Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

16
10 Aspirasi, Kematangan, Dan Efikasi Karir A. ASPIRASI KERJA Pemahaman akan aspirasi kerja, menjadi penting ketika terdapat fakta adanya sejumlah individu yang merasa tidak memiliki kemampuna untuk berhasil dalam mencapai cita-cita pekerjaan. Demikian juga masih banyak pemikiran bahwa persyaratan pendidikan berada di luar sumber daya mereka yang akan memasuki dunia kerja. Pandangan lain tidak sedikit juga, para angkatan kerja yang tidak didukung oleh keluarga dan teman-teman dalam melakukan pekerjaan. Aspirasi secara umum dapat memahami masyarakat akan hambatan sosial untuk masuk ke dalam keberhasilan kerja mereka. Untuk memahami aspirasi kerja, setidaknya terdapat dua teori yang telah membangun konstruksi tentang aspirasi kerja. Teori pertama menggunakan psikologo social, dan kedua menggunakan tugas perkembangan karir. Dalam pandangan teori psikologi sosial, aspek budaya, gender, dan berbagai peristiwa dalam kehidupan berinteraksi dengan preferensi karir individu. Interaksi itu kemudian menentukan aspirasi dan pilihan karir. Teori psikologi social menekankan pada cara bahwa atribut individu dibentuk oleh pengalaman dan sekitarnya. Dalam teori perkembangan karir, aspirasi berada pada tahap ekspolorasi (Super, 1990). Dalam tahap perkembangan karir, telah direntangkan lima tangga tugas perkembangan yakni masa pertumbuhan, eksplorasi, pembentukan, pemeliharaan dan pelepasan. Aspirasi dimulai pada tahap eksplorasi, sekitar usia 14 dan ditandai oleh pengerucutan pilihan karir, dari fantasi karir, identifikasi pilihan tentatif, untuk keputusan akhir tentang karir pilihan. Lebih lanjut, Super mengemukakan bahwa konsep diri memainkan peran penting dalam pengembangan karir. Bahkan, aspirasi karir dipandang sebagai representasi dari konsep diri individu. Aspirasi Kerja dapat berubah seiring waktu, namun mereka cenderung menjadi semakin stabil seperti pada remaja dewasa.

Transcript of Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

Page 1: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

10 Aspirasi, Kematangan, Dan Efikasi Karir

A. ASPIRASI KERJA

Pemahaman akan aspirasi kerja, menjadi penting ketika terdapat fakta

adanya sejumlah individu yang merasa tidak memiliki kemampuna

untuk berhasil dalam mencapai cita-cita pekerjaan. Demikian juga

masih banyak pemikiran bahwa persyaratan pendidikan berada di

luar sumber daya mereka yang akan memasuki dunia kerja.

Pandangan lain tidak sedikit juga, para angkatan kerja yang tidak

didukung oleh keluarga dan teman-teman dalam melakukan

pekerjaan. Aspirasi secara umum dapat memahami masyarakat akan

hambatan sosial untuk masuk ke dalam keberhasilan kerja mereka.

Untuk memahami aspirasi kerja, setidaknya terdapat dua teori yang

telah membangun konstruksi tentang aspirasi kerja. Teori pertama

menggunakan psikologo social, dan kedua menggunakan tugas

perkembangan karir. Dalam pandangan teori psikologi sosial, aspek

budaya, gender, dan berbagai peristiwa dalam kehidupan berinteraksi

dengan preferensi karir individu. Interaksi itu kemudian menentukan

aspirasi dan pilihan karir. Teori psikologi social menekankan pada

cara bahwa atribut individu dibentuk oleh pengalaman dan

sekitarnya.

Dalam teori perkembangan karir, aspirasi berada pada tahap

ekspolorasi (Super, 1990). Dalam tahap perkembangan karir, telah

direntangkan lima tangga tugas perkembangan yakni masa

pertumbuhan, eksplorasi, pembentukan, pemeliharaan dan pelepasan.

Aspirasi dimulai pada tahap eksplorasi, sekitar usia 14 dan ditandai

oleh pengerucutan pilihan karir, dari fantasi karir, identifikasi pilihan

tentatif, untuk keputusan akhir tentang karir pilihan.

Lebih lanjut, Super mengemukakan bahwa konsep diri memainkan

peran penting dalam pengembangan karir. Bahkan, aspirasi karir

dipandang sebagai representasi dari konsep diri individu. Aspirasi

Kerja dapat berubah seiring waktu, namun mereka cenderung menjadi

semakin stabil seperti pada remaja dewasa.

Page 2: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

Terdapat hubungan berkelanjutan antara aspirasi dan pencarian kerja.

