Astina edisi 1

12
1 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com Ketika Internasional Tersituasi What Situationist Internationale is oleh Tim Redaksi Apakah Situasi, yang jadikan suatu keadaan lokal dapat mendunia? Apakah Internasional, yang dimana di dalamnya semua bangsa berinteraksi dalam harmoni bergerak bersama? Situationist Internationale (SI) adalah suatu gerakan yang mengusung kesadaran individu untuk memulai pembaruan dari dirinya sendiri. Hal-hal kecil yang mungkin tidak terfikir sebelumnya, dapat dilakukan di luar kotak hingga menjadi kenyataan. Melampaui segala macam bentuk batasan, ruang, waktu, bahkan pemikiran. Semuanya tergabung dalam satu sinergi semesta yang bergerak serentak demi perubahan dunia yang lebih baik. ESSAYASTINA i S i Lembaran 2 Media, Propaganda, & Masyarakat 4 Arsitektur Posmodern Frederich Jameson 6 Film & Spiritualitas: Sebuah Pengorbanan 8 Pemikiran Puasa Ibn Khaldun 10 Sastra & Feminisme: Tarian Bumi Saman Astina Adalah forum diskusi para mahasiswa yang berada Universitas Indonesia, lampaui batas angkatan, jurusan, fakultas, golongan, aliran, orientasi, & pemikiran. twitter: @AstinaAcademia email: [email protected] http://astina-academia.blogspot.com Agustus 2010, Edisi Perdana

Transcript of Astina edisi 1

1 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Ketika Internasional TersituasiWhat Situationist Internationale is

oleh Tim Redaksi

Apakah Situasi, yang jadikan suatu keadaan lokal dapat mendunia? Apakah Internasional, yang dimana di dalamnya semua bangsa berinteraksi dalam harmoni bergerak bersama? Situationist Internationale (SI) adalah suatu gerakan yang mengusung kesadaran individu untuk memulai pembaruan dari dirinya sendiri. Hal-hal kecil yang mungkin tidak terfikir sebelumnya, dapat dilakukan di luar kotak hingga menjadi kenyataan. Melampaui segala macam bentuk batasan, ruang, waktu, bahkan pemikiran. Semuanya tergabung dalam satu sinergi semesta yang bergerak serentak demi perubahan dunia yang lebih baik.

ESSAYASTINA

iSiLembaran

2Media, Propaganda, & Masyarakat

4Arsitektur Posmodern Frederich Jameson

6Film & Spiritualitas:Sebuah Pengorbanan

8Pemikiran PuasaIbn Khaldun

10 Sastra & Feminisme:Tarian Bumi Saman

AstinaAdalah forum diskusi para mahasiswa yang berada Universitas Indonesia, lampaui batas angkatan, jurusan, fakultas, golongan, aliran, orientasi, & pemikiran.

twitter: @AstinaAcademiaemail: [email protected]://astina-academia.blogspot.com

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

2 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

“I’m not a servant of the people (much less of their self-appointed leaders). Let the people serve themselves.”

“Let’s not change bosses, let’s change life.”

“The revolution doesn’t belong to the committees, it’s yours.”

“Politics is in the streets.”

-Situationist Internationale Quotes-

Persoalan politik selalu berkembang. Sejarah setidaknya mencatat dua persoalan politik yang melandasi perubahan peradaban. Pertama, munculnya Negara yang mengakui adanya kebebasan individual, (Amerika Serikat) dan kedua yang berdasar kolektivitas (Uni Soviet). Keduanya terkait dengan konteks sejarah pada masa perebutan posisi dan pengaruh dunia kala itu.Puncak dari perang kelas adalah tumbangnya rezim Uni Soviet bagi dunia Internasional, dan munculnya stigmatisasi lokal terhadap PKI di Indonesia. Ini tak dapat terlepas dari fenomena penting dalam masyarakat Indonesia; Kejadian 1965, munculnya PKI sebagai terdakwa atas tindakan ‘makar’. Justifikasi ini berlanjut pada wilayah kepercayaan, dimana PKI diingat sebagai ateist yang tak layak hidup di Indonesia.

Pada perkembangan selanjutnya Indonesia mengalami perubahan pemerintahan dimana peralihan rezim terjadi, yakni Soekarno dengan identifikasi atas Negara berbasis kolektivitas, kepada Soeharto yang pada perkembangnya menjadi Negara Totalitarian. Kedua catatan berkembang

menjadi satu masalah penting bagi politik, yaitu munculnya Amerika Serikat (AS) sebagai Negara pemenang berhasil merebut pengaruh dunia. Inilah yang menjadi satu momentum pengenalan sistem kebebasan individual.

Kebebasan individual tak dapat lepas dari pemahaman demokrasi versi AS; J. Rawls memahami demokrasi sebagai sistem yang berbasis kebebasan dan persamaan manusia, seperti kebebasan berfikir, berbicara, pers, berkumpul, dan memilih agama atau keyakinan yang dianut. Dia juga menyebutkan adanya kebebasan hak milik pribadi, memilih, dan pelayanan publik. Apa benar AS anut demokrasi sesuai konsep Rawls? Ataukah AS bersistem demokrasi individual semata? Hal ini berindikator penting: media, dimana AS selalu berdemokrasi dengan HAM. Seperti tujuan AS invasi Irak: masyarakat Irak yang berdemokrasi tanpa rezim totaliter, dinyatakan juga bahwa Irak bersenjata nuklir pembunuh massal. AS juga berasumsi Iran & Korea Utara tidak berdemokrasi melainkan totaliter, seperti saat politbiro berkuasa di Uni Soviet.

Media, Propaganda, & MasyarakatKetika Kebebasan Dipertanyakanoleh Adityo Anggoro Saragih

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

3 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Seperti yang telah dibahas pada halaman sebelumnya, bahwa media turut ambil bagian dalam perebutan pengaruh dunia, sebagai piala bagi pemenang perang politik, terutama antara dua Negara yang memiliki perbedaan landasan kebebasan tersebut, antara AS yang individual dengan Uni Soviet yang kolektivis. Peranan media secara kontemporer pada politik kini adalah mempertanyakan ulang; Seperti apakah jenis masyarakat yang tengah berlangsung pada saat ini? Lalu bagaimanakah pengertian demokrasi dalam masyarakat demokratis?

Ada dua konsepsi dasar mengenai demokrasi, pertama pada masyarakat demokrasi salah satu hal yang terpenting adalah publik berpartisipasi dengan penuh, berarti bahwa informasi diperoleh secara bebas dan terbuka. Kedua, publik harus dihalangi akan urusan pribadinya sehingga informasi harus dikontrol dengan ketat. Permasalahan lebih lanjut, jika memang demokrasi adalah satu sistem dimana informasi harus dikontrol dengan ketat; Mengapa dan siapa yang melakukan kontrol tersebut? Apa hubungan media dengan propaganda? Pada point Noam Chomsky memposisikan kerisauannya secara tepat.

Sejarah Propaganda yang panjang dapat ditelisik dari mana fase itu hadir. Tahapan ini hadir pada pemerintahan modern. Salah satu contohnya adalah ketika presiden Wilson dengan slogan “Peace without Victory” pada masa terjadinya penumpukan rezim fasis didunia. Rezim fasis seperti kita ketahui bersama yang paling populer adalah Negara Jerman, dan hal inilah yang menjadi misi pemerintahan Wilson sebagai alasan untuk meluluhlantakkan Jerman. Tidak hanya aparatus Wilson saja yang mengambil peranan propaganda untuk menyiasatinya, tetapi juga Intelektual.

John Dewey telah mengingatkan bahwa ‘intelektual memliliki peranan untuk membawa masyarakat dalam perang, dan menunjukkan kesegananan terhadap fanatisme kebangsaan’. Point yang dapat kita ambil mengacu kejadian tersebut, wajar saja propaganda Negara memiliki pengaruh besar ketika didukung oleh kelas yang memiliki pengetahuan.

