Astronomi

12
ASTRONOMI Warisan Kuno Kaum Muslimin Abad Pertengahan memasukkan astronomi sebagai salah satu dari sains matematika. Upaya-upaya yang mereka lakukan pada diseplin ini sebagian besar terdiri dari penelitian gerakan nyata dari benda-benda langit dan mencatat, dalam krangka matenatika, apa yang mereka temukan. Fenomena seperti cahaya bintan dan obyek-obyek seperti meteor dan komet diserahkan kepada bidang fisika dan metafisika, sebagai sifat fundamental dari ruan gangkasa. Klasifikasi yang demikian tidak seluruhnya memilika asal-usul Islam: apa yang diwarisi oleh kaum Muslimin dalam konsep-konsep, istilah, dan praktik astronomi Ptolemi; sebagian pengetahuan juga berasal dari sumber India dan Sasani. Yang termasuk kedalam warisan ini adalah pengetahuan yang diteruskan selama beribu-ribu tahun dari Babilon dan Mesir Kuno, dimana observasi terhadaplangit dilakukan dengan rinci dan perhitungan tahu kalender didasarkan pada apa yang dapat dilihat dilangi-perhitungan yang tidak jauh berbeda dari zaman modern. Orang-orang Yunani mengembangkan apa yang mereka peroleh dari Babilon dan Mesir, terutama dalam bidang asrtonomi teoretis, yang mengkaji pengembangan model matematika dari posisi dan gerakan palanet-planet. Hampir seluruh intelektual terkenal bidang filsafat dan sains Helenis berperan dalam pembatasan garis batas angkasa sebagaimana diserap dari bumi. Pada abad-abad awal Yunani klasik, batas antara kosmologi dan astronomi tidaklah jelas. Ahli matematika Pythagoras memahami alam semesta pergerakan angkasa yang dibagi berdasarkan tingkat kesempurnaan: yang terendah adalah bumi dan sfera dibawah bulan; di atasnya terdapat kosmos yang berada dalam sfera bintang-bintang yang tetap; yang terjauh adalah rumah para dewa, Olympus. Seperti yang sudah disebutkan, sfera-sfera tersusun didalam lapisan sfera, segala sesuatu yang bergerak dalam ringkaran yang tak berubah—sebuah konsep fundamental yang memenjara para astronom hingga masa modern. Satu demi satu pemikir Yunani memiliki pandangan tersebut terhadap sfera angkasa dan apa yang terjadi di dalam dan disekitar sebagai pusat dari segala gerakan sfera; ada lebih dari dua lusin sfera yang diterima. Akhirnya, ide Pythagoras tertang apai sentral yang besar menggantikan bumi sebagai pusat alam semesta, dengan matahari berputar mengelilingi api tersebut bersama-sama dengan bumi dan planet-planet lainnya. Arestarchus dari Samos, yang aktif pada abad keriga sebelum Masehi, barangkali merupakan orang pertama yang mengajukan sistem heliosentris, atau sistem yang berpusat pada 1

description

konsep astronomi

Transcript of Astronomi

Page 1: Astronomi

ASTRONOMI Warisan Kuno Kaum Muslimin Abad Pertengahan memasukkan astronomi sebagai salah satu dari sains matematika. Upaya-upaya yang mereka lakukan pada diseplin ini sebagian besar terdiri dari penelitian gerakan nyata dari benda-benda langit dan mencatat, dalam krangka matenatika, apa yang mereka temukan. Fenomena seperti cahaya bintan dan obyek-obyek seperti meteor dan komet diserahkan kepada bidang fisika dan metafisika, sebagai sifat fundamental dari ruan gangkasa. Klasifikasi yang demikian tidak seluruhnya memilika asal-usul Islam: apa yang diwarisi oleh kaum Muslimin dalam konsep-konsep, istilah, dan praktik astronomi Ptolemi; sebagian pengetahuan juga berasal dari sumber India dan Sasani. Yang termasuk kedalam warisan ini adalah pengetahuan yang diteruskan selama beribu-ribu tahun dari Babilon dan Mesir Kuno, dimana observasi terhadaplangit dilakukan dengan rinci dan perhitungan tahu kalender didasarkan pada apa yang dapat dilihat dilangi-perhitungan yang tidak jauh berbeda dari zaman modern.

