Museum edisi 1

46
Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta Sejarah Hari Buku dan Hak Cipta Internasional SAVE THE EARTH FOR FUTURE Malaslah membaca !! 1st edition PHI LOSO PHY FICTION april 23 note

description

Salam redaksi. Museum telah menetas, embrionya kini telah beranak pinak menjadi wujud edisi pertama Museum Mini Magz. Telah menjalani proses yang berhasil dilewati, tidak instan, dan menjadi pendengar, pengamat, serta penyampai informasi yang baik untuk semua. Embrio-embrio yang positif ini, kelak setelah teman-teman baca semoga menjadi penyemangat hidup teman-teman dan selalu memberi manfaat yang positif. Terima kasih atas dukungan pihak-pihak yang terkait penerbitan edisi pertama Museum Mags, berteruslah bertelur menebar kebaikan! Embrio baik, pasti selalu mengunduh kebaikan. Museum Mini Magz dalam edisi pertamanya: Book Day! Happy reading!

Transcript of Museum edisi 1

Page 1: Museum edisi 1

Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta

Sejarah Hari Buku danHak Cipta Internasional

SAVE THE EARTHFOR FUTURE

Malaslahmembaca ! !

1st edition

PHILOSOPHY

FICTION

a p r i l23

note

Page 2: Museum edisi 1
Page 3: Museum edisi 1

Salam Redaksi

Editorial Note

Editorial Team

-

Quote

-

Sejarah Hari Buku

Malaslah Membaca

Hal Unik Tentang Batak

-

Panggil Saja EM

Berterima Kasihlah Kepada Para Penulis

Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta

-

Save The World For Future

Buku Telah Menyepuhnya Menjadi

Manusia Bumi

1

3

7

8

9

12

17

21

26

28

32

36

Page 4: Museum edisi 1

SALAM REDAKSI

Setiap kepala memiliki ruang masing-masing jika ditanya perihal

‘kenangan’. Ada diantara mereka yang memilih untuk mendiamkan

di gurun pasir, menjadikan ‘kenangan’ bak butiran debu terbawa

angin, menjauh tak tampak mata. Ada juga diantara mereka yang

memilih menjadi kunci pintu, membiarkannya tergenggam didalam

tangan, yang jika nanti merindu kenangan, mereka bisa membu-

kanya sewaktu waktu. Dan ada juga diantara mereka yang memilih

menjadi pena, menyerahkan kenangan pada tetesan tinta, mera-

wat denyutan kata tiap bertemu sesama kata.

Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan yang

bermacam-macam, dan tujuan yang bermacam-macam. Ada

yang bahagia dengan gubuk dan hamparan sawah, ada yang baru

terpuaskan ketika berjubah tanah. Dan ada pula yang bahagia

hanya dengan barisan kata. Semua itu terserah, karena setiap

kepala memiliki cara minum yang berbeda.

Tidak melulu disebut kenangan adalah sesuatu yang berkaitan

dengan sesorang atau benda yang kita sukai. Karena kenangan

adalah segala hal yang telah tercetak. Nikmat, harum dan me-

nyegarkan. Manis kenangan bisa kita ambil sumbunya, dengan

pena adalah lilinya. Nyala sinarnya berada pada tiap kepala, yaitu

baca.

Menikmati kenangan dengan baca. Juga pena. Memilah milih hal

positif yang menyegarkan. Mengulukan bahagia dengan secangkir

bunga. Membiarkan semut serdadu mengelilingi semesta. Mem-

bawa harta berupa kata yang membentuk warna. Membuat tetesan

embun sebagai pengingat syukur.

Adalah bahagia. Ketika kenangan manis, harum dan segar berbisik

dari museum kata yang sederhana. Karena membaca dan menulis

merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, bersiaplah

menjadi agen museum dari setiap buku, artikel, dan apapun itu,

yang telah kalian baca.

Buku dan Kenangan

Navilatul Ula

Pengantar

Museum Edisi 1 | 1

Page 5: Museum edisi 1

Setiap kepala memiliki ruang masing-masing jika ditanya perihal

‘kenangan’. Ada diantara mereka yang memilih untuk mendiamkan

di gurun pasir, menjadikan ‘kenangan’ bak butiran debu terbawa

angin, menjauh tak tampak mata. Ada juga diantara mereka yang

memilih menjadi kunci pintu, membiarkannya tergenggam didalam

tangan, yang jika nanti merindu kenangan, mereka bisa membu-

kanya sewaktu waktu. Dan ada juga diantara mereka yang memilih

menjadi pena, menyerahkan kenangan pada tetesan tinta, mera-

wat denyutan kata tiap bertemu sesama kata.

Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan yang

bermacam-macam, dan tujuan yang bermacam-macam. Ada

yang bahagia dengan gubuk dan hamparan sawah, ada yang baru

terpuaskan ketika berjubah tanah. Dan ada pula yang bahagia

hanya dengan barisan kata. Semua itu terserah, karena setiap

kepala memiliki cara minum yang berbeda.

Tidak melulu disebut kenangan adalah sesuatu yang berkaitan

dengan sesorang atau benda yang kita sukai. Karena kenangan

adalah segala hal yang telah tercetak. Nikmat, harum dan me-

nyegarkan. Manis kenangan bisa kita ambil sumbunya, dengan

pena adalah lilinya. Nyala sinarnya berada pada tiap kepala, yaitu

baca.

Menikmati kenangan dengan baca. Juga pena. Memilah milih hal

positif yang menyegarkan. Mengulukan bahagia dengan secangkir

bunga. Membiarkan semut serdadu mengelilingi semesta. Mem-

bawa harta berupa kata yang membentuk warna. Membuat tetesan

embun sebagai pengingat syukur.

Adalah bahagia. Ketika kenangan manis, harum dan segar berbisik

dari museum kata yang sederhana. Karena membaca dan menulis

merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, bersiaplah

menjadi agen museum dari setiap buku, artikel, dan apapun itu,

yang telah kalian baca.

Buku dan Kenangan

Navilatul Ula

Pengantar

Museum Edisi 1 | 2

Page 6: Museum edisi 1

editorial note

Jejak Manusia,

Impian, Perubahan,

dan Kegigihan:

Catatan Atas Hari

Buku di Edisi Pertama

Museum Mini Magz

2015.

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca. Jadi tunggu

apa lagi, mulailah lebih rajin

membaca, tularkan pengeta-

huannya, buatlah inovasi, cip-

takan perubahan positif, dan

buktikan bahwa kita ada.

(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum

Mini Magz, 2015)

Membaca artikel-artikel dalam

Museum Mini Magz tahun 2015

seperti melihat revolusi

pemuda dan pemudi Indone-

sia yang ingin mencoba mem-

buat gerakan positif yang pada

akhirnya akan memberi sema-

ngat pembaca untuk membuat

perubahan yang lebih baik ter-

hadap dirisendiri, orang lain

hingga Indonesia.

Semua yang terangkum dalam

Museum ini terjadi ketika hingar

bingar dunia abad ke-21 ini

penuh dengan hedonisme

–palsu maupun secara terang-

terangan, asli.

Budaya pemuda-pemudi yang

semakin jauh dari rasa ingin

membuat perubahan ke arah

yang lebih baik lagi. Di antara

pemuda-pemudi Indonesia,

sering hura-hura dan mening-

galkan salah satu tujuan pen-

ting kehidupan: belajar, mem-

baca, menularkan hal-hal yang

positif yang di dapat dari ke-

hidupan. Terutama buku.

Tapi pembaca dapat melihat

sisi positif dari membaca, ketika

membaca artikel demi artikel

yang memiliki benang merah:

buku. Inilah momen yang pas

untuk mengangkat buku seba-

gai primadona edisi perdana

Museum Mini Magz bertepatan

dengan bulan ini yang sering

dirayakan sebagai hari buku.

Sekarang-sekarang banyak

sekali orang yang pergi ke

mall-mall dengan tujuan

menghamburkan uang, lantas

membeli gadget dengan

harga super mahal semata-

mata untuk menunjukkan

keren, gaul, dan kekinian.

Sebenarnya tidak ada yang

melarang kita semua untuk

mengimbangi pergaulan,

namun, dengan syarat kita

harus ingat bagaimana kelak

masa depan kita jika masih

sering mementingkan hedon-

isme dalam berperilaku.

Iklim budaya Indonesia yang

luhur semakin kesini dikikis oleh

sistem pola pikir yang pada

masyarakat sudah mulai men-

jamur: bersenang-senang

dahulu bersusah-susah ak-

hirnya. Ketika mereka lebih

penting membeli gadget

dengan tujuan pamer dari-

pada membeli buku dan

mengamalkannya kepada

sesama. Di artikel-artikel ini

kalian akan menemukan

benang merah yang terfokus

dengan buku sebagai alat

untuk menggerakkan nurani,

hingga sikap manusia. Belajar.

Beberapa artikel menunjukkan

beberapa pikiran pemuda-

pemudi Indonesia yang masih

peduli dengan hajat hidup

Indonesia di masa depan. Ba-

yangkan, jika kelak penerus

negeri ini sibuk dengan gaya

hedonis dan melupakan ilmu

yang bermanfaat yang bisa

menyelaraskan kehidupan.

Indonesia hancur tahun 2100,

mau kah memiliki impian se-

perti itu? Tidak.

Salah satu artikel meramu satire

pada keadaan yang sedang

terjadi pada masyarakat sebe-

lum era millennium dengan era

setelahnya, dulu pemuda Indo-

nesia saat era 90-an adalah

pejuang tangguh, sekarang?

Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-

nya mengandung opini dari

para penulis didasari fakta,

mereka pada dasarnya me-

ngungkapkan buku itu penting.

Buku itu teman sejati, waktu

berjalan, dan pengetahuan

yang berkembang. Buku ditulis

oleh seorang penulis dengan

tujuan agar ilmu itu berman-

faat. Yang bagi masa depan

patut untuk disimak adalah

budaya membaca semakin

hari semakin menurun.

Gadget kita digunakan untuk

apa? Sebagian besar diguna-

kan untuk membaca status

mantan, gebetanm, dan gosip

para selebrita. Hanya sebagian

kecil yang memanfaatkan

gadget sebagai media untuk

membaca pengetahuan

umum, dan pelajaran lain-lain.

