Museum edisi 1
-
Upload
museum-mini-magz -
Category
Documents
-
view
241 -
download
1
description
Transcript of Museum edisi 1
Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta
Sejarah Hari Buku danHak Cipta Internasional
SAVE THE EARTHFOR FUTURE
Malaslahmembaca ! !
1st edition
PHILOSOPHY
FICTION
a p r i l23
note
Salam Redaksi
Editorial Note
Editorial Team
-
Quote
-
Sejarah Hari Buku
Malaslah Membaca
Hal Unik Tentang Batak
-
Panggil Saja EM
Berterima Kasihlah Kepada Para Penulis
Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta
-
Save The World For Future
Buku Telah Menyepuhnya Menjadi
Manusia Bumi
1
3
7
8
9
12
17
21
26
28
32
36
SALAM REDAKSI
Setiap kepala memiliki ruang masing-masing jika ditanya perihal
‘kenangan’. Ada diantara mereka yang memilih untuk mendiamkan
di gurun pasir, menjadikan ‘kenangan’ bak butiran debu terbawa
angin, menjauh tak tampak mata. Ada juga diantara mereka yang
memilih menjadi kunci pintu, membiarkannya tergenggam didalam
tangan, yang jika nanti merindu kenangan, mereka bisa membu-
kanya sewaktu waktu. Dan ada juga diantara mereka yang memilih
menjadi pena, menyerahkan kenangan pada tetesan tinta, mera-
wat denyutan kata tiap bertemu sesama kata.
Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan yang
bermacam-macam, dan tujuan yang bermacam-macam. Ada
yang bahagia dengan gubuk dan hamparan sawah, ada yang baru
terpuaskan ketika berjubah tanah. Dan ada pula yang bahagia
hanya dengan barisan kata. Semua itu terserah, karena setiap
kepala memiliki cara minum yang berbeda.
Tidak melulu disebut kenangan adalah sesuatu yang berkaitan
dengan sesorang atau benda yang kita sukai. Karena kenangan
adalah segala hal yang telah tercetak. Nikmat, harum dan me-
nyegarkan. Manis kenangan bisa kita ambil sumbunya, dengan
pena adalah lilinya. Nyala sinarnya berada pada tiap kepala, yaitu
baca.
Menikmati kenangan dengan baca. Juga pena. Memilah milih hal
positif yang menyegarkan. Mengulukan bahagia dengan secangkir
bunga. Membiarkan semut serdadu mengelilingi semesta. Mem-
bawa harta berupa kata yang membentuk warna. Membuat tetesan
embun sebagai pengingat syukur.
Adalah bahagia. Ketika kenangan manis, harum dan segar berbisik
dari museum kata yang sederhana. Karena membaca dan menulis
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, bersiaplah
menjadi agen museum dari setiap buku, artikel, dan apapun itu,
yang telah kalian baca.
Buku dan Kenangan
Navilatul Ula
Pengantar
Museum Edisi 1 | 1
Setiap kepala memiliki ruang masing-masing jika ditanya perihal
‘kenangan’. Ada diantara mereka yang memilih untuk mendiamkan
di gurun pasir, menjadikan ‘kenangan’ bak butiran debu terbawa
angin, menjauh tak tampak mata. Ada juga diantara mereka yang
memilih menjadi kunci pintu, membiarkannya tergenggam didalam
tangan, yang jika nanti merindu kenangan, mereka bisa membu-
kanya sewaktu waktu. Dan ada juga diantara mereka yang memilih
menjadi pena, menyerahkan kenangan pada tetesan tinta, mera-
wat denyutan kata tiap bertemu sesama kata.
Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan yang
bermacam-macam, dan tujuan yang bermacam-macam. Ada
yang bahagia dengan gubuk dan hamparan sawah, ada yang baru
terpuaskan ketika berjubah tanah. Dan ada pula yang bahagia
hanya dengan barisan kata. Semua itu terserah, karena setiap
kepala memiliki cara minum yang berbeda.
Tidak melulu disebut kenangan adalah sesuatu yang berkaitan
dengan sesorang atau benda yang kita sukai. Karena kenangan
adalah segala hal yang telah tercetak. Nikmat, harum dan me-
nyegarkan. Manis kenangan bisa kita ambil sumbunya, dengan
pena adalah lilinya. Nyala sinarnya berada pada tiap kepala, yaitu
baca.
Menikmati kenangan dengan baca. Juga pena. Memilah milih hal
positif yang menyegarkan. Mengulukan bahagia dengan secangkir
bunga. Membiarkan semut serdadu mengelilingi semesta. Mem-
bawa harta berupa kata yang membentuk warna. Membuat tetesan
embun sebagai pengingat syukur.
Adalah bahagia. Ketika kenangan manis, harum dan segar berbisik
dari museum kata yang sederhana. Karena membaca dan menulis
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, bersiaplah
menjadi agen museum dari setiap buku, artikel, dan apapun itu,
yang telah kalian baca.
Buku dan Kenangan
Navilatul Ula
Pengantar
Museum Edisi 1 | 2
editorial note
Jejak Manusia,
Impian, Perubahan,
dan Kegigihan:
Catatan Atas Hari
Buku di Edisi Pertama
Museum Mini Magz
2015.
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca. Jadi tunggu
apa lagi, mulailah lebih rajin
membaca, tularkan pengeta-
huannya, buatlah inovasi, cip-
takan perubahan positif, dan
buktikan bahwa kita ada.
(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum
Mini Magz, 2015)
Membaca artikel-artikel dalam
Museum Mini Magz tahun 2015
seperti melihat revolusi
pemuda dan pemudi Indone-
sia yang ingin mencoba mem-
buat gerakan positif yang pada
akhirnya akan memberi sema-
ngat pembaca untuk membuat
perubahan yang lebih baik ter-
hadap dirisendiri, orang lain
hingga Indonesia.
Semua yang terangkum dalam
Museum ini terjadi ketika hingar
bingar dunia abad ke-21 ini
penuh dengan hedonisme
–palsu maupun secara terang-
terangan, asli.
Budaya pemuda-pemudi yang
semakin jauh dari rasa ingin
membuat perubahan ke arah
yang lebih baik lagi. Di antara
pemuda-pemudi Indonesia,
sering hura-hura dan mening-
galkan salah satu tujuan pen-
ting kehidupan: belajar, mem-
baca, menularkan hal-hal yang
positif yang di dapat dari ke-
hidupan. Terutama buku.
Tapi pembaca dapat melihat
sisi positif dari membaca, ketika
membaca artikel demi artikel
yang memiliki benang merah:
buku. Inilah momen yang pas
untuk mengangkat buku seba-
gai primadona edisi perdana
Museum Mini Magz bertepatan
dengan bulan ini yang sering
dirayakan sebagai hari buku.
Sekarang-sekarang banyak
sekali orang yang pergi ke
mall-mall dengan tujuan
menghamburkan uang, lantas
membeli gadget dengan
harga super mahal semata-
mata untuk menunjukkan
keren, gaul, dan kekinian.
Sebenarnya tidak ada yang
melarang kita semua untuk
mengimbangi pergaulan,
namun, dengan syarat kita
harus ingat bagaimana kelak
masa depan kita jika masih
sering mementingkan hedon-
isme dalam berperilaku.
Iklim budaya Indonesia yang
luhur semakin kesini dikikis oleh
sistem pola pikir yang pada
masyarakat sudah mulai men-
jamur: bersenang-senang
dahulu bersusah-susah ak-
hirnya. Ketika mereka lebih
penting membeli gadget
dengan tujuan pamer dari-
pada membeli buku dan
mengamalkannya kepada
sesama. Di artikel-artikel ini
kalian akan menemukan
benang merah yang terfokus
dengan buku sebagai alat
untuk menggerakkan nurani,
hingga sikap manusia. Belajar.
Beberapa artikel menunjukkan
beberapa pikiran pemuda-
pemudi Indonesia yang masih
peduli dengan hajat hidup
Indonesia di masa depan. Ba-
yangkan, jika kelak penerus
negeri ini sibuk dengan gaya
hedonis dan melupakan ilmu
yang bermanfaat yang bisa
menyelaraskan kehidupan.
Indonesia hancur tahun 2100,
mau kah memiliki impian se-
perti itu? Tidak.
Salah satu artikel meramu satire
pada keadaan yang sedang
terjadi pada masyarakat sebe-
lum era millennium dengan era
setelahnya, dulu pemuda Indo-
nesia saat era 90-an adalah
pejuang tangguh, sekarang?
Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-
nya mengandung opini dari
para penulis didasari fakta,
mereka pada dasarnya me-
ngungkapkan buku itu penting.
Buku itu teman sejati, waktu
berjalan, dan pengetahuan
yang berkembang. Buku ditulis
oleh seorang penulis dengan
tujuan agar ilmu itu berman-
faat. Yang bagi masa depan
patut untuk disimak adalah
budaya membaca semakin
hari semakin menurun.
Gadget kita digunakan untuk
apa? Sebagian besar diguna-
kan untuk membaca status
mantan, gebetanm, dan gosip
para selebrita. Hanya sebagian
kecil yang memanfaatkan
gadget sebagai media untuk
membaca pengetahuan
umum, dan pelajaran lain-lain.
Bagaimana mengahadapi
zaman yang sekarang semakin
menurun semangat memba-
canya? Bahkan ada orang me-
nyerap ilmu hanya sari-sari nya
tidak di kuliti hingga sampai
akarnya, sehingga informasi itu
menjadi terpotong dan rancu.
Bahkan, sudah ada yang be-
redar dimasyarakat tentang
informasi yang salah kaprah.
Di artikel yang ditulis oleh
Emmy, jika seseorang itu mem-
baca dan memiliki pengeta-
huan yang lebih selayaknya
orang itu harus menulisnya,
agar ilmu yang sudah benar
kajiannya tidak menjadi salah
kaprah.
Dari mana mereka akan tahu
kebenaran yang sebenarnya
jika tidak ada yang menulis?
Budaya membaca dan menulis
itulah yang sebenarnya akan
terekspos dari Museum Mini
Magazine.
Tentang kritik sosial dan sepi
yang bersarang. Semua artikel
dalam majalah ini meramu
kritik sosial, mengenai sikap
manusia yang terkadang
lengah membaca situasi. Beru-
saha membentuk budaya
membaca dan menulis, guna
memberikan hal yang positif
bagi bangsa Indonesia. Sepi
yang bersarang dalam artikel
Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,
Aditya, menujukkan seberapa
keringnya jiwa manusia yang
kurang membaca, dan lebih
memilih hal lain untuk kesehari-
annya.
