verniks caseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari
pasca persalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama
dua sampai tiga hari postpartum.
(2) Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir yang keluar pada hari ke – 3 sampai ke – 7
pasca persalinan.
(3) Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Dimulai dengan
versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini
berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke –
7 sampai hari ke – 14 pasca persalinan. Lokia alba
mengandung terutama cairan serum, jaringan desidua,
leukosit, dan eritrosit.
18
(4) Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari
ke – 14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama
sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya.
Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta
terdiri atas leukosit dan sel – sel desidua.
g) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan
bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur – arus akan
muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
h) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak
maju. Pada post natal hari ke – 5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil
(Sulistyawati, 2009).
19
2) Perubahan sistem pencernaan
a) Nafsu makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan dan
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan ringan.Setelah
benar – benar pulih dari efek analgesia, anestesi, dan
keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar.Permintaan
untuk memperoleh makanan menjadi dua kali jumlah yang
biasa dikonsumsi.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot
traktusdigestivus menetap selama waktu yang singkat setelah
bayi lahir.Kelebihan analgesia dan anestesi dapat
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan dapat tertunda selama dua
sampai tiga hari melahirkan. Keadaan itu dapat disebabkan
oleh penurunan tonus otot usus selama proses persalinan dan
pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi
(Roito dkk, 2013).
20
3) Perubahan sistem perkemihan
Dieresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-
buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin
dan tulang pubis selama persalinan. Protein dapat muncul di
dalam urine akibat perubahan otolitik di dalam uterus
(Rukiyah dkk, 2013).
4) Perubahan sistem hematologi dan kardiovaskular
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel – sel darah
putih sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit
akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa
postpartum. Jumlah sel- sel darah putih tersebut masih bisa naik
lebih tinggi 25.000 – 30.000 tanpa adanya kondisi patologi jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama (Saleha, 2009).
5) Perubahan sistem endokrin
a) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon
yang diproduksi oleh plasenta. Penurunan hormon plasenta
(human placenta lactogen) menyebabkan kadar gula darah
menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadopin
(HCL) menurun dengan cepat dan menetap sampai10 %
21
dalam 3 jam hingga ke-7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mammae pada hari ke – 3 post partum.
b) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan
LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada
wabita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu.
Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran
payudarauntuk merangsang produksi susu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke -3,
dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi
lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang
menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi
pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45%
setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita
yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar
40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24
minggu.
d) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara.Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin
22
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga
dapat membantu involusi uterus.
e) Hormon estrogen dan progesterone
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat.
Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti
diuretic yang dapat meningkatkan volume darah.Sedangkan
hormon progresteron mempengaruhi otot halus yang
mempengaruhi perangsangan dan peningkatan pembuluh
darah.Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum, dan vulva serta
vagina (Marmi, 2014).
6) Perubahan tanda- tanda vital
a) Suhu badan
Satu hari postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5 –
380C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan,dan kelelahan. Apabila keadaan normal,
suhu badan menjadi biasa.Biasanya pada hari ke- 3 suhu
badan naiklagi karena ada pembentukan ASI dan payudara
menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI.
Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium, mastitis, traktus genetalis atau sistem lain.
23
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 – 80 x/menit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih
cepat.
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya
preeklamsia postpartum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas
(Dewi dan Sunarsih, 2011).
f. Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2009), Reva Rubin membagi periode ini
menjadi 3 bagian antara lain:
1) Periode “ Taking in”
a) Periode ini terjadi 1 – 2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru
pada umumya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya.
24
b) Ia mungkin akan mengulang – ulang menceritakan
pengalamannya waktu melahirkan.
c) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat
pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses
laktasi aktif.
e) Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi
ibu sehingga ibu dapat leluasa dan terbuka mengemukakan
permasalahan yang dihadapi pada bidan.
2) Peroide “Taking Hold”
a) Periode ini berlangsung pada hari ke 2 – 4 post partum.
b) Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang
tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap
bayi.
c) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,
BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, memandikan, memasang
popok, dan sebagainya.
e) Pada masa ini ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir
dalam melakukan hal – hal tersebut.
25
f) Pada tahap ini, bidan harus tanggap kemungkinan perubahan
yang terjadi.
g) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk
memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun harus
selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai
menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak
nyaman.
3) Periode “ Letting Go”
a) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.
b) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan
ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang
sangat tergantung padanya.
c) Depresi post partum umumnya terjadi pada masa ini.
g. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
Menurut Saleha (2009), kebutuhan dasar masa nifas antara lain:
1) Nutrisi dan cairan
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut:
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup.
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
26
d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi,
setidaknya selama 40 hari pasca persalinan.
e) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
2) Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari
tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk
berjalan.Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum
terlentang di tempat tidurnya selama 7 – 14 hari setelah
melahirkan.Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari
tempat tidur dalam 24 – 48 jam postpartum.
Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut:
a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
b) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
c) Early ambulationmemungkinkan kita mengajarkan ibu cara
merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya
memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan.
d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis).
Menurut penelitian – penelitian yang seksama, early
ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak
menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak
mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di
27
perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau
retrotexto uteri.
3) Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum.
Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi.
Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
Berikut ini sebab – sebab terjadinya kesulitan berkemih (retensio
urine) pada ibu postpartum.
a) Berkurangnya tekanan intraabdominal
b) Otot – otot perut masih lemah.
c) Edema dan uretra.
d) Dinding kandung kemih kurang sensitive.
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi)
setelah hari kedua postpartum jika hari ketiga belum juga
BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per
rectal.Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa
BAB, maka dilakukan klisma (huknah).
4) Personal hygiene
Langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga
kebersihan diri ibu postpartum adalah sebagai berikut:
a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.
28
b) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari
depan ke belakang kemudian membersihkan daerah sekitar
anus. Nasihati ibu untuk membersihkan vulva setiap kali
selesai buang air kecil atau besar.
c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika
telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari
dan disetrika.
d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e) Jika ibu mempunyai episotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
5) Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut:
a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan – kegiatan rumah
tangga secara perlahan – lahan, serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
29
(1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
(2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan.
(3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri.
6) Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan ibu nifas harus
memenuhi syarat berikut ini:
a) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu
– satu dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu
aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan
saja ibu siap.
b) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai masa waktu tersebut, misalnya setelah 40
hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini
bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7) Latihan dan senam nifas
Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan
langsing seperti semula adalah melakukan latihan senam
nifas.Untuk itu beri penjelasan pada ibu tentang beberapa hal
berikut ini.
30
a) Diskusikan pentingnya otot – otot perut dan panggul agar
kembali normal, karena hal ini akan membuat ibu merasa
lebih kuat, sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari
sangat membantu
(a) Dengan tidur terlentang dan lengan di samping, tarik otot
perut selagi menarik napas, tahan napas dalam, angkat
dagu ke dada, tahan mulai hitungan 1 sampai 5. Rileks
dan ulangi sebanyak 10 kali.
(b) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar
panggul lakukanlah latihan keagel.
c) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong
dan pinggul, tahan sampai 5 hitungan. Relaksasi otot dan
ulangi latihan sebanyak 5 kali.
d) Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan.
Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak.
Pada minggu ke 6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan
setiap gerakan sebanyak 30 kali.
31
h. Masalah yang sering muncul dalam pemberian ASI
Menurut Saleha (2009), antara lain:
1) Puting susu lecet
a) Penyebab
(1) Kesalahan dalam menyusui, bayi tidak menyusui sampai
areola tertutup oleh mulut bayi.
(2) Monolisasi pada mulut bayi yang menular pada puting
susu ibu.
(3) Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat
iritan lainnya untuk mencuci puting susu.
(4) Bayi dengan tali lidah yang pendek (frenulum lingue),
sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke
kalang payudara dan isapan hanya pada puting susu saja.
(5) Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan
menyusui dengan kurang berhati – hati.
b) Penatalaksanaan
(1) Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang
normal yang lecetnya lebih sedikit.
(2) Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu
dibersihkan, tetapi diangin –anginkan sebentar agar
melembutkan puting sekaligus sebagai anti infeksi.
(3) Jangan menggunakan sabun, alcohol, atau iritan lainnya
untuk membersihkan payudara.
32
(4) Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau
minyak kelapa yang telah dimasak terlebih dahulu.
(5) Menyusui lebih sering (8 – 12 kali dalam 24 jam),
sehingga payudara tidak sampai terlalu penuh dan bayi
tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.
(6) Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis
yang dapat menyebabkan lecet pada puting susu ibu. Jika
ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.
c) Pencegahan
(1) Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alcohol,
krim, atau zat – zat iritan lainnya.
(2) Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada
saat bayi selesai menyusu, tidak dengan memaksa
menarik puting, tetapi dengan menekan dagu atau dengan
memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi.
(3) Posisi menyusu harus benar, yaitu bayi harusmenyusu
sampai kalang payudara dan menggunakan kedua
payudara.
2) Payudara bengkak
a) Penyebab
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui
dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada system
duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
33
b) Penatalaksanaan
(1) Masasse payudara dan ASI diperas dengan tangan
sebelum menyusui.
(2) Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah
vena dan mengurangi rasa nyeri. Bisa dilakukan selang –
seling dengan kompres panas untuk melancarkan
pembuluh darah.
(3) Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara
yang terkena untuk melancarkan aliran ASI dan
menurunkan tegangan payudara.
c) Pencegahan
(1) Apabila memungkinkan susukan bayi segera setelah lahir.
(2) Susukan bayi tanpa jadwal.
(3) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi
ASI melebihi kebutuhan bayi.
(4) Melakukan perawatan pascapersalinan secara teratur.
3) Saluran susu tersumbat
a) Penyebab
(1) Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui.
(2) Pemakaian bra yang terlalu ketat.
(3) Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul
tidak segera dikeluarkan, sehingga terbentuklah
sumbatan.
34
b) Penatalaksanaan
(1) Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat
dilakukan massase serta kompres panas dan dingin secara
bergantian.
(2) Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk
mengeluarkan ASI dengan tangan atau dengan pompa
setiap kali selesai menyusui.
(3) Ubah – ubah posisi menyusui untuk melancarkan aliran
ASI.
c) Pencegahan
(1) Perawatan payudara pascapersalinan secar teratur, untuk
menghindari terjadinya statis aliran ASI.
(2) Posisi menyusui yang diubah – ubah.