Orang-orang Yunani mengembangkan apa yang mereka peroleh dari Babilon dan Mesir, terutama dalam bidang asrtonomi teoretis, yang mengkaji pengembangan model matematika dari posisi dan gerakan palanet-planet. Hampir seluruh intelektual terkenal bidang filsafat dan sains Helenis berperan dalam pembatasan garis batas angkasa sebagaimana diserap dari bumi. Pada abad-abad awal Yunani klasik, batas antara kosmologi dan astronomi tidaklah jelas. Ahli matematika Pythagoras memahami alam semesta pergerakan angkasa yang dibagi berdasarkan tingkat kesempurnaan: yang terendah adalah bumi dan sfera dibawah bulan; di atasnya terdapat kosmos yang berada dalam sfera bintang-bintang yang tetap; yang terjauh adalah rumah para dewa, Olympus. Seperti yang sudah disebutkan, sfera-sfera tersusun didalam lapisan sfera, segala sesuatu yang bergerak dalam ringkaran yang tak berubah—sebuah konsep fundamental yang memenjara para astronom hingga masa modern.

Satu demi satu pemikir Yunani memiliki pandangan tersebut terhadap sfera angkasa dan apa yang terjadi di dalam dan disekitar sebagai pusat dari segala gerakan sfera; ada lebih dari dua lusin sfera yang diterima. Akhirnya, ide Pythagoras tertang apai sentral yang besar menggantikan bumi sebagai pusat alam semesta, dengan matahari berputar mengelilingi api tersebut bersama-sama dengan bumi dan planet-planet lainnya. Arestarchus dari Samos, yang aktif pada abad keriga sebelum Masehi, barangkali merupakan orang pertama yang mengajukan sistem heliosentris, atau sistem yang berpusat pada

1

Page 2: Astronomi

matahari. Baru sekitar delapan belas abad kemudian Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, dan Galileo Galilei berpedoman pada ide revolusioner ini dan sampai pada struktur dan gerakan fundamental dari sistem mataari yang umumnya diterima hingga saat ini.

Plato dan Aristoteles menyempurnakan mekanisme gerakan dalam kosmos sfera Yunani sampai ke tahap di mana daya gerakan ke bawah dan keatas (atau ke dalam dan keluar) bekerja dalam keseimbangan dan dimana keempat unsur ditempatkan dalam hirarki kemuliaan (dengan api sebagai yang paling mulia dan bumi yang terakhir). Benda-benda langit, jauh lebih mulia dari pada benda-benda yang ada dibumi, masih dianggap lebih sempurna baik semakin jauh letak lintasannya, para filosof Yunani umumnya sependapat bahwa alam semesta beroperasi dengan cara teratur yang menentukan tempat setiap benda di alam semesta sesuatu kedudukannya, mereka membagi dua wilayah, satu, yang berkaitan dengan benda-benda bumi, yang berada dibawah bulan, dan lainnya, benda-benda bumi, yang berada dibawah bulan, dan lainnya, benda-benda langit, yang meluas melampaui bulan; masing-masing wilayah diatur oleh prinsip-prinsip yang bebeda. Di luar itu terdapat Malaikat-malaikat dan penjaga bersifat mitos lainnya dari kosmos yang lebih tua: inilah pembagian yang tegas antara bentuk-bentuk geometri tak hidup yang bergerak tanpa henti tanpa berubah, secara kaku dalam lintasan sirkular. Inilah teori dalam bentuknya yang paling kering. Perlahan-lahan, teori ini mulai terlihat kurang ilmiah dan kelihatan kurang dapt diterima secara intelektual.

Konsep sistem planeter yang diwariskan oleh bangsa Yunani kepada peradaban Abad Pertengahan awal terus menempatkan bumi sebagai pusat, dengan benda-benda langit yang berputar mengelilinginya dalam susunan berikut: yang paling dekat adalah Bulan, kemudian Merkurius, Venus, Matahri, Mars, Yupiter, dan Saturnus, dengan bintang-bintang tetap di tempat terjauh. Bamun demikian, astronom Helenis, Aristarchus, melihat segalanya secara berbeda: ia percaya bahwa bumi melakukan rotasi penuh pada sumbunya setiap hari dan berkeliling di sekitar matahari sekali dalam setahun; matahari dan bintang-bintang tetap tidak bergerak. Orang-orang sezaman Aristarchus tidak berpandangan seperti ini, karena pandangan tersebut bertentangan dengan kepercayaan mereka pada sifat-sifat lain dari bumi dan langit.

Para astronom Islam yang pertama dipengaruhi oleh naskah-naskah India dan Sasani di Ctesphon mendukung penelitian ilmiah yang luas antara abad ketiga dan ke 7, terutama dalam bidang astronomi dan kedokteran; pusat kedua dikembangkan di Godeshapur, di Persia. Kemudian, salah seorang Khalifah dari dinasti Abasiyah yang terkenal, al-Mansyur, mengumpulkan orang-orang Persia, India, dan para ilmuwan

2

Page 3: Astronomi

lain di Baghdad, dan pada abad ke-8 internasionalisasi sains Islam menemukan jalannya. Putra dari penerjemah abad ke-9 yang terkenal Hunayn ibn Ishaq membuat terjemahan Al-Majisti-nya Ptolemeus sebagai model matematika defintif tentang langit, dengan matahari dan planet-planet berkeliling di sekitar bumi yang diam dalam kombinasi orbit sirkular.