Sebenarnya, kita bisa memetik
pelajaran untuk menjadi manu-
sia yang pandai memaknai
hidup. Tidak hanya kebaha-
giaan yang akan menemani
hidup ini hingga akhir, namun,
adakalanya kita memperoleh
rintangan yang membuat kita
semakin tegar, dan menjadi
pejuang hidup. Peran pengeta-
huan yang bisa diperoleh dari
membaca disinipun juga dibu-
tuhkan.
Semua yang positif dalam
Museum pasti akan selamanya
dikenang, di sinilah Museum
Mini Magz berusaha mengang-
kat tema yang membuat hati
pembaca terbuka nalurinya.
Museum Mini-Magz
Pengantar
Museum Edisi 1 | 3
Jejak Manusia,
Impian, Perubahan,
dan Kegigihan:
Catatan Atas Hari
Buku di Edisi Pertama
Museum Mini Magz
2015.
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca. Jadi tunggu
apa lagi, mulailah lebih rajin
membaca, tularkan pengeta-
huannya, buatlah inovasi, cip-
takan perubahan positif, dan
buktikan bahwa kita ada.
(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum
Mini Magz, 2015)
Membaca artikel-artikel dalam
Museum Mini Magz tahun 2015
seperti melihat revolusi
pemuda dan pemudi Indone-
sia yang ingin mencoba mem-
buat gerakan positif yang pada
akhirnya akan memberi sema-
ngat pembaca untuk membuat
perubahan yang lebih baik ter-
hadap dirisendiri, orang lain
hingga Indonesia.
Semua yang terangkum dalam
Museum ini terjadi ketika hingar
bingar dunia abad ke-21 ini
penuh dengan hedonisme
–palsu maupun secara terang-
terangan, asli.
Budaya pemuda-pemudi yang
semakin jauh dari rasa ingin
membuat perubahan ke arah
yang lebih baik lagi. Di antara
pemuda-pemudi Indonesia,
sering hura-hura dan mening-
galkan salah satu tujuan pen-
ting kehidupan: belajar, mem-
baca, menularkan hal-hal yang
positif yang di dapat dari ke-
hidupan. Terutama buku.
Tapi pembaca dapat melihat
sisi positif dari membaca, ketika
membaca artikel demi artikel
yang memiliki benang merah:
buku. Inilah momen yang pas
untuk mengangkat buku seba-
gai primadona edisi perdana
Museum Mini Magz bertepatan
dengan bulan ini yang sering
dirayakan sebagai hari buku.
Sekarang-sekarang banyak
sekali orang yang pergi ke
mall-mall dengan tujuan
menghamburkan uang, lantas
membeli gadget dengan
harga super mahal semata-
mata untuk menunjukkan
keren, gaul, dan kekinian.
Sebenarnya tidak ada yang
melarang kita semua untuk
mengimbangi pergaulan,
namun, dengan syarat kita
harus ingat bagaimana kelak
masa depan kita jika masih
sering mementingkan hedon-
isme dalam berperilaku.
Iklim budaya Indonesia yang
luhur semakin kesini dikikis oleh
sistem pola pikir yang pada
masyarakat sudah mulai men-
jamur: bersenang-senang
dahulu bersusah-susah ak-
hirnya. Ketika mereka lebih
penting membeli gadget
dengan tujuan pamer dari-
pada membeli buku dan
mengamalkannya kepada
sesama. Di artikel-artikel ini
kalian akan menemukan
benang merah yang terfokus
dengan buku sebagai alat
untuk menggerakkan nurani,
hingga sikap manusia. Belajar.
Beberapa artikel menunjukkan
beberapa pikiran pemuda-
pemudi Indonesia yang masih
peduli dengan hajat hidup
Indonesia di masa depan. Ba-
yangkan, jika kelak penerus
negeri ini sibuk dengan gaya
hedonis dan melupakan ilmu
yang bermanfaat yang bisa
menyelaraskan kehidupan.
Indonesia hancur tahun 2100,
mau kah memiliki impian se-
perti itu? Tidak.
Salah satu artikel meramu satire
pada keadaan yang sedang
terjadi pada masyarakat sebe-
lum era millennium dengan era
setelahnya, dulu pemuda Indo-
nesia saat era 90-an adalah
pejuang tangguh, sekarang?
Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-
nya mengandung opini dari
para penulis didasari fakta,
mereka pada dasarnya me-
ngungkapkan buku itu penting.
Buku itu teman sejati, waktu
berjalan, dan pengetahuan
yang berkembang. Buku ditulis
oleh seorang penulis dengan
tujuan agar ilmu itu berman-
faat. Yang bagi masa depan
patut untuk disimak adalah
budaya membaca semakin
hari semakin menurun.
Gadget kita digunakan untuk
apa? Sebagian besar diguna-
kan untuk membaca status
mantan, gebetanm, dan gosip
para selebrita. Hanya sebagian
kecil yang memanfaatkan
gadget sebagai media untuk
membaca pengetahuan
umum, dan pelajaran lain-lain.
Bagaimana mengahadapi
zaman yang sekarang semakin
menurun semangat memba-
canya? Bahkan ada orang me-
nyerap ilmu hanya sari-sari nya
tidak di kuliti hingga sampai
akarnya, sehingga informasi itu
menjadi terpotong dan rancu.
Bahkan, sudah ada yang be-
redar dimasyarakat tentang
informasi yang salah kaprah.
Di artikel yang ditulis oleh
Emmy, jika seseorang itu mem-
baca dan memiliki pengeta-
huan yang lebih selayaknya
orang itu harus menulisnya,
agar ilmu yang sudah benar
kajiannya tidak menjadi salah
kaprah.
Dari mana mereka akan tahu
kebenaran yang sebenarnya
jika tidak ada yang menulis?
Budaya membaca dan menulis
itulah yang sebenarnya akan
terekspos dari Museum Mini
Magazine.
Tentang kritik sosial dan sepi
yang bersarang. Semua artikel
dalam majalah ini meramu
kritik sosial, mengenai sikap
manusia yang terkadang
lengah membaca situasi. Beru-
saha membentuk budaya
membaca dan menulis, guna
memberikan hal yang positif
bagi bangsa Indonesia. Sepi
yang bersarang dalam artikel
Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,
Aditya, menujukkan seberapa
keringnya jiwa manusia yang
kurang membaca, dan lebih
memilih hal lain untuk kesehari-
annya.
Sebenarnya, kita bisa memetik
pelajaran untuk menjadi manu-
sia yang pandai memaknai
hidup. Tidak hanya kebaha-
giaan yang akan menemani
hidup ini hingga akhir, namun,
adakalanya kita memperoleh
rintangan yang membuat kita
semakin tegar, dan menjadi
pejuang hidup. Peran pengeta-
huan yang bisa diperoleh dari
membaca disinipun juga dibu-
tuhkan.
Semua yang positif dalam
Museum pasti akan selamanya
dikenang, di sinilah Museum
Mini Magz berusaha mengang-
kat tema yang membuat hati
pembaca terbuka nalurinya.
Museum Mini-Magz
Pengantar
Museum Edisi 1 | 4
Jejak Manusia,
Impian, Perubahan,
dan Kegigihan:
Catatan Atas Hari
Buku di Edisi Pertama
Museum Mini Magz
2015.
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca. Jadi tunggu
apa lagi, mulailah lebih rajin
membaca, tularkan pengeta-
huannya, buatlah inovasi, cip-
takan perubahan positif, dan
buktikan bahwa kita ada.
(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum
Mini Magz, 2015)
Membaca artikel-artikel dalam
Museum Mini Magz tahun 2015
seperti melihat revolusi
pemuda dan pemudi Indone-
sia yang ingin mencoba mem-
buat gerakan positif yang pada
akhirnya akan memberi sema-
ngat pembaca untuk membuat
perubahan yang lebih baik ter-
hadap dirisendiri, orang lain
hingga Indonesia.
Semua yang terangkum dalam
Museum ini terjadi ketika hingar
bingar dunia abad ke-21 ini
penuh dengan hedonisme
–palsu maupun secara terang-
terangan, asli.
Budaya pemuda-pemudi yang
semakin jauh dari rasa ingin
membuat perubahan ke arah
yang lebih baik lagi. Di antara
pemuda-pemudi Indonesia,
sering hura-hura dan mening-
galkan salah satu tujuan pen-
ting kehidupan: belajar, mem-
baca, menularkan hal-hal yang
positif yang di dapat dari ke-
hidupan. Terutama buku.
Tapi pembaca dapat melihat
sisi positif dari membaca, ketika
membaca artikel demi artikel
yang memiliki benang merah:
buku. Inilah momen yang pas
untuk mengangkat buku seba-
gai primadona edisi perdana
Museum Mini Magz bertepatan
dengan bulan ini yang sering
dirayakan sebagai hari buku.
Sekarang-sekarang banyak
sekali orang yang pergi ke
mall-mall dengan tujuan
menghamburkan uang, lantas
membeli gadget dengan
harga super mahal semata-
mata untuk menunjukkan
keren, gaul, dan kekinian.
Sebenarnya tidak ada yang
melarang kita semua untuk
mengimbangi pergaulan,
namun, dengan syarat kita
harus ingat bagaimana kelak
masa depan kita jika masih
sering mementingkan hedon-
isme dalam berperilaku.
Iklim budaya Indonesia yang
luhur semakin kesini dikikis oleh
sistem pola pikir yang pada
masyarakat sudah mulai men-
jamur: bersenang-senang
dahulu bersusah-susah ak-
hirnya. Ketika mereka lebih
penting membeli gadget
dengan tujuan pamer dari-
pada membeli buku dan
mengamalkannya kepada
sesama. Di artikel-artikel ini
kalian akan menemukan
benang merah yang terfokus
dengan buku sebagai alat
untuk menggerakkan nurani,
hingga sikap manusia. Belajar.
Beberapa artikel menunjukkan
beberapa pikiran pemuda-
pemudi Indonesia yang masih
peduli dengan hajat hidup
Indonesia di masa depan. Ba-
yangkan, jika kelak penerus
negeri ini sibuk dengan gaya
hedonis dan melupakan ilmu
yang bermanfaat yang bisa
menyelaraskan kehidupan.