Keterkaitan erat ini kemudian melibatkan banyak pihak. Aspirasi dan

pencarian kerja merupakan topik yang sangat penting untuk para

peneliti, pencari kerja dan praktisi yang membantu pencari kerja.

Banyak stakeholder yang memiliki kepentingan termasuk individu,

lembaga pendidikan, konselor karir, organisasi, dan masyarakat pada

umumnya.

Dalam pencarian kerja berhubungan dengan berbagai orang, termasuk

mereka yang telah menderita kehilangan pekerjaan, relawan, individu

yang memasuki dunia kerja untuk pertama kalinya, dan juga individu

yang ingin mengubah pekerjaan mereka, organisasi, atau bahkan

karir.

Pencarian kerja sendiri merupakan proses yang terdiri dari

mengumpulkan informasi tentang kesempatan kerja potensial,

menghasilkan dan mengevaluasi alternatif pekerjaan, dan memilih

pekerjaan dari berbagai alternatif. Kegiatan ini menentukan jenis dan

jumlah informasi yang diperoleh pencari kerja untuk mendapatkan

lowongan pekerjaan serta jumlah kesempatan kerja.

Proses pencarian kerja merupakan urutan kegiatan logis. tahap

pencarian kerja terdiri dari dua tangga, yakni perencanaan pencarian

kerja dan kemudian mencari pekerjaan dan memilihnya. Mencari

pekerjaan dimulai dengan sebuah pencarian untuk mengumpulkan

informasi dan mengidentifikasi peluang kerja diikuti dengan

pencarian yang lebih intensif yang melibatkan perolehan informasi

spesifik tentang pekerjaan.

KEMATANGAN KARIER

Kematangan karier merupakan kemampuan individu dalam

pola mengaktualisasikan dirinya sesuai kemampuan yang dimilikinya

dalam menunjang arah karier dimasa yang akan datang. Super (dalam

Winkel, 2004:633) mendefinisikan kematangan karier sebagai

keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas

perkembangan karier yang khas bagi tahap perkembangan tertentu.

Super (dalam Savickas, 2001, 53) menjelaskan bahwa individu

dikatakan matang atau siap untuk membuat keputusan karier jika

pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan karier

Page 3: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan

berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan.

Kematangan karier individu akan berbeda bergantung pada

tahap perkembangan karier individu. Kematangan dapat

mengidentifikasi kesempatan dan tingkat pekerjaan yang sesuai serta

mempertimbangkan kebutuhan, minat, kapasitas kompetensi, dan

nilai pribadi. Oleh karena itu konsep kematangan karier bersifat

normatif, artinya harus ada kesesuaian antara perkembangan karier

individu dengan perkembangan yang diharapkan.

Kematangan karier individu terkait dengan tahap

perkembangan karier individu. Sebagai contoh jika tahap

perkembangan karier pada usia 18 – 25 tahun merupakan tahap

perkembangan karier usia mahasiswa. Pada kematangan usia tersebut,

mereka harus mengidentifikasi kesempatan dan tingkat pekerjaan

yang sesuai serta mempertimbangkan kebutuhan, minat, kapasitas

kompetensi, dan nilai pribadi. Oleh karena itu konsep kematangan

karier harus bersifat normatif, artinya harus ada kesesuaian antara

perkembangan karier individu dengan perkembangan yang

diharapkan pada usia tertentu. Asumsinya semakin mendekati

kesesuaian antara perkembangan yang ada dengan yang diharapkan,

maka akan semakin kuat atau besar kemungkinan untuk mencapai

kematangan karier. Dengan demikian kematangan karier dapat

diketahui dengan sejauh mana serta bagaimana individu memenuhi

tahapan perkembangan arah karier.

Menurut Super (dalam Savickas, 2001) kematangan karier

untuk tahap kristalisasi mencakup lima aspek yaitu: (a) Perencanaan

Karier, (b) Eksplorasi Karier, (c) Informasi Dunia Kerja, (d)

Pengetahuan Mengenai Jenis Pekerjaan yang Diminati, dan (e)

Pengambilan Keputusan.

Pada tahap perencanaan karier, individu menyadari bahwa

dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan vokasional, serta

mempersiapkan diri untuk membuat pilihan tersebut. Berdasarkan

pemikirannya individu memikirkan suatu langkah atau perencanaan

untuk mempersiapkan masa depannya, yang dapat meliputi

pendidikan, latihan, pekerjaan, serta penambahan kemampuan berupa

kursus-kursus dan lain-lain.