Astronom Alexandria, Apollonius, yang bekerja selama abadketiga sebelum Masehi, telah mengemukakan bahwa variasi dalam jarak planet dari bumi dapat dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa planet bergerak dalam lingkaran, yang disebut dengan episiklus, yang pusatnya bergerak dalam lingkaran lainnya, yang terpusat pada bumi. Konsep lain mengajukan bahwa planet-planet bergerak dalam lingkaran eksentrik di sekeliling pusat bumi, yang digunakan oleh Alexandria, Hipparchus, yang menjelaskan gerakan-gerakan yang terlihat pada meatahari dalam kerangka orbit sirkulasi tetap yang eksentrik terhadap bumi, dengan menggunakan episiklus dan orbit eksentrik dalam merumuskan modelnya tentang langit dan benda-benda langit; pada masa ini terdapat empat puluh satu lingkaran untuk menjelaskan seluruhnya aktivitas yang berlangsung di angkasa.

Sebagian besar astronomi Muslim Abad Pertengahan tidak pernah menghapuskan pandanga-pandangan tentang langit yang diajukan oleh Aristoteles dan Ptolemeus. Pandangan tentang sfera bersusun dengan tetap, yang satu bergerak disekitar yang lainnya, terus mengerangka sebagian besar pemikiran tentang apa yang terjadi di luar bumi, apapun uraian dan kesulitan yang disebabkan oleh orbit episiklus dan eksentrik. Pada umumnya para astronom bersikap hati-hati. Mereka mengikuti Ptolemeus untuk menghindari setiap definisi tentang seluruh sifat tentang seluruh sifat langit: hal tersebut diserahkan kepada filosof danahli metafisika. Matematikus memberikan pendekatan teoretis yanglebih baik untuk benda-benda langit secara astronomis. Konsep Aristoteles tentang sfera padat yang diperkenalkan kepada kaum Muslimin melalui karya-karya Ibnu al-Haytham tetap menjadi model fundamental selama berabad-abad. Dibawah formulasi ini, sfera dan benda-benda langit tersusun dari satu substansi, unsur kelima, yang esensinya berbeda dari api, udara, bumi dan air. Bintang-bintang tetap berada di tempat-nya pada sfera, yang dengan berotasi menarik bintang-bintang kepadanya. Mekanika yang tak terlihat tersebut kelihatannya sudah ditakdirkan. Ini juga mendorong pengamatan, perhitungan, argument, dan revisi kesarjanaan yang terus menerus.

Al-Majisti karya Ptolomeus, terutama skemanya tentang gerakan di langit, yang disebut kinematika, ditakdirkan untuk mendominasi pemikiran astronomi di seluruh dunia Islam dan Eropa Barat hingga abad

3

Page 4: Astronomi

ke-16. Pada abad ke-17, astronomi berkembang subur di kekhlifahan Barat di Spanyol, di pusat budaya Kordoba, tempat astronomi Ptolomeus mulai dipertanyakan, baik dalam kerangka filosofis maupun fisikal. Penolakan ini juga meluas di antara para astronom di wilayah Islam timur. Meskipun terus menggunakan proposisi utama Ptolomeus, para astronom Muslim berusaha selama beberapa abad dalam mencoba membuat modelnya lebih sesuai dengan apa yang terlihat oleh mata mereka. Dalam upaya tersebut, merek mencoba-coba, menghitung, menghitung ulang, melakukan observasi baru, menggabungkannya dengan yang sebelumnya (atau menyesuaikan yang lama), semuanya dalam rangka mendapatkan akurasi dan ketepatan. Sementara itu dalam acara yang praktid, dan dari sejak awal, mereka menerapkan apa yang dapat mereka lihat, hitung, dan catat untuk membantu mereka dalam melaksanakan ibadah.

Sains untuk Kepentingan Agama Jauh sebelum astronom muslim mengembangkan metoda pengamatan dan teoretisnya yag maju, mereka sudah memiliki keahlian dalam menerapkan pengetahuan astronomi untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam ibadah. Praktik agama Islam selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, apakah dalam kaitan dengan shalat atau untuk menentukan awal bulan dan hari libur dalam kalender Hijrah Muslim.