Indonesia hancur tahun 2100,
mau kah memiliki impian se-
perti itu? Tidak.
Salah satu artikel meramu satire
pada keadaan yang sedang
terjadi pada masyarakat sebe-
lum era millennium dengan era
setelahnya, dulu pemuda Indo-
nesia saat era 90-an adalah
pejuang tangguh, sekarang?
Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-
nya mengandung opini dari
para penulis didasari fakta,
mereka pada dasarnya me-
ngungkapkan buku itu penting.
Buku itu teman sejati, waktu
berjalan, dan pengetahuan
yang berkembang. Buku ditulis
oleh seorang penulis dengan
tujuan agar ilmu itu berman-
faat. Yang bagi masa depan
patut untuk disimak adalah
budaya membaca semakin
hari semakin menurun.
Gadget kita digunakan untuk
apa? Sebagian besar diguna-
kan untuk membaca status
mantan, gebetanm, dan gosip
para selebrita. Hanya sebagian
kecil yang memanfaatkan
gadget sebagai media untuk
membaca pengetahuan
umum, dan pelajaran lain-lain.
Bagaimana mengahadapi
zaman yang sekarang semakin
menurun semangat memba-
canya? Bahkan ada orang me-
nyerap ilmu hanya sari-sari nya
tidak di kuliti hingga sampai
akarnya, sehingga informasi itu
menjadi terpotong dan rancu.
Bahkan, sudah ada yang be-
redar dimasyarakat tentang
informasi yang salah kaprah.
Di artikel yang ditulis oleh
Emmy, jika seseorang itu mem-
baca dan memiliki pengeta-
huan yang lebih selayaknya
orang itu harus menulisnya,
agar ilmu yang sudah benar
kajiannya tidak menjadi salah
kaprah.
Dari mana mereka akan tahu
kebenaran yang sebenarnya
jika tidak ada yang menulis?
Budaya membaca dan menulis
itulah yang sebenarnya akan
terekspos dari Museum Mini
Magazine.
Tentang kritik sosial dan sepi
yang bersarang. Semua artikel
dalam majalah ini meramu
kritik sosial, mengenai sikap
manusia yang terkadang
lengah membaca situasi. Beru-
saha membentuk budaya
membaca dan menulis, guna
memberikan hal yang positif
bagi bangsa Indonesia. Sepi
yang bersarang dalam artikel
Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,
Aditya, menujukkan seberapa
keringnya jiwa manusia yang
kurang membaca, dan lebih
memilih hal lain untuk kesehari-
annya.
Sebenarnya, kita bisa memetik
pelajaran untuk menjadi manu-
sia yang pandai memaknai
hidup. Tidak hanya kebaha-
giaan yang akan menemani
hidup ini hingga akhir, namun,
adakalanya kita memperoleh
rintangan yang membuat kita
semakin tegar, dan menjadi
pejuang hidup. Peran pengeta-
huan yang bisa diperoleh dari
membaca disinipun juga dibu-
tuhkan.
Semua yang positif dalam
Museum pasti akan selamanya
dikenang, di sinilah Museum
Mini Magz berusaha mengang-
kat tema yang membuat hati
pembaca terbuka nalurinya.
Museum Mini-Magz
Pengantar
Museum Edisi 1 | 5
Jejak Manusia,
Impian, Perubahan,
dan Kegigihan:
Catatan Atas Hari
Buku di Edisi Pertama
Museum Mini Magz
2015.
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca. Jadi tunggu
apa lagi, mulailah lebih rajin
membaca, tularkan pengeta-
huannya, buatlah inovasi, cip-
takan perubahan positif, dan
buktikan bahwa kita ada.
(Emmy Yuniarti Rusadi, Museum
Mini Magz, 2015)
Membaca artikel-artikel dalam
Museum Mini Magz tahun 2015
seperti melihat revolusi
pemuda dan pemudi Indone-
sia yang ingin mencoba mem-
buat gerakan positif yang pada
akhirnya akan memberi sema-
ngat pembaca untuk membuat
perubahan yang lebih baik ter-
hadap dirisendiri, orang lain
hingga Indonesia.
Semua yang terangkum dalam
Museum ini terjadi ketika hingar
bingar dunia abad ke-21 ini
penuh dengan hedonisme
–palsu maupun secara terang-
terangan, asli.
Budaya pemuda-pemudi yang
semakin jauh dari rasa ingin
membuat perubahan ke arah
yang lebih baik lagi. Di antara
pemuda-pemudi Indonesia,
sering hura-hura dan mening-
galkan salah satu tujuan pen-
ting kehidupan: belajar, mem-
baca, menularkan hal-hal yang
positif yang di dapat dari ke-
hidupan. Terutama buku.
Tapi pembaca dapat melihat
sisi positif dari membaca, ketika
membaca artikel demi artikel
yang memiliki benang merah:
buku. Inilah momen yang pas
untuk mengangkat buku seba-
gai primadona edisi perdana
Museum Mini Magz bertepatan
dengan bulan ini yang sering
dirayakan sebagai hari buku.
Sekarang-sekarang banyak
sekali orang yang pergi ke
mall-mall dengan tujuan
menghamburkan uang, lantas
membeli gadget dengan
harga super mahal semata-
mata untuk menunjukkan
keren, gaul, dan kekinian.
Sebenarnya tidak ada yang
melarang kita semua untuk
mengimbangi pergaulan,
namun, dengan syarat kita
harus ingat bagaimana kelak
masa depan kita jika masih
sering mementingkan hedon-
isme dalam berperilaku.
Iklim budaya Indonesia yang
luhur semakin kesini dikikis oleh
sistem pola pikir yang pada
masyarakat sudah mulai men-
jamur: bersenang-senang
dahulu bersusah-susah ak-
hirnya. Ketika mereka lebih
penting membeli gadget
dengan tujuan pamer dari-
pada membeli buku dan
mengamalkannya kepada
sesama. Di artikel-artikel ini
kalian akan menemukan
benang merah yang terfokus
dengan buku sebagai alat
untuk menggerakkan nurani,
hingga sikap manusia. Belajar.
Beberapa artikel menunjukkan
beberapa pikiran pemuda-
pemudi Indonesia yang masih
peduli dengan hajat hidup
Indonesia di masa depan. Ba-
yangkan, jika kelak penerus
negeri ini sibuk dengan gaya
hedonis dan melupakan ilmu
yang bermanfaat yang bisa
menyelaraskan kehidupan.
Indonesia hancur tahun 2100,
mau kah memiliki impian se-
perti itu? Tidak.
Salah satu artikel meramu satire
pada keadaan yang sedang
terjadi pada masyarakat sebe-
lum era millennium dengan era
setelahnya, dulu pemuda Indo-
nesia saat era 90-an adalah
pejuang tangguh, sekarang?
Lihatlah sekitar. Dan artikel lain-
nya mengandung opini dari
para penulis didasari fakta,
mereka pada dasarnya me-
ngungkapkan buku itu penting.
Buku itu teman sejati, waktu
berjalan, dan pengetahuan
yang berkembang. Buku ditulis
oleh seorang penulis dengan
tujuan agar ilmu itu berman-
faat. Yang bagi masa depan
patut untuk disimak adalah
budaya membaca semakin
hari semakin menurun.
Gadget kita digunakan untuk
apa? Sebagian besar diguna-
kan untuk membaca status
mantan, gebetanm, dan gosip
para selebrita. Hanya sebagian
kecil yang memanfaatkan
gadget sebagai media untuk
membaca pengetahuan
umum, dan pelajaran lain-lain.
Bagaimana mengahadapi
zaman yang sekarang semakin
menurun semangat memba-
canya? Bahkan ada orang me-
nyerap ilmu hanya sari-sari nya
tidak di kuliti hingga sampai
akarnya, sehingga informasi itu
menjadi terpotong dan rancu.
Bahkan, sudah ada yang be-
redar dimasyarakat tentang
informasi yang salah kaprah.
Di artikel yang ditulis oleh
Emmy, jika seseorang itu mem-
baca dan memiliki pengeta-
huan yang lebih selayaknya
orang itu harus menulisnya,
agar ilmu yang sudah benar
kajiannya tidak menjadi salah
kaprah.
Dari mana mereka akan tahu
kebenaran yang sebenarnya
jika tidak ada yang menulis?
Budaya membaca dan menulis
itulah yang sebenarnya akan
terekspos dari Museum Mini
Magazine.
Tentang kritik sosial dan sepi
yang bersarang. Semua artikel
dalam majalah ini meramu
kritik sosial, mengenai sikap
manusia yang terkadang
lengah membaca situasi. Beru-
saha membentuk budaya
membaca dan menulis, guna
memberikan hal yang positif
bagi bangsa Indonesia. Sepi
yang bersarang dalam artikel
Bukan Ilmuan Tapi Pecinta,
Aditya, menujukkan seberapa
keringnya jiwa manusia yang
kurang membaca, dan lebih
memilih hal lain untuk kesehari-
annya.
Sebenarnya, kita bisa memetik
pelajaran untuk menjadi manu-
sia yang pandai memaknai
hidup. Tidak hanya kebaha-
giaan yang akan menemani
hidup ini hingga akhir, namun,
adakalanya kita memperoleh
rintangan yang membuat kita
semakin tegar, dan menjadi
pejuang hidup. Peran pengeta-
huan yang bisa diperoleh dari
membaca disinipun juga dibu-
tuhkan.
Semua yang positif dalam
Museum pasti akan selamanya
dikenang, di sinilah Museum
Mini Magz berusaha mengang-
kat tema yang membuat hati
pembaca terbuka nalurinya.
Museum Mini-Magz
Pengantar
Museum Edisi 1 | 6
Pimpinan Redaksi
Navilatul Ula
-
Editor
Kingkin Kinamu
-
Kreatif
Lia Malihah
-
Desainer
Aditya Septian
Kontributor
Emmy Yuniarti Rusadi
(Founder ASEC)
EDITORIALteam
Quote“Ketika menulis bukan lagi untuk mendapat peng-hasilan dari orang lain, tapi semata-mata karena memang ingin menulis, maka itulah namanya aktu-alisasi diri.”(Pak Ananto - via jagungrebus.tumblr.com)
“Bacalah buku-buku.Maka nafsu sok tahu akan jauh berkurang.Bacalah buku-buku.Maka nafsu membantah akan jauh berkurang.”(Tere-Liye)
“Sebuah novel kadangkala sering lebih jujur bertutur tentang sejarah ketimbang buku-buku teks di sekolah-sekolah resmi.”(The Jacatra Secret)
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Teks: Lia Malihah
23 April Dinobatkan Sebagai
Hari Buku Internasional dan
Hak Cipta Sedunia.
