Aspek Psikologis Dalam Kehamilan Persalinan

6
1 HAND OUT ASPEK PSIKOLOGIS DALAM KEHAMILAN/PERSALINAN Untuk Mahasiswa Kedokteran UMY Blok Reproduksi Oleh: dr. Warih Andan Puspitosari, MSc, SpKJ Lama kuliah : 1 jam pertemuan Learning Objectif : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang aspek psikologi dalam kehamilan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang factor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis dalam kehamilan dan persalinan

description

Psiko

Transcript of Aspek Psikologis Dalam Kehamilan Persalinan

  • 1

    HAND OUT

    ASPEK PSIKOLOGIS DALAM KEHAMILAN/PERSALINAN

    Untuk Mahasiswa Kedokteran UMY

    Blok Reproduksi

    Oleh:

    dr. Warih Andan Puspitosari, MSc, SpKJ

    Lama kuliah : 1 jam pertemuan

    Learning Objectif :

    1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang aspek psikologi dalam kehamilan

    2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang factor-faktor yang mempengaruhi kondisi

    psikologis dalam kehamilan dan persalinan

  • 2

    PSIKOLOGI KEHAMILAN

    Kehamilan merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi seluruh anggota

    keluarga, terutama bagi calon ibu. Namun demikian ada kalanya proses kehamilan juga

    mendatangkan berbagai perasaan cemas dan gelisah pada calon ibu. Wanita yang hamil

    mengalami perubahan biologis, fisiologis dan psikologis yang nyata.

    Pada wanita yang sehat secara psikologis, kehamilan adalah suatu ekspresi rasa

    perwujudan diri dan identitasnya sebagai wanita. Banyak wanita yang melaporkan bahwa

    menjadi hamil adalah suatu pengalaman yang memuaskan suatu kebutuhan narsistik yang

    mendasar. Perilaku negatif terhadap kehamilan sering kali disertai dengan rasa takut akan

    kelahiran anak atau peranan menjadi ibu. Beberapa wanita memandang kehamilan

    sebagai suatu cara untuk menghilangkan keraguan diri mereka tentang femininitasnya

    atau sebagai suatu cara untuk menentramkan diri mereka sendiri bahwa mereka mampu

    untuk menjadi hamil.

    Selama kehamilan, khususnya jika merupakan kehamilan yang pertama, ibu

    merekapitulasi stadium awal perkembangannya sendiri. Diantara stadium-stadium

    tersebut proses sparasi-individuasi adalah mempunyai kepentingan yang besar. Rasa takut

    yang tidak disadari dan khayalan yang berhubungan dengan kehamilan pertama

    seringkali merupakan pusat konsep penggabungan dengan ibunya sendiri. Jika ibunya

    sendiri merupakan model peran yang buruk, rasa kompetensi maternal wanita tersebut

    mungkin terganggu, dan menyebabkan tidak adanya kepercayaan sebelum dan sesudah

    kelahiran bayi.

    Perlekatan psikologis dengan janin dimulai sejak dalam rahim. Pada awal

    trimester kedua sebagian wanita mempunyai suatu gambaran mental tentang bayinya.

    Janin dipandang sebagai tokoh terpisah sejak sebelum dilahirkan dan disertai dengan

    suatu kepribadian pranatal. Menurut ahli teori psikoanalisis, calon anak adalah suatu

    layar kosong dimana ibu memproyeksikan harapan dan ketakutannya. Pada sedikit kasus,

    proyeksi tersebut berperan dalam keadaan psikologis pascapersalinan. Misalnya seorang

    ibu yang ingin menyakiti bayinya, karena dipandang sebagai bagian dari dirinya sendiri

    yang dibenci. Tetapi pada keadaan normal, melahirkan seorang anak adalah sebuah

  • 3

    pemenuhan kebutuhan dasar seorang wanita untuk menciptakan dan mengasuh

    kehidupan.