(3) Mengenakan bra yang menyangga, buka yang yang
menekan.
4) Mastitis
a) Penyebab
(1) Payudara bengkak yang disusui secara adekuat, akhirnya
terjadi mastitis.
(2) Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
35
(3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental
engorgement, jika tidak disusui dengan adekuat, maka
bisa terjadi mastitis.
(4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia
akan mudah terkena infeksi.
b) Gejala
(1) Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri local.
(2) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
(3) Payudara keras dan berbenjol – benjol.
(4) Panas badan dan rasa sakit umum.
5) Abses payudara
a) Gejala
(1) Ibu tampak lebih parah sakitnya.
(2) Payudara lebih merah dan mengkilap.
(3) Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu
diinsisi untuk mengeluarkan nanah tersebut.
b) Penatalaksanaan
(1) Teknik menyusui yang benar.
(2) Kompres air hangat dan dingin.
(3) Terus menyusui pada mastitis.
(4) Susukan dari yang sehat.
(5) Senam laktasi.
(6) Rujuk.
36
(7) Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotic bila abses
bertambah.
2. Mastitis
a. Pengertian
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara yang disebabkan
oleh kuman, terutama Staphylococcus aerus melalui luka pada
putting susu, atau melalui peredaran darah (Norma dan Dwi, 2013).
b. Macam Mastitis
Menurut Norma dan Dwi (2013),Mastitis berdasarkan tempatnya
dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
2) Mastitis ditengah- tengah mammae yang menyebabkan abses di
tempat itu.
3) Mastitis di jaringan bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot – otot dibawahnya.
c. Etiologi
Mastitis terjadi akibat inversi jaringan payudara (misalnya glandular,
jaringan ikat, areola, lemak) oleh mikroorganisme infeksius atau
adanya cedera payudara.Organisme yang umum termasuk S.aureus,
streptococci, dan H. parainfluenzae. Cedera payudara mungkin
disebabkan memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran
payudara, stasis ASI dalam duktus, atau pecahnya atau fisura puting
susu (Dewi dan Sunarsih, 2011).
37
d. Penyebab Mastitis
Penyebab terjadinya mastitis menurut Saleha (2009),adalah sebagai
berikut:
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya
terjadi mastitis.
2) Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya
payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement,
jika tidak disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis.
4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah
terkena infeksi.
e. Tanda dan Gejala
Menurut Wulandari dan Handayani (2011), gejala mastitis adalah:
1) Bengkak, nyeri seluruh payudara/ nyeri local.
2) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
3) Payudara keras dan berbenjol – benjol (merongkol).
4) Panas badan dan rasa sakit umum.
Menurut Varney (2008), gejala mastitis adalah:
1) Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5 sampai 400C)
2) Peningkatan kecepatan nadi
3) Menggigil
4) Malaise umum, sakit kepala
5) Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras.
38
f. Komplikasi
Apabila penatalaksanaan berhasil biasanya peradangan akan
menghilang setelah 48 jam, tetapi bila penatalaksanaannya tidak
berhasil maka akan menjadi abses. Abses payudara merupakan
kelanjutan / komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut
(Wulandari dan Handayani, 2011).
g. Pencegahan Mastitis
Menurut Norma dan Dwi (2013), perawatan puting susu pada
waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis.
Perawatan terdiri dari / atas membersihkan puting susu dengan sabun.
Sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu
yang kering.
Selain itu memberi pertolongan kepada ibu yangmenyusuibayinya
ke arus bebas dari infeksi, bila ada retak atau luka pada puting
sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan
sampai luka itu sembuh, air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan.
Mastitis yang terlambat diobati dapat berlanjut menjadi abses.Ibu
tampak kesakitan, payudara merah mengkilap, dan benjolan yang
teraba mengandung cairan berupa nanah.Untuk mengatasinya, ibu
harus segera ke dokter.Untuk sementara, ibu berhenti menyusui pada
payudara yang mengalami abses tersebut dan bayi dapat
terusmenyusui pada payudara yang sehat.
39
h. Penatalaksanaan Mastitis
Menurut Varney (2008), Penatalaksanaan mastitis adalah sebagai
berikut:
1) Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk
mencegah penyumbatan aliran susu.
2) Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit,
jangan menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
3) Perhatikan yang cermat untuk mencuci tengan dan merawat
payudara.
4) Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5) Memenuhi asupan cairan.
6) Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan
kelelahan dala kehidupannya.
7) Antibiotic, penisilin jenis penicillinase resisten atau
cephalosporin. Erythromycin dapat digunakan jika wanita alergi
terhadap penicillin. Terapi awal yang paling umum adalah
dikloksasilin 500 mg per oral 4x sehari untuk 10 hari.
8) Memberi dukungan pada ibu.
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), penatalaksanaan yang
dapat dilakukan:
1) Kompres hangat/panas dan pemijitan.
40
2) Rangsangan oksitosin, dimulai pada payudara yang tidak sakit
yaitu stimulasi puting susu, pijit leher punggung.
3) Pemberian antibiotok: flucloxacilin atau erythromycin selama 7 –
10 hari.
4) Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk penghilang
rasa nyeri.
5) Kalau terjadi abses sebaiknya tidak disusukan karena mungkin
perlu tindakan bedah.
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan
oleh bidan dalam menetapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnose kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Dalam penyusunan studi kasus ini penulis mengacu pada
penerapan manajemen kebidanan pada ibu nifas dengan menurut 7
langkah Varney karena metode dan pendekatannya sistematik dan
analitik sehingga memudahkan dalam pengarahan pemecahan masalah
terhadap klien. Dalam proses ketujuh langkah tersebut dimulai dari
pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi, yaitu:
41
a. Langkah I: Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
keadaan pasien.Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan
semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
1) Data subyektif
Menurut Sulistyawati (2009), data subyektif adalah
pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien
melalui pengajuan pertanyaan – pertanyaan.
a) Biodata pasien
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), pengkajian
biodata antara lain:
1) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari – hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan.
2) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat – alat reproduksi
belum matang, mental dan psikisnya belum
siap.Sedangkan umur lebih 35 tahun rentan sekali untuk
terjadi perdarahan dalam masa nifas.
42
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dengan berdoa.
4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya.
5) Suku / bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari –
hari.
6) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat soail
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut.
7) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b) Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien dating
ke fasilitas pelayanan kesehatan.Ibumengatakan payudara
menjadi merah, bengkak, kadangkala diikuti rasa nyeri dan
43
panas, suhu tubuh meningkat
( Ambarwati dan Wulandari, 2010).
c) Riwayat penyakit
Menurut Wulandari dan Handayani (2011), riwayat
penyakit meliputi:
(1) Riwayat penyakit sekarang
Data – data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat
ini yang ada hubunganya dengan masa nifas dan
bayinya.
(2) Riwayat penyakit sistemik
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti:
jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi,
dan epilepsi yang dapat mempengaruhi masa nifas.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada
penyakit keluarga yang menyertainya.
44
d) Riwayat menstruasi
Menurut Sulistyawati (2009), riwayat menstruasi meliputi:
(1) Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi pada wanita.
(2) Siklus
Jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi
berikutnya, dalam hitungan hari.
(3) Lama
Berapa lama dalam menstruasi.
(4) Banyaknya
Berapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan.
(5) Teratur/tidak teratur
Untuk mengetahui menstruasinya teratur atau tidak.
(6) Sifat darah
Untuk mengetahui sifat darahnya normal atau tidak.
(7) Disminorhoe
Hari pertama menstruasi terasa sakit pada perut begian
bawah.
e) Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB
dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan
selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah
45
masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
f) Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan yang perlu dikaji adalah
berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena
bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan
dengan psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses
nifas
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
g) Riwayat Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
Untuk mengetahui tanggal tahun partus, tempat partus,
umur kehamilan, jenis partus, penolong, jenis kelamin
anak, berat badan anak, panjang badan anak, keadaan nifas,
laktasi dan keadaan anak sekarang (Sulistyawati, 2009).
h) Riwayat hamil
Menurut Astuti (2012), riwayat hamil yang perlu dikaji
meliputi:
(1) HPHT
Untuk mengetahui tanggal hari pertama dari menstruasi
terakhir klien untuk memperkirakan kapan kira – kira
sang bayi akan dilahirkan.
46
(2) HPL
Perhitungan dilakukan dengan menambahkan 9 bulan
dan 7 hari pada hari pertama haid terakhir (HPHT) atau
dengan mengurangi bulan dengan 3 kemudian
menambahkan 7 hari dan 1 tahun.
(3) Keluhan – keluhan pada
(a) Trimester I
Tanyakan kepada klien apakah ada masalah pada
kehamilan trimester I
(b) Trimester II
Tanyakan kepada klien masalah apa yang pernah ia
rasakan pada trimester II kehamilan pada kehamilan
sebelumnya.
(c) Trimester III
Tanyakan kepada klien masalah apa yang pernah ia
rasakan pada trimester III kehamilan pada
kehamilan sebelumnya.
(4) ANC
(a) Trimester I
Tanyakan kepada klien asuhan kehamilan apa saja
yang pernah ia dapatkan selama kehamilan trimester
I.
47
(b) Trimester II
Tanyakan kepada klien asuhan apa yang pernah ia
dapatkan pada trimester II kehamilan sebelumnya
dan tanyakan bagaimana pengaruhnya terhadap
kehamilan.
(c) Trimester III
Tanyakan kepada klien asuhan apa yang ia dapatkan
pada trimester III kahamilan sebelumnya dan
tanyakan bagaimana pengaruhnya terhadap
kehamilan.
(d) Tempat ANC
Tanyakan kepada klien di mana tempat ia
mendapatkan asuhan kehamilan tersebut.
(5) Penyuluhan yang pernah didapat
Penyuluhan apa yang pernah didapat klien perlu
ditanyakan untuk mengetahui pengetahuan apa saja
yang kira – kira telah didapat klien dan berguna bagi
kehamilannya.
(6) Imunisasi TT
Tanyakan kepada klien apakah sudah pernah
mendapatkan imunisasi TT.Apabila belum, bidan bisa
memberikannya.
48
i) Riwayat persalinan ini
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan, hal ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan
mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada
masa nifas saat ini. Pada kasus mastitis biasanya terjadi
pada minggu pertama sampai minggu ketiga setelah
persalinan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
j) Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), pemenuhan
kebutuhan sehari – hari meliputi:
1) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum,
frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan
pantangan.Pada kasus ibu nifas yang diitnya jelek ada
kemungkinan terjadinya mastitis.
2) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi
dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.
49
3) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur
misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan
mengkonsumsi obat tidur, kebiassan tidur siang,
penggunaan waktu luang. Istirahat sangat penting bagi
ibu nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat
mempercepat penyembuhan.Pada kasus ibu nifas yang
kurang istirahat ada kemungkinan terjadinya mastitis.
4) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia,
karena pada masa nifas masih mengeluarkan lockea.
5) Keadaan psikologis
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan emosi/
psikologis selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
6) Riwayat sosial budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang
menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau
merugikan pasien khususnya pada masa nifas misalnya
pada kebiasaan pantang makanan.
50
7) Penggunaan obat/obatan/rokok
Tanyakan klien riwayat pemakaian obat – obatan resep
dan obat bebas.Tanyakan juga tentang alergi obat,
mencakup berbagai reaksi yang terjadi setelah obat
ditelan.
2) Data obyektif
Setelah data subyektif kita dapatkan, untuk melengkapi data
kita dalam menegakkan diagnosis, maka kita harus melakukan
pengkajian data obyektif yang menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien dan
pemeriksaan penunjang lain (Walyani, 2015). Langkah
pemeriksaannya sebagai berikut:
a) Status generalis
(1) Keadaan umum
Menurut Sulistyawati (2009), keadaan umum dikaji
untuk mengetahui data ini kita cukup dengan
mengamati keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil
pengamatan kita laporkan dengan kriteria sebagai
berikut:
(a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respons yang baik
terhadap yang baik terhadap lingkungan dan orang
51
lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan.
(b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang
atau tidak memberikan respons yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah tidak
mampu lagi untuk berjalan sendiri. Pada kasus ibu
nifas dengan mastitis keadaan umum ibu baik.
(2) Kesadaran
Menurut Astuti (2012), tingkat kesadaran dibedakan
menjadi:
(a) Composmentis, yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
(b) Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh.
(c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak – teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
(d) Somnolen (obtundasi, latergi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
52
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur, mampu memberi jawaban verbal.
(e) Stupor (spoor koma), yaitu kesadaran seperti
tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
(f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
(3) TTV
(a) Tekanan darah
Untuk mengetahui tekanan darah pada pasien.
Tekanan darah normal, sistolik antara 110 sampai
140 mmHg dan diastolic antara 70 sampai 90
mmHg (Astuti, 2012).
(b) Suhu
Untuk mengetahui suhu tubuh pasien.Kenaikan
suhu mencapai > 38 C adalah mengarah tanda –
tanda infeksi. Pada kasus mastitis suhu meningkat
dari 39,5 sampai 400C (Varney, 2008).
(c) Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi pasien.Nadi berkisar
antara 60 – 80 x / menit. Denyut nadi diatas 100 x/
menit pada masa nifas adalah mengidentifikasikan
53
adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa
diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena
kehilangan darah yang berlebihan. Pada kasus ibu
nifas dengan mastitisnadi mengalami peningkatan
kenaikan 90-110 x/menit (Varney, 2008).
(d) Pernafasan
Pernafasan harus berada pada rentang yang normal
yaitu sekitar 20-30 x/menit (Astuti, 2011).
(4) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan klien (Astuti, 2012).
(5) Berat badan sebelum hamil
Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan
sebelum hamil (Astuti, 2012).
(6) Berat badan sekarang
Untuk mengetahui berat badan ibu sekarang
(Astuti, 2012).
(7) LLA
Untuk mengetahui lingkar lengan atas klien normal atau
tidak, normalnya 23,5 cm (Astuti, 2012).
b) Pemeriksaan sistematis
54
Menurut Astuti (2012), pemeriksaan fisik meliputi:
1) Kepala
(a) Muka : oedema dan cloasma gravidarum
(b) Mata : conjungtiva, sclera dan oedema.
(c) Hidung: secret dan polip
(d) Telinga : tanda infeksi, serumen dan kesimetrisan.
(e) Mulut : keadaan bibir, stomatitis, epulis, karies dan
lidah.
2) Leher
Meliputi pemeriksaan pembesaran kelenjar limfe,
pembesaran kelenjar tyroid dan bendungan vena
jugularis atau tumor.
3) Dada dan mammae:
(a) Dada
Pada kasus ibu nifas dengan mastitis terjadi
perubahan berupa pembesaran payudara, memerah,
dan tampak jelas gambaran pembuluh darah di
permukaan kulit bertambah dan terdapat lukaatau
lecet pada putting susu
(Wulandari dan Handayani, 2011).
(b) Mammae
55
Menurut Wulandari dan Handayani (2011), pada
kasus ibu nifas dengan mastitis pada pemeriksaan
akan ditemukan gejala:
(1) Bengkak, nyeri seluruh payudara/ nyeri local.
(2) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya
local.
(3) Payudara keras dan berbenjol – benjol
(merongkol).
4) Ekstremitas : oedema, varises, kuku, reflek patella.
c) Pemeriksaan khusus obstetri (lokalis)
(1) Abdomen
Meliputi pemeriksaan:
(a) Inspeksi
Meliputi pemeriksaan: luka bekas operasi,
pembesaran perut, linea nigra, strie gravidarum.
Pada kasus terdapat luka bekas SC yang masih
basah dan tertutup kassa.
(b) Palpasi
Pada ibu nifas palpasi yang diperiksa meliputi
kontraksi, tinggi fundus uteri dan kandung kencing.
Nifas 7 hari TFU: pertengahan pusat simfisis,
5) Anogenital
56
(a) Vulva vagina
Ada varices tidak, oedema atau tidak,ada kemerahan
atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak, lochea
warnanya bagaimana, berbau /tidak. Nifas 7 hari
locheanya serosa.
(b) Perineum
Keadaan luka: ada bekas luka di perineum atau
tidak. Bengkak / kemerahan: ada bengkak dan
kemerahan atau tidak, ada jahitan/tidak, dijahit
jelujur/simpul.
(c) Anus
Haemorhoid: terjadi haemorhoid atau tidak.
Lain- lain : terdapat kelainan pada anus atau tidak.
(d) Inspekulo
Vagina: ada benjolan atau tidak, kemerahan serta
infeksi atau tidak.
d) Pemeriksaan penunjang :
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat
diketahui dengan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan
laboratorium dan rontgen (Astuti, 2012).
b. Langkah II: Interpretasi Data
57
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data – data yang telah
dikumpulkan.Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan
masalah.Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan
yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien, masalah
sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang didefinisikan
oleh bidan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para,
abortus, anak hidup, umur ibu dan keadaan nifas.
Diagnosis pada ibu dengan mastitis adalah sebagai berikut:
Ny. X umur… tahun PXAX nifas hari ke … hari dengan mastitis
Data dasar meliputi:
a) Data Subyektif
(1) Ibu mengatakan bernama Ny. X berumur … tahun
(2) Ibu mengatakanhabis melahirkan tanggal …..jam …
(3) Ibu mengatakan payudara menjadi merah, bengkak,
kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh
meningkat.
(4) Ibu mengatakan pernah hamil… kali, melahirkan…
kali, keguguran… kali
58
(5) Ibu mengatakan tidak nafsu makan
(6) Ibu mengatakan kurang istirahat
b) Data Obyektif
(1) KU : Baik
(2) Kesadaran : Composmentis
(3) TTV : S: meningkat dari 39,5 sampai 400C
N: meningkat 90-110x/menit
(4) TFU : pertengahan pusat simfisis
(5) Abdomen : terdapat luka bekas operasi yang masih
basah dan tertutup kassa.
(6) Lochea : serosa
(7) ASI : keluar sedikit - sedikit
(8) Pada kasus ibu nifas dengan mastitis pada pemeriksaan
payudara akan ditemukan gejala:
(a) Bengkak, nyeri seluruh payudara / nyeri local.
(b) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
(c) Payudara keras dan berbenjol-benjol (merongkol).
2) Masalah
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu
mengalami kenyataan terhadap diagnosis (Sulistyawati,
2009).Masalah yang ditemukan pada kasus ibu nifas dengan
mastitis adalah rasa tidak nyaman dan cemas sehubungan
dengan keadaan payudaranya (Sulistyawati, 2009).
59
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal – hal yang dibutuhkan pasien dan
belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisa data, sebagai contoh
pada ibu nifas dengan mastitis adalah memberikan dukungan,
informasi, dan support mental (Varney, 2008).
c. Langkah III: Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang
mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah
atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah atau
diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila
memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap – siap apabila
hal tersebut benar – benar terjadi dan yang paling penting adalah
melakukan asuhan yang aman. Diagnosa potensial yang sering
terjadi pada ibu nifas dengan mastitis adalah terjadi abses payudara
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
d. Langkah IV : Antisipasi Masalah
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter dan atau dikonsultasikan atau
ditandatangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai
dengan kondisi pasien (Wulandari dan Handayani, 2011).
60
Tindakan antisipasi pada ibu nifas dengan mastitis dengan
melibatkan seorang dokter spesialis serta memberikan antibiotic,
penisilin jenis penicillinase resisten atau sefalosporin.Eritromisin
mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin. Terapi
awal yang paling umum adalah diklosasillin 500 mg per oral 4 x
sehari untuk 10 hari (Varney, 2008).
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah – langkah ini ditentukan oleh langkah – langkah
sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa
yang telah diidentifikasi atau di antisipasi. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari
kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga
berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut
yaitu apa yang akan terjadi berikutnya.
Perencanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis
menurut Varney (2008), tindakan yang diambil sebagai berikut:
1) Anjurkan ibu menyusui dan mengosongkan payudara untuk
mencegah penyumbatan aliran susu.
2) Anjurkan ibu memakai bra dengan penyangga tetapi tidak
terlalu sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat di
bawahnya.
3) Anjurkan ibu mencuci tangan dan merawat payudara.
61
4) Anjurkan ibu mengompres dengan air hangat pada area yang
efektif pada saat menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5) Anjurkan ibu memenuhi asupan cairan.
6) Bantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan
kelelahan dalam kehidupannya.
7) Beri terapi antibiotic, penicillin, jenis penicillinase resisten atau
cephalosporin. Erythomicin dapat digunakan jika wanita alergi
terhadap penicillin. Terapi awal yang paling umum adalah
dikloksasillin 500 mg per oral 4x sehari untuk 10 hari.