Hari Buku Internasional atau di-
sebut juga International Book
Day telah disahkan pada tang-
gal 23 April oleh dua badan
organisasi Internasional, yaitu
PBB dan UNESCO 20 tahun
silam.
Dan secara kontinyu diadakan
setiap tahun di seluruh dunia.
Sebelum diresmikan secara
internasional, UNESCO sendiri
telah memprakarsai acara
World Book Day untuk pertama
kalinya. Sedangkan di Indone-
sia, secara resmi ikut meraya-
kan hari literasi tersebut pada
tahun 2006 dan diprakarsai
oleh Forum Indonesia Mem-
baca dan didukung banyak
pihak antara lain pemerintah,
pengusaha, akademisi, komu-
nitas, serta masyarakat umum.
Lahirnya hari sadar literasi Inter-
nasional tersebut mulanya
merupakan bagian dari sebuah
perayaan Hari Saint George di
Catalonia—Spanyol di zaman
abad pertengahan.
Di dalam acara tesebut para
pria mempersembahkan
bunga mawar untuk kekasih
Sejarah Hari Buku danHak Cipta Internasional
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Berita Umum
Museum Edisi 1 | 9
mereka. Seni perayaan unik
tersebut kemudian berkem-
bang pada tahun 1923-1925
dimana para wanita membalas
bunga yang telah para pria
berikan dengan buku.
Hal tersebut dimanfaatkan oleh
para pedagang buku pada
zaman itu dengan merayakan-
nya besar-besaran ketika para
wanita membalas pemberian
kekasihnya, sekaligus untuk
menghormati salah satu sas-
trawan di daerah tersebut yang
telah meninggal, yaitu Miguel
de Cervantes pada 23 April.
Pada saat itu penjualan buku
mencapai lebih dari 400.000
eksemplar.
Dilatar belakangi hal tersebut,
akhirnya atas inisiatif UNICEF
yang bertempat di Perancis,
hari buku interasional ditetap-
kan pada tanggal 23 April, dan
hari hak cipta Internasional.
Penetapan tanggal 23 juga
ditujukan untuk mengenang
tokoh yang berpengaruh
dalam dunia tulis-menulis,
mereka adalah; Shakespeare,
Cervantes, Inca Garcilaso de la
vega dan Jose pla. Karena
pada tanggal tersebut mereka
wafat. Sedangkan Maurice
Druon, Vladimir Nabukov,
Manuel Mejia Vallejo dan Hall-
dór Laxness dilahirkan di tang-
gal yang sama. Maka resmilah
tanggal 23 April ditetapkan se-
bagai hari buku Internasional
atau World Book Day.
Saat ini hampir seluruh negara
di dunia merayakan pesta
literasi tersebut. Sebagai
contoh sejak 2008 Meksiko me-
rayakan hari buku dengan
upacara pembacaan buku
yang bisa dihadiri oleh kha-
layak umum selama 12 jam
berturut-turut, di negara-negara
Afrika hari buku dirayakan
dengan mengadakan berba-
gai kegiatan berbasis pendidi-
kan dan hak cipta, Dublin mer-
ayakan hari buku dengan me-
ngusung festival tahunanan
bernama Dublin: One City One
Book yang bekerja sama
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Berita Umum
Museum Edisi 1 | 10
dengan The Booksellers Asso-
ciation of Great Britain, selain
itu negara tersebut juga selalu
mengenang Bram Stroker, sas-
trawan Dublin dengan Dracula
sebagai salah satu masterpie-
cenya.
Swedia merayakannya dengan
cara mengadakan kontes buku
terbaik, sedangkan di Indone-
sia, masyarakat umumnya me-
rayakannya dengan menye-
lenggarakan festival buku di
berbagai kota. Meskipun dunia
telah menyepakati bahwa hari
buku jatuh pada 23 April, Ing-
gris dan Irlandia menetapkan
hari buku pada 1 Maret alih-alih
merayakannya pada tanggal
23 April.
Dua Negara tersebut meng-
ganti penanggalannya agar
tidak bentrok dengan hari
Paskah yang umumnya diraya-
kan pada tanggal itu.
Perayaan hari buku Interna-
sional dimaksudkan untuk
memberikan penghargaan
kepada para penulis, pihak
penerbit, distributor, organisasi
dan komunitas yang bersing-
gungan dengan dunia per-
bukuan, juga semua pihak
yang senang membaca buku
yang telah melestarikan
budaya mencintai buku ter-
masuk cinta membaca.
Selamat hari buku Interna-
sional!Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Berita Umum
Museum Edisi 1 | 11
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
Malaslah Membaca! untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Don’tRead
Don’tRead
Sosial Humaniora
Museum Edisi 1 | 12
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Sosial Humaniora
Museum Edisi 1 | 13
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Sosial Humaniora
Museum Edisi 1 | 14
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Sosial Humaniora
Museum Edisi 1 | 15
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Sosial Humaniora
Museum Edisi 1 | 16
Teks: Lia Malihah
Orang Indonesia mana yang
tak pernah mendengar kata
Batak? Salah satu suku Indone-
sia itu tersohor di telinga
masyarakat Indonesia.
Suku Indonesia tersebut dikenal
dengan suara dan sifatnya
yang lantang dan keras,
bahkan garis wajahnya yang
‘katanya’ pun keras.
Tak elak banyak pembicaran
yang berujung gossip hingga
penciptaan stereotype tentang
suku tersebut. Namun, apakah
semua yang telah kalian tahu
tentang Batak sudah benar?
Redaksi akan merangkumnya.
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
Teks: Emmy Yuniarti Rusadi
Founder ASEC
(Actual Smile English Club)
Peneliti Tata Kota &
penggiat lingkungan hidup
Betul, malaslah membaca!
Ini adalah salah satu pernya-
taan dan bukannya saran.
Banyak diantara kita saat ini se-
bagai generasi post-90s men-
jadikan membaca sebagai
sesuatu yang berat.
Membaca buku tidak lagi men-
jadi tren seperti generasi 90an
yang harus berjuang membeli
atau meminjam versi cetak
Hal Unik Tentang Batak
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
untuk meraup ilmu pengeta-
huan. Mahasiswa misalnya,
poros generasi yang digadang-
gadang sebagai ujung tombak
teladan bangsa menunjukkan
degradasi dalam kegiatan
membaca. Bagaimana bisa
disebut degradasi? Bacaan
yang diwajibkan untuk dibaca
di kelas pun kadang (atau ser-
ingkali) tak tuntas selesai.
Mari kita merenung. Jika hidup
enak- enak saja, tentu tidak
akan ada orang yang me-
maksa kita membaca apalagi
mewajibkan bacaan itu. Pasti-
lah itu suatu hal yang penting
yang bisa mempengaruhi
masa depan kita.
Membaca adalah dialog
dengan diri kita. Membaca
memberikan pandangan baru
setiap saat dan pengem-
bangan gagasan baru setiap
kali kita membuka lembaran
bacaan itu. Masalahnya, mem-
baca selalu dimaknai sebagai
kegiatan membaca versi buku
cetak.
Sesungguhnya membaca yang
hakiki adalah membaca situasi,
membaca zaman. Mahasiswa
dan siapapun pemuda Indone-
sia harus berani membaca
arah perkembangan bangsa
dan negaranya, akan dibawa
kemana perjalanan bangsa
besar ini.
Sekedar mengingatkan kita ten-
tang dahsyatnya membaca
mempengaruhi hidup adalah
lihatlah Bung Karno. Pada
usianya yang belum menginjak
17 tahun beliau sudah menyan-
tap bacaan tentang tokoh-
tokoh besar berpengaruh.
Beliau terdorong untuk mele-
wati batas nalar keterbatasan
bahasa saat orang Belanda di
sekolahnya kurang bersimpati
pada pribumi. Keingintahuan-
nya akan pemikiran tokoh se-
perti George Washington, Lenin,
Karl Max, Thomas Jefferson,
Garibaldi, Mazzini, dan tokoh
lainnya. Terlalu banyak bacaan
beliau.
Mohammad Hatta juga serupa,
tak pernah berhenti mengu-
nyah pengetahuan di sela-sela
kegiatan apapun. Setiap gaga-
san baru diserapnya dan mem-
berikan pandangan bahwa
membaca adalah aktifitas
yang membangkitkan nalar ke-
bangsaan.
Menengok pemikiran orang
yang sudah meninggalkan
dunia ini sekian lamanya tidak
ada cara lain selain membaca,
membaca biografi dan karya-
karyanya.
Apakah ada diantara kita yang
peduli bahwa setiap hari per-
tumbuhan jumlah bacaan
meningkat pesat dan era ini se-
makin memudahkan kita untuk
mencerna informasi apapun
dengan membaca? Kita saat
ini hanya butuh filter diri.
Bagaimana kita bisa tahu se-
perti apa filter diri itu? Tentu
dengan perbandingan dengan
contoh terbaik.
Bung Karno dan Mohammad
Hatta memberikan gambaran
bahwa Indonesia memiliki
budaya baca sejak lama,
apakah ada lagi alasan kita
untuk selalu menyodorkan
nama bangsa lain sebagai
contoh setiap harinya?
Memang kita masih selalu infe-
rior dengan berceloteh dan
menertawakan para pemuda
yang suka membaca. Budaya
inilah yang meruntuhkan minat
baca secara tidak langsung.
Pola yang ditangkap adalah
membaca hanyalah kegiatan
yang dapat dinikmati golongan
tertentu saja atau orang yang
sok ingin sukses diusia muda.
Padahal fakta menunjukkan
bahwa membaca itu ke-
wajiban, sekali lagi, kewajiban.
Adalah hal jamak kita tahu mi-
salnya Rasulullah menganjur-
kan kita membaca (tidak hanya
buku, tetapi beroleh hikmah),
Mahatma Gandhi juga senang
membaca, Confusius senang
menjelajah pedesaan Cina
dengan tanpa lupa menoreh-
kan hikmah yang diperoleh,
Dalai Lama pun begitu. Tidak
ada tokoh besar di dunia ini
lahir tanpa upaya membaca,
baik itu harfiah membaca
sumber pengetahuan ataupun
mengambil saripati kehidupan.