Bagaimana mengahadapi

zaman yang sekarang semakin

menurun semangat memba-

canya? Bahkan ada orang me-

nyerap ilmu hanya sari-sari nya

tidak di kuliti hingga sampai

akarnya, sehingga informasi itu

menjadi terpotong dan rancu.

Bahkan, sudah ada yang be-

redar dimasyarakat tentang

informasi yang salah kaprah.

Di artikel yang ditulis oleh

Emmy, jika seseorang itu mem-

baca dan memiliki pengeta-

huan yang lebih selayaknya

orang itu harus menulisnya,

agar ilmu yang sudah benar

kajiannya tidak menjadi salah

kaprah.

Dari mana mereka akan tahu

kebenaran yang sebenarnya

jika tidak ada yang menulis?

Budaya membaca dan menulis

itulah yang sebenarnya akan

terekspos dari Museum Mini

Magazine.

Tentang kritik sosial dan sepi

yang bersarang. Semua artikel

dalam majalah ini meramu

kritik sosial, mengenai sikap

manusia yang terkadang

lengah membaca situasi. Beru-

saha membentuk budaya

membaca dan menulis, guna

memberikan hal yang positif

bagi bangsa Indonesia. Sepi

yang bersarang dalam artikel

Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,

Aditya, menujukkan seberapa

keringnya jiwa manusia yang

kurang membaca, dan lebih

memilih hal lain untuk kesehari-

annya.

Sebenarnya, kita bisa memetik

pelajaran untuk menjadi manu-

sia yang pandai memaknai

hidup. Tidak hanya kebaha-

giaan yang akan menemani

hidup ini hingga akhir, namun,

adakalanya kita memperoleh

rintangan yang membuat kita

semakin tegar, dan menjadi

pejuang hidup. Peran pengeta-

huan yang bisa diperoleh dari

membaca disinipun juga dibu-

tuhkan.

Semua yang positif dalam

Museum pasti akan selamanya

dikenang, di sinilah Museum

Mini Magz berusaha mengang-

kat tema yang membuat hati

pembaca terbuka nalurinya.

Museum Mini-Magz

Pengantar

Museum Edisi 1 | 3

Page 7: Museum edisi 1

Jejak Manusia,

Impian, Perubahan,

dan Kegigihan:

Catatan Atas Hari

Buku di Edisi Pertama

Museum Mini Magz

2015.

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca. Jadi tunggu

apa lagi, mulailah lebih rajin

membaca, tularkan pengeta-

huannya, buatlah inovasi, cip-

takan perubahan positif, dan

buktikan bahwa kita ada.

(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum

Mini Magz, 2015)

Membaca artikel-artikel dalam

Museum Mini Magz tahun 2015

seperti melihat revolusi

pemuda dan pemudi Indone-

sia yang ingin mencoba mem-

buat gerakan positif yang pada

akhirnya akan memberi sema-

ngat pembaca untuk membuat

perubahan yang lebih baik ter-

hadap dirisendiri, orang lain

hingga Indonesia.

Semua yang terangkum dalam

Museum ini terjadi ketika hingar

bingar dunia abad ke-21 ini

penuh dengan hedonisme

–palsu maupun secara terang-

terangan, asli.

Budaya pemuda-pemudi yang

semakin jauh dari rasa ingin

membuat perubahan ke arah

yang lebih baik lagi. Di antara

pemuda-pemudi Indonesia,

sering hura-hura dan mening-

galkan salah satu tujuan pen-

ting kehidupan: belajar, mem-

baca, menularkan hal-hal yang

positif yang di dapat dari ke-

hidupan. Terutama buku.

Tapi pembaca dapat melihat

sisi positif dari membaca, ketika

membaca artikel demi artikel

yang memiliki benang merah:

buku. Inilah momen yang pas

untuk mengangkat buku seba-

gai primadona edisi perdana

Museum Mini Magz bertepatan

dengan bulan ini yang sering

dirayakan sebagai hari buku.

Sekarang-sekarang banyak

sekali orang yang pergi ke

mall-mall dengan tujuan

menghamburkan uang, lantas

membeli gadget dengan

harga super mahal semata-

mata untuk menunjukkan

keren, gaul, dan kekinian.

Sebenarnya tidak ada yang

melarang kita semua untuk

mengimbangi pergaulan,

namun, dengan syarat kita

harus ingat bagaimana kelak

masa depan kita jika masih

sering mementingkan hedon-

isme dalam berperilaku.

Iklim budaya Indonesia yang

luhur semakin kesini dikikis oleh

sistem pola pikir yang pada

masyarakat sudah mulai men-

jamur: bersenang-senang

dahulu bersusah-susah ak-

hirnya. Ketika mereka lebih

penting membeli gadget

dengan tujuan pamer dari-

pada membeli buku dan

mengamalkannya kepada

sesama. Di artikel-artikel ini

kalian akan menemukan

benang merah yang terfokus

dengan buku sebagai alat

untuk menggerakkan nurani,

hingga sikap manusia. Belajar.

Beberapa artikel menunjukkan

beberapa pikiran pemuda-

pemudi Indonesia yang masih

peduli dengan hajat hidup

Indonesia di masa depan. Ba-

yangkan, jika kelak penerus

negeri ini sibuk dengan gaya

hedonis dan melupakan ilmu

yang bermanfaat yang bisa

menyelaraskan kehidupan.

Indonesia hancur tahun 2100,

mau kah memiliki impian se-

perti itu? Tidak.

Salah satu artikel meramu satire

pada keadaan yang sedang

terjadi pada masyarakat sebe-

lum era millennium dengan era

setelahnya, dulu pemuda Indo-

nesia saat era 90-an adalah

pejuang tangguh, sekarang?

Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-

nya mengandung opini dari

para penulis didasari fakta,

mereka pada dasarnya me-

ngungkapkan buku itu penting.

Buku itu teman sejati, waktu

berjalan, dan pengetahuan

yang berkembang. Buku ditulis

oleh seorang penulis dengan

tujuan agar ilmu itu berman-

faat. Yang bagi masa depan

patut untuk disimak adalah

budaya membaca semakin

hari semakin menurun.

Gadget kita digunakan untuk

apa? Sebagian besar diguna-

kan untuk membaca status

mantan, gebetanm, dan gosip

para selebrita. Hanya sebagian

kecil yang memanfaatkan

gadget sebagai media untuk

membaca pengetahuan

umum, dan pelajaran lain-lain.

Bagaimana mengahadapi

zaman yang sekarang semakin

menurun semangat memba-

canya? Bahkan ada orang me-

nyerap ilmu hanya sari-sari nya

tidak di kuliti hingga sampai

akarnya, sehingga informasi itu

menjadi terpotong dan rancu.

Bahkan, sudah ada yang be-

redar dimasyarakat tentang

informasi yang salah kaprah.

Di artikel yang ditulis oleh

Emmy, jika seseorang itu mem-

baca dan memiliki pengeta-

huan yang lebih selayaknya

orang itu harus menulisnya,

agar ilmu yang sudah benar

kajiannya tidak menjadi salah

kaprah.

Dari mana mereka akan tahu

kebenaran yang sebenarnya

jika tidak ada yang menulis?

Budaya membaca dan menulis

itulah yang sebenarnya akan

terekspos dari Museum Mini

Magazine.

Tentang kritik sosial dan sepi

yang bersarang. Semua artikel

dalam majalah ini meramu

kritik sosial, mengenai sikap

manusia yang terkadang

lengah membaca situasi. Beru-

saha membentuk budaya

membaca dan menulis, guna

memberikan hal yang positif

bagi bangsa Indonesia. Sepi

yang bersarang dalam artikel

Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,

Aditya, menujukkan seberapa

keringnya jiwa manusia yang

kurang membaca, dan lebih

memilih hal lain untuk kesehari-

annya.

Sebenarnya, kita bisa memetik

pelajaran untuk menjadi manu-

sia yang pandai memaknai

hidup. Tidak hanya kebaha-

giaan yang akan menemani

hidup ini hingga akhir, namun,

adakalanya kita memperoleh

rintangan yang membuat kita

semakin tegar, dan menjadi

pejuang hidup. Peran pengeta-

huan yang bisa diperoleh dari

membaca disinipun juga dibu-

tuhkan.

Semua yang positif dalam

Museum pasti akan selamanya

dikenang, di sinilah Museum

Mini Magz berusaha mengang-

kat tema yang membuat hati

pembaca terbuka nalurinya.

Museum Mini-Magz

Pengantar

Museum Edisi 1 | 4

Page 8: Museum edisi 1

Jejak Manusia,

Impian, Perubahan,

dan Kegigihan:

Catatan Atas Hari

Buku di Edisi Pertama

Museum Mini Magz

2015.

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca. Jadi tunggu

apa lagi, mulailah lebih rajin

membaca, tularkan pengeta-

huannya, buatlah inovasi, cip-

takan perubahan positif, dan

buktikan bahwa kita ada.

(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum

Mini Magz, 2015)

Membaca artikel-artikel dalam

Museum Mini Magz tahun 2015

seperti melihat revolusi

pemuda dan pemudi Indone-

sia yang ingin mencoba mem-

buat gerakan positif yang pada

akhirnya akan memberi sema-

ngat pembaca untuk membuat

perubahan yang lebih baik ter-

hadap dirisendiri, orang lain

hingga Indonesia.

Semua yang terangkum dalam

Museum ini terjadi ketika hingar

bingar dunia abad ke-21 ini

penuh dengan hedonisme

–palsu maupun secara terang-

terangan, asli.

Budaya pemuda-pemudi yang

semakin jauh dari rasa ingin

membuat perubahan ke arah

yang lebih baik lagi. Di antara

pemuda-pemudi Indonesia,

sering hura-hura dan mening-

galkan salah satu tujuan pen-

ting kehidupan: belajar, mem-

baca, menularkan hal-hal yang

positif yang di dapat dari ke-

hidupan. Terutama buku.

Tapi pembaca dapat melihat

sisi positif dari membaca, ketika

membaca artikel demi artikel

yang memiliki benang merah:

buku. Inilah momen yang pas

untuk mengangkat buku seba-

gai primadona edisi perdana

Museum Mini Magz bertepatan

dengan bulan ini yang sering

dirayakan sebagai hari buku.