8) Beri dukungan pada ibu.
f. Langkah VI: Pelaksanaan (Implementasi)
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan
pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana
asuhan secara efisien dan aman
(Wulandari dan Handayani, 2011).
1) Menganjurkan ibu menyusui dan mengosongkan payudara
untuk mencegah penyumbatan aliran susu.
2) Menganjurkan ibu untuk memakai bra dengan penyangga tetapi
tidak terlalu sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat di
bawahnya.
3) Menganjurkan ibu untuk cuci tangan dan merawat payudara.
62
4) Menganjurkan ibu mengompres dengan air hangat pada area
yang efektif pada saat menyusui untuk memfasilitaskan aliran
susu.
5) Menganjurkan ibu memenuhi asupan cairan.
6) Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress
dan kelelahan dalam kehidupannya.
7) Memberi terapi antibiotic penicillin dosis 500 mg, jenis
pinicillinase resisten atau cephalosporin. Erythomicin dapat
digunakan jika wanita alergi terhadap pinisillin. Terapi awal
yang paling umum adalah dikloksasillin 500 mg per oral 4x
sehari untuk 10 hari.
8) Memberi dukungan pada ibu.
g. Langkah VII: Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa
yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan
yang diberikan, ulang kembali proses manajemen dengan benar
terhadapsetiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum
efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana
(Wulandari dan Handayani, 2011).
Evaluasi pada ibu nifas dengan mastitis, yaitu:
1) Keadaan umum baik
2) Tanda – tanda vital normal
3) ASI sudah keluar
63
4) Tidak terjadi abses
5) Ibu sudah nyaman dan tidak cemas
h. Data perkembangan
Menurut Walyani (2015), sistem pendokumentasian asuhan
kebidanan dengan menggunakan metode SOAP:
1. S: Subyektif
a. Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien
melalui anamnesa.
b. Tanda gejala subyektif yang diperoleh dari hasil bertanya
pada klien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan,
riwayat menarche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit keluarga,
riwayat penyakit keturunan, riwayat psikososial, pola hidup).
2. O: Obyektif
a. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik
klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang
dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung
assessment.
b. Tanda gejala obyektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
(keadaan umum, vital sign, fisik, pemeriksaan dalam,
laboratorium dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi).
64
3. A: Assesment
a. Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data
atau informasi subyektif maupun obyektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan klien terus
berubah dan selalu ada informasi baru baik subyektif dan
obyektif, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang
dinamik. Sering menganalisa adalah suatu yang penting
dalam mengikuti perkembangan klien.
b. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu
identifikasi:
1) Diagnosa/ masalah
a) Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian
mengenai kondisi klien: hamil, bersalin, nifas dan
bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa yang
diperoleh.
b) Antisipasi masalah lain/diagnosa potensial
4. P: Plan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan
evaluasi berdasarkan assessment. Untuk perencanaan,
implementasi, dan evaluasi dimasukkan dalam “P”
65
C. Landasan Hukum
Berdasarkan Permenkes NO.1464/Menkes/Per/2010 Pasal 10 tentang
penyelenggaraan praktik. Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang
untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa
nifas. Masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
c. Pelayanan persalinan normal.
d. Pelayanan ibu nifas normal.
e. Pelayanan ibu menyusui, dan
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
3. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk:
a. Episiotomi
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
66
f. Fasilitasi.bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
ekslusif.
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.
h. Penyuluhan dan konseling.
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil.
j. Pemberian surat keterangan kematian, dan
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
(Kepmenkes, 2010).
73
67
74
68
75
69
76
70
77
71
71
78
72
79
BAB IV
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI PADA NY.J UMUR 29
TAHUN P1A0 POST PARTUM HARI KE 7 DENGAN MASTITIS
DI RSU ASSALAM GEMOLONG
SRAGEN
A. Tinjauan Kasus
Ruang : Anisa III
Tanggal : 7 Juni 2016
No. Register : 111424
1. PENGKAJIAN
a. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS SUAMI
1) Nama :Ny. J 1. Nama : Tn. D
2) Umur :29 tahun 2. Umur :30 tahun
3) Agama : Islam 3. Agama : Islam
4) Suku Bangsa : Jawa 4. Suku Bangsa : Jawa
5) Pendidikan : SMA 5. Pendidikan : SMA
6) Pekerjaan : Swasta 6. Pekerjaan : Swasta
7) Alamat : Purwosari 7 Brojol Miri
73
74
b. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
Tanggal: 7 Juni 2016 pukul : 11.00 WIB
1) Alasan utama pada waktu masuk :
Ibu mengatakan datang ke poly kandungan untuk memeriksakan
keadaan payudaranya .
2) Keluhan :
Ibu mengatakan habis melahirkan anak pertama 7 hari
yang lalu dan pada payudara kiri merah, bengkak, terasa nyeri
dan berat sejak 2 hari yang lalu serta badannya juga terasa panas
dan dingin dikarenakan putting susu lecet. Ibu 2 hari yang lalu
tetap menyusui bayinya dan ASI nya keluar sedikit.
3) Riwayat penyakit :
a) Riwayat penyakit sekarang : Ibu mengatakan demam dan
badannya lemas.
b) Riwayat penyakit sistemik
(1) Jantung : Ibu mengatakan tidak pernah merasa nyeri
pada dada sebelah kiri dan tidak keluar
keringat dingin pada telapak tangan saat
beraktivitas.
(2) Ginjal : Ibu mengatakan tidak pernah merasa nyeri
tekan perut kanan bawah dan kiri, pinggang
tidak terasa sakit.
75
(3) Asma : Ibu mengatakan tidak pernah sesak nafas
(4) TBC : Ibu mengatakan tidak batuk secara terus –
menerus selama 2 minggu.
(5) Hepatitis : Ibu mengatakan tidak pernah menderita
penyakit kuning, mata, dan ujung kuku
tidak kuning.
(6) DM : Ibu mengatakan tidak pernah menderita
penyakit gula dan gejala sering makan
banyak dan minum di malam hari dan
sering BAK > 6-7 kali.
(7) Epilepsi : Ibu mengatakan tidak pernah menderita
penyakit ayan atau mengalami kejang yang
disertai pengeluaran air liur yang berbusa.
(8) Lain – lain : tidak ada
c) Riwayat penyakit keluarga : Ibu mengatakan dalam
keluarga baik dari pihak
suami maupun isteri tidak
ada yang menderita penyakit
menurun seperti hipertensi,
asma, DM, dan penyakit
menular seperti TBC, dan
hepatitis.
76
d) Riwayat keturunan kembar : Ibu mengatakan dari pihak
keluarganya ada yang
mempunyai riwayat
keturunan kembar,
sedangkan pihak suami tidak
ada yang mempunyai riwayat
keturunan kembar.
4) Riwayat menstruasi
a) Menarche : Ibu mengatakan haid pertama umur 12
tahun
b) Siklus : Ibu mengatakan siklus haid 27 – 28 hari
c) Lama : Ibu mengatakan lamanya 6 – 7 hari
d) Banyaknya : Ibu mengatakan 2 – 3 kali ganti pembalut
e) Teratur/ tidak : Ibu mengatakan haidnya teratur
f) Sifat darah : Ibu mengatakan darahnya haidnya encer
berwarna merah dan tidak menggumpal.
g) Disminorhoe : Ibu mengatakan tidak nyeri perut bagian
bawah ketika menstruasi.
5) Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan KB apapun.
77
6) Riwayat perkawinan
a) Status perkawinan : sah kawin : 1 kali
b) Kawin/menikah: umur 26 tahun, dengan suami umur 27
tahun
Lamanya : 3 tahun, anak 1 orang
7) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No. Tahun
Partus
Tempat
Partus
UK Jenis
Partus
Penolong JK BB PB Nifas
Kead
Laktasi Keadaan
anak
1. Sekarang
8) Riwayat hamil ini
a) HPHT : Ibu mengatakan hari pertama haid terakhir
tanggal 10 – 09 – 2015
b) HPL : Ibu mengatakan hari perkiraan lahir tanggal 17 –
06 - 2016
c) Keluhan – keluhan pada
Trimester I : Ibu mengatakan sering mual dan kadang
muntah
Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Trimester III : Ibu mengatakan sering pegal di pinggang
d) ANC: 11 kali teratur
Trimester I : ibu mengatakan 3x periksa yaitu saat
umurkehamilan 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan.
78
Trimester II : ibu mengatakan 3x periksa yaitu saat
umurkehamilan 4 bulan, 5 bulan, 6 bulan.
Trimester III : ibu mengatakan 5x periksa yaitu saat
umur kehamilan 7 bulan (2x), 8 bulan
(2x), dan 9 bulan.
2) Penyuluhan yang pernah didapat : Ibu mengatakan
pernah mendapat
penyuluhan tentang
gizi ibu hamil dan
persiapan persalinan
3) Imunisasi TT : Ibu mengatakan
imunisasi TT 2 kali
TT I : Pada saat akan
menikah (tahun 2013)
TT II : Pada saat hamil umur 4
bulan (tahun 2016)
4) Pergerakan janin : ibu mengatakan
merasakan gerakan
janin saat umur
kehamilan 5 bulan.
79
9) Riwayat Persalinan Ini
a) Tempat : RS Penolong : Dokter
b) Tanggal / jam persalinan : 1 Juni 2016/ 14.50
WIB
c) Jenis persalinan : SC
d) Tindakan lain : tidak ada
e) Komplikasi/ kelainan dalam persalinan : KPD
f) Perineum
(1) Ruptur / tidak : tidak
(2) Dijahit / tidak : tidak
10) Pola kebiasaan saat nifas
a) Nutrisi
Sebelum nifas
(1) Makan : Ibu mengatakan makan 3 – 4 kali selama
hamil dengan nasi 1 piring, sayur 1
mangkuk, lauk pauk 2 potong.
(2) Minum :Ibu mengatakan minum 8 gelas selama hamil.
Jenis minuman: teh, susu, dan air putih
Selama nifas
(1) Makan : Ibu mengatakan makan 2 kali sehari dengan
nasi 1 piring, sayur 1 mangkuk, lauk 2
potong.
80
(2) Minum : Ibu mengatakan minum 8 – 9 gelas sehari.