Membaca adalah bagian dari
proses belajar mencerna keju-
juran penulisnya. Sementara
apa saja dampak yang nyata
dari membaca? Orang yang
senang membaca akan terus
terdorong untuk menuntaskan
“kegundahan” hati dan pikiran-
nya tentang sesuatu dengan
mencari terus tambahan infor-
masi.
Membaca adalah aktifitas
yang menuntun jalan pikiran
untuk aktif mencari, tidak hanya
aktif diberi. Pembaca akan ter-
biasa berdinamika. Coba
tengok mana mahasiswa atau
pemuda yang senang mem-
baca atau tidak? Akan jelas
perbedaannya.
Apakah membaca hanya iden-
tik dengan sains, politik, atau
berbicara di depan publik?
Tidak. Seorang Da Vinci bahkan
jarang bisa berbicara gambling
dengan sesama seniman
saking sibuknya berkreasi atau
bereksperimen. Apakah dia
juga membaca? Ya. Dia mem-
baca banyak mitologi dan
merasakan bahwa mitos ba-
ginya adalah fana. Dia tertarik
mewujudkan sesuatu dengan
detail dan riil. Dia tidak puas
dengan hanya mempercayai
perkataan orang tentang ke-
ajaiban- keajaiban dunia, dia
mempelopori seniman yang
canggih juga dalam sains.
Da Vinci sudah menciptakan
penemuan karena dia me-
nyerap banyaknya informasi
dan menambah informasi itu
dengan pengamatan langsung
pada alam. Hasilnya, me-
nakjubkan.
Bahwa kita sekarang mengenal
Golden Ratio, prototipe pesa-
wat terbang paling awal, dan
masih banyak ide lain yang dia
gambar sangat rinci.
Membaca juga sudah menjadi
bagian dari peradaban besar
Eropa di masa Renaissance
hingga Islam dan kini. Mem-
baca adalah gerbang ilmu
pengetahuan. Itu pepatah
yang akan abadi. Berhentilah
membaca maka kita akan
buta, buta pengetahuan.
Jika tokoh-tokoh itu masih
belum membuat kita tergerak
untuk lebih aktif membaca
bacaan yang bermutu dan
terus mencari hikmah (arti
membaca secara luas), maka
coba kita bayangkan jika
dahulu George Washington
tidak pernah membaca politik
perang di zamannya?
Bagaimana kalau kita berikan
contoh di negeri kita.
Bagaimana seandainya Bung
Karno tak pernah membaca
ratusan buku atau kajian di
masanya? Adakah Jong Java
yang terinspirasi pula tentang
teori-teori pergerakan.
Atau Mohammad Hatta yang
tidak pernah membaca sistem
ekonomi versi VOC dan bela-
han dunia lain, adakah kita
tahu istilah koperasi? Lalu coba
juga bayangkan jika B.J Habibie
tidak rajin membaca teori aero-
dinamika, karena rumit mi-
salnya, apakah ada itu
teknologi pesawat terbang dan
Theory Fatigue? Jika mereka-
mereka ini tidak rajin mem-
baca, siapakah tokoh yang kita
bisa banggakan? Siapa tokoh
pencerah yang bisa kita harap-
kan?
Dunia terlalu kecil bagi mereka
yang dapat membaca, tetapi
amat menjenuhkan bagi
mereka yang berputus asa
tanpa membaca.
Jadi tunggu apa lagi, mulailah
lebih rajin membaca, tularkan
pengetahuannya, buatlah ino-
vasi, ciptakan perubahan
positif, dan buktikan bahwa kita
ada.
Budaya
Museum Edisi 1 | 17
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
Budaya
Museum Edisi 1 | 18
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
Budaya
Museum Edisi 1 | 19
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
. . . I go into the other roomand read a book.
-Groucho Marx-
( via https://arjunandini .wordpress.com)
I f ind television very educating.Every time somebody
turns on the set. . .
Teks: Navilatul Ula
Terdiri dari dua huruf. E dan M, setiap orang mungkin, memiliki dialek
sendiri-sendiri untuk membaca dua huruf tersebut, konsonan dan
vokal yang saling melengkapi. Bisa saja, engkau memiliki pikiran
untuk mencocok-cocokkan kata “melengkapi” E dan M selayaknya
manusia: P dan L. Perempuan dan laki-laki. Atau mungkin, menjadi
cerita lain. Atau B dan P, buku dan pohon.
Em tinggal bersama keluarga bahagianya di desa Endo – Nesa –
Pelosok. Menurut penelitian dunia, Pelosok adalah salah satu negara
maju di Bima Sakti. Kecanggihan dokumentasi di Pelosok sudah
tidak diragukan lagi. Negara yang dalam satu kedipan mata dapat
menciptakan lembaran kertas berjilid. Waktu terjadinya sesuatu
dengan pemberitaannya hampir tidak berjarak, sangat cepat.
Namun merahmuda surga Pelosok tidak sampai pada Endo, karena
Endo memiliki budaya hijau anggun yang rukun.
Suatu sore yang indah, dibawah pohon ceres yang sejuk.
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
Panggil Saja ‘EM’
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
Cerita Pendek
Museum Edisi 1 | 21
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
1. Horas!
Sering mendengar dua orang
saling sapa dengan
menggebu, mengatakan
“Horas?!”. Jika memang iya
maka orang yang tukar sapa
tersebut jelas 100% orang
Batak. Karena sapaan khas
Batak tersebut ‘wajib’ hu-
kumnya bagi orang Batak jika
bertemu di jalan.
Tak jarang mereka saling tegur
dengan kata wajib tersebut
pada orang yang belum begitu
akrab. Tahap kedua setelah
sesi perkenalan. Hal terpenting
setelahnya adalah bertanya
tentang.
2. “Marga apa kau?”
Setelah tahu si kawan berasal
dari Batak dan saling mengu-
cap salam ‘horas’. Maka kawan
sesuku tersebut akan saling ber-
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
tanya tentang marga apa
mereka. Marga adalah satu
bagian terpenting dalam hidup
mereka. Ada banyak sekali
marga di suku Batak.
Sebuah marga dapat terputus
apabila suatu keluarga tidak
memiliki seorang anak lelaki,
dan anak perempuannya harus
berganti marga karena meni-
kah dengan lelaki dari marga
lainnya. Dan, marga tak selalu
membawa persahabatan
sesuku bagi orang Batak.
Karena terkadang Marga dapat
berakibat.
3. Tak diperbolehkan meni-
kah sesama marga.
Alasan lain mengapa marga
adalah unsure terpenting
dalam eksistensi Batak adalah
adanya larangan menikah
sesama marga.
Maka tak jarang banyak yang
patah hati bagi pemetik cinta
pandangan pertama yang
langsung patah hati saat tahu
marga mereka sama.
4. Suku Batak dan anak –
anak sukunya.
Batak adalah salah satu suku
bangsa di Indonesia yang
sangat kaya budaya. Satu suku
tersebut telah terbagi menjadi
5 anak suku. Yaitu Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Man-
dailing, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Uniknya kelima anak suku Batak
tersebut memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Tak hanya ba-
hasanya, bahkan pakaian adat
mereka pun tak sama, meski-
pun mereka semua tetap me-
ngenakan kain ulos sebagai se-
lempang.
5. Ulos
Selain marga, sesuatu yang
dianggap penting atau sakral
bagi orang Batak adalah ulos-
nya. Ulos adalah baju khas suku
Batak yang memiliki corak
tersendiri yang unik.
Ulos sendiri dikenakan pada
acara-acar resmi, mulai dari
pernikahan hingga acara ke-
matian. Seorang pengantin
wajib hukumnya memakai baju
adat ini. Di acara pemakaman
pun para pelayat pun me-
ngenakan ulos. Selain itu ulos
juga menjadi kain sakral yang
akan dibawa oleh setiap gadis
Batak, yang sudah menikah
sekalipun.
Ketika gadis Batak sedang me-
rantau, maka wajib hukumnya
bagi mereka membawa se-
helai ulos yang selalu mereka
simpan di lemari mereka.
Begitu juga dengan wanita
yang sudah menikah, mereka
pun wajib menyimpan ulos
pernikahan mereka.
Meskipun Batak memiliki lebih
dari satu anak suku, dan memi-
liki baju adat masing – masing,
namun ulos tetaplah kain wajib
yang dimiliki orang Batak.
6. Parmalim
Selain kaya akan anak suku,
Batak juga kaya akan keper-
cayaannya. Parmalim adalah
salah satu kepercayaan kuno
dan asli yang berasal dari
Batak sebelum agama Kristen
masuk ke suku tersebut. Agama
tersebut memiliki penganut di
daerah Toba, daerah danau
Toba.
Di dalam ibadahnya, seorang
parmalim bertuhankan tana-
man – tanaman. Umumnya
penganut kepercayaan Par-
malim adalah orang Batak
yang berasal dari Toba. Dapat
juga dikatakan orang Batak
Toba.
Kepercayaan ini juga memiliki
sebuah tempat ibadah yang
bernama Bale pasogit. Ben-
tuknya hampir menyerupai
gereja namun memiliki 3 lam-
bang ayam di atap bangunan.
3 lambang ayam tersebut me-
miliki 3 warna berbeda; warna
hitam bermakna kebenaran,
warna putih lambing kesucian,
dan warna merah yang meru-
pakan lambing keberanian dan
kekuasaan.
***
Itulah hal – hal unik tentang
suku Batak yang hanya sekelu-
mit. Masih banyak yang perlu
dieksplore mengenai Batak.
Horas!!
Cerita Pendek
Museum Edisi 1 | 22
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
Cerita Pendek
Museum Edisi 1 | 23
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
Cerita Pendek
Museum Edisi 1 | 24
Gemuruh tepuk tangan di auditorium fakultas ilmu budaya
terdengar serentak dan kencang. Ahmad mengakhiri pidato-
nya dengan kalimat “Mari perbanyak taman baca di dunia
sekeliling kita. Mari melawan lupa dengan menulis dan mem-
baca.”
*****
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
Cerita Pendek
Museum Edisi 1 | 25
Teks: Aditya Septian. P
Buku adalah guru yang tidak
pernah menolak kita untuk
menjadi muridnya.
Benar, buku tidak pernah me-
nolak siapapun yang ingin be-
lajar kepadanya. Apakah kita
menguasai materi dalam buku
atau tidak, berbeda ketika kita
ingin belajar di suatu universi-
tas, khususnya negeri, ada
standarisasi tertentu untuk kita
diterima dan belajar dari
dosen2 didalamnya.