Eksplorasi karier merupakan kemauan individu untuk

memperoleh informasi mengenai dunia kerja umumnya dan untuk

memilih salah satu bidang pekerjaan khususnya. Dalam pencarian

informasi dapat melalui teman, lingkungan keluarga (orang tua),

saudara, pembimbing atau orang dewasa yang memegang jabatan

Page 4: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

atau pekerjaan tertentu. Informasi karier juga dapat dilakukan melalui

ekplorasi media masa baik audio dan visual atau melalui media radio

dan teknologi informasi.

Kegunaan informasi karier ini adalah untuk membantu dalam

proses perencanaan yang akan dibuat individu serta melakukan

aktivitas yang mendukung perencanaan yang telah ada untuk meraih

karier yang diharapkan.

Kondisi ini menunjukan pada kemampuan untuk

menggunakan informasi tentang karier yang dimiliki untuk dirinya,

serta mulai mengkristalisasikan pilihan pada bidang dan tingat

pekerjaan tertentu. Informasi sangat penting dalam menentukan arah

pendidikan atau arah pekerjaan yang akan dilalui. Tahapan ini perlu

diperhatikan, mengingat sangat penting dalam membuat perencanaan

dari informasi yang telah ada. Jika informasi salah, maka akan

berdampak pada kesulitan individu melakukan suatu perencanaan.

Adanya keterbatasan informasi yang dimiliki individu akan

menghambat proses pemilihan pendidikan atau pekerjaan.

Pada tahapan ini individu dihadapkan pada situasi memilih

pekerjaan yang akan ditekuni sesuai dengan minat dan

kemampuannya. Individu harus berpikir realistic terhadap minat dan

kemampuannya dalam menentukan pilihan karier yang akan

diambilnya. Pandangan Super menunjukan bahwa setiap individu

memiliki kumpulan minat dan kemampuan. Hal ini harus disesuaikan

dengan minat dan kemampuan yang telah dimiliki.

Pada tahapan ini individu mengetahui hal yang harus

dipertimbangkan dalam membuat pilihan pendidikan dan pekerjaan,

kemudian membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan

kemampuan. Pengambilan keputusan memberikan makna pada

tahapan dimana individu harus memiliki kesadaran dan

pertimbangan sebagai dasar untuk mengambil keputusan mengenai

pendidikan dan pekerjaan. Kegagalan dalam mengambil keputusan

akan merugikan individu, baik dari segi waktu maupun usaha yang

telah dilakukan.

Kematangan karir (career maturity) terdiri dari kesiapan, sikap

dan kemampuan dalam pencapaian tugas perkembangan karir pada

tahapan perkembangan karir tertentu. Langley (1989) telah

mengintegrasikan pendekatan Super (1980) dan Crites (1981); serta

Westbrook (1983) telah merancang skala yang disebut Skala

Kematangan Karir. Skala kematangan karir ini meliputi pengetahuan

Page 5: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

diri, pembuatan keputusan karir, informasi karir, integrasi,

pengetahuan tentang diri dan karir, dan perencanaan karir.

Lebih lanjut Langley (1989), mengaitkan komponen kematangan karir

dengan tugas perkembangan dalam integrasi proses perkembangan;

lalu kematangan karir dan tugas perkembangan tersebut dikaitkan

dengan masalah-masalah karir yang relevan.

1) Komponen Pengetahuan diri, mencakup tugas perkembangan

pada keinginan-keinginan peran dalam kehidupan, nilai-nilai

diri, dan minat pekerjaan. Masalah karir yang relevan antara

lain diri pribadi, agama, nilai, moral, dan minat pekerjaan.

2) Komponen pembuatan keputusan karir, mencakup tugas

perkembangan pada membuat keputusan dan pemilihan

pekerjaan. Masalah karir yang relevan antara lain memutuskan

pilihan, manajemen waktu, serta ekonomi dan keuangan.

3) Komponen informasi karir, mencakup tugas perkembangan

pada Informasi pekerjaan (dari lingkungan). Masalah karir

yang relevan antara lain informasi dari pada hubungan social,

hubungan social, hubungan teman sebaya, dan hubungan

keluarga.

4) Komponen integrasi pengetahuan diri dengan pengetahuan

karir, mencakup tugas perkembangan pada integrasi

pengetahuan diri dengan pengetahuan karir. Masalah karir

yang relevan antara lain rumah tinggal dan lingkungan,

keadaan keluarga dan Pasar kerja.

5) Komponen perencaaan karir, mencakup tugas perkembangan

pada Perencanaan karir. Masalah karir yang relevan antara lain

merencanakan pekerjaan, pendidikan, pelatihan dan kursus,

serta pendidikan lanjut dan masa depan

EFIKASI

Keyakinan diri (self-efficacy), yang kemudian diistilahkan disini

dengan “efikasi” merupakan keyakinan seseorang terhadap

kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan bisa

Page 6: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

menampilkan perilaku performa yang efektif sehingga bisa

menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta merupakan salah satu

faktor personal yang menjadi perantara antara faktor perilaku dan

faktor lingkungan.