    Psikologi ayah juga sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Datangnya masa menjadi

    orang tua memerlukan suatu sintesis masalah perkembangan tertentu seperti peran jenis

    kelamin dan identitasnya, seksualitas, generativitas. Fantasi kehamilan pada seorang laki-

    laki dan mengharapkan kelahiran seorang anak laki-laki adalah identifikasi awal dengan

    ibu dan harapan untuk menjadi kuat dan kreatif seperti yang ia rasakan seharusnya.

    Bagi beberapa laki-laki, membuat seorang wanita menjadi hamil adalah bukti dari

    potensinya, suatu dinamika yang memainkan peranan besar dalam menjadi ayah pada

    masa remaja. Pada umumnya, psikodinamika kehamilan adalah didasarkan pada riwayat

    perkembangan seseorang. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang juga mempunyai

    pengertian psikodinamika untuk orang yang berhubungan dengan wanita hamil, termasuk

    orang tua, kakek-nenek, dan keluarga jauh, dan teman-teman.

    KEHAMILAN DAN PERKAWINAN

    Calon ibu yang merupakan istri dan calon ayah yang merupakan suami harus

    menentukan kembali peranannya sebagai pasangan dan sebagai individu. Mereka

    menghadapi penyesuaian kembali dalam hubungan mereka dengan teman-teman dan

    sanak saudara, dan mereka harus menghadapi tanggung jawab baru sebagai untuk

    pengasuh bayi yang baru lahir dan untuk satu sama lain.

    Kedua orang tua mungkin mencemaskan kemampuan mereka dalam hal menjadi

    orang tua. Salah satu atau kedua orang tua mungkin secara disadari atau tidak disadari

    bersikap ambivalen tentang penambahan anak didalam keluarga dan pengaruhnya pada

    hubungan keluarga. Ayah mungkin merasa bersalah tentang rasa tidak nyaman yang

    dialami istrinya selama kehamilan dan persalinan, dan beberapa laki-laki merasa cemburu

    atau iri tentang pengalaman kehamilan. Dengan membiasakan untuk memuaskan

    kebutuhan ketergantungan masing-masing, pasangan harus memperhatikan kebutuhan

    yang tidak henti-hentinya dari seorang bayi yang baru lahir dan anak yang berkembang.

    Walaupun sebagian besar pasangan berespon positif terhadap kebutuhan tersebut,

    beberapa pasangan tidak demikian.

  • 4

    Didalam kondisi yang ideal keinginan untuk menjadi orang tua dan mempunyai

    anak harus merupakan suatu keputusan yang disetujui kedua pasangan untuk memenuhi

    kebutuhan generatif untuk realisasi diri yang kreatif. Tetapi, kadang-kadang menjadi

    orang tua, dirasionalisasi (dijadikan alasan) sebagai suatu cara untuk mencapai keintiman

    dalam suatu konflik perkawinan atau untuk menghindari keharusan menghadapi masalah

    lainnya dalam kehidupan.

    Pada umumnya, perilaku terhadap wanita yang hamil mencerminkan berbagai

    factor: inteligensia, temperamen, praktek kultural, dan cerita-cerita masyarakat dan

    subkultur pada kedua orang tua yang akan mempunyai anak. Respon seorang laki-laki

    yang menikah biasanya positif. Tetapi, bagi beberapa laki-laki reaksi adalah bervariasi

    dari rasa kebanggaan yang salah tempat bahwa mereka mampu menyebabkan seorang

    wanita menjadi hamil sampai rasa takut akan meningkatnya tanggung jawab dan

    selanjutnya berhentinya hubungan. Anak kecil bereaksi terhadap kehamilan ibunya

    dengan rasa ingin tahu tentang asal bayi, khususnya tentang di mana bayi akan keluar dan

    bagaimana asalnya bayi berada dalam kandungan.

    Kehamilan dan Perilaku Seksual

    Efek kehamilan pada perilaku seksual bervariasi di antara wanita-wanita.