Seandainya kita menemui pe-
nulis buku yg kita baca, belum
tentu penulis tersebut bersedia
begitu saja menerima kita se-
bagai anak didiknya, hal itu
bisa saja terjadi, diantaranya
karena penulis terlalu sibuk
dengan kegiatan sehari2nya
atau kita yg belum mumpuni
untuk dapat menerima materi
itu langsung dari penulis atau
ada faktor lainnya.
Maka dari itu, berterima ka-
sihlah kepada praktisi atau aka-
demisi yg meluangkan waktu-
nya untuk menulis dan berbagi
ilmu atau pengalaman melalui
bukunya.
Jangan lupa juga berterima
kasih kepada toko buku atau
penerbit yang memberi diskon
Berterima KasihlahKepada Penulis
�ank You
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
Opini
Museum Edisi 1 | 26
untuk buku yang mereka jual.
Maka dari itu, apresiasilah jerih
payah mereka dalam menulis,
dengan membeli, belajar dan
temukan hal-hal menarik di
dalamnya.
Jangan acuh dengan buku.
Bacalah buku-buku, karena itu
adalah salah satu surga dunia
yg berharga.
Em memegang sebuah lembaran kertas berjilid. Lembaran yang
ujungnya rusak termakan rayap. Lembaran yang didapatnya dari
tumpukan sampah. Lembaran itu dibacanya secara perlahan,
‘Berita gadget terbaru bulan ini, promo dan diskon bisa didapatkan
hanya dengan mengklik like dan share..’ Em berhenti membaca
dan matanya menatap tajam pada kata kedua, ‘Gadget ’. Em beru-
lakang kali mengeja dan membaca kata itu “Ge.. Ga.. Gad.. ge..
get.. Getget. Ah susah sekali membacanya, ini apa ya?” benaknya.
Pada kebenaran yang entah, merah Pelosok memudar bersama
kepedulian generasinya. Modernisasi menjadi dinamika persaingan
yang keras. Peradaban sekarang ini adalah pertempuran menjala-
ninya bukan memaknainya. Yang paling terlihat indah dan mayori-
tas dialah yang dianggap menang. Penurunan empati, menabur
benih apatis pada sesama. Teori merawat senyum sapa salam?
Beku. Karena merawat media fatamorgana dirasa lebih intelektual.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Em.. mau kemana?” Tanya seorang ibu penjual sayur di depan
rumah tanpa jendela.
Em tersenyum dan berjalan ke arah ibu penjual sayur. Menundukkan
kepala, mengulurkan tangan, salim, kemudian duduk disamping ibu
penjual sayur.
“Ini budhe.. Em mau main ke rumah Pak Kades.”
“Oalah.. hati- hati di jalan ya nduk”
“Iya budhe.. semoga budhe jualannya makin laris manis ya”
“Aaamiin”
Setelah sedikit berbincang-bincang, Em pamit pergi. Mengulurkan
tanganya, salim, tersenyum dan berjalan meninggalkan pemilik
rumah tanda jendala.
Di bumi Pelosok Nusantara ini, setiap manusia berhak penuh untuk
menerima dan melaksanakan anjuran yang ada, juga berhak
penuh untuk menolak dan mengabaikannya. Tapi zaman yang
berubah bersama arus ‘ latah’ dan ‘wesbiyasah, sedikit susah jika
tidak mengikuti anjuran. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk
tetap ‘beda’ dan menyala di belahan manipulasi maya.
Masih pada suatu sore yang indah..
“Jadi Getget artinya apa pak?” tanya Em sambil menopang dagu.
Menunggu jawaban Pak Kades yang tak kunjung muncul.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah kata lain dari
inovasi teknologi yang merupakan sebuah alat portable yang memi-
liki kelebihan mempermudah komunikasi ’
”Ini dia Gadget! Ah tapi ini sulit dipahami. Saya tidak bisa menjelas-
kannya kepada Em” Pikir Pak Kades
“Gimana pak? Udah nemu jawabannya?” tanya Em dengan posisi
yang sama, menopang dagu.
Srek srek.
Pak Kades membolak balik lembaran kertas itu untuk mencari definisi
Gadget. Dan ditemukan lah kalimat ‘Gadget adalah alat yang prak-
tis’.
“Nah ini dia jawabannya, Gadget adalah alat yang praktis untuk ko-
munikasi Em.” Kata Pak Kades
“Oalahh.. kaya senyum dong Pak?”
“Iyaa Em.”
“Jadi aku punya Getget dong pak?”
“Gadget, Gad..get.. Em”
“Iya pak, Getget.”
Benar, masih ada desa seperti Endo di Negara Pelosok ini. Untuk
menemukan koran saja aksesnya susah, apalagi buku, jurnal atau-
pun internet. Tetapi miskin bukanlah alasan untuk membuat mereka
berhenti membaca. Tak adanya bahan untuk dibaca pun tak mem-
buat mereka malas mencari. Mereka, Em dan penduduk desa Endo,
lebih merdeka dan berdaulat daripada pengkonsumsi merahmuda
surga dunia. Sapa senyum yang mereka punya lebih bernilai dari-
pada sekedar Gadget semata.
Jadi, mari merefleksikan diri.
***
Opini
Museum Edisi 1 | 27
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
Teks: Aditya Septian. P
Sekolah itu pasti, tapi bela-
jar adalah pilihan. Keduanya
adalah hal yang berbeda,
meski cukup identik. Sekolah
atau tidak, belajar adalah
tugas manusia.
Rasa ingin tahu adalah jalan-
nya, belajar dengan men-
dalam, semampu kita. Selain
itu, menjadi seorang ‘pecinta’
adalah kunci untuk belajar.
Mencintai ilmu, dengan begitu
kita akan melakukan banyak
hal dengan rasa cinta, tanpa
Bukan Ilmuwan, Tapi Pecinta
memperhitungkan uang, tahta
dan sejenisnya yang bersifat
duniawi.
Mengambil banyak kesempa-
tan untuk dapat terus belajar,
membaca buku dengan
datang keperpustakaan atau
ke toko buku diskon, bisa juga
datang ke seminar, baik yang
berbayar atau gratis, apalagi
hari ini era digital, bukan hanya
budaya selfie saja yang
berkembang di zaman seka-
rang, tapi juga budaya kuliah
umum gratis via situs internet,
baik yang berbasis artikel
maupun video.
Belajar juga bisa dengan
mengamati hal-hal di sekitar
lingkungan kita, karena terka-
dang lingkungan kita memiliki
cerita lebih kaya dari kumpulan
aksara dalam buku, dengan
sedikit sentuhan imajinasi akan
lebih menakjubkan proses bela-
jar kita, seperti memperhatikan
kebiasaan orang saat sarapan,
mengamati pola daun-daun di
pohon, mengamati benda-
benda unik di sepanjang jalan,
cobalah berimajinasi positif
dengan hal-hal tersebut, men-
jadi agen rahasialah, menjadi
peneliti lingkunganlah, menjadi
seniman dadakanlah yang
butuh refrensi gambar dan se-
bagainya. Atau membuat
cerita fiksi dari kejadian sehari-
hari.
Jangan takut salah, jangan
takut jelek, jangan takut terlihat
konyol dan jangan takut terlihat
bodoh, pecinta merupakan
orang yang melakukan hal-hal
menarik dengan segenap ketu-
lusan dan dengan alasan yang
kuat perihal kelakuannya.
Pecinta adalah seorang pem-
belajar sejati, di mana pun ia
akan belajar, melintasi ruang
dan waktu tanpa terikat pen-
didikan formal, belajar secara
terbuka terkadang lebih me-
nakjubkan dibanding belajar
dalam kelas, mungkin akan
mendapat hal-hal baru lebih
banyak dibanding belajar
dalam kelas.
Jangan pernah bosan belajar.
Karena belajar adalah hal
paling berharga, belajar
apapun yang menjadi passion
kita, karena kita tidak sedang
ingin menjadi profesor atau
ilmuwan, kita hanya sedang
ingin menjadi pencinta,
pecinta hal-hal yang menarik
dan bermanfaat. Belajar yang
positif.
Belajar secara perlahan, men-
dalam dan bermakna, se-
mampu kita.
***
Tulisan ini terinspirasi dari be-
berapa buku sebagai berikut:
Austin Kleon:
Steal Like An Artist
Show Your Work
Jessica Hagy:
How To Be Interesting
Keri Smith:
How To Be An Explored of
The World
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Opini
Museum Edisi 1 | 28
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
Teks: Aditya Septian. P
Sekolah itu pasti, tapi bela-
jar adalah pilihan. Keduanya
adalah hal yang berbeda,
meski cukup identik. Sekolah
atau tidak, belajar adalah
tugas manusia.
Rasa ingin tahu adalah jalan-
nya, belajar dengan men-
dalam, semampu kita. Selain
itu, menjadi seorang ‘pecinta’
adalah kunci untuk belajar.
Mencintai ilmu, dengan begitu
kita akan melakukan banyak
hal dengan rasa cinta, tanpa
memperhitungkan uang, tahta
dan sejenisnya yang bersifat
duniawi.
Mengambil banyak kesempa-
tan untuk dapat terus belajar,
membaca buku dengan
datang keperpustakaan atau
ke toko buku diskon, bisa juga
datang ke seminar, baik yang
berbayar atau gratis, apalagi
hari ini era digital, bukan hanya
budaya selfie saja yang
berkembang di zaman seka-
rang, tapi juga budaya kuliah
umum gratis via situs internet,
baik yang berbasis artikel
maupun video.
Belajar juga bisa dengan
mengamati hal-hal di sekitar
lingkungan kita, karena terka-
dang lingkungan kita memiliki
cerita lebih kaya dari kumpulan
aksara dalam buku, dengan
sedikit sentuhan imajinasi akan
lebih menakjubkan proses bela-
jar kita, seperti memperhatikan
kebiasaan orang saat sarapan,
mengamati pola daun-daun di
pohon, mengamati benda-
benda unik di sepanjang jalan,
cobalah berimajinasi positif
dengan hal-hal tersebut, men-
jadi agen rahasialah, menjadi
peneliti lingkunganlah, menjadi
seniman dadakanlah yang
butuh refrensi gambar dan se-
bagainya. Atau membuat
cerita fiksi dari kejadian sehari-
hari.