Keyakinan diri adalah sebuah konsep yang dirumuskan oleh

Albert Bandura, guru besar psikologi di Standford University, dan

bersumber dari social learning theory. Menurut Bandura (1997), “Self-

efficacy is a major basic of action. People guide their lives by their beliefs of

personal efficacy. Keyakinan diri refers to beliefs in one‟s capabilities to

organize and execute the courses of action required to produce given

attainments. Keyakinan diri merupakan keyakinan akan kemampuan

individu untuk dapat mengorganisir dirinya dan melaksanakan

serangkaian tindakan yang dipandang perlu untuk mencapai suatu

hasil yang diharapkan. Dengan asumsi tersebut keyakinan diri

merupakan satu keyakinan yang mendorong individu untuk

melakukan dan untuk mencapai sesuatu yang dituju. Teori keyakinan

diri merupakan upaya untuk memahami keberfungsian kehidupan

manusia dalam pengendalian diri, pengaturan proses berpikir,

motivasi, kondisi afektif dan psikologis (Bandura, 1997, 36). Melalui

perspektif ini, keyakinan diri diyakini dapat membuat individu

mampu menafsirkan dan menerjemahkan faktor-faktor internal dan

eksternal ke dalam tindakan nyata. Menurut Bandura dalam Alwisol

(2006:344) menunjukan bahwa keyakinan diri merupakan persepsi diri

mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu.

Keyakinan diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki

kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.

Norwich (dalam Azwar, 1996) mendefinisikan keyakinan diri

sebagai salah satu faktor personal yang menjadi perantara interaksi

antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Tingginya keyakinan

diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif

untuk bertindak lebih terarah, terutama apabila tujuan yang hendak

dicapai merupakan tujuan yang jelas.

Bandura (1997) berpendapat bahwa keyakinan diri adalah

kemampuan umum yang terdiri atas aspek-aspek kognitif, sosial,

emosional dan perilaku, dan individu harus mampu mengolah aspek-

aspek itu untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut, diingatkan

bahwa keyakinan diri merupakan sebuah instrumen multi guna

karena konsep ini tidak hanya berkaitan dengan kemampuan, namun

juga mampu menumbuhkan keyakinan bahwa individu dapat

melakukan berbagai hal dalam berbagai kondisi. Dengan kata lain,

keyakinan diri berlaku sebagai mesin pembangkit kemampuan

Page 7: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

manusia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seseorang

memiliki keyakinan diri yang kuat, maka ia bermotivasi tinggi dan

bahkan menunjukkan pandangan yang ekstrim dalam menghadapi

suatu situasi.

Alwisol (2006:344) mengemukakan keyakinan diri adalah

penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau

buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai

dengan yang dipersyaratkan. Keyakinan diri berbeda dengan aspirasi

(cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang

seharusnya dapat dicapai, sedangkan keyakinan diri menggambarkan

penilaian kemampuan diri.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa keyakinan diri dalam berkarier adalah keyakinan

seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk

mengorganisasikan dan bisa menampilkan perilaku performa yang

efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta

merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara antara

faktor perilaku dan faktor lingkungan.

Asumsi tersebut mendasari pemikiran bahwa keyakinan diri

secara sederhana dapat diartikan sebagai keyakinan diri atau

keyakinan terhadap kemampuan diri.

b. Fungsi Keyakinan Diri dalam Kehidupan

Hubungan keyakinan diri dengan aspek-aspek karier sudah

diteliti oleh peneliti sebelumnya. Penelitian keterkaitan keyakinan diri

dengan keputusan karir antara lain oleh Taylor, K.M., & Betz, N.E.

(1983); Taylor, K.M., & Popma, J. (1990); Bergeron, L.M., &

Romano, J.L. (1994); Creed, P., Patton, W., & Prideaux, L. (2006).

Penelitian hubungan budaya, status social, minat karir dan keyakinan

diri oleh Mau, W. (2000); Nauta, M.M & Kahn, J.H. (2007);

Oettingen, G. & Zosuls, K.M. (2006).

Perubahan tingkah laku dalam konsep Bandura (Alwisol,

2006:345) adalah perubahan keyakinan diri. Keyakinan diri dapat

diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu

atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu

prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius

(vicarious experience), persuasi social (social persuation) dan

pembangkitan emosi (emotional/Physiological states).

Menurut Hjelle & Ziegler (1992), keyakinan diri memiliki lima

macam fungsi dalam kehidupan individu.