Sekarang-sekarang banyak

sekali orang yang pergi ke

mall-mall dengan tujuan

menghamburkan uang, lantas

membeli gadget dengan

harga super mahal semata-

mata untuk menunjukkan

keren, gaul, dan kekinian.

Sebenarnya tidak ada yang

melarang kita semua untuk

mengimbangi pergaulan,

namun, dengan syarat kita

harus ingat bagaimana kelak

masa depan kita jika masih

sering mementingkan hedon-

isme dalam berperilaku.

Iklim budaya Indonesia yang

luhur semakin kesini dikikis oleh

sistem pola pikir yang pada

masyarakat sudah mulai men-

jamur: bersenang-senang

dahulu bersusah-susah ak-

hirnya. Ketika mereka lebih

penting membeli gadget

dengan tujuan pamer dari-

pada membeli buku dan

mengamalkannya kepada

sesama. Di artikel-artikel ini

kalian akan menemukan

benang merah yang terfokus

dengan buku sebagai alat

untuk menggerakkan nurani,

hingga sikap manusia. Belajar.

Beberapa artikel menunjukkan

beberapa pikiran pemuda-

pemudi Indonesia yang masih

peduli dengan hajat hidup

Indonesia di masa depan. Ba-

yangkan, jika kelak penerus

negeri ini sibuk dengan gaya

hedonis dan melupakan ilmu

yang bermanfaat yang bisa

menyelaraskan kehidupan.

Indonesia hancur tahun 2100,

mau kah memiliki impian se-

perti itu? Tidak.

Salah satu artikel meramu satire

pada keadaan yang sedang

terjadi pada masyarakat sebe-

lum era millennium dengan era

setelahnya, dulu pemuda Indo-

nesia saat era 90-an adalah

pejuang tangguh, sekarang?

Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-

nya mengandung opini dari

para penulis didasari fakta,

mereka pada dasarnya me-

ngungkapkan buku itu penting.

Buku itu teman sejati, waktu

berjalan, dan pengetahuan

yang berkembang. Buku ditulis

oleh seorang penulis dengan

tujuan agar ilmu itu berman-

faat. Yang bagi masa depan

patut untuk disimak adalah

budaya membaca semakin

hari semakin menurun.

Gadget kita digunakan untuk

apa? Sebagian besar diguna-

kan untuk membaca status

mantan, gebetanm, dan gosip

para selebrita. Hanya sebagian

kecil yang memanfaatkan

gadget sebagai media untuk

membaca pengetahuan

umum, dan pelajaran lain-lain.

Bagaimana mengahadapi

zaman yang sekarang semakin

menurun semangat memba-

canya? Bahkan ada orang me-

nyerap ilmu hanya sari-sari nya

tidak di kuliti hingga sampai

akarnya, sehingga informasi itu

menjadi terpotong dan rancu.

Bahkan, sudah ada yang be-

redar dimasyarakat tentang

informasi yang salah kaprah.

Di artikel yang ditulis oleh

Emmy, jika seseorang itu mem-

baca dan memiliki pengeta-

huan yang lebih selayaknya

orang itu harus menulisnya,

agar ilmu yang sudah benar

kajiannya tidak menjadi salah

kaprah.

Dari mana mereka akan tahu

kebenaran yang sebenarnya

jika tidak ada yang menulis?

Budaya membaca dan menulis

itulah yang sebenarnya akan

terekspos dari Museum Mini

Magazine.

Tentang kritik sosial dan sepi

yang bersarang. Semua artikel

dalam majalah ini meramu

kritik sosial, mengenai sikap

manusia yang terkadang

lengah membaca situasi. Beru-

saha membentuk budaya

membaca dan menulis, guna

memberikan hal yang positif

bagi bangsa Indonesia. Sepi

yang bersarang dalam artikel

Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,

Aditya, menujukkan seberapa

keringnya jiwa manusia yang

kurang membaca, dan lebih

memilih hal lain untuk kesehari-

annya.

Sebenarnya, kita bisa memetik

pelajaran untuk menjadi manu-

sia yang pandai memaknai

hidup. Tidak hanya kebaha-

giaan yang akan menemani

hidup ini hingga akhir, namun,

adakalanya kita memperoleh

rintangan yang membuat kita

semakin tegar, dan menjadi

pejuang hidup. Peran pengeta-

huan yang bisa diperoleh dari

membaca disinipun juga dibu-

tuhkan.

Semua yang positif dalam

Museum pasti akan selamanya

dikenang, di sinilah Museum

Mini Magz berusaha mengang-

kat tema yang membuat hati

pembaca terbuka nalurinya.

Museum Mini-Magz

Pengantar

Museum Edisi 1 | 5

Page 9: Museum edisi 1

Jejak Manusia,

Impian, Perubahan,

dan Kegigihan:

Catatan Atas Hari

Buku di Edisi Pertama

Museum Mini Magz

2015.

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca. Jadi tunggu

apa lagi, mulailah lebih rajin

membaca, tularkan pengeta-

huannya, buatlah inovasi, cip-

takan perubahan positif, dan

buktikan bahwa kita ada.

(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum

Mini Magz, 2015)

Membaca artikel-artikel dalam

Museum Mini Magz tahun 2015

seperti melihat revolusi

pemuda dan pemudi Indone-

sia yang ingin mencoba mem-

buat gerakan positif yang pada

akhirnya akan memberi sema-

ngat pembaca untuk membuat

perubahan yang lebih baik ter-

hadap dirisendiri, orang lain

hingga Indonesia.

Semua yang terangkum dalam

Museum ini terjadi ketika hingar

bingar dunia abad ke-21 ini

penuh dengan hedonisme

–palsu maupun secara terang-

terangan, asli.

Budaya pemuda-pemudi yang

semakin jauh dari rasa ingin

membuat perubahan ke arah

yang lebih baik lagi. Di antara

pemuda-pemudi Indonesia,

sering hura-hura dan mening-

galkan salah satu tujuan pen-

ting kehidupan: belajar, mem-

baca, menularkan hal-hal yang

positif yang di dapat dari ke-

hidupan. Terutama buku.

Tapi pembaca dapat melihat

sisi positif dari membaca, ketika

membaca artikel demi artikel

yang memiliki benang merah:

buku. Inilah momen yang pas

untuk mengangkat buku seba-

gai primadona edisi perdana

Museum Mini Magz bertepatan

dengan bulan ini yang sering

dirayakan sebagai hari buku.

Sekarang-sekarang banyak

sekali orang yang pergi ke

mall-mall dengan tujuan

menghamburkan uang, lantas

membeli gadget dengan

harga super mahal semata-

mata untuk menunjukkan

keren, gaul, dan kekinian.

Sebenarnya tidak ada yang

melarang kita semua untuk

mengimbangi pergaulan,

namun, dengan syarat kita

harus ingat bagaimana kelak

masa depan kita jika masih

sering mementingkan hedon-

isme dalam berperilaku.

Iklim budaya Indonesia yang

luhur semakin kesini dikikis oleh

sistem pola pikir yang pada

masyarakat sudah mulai men-

jamur: bersenang-senang

dahulu bersusah-susah ak-

hirnya. Ketika mereka lebih

penting membeli gadget

dengan tujuan pamer dari-

pada membeli buku dan

mengamalkannya kepada

sesama. Di artikel-artikel ini

kalian akan menemukan

benang merah yang terfokus

dengan buku sebagai alat

untuk menggerakkan nurani,

hingga sikap manusia. Belajar.

Beberapa artikel menunjukkan

beberapa pikiran pemuda-

pemudi Indonesia yang masih

peduli dengan hajat hidup

Indonesia di masa depan. Ba-

yangkan, jika kelak penerus

negeri ini sibuk dengan gaya

hedonis dan melupakan ilmu

yang bermanfaat yang bisa

menyelaraskan kehidupan.

Indonesia hancur tahun 2100,

mau kah memiliki impian se-

perti itu? Tidak.

Salah satu artikel meramu satire

pada keadaan yang sedang

terjadi pada masyarakat sebe-

lum era millennium dengan era

setelahnya, dulu pemuda Indo-

nesia saat era 90-an adalah

pejuang tangguh, sekarang?

Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-

nya mengandung opini dari

para penulis didasari fakta,

mereka pada dasarnya me-

ngungkapkan buku itu penting.

Buku itu teman sejati, waktu

berjalan, dan pengetahuan

yang berkembang. Buku ditulis

oleh seorang penulis dengan

tujuan agar ilmu itu berman-

faat. Yang bagi masa depan

patut untuk disimak adalah

budaya membaca semakin

hari semakin menurun.

Gadget kita digunakan untuk

apa? Sebagian besar diguna-

kan untuk membaca status

mantan, gebetanm, dan gosip

para selebrita. Hanya sebagian

kecil yang memanfaatkan

gadget sebagai media untuk

membaca pengetahuan

umum, dan pelajaran lain-lain.

Bagaimana mengahadapi

zaman yang sekarang semakin

menurun semangat memba-

canya? Bahkan ada orang me-

nyerap ilmu hanya sari-sari nya

tidak di kuliti hingga sampai

akarnya, sehingga informasi itu

menjadi terpotong dan rancu.

Bahkan, sudah ada yang be-

redar dimasyarakat tentang

informasi yang salah kaprah.

Di artikel yang ditulis oleh

Emmy, jika seseorang itu mem-

baca dan memiliki pengeta-

huan yang lebih selayaknya

orang itu harus menulisnya,

agar ilmu yang sudah benar

kajiannya tidak menjadi salah

kaprah.

Dari mana mereka akan tahu

kebenaran yang sebenarnya

jika tidak ada yang menulis?

Budaya membaca dan menulis

itulah yang sebenarnya akan

terekspos dari Museum Mini

Magazine.

Tentang kritik sosial dan sepi

yang bersarang. Semua artikel

dalam majalah ini meramu

kritik sosial, mengenai sikap

manusia yang terkadang

lengah membaca situasi. Beru-

saha membentuk budaya

membaca dan menulis, guna

memberikan hal yang positif

bagi bangsa Indonesia. Sepi

yang bersarang dalam artikel

Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,

Aditya, menujukkan seberapa

keringnya jiwa manusia yang

kurang membaca, dan lebih

memilih hal lain untuk kesehari-

annya.