Shalat harus terarah dan waktunya juga tertentu. Seluruh kaum Muslimin shalat menghadap ke Makkah, kota kuno yang menjadi masjid di seluruh dunia terdapat mihrab, atau ruang shalat, yang menjadi petunjuk arah bagi setiap jemaah untuk menghadap Ka’bah, atau kiblat. Orientasi ini terlihat dalam pembangunan struktur masjid.

Suatu cabang astronomi yang diistilahkan oleh kaum Muslimin Abad Pertengahan dengan ‘ilm al-miqat, sains penentu waktu, juga dikenal sebagai ”sains mengenai waktu-waktu tertentu”, diterapkan melalui pengamatan langsung dan menggunakan alat serta melalui penghitungan matematis dalam rangka menentukan waktu shalat lima waktu: matahari tenggelam, malam, fajar, lewat tengah hari, dan sore. Hari menurut Islam dimulai pada saat matahari tenggelam ; begitu juga dengan bulan Islam, pada hari dan pada jam bulan baru pertama kali terlihat. Sepanjang untuk penentuan waktu-waktu shalat dan untuk penaggalan yang dilakukan dengan memandang langit, prosedur dasar tidaklah baru tatkala Islam muncul; cara ini sudah dikenal oleh bangsa Babilon dan Mesir Kuno.

4

Page 5: Astronomi

Tambahan lagi, orang-orang Arab telah mempelajari langit malam selam berabad-abad utuk menandai waktu yang berlaku selama perjalanan jauh mereka di padang pasir. Mereka dapat mengetahui lokasi kelompok-kelompok bintang tertentu, dan juga tahap-tahap dan kedudukan ralatif bulan, sebagai penunjuk cuaca. Rambu-rambu navigasi dan penanggalan yang demikian diambil dan disesuaikan untuk kepentingan praktik-praktik ibadah Islam. Tiga serangkai disiplin astronomi dan matematika diarahkan untuk keperluasan ini; penerapanseperti ini tidak memiliki kesetaraan dengan sains-sains Yunani Kuno atau Eropa Abad Pertengahan. Ini marupakan usaha yang semakin maju dan tak terbandingi, sebagai suatu kumpulan hasil pengamatan dan bukti-bukti perhitungan yang amat banyak.

Penelitian terhadap sfera langi – kubah yang terliha nyata, yang berisi benda-benda langit, yang kita lihat dari bumi – memasukkan astronomi ruang dan geografi matematis, yang keduanya, bersamamatemaika kompleks, digunakan olehkaum Muslimin dalam menentukan waktu yang tepat dan sudut arah geografis yang penting bagi orang yang beribadah. Mula-mula, pengamatan panjang bayangan yang ditimbulkan oleh matahari digunakan untuk mengatur waktu-waktu shalat; kemudian, skema-skema dihitung dengan menghubungkan panjang bayangan dan tinggi matahari dan dengan menunjukkan panjang interval antara shalat. Alat-alat dikembangan untuk menunjukkan arah lokal terhadap Makkah. Penentu waktu resmi, muwaqqit, yang dilakukan oleh masjid, menentukan waktu-waktu sahalat (dan muazin melakukan panggilan, biasanya dari menara masjid) berdasarkan catatan pengamatan dan perhitungan mereka sendiri atau orang lain. Kadang-kadang orang yang menentukan waktu tersebut adalah astronom profesional. Catatan-catatan mereka disiapkan sesuatu dengan sains penentu waktu secara astronomi yang sudah ada dan, dalam bentuk tabel-tabel ata almanak, akahirnya menghasilkan banya sekali catatan di seluruh wilayah Islam. Catatan-catatan tersebut semakin akurat dan lengkap tatkala sarana yang tersedia untuk poengamatan dan penghitungan digantikan dengan jam matahari, kuadran, astrolabe, kompas, dan penunjuk kiblat yang lebih canggih.

Kebutuhan administratif dan komunikasi pada awal-awal ekspansi Islam menghasilkan kebutuhan kalender baru, yang Islami, sehingga Khalifah yang berkuasa pada abad ke-7 membuat suatu sistem baru yang berbeda dengan kalender Gregorian dan Julian, dedasarkan pada siklus bulan (kabisat) bukannya siklus matahari. Kalender baru ini berawal pada hari pertama tahun Hijrah (622M), kepindahan Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah.tanggal ini yang diperkirakan terjadi pada akhir September, menandai awal didasarkan pada tahun kabisat membuat prosedur konversi antara kalender Islam dan kalender Gregorian menjadi

5

Page 6: Astronomi

rumit, seperti yang diuraikan pada pendahuluan buku ini. Seluruh hari libur dan hari raya Muslim, dan juga Ramadhan sebagai bulan untuk berpuasa, dijadwalkan berdasarkan bulan kabisat. Maka, penampakan bulan sabit yang pertama pada bulan yang baru merupakan momen penting bagi seluruh ibadah Muslim.