Jenis teh, susu dan air putih.
b) Eliminasi
Sebelum nifas
(1) BAB
Ibu mengatakan BAB 1 kali sehari, warna kecoklatan,
konsistensi lunak.
(2) BAK
Ibu mengatakan BAK 4 – 5 kali sehari, warna
kekuningan, konsistensi cair.
Selama nifas
(1) BAB
Ibu mengatakan BAB 1 kali sehari, warna kecoklatan,
konsistensi keras
(2) BAK
Ibu mengatakan BAK 5 – 6 kali sehari, warna
kekuningan, konsistensi cair.
c) Istirahat / tidur
Sebelum nifas
Ibu mengatakan tidur siang 1 – 2 jam /hari, tidur malam 6 –
8 jam/hari
81
Selama nifas
Ibu mengatakan tidur siang 1 jam dan tidur malam ± 3jam
karena payudaranya terasa nyeri, berat, badannya terasa
panas dan dingin.
d) Personal hygiene :
Sebelum nifas
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, gosok gigi 3 kali dan
keramas 3 kali dalam seminggu, ganti baju 2 kali sehari.
Selama nifas
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, gosok gigi 3 kali dan
keramas 2 kali dalam seminggu, ganti baju 2 kali sehari,
dang anti pembalut 2 kali sehari.
e) Keadaan psikologis
Ibu mengatakan sedikit cemasdengan keadaanya karena
payudara terasa nyeri dan berat serta badannya juga terasa
panas dan dingin, ibu juga susah tidur.
f) Riwayat sosial budaya
(1) Dukungan keluarga
Ibu mengatakan suami dan semua anggota keluarga
mendukung atas kelahiran bayinya.
(2) Keluarga lain yang tinggal serumah
Ibu mengatakan tinggal bersama suami.
82
(3) Pantangan makanan
Ibu mengatakan selama nifas ibu tidak ada pantangan
makanan apapun.
(4) Kebiasaan adat – istiadat
Ibu mengatakan ada adat istiadat mitoni dan aqiqohan.
g) Penggunaan obat-obatan / rokok
Ibu mengatakan tidak mengkonsumsi obat – obatan kecuali
dari bidan, dan suaminya tidak merokok.
c. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
1) Status generalis
a) Keadaan umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) TTV : TD : 120/80 mmHg S: 39,5oC
N : 96x/menit R: 24x/ menit
d) TB : 157 cm
e) BB sebelum hamil : 42 kg
f) BB sekarang : 54 kg
g) LILA : 24 cm
2) Pemeriksaan sistematis
a) Kepala :
(1) Rambut : Bersih, warna hitam, tidak mudah
rontok, tidak berketombe.
83
(2) Muka : Tidak pucat, tidak oedema, tidak ada
cloasma gravidarum.
(3) Mata :
(a) Oedema : Tidak oedema
(b) Conjungtiva : Merah muda
(c) Sklera : Putih
(4) Hidung : Bersih, tidak ada benjolan, tidak
ada secret
(5) Telinga : Bersih, simetris, tidak ada serumen
(6) Mulut/gigi/gusi : Bersih, tidak ada caries, tidak ada
(7) stomatitis, gusi tidak berdarah.
b) Leher
(1) Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid
(2) Tumor : Tidak ada benjolan
(3) Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe
c) Dada dan Axilla
(1) Mammae
(a) Pembengkakan :
Ada pembengkakan payudara sebelah kiri, warna
kemerahan, keras dan berbenjol-benjol.
84
(b) Tumor : Tidak ada benjolan
(c) Simetris : Tidak simetris, lebih besar sebelah
kiri
(d) Areola : Bersih, Hiperpigmentasi pada kedua
areola
(e) Puting susu : Lecet pada payudara sebelah kiri
(f) Kolostrum/ ASI : Sudah keluar
d) Axilla
(1) Benjolan : Tidak ada benjolan
(2) Nyeri : Tidak ada nyeri tekan
e) Ekstremitas
(1) Atas : Simetris, jari – jari lengkap, kuku tidak
pucat
(2) Bawah
(a) Varices : Tidak ada varices
(b) Oedema : Tidak oedema
(c) Reflek Patella : Positif
3) Pemeriksaan Khusus Obstetri (Lokalis)
a) Abdomen
(1) Inspeksi
(a) Pembesaran perut : Tidak ada
(b) Linea alba/ nigra : Ada linea nigra
(c) Strie albican / livide : Ada strie albican
85
(d) Kelainan : Tidak ada
(e) Bekas operasi : Terdapat bekas SC yang
masih basah dan terbungkus
kassa
(2) Palpasi
(a) Kontraksi : Keras
(b) TFU : Pertengahan pusat simfisis
(c) Kandung kemih : Kosong
b) Anogenital
(1) Vulva vagina
(a) Varices : Tidak ada varices
(b) Kemerahan : Tidak ada kemerahan
(c) Nyeri : Tidak nyeri
(d) Lochea : Serosa
(2) Perineum
(a) Keadaan luka : Tidak dilakukan
(b) Bengkak : Tidak dilakukan
(3) Anus
(a) Haemoroid : Tidak ada haemoroid
(b) Lain – lain : Tidak ada
(4) Inspekulo
(a) Vagina : Tidak dilakukan
(b) Portio : Tidak dilakukan
86
(5) Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
4) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : Tidak dilakukan
b) Pemeriksaan penunjang lain : Tidak dilakukan
2. INTERPRETASI DATA
Tanggal : 7 Juni 2016 pukul: 11. 15 WIB
a. DIAGNOSA KEBIDANAN
Ny. J umur 29 tahun P1 A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis
Data Dasar :
DS :
1) Ibu mengatakan bernama Ny. J
2) Ibu mengatakan baru pertama melahirkan dan belum pernah
keguguran
3) Ibu mengatakan berumur 29 tahun
4) Ibu mengatakan melahirkan anak pertama pada tanggal 1 Juni
2016
5) Ibu mengatakan tidak nafsu makan
6) Ibu mengatakan kurang istirahat.
7) Ibu mengatakan payudara sebelah kiri, merah, bengkak, terasa
nyeri dan berat sejak 2 hari yang lalu serta badannya juga terasa
panas dan dingin.
87
DO :
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) TTV : TD: 120/80 mmHg S: 39,50C
N: 96 x/menit R: 24 x/menit
4) TFU : pertengahan pusat simfisis
5) Abdomen : Terdapat luka bekas SC yang masih basah
dan tertutup kassa
6) Lochea : serosa
7) ASI : keluar sedikit, warna putih kekuningan, 10
cc
8) Payudara : payudara sebelah kiri berwarna merah , ada
pembengkakan dan ada luka pada putting
susu. Payudara sebelah kiri terasa keras dan
berbenjol – benjol.
b. MASALAH
Rasa tidak nyaman dan cemas sehubungan dengan keadaan
payudaranya.
c. KEBUTUHAN
Memberikan dukungan, informasi, dan support mental tentang
keadaan ibu masa nifas dengan mastitis.
3. DIAGNOSA POTENSIAL
Potensial terjadi abses payudara
88
4. TINDAKAN SEGERA
Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi
5. RENCANA TINDAKAN
Tanggal : 7 Juni 2016 pukul: 11.20 WIB
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
b. Anjurkan ibu untuk mengosongkan payudara.
c. Anjurkan ibu memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu
sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat dibawahnya.
d. Anjurkan ibu untuk mengompres dengan air hangat pada payudara
yang sakit.
e. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
f. Berikan penyuluhan tentang cara menyusui yang benar.
g. Berikan terapi sesuai advice dokter:
1) Infuse RL : 20 tpm
2) Injeksi ceftriaxsone: 1 gr per 24 jam secara IV pukul 12.00 WIB
3) Sanmol (antipiretik) 500 mg 3x1
4) Nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
6. IMPLEMENTASI / PELAKSANAAN
Tanggal : 7 Juni 2016 Pukul: 11.35 WIB
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD: 120/ 80 mmHg S: 39,50C
89
N: 96 x/menit R: 24 x/menit
Payudara kiri bengkak, memerah, ada luka pada putting susu dan
teraba keras dan berbenjol – benjol. Memberitahu pada ibu bahwa
mengalami mastitis/peradangan payudara yang disebabkan karena
bakteri yang terjadi akibat payudara tidak segera disusui secara
adekuat, putting susu yang lecet akan memudahkan masukknya
kuman, penggunaan bra yang terlalu ketat, ibu yang dietnya jelek,
kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi dan ibu
harus dirawat di RS.
b. Menganjurkan pada ibu untuk mengosongkan payudara jika
payudara terasa penuh dengan memompa payudara yang sakit dan
ASI dimasukkan botol dan disusukan pada bayi dengan
menggunakan sendok.
c. Menganjurkan ibu untuk memakai bra dengan penyangga tetapi
tidak terlalu sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat
dibawahnya.
d. Menganjurkan ibu untuk mengompres dengan air hangat pada
payudara yang sakit jika payudara terasa penuh supaya ASI menjadi
lancar.
e. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
f. Memberikan penyuluhan tentang cara menyusui yang benar.
90
Posisi
a. Posisi madona atau menggendong : bayi berbaring menghadap ibu,
leher dan punggung atas bayi
diletakkan pada lengan bawah
lateral payudara. Ibu
menggunakan tangan lainnya
untuk memegang payudara jika
diperlukan.
b. Posisi football atau mengepit : bayi berbaring atau punggung
melingkar antara lengan dan
samping dada ibu. Lengan
bawah dan tangan ibu
menyangga bayi, dan ia
menggunakan tangan
sebelahnya untuk memegang
payudara yang diperlukan.
c. Posisi berbaring miring : ibu dan bayi berbaring miring
saling berhadapan. Posisi ini
merupakan posisi yang aman
nagi ibu yang mengalami
penyembuhan dari proses
persalinan melalui pembedahan.
91
Tahap tata laksana menyusui
a. Posisi badan ibu dan badan bayi
1) Menganjurkan ibu harus duduk atau berbaring dengan santai
2) Mengajari ibu memegang bayi pada belakang bahunya, tidak
pada dasar kepala
3) Mengajari ibu memutar seluruh badan bayi sehingga menghadap
ibu.