Sebenarnya, kita bisa memetik

pelajaran untuk menjadi manu-

sia yang pandai memaknai

hidup. Tidak hanya kebaha-

giaan yang akan menemani

hidup ini hingga akhir, namun,

adakalanya kita memperoleh

rintangan yang membuat kita

semakin tegar, dan menjadi

pejuang hidup. Peran pengeta-

huan yang bisa diperoleh dari

membaca disinipun juga dibu-

tuhkan.

Semua yang positif dalam

Museum pasti akan selamanya

dikenang, di sinilah Museum

Mini Magz berusaha mengang-

kat tema yang membuat hati

pembaca terbuka nalurinya.

Museum Mini-Magz

Pengantar

Museum Edisi 1 | 6

Page 10: Museum edisi 1

Pimpinan Redaksi

Navilatul Ula

-

Editor

Kingkin Kinamu

-

Kreatif

Lia Malihah

-

Desainer

Aditya Septian

Kontributor

Emmy Yuniarti Rusadi

(Founder ASEC)

EDITORIALteam

Page 11: Museum edisi 1

Quote“Ketika menulis bukan lagi untuk mendapat peng-hasilan dari orang lain, tapi semata-mata karena memang ingin menulis, maka itulah namanya aktu-alisasi diri.”(Pak Ananto - via jagungrebus.tumblr.com)

“Bacalah buku-buku.Maka nafsu sok tahu akan jauh berkurang.Bacalah buku-buku.Maka nafsu membantah akan jauh berkurang.”(Tere-Liye)

“Sebuah novel kadangkala sering lebih jujur bertutur tentang sejarah ketimbang buku-buku teks di sekolah-sekolah resmi.”(The Jacatra Secret)

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Page 12: Museum edisi 1

Teks: Lia Malihah

23 April Dinobatkan Sebagai

Hari Buku Internasional dan

Hak Cipta Sedunia.

Hari Buku Internasional atau di-

sebut juga International Book

Day telah disahkan pada tang-

gal 23 April oleh dua badan

organisasi Internasional, yaitu

PBB dan UNESCO 20 tahun

silam.

Dan secara kontinyu diadakan

setiap tahun di seluruh dunia.

Sebelum diresmikan secara

internasional, UNESCO sendiri

telah memprakarsai acara

World Book Day untuk pertama

kalinya. Sedangkan di Indone-

sia, secara resmi ikut meraya-

kan hari literasi tersebut pada

tahun 2006 dan diprakarsai

oleh Forum Indonesia Mem-

baca dan didukung banyak

pihak antara lain pemerintah,

pengusaha, akademisi, komu-

nitas, serta masyarakat umum.

Lahirnya hari sadar literasi Inter-

nasional tersebut mulanya

merupakan bagian dari sebuah

perayaan Hari Saint George di

Catalonia—Spanyol di zaman

abad pertengahan.

Di dalam acara tesebut para

pria mempersembahkan

bunga mawar untuk kekasih

Sejarah Hari Buku danHak Cipta Internasional

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Berita Umum

Museum Edisi 1 | 9

Page 13: Museum edisi 1

mereka. Seni perayaan unik

tersebut kemudian berkem-

bang pada tahun 1923-1925

dimana para wanita membalas

bunga yang telah para pria

berikan dengan buku.

Hal tersebut dimanfaatkan oleh

para pedagang buku pada

zaman itu dengan merayakan-

nya besar-besaran ketika para

wanita membalas pemberian

kekasihnya, sekaligus untuk

menghormati salah satu sas-

trawan di daerah tersebut yang

telah meninggal, yaitu Miguel

de Cervantes pada 23 April.

Pada saat itu penjualan buku

mencapai lebih dari 400.000

eksemplar.

Dilatar belakangi hal tersebut,

akhirnya atas inisiatif UNICEF

yang bertempat di Perancis,

hari buku interasional ditetap-

kan pada tanggal 23 April, dan

hari hak cipta Internasional.

Penetapan tanggal 23 juga

ditujukan untuk mengenang

tokoh yang berpengaruh

dalam dunia tulis-menulis,

mereka adalah; Shakespeare,

Cervantes, Inca Garcilaso de la

vega dan Jose pla. Karena

pada tanggal tersebut mereka

wafat. Sedangkan Maurice

Druon, Vladimir Nabukov,

Manuel Mejia Vallejo dan Hall-

dór Laxness dilahirkan di tang-

gal yang sama. Maka resmilah

tanggal 23 April ditetapkan se-

bagai hari buku Internasional

atau World Book Day.

Saat ini hampir seluruh negara

di dunia merayakan pesta

literasi tersebut. Sebagai

contoh sejak 2008 Meksiko me-

rayakan hari buku dengan

upacara pembacaan buku

yang bisa dihadiri oleh kha-

layak umum selama 12 jam

berturut-turut, di negara-negara

Afrika hari buku dirayakan

dengan mengadakan berba-

gai kegiatan berbasis pendidi-

kan dan hak cipta, Dublin mer-

ayakan hari buku dengan me-

ngusung festival tahunanan

bernama Dublin: One City One

Book yang bekerja sama

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Berita Umum

Museum Edisi 1 | 10

Page 14: Museum edisi 1

dengan The Booksellers Asso-

ciation of Great Britain, selain

itu negara tersebut juga selalu

mengenang Bram Stroker, sas-

trawan Dublin dengan Dracula

sebagai salah satu masterpie-

cenya.

Swedia merayakannya dengan

cara mengadakan kontes buku

terbaik, sedangkan di Indone-

sia, masyarakat umumnya me-

rayakannya dengan menye-

lenggarakan festival buku di

berbagai kota. Meskipun dunia

telah menyepakati bahwa hari

buku jatuh pada 23 April, Ing-

gris dan Irlandia menetapkan

hari buku pada 1 Maret alih-alih

merayakannya pada tanggal

23 April.

Dua Negara tersebut meng-

ganti penanggalannya agar

tidak bentrok dengan hari

Paskah yang umumnya diraya-

kan pada tanggal itu.

Perayaan hari buku Interna-

sional dimaksudkan untuk

memberikan penghargaan

kepada para penulis, pihak

penerbit, distributor, organisasi

dan komunitas yang bersing-

gungan dengan dunia per-

bukuan, juga semua pihak

yang senang membaca buku

yang telah melestarikan

budaya mencintai buku ter-

masuk cinta membaca.

Selamat hari buku Interna-

sional!Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Berita Umum

Museum Edisi 1 | 11

Page 15: Museum edisi 1

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

Malaslah Membaca! untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Don’tRead

Don’tRead

Sosial Humaniora

Museum Edisi 1 | 12

Page 16: Museum edisi 1

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Sosial Humaniora

Museum Edisi 1 | 13

Page 17: Museum edisi 1

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Sosial Humaniora

Museum Edisi 1 | 14

Page 18: Museum edisi 1

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Sosial Humaniora

Museum Edisi 1 | 15

Page 19: Museum edisi 1

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Sosial Humaniora

Museum Edisi 1 | 16

Page 20: Museum edisi 1

Teks: Lia Malihah

Orang Indonesia mana yang

tak pernah mendengar kata

Batak? Salah satu suku Indone-

sia itu tersohor di telinga

masyarakat Indonesia.

Suku Indonesia tersebut dikenal

dengan suara dan sifatnya

yang lantang dan keras,

bahkan garis wajahnya yang

‘katanya’ pun keras.

Tak elak banyak pembicaran

yang berujung gossip hingga

penciptaan stereotype tentang

suku tersebut. Namun, apakah

semua yang telah kalian tahu

tentang Batak sudah benar?

Redaksi akan merangkumnya.

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

Teks: Emmy Yuniarti Rusadi

Founder ASEC

(Actual Smile English Club)

Peneliti Tata Kota &

penggiat lingkungan hidup

Betul, malaslah membaca!

Ini adalah salah satu pernya-

taan dan bukannya saran.

Banyak diantara kita saat ini se-

bagai generasi post-90s men-

jadikan membaca sebagai

sesuatu yang berat.

Membaca buku tidak lagi men-

jadi tren seperti generasi 90an

yang harus berjuang membeli

atau meminjam versi cetak

Hal Unik Tentang Batak

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

untuk meraup ilmu pengeta-

huan. Mahasiswa misalnya,

poros generasi yang digadang-

gadang sebagai ujung tombak

teladan bangsa menunjukkan

degradasi dalam kegiatan

membaca. Bagaimana bisa

disebut degradasi? Bacaan

yang diwajibkan untuk dibaca

di kelas pun kadang (atau ser-

ingkali) tak tuntas selesai.

Mari kita merenung. Jika hidup

enak- enak saja, tentu tidak

akan ada orang yang me-

maksa kita membaca apalagi

mewajibkan bacaan itu. Pasti-

lah itu suatu hal yang penting

yang bisa mempengaruhi

masa depan kita.

Membaca adalah dialog

dengan diri kita. Membaca

memberikan pandangan baru

setiap saat dan pengem-

bangan gagasan baru setiap

kali kita membuka lembaran

bacaan itu. Masalahnya, mem-

baca selalu dimaknai sebagai

kegiatan membaca versi buku

cetak.

Sesungguhnya membaca yang

hakiki adalah membaca situasi,

membaca zaman. Mahasiswa

dan siapapun pemuda Indone-

sia harus berani membaca

arah perkembangan bangsa

dan negaranya, akan dibawa

kemana perjalanan bangsa

besar ini.

Sekedar mengingatkan kita ten-

tang dahsyatnya membaca

mempengaruhi hidup adalah

lihatlah Bung Karno. Pada

usianya yang belum menginjak

17 tahun beliau sudah menyan-

tap bacaan tentang tokoh-

tokoh besar berpengaruh.

Beliau terdorong untuk mele-

wati batas nalar keterbatasan

bahasa saat orang Belanda di

sekolahnya kurang bersimpati

pada pribumi. Keingintahuan-

nya akan pemikiran tokoh se-

perti George Washington, Lenin,

Karl Max, Thomas Jefferson,

Garibaldi, Mazzini, dan tokoh

lainnya. Terlalu banyak bacaan

beliau.

Mohammad Hatta juga serupa,

tak pernah berhenti mengu-

nyah pengetahuan di sela-sela

kegiatan apapun. Setiap gaga-

san baru diserapnya dan mem-

berikan pandangan bahwa

membaca adalah aktifitas

yang membangkitkan nalar ke-

bangsaan.