Pada point ini dapat diambil kesimpulan bahwa penting untuk mengasumsikan intelektual dan Negara sebagai satu variable yang patut diperhitungkan dalam peran kerja Propaganda dengan media sebagai alatnya. Permasalahanya ada pada alasan Negara dalam melakukan praktik tersebut, dan sejauh mana hal tersebut dilakukan secara keseluruhan oleh Negara. Hal ini dipahami tidak dalam keseluruhan as whole entity tetapi sebagai sebagian identitas yang membawa nama entitas yaitu Negara. Entitas tersebut dinamakan “specialized class”. Perubahan radikal dalam demokrasilah yang menjadi pijakan awal ini. Lippmann menjelaskan hal ini sebagai sebuah manufacture consent. Dimana kondisi dipahami sebagai sebuah teknik baru propaganda. Ini dimaksudkan kepada publik yang secara tidak langsung diatur dalam kehidupanya.

Pengaturan publik ini dilakukan oleh kelas – kelas dalam masyarakat. Kelas pertama yang hadir dan bertanggung jawab dalam pengaturan ruang publik. Kelas ini adalah orang yang melakukan analisa, keputusan – keputusan, serta

memiliki pengaruh dalam wilayah sistem politik, ekonomi, dan Ideologi. Posisi ini berpengaruh penting pada posisi masyarakat. Negara yang menjadikan satu tempat bernaung dalam masyarakat hadir dalam dua kelas penting. Kelas pertama fungsinya untuk mengatur dan kelas kedua berfungsi sebagai diatur. Pertanyaan lebih lanjut bagaimana kita membuktikan asumsi bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelas, dan peranan manufacture consent terbukti secara jelas? Serta apa bukti nyata terkait dengan keadaan Amerika Serikat?

Ada dua contoh yang dapat kita pinjam untuk menganalisa bagaimana manufacture consent berfungsi. Pertama pada kasus Nikaragua, pada tanggal 15 Januari Times melaporkan bahwa “para pejabat Amerika mengatakan Nikaragua terkait dengan Terorisme di Bogota namun tuduhan tersebut disangkal oleh pemerintahan Nikaragua. Padahal tuduhan tersebut tidak mendasar tetapi tetap diterbitkan kembali pada New York Times pada tanggal 26 Februari 1986. Efek domino yang muncul adalah pada 18 Maret, sebuah editorial Times berjudul ”The Nicaragua Horror Show” membahas usulan Reagan yang meminta anggaran sebesar $100 Juta untuk membantu “Kaum kontra” melawan tirani kiri Nikaragua.

Editiorial tersebut punya arti penting buat pidato Reagan, dan ini menjadikan isi editorial itu penuh dengan kekeliruan dan tuduhan tanpa dasar yang sama sekali tidak menyenangkan. Para redaktur Times mendesak “Mr Reagan harus bertindak terhadap pelanggaran – pelanggaran moral yang tak terbantahkan” dari kaum Sandinista: Reagan harus menjawab bagaimana cara agar pelanggaran – pelanggaran itu bisa dihentikan dan apa yang bisa dilakukan oleh Amerika . Pada point ini terdapat satu ambisi Amerika yang tidak tersurat dengan jelas, yaitu pada bagian Amerika membantu kaum kontra untuk perlawanan terhadap kaum kiri. Untuk itu, strategi yang lebih penting dilakukan ialah bagaimana membangun suatu “simetri” antara kaum kontra dengan gerilyawan – gerilyawan Salvador.

“Simetri” ini penting artinya bagi propaganda pemerintah AS, dan karena itu inilah tugas pokok bagi media AS. Strategi ini dijalankan dengan tidak menyebutkan besaran dan sifat dari bantuan AS kepada kaum kontra dan keterlibatan langsung AS dalam teror – teror yang dilakukan kaum kontra, dan juga lewat klaim yang tiada henti bahwa, meskipun, “sejumlah bukti menunjukkan bahwa dukungan itu ada, dan patut dipertanyakan berapa lama mereka akan bisa bertahan tanpa dukungan tersebut” .

Kedua, Invasi Indonesia terhadap Timor Timur (sekarang Timor Lorosae) yang memakan korban 200,000 orang dan hal ini ditutupi oleh Amerika Serikat yang didukung dalam hal diplomasi dan milite . Pada dua contoh tersebut dapat kita lihat bahwa manufacture consent berjalan dengan baik pada masyarakat, dan hal ini tidak bisa tidak dilakukan pada Specialized class yang memiliki fungsi control the public mind, dan engineering consent .

Media, Propaganda, & MasyarakatMenjawab Pertanyaan Kebebasan

4 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

Justifikasi PropertiMenuju Etikaoleh Adityo Anggoro SaragihPermasalahan yang jadi debat hebat hingga saat ini adalah soal hak milik atau properti. Sebagian orang terbagi dalam kutub yang dikotomis, antara yang pro dengan yang tidak. Namun untuk membedah permasalahan properti secara jelas, kita harus mendefinsikan properti sebagai hak milik. Kunci masalah ada pada definisi hak milik yang secara radikal mempertanyakan apakah properti sebagai hak milik individu atau kepunyaan masyarakat.

Bagi yang pro terhadap properti individu percaya bahwa itu adalah hasil yang didapatkan dari usahanya sendiri, sedangkan bagi yang anti, hak milik individu didapatkan dari usaha penghisapan hasil kerja orang lain. Ada perlawanan antara kelompok yang memiliki hak milik dengan kelompok yang tidak. Jalan keluar dari dampak tersebut adalah dengan dihapuskannya hak milik individu hingga hanya hak milik bersama yang ada. Akan tetapi kita dapat membuat satu bangunan universal dimana kedua kelompok tersebut percaya pada properti. Yang jadi permasalahan: Siapa yang layak memilikinya? (lanjut ke lembar 11)

Arsitektur PosmodernDi Mata Frederich Jamesonoleh Feby Hendola KaluaraArsitektur posmodern hadir sebagai suatu kritik dari arsitektur modern. Oleh karena itu, ada baiknya dipaparkan sedikit terlebih dahulu mengenai arsitektur modern, arsitektur posmodern, dan hubungannya sebelum kita membahas arsitektur posmodern menurut sudut pandang Frederic Jameson.

Modern atau “modernus” (Latin) adalah kata yang muncul pada akhir abad ke-5 (Ikhwanuddin). Awalnya kata ini digunakan untuk membedakan orang Kristen dengan orang Romawi yang masih menganut kepercayaan paganisme. “Kesadaran akan zaman baru yang membentuk dirinya sendiri dengan cara memperbarui hubungannya dengan masa lalu” adalah apa yang dipahami oleh Habermas sebagai modern.

Yang dimaksud “memperbarui hubungannya dengan masa lalu” pada arsitektur modern adalah pelepasan diri dari zaman sebelumnya, sebuah perlawanan terhadap masa lalu untuk membuatnya menjadi lebih baik. Ia harus menjadi “nyawa peradaban” dengan bentuk yang mempresentasikan sesuatu yang benar, logis, dan bersih dari kebohongan.

Bangunan pada masa ini lebih mengacu pada fungsinya, sehingga ornamen masa lalu yang mencolok mengalami suatu penolakan karena dianggap tidak penting. Fungsionalisme ini merupakan respon dari perang dunia kedua dimana segala sesuatu dipikirkan ke arah manfaat ekonomis

bukan unsur dekoratif atau bahkan estetika. Munculnya gagasan purisme, dimana bentuk dasar geometri jadi acuan nilai keindahan, juga sangat menonjol di bangunan-bangunan karya Mies van der Rohe. Bangunannya yang sangat menekankan fungsi, minimalis, dan seringnya menggunakan material yang sangat menonjol pada era revolusi industri: baja dan kaca.