4) Mengajari ibu merapatkan dada bayi dengan dada ibu atau
bagian bawah payudara ibu
5) Mengajari ibu untuk menempelkan dagu bayi pada payudara ibu
6) Memberitahu ibu dengan posisi ini maka telinga bayi akan
berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
7) Mengajari ibu untuk menjauhkan hidung bayi dari payudara ibu
dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian
dalam.
b. Posisi mulut bayi dan putting susu ibu
1) Mengajari ibu mengeluarkan ASI sedikit lalu oleskan pada
putting susu dan areola
2) Mengajari ibu untuk memegang payudara dengan pegangan
seperti membentuk huruf C yaitu payudara dipegang dengan ibu
jari dibagian atas dan jari yang lain menopang dibawah atau
dengan pegangan seperti gunting (putting susu dan areola dijepit
92
oleh jari telunjuk dan jari tengah seperti gunting) dibelakang
areola.
3) Mengajari ibu untuk menyentuh pipi atau bibir bayi untuk
merangsang refleks rooting (refleks menghisap).
4) Menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, dan lidah menjulur
kebawah.
5) Mengajari ibu untuk mendekatkan bayi ke payudara ibu dengan
menekan bahu belakang bayi bukan belakang kepala.
6) Mengajari ibu untuk memposisikan putting susu diatas bibir atas
bayi dan berhadap – hadapan dengan hidung bayi.
7) Mengajari ibu untuk mengarahkan putting susu keatas
menyusuri langit- langit mulut bayi.
8) Mengusahakan sebagian besar areola masuk ke mulut bayi,
sehingga putting susu berada diantara pertemuan langit – langit
yang keras (palatum durum) dan langit – langit yang lunak
(palatum molle).
9) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan
gerakan memerah sehingga ASI akan keluar.
10) Setelah bayi menyusui atau menghisap payudara dengan baik
payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
11) Mengajari ibu untuk mengelus – elus bayi.
c. Tanda – tanda posisi bayi menyusu dengan baik
1) Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu.
93
2) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
3) Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada didasar
payudara (payudara bagian bawah)
4) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan
bayi
5) Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
6) Hidung bayi mendekati kadang – kadang menyentuh payudara
ibu.
7) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hanya
putting saja), sehingga sebagian besar areola tidak tampak.
8) Lidah bayi menopang putting susu dan areola bagian bawah
9) Bibir bawah bayi melengkung keluar
10) Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang –
kadang disertai berhenti sesaat
11) Terkadang terdengar suara bayi menelan
12) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
13) Putting susu tidak terasa sakit atau lecet.
g. Memberi terapi sesuai advice dokter:
1) Memasang Infus RL 500 ml : 20 tpm
2) Injeksi ceftiaxsone : 1 gr/24 jam secara IV pada jam 12
3) Sanmol (antipiretik) 500 mg 3 x 1
4) Nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
94
7. EVALUASI
Tanggal : 7 Juni 2016 pukul : 12.05 WIB
a. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan dan ibu bersedia dirawat di
RS.
b. Ibu telah mengosongkan payudaranya.
c. Ibu bersedia untuk menggunakan bra dengan penyangga tetapi tidak
terlalu sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat dibawahnya.
d. Ibu bersedia untuk mengompres dengan air hangat pada payudara
yang sakit.
e. Ibu bersedia untuk banyak istirahat.
f. Ibu telah mengerti penjelasan cara menyusui yang benar.
g. Obat telah diberikan pada ibu yaitu:
1) Infus RL sudah terpasang di ekstremitas atas sebelah kiri : 20
tpm
2) Injeksi ceftriaxsone : 1 ampul/24 jam secara IV pada jam
12.00 WIB sudah diberikan
3) Sanmol (antipiretik) 500 mg 3x1
4) Nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
95
DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal: 8 Juni 2016 pukul: 10.00 WIB
S: Subyektif
1. Ibu mengatakan masih merasa cemas dengan keadaannya.
2. Ibu mengatakan merasakan nyeri dan berat pada payudara kiri.
3. Ibu mengatakan nafsu makannya berkurang
4. Ibu mengatakan kurang istirahat
5. Ibu mengatakan ASInya sudah keluar.
O: Obyektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : TD: 110/70mmHg S: 380C
N:82x/menit R:24x/menit
4. TFU : Pertengahan pusat simfisis
5. Abdomen : Terdapat luka bekas SC yang masih basah
yang tertutup kassa.
6. Lochea : Serosa
7. ASI : Sudah keluar tapi belum lancar, warna putih
kekuningan, 20 cc
8. Payudara :Payudara sebelah kiri terlihat memerah,
membengkak dan terdapat luka pada putting
susu dan payudara sebelah kiri teraba keras
96
9. Terpasang infuse RL 500 ml di ekstremitas atas 20 tpm.
A: Assement
Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 8 dengan mastitis perawatan
hari pertama
P: Planing
Tanggal : 8 Juni 2016 Pukul: 10.15 WIB
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan kalau ibu mengalami
mastitis/ peradangan payudara dan ibu tidak perlu khawatir karena
sudah dilakukan penatalaksanaan sesuai anjuran dokter..
2. Menganjurkan ibu untuk mengompres payudara yang sakit dengan
kompres hangat.
3. Memberikan penjelasan tentang gizi ibu nifas dan manfaatnya.
4. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
5. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan payudaranya.
6. Menganjurkan ibu untuk minum obat secara teratur, antara lain:
a. sanmol (antipiretik) 500 mg 3x1
b. nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
7. Injeksi cefriaxone 1 gr/ 24 jam secara IV belum diberikan
Evaluasi
Tanggal :8 Juni 2016 pukul: 10. 45 WIB
1. Ibu sudah mengetahui tentang hasil pemeriksaan.
2. Ibu bersedia mengompres payudaranya dengan kompres hangat.
3. Ibu sudah mengetahui tentang gizi ibu nifas dan manfaatnya.
97
4. Ibu bersedia untuk istirahat yang cukup.
5. Ibu bersedia untuk mengosongkan payudaranya.
6. Ibu sudah minum obat secara teratur, antara lain:
a. Sanmol (antipiretik) 500 mg 3x1
b. Nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
7. Injeksi ceftriaxsone 1 gr belum diberikan.
98
DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal: 9 Juni 2016 pukul: 13.00 WIB
S: Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah tidak merasa cemas dengan keadaanya.
2. Ibu mengatakan payudara kiri masih nyeri
3. Ibu mengatakan sudah nafsu makan tetapi sedikit
4. Ibu mengatakan masih kurang istirahat
5. Ibu mengatakan ASI-nya sudah lancar.
O: Obyektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : TD: 110/70 mmHg S: 37,20C
N : 80 x/menit R: 24x/menit
4. TFU : Pertengahan pusat simfisis
5. Abdomen : Terdapat luka bekas SC yang masih basah dan tertutup
kassa.
6. Lochea : Serosa
7. ASI : Sudah lancar, warna putih kekuningan, 30cc
8. Payudara : payudara kiri masih terlihat merah, membengkak, terdapat luka
pada putting susu dan payudara kiri masih keras.
9. Terpasang infuse RL 500 ml di ekstremitas atas 20 tpm.
99
A: Assessment
Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke 9 dengan riwayat mastitis
perawatan hari kedua
P: Planing
Tanggal: 9 Juni 2016 pukul: 13.10 WIB
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Menganjurkan ibu untuk terus mengompres payudara ibu yang sakit
dengan kompres hangat.
3. Menganjurkan ibu untuk makan sedikit tapi sering supaya kebutuhan
gizinya terpenuhi
4. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
5. Memberikan penyuluhan tentang cara merawat payudara ibu menyusui.
a. Persiapan alat
Alat yang dibutuhkan:
1) Handuk
2) Kapas
3) Minyak kelapa atau baby oil
4) Waslap
5) 2 baskom (masing – masing berisi air hangat dan dingin)
b. Prosedur perawatan
1) Membuka pakaian ibu
2) Meletakkan handuk di atas pangkuan ibu dan tutuplah payudara
dengan handuk
100
3) Membuka handuk pada daerah payudara
4) Mengompres putting susu dengan menggunakan kapas minyak
kelapa selama 3 – 5 menit
5) Membersihkan dan menarik putting susu keluar terutama untuk
putting susu yang datar
6) Membasahi kedua tangan dengan minyak kelapa
7) Meletakkan kedua tangan di antara kedua payudara.
8) Melakukan pengurutan dimulai ke arah atas, samping, telapak
tangan kiri, ke arah sisi kiri, telapak tangan kanan ke arah sisi
kanan.
9) Mengurutkan payudara diteruskan ke bawah, samping, selanjutnya
melintang, telapak tangan mengurut ke depan kemudian dilepas
dari kedua payudara.
10) Meletakkan tangan kiri untuk menopang payudara kiri, kemudian
jari – jari tangan kanan sisi kelingking mengurut payudara ke
depan kemudian dilepas dari kedua payudara.
11) Meletakkan tangan kanan untuk menopang payudara kanan dan
tangan lainnya menggenggam dan mengurut payudara dari arah
pangkal ke arah putting susu.
12) Membersihkan payudara dengan waslap yang sudah dibasahi air
hangat dan air dingin secara bergantian kira - kira 5 menit (air
hangat dahulu).
13) Mengeringkan payudara dengan menggunakan handuk.
101
14) Memakaikan BH khusus untuk ibu menyusui (BH yang
menyangga payudara).
6. Menganjurkan ibu untuk minum obat secara teratur, yaitu: Nutriflam
(analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1
7. Injeksi ceftriaxone 1 ampul/ 24 jam secara IV sudah diberikan
Evaluasi
Tanggal : 9 Juni 2016 pukul: 13.50 WIB
1. Ibu sudah tahu tentang hasil pemeriksaan
2. Ibu bersedia mengompres payudaranya.
3. Ibu bersedia untuk makan sedikit tapi sering
4. Ibu bersedia untuk istirahat yang cukup
5. Ibu sudah mengerti dan mampu mempraktekkan cara perawatan payudara
dengan baik.
6. Ibu sudah minum obat
7. Injeksi ceftriaxxone 1 ampul/24 jam sudah diberikan.
102
DATA PERKEMBANGAN III
Tanggal : 10 Juni 2016 Pukul: 09.15 WIB
S: Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah tidak merasa cemas lagi dengan keadaannya
2. Ibu mengatakan payudara kiri masih sedikit bengkak.
3. Ibu mengatakan sudah istirahat yang cukup
4. Ibu mengatakan nafsu makannya sudah normal
5. Ibu mengatakan ASI-nya sudah keluar
O : Obyektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : TD: 120/80 mmHg N: 80x/menit
S: 370C R: 20x/menit
4. TFU : Pertengahan pusat simfisis
5. Abdomen : Terdapat luka bekas SC yang masih basah dan
tertutup kassa
6. Lochea : Serosa
7. ASI : Sudah keluar, warna putih kekuningan, 30cc
8. Payudara : Payudara kiri merah, membengkak, luka pada
putting susu telah berkurang dan
membaik.Payudara kiri masih keras.