Menengok pemikiran orang

yang sudah meninggalkan

dunia ini sekian lamanya tidak

ada cara lain selain membaca,

membaca biografi dan karya-

karyanya.

Apakah ada diantara kita yang

peduli bahwa setiap hari per-

tumbuhan jumlah bacaan

meningkat pesat dan era ini se-

makin memudahkan kita untuk

mencerna informasi apapun

dengan membaca? Kita saat

ini hanya butuh filter diri.

Bagaimana kita bisa tahu se-

perti apa filter diri itu? Tentu

dengan perbandingan dengan

contoh terbaik.

Bung Karno dan Mohammad

Hatta memberikan gambaran

bahwa Indonesia memiliki

budaya baca sejak lama,

apakah ada lagi alasan kita

untuk selalu menyodorkan

nama bangsa lain sebagai

contoh setiap harinya?

Memang kita masih selalu infe-

rior dengan berceloteh dan

menertawakan para pemuda

yang suka membaca. Budaya

inilah yang meruntuhkan minat

baca secara tidak langsung.

Pola yang ditangkap adalah

membaca hanyalah kegiatan

yang dapat dinikmati golongan

tertentu saja atau orang yang

sok ingin sukses diusia muda.

Padahal fakta menunjukkan

bahwa membaca itu ke-

wajiban, sekali lagi, kewajiban.

Adalah hal jamak kita tahu mi-

salnya Rasulullah menganjur-

kan kita membaca (tidak hanya

buku, tetapi beroleh hikmah),

Mahatma Gandhi juga senang

membaca, Confusius senang

menjelajah pedesaan Cina

dengan tanpa lupa menoreh-

kan hikmah yang diperoleh,

Dalai Lama pun begitu. Tidak

ada tokoh besar di dunia ini

lahir tanpa upaya membaca,

baik itu harfiah membaca

sumber pengetahuan ataupun

mengambil saripati kehidupan.

Membaca adalah bagian dari

proses belajar mencerna keju-

juran penulisnya. Sementara

apa saja dampak yang nyata

dari membaca? Orang yang

senang membaca akan terus

terdorong untuk menuntaskan

“kegundahan” hati dan pikiran-

nya tentang sesuatu dengan

mencari terus tambahan infor-

masi.

Membaca adalah aktifitas

yang menuntun jalan pikiran

untuk aktif mencari, tidak hanya

aktif diberi. Pembaca akan ter-

biasa berdinamika. Coba

tengok mana mahasiswa atau

pemuda yang senang mem-

baca atau tidak? Akan jelas

perbedaannya.

Apakah membaca hanya iden-

tik dengan sains, politik, atau

berbicara di depan publik?

Tidak. Seorang Da Vinci bahkan

jarang bisa berbicara gambling

dengan sesama seniman

saking sibuknya berkreasi atau

bereksperimen. Apakah dia

juga membaca? Ya. Dia mem-

baca banyak mitologi dan

merasakan bahwa mitos ba-

ginya adalah fana. Dia tertarik

mewujudkan sesuatu dengan

detail dan riil. Dia tidak puas

dengan hanya mempercayai

perkataan orang tentang ke-

ajaiban- keajaiban dunia, dia

mempelopori seniman yang

canggih juga dalam sains.

Da Vinci sudah menciptakan

penemuan karena dia me-

nyerap banyaknya informasi

dan menambah informasi itu

dengan pengamatan langsung

pada alam. Hasilnya, me-

nakjubkan.

Bahwa kita sekarang mengenal

Golden Ratio, prototipe pesa-

wat terbang paling awal, dan

masih banyak ide lain yang dia

gambar sangat rinci.

Membaca juga sudah menjadi

bagian dari peradaban besar

Eropa di masa Renaissance

hingga Islam dan kini. Mem-

baca adalah gerbang ilmu

pengetahuan. Itu pepatah

yang akan abadi. Berhentilah

membaca maka kita akan

buta, buta pengetahuan.

Jika tokoh-tokoh itu masih

belum membuat kita tergerak

untuk lebih aktif membaca

bacaan yang bermutu dan

terus mencari hikmah (arti

membaca secara luas), maka

coba kita bayangkan jika

dahulu George Washington

tidak pernah membaca politik

perang di zamannya?

Bagaimana kalau kita berikan

contoh di negeri kita.

Bagaimana seandainya Bung

Karno tak pernah membaca

ratusan buku atau kajian di

masanya? Adakah Jong Java

yang terinspirasi pula tentang

teori-teori pergerakan.

Atau Mohammad Hatta yang

tidak pernah membaca sistem

ekonomi versi VOC dan bela-

han dunia lain, adakah kita

tahu istilah koperasi? Lalu coba

juga bayangkan jika B.J Habibie

tidak rajin membaca teori aero-

dinamika, karena rumit mi-

salnya, apakah ada itu

teknologi pesawat terbang dan

Theory Fatigue? Jika mereka-

mereka ini tidak rajin mem-

baca, siapakah tokoh yang kita

bisa banggakan? Siapa tokoh

pencerah yang bisa kita harap-

kan?

Dunia terlalu kecil bagi mereka

yang dapat membaca, tetapi

amat menjenuhkan bagi

mereka yang berputus asa

tanpa membaca.

Jadi tunggu apa lagi, mulailah

lebih rajin membaca, tularkan

pengetahuannya, buatlah ino-

vasi, ciptakan perubahan

positif, dan buktikan bahwa kita

ada.

Budaya

Museum Edisi 1 | 17

Page 21: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

Budaya

Museum Edisi 1 | 18

Page 22: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

Budaya

Museum Edisi 1 | 19

Page 23: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

. . . I go into the other roomand read a book.

-Groucho Marx-

( via https://arjunandini .wordpress.com)

I f ind television very educating.Every time somebody

turns on the set. . .

Page 24: Museum edisi 1

Teks: Navilatul Ula

Terdiri dari dua huruf. E dan M, setiap orang mungkin, memiliki dialek

sendiri-sendiri untuk membaca dua huruf tersebut, konsonan dan

vokal yang saling melengkapi. Bisa saja, engkau memiliki pikiran

untuk mencocok-cocokkan kata “melengkapi” E dan M selayaknya

manusia: P dan L. Perempuan dan laki-laki. Atau mungkin, menjadi

cerita lain. Atau B dan P, buku dan pohon.

Em tinggal bersama keluarga bahagianya di desa Endo – Nesa –

Pelosok. Menurut penelitian dunia, Pelosok adalah salah satu negara

maju di Bima Sakti. Kecanggihan dokumentasi di Pelosok sudah

tidak diragukan lagi. Negara yang dalam satu kedipan mata dapat

menciptakan lembaran kertas berjilid. Waktu terjadinya sesuatu

dengan pemberitaannya hampir tidak berjarak, sangat cepat.

Namun merahmuda surga Pelosok tidak sampai pada Endo, karena

Endo memiliki budaya hijau anggun yang rukun.

Suatu sore yang indah, dibawah pohon ceres yang sejuk.

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

Panggil Saja ‘EM’

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

Cerita Pendek

Museum Edisi 1 | 21

Page 25: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

1. Horas!

Sering mendengar dua orang

saling sapa dengan

menggebu, mengatakan

“Horas?!”. Jika memang iya

maka orang yang tukar sapa

tersebut jelas 100% orang

Batak. Karena sapaan khas

Batak tersebut ‘wajib’ hu-

kumnya bagi orang Batak jika

bertemu di jalan.

Tak jarang mereka saling tegur

dengan kata wajib tersebut

pada orang yang belum begitu

akrab. Tahap kedua setelah

sesi perkenalan. Hal terpenting

setelahnya adalah bertanya

tentang.

2. “Marga apa kau?”

Setelah tahu si kawan berasal

dari Batak dan saling mengu-

cap salam ‘horas’. Maka kawan

sesuku tersebut akan saling ber-

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

tanya tentang marga apa

mereka. Marga adalah satu

bagian terpenting dalam hidup

mereka. Ada banyak sekali

marga di suku Batak.

Sebuah marga dapat terputus

apabila suatu keluarga tidak

memiliki seorang anak lelaki,

dan anak perempuannya harus

berganti marga karena meni-

kah dengan lelaki dari marga

lainnya. Dan, marga tak selalu

membawa persahabatan

sesuku bagi orang Batak.

Karena terkadang Marga dapat

berakibat.

3. Tak diperbolehkan meni-

kah sesama marga.

Alasan lain mengapa marga

adalah unsure terpenting

dalam eksistensi Batak adalah

adanya larangan menikah

sesama marga.

Maka tak jarang banyak yang

patah hati bagi pemetik cinta

pandangan pertama yang

langsung patah hati saat tahu

marga mereka sama.

4. Suku Batak dan anak –

anak sukunya.

Batak adalah salah satu suku

bangsa di Indonesia yang

sangat kaya budaya. Satu suku

tersebut telah terbagi menjadi

5 anak suku. Yaitu Batak Toba,

Batak Simalungun, Batak Man-

dailing, Batak Pakpak, dan

Batak Karo.

Uniknya kelima anak suku Batak

tersebut memiliki bahasa yang

berbeda-beda. Tak hanya ba-

hasanya, bahkan pakaian adat

mereka pun tak sama, meski-

pun mereka semua tetap me-

ngenakan kain ulos sebagai se-

lempang.

5. Ulos

Selain marga, sesuatu yang

dianggap penting atau sakral

bagi orang Batak adalah ulos-

nya. Ulos adalah baju khas suku

Batak yang memiliki corak

tersendiri yang unik.

Ulos sendiri dikenakan pada

acara-acar resmi, mulai dari

pernikahan hingga acara ke-

matian. Seorang pengantin

wajib hukumnya memakai baju

adat ini. Di acara pemakaman

pun para pelayat pun me-

ngenakan ulos. Selain itu ulos

juga menjadi kain sakral yang

akan dibawa oleh setiap gadis

Batak, yang sudah menikah

sekalipun.

Ketika gadis Batak sedang me-

rantau, maka wajib hukumnya

bagi mereka membawa se-

helai ulos yang selalu mereka

simpan di lemari mereka.

Begitu juga dengan wanita

yang sudah menikah, mereka

pun wajib menyimpan ulos

pernikahan mereka.