Astronomi Observasi Kaum Muslimin memulai observasi yang teratur dan rinci terhadapa langi segera setelah eskpansi awal Islam. Upaya ini secara alamiah dipercepat oleh kebutuhan yang makin meningkat untuk jadwal yang tepat yang diperlukan dalam penyiapan kalender, jadwal shalat, dan horoskop. Sejumlah pengaatan, yang biasanya dibuat atau didukung oleh Khalifah dan penguasa lainnya, didirikan di pusat-pusat seperti Rayy, Isfahan, dan Shiraz di Persia, sertadi Mesir. Seringkali pendirian tempat pengamatan didoraong pertama kali oleh minat keajaan terhadap astrologi.

Dua tempat pengamatan, dengan para staf profesional, yang sangat mengesankan didirikan, satu pada abad ke-13 di Maragha, Persia, yang lainnya pada abad ke-15 di Samarkand, yang sekarang dikenal dengan Uzbekistan. Pusat-pusat ini dibangun oleh penguasa Mongol dan Turki, penerus Jengis Khan dan Timurlenk, yang pasukannya menyerang wilayah Muslim dari timur pada abad ke-13 dan ke-14, menaklukkan wilayah yang luas pada Asia Barat laut dan Asia Minor, beralih kedalam Islam, dan mendirikan dinasti baru dan kuat. Di tempat-tempat pengamatan ini tulisan-tulisan baru memetakan langit dengan sangat rinci, yang menghasilkan gamabran bintang-bintang dan konstelasinya dengan sangat akurat dan lengkap, sehingga memberikan kerangka pengamatan yang tak ternilai bagi pengamatan yang dilakukan oleh generasi-generasi astronom berikutnya di Timur dan Barat.

Hampir serupa dengan universitas-universitas terkenal kita saat ini, tempat pengamatan dan istana kerajaan Islam Abad Pertengahan menarik sarjana dan guru-guru terkenal, seperti magnet, yang menarik sarjana-sarjana lain dan juga para pelajar dari seluruh wilayah Muslim. Astronom terkenal yang didirikan di Baghdad pada abad ke-9 oleh Khalifah dan pelindung pengajaran Abasiyah, al-Makmun. Astronom Ibn Yunus memimpin penelitian berdasarkan observasi di Kairo. Ketika bekerja untuk observatorium istana di Ghazna, Afganistan, al-Biruni seorang astronom, matematikus, ahli sejarah alam, dan ahli farmasi, menghasilkan data pengamatan yag membentuk dasar-dasar untuk jadwal astronomi penting, yang dikenal sebagai zij. Tambahan lagi, Rumah Kebijakan yang terkenal di Baghdad dan di Kairo memainkan peran penting pada kemajuan astronomi Muslim awal, dengan

6

Page 7: Astronomi

mengembangkan berbagai jadwal dari data yang dikumpulkan dari observatorium- observatorium. Al-Khwaizmi, seorang astronom-matematikus besar, berperan dalam upaya ini selam masa al-Makmun.

Sarana-sarana Astronomi Muslim Perbaikan dalam penentuan panjang musin, rincian yang lebih baik pada pergerakan matahari dan planet-planet, lokasi kota-kota di bumi yang lebih tepat—semuanya ini diperoleh melalui astronomi pengamatan Muslim, terima kasih tidak hanya kepada keahlian dan kecerdasan para pengamat namun juga kepada semakin banyak dan berkualitasnya sarana-sarana pengamatan Muslim.

Alat astronomi paling spektakuler dari seluruh yang ada pada Abad Pertengahan adalah struktur—sebenarnya, instrumen—pengamatan luar ruangan yang sangat besar yang dibangun sebagian di bawah tanah di observatorium-observatorium di Margha dan Samarkand, kemudian di Delhi dan Jaipur di Mughal India, dan di Turki. Semakin besar ukuran berbagai peralatan, semakin tepat hasil yang diperoleh dalam menentukan posisi benda-benda langit pada berbagai waktu pada siang hari atau malam hari. Sisa-sisa dari strkuktur yang mula-mula masih terlihat, namun reruntuhan yang ditemukan amat mengesankan. Banyak instrumen di Delhi dan Jaipur masih utuh. Para pengunjung saat ini dapat naik ke tempat pengamatan dan menguji cara-cara para astronom dalam membaca berbagai jam matahari dan alat pengkalibrasi lainnya dan tidak hanya menentukan ketinggian dan azimut dari matahar dan bintang-bintang lain namun juga mengubah kenaikan dan penurunan pada malam hari terhadap benda-benda langit menjadi bujur dan lintan, serta melakukan operasi lainnya yang ditujukan untuk memetakan perubahan langitsepanjang tahun. Ironisnya struktur abad ke-18 yang dibangun di India di bawah sponsor kaisar Jai Singh Muslim, atau Mughal, menjadi usang segera setelah digunakan. Teleskop, yang mula-mula dibuat pada abad ke-17 di Eropa, dengan cepat menjadi lebih berhasil dalam pengamatan, terutama oleh Glileo.