9. Terpasang infuse RL 500 ml di ektremitas atas 20 tpm.
103
A: Assesment
Ny. J P1A0 umur 29 tahun, post partum hari ke 10 dengan mastitis
perawatan hari ke 3
P: Planning
Tanggal: 10 Juni 2016 Pukul: 09.25 WIB
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
2. Menganjurkan ibu terus melakukan perawatan payudara sampai
sembuh.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap meminum obat sesuai aturan, yaitu
nutriflam (analgesic anti inflamasi) 50 mg 3x1
4. Melakukan advice dokter yaitu melepas infuse dan injeksi ceftriaxone
dihentikan.
Evaluasi
Tanggal 10 Juni 2016 Pukul: 09.55 WIB
1. Ibu sudah tahu tentang hasil pemeriksaan
2. Ibu sudah melakukan perawatan payudara
3. Ibu bersedia melanjutkan minum obat
4. Infuse sudah dilepas pada pukul: 09.45 WIB dan injeksi ceftriaxsone
sudah tidak diberikan
104
DATA PERKEMBANGAN IV
Tanggal: 11 Juni 2016 Pukul: 10.00 WIB
S: Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah tidak merasa cemas lagi dengan keadaannya.
2. Ibu mengatakan sedang tidak merasakan nyeri pada payudara sebelah
kiri.
3. Ibu mengatakan ASInya sudah keluar lancar.
4. Ibu mengatakan nafsu makannya sudah normal.
5. Ibu mengatakan sudah istirahat yang cukup.
O: Obyektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : TD: 120/80mmHg N: 80x/menit
S: 370C R: 24x/menit
4. TFU : Pertengahan pusat simfisis
5. Abdomen : Terdapat luka bekas SC yang masih basah dan
tertutup kassa.
6. Lochea : Serosa
7. ASI : Sudah keluar, warna putih kekuningan, 50 cc
8. Payudara : Payudara kiri sudah tidak bengkak,tidak merah,
luka pada putting susu sudah membaik dan
payudara kiri sudah tidak keras dan ASI sudah
keluar lancar.
105
A: Assesment
Ny. J P1A0 umur 29 tahun post partum hari ke 11 dengan riwayat mastitis
perawatan hari ke-4
P : Planning
1. Pukul 10.20 WIB: Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Pukul 10.25 WIB: Melakukan ibu untuk tetap melekukan perawatan
payudara di rumah.
3. Pukul 10.30 WIB: Menganjurkan ibu menyusui sesuai dengan
kebutuhan bayinya,
4. Pukul 10.35 WIB: Menganjurkan ibu untuk tetap meminum obat
sesuai aturan yaitu: sanmol 500 mg 3x1 selama 5 hari (jika panas),
amoxsan 500 mg 3x1 selama 5 hari, nutriflam 500 mg 3x1 selama 5
hari.
5. Pukul 10.40 WIB: Menganjurkan ibu untuk control ulang tanggal 17
Juni 2016
6. Pukul 10.45 WIB: Ibu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter
Evaluasi
Tanggal: 11 Juni 2016 Pukul: 11.00 WIB
1. Ibu sudah tahu tentang hasil pemeriksaan
2. Payudara kiri sudah sembuh
3. Ibu bersedia untuk melakukan perawatan payudara di rumah.
4. Ibu bersedia menyusui sesuai kebutuhan bayinya.
5. Ibu bersedia melanjutkan minum obat.
106
6. Ibu bersedia control ulang ke poly kandungan pada tanggal 17 Juni
2016
7. Ibu pulang pada jam 11.25 WIB
107
B. PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis menguraikan tentang asuhan kebidanan
pada ibu nifas patologi Ny. J umur 29 tahun P1A0 post partum hari ke
7dengan mastitis di RSU Assalam Gemolong Sragen dengan menggunakan 7
langkah Varney. Dalam penguraian ini penulis akan menerapkan adanya
kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktik di RSU Assalam Gemolong
Sragen agar dapat diambil masalah dan pemecahan masalah dari kesenjangan-
kesenjangan yang terjadi.
1. Pengakajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang
akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Pada data subyektif, keluhan utama pada kasus mastitis menurut
teori adalah ibu mengatakan payudara menjadi merah, bengkak,
kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pada kasus Ny. J, ibu mengalami
dingin pada tubuhnya.Jadi pada keluhan utama terdapat kesenjangan
antara teori dan praktek dilahan.
Pada pola nutrisi menurut teori, ibu yang dietnya jelek ada
kemungkinan terjadinya mastitis (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Pada kasus Ny. J, ibu mengatakan kurang nafsu makan.Jadi pada pola
108
nutrisi tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan
praktek.
Pada pola istirahat menurut teori, ibu nifas yang kurang istirahat
ada kemungkinan terjadinya mastitis (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Pada kasus Ny. J, ibu mengatakan kurang istirahat.Jadi pada pola
istirahat tidak terdapat kesenjangan antara teori dan dilahan praktek.
Pada data obyektif menurut teori keadaan umum baik dan
kesadaran composmentis (Sulistyawati, 2009). Pada kasus Ny. J keadaan
umum baik dan kesadaran composmentis.Jadi pada keadaan umum dan
kesadaran tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dilahan
praktek.
Pada tanda vital (vital sign) menurut teori yaitu tekanan darah
normal, suhu meningkat 39,50C – 40
0C, nadi mengalami peningkatan 90-
110 x/menit, respirasi normal (Varney, 2008). Pada kasus Ny. J TTV:
TD: 120/80 mmHg, N: 96 x/menit, S: 39,50C, R: 24 x/menit. Jadi pada
tanda vital tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dilahan
praktek.
Pada pemeriksaan palpasi abdomen menurut teori nifas 7 hari
TFU: pertengahan pusat simfisis (Saleha, 2009). Pada kasus Ny. J,
palpasi abdomen TFU: pertengahan pusat simfisis. Jadi pada palpasi
abdomen tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dilahan
praktek.
109
Pada pemeriksaan inspeksi abdomen menurut teori, terdapat
bekas SC yang masih basah dan terbungkus kassa (Saleha, 2009). Pada
kasus Ny. J terdapat luka bekas SC yang masih basah dan terbungkus
kassa.Jadi pada pemeriksaan inspeksi abdomen tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus dilahan praktek.
Pada pemeriksaan perdarahan pervaginam menurut teori lochea
yang keluar pada hari ke 7 adalah serosa (Saleha, 2009). Pada kasus Ny.
J, lochea yang keluar adalah serosa.Jadi pada pemeriksaan perdarahan
pervaginam tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus dilahan praktek.
Pada pemeriksaan payudara menurut teori bengkak, nyeri seluruh
payudara/local, kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local,
payudara keras dan berbenjol- benjol (Wulandari dan Handayani, 2011).
Pada kasus Ny. J pemeriksaan payudara sebelah kiri berwarna merah, ada
pembengkakan, ada luka pada puting susu, payudara teraba keras
berbenjol-benjol. Jadi pada pemeriksaan payudara terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus dilahan praktek bahwa dikasus terdapat luka pada
putting susu.
2. Interpretasi data
Pada teori masalah yang sering muncul dalam kasus ini adalah
rasa tidak nyaman dan cemas sehubungan dengan keadaan payudaranya
(Sulistyawati, 2009).Pada teori kebutuhan yang sering muncul dalam
kasus ini adalah memberi dukungan, informasi, dan support mental
(Varney, 2008). Diagnosa kebidanan Ny. X PX AX umur x tahun nifas
110
hari ke… dengan mastitis. Masalah yang ditemukan pada kasus ibu nifas
dengan mastitis adalah rasa tidak nyaman dan cemas sehubungan dengan
keadaan payudaranya (Sulistyawati, 2009).Kebutuhan memberikan
dukungan, informasi, dan support mental (Varney, 2008).
Interpretasi data didapatkan Ny. J P1A0 umur 29 tahun post
partum heri ketujuh dengan mastitis didapatkan pada inspeksi payudara
kiri berwarna merah, ada pembengkakan dan terdapat luka pada putting
susu, dan palpasi payudara sebelah kiri teraba keras dan berbenjol-benjol.
Masalahnya ibu merasa tidak nyaman dan cemas sehubungan dengan
keadaan payudaranya.Kebutuhan beri dukungan, informasi, dan support
mental tentang keadaan ibu masa nifas dengan mastitis. Pada langkah ini
tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan pada kasus dilahan prektek.
3. Diagnosa Potensial
Pada tinjauan teori jika mastitis tidak segera ditangani akan
mengakibatkan abses payudara (Ambarwati dan Wulandati, 2010). Pada
kasus Ny. J P1A0 umur 29 tahun post partum hari ketujuh dengan mastitis
diagnose potensial yang ditegakkan adalah abses payudara. Pada langkah
ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus dilahan praktek.
4. Tindakan Segera
Pada tinjauan teori menurut Varney (2008), tindakan antisipasi
pada ibu nifas dengan mastitis dengan melibatkan seorang dokter
spesialis serta memberikan antibiotic, penisilin jenis penicillinase resisten
atau sefalosporin. Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi
111
terhadap penicillin.Terapi awal yang paling umum adalah diklosasilin
500 mg per oral 4 x sehari untuk 10 hari. Sedangkan dalam kasus
antisipasi yang dilakukan yaitu kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian
terapi infuse RL 20 tpm, injeksi ceftriaxone 1 gr/24jam secara IV, sanmol
(antipiretik) 500 mg 3x1, nutriflam (analgesic anti inflamasi) 500 mg
3x1. Pada langkah ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori
dan kasus yang ada dilahan.