Pertama, menentukan pilihan tingkah laku. Seseorang akan

cenderung memilih tugas yang diyakininya mampu untuk

Page 8: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

diselesaikan dengan baik dan akan menghindari suatu tugas yang

dianggap sulit dilaksanakan dengan baik. Lebih lanjut, juga

disebutkan bahwa dalam pemilihan aktivitas, individu cenderung

menghindari tugas-tugas dan situasi yang diyakini melebihi

kemampuan dirinya dan cenderung melakukan tugas yang berada

dalam jangkauannya.

Kedua, menentukan seberapa besar usaha dan ketekunan

yang dilakukan. Keyakinan diri menentukan seberapa besar usaha

yang dapat dilakukan seseorang dan berapa lama dirinya bertahan

dalam menghadapi kesulitan. Keyakinan diri yang dimiliki individu

juga akan menentukan pembentukan komitmen individu dalam

pencapaian tujuan dari hal-hal yang dilakukannya (Smither, 1994).

Ketiga, mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional.

Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga memiliki pengaruh

terhadap pola pikir dan reaksi emosionalnya. Individu dengan

keyakinan diri rendah akan menilai dirinya tidak mampu

mengerjakan tugas dan menghadapi tuntutan lingkungan. Mereka

juga cenderung lebih memikirkan kekurangan dirinya daripada

berusaha memperbaikinya. Hal yang sebaliknya justru terjadi pada

individu dengan keyakinan diri tinggi.

Keempat, meramalkan tingkah laku selanjutnya. Individu

dengan keyakinan diri yang tinggi akan berbeda dengan individu

dengan keyakinan diri yang rendah dalam bertindak dan berperasaan.

Kelima, menunjukkan kinerja selanjutnya. Keyakinan diri

dapat berpengaruh terhadap kinerja yang akan dilakukan seseorang.

Penguasaan materi yang menghasilkan kesuksesan dapat membangun

keyakinan diri seseorang. Di lain pihak, kegagalan yang tercipta justru

dapat menurunkan keyakinan diri (Bandura, 1997).

Fungsi efikasi dalam kehidupan digunakan untuk

menentukan pilihan tingkah laku guna memilih tugas yang

diyakininya dapat dikerjakan dengan baik dan menghindari tugas

yang sulit, menentukan seberapa besar usaha dan ketekunan yang

diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut, mempengaruhi pola

pikir dan reaksi emosional terhadap mampu atau tidaknya individu

dalam menyelesaikan tugas, meramalkan tingkah laku selanjutnya,

serta menunjukkan kinerja selanjutnya di mana kesuksesan akan

mampu berpengaruh positip terhadap efikasi yang dimiliki.

Sumber pengontrol tingkah laku dalam kehidupan individu

adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi

merupakan variable pribadi yang sangat penting, jika digabung

Page 9: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

dengan tujuan-tujuan khusus serta pemahaman mengenai prestasi,

maka akan menjadi factor penentu tingkah laku mendatang yang

penting. Dengan demikian efikasi dapat memberikan arah

perkembangan individu pada waktu yang akan datang. Jika individu

memiliki efikasi yang tinggi, maka diharapkan individu tersebut akan

melakukan perilaku yang lebih responsive terhadap lingkungan,

tingkah laku itu sendiri serta pribadinya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi

Bandura (1997) menunjukan bahwa keyakinan terhadap

kemampuan diri akan mempengaruhi bagaimana individu merasakan,

berpikir, memotivasi diri, dan bertingkah laku.

Dalam kehidupan manusia, memiliki efikasi merupakan hal

yang sangat penting. Efikasi mendorong seseorang untuk memahami

secara mendalami atas situasi yang dapat menerangkan tentang

mengapa seseorang ada yang mengalami kegagalan dan atau yang

berhasil.

Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi efikasi

individu sebagaimana dikemukanan oleh Bandura dalam Alwisol

(2006). Kelima faktor ini disajikan dalam Tabel 1.

1) Pengalaman Performasi (Perfomance Accomplishment )

Pengalaman menguasai suatu prestasi yang pernah dicapai

pada masa yang telah lalu sebagai sumber informasi masa lalu

menjadi pengubah efikasi yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi

masa lalu yang bagus akan meningkatkan ekpektasi efikasi,

sedangkan kegagalan masa lalu akan menurunkan efikasi individu.