Munculnya teknologi baru dan adanya keinginan untuk pulih dari perang dunia membuat dunia arsitektur pada saat itu memuja yang ekonomis, fungsionalis, dan rasionalis. Gejala ini tak hanya beredar di segelintir negara saja. Sebab bentuknya yang cenderung menolak masa lalu, maka ia pun menolak apa yang menjadi ciri khas dari bangunan suatu daerah dan berkesan “lampaui batasan negara,

sehingga bersifat internasional ” (Gunawan Tjahjono).

Kata post seringnya identik dengan “sesudah”. Namun, postmodernisme pada dunia arsitektur tak secara mentah diartikan sebagai “paham sesudah modern”. Meskipun terkesan melawan modernisme, posmodernisme tidak serta merta melepaskan diri dari modernisme itu sendiri. Ia merupakan turunan dari modernisme, sehingga bisa saja diambil dari modernisme itu sendiri. Tujuan dari gerakan ini adalah terciptanya penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan yang ada untuk mengatasi elitis yang muncul dari masa sebelumnya, sehingga muncullah bentuk bangunan yang lebih beragam dan sarat akan makna.

Lengsernya era modernisme di arsitektur ditandai dengan peledakan Pruitt Igoe, yang dianggap gagal karena terjadi begitu banyak kerusakan, vandalisme, bahkan pornografi di dalamnya. Arsitektur modern pun terkesan tidak manusiawi dan menjadi monoton. Di sinilah arsitektur posmodern muncul menggantikan arsitektur modern.

“...I would like to argue that architectural space is also a way of thinking and philosophizing, of trying to solve philosophical or cognitive problems. To be sure, everyone agrees that architecture is a way of solving architectural problems...”

Frederic Jameson

Pruitt IgoeMaret, April, & Juli 1972, gedung apartement yang menjadi simbol kegagalan arsitektur modern diruntuhkan. Aspek sosial mulai diperhatikan sbg pertimbangan desain.

5 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Arsitektur PosmodernFrederich Jameson

Adanya penggunaan kembali bentuk-bentuk masa lalu, arsitektur posmodern sangat hargai perbedaan kebudayaan, hingga timbul paham pluralisme. Hal ini berbeda dengan arsitektur modern yang mengacu fungsionalisme dan gaya internasional. Paham pluralisme juga menjadi bentuk penolakan dominasi pengaruh barat. Dengan demikian bisa dibilang arsitektur posmodern juga bersifat anti-universalist.

Posmodernisme hadir dari kritik terhadap modernisme, tapi tak berarti lebih baik dari modernisme. Frederic Jameson mengkritisi posmodernisme, mengingatkan kita kembali bahwa ada yang perlu disadari, termasuk dunia arsitektur. Jameson melihat posmodern atas perayaan budaya konsumerisme dan era informasi sebagai daya cipta nan manipulatif, mengejutkan, dan terkadang neo-konservatif. Hal ini juga tercerminkan dari pembahasannya mengenai rumah seorang arsitek posmodern, Frank Gehry yang bagi Jameson terlihat sebagai bangunan yang terbungkus daripada suatu penciptaan bentuk baru. Dengan kata lain, Jameson mempertanyakan kreativitas arsitek posmodern itu sendiri.

Pada dasarnya desain Gehry merupakan hasil renovasi rumah lama yang dibeli oleh sang arsitek. Dia suka rumah tua tersebut namun juga ingin membuat sesuatu yang lebih dari sekedar rumah dengan memberikan frame berbentuknya seperti kubus oleng (tumblingcube).

Yang paling kontradiktif pada bangunan ini adalah bagian mayor (ruang keluarga & kamar utama) dan kompleks (pintu masuk, ruang makan & dapur) dimana terjadi permainan antara bagian lama dan baru dari rumah itu. Bagian lamanya seakan menyimpan memori tersendiri dan di bagian barunya seperti terjadi perluasan dari bagian yang berkenang tersebut. Terjadi dramatisasi ruang dari frame yang juga terasa dari adanya kerancuan terhadap apa yang disebut “di dalam” dan “di luar” serta material kaca sebagai pembungkus dari bagian baru tersebut. Ambiguitas seperti ini sebenarnya membingungkan. Gehry, di mata Jamesonm, membuat sesuatu yang berantakan dan tidak jelas orientasi

spasialnya. Belum lagi dengan bentuk frame yang asing. Jameson menganggap ini selayaknya arsitektur monoton di zaman modern.Selain Jameson, juga ada para fotografer yang berpendapat sama dengannya terhadap rumah Gehry tersebut. Mereka melihat rumah itu dengan ide yang berbeda, sehingga buat mereka tata ulang furniture yang ada agar tercipta bentuk rumah ideal sejauh mata memandang.

Arsitektur postmodern kaya akan makna, banyak cerita yang disampaikan di setiap bangunannya. Namun, ternyata hal ini merupakan sebuah masalah bagi Jameson karena hilangnya arah karena ketidakjelasan spasial di bangunan tersebut. Yang hendak dikomunikasikan oleh arsitek mengenai bangunannya juga belum tentu tercapai. Perspective illussion dan perspective contradiction pada rumah Gehry pancing banyak tanya. Apa yang sebenarnya persepsi kita mengenai rumah tersebut? Permainan antara yang kuno dan baru menjadi sesuatu signifikansi di arsitektur posmodern,

begitu pula pada desain Gehry. Namun, pandangan ini juga tidak memberi kejelasan fungsi dari banyaknya makna tersebut, selain kerancuan. Walaupun begitu Jameson menganggap adanya kerancuan utopis tentang “new living space”. Menurut Jameson ada yang disebut sebagai the power network of so-called multinational capitalism, yang menjerat kita pada jaringan global nan kompleks dan menderita di dalamnya karena perpanjangan ruang korporat.

Di saat yang sama kita tidak bisa membuat model mengenai hal itu di mata pikiran kita. Sederhananya, karena pengagungan pluralisme di era posmodern ini, “tempat” kini tidak memliki batas lagi dan jaringan dengan mudahnya saling menjangkau sehingga menyebabkan munculnya apa yang disebut kapitalisme multinasional.

Paradoks ini tercontohkan di tumblingcube yang ada pada rumah Frank Gehry. Ia merupakan sesuatu yang baru dari rumah tersebut atau dengan kata lain tumblingcubetersebut melakukan intervensi spasial pada bagian lama rumah. Selain itu, material yang digunakan pada pembungkus bangunan ini juga bisa dibilang material murahan, seperti alumunium, kayu, dan sebagainya, kontradiktif dengan pencitraan Amerika sebagai negara yang berteknologi tinggi. Ini timbulkan pertanyaan mengenai pemikiran kapitalisme kontemporer Amerika.

Kesimpulannya, keabstrakan ruang yang terjadi di arsitektur posmodern sangat luas. Salah satu cirinya sebagai arsitektur yang penuh metafor dan ambiguitas. Sesuatu yang sangat fundamental seperti “di dalam” dan “di luar” pun menjadi samar. Selain itu, bagi Jameson, arsitektur posmodern tidak memberikan sesuatu yang baru.

Sering kali bentuk baru itu hanya berupa pencomotan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Di balik itu semua, hasil karya Gehry ini tak bisa dihakimi sebagai karya yang buruk, meski bentuk barunya dianggap sekedar pembungkus oleh Jameson. Kualitas ruang yang diciptakan oleh Gehry adalah untuk diri dan keluarganya sebagai penghuni rumah tersebut. Jika ia rasa nyaman dan sesuatu yang bermakna di ruang tumblingcube tersebut, maka tidak ada masalah. Bahkan bisa saja menjadi “new utopian spatial language”, seperti yang disebut Jameson.

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

“...if the great negative emotions of the modernist moment were anxiety, terror, the being-undo-death, and Kurtz’s “horror”, what characterizes the newer “intensities” of the postmodern, which have also been characterized in terms of the “bad trip” and of schizophrenic submersion, can just as well be formulated in terms of the messiness of a dispersed existence, existential messiness, the perpetual temporal distraction of post-sixties life...”