Adalah dalam pengembangan dan peningkatan benyak instrumen astronomi yang lebih kecil kaum Muslimin membuat kemajuan yang lebih penting. Contohnya adalah astrolabus: ini, tanpa pertanyaan lagi, merupakan instrumen penghitungan yang penting pada Abad Pertengahan dan awal-awal Renaisans. Barangkali ini penemuan bangsa Yunani pada sekitar abad kedua sebelum Masehi, astrolabus yang dikembangkan oleh kaum Muslimin—dapat juga dikatakan sebagai disempurnakan. Alat yang sangat kompak, bahkan kecil, berfungsi sebagai bentuk yang canggih dari penggaris geser insinyur, atau bahkan

7

Page 8: Astronomi

seperti komputer analog, dalam memecahkan banyak ragam masalah astronomi dan penentuan waktu. Selain untuk menentukan waktu shalat dan arah Makkah, astrolabus pada Abad Pertengahan, denga piringan yang dapat diganti-ganti, yang disesuaikan untuk penggunaan pada lokasi geografi yang berbeda, dapat dimanipulasi untuk memberikan berbagai bentuk da-pat penentu waktu dan perputaran tahuna benda-benda langit, pengukuran di atas bumi, dan informasi astrologi. Diperkenalkan ke Eropa pada akhir Abad Pertengahan, alat ini menjadi subyek banyak tulisan, terasuk esei terkenal oleh Geoffrey Chaucer. Astrolabus yang bagus hampir selalu menunjukkan karya tangan yang bagus. Para pembuat astrolabus Islam Abad Pertengahan memiliki kebanggaan pada buatan mereka, yang paling bagus biasanya selalu mencantum-kan nama perajinnya.

Setelah astrolabus, peralatan penting lainnya adalah kuadran astrolabis, bentuk yang lebih sederhana dari astrolabus. Kuadran, yang tidak terlalu rumit dan berbentuk seperti kepingan kue sembilanpuluh derajat, dapat digunakan untuk memecahkan seluruh masalah dasar pada astronomi ruang (masalah yang berhubungan dengan pemetaan ruang langit) untuk ketinggian tertentu. Dikembangkan oleh kaum Muslimin di Mesir pada abad ke-11 atau ke-12, alat ini pada abad ke-16 telah menggantikan astrolabus di mana-mana di dunia Muslim kecuali di Persia dan India.

Instrumen yang bukan untuk pengamatan lain, bola langit (celestial globe) kadang-kadang pantas dihargai karena keindahannya merupakan alat pengajaran, digunakan terutama untuk menunjukkan rotasi harian pada ruang langit (menggambarkan alam semesta) diatas suatu horizon, yang ditunjukkan oleh cincin yang di dalamnya bola langit dapat disesuaikan untuk mencerminkan setiap ketinggian bumi. Bola langit juga dijadikan sebagai hadiah yang indah, yang memberi nuansa berbeda diruang kerja Khalifah seperti layaknya model pesawat terbang atau kapal dalam ruang kerja eksekutif.

Penunjuk waktu dengan mengukur bayangan, jam matahari yang sudah ada sejak lama, yang berasal dari zaman Yunani dan Romawi, diadaptasi ke dalam penggunaan Islam dengan menambahkan kurva yang menentukan “kedatangan” bayangan yang menunjukkan waktu-waktu shalat ketika matahari bergerak. Kategori instrumen lain termasuk peralatan yang terutama digunakan untuk observasi alih-alih untuk penghitungan. Yang terkenal di antaranya adalah armillary sphere, representasi fisik dan ciri-ciri penting sfera langit.

Bola langit, astrolabus, kuadran, dan jam matahari berkembang dalam berbagai cara, dan ketiga kompas mencapai wilayah Muslim maka ia pun diadaptasi dalam beberapa bentuk. Secara khusus, kotak kiblat,

8

Page 9: Astronomi

yang menunjukkan arah Makkah, sudah biasa digunakan pada masa Usmani setelah abad ke-13.