Meskipun Batak memiliki lebih

dari satu anak suku, dan memi-

liki baju adat masing – masing,

namun ulos tetaplah kain wajib

yang dimiliki orang Batak.

6. Parmalim

Selain kaya akan anak suku,

Batak juga kaya akan keper-

cayaannya. Parmalim adalah

salah satu kepercayaan kuno

dan asli yang berasal dari

Batak sebelum agama Kristen

masuk ke suku tersebut. Agama

tersebut memiliki penganut di

daerah Toba, daerah danau

Toba.

Di dalam ibadahnya, seorang

parmalim bertuhankan tana-

man – tanaman. Umumnya

penganut kepercayaan Par-

malim adalah orang Batak

yang berasal dari Toba. Dapat

juga dikatakan orang Batak

Toba.

Kepercayaan ini juga memiliki

sebuah tempat ibadah yang

bernama Bale pasogit. Ben-

tuknya hampir menyerupai

gereja namun memiliki 3 lam-

bang ayam di atap bangunan.

3 lambang ayam tersebut me-

miliki 3 warna berbeda; warna

hitam bermakna kebenaran,

warna putih lambing kesucian,

dan warna merah yang meru-

pakan lambing keberanian dan

kekuasaan.

***

Itulah hal – hal unik tentang

suku Batak yang hanya sekelu-

mit. Masih banyak yang perlu

dieksplore mengenai Batak.

Horas!!

Cerita Pendek

Museum Edisi 1 | 22

Page 26: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

Cerita Pendek

Museum Edisi 1 | 23

Page 27: Museum edisi 1

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

Cerita Pendek

Museum Edisi 1 | 24

Page 28: Museum edisi 1

Gemuruh tepuk tangan di auditorium fakultas ilmu budaya

terdengar serentak dan kencang. Ahmad mengakhiri pidato-

nya dengan kalimat “Mari perbanyak taman baca di dunia

sekeliling kita. Mari melawan lupa dengan menulis dan mem-

baca.”

*****

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

Cerita Pendek

Museum Edisi 1 | 25

Page 29: Museum edisi 1

Teks: Aditya Septian. P

Buku adalah guru yang tidak

pernah menolak kita untuk

menjadi muridnya.

Benar, buku tidak pernah me-

nolak siapapun yang ingin be-

lajar kepadanya. Apakah kita

menguasai materi dalam buku

atau tidak, berbeda ketika kita

ingin belajar di suatu universi-

tas, khususnya negeri, ada

standarisasi tertentu untuk kita

diterima dan belajar dari

dosen2 didalamnya.

Seandainya kita menemui pe-

nulis buku yg kita baca, belum

tentu penulis tersebut bersedia

begitu saja menerima kita se-

bagai anak didiknya, hal itu

bisa saja terjadi, diantaranya

karena penulis terlalu sibuk

dengan kegiatan sehari2nya

atau kita yg belum mumpuni

untuk dapat menerima materi

itu langsung dari penulis atau

ada faktor lainnya.

Maka dari itu, berterima ka-

sihlah kepada praktisi atau aka-

demisi yg meluangkan waktu-

nya untuk menulis dan berbagi

ilmu atau pengalaman melalui

bukunya.

Jangan lupa juga berterima

kasih kepada toko buku atau

penerbit yang memberi diskon

Berterima KasihlahKepada Penulis

�ank You

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

Opini

Museum Edisi 1 | 26

Page 30: Museum edisi 1

untuk buku yang mereka jual.

Maka dari itu, apresiasilah jerih

payah mereka dalam menulis,

dengan membeli, belajar dan

temukan hal-hal menarik di

dalamnya.

Jangan acuh dengan buku.

Bacalah buku-buku, karena itu

adalah salah satu surga dunia

yg berharga.

Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang

ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari

tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,

‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan

hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca

dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-

lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..

get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.

Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama

kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan

yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-

ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-

tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur

benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?

Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan

rumah tanpa jendela.

Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan

kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu

penjual sayur.

“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”

“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”

“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”

“Aaamiin”

Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan

tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik

rumah tanda jendala.

Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk

menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak

penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang

berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika

tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk

tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.

Masih pada suatu sore yang indah..

“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.

Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari

inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-

liki kelebihan mempermudah komunikasi ’

”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-

kannya kepada Em” Pikir Pak Kades

“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi

yang sama, menopang dagu.

Srek srek.

Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi

Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-

tis’.

“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-

munikasi Em.” Kata Pak Kades

“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”

“Iyaa Em.”

“Jadi aku punya Getget dong pak?”

“Gadget, Gad..get.. Em”

“Iya pak, Getget.”

Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk

menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-

pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka

berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-

buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,

lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda

surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-

pada sekedar Gadget semata.

Jadi, mari merefleksikan diri.

***

Opini

Museum Edisi 1 | 27

Page 31: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

Teks: Aditya Septian. P

Sekolah itu pasti, tapi bela-

jar adalah pilihan. Keduanya

adalah hal yang berbeda,

meski cukup identik. Sekolah

atau tidak, belajar adalah

tugas manusia.

Rasa ingin tahu adalah jalan-

nya, belajar dengan men-

dalam, semampu kita. Selain

itu, menjadi seorang ‘pecinta’

adalah kunci untuk belajar.

Mencintai ilmu, dengan begitu

kita akan melakukan banyak

hal dengan rasa cinta, tanpa

Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta

memperhitungkan uang, tahta

dan sejenisnya yang bersifat

duniawi.

Mengambil banyak kesempa-

tan untuk dapat terus belajar,

membaca buku dengan

datang keperpustakaan atau

ke toko buku diskon, bisa juga

datang ke seminar, baik yang

berbayar atau gratis, apalagi

hari ini era digital, bukan hanya

budaya selfie saja yang

berkembang di zaman seka-

rang, tapi juga budaya kuliah

umum gratis via situs internet,

baik yang berbasis artikel

maupun video.

Belajar juga bisa dengan

mengamati hal-hal di sekitar

lingkungan kita, karena terka-

dang lingkungan kita memiliki

cerita lebih kaya dari kumpulan

aksara dalam buku, dengan

sedikit sentuhan imajinasi akan

lebih menakjubkan proses bela-

jar kita, seperti memperhatikan

kebiasaan orang saat sarapan,

mengamati pola daun-daun di

pohon, mengamati benda-

benda unik di sepanjang jalan,

cobalah berimajinasi positif

dengan hal-hal tersebut, men-

jadi agen rahasialah, menjadi

peneliti lingkunganlah, menjadi

seniman dadakanlah yang

butuh refrensi gambar dan se-

bagainya. Atau membuat

cerita fiksi dari kejadian sehari-

hari.

Jangan takut salah, jangan

takut jelek, jangan takut terlihat

konyol dan jangan takut terlihat

bodoh, pecinta merupakan

orang yang melakukan hal-hal

menarik dengan segenap ketu-

lusan dan dengan alasan yang

kuat perihal kelakuannya.

Pecinta adalah seorang pem-

belajar sejati, di mana pun ia

akan belajar, melintasi ruang

dan waktu tanpa terikat pen-

didikan formal, belajar secara

terbuka terkadang lebih me-

nakjubkan dibanding belajar

dalam kelas, mungkin akan

mendapat hal-hal baru lebih

banyak dibanding belajar

dalam kelas.

Jangan pernah bosan belajar.

Karena belajar adalah hal

paling berharga, belajar

apapun yang menjadi passion

kita, karena kita tidak sedang

ingin menjadi profesor atau

ilmuwan, kita hanya sedang

ingin menjadi pencinta,

pecinta hal-hal yang menarik

dan bermanfaat. Belajar yang

positif.

Belajar secara perlahan, men-

dalam dan bermakna, se-

mampu kita.

***

Tulisan ini terinspirasi dari be-

berapa buku sebagai berikut:

Austin Kleon:

Steal Like An Artist

Show Your Work

Jessica Hagy:

How To Be Interesting

Keri Smith:

How To Be An Explored of

The World

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Opini

Museum Edisi 1 | 28

Page 32: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

Teks: Aditya Septian. P

Sekolah itu pasti, tapi bela-

jar adalah pilihan. Keduanya

adalah hal yang berbeda,

meski cukup identik. Sekolah

atau tidak, belajar adalah

tugas manusia.

Rasa ingin tahu adalah jalan-

nya, belajar dengan men-

dalam, semampu kita. Selain

itu, menjadi seorang ‘pecinta’

adalah kunci untuk belajar.

Mencintai ilmu, dengan begitu

kita akan melakukan banyak

hal dengan rasa cinta, tanpa

memperhitungkan uang, tahta

dan sejenisnya yang bersifat

duniawi.

Mengambil banyak kesempa-

tan untuk dapat terus belajar,

membaca buku dengan

datang keperpustakaan atau

ke toko buku diskon, bisa juga

datang ke seminar, baik yang

berbayar atau gratis, apalagi

hari ini era digital, bukan hanya

budaya selfie saja yang

berkembang di zaman seka-

rang, tapi juga budaya kuliah

umum gratis via situs internet,

baik yang berbasis artikel

maupun video.

Belajar juga bisa dengan

mengamati hal-hal di sekitar

lingkungan kita, karena terka-

dang lingkungan kita memiliki

cerita lebih kaya dari kumpulan

aksara dalam buku, dengan

sedikit sentuhan imajinasi akan

lebih menakjubkan proses bela-

jar kita, seperti memperhatikan

kebiasaan orang saat sarapan,

mengamati pola daun-daun di

pohon, mengamati benda-

benda unik di sepanjang jalan,

cobalah berimajinasi positif

dengan hal-hal tersebut, men-

jadi agen rahasialah, menjadi

peneliti lingkunganlah, menjadi

seniman dadakanlah yang

butuh refrensi gambar dan se-

bagainya. Atau membuat

cerita fiksi dari kejadian sehari-

hari.

Jangan takut salah, jangan

takut jelek, jangan takut terlihat

konyol dan jangan takut terlihat

bodoh, pecinta merupakan

orang yang melakukan hal-hal

menarik dengan segenap ketu-

lusan dan dengan alasan yang

kuat perihal kelakuannya.

Pecinta adalah seorang pem-

belajar sejati, di mana pun ia

akan belajar, melintasi ruang

dan waktu tanpa terikat pen-

didikan formal, belajar secara

terbuka terkadang lebih me-

nakjubkan dibanding belajar

dalam kelas, mungkin akan

mendapat hal-hal baru lebih

banyak dibanding belajar

dalam kelas.