Frederic Jameson

6 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

“Those who talk about revolution and class struggle without referring to everyday reality have a corpse in their mouth.”

“The future will only contain what we put into it now.”

“We refuse to be high-rise, diplomaed, licensed, inventoried, registered, indoctrinated, suburbanized, sermonized, beaten, tele-manipulated, gassed, booked.”

-Situationist Internationale Quotes-

Sebagai suatu perjalanan, Le Grand Voyage menawarkan suatu pemandangan yang indah dengan penggambaran daratan Eropa selayaknya surga dunia. Namun perjalanan fisik tersebut hanyalah bagian kecil dari suatu perjalanan batin, maka jarak ribuan mil itu bukanlah suatu yang penting untuk disimak jika tidak diselipkan dengan berbagai peristiwa yang perkuat jurang perbedaan antara sang ayah yang agamis dan si anak yang lahir sebagai generasi dengan latar waktu dan tempat berbeda. Berbagai masalah ikut serta kemana dan dimana pun mereka singgah. Kecenderungan keras kepala sang ayah, paksakan kehendak individual demi hak spiritualnya, tak jarang ancam nyawa keduanya.

Masalah lain juga hadir di film ini: ekonomi, politik, sosial, dan spiritual. Masalah ekonomi terpapar saat mereka dirampok oleh seorang asing yang diasumsikan sebagai orang baik hanya karena pertolongannya ketika mereka lewati perbatasan. Hal ini terkait dengan masalah politik dan kendala perbedaan bahasa yang akhirnya membuat mereka menaruh kepercayaan kepada orang asing tersebut. Isu politik daerah perbatasan pun juga terkait dengan hubungan

sosial antar manusia. Dalam film ini terutama diperlihatkan antara mereka yang memiliki persamaan latar spiritualitas, seperti yang digambarkan pada interaksi sang ayah yang memaksakan untuk memberikan tumpangan kepada seorang ibu. Yang menarik adalah bahwa ketika ibu itu mendadak raib begitu mereka tiba di pos pemeriksaan perbatasan.

Ada dua pemaknaan dari adegan tersebut. Pertama apakah ibu itu nyata, atau hanya penampakan. Kedua ibu itu nyata dan hanya menghindari pemeriksaan untuk kemudian kembali muncul setelah pos perbatasan berlalu. Pertentangan kembali berlanjut ketika sang ayah ingin tetap menolong perempuan misterius itu sedangkan si anak berpikir bahwa tak akan cukup uang mereka jika menampung perempuan itu selama perjalanan mereka menuju Mekkah. Namun ironisnya sang ayah akhirnya memiliki pandangan yang sama dengan melakukan tindakan yang si anak tak sangka, yakni meninggalkan perempuan misterius itu di suatu tempat usai beristirahat sejenak. Spiritualitas yang berbenturan dengan aspek-aspek lain inilah yang dipahami sebagai bentuk masalah yang utama dalam film ini.

Film & Spiritualitas: Le Grand VoyageSebuah Perjalanan Pengorbananoleh Taufan Muhamad

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

7 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Baik pembahasan mengenai peristiwa pengorbanan Ibrahim atas Ismail, kaum Muhajirin dan Anshar, hingga perjalanan menuju Mekkah yang menjadi cerita dengan paparan linear dalam film ini, semuanya mengacu pada suatu konsep spiritualitas, yakni pengorbanan. Dalam agama duniawi seperti Hindu maupun Budha pengorbanan cenderung dipahami sebagai suatu yang bersifat deraan lahiriah yang tampak semata. Sedangkan agama ukhrawi seperti Islam, Yahudi, Katolik, maupun Kristen, pengorbanan tidak hanya sekedar itu melainkan juga aspek batiniah tidak kasat mata.

Kejadian ini juga ditemui terutama jika kita mengambil contoh penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan secara musiman pada bulan Dzulhijjah menurut penanggalan berdasarkan peredaran bulan yang berbeda waktu dengan penanggalan matahari. Dari sini saja sudah terlihat bahwa pengorbanan waktu adalah yang paling utama terkait dengan ibadah haji seseorang, terlepas dari kesiapan batin individu yang menjalankannya. Meskipun dilakukan secara individual, pada kenyataannya dilapangan ibadah haji merupakan suatu ibadah komunal terbesar dalam rukun Islam.

Pengorbanan kedua yang tersirat dalam ibadah haji adalah tenaga. Seperti yang disampaikan sang ayah dalam dialognya dengan sang anak. “Air laut baru akan kehilangan rasa pahitnya setelah ia menguap ke langit, begitulah air laut menemui kemurniannya. Ia harus mengangkasa melewati awan. Inilah mengapa lebih baik naik haji berjalan kaki ketimbang naik kuda. Lebih baik naik kuda ketimbang naik mobil. Lebih baik naik mobil ketimbang naik perahu. Lebih baik naik perahu ketimbang naik pesawat terbang.”

Namun pada kenyataannya kini pengorbanan yang berbentuk tenaga itu sudah dapat tergantikan dengan alat barter yang bisa digunakan dengan apa pun: uang. Oleh karena itu pengorbanan tenaga berubah menjadi pengorbanan materi semata. Yang miris dan menyayat hati adalah ketika peristiwa ibadah yang akbar ini menelan korban jiwa, terutama yang disebabkan karena kelelahan fisik para jemaah haji dengan paket perjalanan ONH biasa yang harus tempuh jarak jauh karena pembatasan area lalu lintas untuk mengakses Masjidil Haram.

Ada rasa ketidakadilan di sana, bahkan apabila kita bandingkan dengan masa kenabian baik dalam kitabsuci maupun yang kerap kali dikutip oleh para alim ulama. Kalau mengikuti logika berpikir dari film ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa mereka lah yang memberikan pengorbanan lebih besar lah yang lebih murni ibadah nya daripada mereka yang memudahkan segala hal sehingga pengorbanan menjadi lebih ringan. Ibadah haji sebagai kegiatan spiritual komunal terbesar yang disinggung dengan perspektif individual bahwa memilih keyakinan adalah hak individual. Ini kerap kali terlihat dalam karakterisasi dua tokoh utama dalam film. Penggambaran sosok ayah sebagai sosok yang beriman dan memegang teguh agamanya baik secara fisik dan batin, dibungkus dengan karakter keras kepala namun tidak memaksakan spiritualiats dari keyakinan yang dijalankan kepada anaknya, simbolkan kontekstualitas masa kejayaan agama sebagai identitas sosial utama. Sosok

anak sebagai generasi kedua kaum imigran Timur Tengah di tanah daratan Eropa menyimbolkan perbedaan masa yang menyebabkan dinamika masyarakat kontemporer terutama menyoal masalah modernisasi serta dampak globalisasi terhadap nilai spiritualitas. Inilah mengapa jalan cerita kemudian berakhir dengan kematian sang ayah yang menguras dimensi kesedihan dan menggetarkan jiwa penonton. Sebagai konsekuensi logis dari ketidakbecusan beliau sebagai imam atas anaknya, mungkin bukan alasan yang cukup kuat mengapa film tersebut berakhir tragis seperti itu. Pemahaman seperti ini sebagian besar dipengaruhi oleh adanya alam ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness) sebagai agen ideologi yang menanamkan secara internal sistem nilai dari bentuk spiritualitas yang sama natar generasi, dimanapun berada, dan bagaimana pun cara dan macamnya.