TABEL. STRATEGI PENGUBAHAN SUMBER EKSPEKTASI

EFIKASI

Sumber Cara Induksi

Pengalaman

Performasi

(PPe)

Participan modeling Meniru mode yang

berprestasi

Performance

desentization

Menghilangkan pengaruh

buruk prestasi masa lalu

Performance exposure Menonjolkan keberhasilan

yang pernah diraih

Self-instrukted

performance

Melatih diri untuk

melakukan yang terbaik

Pengalaman

vikarius (PVi)

Live modeling Mengamati model yang

nyata

Page 10: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

Symbolic modeling Mengamati model simbolik,

film, komik, ceritera

Persuasi

Verbal

(PVe)

Suggestion Mempengaruhi dengan kata-

kata berdasar kepercayaan

Exhortation Nasihat, peringatan yang

mendesak

Self-instruktion Memerintah diri sendiri

Interpretive Interpretasi baru

memperbaiki interpretasi

lama yang salah

Pembangkitan

Emosi

(PEm)

Attribution Mengubah atribusi,

penanggung jawab suatu

Relaxation biofeedback Relaksasi

Symbolic

desensitization

Menghilangkan sikap

emosional dengan modeling

simbolik

Symbolic exposure Memunculkan emosi secara

simbolik

Pengalaman performasi (Performance accomplishment)

merupakan sumber pengharapan yang utama karena didasarkan pada

pengalaman individu ketika berhasil mengerjakan suatu hal dengan

baik. Bandura (1997) menyebutkan hal ini dengan nama lain, yaitu

enactive attaintment atau sumber informasi yang paling berpengaruh

karena memiliki dasar pada keberhasilan pengalaman pribadi dalam

menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Keberhasilan akan

menumbuhkan pengharapan dan kegagalan yang terjadi berulangkali

melemahkan pengharapan.

Bandura (1997) menyebutkan hal ini sebagai mastery experience

di mana keberhasilan sebelumnya dimasa lalu akan mempengaruhi

keberhasilan dan pengerjaan tugas-tugas berikutnya.

2) Pengalaman Vikarius (Vicorious Experiences)

Pengalaman vikarius sebagaimana terdapat dalam Alwilson

(2006:346) diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat

ketika individu mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi

akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya hampir

sama dengan dirinya namun ternyata gagal. Jika pigur yang diamati

berbeda dengan dirinya, maka akan memiliki kecenderungan

pengaruh vikarius tidak besar. Hal ini disebabkan karena kadar

kepercayaannya terhadap diri yang diamati tidak lah sama.

Dengan demikian pengalaman vikarius adalah pengalaman

yang didapat ketika individu melihat orang lain berhasil

Page 11: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Pengharapan dapat tumbuh

pada diri individu yang memiliki posisi sebagai pengamat pada saat

dirinya menyaksikan orang lain mampu melakukan aktivitas dalam

situasi yang tertekan tanpa akibat yang merugikan. Pengamatan ini

akan menumbuhkan keyakinan bahwa suatu saat dirinya akan

mampu dan juga berhasil jika berusaha secara intensif dan tekun.

Kemudian akan timbul sugesti bahwa jika orang lain dapat melakukan

dengan baik maka dirinya juga akan mampu atau paling tidak ada

sedikit perbaikan dan peningkatan yang dapat dilakukan dalam

kinerjanya.

3) Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)

Menurut Bandura (1997), verbal persuasion ini digunakan untuk

meyakinkan seseorang bahwa dirinya memiliki kemampuan. Individu

yang dapat diyakinkan secara verbal oleh lingkungannya akan

mengeluarkan usaha yang besar dibandingkan jika dirinya memiliki

keraguan akan kemampuan yang dimilikinya. Bandura menekankan

bahwa individu yang diarahkan dengan saran, nasihat dan bimbingan

dapat meningkatkan kapasitasnya tentang kemampuan-kemampuan

yang dimilikinya sehingga individu tersebut mencapai tujuan yang

diinginkan.

4) Emotional Arousal

Emotional aurosal adalah muncul dan naiknya emosi seseorang

ketika individu berada dalam situasi yang tertekan. Saat berada dalam

situasi yang tertekan, kondisi emosional dapat mempengaruhi

pengharapan individu. Rasa takut dan cemas mengalami kegagalan

membuat individu mnjadi tidak yakin dalam menghadapi tugas-tugas

berikutnya (Bandura, 1997).

Dalam beberapa hal, individu menyandarkan dirinya pada

gejolak fisiologis dalam menilai kecemasan dan kepekaannya terhadap

stres. Gejolak yang berlebihan biasanya akan melumpuhkan kinerja.

Individu jelas berharap akan lebih berhasil jika mengalami gejolak

fisiologis ringan daripada harus menderita tekanan, goncangan dan

kegelisahan yang mendalam.

5) Physical or Affective Atatus

Stres dan kecemasan memiliki akibat negatif terhadap efikasi.