ASTRONOMI TEORETIS Sistem planet Ptolemeus yang diwariskan oleh para filosof dan

astronom Islam menerima prinsip gerakan sirkular seragam sekaligus memungkinkan planet-planet bergerak dalam episiklus, seperti yang semula dipahami oleh orang-orang Yunani. Konsep gerakan planet yang terdiri dari episiklus telah sejak lama menggugah rasa ingin tahu dan mengacaukan para astronom masa lalu. Harus ditemukan cara yang memuaskan untuk menjelaskan fenomena yang biasa diamati seperti pergantian siang dan malam, variasi dalam ukuran-ukuran nyata planet-planet, dan retrogradasi atau jalan mundur planet di ruang angkasa. Planet-planet, yang sejak lama dianggap sebagai bintang-bintang pengembara, yang bergerak perlahan-lahan dari timur ke barat melintasi angkasa, kadang-kadang memilliki jalan yang terlihat berhenti dan mundur dalam hubungannya dengan bintang-bintang tetap disekelilingnya, dan kemudian bergerak maju lagi seperti sebelumnya. Para astronom Yunani dan India bekerja keras untuk menjelaskan fenomena ini dan membuat beberapa perubahan dalam model-model ruang angksa mereka untuk menyesuaikannya. Ptolemeus memperbaiki mekanisme episiklusdeferen dengan menambahkan peralatan dari equant, suatu titik eksentrik atau diluar pusat yang disekitarnya terdapat lingkaran besar, atau deferen, yang padanya berpusat episiklus yang menunjukkan lintasan planet. Equant dapat menerangkan pendekatan, penjauhan, pemunduran planet yang telihat. Teori ini menunjukkan upaya yang paling maju untuk menjelaskan apa yang terlihat oleh mata agar sesuatu dengan teori Ptolemeus yang menyatakan bahwa planet haruslah bergerak.

Meskipun setia pada kosmos Ptolemeus, para astronom Muslim akhirnya keberatan, khususnya terhadap gerakan episiklus yang menyalahi prinsip keseragaman gerakan. Prinsip ini sudah menjadi pusat bagi Yunani dan India pada konsep-konsep fisik dari seluruh benda-benda langit di alam semesta dan diterima secara tegas oleh Ptolemeus dan sebagian besar astronom berikutnya, termasuk kaum Muslimin, hingga abad ke-16 dan hingga penemuan Kepler. Keberatan ini akhirnya mengakibatkan perubahan yang singkat penting pada astronomi planeter, yang secara efektif diawali pada abad ke-13 oleh al-Tusi, ahli matematika, astronom, dan astrolog Persia. Konsepnya yang terkenal, dikenal sebagai Pasangan Tusi (Tusi Couple), mengajukan model hipotesis tentang gerakan episiklus yang memasukkan kombinasi dari gerakan-gerakan yang masing-masing seragam berkaitan dengan pusatnya sendiri. Model ini diterapkan kepada gerakan-gerakan seluruh

9

Page 10: Astronomi

benda langit pada abad ke-14 oleh astronom Ibn al-Shatir, yang bekerja sebagai muwaqqit di Masjid Agung Damaskus. Terima kasih kepada perbaikan inovatif yang dibawanya, rumusan Ibnu al-Shatir semakin menyatukan astronomi observasi dan teoretis dari model gerakan planeter lainnya hingga saat itu. Perlahan-lahan namun pasti peraturan-peraturan astronomi klasik yang sudah mapan sejak lama ditantang oleh upaya kaum Muslimin untuk mendorong teori-teori Aristoteles dan Ptolemeus menjadi praktis, sistem berfungsi yang menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi diruang yang mengelilingi bumi.

Jalan bagi astronomi baru semakin lapang yang didalamnya teori dan fakta yang dapat diamati dapat dipadukan tanpa harus mengakomodasi ketidaksesuaian yang nyata tampak. Sebagian sejarawan sains mengira barangkali, atau sangat mungkin, bahwa astronom Polandia, Copernicus, yang mengunjungi Perpustakaan Vatikan di Roma, melihat naskah Ibn al-Shatir pada abad ke-14 yang menggambarkan konsep gerakan planeternya. Dalam berbagai bagian, diagram dalam karya Copernicus berjudul Commentariolus (tahun 1530 M) menunjukkan persamaan yang luar biasa dengan skema Ibn al-Shatir. Ini barangkali hubungan yang paling penting dalam sejarah astronomi! Konsep Ibn al-Shatir dipahami sebagai unsur penting dalam apa yang dipercaya sebagai sistem planet yang berpusat di bumi. Konseptualisasi Copernicus terhadap jenis gerakan yang sama sesuai sekali dengan sistem planeter yang berpusat pada matahari yang dimilikinya, yang akhirnya deterima di seluruh dunia sebagai gambaran yang benar.