Ada yang lebih penting dan utama dari hanya sekedar proyeksi dari pemahaman di atas. Jika ketidaksadaran kolektif lebih cenderung terjadi pada masa ketika konsep spiritualitas dipahami sebagai sesuatu yang bersifat komunal dan merupakan bagian dari identitas sosial yang dimiliki bersama oleh kelompok masyarakat tertentu, maka pendekatan di atas tumbang sebagai akibat dari pergeseran konsep spiritualitas yang bersifat individualis. Dari sesuatu yang bersifat privat tersebut maka semua sistem nilai bukan lagi sesuatu yang mengalami proses internalisasi secara satu arah (pedagogy) dari orang tua ke anak, entah dalam sosialisasi hubungan interpersonal maupun pada situasi yang sarat akan ritual ibadah sebagai bukti nyata spiritualitas itu sendiri.

Sistem nilai seperti kekeluargaan, keyakinan, moralitas, dan lain sebagainya seperti yang dipaparkan dalam film maupun yang terjadi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari akan lebih efektif jika diinternalisasi dengan proses dua arah atau lebih (andragogy). Pendekatan ini memahami bahwa kesadaran individu dari pengalaman langsung adalah cara yang paling ampuh dalam memberikan sosialisasi mengenai nilai yang kemudian akan diterapkan sebagai hasil dari proses berpikir aktif dari pengalaman tersebut. Ending yang tragis berikan pemahaman bahwa spiritualitas, dapat diterima akal sehat. Internalisasi ini juga berangkat dari akal sehat dan pemahaman mendalam serta menyeluruh dari setiap peristiwa yang dicontohkan dari tiap adegan yang ada, bahkan kepada mereka yang memiliki latar belakang identitas sosial yang berbeda. Maka dari itu, spiritualitas sebagai mata air dari segala motivasi yang mendorong perilaku manusia adalah bagian penting dari keutamaan.

Sebagaimana pesan yang disampaikan film ini bahwa kesempatan untuk melakukan segala macam perbuatan hanya datang satu kali. Yang menjadi prioritas bukan sekedar menghargai kesempatan tersebut, melainkan menyadari segala konsekuensi dari semua pilihan yang diambil sebagai hasil pemikiran yang matang dan penuh tanggung jawab dan melakukannya dengan penuh kesadaran, bukan hanya karena apa yang dikatakan oleh orang lain tentang mana yang baik dan buruk, melainkan kemurnian dari nilai kehidupan.

Le Grand VoyageSpiritualitas Sebuah Pengorbanan

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

8 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

Terror / HumanitasMembayar Hutang Mataoleh Adityo Anggoro SaragihSejarah perjalanan manusia adalah fase yang penuh episode panjang. Kita selalu bertanya kembali apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi hari esok. Apakah esok akan lebih baik dan menjadi dasar masa depan? Apakah cara untuk mencapai hari esok dilakukan dengan kekerasan seperti bom bunuh diri, pembunuhan massal, pemukulan, terror dapat mencapai hari esok yang lebih baik? Seperti yang akrab di keseharian hidup kita, misal pemukulan FPI, maupun bom bunuh

diri Imam Samudra. Golongan tersebut percaya bahwa tindakan yang mereka lakukan akan mencapai kebaikan untuk hari esok, hari esok yang akan datang dimaknai sebagai satu surga yang dijanjikan oleh Agama.

Terry Eagleton memandangnya dalam tiga hal penting. Pertama golongan tersebut dikategorikan sebagai Terrorist, kelompok yang hilangkan ide, dengan ajaran yang timbulkan tindak sederhana seperti membunuh. Caranya dengan tindakan terror yang bantu laksanakan pandangan politik mereka. Kedua terrorisme sebagai bentuk tertua dari humanitas.

PuasaDalam Pemikiran Ibn Khaldunoleh Arie PutraTerlahirlah seorang anak lelaki, pada 27 Mei 1332 M,1 Ramadhan 732 H (tarikh almanak Islam). Putra dari keluarga Abu Zaid ini bernama lengkap ‘Abd al-Rahman Abu Zaid Waliudin Ibn Khaldun. Generasi penerus dari Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ibn Khaldun ditakdirkan lahir dari keluarga terdidik sehingga hal itu membuka perjalannya hidup dalam lingkungan keilmuan yang sangat kuat. Selain giat dalam pendidikan Islam dan Al-Qur’an dengan tradisi yang ketat, beliau juga lampiaskan hasratnya dengan pelajari matematika (kepastian perhitungan dengan rasionalitas), serta sejarah (sorotan peristiwa masa lalu yang terus diperbaharui bentuknya seiring alur waktu). Tradisi dari tiga ilmu inilah yang melandasi pemikirannya dalam memahami dunia.

Seorang intelektual yang tumbuh pada keluarga yang berkedudukan terhormat di masyarakat dan pemerintahan, sekaligus keturunan salah seorang Sahabat Rasulullah SAW, yakni Wail bin Hajar yang ikut bersama tentara Muslim memasuki Andalusia, membuat Khaldun menjadi seseorang yang libatkan kemampuan keilmuannya sebagai awak pemerintahan, bahkan karyanya yang paling fundamental dan fenomenal al-‘ibar (ilmu alam semesta), yang sisipkan Muqaddimah termasyur itu sebagai salah satu jilidnya adalah sebuah persembahan kepada seorang raja di negeri Magribi, yang kini diindikasikan sebagai Maroko. Catatan

singkat diatas merupakan sebuah pembuka bagi kita untuk menyelami pemikiran Ibn Khaldun mengenai puasa. Tanpa mengenal sosoknya, tiada tahu dimana rimba pemikirannya.

Puasa adalah sebuah jalan menjaga kesehatan, kurangi toksin dalam tubuh bagi masyarakat menetap. Dalam melihat persoalan ini, Ibn Khaldun membagi masyarakat Arab menjadi dua: yang menetap (koloni) dan berpindah (nomaden). Puasa adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh umat Islam, pada dasarnya untuk yang sudah menetap, hal ini terlihat bagaimana syariat ini tidak harus berlaku pada orang-orang yang berpindah (musyafir). Dua tipologi masyarakat yang diajukan Ibn Khaldun akan dikomperasi dengan konsep ini dan dengan asumsi dasar yang mengatakan alam lah pembentuk kebudayaan sebagai hasil dari hubungan manusia. Masyarakat yang menetap adalah sebuah awal mula munculnya peradaban. Dalam tesis Ibn Khaldun, Peradaban hanya akan muncul pada masyarakat yang sudah

menetap. Peradaban merupakan sebuah bentuk bangunan kebudayaan yang dikonstruksi terus menerus sehingga adaptif dengan tempat keberadaannya. Masyarakat menetap telah mampu mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan mereka yang dimanifestasikan dalam bentuk produk-produk kebudayaan. Makanan merupakan salah satu bentuk dari produk kebudayaan tersebut.

Masyarakat yang sudah menetap mampu menghasilkan sebuah rumusan yang kompleks dalam kehidupanya dan makna yang sangat kompleks juga dalam cara berfikirnya. Makanan merupakan suatu bentuk pengetahuan yang komplek dapat dilihat dalam hal bumbu-bumbu dan tekstur dari makanan tersebut. Menurut Ibn Khaldun, Makanan yang kompleks tersebut menghasilkan endapan toksin yang banyak dan setiap harinya akan bertambah dalam tubuh manusia. Sehingga, Mengganggu dalam hal berfikir dan mengurangi produktifitas. Sederhananya, faktor-faktor inilah yang mendorong untuk wajib menjalankan puasa sehingga dapat mengurangi jumlah toksin yang mengendap di dalam tubuh pada masyarakat menetap.

“Masyarakat terbagi menjadi dua, yang menetap (koloni) dan berpindah (nomaden), Dan peradaban hanya muncul pada masyarakat yang sudah menetap.”