5. Perencanaan
Perencanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis
menurut Varney 2008, tindakan yang diambil sebagai berikut:
a. Anjurkan ibu menyusui dan mengosongkan payudara untuk
mencegah penyumbatan aliran susu.
b. Anjurkan ibu memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu
sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat dibawahnya.
c. Anjurkan ibu mencuci tangan dan merawat payudara
d. Anjurkan ibu mengompres dengan air hangat pada area yang efektif
pada saat menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
e. Anjurkan ibu memenuhi asupan nutrisi
f. Bantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan kelelahan
dalam kehidupannya.
g. Beri terapi antibiotik, penicillin, jenis penicillinase resisten atau
cephalosporin. Erythomicindapat digunakan jika wanita alergi
112
terhadap penicillin. Terapi awal yang paling umum adalah
disloksasillin 500 mg per oral 4x sehari untuk 10 hari.
h. Beri dukungan pada ibu.
Pada kasus ini penulis merencanakan asuhan yang sama terhadap Ny. J
yaitu:
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
b. Anjurkan ibu untuk mengosongkan payudara.
c. Anjurkan ibu memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu
sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat dibawahnya.
d. Anjurkan ibu untuk mengompres dengan air hangat pada payudara
yang sakit.
e. Anjurkan ibu untuk banyak istirahat.
f. Berikan penyuluhan tentang cara menyusui yang benar.
g. Berikan terapi pada ibu, infuse RL 20 tpm, injeksi ceftriaxone 1
gr/24 jam secara IV, sanmol (antipiretik) 500mg 3x1, nutriflam
(analgesic anti inflamasi) 500 mg 3x1. Pada langkah ini tidak
ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada di
lahan.
6. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan
pada klien dan keluarga.Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan
secara efisien dan aman (Wulandari dan Handayani, 2011).Pelaksanaan
113
pada ibu nifas dengan mastitis disesuaikan dengan perencanaan (Varney,
2008).
Didalam praktik lapangan melaksanakan asuhan kebidanan sesuai
apa yang direncanakan kepada klien tanpa ada tindakan yang
menyimpang dari rencana yang telah disusun. Pada langkah ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus pada lahan praktek.
7. Evaluasi
Hasil akhir dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny. J
dengan mastitis selama 5 hari, evaluasi yang diperoleh adalah keadaan
umum ibu baik, tekanan darah: 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu
370C, respirasi 24 x/menit. Ibu mau menyusui bayinya, ibu merasa
senang dan nyaman dengan keadaannya, tidak terjadi abses, sehingga
diagnosa potensial tidak terjadi. Pada langkah ini disimpulkan pada
evaluasi antara teori dan kasus tidak terdapat kesenjangan.
114
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam studi kasus dan
pembahasan pada asuhan kebidanan pada Ny. J dengan mastitis di RSU
Assalam Gemolong Sragen, maka penulis mampu mengambil kesimpulan
yaitu:
1. Asuhan kebidanan pada Ny. J dengan mastitis dapat diterapkan melalui
pendekatan manajemen kebidanan menurut tujuh langkah Varney dengan
baik sebagai berikut:
a. Pengkajian telah dapat dilaksanakan dengan mengumpulkan semua
data menurut lembar format yang telah tersedia melalui wawancara
dan observasi. Data subyektif khususnya pada keluhan utama yaitu
ibu mengatakan bersalin pada tanggal 1 Juni 2016, jam 14.50 WIB
mengatakan payudara sebelah kiri terasa nyeri dan berat sejak 2 hari
yang lalu serta badannya juga terasa panas dan dingin dikarenakan
putting susu lecet. Ibu 2 hari yang lalu tetap menyusui bayinya dan
ASI nya keluar sedikit. sedangkan data obyektif yaitu keadaan
umum baik, kesadaran composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg,
suhu 39,5oC, nadi 96x/menit, respirasi: 24x/ menit, TB 157 cm, BB
sebelum hamil 42 kg, BB sekarang 54 kg, LILA 24 cm. Payudara
115
b. sebelah kiri berwarna merah, ada pembengkakan, dan ada luka pada
putting susu dan payudara sebelah kiri teraba keras berbenjol-benjol.
c. Interpretasi data dari hasil pengkajian diperoleh Ny. J umur 29 tahun
P1A0 post partum hari ke 7 dengan mastitis, masalah yang terjadi
adalah ibu merasa tidak nyaman dan cemas sehubungan dengan
keadaan payudara dan kebutuhan yang diberikan adalah memberikan
dukungan, informasi, dan support mental tentang keadaan ibu masa
nifas dengan mastitis.
d. Pada kasus mastitis ini diagnosa potensial terjadi abses payudara.
e. Antisipasi pada ibu nifas dengan mastitis agar tidak terjadi abses
payudara yaitu kolaborasi dengan dokter Sp.OG berupa infuse RL 20
tpm, injeksi ceftriaxone 1gr/24 jam, nutriflam 500 mg 3x1, sanmol
500 mg 3x1.
f. Perencanaan yang diberikan pada kasus ini yaitu beritahu ibu tentang
hasil pemeriksaan, anjurkan ibu untuk mengosongkan payudara,
anjurkan ibu memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu
sempit, jangan menggunakan bra dengan kawat dibawahnya,
anjurkan ibu untuk mengompres dengan air hangat pada payudara
yang sakit, anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, berikan
penyuluhan tentang cara menyusui yang benar, berikan terapi sesuai
advice dokter.
g. Pelaksanaan yang diberikan pada Ny. J umur 29 tahun P1A0 post
partum hari ke 7 dengan mastitis dilakukan sesuai rencana tindakan.
116
h. Evaluasi kebidanan yang diberikan pasien Ny. J P1A0 umur 29 tahun
dengan mastitis dapat sembuh dan pulih dalam waktu 5 hari, yaitu
KU ibu menjadi baik, ASI sudah keluar lancar, ibu senang dan
nyaman dengan keadaannya, tidak terjadi abses dan diagnosa
potensial tidak terjadi.
2. Pada kasus Ny. J dengan mastitis penulis menemukan kesenjangan teori
dan praktik dilahan yaitu pada keluhan utama ibu mengalami panas dan
dingin. Hal ini terjadi kemungkinan karena respon rangsang setiap pasien
berbeda. Pada pemeriksaan payudara terdapat luka pada putting susu. Hal
ini terjadi karena ibu belum mengetahui tentang cara menyusui yang
benar. Antisipasinya memberikan penyuluhan tentang cara menyusui
yang benar.
B. Saran
1. Bagi Institusi
a. Pendidikan
Agar lebih menambah bahan bacaan atau referensi dalam
penatalaksanaan kasus ibu nifas dengan mastitis.
b. Rumah Sakit
Disarankan agar RSU Assalam Gemolong Sragen dapat lebih
meningkatkan mutu pelayanan dala memberikan asuhan kebidanan
pada ibu nifas dengan mastitis secara optimal melalui penanganan
segera pada kasus ibu nifas.
117
2. Bagi Pasien
a. Perlu pemahaman tentang tanda bahaya mastitis masa nifas.
b. Ibu diharapkan segera memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan setempat jika ibu mengalami tanda dan gejala mastitis.
118
DAFTAR PUSTAKA
Ainul M. 2012. AsuhanKebidananNifasNy. S Dengan Mastitis di
RumahSakitUmum Daerah Dr. ZainoelAbidin.KaryaTulisIlmiah.
Tidakdipublikasikan
Ambarwati, E. R. Wulandari. D. 2010. AsuhanKebidananNifas. Jogjakarta:
NuhaMedika.
Arikunto, S. 2013. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik.Jakarta:
RinekaCipta
Astuti, H. P. 2012. Buku Ajar AsuhanKebidananIbu 1 (Kehamilan). Yogyakarta:
Rohima Press
Dewi, V. N. L. Sunarsih. T. 2011. AsuhanKebidananpadaIbuNifas. Jakarta
Selatan: SalembaMedika
Dinkes Prov. Jateng. 2015. BukuSakuKesehatanTriwulan 3 Tahun 2015.
Semarang: DinkesProvinsiJawa Tengah
Hidayat, A. A. A. 2014. MetodePenelitianKebidanan Dan TeknikAnalisis Data.
Jakarta Selatan: SalembaMedika
Kemenkes RI. 2014. Infodatin. Jakarta Selatan: Pusat Data
danInformasiKemenkes RI
Marmi.2014. AsuhanKebidananpadaMasaNifas “Puerperium Care”. Yogyakarta:
PustakaBelajar
Menkes RI. 2010. PeraturanMenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor
1464/Menkes/PER/x/2010. Jakarta: Menkes RI
Monicha I, P. 2013. AsuhanKebidananPadaIbuNifasNy. N Dengan Mastitis di
BPS Ririt Indah WahyuniBojonegoro. KaryaTulisIlmiah.
Tidakdipublikasikan
Norma, D. N. Dwi S. M. 2013. AsuhanKebidananPatologi. Yogyakarta:
NuhaMedika
Notoatmodjo, S. 2012. MetodologiPenelitianKesehatan. Jakarta: RinekaCipta
Nursalam. 2013. MetodologiPenelitianIlmuKeperawatan. Jakarta:
SalembaMedika
Priharjo, R. 2006. PengkajianFisikKeperawatan. Jakarta: EGC
119
Roito H, J. N. Noor. M. 2013.
AsuhanKebidananIbuNifas&DeteksiDiniKomplikasi. Jakarta: EGC
Rukiyah, A. Y. Yulianti L. Liana. M. 2013. AsuhanKebidanan III (Nifas). Jakarta:
Trans Info Media
Saleha, S. 2009. AsuhanKebidananPadaIbuNifas. Jakarta: Salemba
Saryono, A. S. 2011. MetodologiPenelitianKebidanan DIII, DIV, SI, S2.
Yogyakarta: NuhaMedika
Saryono. 2011. MetodologiPenelitianKesehatan.Jogyakarta: MitraCendikia
Sulistyawati, A. 2009.AsuhanKebidananPadaMasaKehamilan. Jakarta:
SalembaMedika
2009. Buku Ajar AsuhanKebidananpadaIbuNifas. Yogyakarta:
Andi
Varney. H. 2008. Buku Ajar AsuhanKebidanan. Jakarta: EGC
Walyani, E. S. 2015. AsuhanKebidananPadaKehamilan. Yogyakarta:
PustakaBaru Press
Walyani, E. S. Purwoastuti. E. 2015. AsuhanKebidananMasaNifasdanMenyusui.
Yogyakarta: PustakaBaru Press
Wulandari, R. S. Handayani. S. 2011. AsuhanKebidananIbuMasaNifas.
Yogyakarta: Gosyen Publishing