Jangan takut salah, jangan
takut jelek, jangan takut terlihat
konyol dan jangan takut terlihat
bodoh, pecinta merupakan
orang yang melakukan hal-hal
menarik dengan segenap ketu-
lusan dan dengan alasan yang
kuat perihal kelakuannya.
Pecinta adalah seorang pem-
belajar sejati, di mana pun ia
akan belajar, melintasi ruang
dan waktu tanpa terikat pen-
didikan formal, belajar secara
terbuka terkadang lebih me-
nakjubkan dibanding belajar
dalam kelas, mungkin akan
mendapat hal-hal baru lebih
banyak dibanding belajar
dalam kelas.
Jangan pernah bosan belajar.
Karena belajar adalah hal
paling berharga, belajar
apapun yang menjadi passion
kita, karena kita tidak sedang
ingin menjadi profesor atau
ilmuwan, kita hanya sedang
ingin menjadi pencinta,
pecinta hal-hal yang menarik
dan bermanfaat. Belajar yang
positif.
Belajar secara perlahan, men-
dalam dan bermakna, se-
mampu kita.
***
Tulisan ini terinspirasi dari be-
berapa buku sebagai berikut:
Austin Kleon:
Steal Like An Artist
Show Your Work
Jessica Hagy:
How To Be Interesting
Keri Smith:
How To Be An Explored of
The World
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Opini
Museum Edisi 1 | 29
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
Teks: Aditya Septian. P
Sekolah itu pasti, tapi bela-
jar adalah pilihan. Keduanya
adalah hal yang berbeda,
meski cukup identik. Sekolah
atau tidak, belajar adalah
tugas manusia.
Rasa ingin tahu adalah jalan-
nya, belajar dengan men-
dalam, semampu kita. Selain
itu, menjadi seorang ‘pecinta’
adalah kunci untuk belajar.
Mencintai ilmu, dengan begitu
kita akan melakukan banyak
hal dengan rasa cinta, tanpa
memperhitungkan uang, tahta
dan sejenisnya yang bersifat
duniawi.
Mengambil banyak kesempa-
tan untuk dapat terus belajar,
membaca buku dengan
datang keperpustakaan atau
ke toko buku diskon, bisa juga
datang ke seminar, baik yang
berbayar atau gratis, apalagi
hari ini era digital, bukan hanya
budaya selfie saja yang
berkembang di zaman seka-
rang, tapi juga budaya kuliah
umum gratis via situs internet,
baik yang berbasis artikel
maupun video.
Belajar juga bisa dengan
mengamati hal-hal di sekitar
lingkungan kita, karena terka-
dang lingkungan kita memiliki
cerita lebih kaya dari kumpulan
aksara dalam buku, dengan
sedikit sentuhan imajinasi akan
lebih menakjubkan proses bela-
jar kita, seperti memperhatikan
kebiasaan orang saat sarapan,
mengamati pola daun-daun di
pohon, mengamati benda-
benda unik di sepanjang jalan,
cobalah berimajinasi positif
dengan hal-hal tersebut, men-
jadi agen rahasialah, menjadi
peneliti lingkunganlah, menjadi
seniman dadakanlah yang
butuh refrensi gambar dan se-
bagainya. Atau membuat
cerita fiksi dari kejadian sehari-
hari.
Jangan takut salah, jangan
takut jelek, jangan takut terlihat
konyol dan jangan takut terlihat
bodoh, pecinta merupakan
orang yang melakukan hal-hal
menarik dengan segenap ketu-
lusan dan dengan alasan yang
kuat perihal kelakuannya.
Pecinta adalah seorang pem-
belajar sejati, di mana pun ia
akan belajar, melintasi ruang
dan waktu tanpa terikat pen-
didikan formal, belajar secara
terbuka terkadang lebih me-
nakjubkan dibanding belajar
dalam kelas, mungkin akan
mendapat hal-hal baru lebih
banyak dibanding belajar
dalam kelas.
Jangan pernah bosan belajar.
Karena belajar adalah hal
paling berharga, belajar
apapun yang menjadi passion
kita, karena kita tidak sedang
ingin menjadi profesor atau
ilmuwan, kita hanya sedang
ingin menjadi pencinta,
pecinta hal-hal yang menarik
dan bermanfaat. Belajar yang
positif.
Belajar secara perlahan, men-
dalam dan bermakna, se-
mampu kita.
***
Tulisan ini terinspirasi dari be-
berapa buku sebagai berikut:
Austin Kleon:
Steal Like An Artist
Show Your Work
Jessica Hagy:
How To Be Interesting
Keri Smith:
How To Be An Explored of
The World
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Opini
Museum Edisi 1 | 30
Bacaan internet hanya untuk mood. . .
. . . . .Bacaan buku untuk memperdalamnya
-rendi arte-
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
SAVE THE EARTH FOR FUTURE
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Review Buku
Museum Edisi 1 | 32
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Review Buku
Museum Edisi 1 | 33
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Review Buku
Museum Edisi 1 | 34
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Review Buku
Museum Edisi 1 | 35
Teks: Kingkin Kinamu
Sastrawan yang menolak he-
donisme dan memilih hidup di
kota metropolis namun lebih
sering menghabiskan waktu
aktif untuk membaca, menga-
mati keadaan Ibu Kota, dan
mempelopori gerakkan salahira
hingga kuliah umum dari semi-
nar ke seminar. Gerakkan yang
sangat dekat dengan buku.
Hidup adalah perjalanan pan-
jang. Hidup adalah buku yang
berjalan. Sosok ini menjadikan
buku sebagai panutan untuk
menjadi diri sendiri, menghor-
mati keberagaman ide, dan
yang lebih spesifik lagi: sosok ini
menjadikan buku menjadi sa-
habat sejati, terlebih untuk me-
nyuarakan arti, dan makna ke-
hidupan lewat tulisan-
tulisannya. Menyentil setiap
sudut gelap, keadaan marginal
penduduk Indonesia yang luput
dari pantauan (radar) pemerin-
tah. Sosok ini bukan jin, sosok ini
benar-benar ada: sastrawan
Goenawan Mohammad. Lahir
di Batang, pada tahun 1971.
Entah sejak mulai kapan tulisan
menggerakkan hatinya untuk
merubah keadaan yang sudah
terlanjur terjangkit kanker.
Kanker dalam masyarakat Indo-
nesia: kebodohan. Rendahnya
pendidikan sejak zaman ke-
Buku telah Menyepuhnya Menjadi “Manusia Bumi”
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
Philosophy
�ction
artofphotography
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Museum Edisi 1 | 36
Sosok
merdekaan, penduduk pribumi
yang ter-marginal kan keba-
nyakan hanya menamatkan se-
kolah sampai SR: Sekolah
Rakyat. Yang bisa sekolah di
sana, pada waktu itu hanya
orang-orang dari bangsawan.
Minimal anak mandor, atau
camat. Jelas, sekolah mene-
ngah atas tak akan bisa dica-
pai mereka yang orang tua nya
hanya buruh tani. Di mana letak
kesejajaran manusia di bumi?
Buku waktu itu terbit dalam
bahasa belanda, hanya be-
berapa pribumi saja yang
mampu membaca fasih
bahasa penjajah itu.
Bersyukurlah. Era paska ke-
merdekaan, bahasa Indonesia
boleh di gunakan dengan
bebas, meskipun dengan me-
ngadopsi ejaan belanda.
Meskipun masih minim sekali
media sosial yang dibolehkan
untuk mengkritik pemerintah.
Banyak wartawan dipenjara
tanpa sebab. Hanya karena
menerbitkan buku yang
berkaitan dengan mimpi Indo-
nesia di masa depan. Sampai
di sana, kita masih untung.
Hingga munculah tokoh-tokoh
yang menggunakan ilmunya
untuk membuat Indonesia
maju –maju dengan pikiran
yang berkembang. Maju
–dengan ilmu pengetahuan
yang diperoleh di bangku se-
kolah hingga perguruan tinggi.
Maju –dengan buku-buku yang
bisa membuat semua melek
bisa hidup bebas dari kemiski-
nan dan keterbatasan materi.
Salah satunya, GM (sapaan
singkat Goenawan Muham-
mad). Kritikus dan budaywan
setelah Chairil Anwar ini, mulai
tahun 80-an hingga sekarang
aktif sekali di dunia sosial.
Hidup ini bukan seberapa
pintar kamu, hidup ini bukan
hanya sekedar seberapa
kaya kamu, bukan hanya
sekedar merk baju mu apa,
bukan hanya sekedar menu
apa yang kamu makan
setiap hari. Pernah kah
kamu membayangkan atau
Teks: Kingkin Kinamu
Jostein Gaarder, kembali me-
ngajak manusia instropeksi ter-
hadap hak dan kewajibannya
lewat novel filsafat semestanya:
Dunia Anna.
Mungkin bagi kalian akan me-
nganggap novel ini seperti
novel Dunia Sophie yang
alurnya memasukkan yang
karakternya kuat, anak kecil
yang ingin tahu segala sesuatu
tentang kehidupan, tentang arti
hidup. Kenapa manusia dibuat,
dan asal muasal kehidupan.
Gaarder dengan bahasa yang
lugas berhasil memperlihatkan
bagaimana sebenarnya ke-
hidupan diciptakan. Apakah
kehidupan di muka bumi ini
muncul serta merta tanpa
adanya suatu Dzat yang Maha?
Dalam Dunia Shopie memang
bahasa yang digunakan lebih
“berat”.
Gaarder membuat pembaca
memahami makna kehidupan.
Dunia Anna, membuat kita
melek bagaimana seharusnya
sikap manusia terhadap alam.
Alur sangat unik. Sederhana,
tapi pesan yang disampaikan
sangat manusiawi. Dunia Anna.
Melalui tokoh sentral Anna,
pesan tersirat dari novel ini
dibentuk. Anna gadis belia
yang unik, bisa bercakap-
cakap dengan nenek buyutnya
dalam mimpi. Padahal, ia
dalam mimpinya itu ialah
Buyut, dan memiliki seorang
cicit yang bernama Nova.
Dalam mimpi tersebut ia berhu-
tang dengan generasi dahulu-
nya. Karena bumi yang dihuni
Nova sangat miskin akan tum-
buhan, dan terjadi pemanasan
global yang membuat spesies
flora dan fauna menjadi
musnah.