Jangan pernah bosan belajar.

Karena belajar adalah hal

paling berharga, belajar

apapun yang menjadi passion

kita, karena kita tidak sedang

ingin menjadi profesor atau

ilmuwan, kita hanya sedang

ingin menjadi pencinta,

pecinta hal-hal yang menarik

dan bermanfaat. Belajar yang

positif.

Belajar secara perlahan, men-

dalam dan bermakna, se-

mampu kita.

***

Tulisan ini terinspirasi dari be-

berapa buku sebagai berikut:

Austin Kleon:

Steal Like An Artist

Show Your Work

Jessica Hagy:

How To Be Interesting

Keri Smith:

How To Be An Explored of

The World

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Opini

Museum Edisi 1 | 29

Page 33: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

Teks: Aditya Septian. P

Sekolah itu pasti, tapi bela-

jar adalah pilihan. Keduanya

adalah hal yang berbeda,

meski cukup identik. Sekolah

atau tidak, belajar adalah

tugas manusia.

Rasa ingin tahu adalah jalan-

nya, belajar dengan men-

dalam, semampu kita. Selain

itu, menjadi seorang ‘pecinta’

adalah kunci untuk belajar.

Mencintai ilmu, dengan begitu

kita akan melakukan banyak

hal dengan rasa cinta, tanpa

memperhitungkan uang, tahta

dan sejenisnya yang bersifat

duniawi.

Mengambil banyak kesempa-

tan untuk dapat terus belajar,

membaca buku dengan

datang keperpustakaan atau

ke toko buku diskon, bisa juga

datang ke seminar, baik yang

berbayar atau gratis, apalagi

hari ini era digital, bukan hanya

budaya selfie saja yang

berkembang di zaman seka-

rang, tapi juga budaya kuliah

umum gratis via situs internet,

baik yang berbasis artikel

maupun video.

Belajar juga bisa dengan

mengamati hal-hal di sekitar

lingkungan kita, karena terka-

dang lingkungan kita memiliki

cerita lebih kaya dari kumpulan

aksara dalam buku, dengan

sedikit sentuhan imajinasi akan

lebih menakjubkan proses bela-

jar kita, seperti memperhatikan

kebiasaan orang saat sarapan,

mengamati pola daun-daun di

pohon, mengamati benda-

benda unik di sepanjang jalan,

cobalah berimajinasi positif

dengan hal-hal tersebut, men-

jadi agen rahasialah, menjadi

peneliti lingkunganlah, menjadi

seniman dadakanlah yang

butuh refrensi gambar dan se-

bagainya. Atau membuat

cerita fiksi dari kejadian sehari-

hari.

Jangan takut salah, jangan

takut jelek, jangan takut terlihat

konyol dan jangan takut terlihat

bodoh, pecinta merupakan

orang yang melakukan hal-hal

menarik dengan segenap ketu-

lusan dan dengan alasan yang

kuat perihal kelakuannya.

Pecinta adalah seorang pem-

belajar sejati, di mana pun ia

akan belajar, melintasi ruang

dan waktu tanpa terikat pen-

didikan formal, belajar secara

terbuka terkadang lebih me-

nakjubkan dibanding belajar

dalam kelas, mungkin akan

mendapat hal-hal baru lebih

banyak dibanding belajar

dalam kelas.

Jangan pernah bosan belajar.

Karena belajar adalah hal

paling berharga, belajar

apapun yang menjadi passion

kita, karena kita tidak sedang

ingin menjadi profesor atau

ilmuwan, kita hanya sedang

ingin menjadi pencinta,

pecinta hal-hal yang menarik

dan bermanfaat. Belajar yang

positif.

Belajar secara perlahan, men-

dalam dan bermakna, se-

mampu kita.

***

Tulisan ini terinspirasi dari be-

berapa buku sebagai berikut:

Austin Kleon:

Steal Like An Artist

Show Your Work

Jessica Hagy:

How To Be Interesting

Keri Smith:

How To Be An Explored of

The World

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Opini

Museum Edisi 1 | 30

Page 34: Museum edisi 1

Bacaan internet hanya untuk mood. . .

. . . . .Bacaan buku untuk memperdalamnya

-rendi arte-

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Page 35: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

SAVE THE EARTH FOR FUTURE

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Review Buku

Museum Edisi 1 | 32

Page 36: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Review Buku

Museum Edisi 1 | 33

Page 37: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Review Buku

Museum Edisi 1 | 34

Page 38: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Review Buku

Museum Edisi 1 | 35

Page 39: Museum edisi 1

Teks: Kingkin Kinamu

Sastrawan yang menolak he-

donisme dan memilih hidup di

kota metropolis namun lebih

sering menghabiskan waktu

aktif untuk membaca, menga-

mati keadaan Ibu Kota, dan

mempelopori gerakkan salahira

hingga kuliah umum dari semi-

nar ke seminar. Gerakkan yang

sangat dekat dengan buku.

Hidup adalah perjalanan pan-

jang. Hidup adalah buku yang

berjalan. Sosok ini menjadikan

buku sebagai panutan untuk

menjadi diri sendiri, menghor-

mati keberagaman ide, dan

yang lebih spesifik lagi: sosok ini

menjadikan buku menjadi sa-

habat sejati, terlebih untuk me-

nyuarakan arti, dan makna ke-

hidupan lewat tulisan-

tulisannya. Menyentil setiap

sudut gelap, keadaan marginal

penduduk Indonesia yang luput

dari pantauan (radar) pemerin-

tah. Sosok ini bukan jin, sosok ini

benar-benar ada: sastrawan

Goenawan Mohammad. Lahir

di Batang, pada tahun 1971.

Entah sejak mulai kapan tulisan

menggerakkan hatinya untuk

merubah keadaan yang sudah

terlanjur terjangkit kanker.

Kanker dalam masyarakat Indo-

nesia: kebodohan. Rendahnya

pendidikan sejak zaman ke-

Buku telah Menyepuhnya Menjadi “Manusia Bumi”

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

Philosophy

�ction

artofphotography

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Museum Edisi 1 | 36

Sosok

Page 40: Museum edisi 1

merdekaan, penduduk pribumi

yang ter-marginal kan keba-

nyakan hanya menamatkan se-

kolah sampai SR: Sekolah

Rakyat. Yang bisa sekolah di

sana, pada waktu itu hanya

orang-orang dari bangsawan.

Minimal anak mandor, atau

camat. Jelas, sekolah mene-

ngah atas tak akan bisa dica-

pai mereka yang orang tua nya

hanya buruh tani. Di mana letak

kesejajaran manusia di bumi?

Buku waktu itu terbit dalam

bahasa belanda, hanya be-

berapa pribumi saja yang

mampu membaca fasih

bahasa penjajah itu.

Bersyukurlah. Era paska ke-

merdekaan, bahasa Indonesia

boleh di gunakan dengan

bebas, meskipun dengan me-

ngadopsi ejaan belanda.

Meskipun masih minim sekali

media sosial yang dibolehkan

untuk mengkritik pemerintah.

Banyak wartawan dipenjara

tanpa sebab. Hanya karena

menerbitkan buku yang

berkaitan dengan mimpi Indo-

nesia di masa depan. Sampai

di sana, kita masih untung.

Hingga munculah tokoh-tokoh

yang menggunakan ilmunya

untuk membuat Indonesia

maju –maju dengan pikiran

yang berkembang. Maju

–dengan ilmu pengetahuan

yang diperoleh di bangku se-

kolah hingga perguruan tinggi.

Maju –dengan buku-buku yang

bisa membuat semua melek

bisa hidup bebas dari kemiski-

nan dan keterbatasan materi.

Salah satunya, GM (sapaan

singkat Goenawan Muham-

mad). Kritikus dan budaywan

setelah Chairil Anwar ini, mulai

tahun 80-an hingga sekarang

aktif sekali di dunia sosial.

Hidup ini bukan seberapa

pintar kamu, hidup ini bukan

hanya sekedar seberapa

kaya kamu, bukan hanya

sekedar merk baju mu apa,

bukan hanya sekedar menu

apa yang kamu makan

setiap hari. Pernah kah

kamu membayangkan atau

Teks: Kingkin Kinamu

Jostein Gaarder, kembali me-

ngajak manusia instropeksi ter-

hadap hak dan kewajibannya

lewat novel filsafat semestanya:

Dunia Anna.

Mungkin bagi kalian akan me-

nganggap novel ini seperti

novel Dunia Sophie yang

alurnya memasukkan yang

karakternya kuat, anak kecil

yang ingin tahu segala sesuatu

tentang kehidupan, tentang arti

hidup. Kenapa manusia dibuat,

dan asal muasal kehidupan.

Gaarder dengan bahasa yang

lugas berhasil memperlihatkan

bagaimana sebenarnya ke-

hidupan diciptakan. Apakah

kehidupan di muka bumi ini

muncul serta merta tanpa

adanya suatu Dzat yang Maha?

Dalam Dunia Shopie memang

bahasa yang digunakan lebih

“berat”.

Gaarder membuat pembaca

memahami makna kehidupan.

Dunia Anna, membuat kita

melek bagaimana seharusnya

sikap manusia terhadap alam.

Alur sangat unik. Sederhana,

tapi pesan yang disampaikan

sangat manusiawi. Dunia Anna.

Melalui tokoh sentral Anna,

pesan tersirat dari novel ini

dibentuk. Anna gadis belia

yang unik, bisa bercakap-

cakap dengan nenek buyutnya

dalam mimpi. Padahal, ia

dalam mimpinya itu ialah

Buyut, dan memiliki seorang

cicit yang bernama Nova.

Dalam mimpi tersebut ia berhu-

tang dengan generasi dahulu-

nya. Karena bumi yang dihuni

Nova sangat miskin akan tum-

buhan, dan terjadi pemanasan

global yang membuat spesies

flora dan fauna menjadi

musnah.