Jika individu tidak sedang mengalami gejolak perasaan maka dirinya

akan mampu berpikir relative tenang, jernih dan terarah. Hal ini

Page 12: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

berguna agar dapat melihat apakah tujuan yang akan dicapai sulit,

sedang atau mudah. Pada akhirnya efikasi yang akan muncul akan

lebih sesuai dengan kenyataan yang sedang dihadapi oleh individu

yang bersangkutan.

d. Komponen Efikasi

Bandura (1997) membagi efikasi menjadi tiga komponen. Yaitu

meliputi komponen tingkat (level) yang disebut Magnitude komponen

ini menunjukan keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk

mengatasi masalah dengan derajat kesulitan yang berbeda-beda,

komponen generalisasi (generality), komponen tersebut menunjukan

keyakinan individu terhadap persepsi kompetensi individu pada

tingkat pencapaian keberhasilannya dalam mengatasi tugas-tugas

dalam kondisi tertentu, komponen yang ketiga yaitu kekuatan

(Strength) yaitu tingkat kuat atau lemahnya keyakinan individu

mengenai kompetensi diri yang dipersepsikannya.

Guna pemahaman yang lebih lengkap ketiga komponen

efikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Komponen magnitude atau komponen tingkat/level

Dimensi ini adalah dimensi yang berhubungan dengan tingkat

kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang

disusun menurut tingkat kesulitan yang ada maka pengharapannya

akan jatuh pada tugas-tugas yang sifatnya mudah, sedang dan sulit.

Hal ini akan disesuaikan dengan batas kemampuan yang dirasakan

untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan bagi masing-

masing tingkat. Orang yang memiliki efikasi tinggi cenderung akan

memilih mengerjakan tugas-tugas yang sifatnya sulit dibandingkan

yang sifatnya mudah.

2) Komponen generality

Generality menjelaskan keyakinan individu untuk

menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Di sini

setiap individu memiliki keyakinan yang berbeda-beda sesuai dengan

tugas-tugas yang berbeda pula. Ruang lingkup tugas-tugas yang

dilakukan bisa berbeda dan tergantung dari persamaan derajat

aktivitas, kemampuan yang diekspresikan dalam hal tingkah laku,

pemikiran dan emosi, kualitas dari situasi yang ditampilkan dan sifat

individu dalam tingkah laku secara langsung ketika menyelesaikan

tugas.

Kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas akan

mempengaruhi efikasi yang dimiliki. Semakin tinggi kemampuan

yang dimiliki maka akan semakin tinggi efikasi yang ada, begitu pula

Page 13: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

sebaliknya. Hal ini bisa terjadi karena semakin tinggi kemampuan

yang dimiliki maka keyakinan untuk menyelesaikan tugas dengan

baik dan tuntas juga semakin tinggi.

3) Komponen strength

Komponen ini berhubungan dengan derajat kemantapan

individu terhadap keyakinannya. Seseorang dengan efikasi yang

tinggi sangat yakin dengan kemampuan dirinya. Mereka tidak pernah

frustasi dalam menghadapi masalah yang sulit dan lebih mampu

menyelesaikan masalah dengan berbagai macam rintangan.

Sebaliknya, seseorang dengan tingkatan efikasi yang rendah merasa

bahwa dirinya memiliki kemampuan yang lemah dan akan mudah

terguncang apabila menghadapi rintangan dalam melakukan

tugasnya.

Komponen ini juga berkaitan langsung dengan komponen

magnitude di mana semakin tinggi taraf kesulitan tugas yang dihadapi

maka akan semakin tinggi keyakinan yang dirasakan untuk

menyelesaikannya.

Efikasi dalam diri individu dapat terjadi tinggi atau dapat

juga rendah, jika efikasi tinggi maka akan memberikan dampak yang

lebih baik terhadap dorongan individu untuk mencapai tujuan yang ia

harapkan, sedangkan jika efikasi rendah pada diri individu, maka

akan berdampak terhadap menurunnya dorongan untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Dengan asumsi tersebut, dipandang perlu

untuk meningkatkan efikasi, Santrock (1999) menyebutkan empat

tahap meningkatkan efikasi yang dimiliki. Keempat tahap tersebut

adalah: (a) Memilih satu tujuan yang diharapkan dapat dicapai di

mana tujuan yang dipilih tentu saja yang sifatnya realistis untuk

dicapai. (b) Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang

sedang dilakukan. Hal ini penting untuk dilakukan agar pengaruh

kegagalan masa lalu tidak tercampur baur dengan rencana yang

sedang dilakukan. (c) Tetap berusaha mempertahankan prestasi yang

baik dengan cara berusaha tetap fokus dengan keberhasilan yang telah

dicapai. (d) Membuat daftar urutan situasi atau kegiatan yang

diharapkan dapat diatasi atau dapat dilakukan mulai dari yang paling

mudah sampai ke yang paling sulit. Hal ini penting untuk

mengingkatkan efikasi secara bertahap dalam pengerjaan hal-hal yang

sulit.