Bumi pada tahun 2028. Sudah
sejak lama, manusia sudah
dihimbau untuk tidak me-
nebangi tumbuhan secara liar,
bukankan manusia dan alam
saling bergantung? Jika jika
pohon di bumi ini berkurang
maka sekelompok hewan yang
bergantung pada habitat
pohon akan mencari lingku-
ngan baru yang akan merusak
ekosistem lainnya. Memang,
global warming pada akhirnya,
cepat atau lambat akan terjadi
pada bumi kita. Lapisan ozon
semakin menipis. Ditambah
lagi dengan tingkah manusia
yang seenaknya sendiri terha-
dap alam, hal ini akan me-
ngakibatkan semakin cepatnya
global warming terjadi. Tak
pelak, efeknya di masa depan
akan semakin parah, permu-
kaan air laut naik, es di kutub
utara mencair, dan pernahkan
kalian berpikir, bagaimana ke-
langsungan hewan-hewan
langka dua puluh tahun yang
akan datang?
MANUSIA SELALU BERPIKIR
SEENAKNYA SENDIRI, BAHKAN
CONDONG KE SERAKAH.
Baik permasalahan iklim
maupun berbagai masalah
terkait ancaman terhadap
keanekaragaman hayati
lainnya adalah akibat dari
kese-rakahan. Namun, keser-
akahan biasanya tidak meri-
saukan orang-orang serakah
itu sendiri. Telah banyak ke-
jadian serupa dalam seja-
rah. (halaman 64)
Saya bisa membayangkan
anak-cucu kita dalam kepu-
tusasaan –baik karena ke-
hilangan sumber daya alam
seperti gas dan minyak
maupun kehilangan
keanekaragaman alam
hayati: Kalian telah meng-
habiskan semuanya! Kalian
tidak menyisakan sedikit pun
untuk kami! (halaman 65).
Nova yang dalam mimpi Anna
adalah cicitnya, merupakan
generasi Anna yang hidup di
bumi yang tidak seindah pen-
dahulunya, akibat dari hutan
yang ditebangi, mengaki-
batnya cepatnya pemanasan
global, punahnya flaura dan
fauna, hingga di Saudi Arabia
semua daratan tertutup pasir.
Orang-orang banyak yang
mengungsi karena bencana
iklim ini –pada tahun 2028.
Novel ini sebenarnya begitu se-
derhana ingin mengingatkan
kita untuk tetap menjaga bumi
kita agar tetap lestari, salah sa-
tunya dengan menanam
pohon, menanam hari ini man-
faatnya akan terasa bagi
anak-cucu kita di masa depan.
Anna. Memiliki pemikiran aneh
semenjak ia didatangi mimpi
itu –seolah bisa melihat masa
depan, ia merasa memiliki
beban yang berat untuk men-
jaga bumi. Karena ia diberi ke-
sempatan kedua untuk me-
lestarikan bumi, bersama
Jonas. Pacarnya. Untung, ia
bertemu dengan psikolog yang
pas. Anna begitu cemas
dengan mimpinya, seolah
nyata. Anna menjadi sangat
empati dengan pemansan
global, ia dengan berbagai
cara dengan pacarnya, Jonas,
ingin menyelamatkan bumi dari
dampak pemanasan global.
Tidak bisakah manusia meng-
ganti energi yang lebih bersa-
habat dengan bumi? Mungkin
100 tahun yang akan datang
anak cucu kita sudah tidak bisa
lagi menghirup udara yang
bersih. Kita hanya menyisakan
kepedihan.
Namun di ending cerita ini
kurang menceritakan tentang
hasil dari usaha Anna, mungkin
Gaarder membiarkannya de-
mikian karena bumi dan manu-
sia sampai sekarang masih bisa
berdamai, beriringan.
Bayangkan padahal setiap hari
kita menggunakan bahan
bakar yang menipiskan lapisan
ozon: AC, gas pembakaran
kendaraan baik darat maupun
udara, dan yang paling parah
adalah penebangan pohon
liar.
Bumi semakin ranggas,
kering. Ada begitu banyak
hal tentang masa depan
yang aku tidak tahu. Yang
aku tahu adalah bahwa aku
akan ikut serta untuk mem-
berikan bentuknya. Dan
mungkin, dengan cara ini,
aku telah memulai dengan
sebuah langkah kecil.
Segala harapan terbaik ku-
curahkan untukmu dan
dunia tempat kamu bertum-
buh dan akan terus men-
jalani hidup. (halaman 217).
***
Percayalah (pembaca) meski-
pun ending dari bumi ini belum
jelas, alangkah baiknya mulai
dari sekarang kita sadar untuk
menjaga lingkungan yang kita
tinggali. Be a nature agent.
Sosok
Museum Edisi 1 | 37
setidaknya berpura-pura
menjadi mereka yang tidur
di emperan toko. Sedang
kita berada di kasur busa
dengan selimut tebal yang
nyaman. Lalu apa yang
membuat hidup mu berarti?.
Buku dan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat. Sebe-
narnya, lebih buku itu lebih
berperan sebagai Pembina
kita membuka jalan pikiran,
selebihnya alam lah yang
akan membuat kita mengerti
bagaimana banyak sistem di
muka bumi ini bekerja. Ter-
masuk sistem, kongkaling-
kong para –yang tak ber-
tanggung jawab menelan-
tarkan jutaan marginal
hidup jauh dari dunia
pendidikan-BKK.
Ia tak peduli disebut sebagai
penjaja harapan palsu bagi
kaum marginal. Lewat tulisan-
tulisannya, ia menyebutkan
Kemampuan membaca itu
sebuah rahmat. Kegemaran
membaca; sebuah kebaha-
giaan.”
Awal seorang bisa membaca
adalah belajar. Sehingga me-
nimbulkan candu untuk selalu
ingin tahu. Untuk selalu menjadi
manusia yang berguna.
Anehnya, sosok GM tidak ingin
kekuasaan. Ia hanya mengoar-
kan seruan untuk meningkatkan
kemajuan seorang lewat pe-
ngetahuan yang bermanfaat.
Lalu, kapan datangnya kesem-
patan menjemput mereka
yang sering terlunta di jalanan?
PR bagi kita semua. Tidak
hanya sekali saja orang-orang
memiliki peduli kepada mar-
ginal. Butuh keberlanjutan.
Tidak kah dunia ini hanya berisi
tentang saling membantu dan
menghargai perbedaan?
Luka bagi GM telah tergores di
Indonesia. Ia sempat menda-
pat gugatan ketika salah satu
tulisannya menyebutkan pihak
yang berkuasa (berdasarkan
fakta) benar-benar korupsi.
Nama nya menjadi tercemar
Sosok
Museum Edisi 1 | 38
hanya karena sebuah tulisan.
Lantas GM memilih menempuh
jalur hukum. Tahu malukah jika
korupsi itu merampas nasi satu
bungkus orang di emperan?
Bagi mereka, untuk makan pun
susah.
Yang indah memang bisa
menghibur selama-lamanya,
membubuhkan luka selama-
lamanya, meskipun puisi dan
benda seni bisa lenyap. Ia
seakan-akan roh yang hadir
dan pergi ketika kata di-
lupakan dan benda jadi aus.
Tapi apa arti roh tanpa
tubuh yang buncah dan
terbelah? Keindahan tak
bisa jadi total. Ketika ia
merangkum total, ia abstrak,
dan manusia dan dunia tak
akan saling menyapa lagi.
Maksud GM dalam harapannya
menderikan komunitas salahira.
Untuk memajukkan manusia
lewat tulisan yang kemudian
dibukukan, saling membagi
informasi. Lewat buku inilah
diharapkan bisa menciptakan
budaya masyarakat yang
membumi. Tak aneh, di era mil-
lenium sekarang banyak manu-
sia yang masih mementingkan
diri sendiri, dan materi untuk
pribadi.
Menyebabkan yang kaya se-
makin kaya, dan miskin se-
makin miskin. Ini sesat. Sung-
guh, stereotip ini harus dirubah.
Agen perubahan itu bisa diper-
oleh lewat buku, dengan mem-
baca semua akan menguasai
dunia. Langkah nyata GM untuk
mewujudkan buku sebagai
sarana membentuk budaya
baca, tulis, dan pribadi yang
bermanfaat sangat lah manu-
siawi, jika kita lihat sekarang ini
masih banyak masyarakat yang
selalu hedonis.
Di situ buku menghidupkan
kembali semangat manusiawi
lewat tulisan yang membuat
gerakan: peduli kepada mar-
ginal yang tak sempat belajar
bagaimana cara membaca.
Berbeda dengan budaya aro-
gansi yang nampak pada
Sosok
Museum Edisi 1 | 39
Di situ buku menghidupkan
kembali semangat manusiawi
lewat tulisan yang membuat
gerakan: peduli kepada mar-
ginal yang tak sempat belajar
bagaimana cara membaca.
Berbeda dengan budaya aro-
gansi yang nampak pada
semua lini komunikasi yang bisa
diakses semua lini masyarakat,
kebanyak komersil dan melaku-
kan pembodoan masal lewat
budaya: hiburan, musik, hingga
infotainment yang hanya mem-
buat masyarakat ini berpikir
dangkal.
GM percaya buku bisa meru-
bah budaya mainstream dan
hedon menjadi kekuatan awal
marginal untuk menyembuhkan
luka batin karena terancam
miskin selama-lamanya.
Sosok
Museum Edisi 1 | 40
Kau mungkin punya harta tak berhingga. .Tumpukan emas dan permata. .
---
Aku takkan pernah lebih kaya daripadamu. .
Tapi , aku punya ibu yang membacakan buku untukku. .
-Strickland Gillilan-
( via https://arjunandini .wordpress.com)
hai . . .Halo teman-teman pembaca sekalian, kami dari tim Museum Mini-magz mem-buka diri untuk menerima saran maupun kritik dari teman-teman semua.
Silakan kirimkan saran dan kritik teman-teman semua melalui email kami: [email protected]
Saran maupun kritik teman-teman akan sangat mambantu kami untuk tetap eksis dan sebagai media untuk menjadi komuni-kasi antara teman-teman pembaca dengan tim Museum Mini-Magz.
Saran dan kritik terbaik dari teman-teman berkesempatan berpartisipasi menjadi kon-tributor tulisan untuk kebutuhan edisi beri-kutnya.
Terima kasih.
Museum Mini Magz
MuseumMiniMagz.wordpress.com