Ibn Khaldun

“The biblical injection ‘an eye for an eye and a tooth for a tooth’, commonly cited as the very model primitive vengeance.”Terry Eagleton

9 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Pemikiran PuasaIbn Khaldun

Hal sebaliknya terjadi pada masyarakat tak menetap. Mereka tidak pernah bangun produk budaya capai suatu posisi mapan\permanen, tergantung kepada alam yang mereka tinggali seperti suku Arab Baduy yang dicontohkan oleh Ibn Khaldun di dalam Muqaddimahnya. Mereka hanya hasilkan makanan selalu pada tahap sederhana. Mereka tidak memiliki “momen” dan “durasi” untuk mengkonstruksi makanan mereka ke tahap yang kompleks dan pengetahuan yang mereka miliki akan suatu makanan, sekali lagi tergantung dengan tempat yang mereka lewati pada suatu waktu. Asumsinya, racun yang tidak disadari berada di dalam makanan mereka tidak akan banyak. Atas dasar ini, masyarakat berpindah tidak memiliki tumpukan toksin yang banyak di dalam tubuh. Jika kita alihkan kepada kajian teologis, Islam sarankan bagi musyafir atau orang yang berpindah untuk tidak menjalankan ibadah puasa karena pada dasarnya tumpukan toksin yang mereka miliki juga tidak banyak dalam satu tahun.

Pada konteks kini, masyarakat dunia mayoritas menjalankan kehidupan dengan menetap. Seorang musyafir pun diberi akses yang sangat mudah untuk menempuh perjalanan yang diinginkannya sehingga musyafir pada dasarnya tidak perlu tidak menjalankan puasa. Hal ini berkaitan juga dengan makanan yang akan dimakannya memiliki tekstur yang kompleks karena seluruh makanan yang dinikmati dalam perjalanan adalah sebuah produk dari masyarakat menetap berwujud jejeran warung di Jalan Lintas Sumatera atau Jalur Pantura. Oleh karena itu, tidak berpuasa bagi musyafir zaman sekarang sama saja menambah toksin tahunan yang menumpuk di dalam tubuhnya. Dengan berpuasa lah, orang-orang akan mengurangi jumlah tumpukan toksin tahunan yang ada di dalam tubuhnya dan menjalani hidup yang sehat sekaligus pikiran yang jernih.

Ibn Khaldun adalah seorang ilmuwan dari zaman kejayaan Islam pada fase akhir, saat mulai surutnya kekuasaan Islam di Sevila, Cordova, dan Andalusia, Spanyol. Semangat yang paling menonjol dari karya-karyanya adalah penolakan absurditas dalam tinjauan historis, termasuk ilmu sosial (sebagai sebuah studi). Seperti yang dilakukan oleh Ibn Khaldun dalam kritiknya terhadap beberapa ahli geneologi yang absurd, Ibn Khaldun

mengatakan banyak ahli geneologi berpendapat orang Afrika yang berkulit hitam adalah keturunan Nabi Nuh yang didoakan karena ingkar sehingga kulitnya menjadi gelap. Penolakan Ibn Khaldu ini dilandasi dengan penelitian empiriknya yang berkesimpulan, bahwa hal ini adalah pengaruh alam yang sangat berbeda secara topografis dan iklim di berbagai belahan bumi. Poin utama yang ingin disampaikan oleh Ibn Khaldun adalah kekuatan manusia dalam berfikir yang telah dianugerahi oleh Sang Khalik. Untuk itu, menjalani agama pun harus dengan ilmiah dan pikiran yang analitis, agar praktek agama tidak hanya menjadi sekedar dogma dan hanya kepentingan sepihak.

Terror / HumanitasLunasnya Hutang

Sejarah manusia mencatat beberapa kejadian yang menunjukkan tindakan membunuh, menjagal sesama manusia. Tindakan tersebut bukan tanpa alasan, dan alasan inilah menjadi point ketiga dalam pemikiran Terry Eagleton yaitu pandangan akan ‘sacred’. ‘Sacred’ adalah pandangan tentang satu yang sangat tidak masuk akal dan memiliki arti dua. Pertama ia sebagai sesuatu yang suci dan mencerca, ia juga sebagai pemberkatan ataupun sebagai kutukan, ia juga sebagai sesuatu pemberian kehidupan atau juga sebagai transaksi atas kematian.

Persamaan antara ‘Terror’ dan ‘sacred’ dapat kita lihat dari beberapa kejadian sejarah seperti membunuh seseorang atas nama Allah atau Tuhan, atau membunuh anak – anak atas alasan demokrasi. Pada point alasan pertama yaitu membunuh seseorang atas nama Allah atau Tuhan menguatkan bahwa, pandangan Terror sebagai sebuah ide religious, dan ide inilah yang menjadi pendasaran legal bagi para Terrorist untuk melakukan tindakan bunuh diri ataupun tindakan kekerasan lainya. Keadaan tersebut menjadi kekuatan ambivalen dari agama yaitu pertentangan antara satu yang mengairahkan dan juga menghancurkan. Amrozi juga memiliki pendasaran yang sama mengapa ia melakukan tindakanya tersebut, karena mereka kafir dan saya membunuh orang kafir maka saya akan dapat ganjaran di surga kelak. Radikalnya adalah Terry Eagleton berpandangan bahwa Terror adalah bentuk tertua dari Humanitas, hal itu terhubung dengan adanya ‘sacred’ yang tidak bisa tidak dilepaskan dari Agama. Atas nama ‘Tuhan’ surga menjadi satu legalitas tindakan tersebut meskipun tindakan tersebut dapat merugikan orang

banyak. Keadanan ini menjadi pertanyaan filosofis apakah Terror yang membangun humanitas? atau pun humanitas tidak bisa tidak terlepas dari Terror? Humanitas berurusan dengan kualitas menjadi manusia, kebaikan, kebajikan,derma. Masalah yang lebih dalam, bagaiamana jika humanitas atau dalam hal ini kebajikan ini dibangun dari ‘terror’, pembunuhan dan ‘sacred’.

Apakah hal tersebut masih dapat digolongkan sebagai humanitas? Atau terror yang menuju humanitas. Tak hanya Terry Eagleton yang melihat Terror hadir dalam sejarah manusia, Noam Chomsky juga melihat hal yang sama akan permasalahan Terror. Jika Amerika percaya bahwa Humanitas tertinggi ada pada Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, yang selama ini selalu menjadi firman – firman mereka maka hal tersebut dibantah oleh Chomsky. Salah satu contoh mengapa hal tersebut terjadi adalah kejadian Nicaragua yang pada saat itu terjadi pertarungan politik yang hebat antara rezim pro dengan kaum kontra. Hal ini menimbulkan keadaan yang tidak stabil, apalagi Amerika melihat rezim pada saat pemerintahan Nicaragua waktu itu bukan sistem ‘demokrasi’. Hal ini membuat Amerika memiliki satu intensi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun hal tersebut bukanlah sepenuhnya benar, sebab Amerika memiliki agenda lain.

Agenda tersebut terwujud dalam program pelatihan militer dari Amerika Serikat terhadap kaum kontra. Pada poin ini Chomsky melihat bahwa asal muasal budaya terror adalah penerimaan prinsip Amerika, pada kasus ini adalah adanya kesepakatan kerjasama bidang Pertahanan yang dilakukan Amerika terhadap kaum kontra. Implikasi lebih lanjut adalah kesuksesan serikat secara tidak langsung untuk gunakan kekerasan. Keadaan ini dikarenakan adanya dukungan Amerika Serikat terhadap kaum kontra dan ini menjadi bantuan Amerika untuk membantu mereka yang berada dalam pihak kamu untuk menggunakan kekerasan. Pada contoh ini menujukkan bahwa tendesi Amerika menciptakan Demokrasi dan HAM dibangun atas Terorr dan kekerasan, dengan melakukan bantuan dalam bidang militer maka Amerika menjalankan misi Demokrasi dalam Nicaragua.

Baik Terry Eagleton dan Chomsky kembali mempertanyakan ulang apakah Terror yang mendasari Humanitas atau Humanitas memang didasari pada Terror. Pertanyaan ini harus kita coba sehingga impian akan masa akan datang yang lebih baik, damai, bisa kita hadirkan meskipun hal itu sulit.