Bumi pada tahun 2028. Sudah

sejak lama, manusia sudah

dihimbau untuk tidak me-

nebangi tumbuhan secara liar,

bukankan manusia dan alam

saling bergantung? Jika jika

pohon di bumi ini berkurang

maka sekelompok hewan yang

bergantung pada habitat

pohon akan mencari lingku-

ngan baru yang akan merusak

ekosistem lainnya. Memang,

global warming pada akhirnya,

cepat atau lambat akan terjadi

pada bumi kita. Lapisan ozon

semakin menipis. Ditambah

lagi dengan tingkah manusia

yang seenaknya sendiri terha-

dap alam, hal ini akan me-

ngakibatkan semakin cepatnya

global warming terjadi. Tak

pelak, efeknya di masa depan

akan semakin parah, permu-

kaan air laut naik, es di kutub

utara mencair, dan pernahkan

kalian berpikir, bagaimana ke-

langsungan hewan-hewan

langka dua puluh tahun yang

akan datang?

MANUSIA SELALU BERPIKIR

SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN

CONDONG KE SERAKAH.

Baik permasalahan iklim

maupun berbagai masalah

terkait ancaman terhadap

keanekaragaman hayati

lainnya adalah akibat dari

kese-rakahan. Namun, keser-

akahan biasanya tidak meri-

saukan orang-orang serakah

itu sendiri. Telah banyak ke-

jadian serupa dalam seja-

rah. (halaman 64)

Saya bisa membayangkan

anak-cucu kita dalam kepu-

tusasaan –baik karena ke-

hilangan sumber daya alam

seperti gas dan minyak

maupun kehilangan

keanekaragaman alam

hayati: Kalian telah meng-

habiskan semuanya! Kalian

tidak menyisakan sedikit pun

untuk kami! (halaman 65).

Nova yang dalam mimpi Anna

adalah cicitnya, merupakan

generasi Anna yang hidup di

bumi yang tidak seindah pen-

dahulunya, akibat dari hutan

yang ditebangi, mengaki-

batnya cepatnya pemanasan

global, punahnya flaura dan

fauna, hingga di Saudi Arabia

semua daratan tertutup pasir.

Orang-orang banyak yang

mengungsi karena bencana

iklim ini –pada tahun 2028.

Novel ini sebenarnya begitu se-

derhana ingin mengingatkan

kita untuk tetap menjaga bumi

kita agar tetap lestari, salah sa-

tunya dengan menanam

pohon, menanam hari ini man-

faatnya akan terasa bagi

anak-cucu kita di masa depan.

Anna. Memiliki pemikiran aneh

semenjak ia didatangi mimpi

itu –seolah bisa melihat masa

depan, ia merasa memiliki

beban yang berat untuk men-

jaga bumi. Karena ia diberi ke-

sempatan kedua untuk me-

lestarikan bumi, bersama

Jonas. Pacarnya. Untung, ia

bertemu dengan psikolog yang

pas. Anna begitu cemas

dengan mimpinya, seolah

nyata. Anna menjadi sangat

empati dengan pemansan

global, ia dengan berbagai

cara dengan pacarnya, Jonas,

ingin menyelamatkan bumi dari

dampak pemanasan global.

Tidak bisakah manusia meng-

ganti energi yang lebih bersa-

habat dengan bumi? Mungkin

100 tahun yang akan datang

anak cucu kita sudah tidak bisa

lagi menghirup udara yang

bersih. Kita hanya menyisakan

kepedihan.

Namun di ending cerita ini

kurang menceritakan tentang

hasil dari usaha Anna, mungkin

Gaarder membiarkannya de-

mikian karena bumi dan manu-

sia sampai sekarang masih bisa

berdamai, beriringan.

Bayangkan padahal setiap hari

kita menggunakan bahan

bakar yang menipiskan lapisan

ozon: AC, gas pembakaran

kendaraan baik darat maupun

udara, dan yang paling parah

adalah penebangan pohon

liar.

Bumi semakin ranggas,

kering. Ada begitu banyak

hal tentang masa depan

yang aku tidak tahu. Yang

aku tahu adalah bahwa aku

akan ikut serta untuk mem-

berikan bentuknya. Dan

mungkin, dengan cara ini,

aku telah memulai dengan

sebuah langkah kecil.

Segala harapan terbaik ku-

curahkan untukmu dan

dunia tempat kamu bertum-

buh dan akan terus men-

jalani hidup. (halaman 217).

***

Percayalah (pembaca) meski-

pun ending dari bumi ini belum

jelas, alangkah baiknya mulai

dari sekarang kita sadar untuk

menjaga lingkungan yang kita

tinggali. Be a nature agent.

Sosok

Museum Edisi 1 | 37

Page 41: Museum edisi 1

setidaknya berpura-pura

menjadi mereka yang tidur

di emperan toko. Sedang

kita berada di kasur busa

dengan selimut tebal yang

nyaman. Lalu apa yang

membuat hidup mu berarti?.

Buku dan ilmu pengetahuan

yang bermanfaat. Sebe-

narnya, lebih buku itu lebih

berperan sebagai Pembina

kita membuka jalan pikiran,

selebihnya alam lah yang

akan membuat kita mengerti

bagaimana banyak sistem di

muka bumi ini bekerja. Ter-

masuk sistem, kongkaling-

kong para –yang tak ber-

tanggung jawab menelan-

tarkan jutaan marginal

hidup jauh dari dunia

pendidikan-BKK.

Ia tak peduli disebut sebagai

penjaja harapan palsu bagi

kaum marginal. Lewat tulisan-

tulisannya, ia menyebutkan

Kemampuan membaca itu

sebuah rahmat. Kegemaran

membaca; sebuah kebaha-

giaan.”

Awal seorang bisa membaca

adalah belajar. Sehingga me-

nimbulkan candu untuk selalu

ingin tahu. Untuk selalu menjadi

manusia yang berguna.

Anehnya, sosok GM tidak ingin

kekuasaan. Ia hanya mengoar-

kan seruan untuk meningkatkan

kemajuan seorang lewat pe-

ngetahuan yang bermanfaat.

Lalu, kapan datangnya kesem-

patan menjemput mereka

yang sering terlunta di jalanan?

PR bagi kita semua. Tidak

hanya sekali saja orang-orang

memiliki peduli kepada mar-

ginal. Butuh keberlanjutan.

Tidak kah dunia ini hanya berisi

tentang saling membantu dan

menghargai perbedaan?

Luka bagi GM telah tergores di

Indonesia. Ia sempat menda-

pat gugatan ketika salah satu

tulisannya menyebutkan pihak

yang berkuasa (berdasarkan

fakta) benar-benar korupsi.

Nama nya menjadi tercemar

Sosok

Museum Edisi 1 | 38

Page 42: Museum edisi 1

hanya karena sebuah tulisan.

Lantas GM memilih menempuh

jalur hukum. Tahu malukah jika

korupsi itu merampas nasi satu

bungkus orang di emperan?

Bagi mereka, untuk makan pun

susah.

Yang indah memang bisa

menghibur selama-lamanya,

membubuhkan luka selama-

lamanya, meskipun puisi dan

benda seni bisa lenyap. Ia

seakan-akan roh yang hadir

dan pergi ketika kata di-

lupakan dan benda jadi aus.

Tapi apa arti roh tanpa

tubuh yang buncah dan

terbelah? Keindahan tak

bisa jadi total. Ketika ia

merangkum total, ia abstrak,

dan manusia dan dunia tak

akan saling menyapa lagi.

Maksud GM dalam harapannya

menderikan komunitas salahira.

Untuk memajukkan manusia

lewat tulisan yang kemudian

dibukukan, saling membagi

informasi. Lewat buku inilah

diharapkan bisa menciptakan

budaya masyarakat yang

membumi. Tak aneh, di era mil-

lenium sekarang banyak manu-

sia yang masih mementingkan

diri sendiri, dan materi untuk

pribadi.

Menyebabkan yang kaya se-

makin kaya, dan miskin se-

makin miskin. Ini sesat. Sung-

guh, stereotip ini harus dirubah.

Agen perubahan itu bisa diper-

oleh lewat buku, dengan mem-

baca semua akan menguasai

dunia. Langkah nyata GM untuk

mewujudkan buku sebagai

sarana membentuk budaya

baca, tulis, dan pribadi yang

bermanfaat sangat lah manu-

siawi, jika kita lihat sekarang ini

masih banyak masyarakat yang

selalu hedonis.

Di situ buku menghidupkan

kembali semangat manusiawi

lewat tulisan yang membuat

gerakan: peduli kepada mar-

ginal yang tak sempat belajar

bagaimana cara membaca.

Berbeda dengan budaya aro-

gansi yang nampak pada

Sosok

Museum Edisi 1 | 39

Page 43: Museum edisi 1

Di situ buku menghidupkan

kembali semangat manusiawi

lewat tulisan yang membuat

gerakan: peduli kepada mar-

ginal yang tak sempat belajar

bagaimana cara membaca.

Berbeda dengan budaya aro-

gansi yang nampak pada

semua lini komunikasi yang bisa

diakses semua lini masyarakat,

kebanyak komersil dan melaku-

kan pembodoan masal lewat

budaya: hiburan, musik, hingga

infotainment yang hanya mem-

buat masyarakat ini berpikir

dangkal.

GM percaya buku bisa meru-

bah budaya mainstream dan

hedon menjadi kekuatan awal

marginal untuk menyembuhkan

luka batin karena terancam

miskin selama-lamanya.

Sosok

Museum Edisi 1 | 40

Page 44: Museum edisi 1

Kau mungkin punya harta tak berhingga. .Tumpukan emas dan permata. .

---

Aku takkan pernah lebih kaya daripadamu. .

Tapi , aku punya ibu yang membacakan buku untukku. .

-Strickland Gillilan-

( via https://arjunandini .wordpress.com)

Page 45: Museum edisi 1

hai . . .Halo teman-teman pembaca sekalian, kami dari tim Museum Mini-magz mem-buka diri untuk menerima saran maupun kritik dari teman-teman semua.

Silakan kirimkan saran dan kritik teman-teman semua melalui email kami: [email protected]

Saran maupun kritik teman-teman akan sangat mambantu kami untuk tetap eksis dan sebagai media untuk menjadi komuni-kasi antara teman-teman pembaca dengan tim Museum Mini-Magz.

Saran dan kritik terbaik dari teman-teman berkesempatan berpartisipasi menjadi kon-tributor tulisan untuk kebutuhan edisi beri-kutnya.

Terima kasih.

Page 46: Museum edisi 1

Museum Mini Magz

MuseumMiniMagz.wordpress.com