Apakah ada atau tidak hubungan langsung antara konsep-konsep tersebut, inovasi kaum Muslimin dalam teori astronomi setara dengan langkah besar dalam perkembangan historis sains astronomi. Mereka memperluas pencarian pengetahuan dengan cara yang membantu membangkitkan metoda-metoda baru pencarian yang kemudian berkembang dan subur di Renaisans dan Pencerahan matematikus – astrolog Persia abad ke-13 yang merancang “pasangan”nya yang terkenal, merupakan orang pertama yang memperlakukan trigonometri sebagai diseiplin yang terpisah, independen dari astronomi ruang. Ini memungkinkan para astronom menghitung jarak dan arah titik-titik diruang angkasa lebih efisien dan tepat dari pada sebelumnya.

10

Page 11: Astronomi

ASTROLOGI Non-Sains yang Ilmiah

Meskipun tertari terutama pada pengungkapan sifat fisik lingkungan angkasa bumi, para astronom Muslim juga berminat pada penerapan pengetahuan tentang gerakan benda-benda langit untuk memperkirakan kejadian-kejadian yangmempengaruhi kehidupan orang-orang di bumi. Astrologi mereka menggunakan sebagian besar instrumen dan disiplin matematika yang sama dengan yang digunakan dalam astronomi observasional dan teoretis. Pengamatan dan perhitungan astrologi Muslim menunjukkan suatu ciri ilmiah. Bagaimanapun, penafsiran mereka bergantung pada prosedur-prosedur Wahyu metafisika untuk menjelaskan konfigurasi yang berubah pada langit dan maknanya bagi kehidupan sehari-hari.

Sumber-sumber astrologi Muslim sama jauhnya dengan sejarah matematika atau astronomi Muslim. Bangsa Babilon, bangsa Sabian dara Harran di Mesopotamia utara, bangsa Mesir, Yunani, India, Persia, dan Cina semuanya menggunakan pengamatan tergadap bintang-bintang dan planet-planet untuk mengungkap segala bentuk kejadian-kejadian saat ini dan masa depan – politik , militer, lingkungan, dan pribadi. “Hukum langit” telah diterima diseluruh dunia selama beberapa milenia sebagai yang berkuasa, dengan risiko besar jika diabaikan pada tingkat individu, masyarakat, datau dinasti.

Kaum Muslimin mewarisi tradisi praktik astrologi yang kuno, dihormati, kaya, dan seperti hampir semua masyarakat sebelum mereka, melindungi astrolog dan praktik-praktiknya pada semua tingkatan. Ada motif ganda pada pendirian observatorium besar seperti di Maragha dan Samarkand: Khalifah atau pangeran yang berkuasa merasa ditugaskan untuk memperlengkapi istana atau kotanya dengan fasilitas yang paling baik untuk memetakan gerakan-gerakan benda-benda langit, tidak hanya untuk tujuan astronomi murni tapi juga (kdang-kadang malah lebih terutama) untuk memberi astrolog istana dengan data yang tepat untuk menjadi dasar penafsiran dan ramalan mereka, yang penting bagi rencana politik dan militer. Jadi kebanggaan dinasti, tahayul, kesombongan istana, dan antusiasme terhadap sains semuanya membantu astrologi menjadi sesuatu yang permanen dan populer secara luas di seluruh dunia Abad Pertengahan, Muslim maupun non-Muslim.

Astrologi di dunia Islam dipelihara oleh keunggulan kaum Muslimin dalam mengembangkan instrumen-instrumen untuk pengamatan yang tujuan penggunaannya ternyata diluar dugaan, oleh peningkatan mereka dalam perhitungan matematis, dan metoda-metoda penelitian dan analisis astronomi mereka yang semakin canggih. Faktor-faktor ini

11

Page 12: Astronomi

menjadikan astrologi Abad Pertengahan dengan cita rasa ilmiah yang luar biasa, jika bukan ciri rasional yangluar biasa. Dukungan yang diperlukan tersedia: seperti konsep Ptolemeus tentang mekanikan angkasa mendasari pencarian astronomis kaum Muslimin, maka karyanya, Tetrabiblos, studi tentang astrologi, merupakan teks dasar bagi astrolog Muslim. Kaum muslimin menghasilkan banyak sekali naskah-naskah astrologi, tertutama antara abad ke-9 dan ke-14.

Seperti di Eropa Abad Pertengahan, astrologi di wilyah-wilayah Islam sangat populer

12