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

10 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

Kebebasan WanitaSebuah Utopiaoleh Kinanti MunggareniPermasalahan perempuan tak pernah habis, apalagi kebebasannya. Dua buah sajak berjudul “Surat Nadia” dan “Surat Jennifer” berbicara tentang hal tersebut. Ada perbedaan dan pertentangan yang terdapat dalam kedua sajak tersebut.

Baik Jennifer ataupun Nadia, keduanya orang yang bebas, lepas, telikung kungkungan norma. Tubuh mereka biarkan menari dengan bebas tanpa peduli tanggapan orang-orang sekitar. Tetap ada perbedaan pada dua

tokoh tersebut. Tak hanya itu, terdapat pula pertentangan yang dilakukan sang pemuisi (penulis sajak ini) ketika memandang kedua tokoh ciptaannya tersebut.

Kebebasan bagi Jennifer adalah sesuatu yang telah lampau. Sesuatu yang telah terjadi di waktu yang jauh. Bahkan lebih dari itu, kebebasan itu adalah sesuatu yang ingin dilupakan –bahkan dibuang. Seperti bagian busuk dari buah yang terlalu matang. Lalu demi melupakannya, Jennifer memilih penjara untuk menuntaskan kebekuan panjang yang ia ciptakan sendiri.

Sastra & FeminismeMembedah Saman Di Atas Tarian Bumioleh Maulida RaviolaDalam sejarah pemikiran feminisme, karya sastra adalah media yang berperan penting terhadapa kesadaran publik mengenai feminisme. Karya sastra menjadi penting untuk memotret realitas masyarakat pada zamannya dan juga sebagai sebuah karya yang mampu melakukan konstruksi, bahkan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap realitas. Hal ini dapat kita lihat sejak munculnya feminisme gelombang pertama. Emile, novel karya Jean-Jacques Rousseau, yang mengangkat isu ‘dimorfisme seksual’: laki-laki adalah makhluk rasional, perempuan adalah makhluk emosional, menjadi sebuah karya yang lahirkan pemikiran feminisme liberal. Setelah itu, berbagai karya sastra yang mengangkat isu feminisme terus bermunculan.

Aminuddin mengemukakan bahwa pengarang adalah penutur, seseorang yang memiliki sensitifitas terhadap realitas dan kembali merefleksikannya. Dengan demikian, dalam proses penciptaan, pengarang tidak bebas dari pengaruh tersebut, baik dari dirinya sendiri maupun pengaruh keadaan sosial budaya serta pandangan masyarakat. Pengamatan terhadap penulis perempuan sangat menarik untuk menalaah poin-poin ini.

Secara umum, kedua novel ini lukiskan suatu pandangan yang hidup dalam masyarakat, yang memiliki potensi untuk menjadi saksi zamannya mengenai masalah wanita, warga kelas dua atau the second sex akibat patriarchal power. Karakter Shakuntala

dalam Saman representasikan perempuan muda dari keluarga kelas menengah. Shakuntala adalah salah satu dari tokoh utama dalam novel, yang digambarkan sebagai seseorang dengan jiwa pemberontak, terutama terhadap sosok ayahnya, yang dianggap terlalu konservatif dan patriarkis.

Dalam novel, yang gunakan sudut pandang orang pertama dan ketiga secara bergantian, beberapa kali menggunakan sudut pandang Shakuntala. Melalui tuturannya, dia berkisah tentang perjalanan hidupnya, kebencian terhadap ayahnya, serta mengekspresikan seksualitasnya. Dia berontak dari sistem yang dijalankan oleh ayahnya dengan menari, suatu aktivitas penuh ekspresi gairah dan kebebasan, kegiatan yang juga tidak disetujui oleh ayahnya. Melalui tarian Shakuntala memaknai dan ekspresikan tubuh dan seksualitas. Ayahnya kerap memasung Shakuntala, bahkan pindahkan dia dari sekolah. Dengan berbagai tindakan opresif ini, Dia menyimpan dan mengekspresikan kemarahan dan ketidakpuasan

terhadap ayahnya. Dalam novel ini, bagi Shakuntala ayahnya adalah simbol patriarki, simbol dominasi laki-laki, dan dengan jelas ia menolak sistem ini.

Salah satunya dengan menyatakan keengganannya untuk menggunakan identitas ayahnya dalam kehidupan sehari-hari. Penyebutan ’sundal’ (bitch) dalam konteks seksual maupun sosial, dimaknai sebagai perempuan tidak tahu aturan. Yang paling mengganggu dari sundal ini adalah androginitas. Ia memadukan di dalam dirinya kualitas yang didefinisi sebagai maskulin dan juga feminin. Seorang sundal bersifat “tidak beradab” dalam kebudayaannya. Androgini adalah salah satu ciri yang penting dari feminisme radikal-libertarian. Seperti telah diutarakan sebelumnya, menciptakan manusia androgini, yang bawa sifat terbaik dari maskulinitas dan femininitas menjadi tujuan feminisme radikal libertarian.

”...kemerdekaan seksualitas; mereka gambarkan kegelisahan manusia modern di dalam hipokresi seksual, bukan saja untuk membuat sensasi tapi untuk menggugah & bangunkan masyarakat yang telah biarkan berlangsungnya perbudakan yang begitu menakutkan...”

Steven Marcus

Nadia & Jennifer“Nadia, kubaca riwayatmu di kerang...” “...tak kubaca suratmu, Jenni, tak ingin kuingat lagi kisahkisah tua, dalam pandanganmu yang selalu misteri.”

11 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

Feminisme & SastraTarian Bumi Saman

Dia pilih untuk puaskan dirinya tidur dengan lelaki juga perempuan. Bagi feminis radikal-libertarian, perempuan tak seharusnya terlibat dengan seorang laki-laki, kecuali menginginkannya. Dia, dalam perspektif ini, telah merebut kendali atas seksualitasnya dengan memberikan kenikmatan dan kepuasan bagi dirinya. Dalam Saman, hasrat perempuan tak sekadar terlukis, tetapi juga dirayakan sebagai pernyataan hak perempuan atas ekspresi diri di ranah ini, sebagai penegasan mengenai identitas dan kekuasaan.

Pada Tarian Bumi, feminis radikal-kultural ditampilkan oleh Luh Kenten, sahabat Luh Sekar kala muda, ibu sang tokoh utama, Telaga. Dia perempuan yang dari kasta Sudra, kelas terendah dalam masyarakat Bali. Berbeda dengan karakter Shakuntala dalam Saman, karakter Luh Kenten jelas tampakkan keyakinan terhadap nilai feminisme radikal-kultural. Ketika radikal-libertarian jadikan androgini sebagai tujuan, radikal-kultural junjung tinggi nilai-nilai femininitas. Bagi feminis radikal-kultural, lesbianisme adalah solusi hilangkan opresi lelaki, karena akar ketertindasan perempuan terletak pada hubungan lawan jenis. Dengan lesbianisme, mereka berusaha untuk menciptakan kesetaraan.

Dalam novel ini, Luh Sekar adalah sosok yang dia cintai. Dengan menjadi sahabatnya, dia melindungi dan mendukung Luh Sekar, meski tidak pernah mengetahui perasaan dia yang sebenarnya. Namun dengan mengakui perasaannya terhadap dirinya sendiri, Dia memiliki kesadaran untuk memilih dan menentukan orientasinya, melawan konstruksi masyarakat bagaimana perempuan seharusnya. Dia bahkan bersumpah untuk tidak pernah hidup dengan laki-laki. Aktivitas seksual di tangan para pengarang perempuan itu, menurut Fajroel Rachman, tidak lain sebuah rumusan identitas seksual dan membongkar dominasi konstruksi sosial yang menjadikan perempuan sebagai manusia kelas dua (the second sex).