Page 14: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

DAFTAR PUSTAKA

Alwilsol, (2006). Psikologi Kepribadian. Malang. UPT Penerbitan

Universitas Muhammadiyah Malang.

Azwar, S. 2005. Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bandura, A. (1997). Self-efficacy. The Exercise of Control. New York:

Freeman.

Bergeron, L.M., & Romano, J.L. (1994). The relationships among

career decision making self-efficacy, educational indecision,

vocational indecision, and gender. Journal of College Student

Development, 35, 19-24.

Betz, N.E., & Luzzo, D.A. (1996). Career assessment and the career

decision-zaking self-efficacy scale. Journal of Career Assessment,

4, 413-428.

Betz, N.E., Klein, K., & Taylor, K. (1996). Evaluation of a short

form of the Career Decision-Making Self-efficacy Scale. Journal

of Career Assessment, 4, 47-57.

Betz, N.E., & Taylor, K.M. (2006). Manual for the Career Decision Self-

fficcay Scale and CDSE-Short Form. Ohio: The Ohio State

University.

Carkhuff. R (1985) The Art of Helping, Massachusetts. Human Resource

Development Press.

Creed, P., Patton, W., & Prideaux, L. (2006). Causal relationship

between career indecision and career decision-making self-

efficacy. Journal of Career Development, 33(1), 47-65.

Departemen Agama RI. 2007. Syamil Al Qur’an. Jakarta.

Dillar, JM (1985) Life Long Career Planing. Ohio. Charles E. Merril

Publishing. Co.

Heppner, Paul, at al. Research Design in Counseling. Third edition.

Thomson brooks/cole.

Lindzey. H (1985) Introduction Theories of Personality, New York. John

Willey & Sons.

Mau, W. (2000). Cultural differences in career decision-making

styles and self-efficacy. Journal of Vocational Behavior, 57, 365-

378.

Moesono, A. (2001). ”Decision making” memilih studi psikologi

pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia. Jurnal Psikologi Sosial, IX(VII), 79-87.

Nauta, M.M & Kahn, J.H. (2007). Identity status, consistency and

differentiation of interests, and career decision self-efficacy.

Journal of Career Assessment, 15, 55-65.

Page 15: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

Oettingen, G. & Zosuls, K.M. (2006). Culture and self-efficacy in

dolescents. In F. Pajares., & T. Urdan (Eds.). Self-efficacy belief of

adolescents (pp. 245-265). Connecticut: Information Age

Publishing, Inc.

Osipow, Samuel (1983). Theories of Career Development, New Jersey.

Prentice Hall.

Pope, Mark (1999). Applications of group career counseling

techniques in Asian cultures. Journal of Multicultural Counseling &

Development; Vol. 27, 13-18.

Sadiyah, Yies. 1997. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. IAIN SGD

Bandung

Santrock, J.W. (1999). Life-span Development (Seventh Edition). New

York: McGraw-Hill, Inc.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta:

Erlangga.

Savickas, M. L. 2001. A Developmental Perspective on Vocational

Behavior: Career Pattern, Salience, and Themes. International

Journal for Educational and Vocational Guidance, 1, 49-57.

Schmitt-Rodermund, E., & Vondracek, F. W. (1999). Breadth of

interests, exploration, and identity development in adolescence.

Journal of Vocational Behavior, 55, 298-317.

Schulenberg, J.E. (1988). Factorial invariance of career indecision

dimensions across junior high and high school males and

females. Journal of Vocational Behavior, 33, 63-81.

Soemanto. (1998). Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bina

Aksara.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung.

Sukardi (1989) Bimbingan Karier di Sekolah-sekolah. Jakarta Timur.

Ghalia Indonesia.

Taylor, K.M., & Betz, N.E. (1983). Application of self-efficacy theory

to the understanding and treatment of career indecision.

Journal of Vocational Behavior, 22, 63-81.

Taylor, K.M., & Popma, J. (1990). An examination of the

relationship among career decision-making self-efficacy, career

salience, locus of control, and vocational indecision. Journal of

Vocational Behavior, 37, 17-31.

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Madrasah. Rajagrafindo

Persada, Jakarta.

Page 16: Aspirasi, Kematangan Dan Efikasi Karir

Winkel, W.S., & Hastuti, S. 2004. Bimbingan Karier di Institusi

Pendidikan. Jakarta: Media Abadi.