Tampilnya karakter-karakter yang mengusung nilai-nilai feminisme radikal dalam karya sastra kontemporer ini, pada akhirnya, tidak hanya semakin mempopulerkan ide feminism, tapi juga merekonstruksi pemahaman pembaca mengenai isu-isu gender: pemaknaan

terhadap seksualitas perempuan dan pengidentifikasian kembali akar dari opresi gender dewasa ini. Seperti kedua novel ini yang mengekspresikan suatu pemikiran dalam kebudayaan patriarkis. Seperti itulah ulasan dari pemikiran feminis ini.

Sebuah KebebasanUtopia Jennifer & Nadia

Sedangkan kebebasan Nadia adalah sesuatu yang ia kejar, hamparan pantai yang ia gelar, sebuah nafas cinta yang bagi dirinya sendiri masih asing. Nadia ingin lepas dari segala cerita yang ada dalam hidupnya. Nadia memilih atas dasar pelarian. Sebuah pelarian juga pencarian jati diri. Namun ia tersesat di jalannya sendiri.

Apa yang sebetulnya disetujui oleh sang pemuisi? Mereka melakukan eksplorasi terhadap tubuh yang mereka miliki. Norma-norma kesopanan dan label yang diberikan oleh masyarakat kepada wanita telah ditinggalkan oleh kedua tokoh wanita tersebut. Atas sikap itu, sang pemuisi tampak tidak setuju (Nadia). Namun dia pun menyayangkan sikap (Jennifer) yang meninggalkan semua kehidupan itu. Benarkah sang penyair tidak tahu apa yang ia mau?

Bukan karena norma yang mengukung hingga wanita tidak bisa bergerak bebas sesuai yang diinginkan, tetapi memang karena wanita selalu memiliki pertimbangan dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, kebebasan adalah sesuatu yang sangat utopis bagi wanita. Pernyataan yang diungkapkan oleh sang pemuisi, tidak menggurui ataupun memberikan ceramah tentang bagaimana kehidupan yang seharusnya dijalani. Namun, ia tampil sebagai seorang wanita yang berbicara dengan wanita.

Properti Hak MilikJustifikasi Etika(lanjutan dari lembar 4)Terdapat dua variable penting dalam permasalahan properti. Pertama bagaimana properti tersebut didapatkan. Kedua, bagaimana korelasi properti menuju etika. Marx ajukan 2 tesis. Pertama, masyarakat tradisional yang menuju pemilikan budak, dimana terjadi perubahan hubungan produksi dalam masyarakat komunal primitive berganti penindasan dan penghisapan. Ketua kelompok sebagai tuan budak dan anggota kelompok yang lemah menjadi budak. Kedua politik ekonomi, bahwa private property yang sebabkan modal tertumpuk dan terdapat

dominasi, berimpilkasi terdapat 2 kelas dalam masyarakat: property owners & propertyless workers.

Hubungan private property semakin diperkuat dengan munculnya sistem uang sebagai alat tukar. Konsekwensi selanjutnya yang hadir adalah keadaan buruh yang semakin miskin, meskipun produksi melimpah, ini terjadi karena buruh tidak hanya memproduksi barang saja, tetapi buruh juga memproduksi dirinya sebagai komoditas. Terdapat dilemma posisi bagi buruh, tak hanya sebagai faktor produksi tetapi ia juga konsumen.

Persoalan properti terjadi ketika lonjakan penduduk diiringi permintaan berbanding terbalik atas ketersediaan alam. Dari sana persaingan memenuhi kebutuhan pun tergambar dalam perdagangan. Persaingan merupakan hak untuk bersaing dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa. Properti atau hak milik, didapat dari usaha individu yang berlandaskan pada kebebasan alamiah dan tiga hal kunci dalam pasar yaitu kebebasan, kepentingan diri, dan persaingan. Pada ranah ini persolan property termasuk dalam filsafat melalui etika atau filsafat moral. Etika secara definitif memiliki arti: Yang baik/buruk serta hak juga kewajiban moral (akhlak); Kumpulan asas berkenaan dengan akhlak; Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari sanalah apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral menjadi pertimbangan. Salah satu hak adalah melakukan usaha sendiri dan bantu kepentingan orang lain. Ini juga berarti kewajiban moral untuk membantu mereka yang belum memiliki property, lahir dari kebebasan alamiah individu. Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab.

Justifikasi terhadap properti menuju etika terdiri dari dua premis penting. Pertama properti didapatkan individu dari pasar dengan tiga karekteristik: freedom, self interest, competition. Kedua etika berhubungan dengan yang baik dan kewajiban moral. Contoh nilai yang baik adalah tolong menolong, sebagai kewajiban moral yang tidak terlepas dari kebebasan alamiah individu. Hubungan dari kedua premis tersebut adalah self interest individu untuk membantu kepentingan orang lain. Di sinilah posisi etika sebagai bentuk justifikasi atas properti, baik individual atau kolektif.

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a

12 twitter: @AstinaAcademia http://astina-academia.blogspot.com

“The more I make love, the more I want to make revolution. The more I make revolution, the more I want to make love.”

“Only the truth is revolutionary.”

“Freedom is the crime that contains all crimes. It is our ultimate weapon.”

“The freedom of others extends mine infinitely.”

“No freedom for the enemies of freedom.”

-Situationist Internationale Quotes-

Agent of Change, Biro Oranye, Revolusioner, apa pun namanya, semua itu merujuk pada perorangan maupun sejumlah orang yang memimpikan perubahan yang lebih baik daripada suatu keadaan stagnan. Kondisi ini bukan tidak mungkin akan mengarah pada suatu puncak titik jenuh dimana kebosanan akan menjadikan manusia tidak lebih daripada mesin, robot, atau apa pun yang mengindikasikan adanya ketergantungan peradaban terhadap korporasi dan manufakturisasi.

Pada kenyataannya, manusia tidak hidup sendiri dengan dirinya saja. Sebagai bagian dari warga negara dunia, sudah saatnya batasan negara terlampaui kepentingan bersama atas Bumi, menjaga bukan semata karena kampanye politik suatu subversi tertentu, melainkan tumbuh dari kesadaran yang dipupuk dengan kerelaan dan cita-cita agung atas suatu Civil Society bersinergi nan harmonis. Interaksi tak terbatas yang tak lagi mengenal batasan ruang waktu yang ditembus oleh perkembangan peradaban manusia, bukan berarti menjadikannya tergantung terhadap teknologi yang serba terbatas dengan dehumanisasinya (algoritma tak mampu

mengenali emotional content dari informasi online yang berlimpah). Manusia lah yang mengarahkan mau dibawa kemana peradaban tersebut akan memulai titik baliknya.

Dari kenyataan media sebagai wadah berbagai macam interaksi tersebutlah maka jaringan akan bertemu dan terbentuk dengan sendirinya. Sekarang pilihan ada di tangan anda. Maukah anda memulai dari hal kecil dan sederhana yang berbeda oleh diri sendiri untuk kemaslahatan bersama demi tercapainya masyarakat madani? Untuk menumbuhkan kesadaran ini, anda harus siap membuka diri dengan segala macam kemungkinan yang ada, menerima semua peluang yang terberi cuma-cuma maupun teraih atas usaha, baik langsung maupun tidak langsung. Bukan lagi sekedar apa yang anda bisa, apa yang anda punya, dan apa yang anda mau. Kini saatnya anda memulai untuk membuktikannya, melakukan apa pun yang anda mau, bersama dengan siapa pun yang menghargai apa adanya, lepaskan semua atribut sosial, ekonomi, maupun identitas artifisial yang semu sebagai hasil bentukan konstruksi sosial.

Mari bersama merangkul dunia dalam sukacita!

Jadilah Bagian Dari DuniaAnd The World Will Be Widely Openoleh Tim Redaksi

ES

SAY

ASTINA

Ag

ustu

s 20

10, E

dis

i Per

dan

a