    Beberapa wanita mengalami suatu peningkatan dorongan seksual karena vasokongesti

    pelvis menyebabkan peningkatan responsivitas seksual. Wanita lain lebih responsif

    dibandingkan sebelum kehamilan karena mereka tidak lagi merasa takut menjadi hamil.

    Beberapa wanita mempunyai gairah yang menurun atau kehilangan minat dalam aktivitas

    seksual sama sekali, baik karena gangguan kenyamanan fisik atau karena pikiran

    psikologis yang menghubungkan menjadi ibu dengan aseksualitas.

    Hubungan tersebut juga dapat terjadi pada laki-laki yang memandang wanita yang

    hamil adalah suci dan tidak boleh dikotori oleh tindakan seksual. Beberapa laki-laki

    menemukan bahwa tubuh yang hamil adalah jelek. Baik wanita maupun laki-laki dapat

    secara keliru menganggap hubungan seksual sebagai potensial membahayakan janin yang

    sedang berkembang dan sebagau sesuatu yang harus dihindari karena alasan tersebut. Jika

    seorang laki-laki mempunyai hubungan gelap di luar nikah selama kehamilan istrinya,

    maka hal ini biasanya terjadi selama trimester terakhir.

  • 5

    KECEMASAN PADA KEHAMILAN dan PERSALINAN

    Diantara keadaan bahagia dengan kehamilannya, calon ibu seringkali disertai rasa

    kegelisahan dan kecemasan, bahkan dapat mengalami depresi. Sejak saat hamil pada

    umumnya ibu hamil sudah mengalami kegelisahan dan kecemasan tentang kehamilannya.

    Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan merupakan kejadian yang tidak

    terelakkan, merupakan fenomena yang hampir selalu menyertai kehamilan, merupakan

    bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis

    mendasar yang terjadi selama kehamilan.

    Untuk menurunkan gejala stres kehamilan umumnya tidak sulit, dengan

    perawatan psikologis dan peningkatan kondisi fisik yang adekuat, respons stres tersebut

    dapat menurun sehingga dapat menghilangkan sebagian aspek negatif dari proses

    kehamilam. Dukungan mental emosional/dukungan soaial yang kuat dari orang-orang di

    sekitarnya akan mencegah terjadinya masalah psikologis dalam kehamilan dan

    persalinan. Demikian pula hubungan suami-isteri yang mesra dapat mencegah timbulnya

    komplikasi psikologis selama kehamilan.

    Hasil studi tentang psikologi kehamilan membuktikan bahwa fenomena

    kecemasan yang berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

    merupakan beban ekstra yang dapat berasal dari dalam tubuh sendiri maupun dari

    kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu beradaptasi dengan beban ekstra

    tersebut, akan mengalami kecemasan.

    Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kehamilan:

    1. Stresfull life events, termasuk suami kehilangan pekerjaan, suami menganggur,

    masalah perumahan, suami selingkuh, adanya anggota keluarga yang sakit keras.

    2. Adanya masalah dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari seperti masalah

    finansial, hilangnya aset keluarga, kegagalan dalam business, hilangnya dukungan

    sosial dari pihak tertentu, mempunyai riwayat hubungan perkawinan yang kurang

    serasi.

  • 6

    3. Pengalaman keguguran, bayi lahir mati, bayi lahir imatur, prematur, bayi lahir

    cacat, pernah mengalami kondisi yang mengancam jiwa.

    4. Adanya riwayat infertilitas disertai berbagai usaha sehingga berhasil hamil.

    5. Pernah menderita penyakit jiwa.

    Sesudah kehamilan mencapai puncaknya, pada tahap berikutnya terjadilah

    persalinan dan kelahiran bayi. Kejadian yang normalnya kontinyu tersebut secara

    keseluruhan merupakan kejadian fisiologis dalam kehidupan hampir setiap wanita.

    Karakteristik pada fase kehamilan adalah timbulnya kecemasan dan kegelisahan yang

    diikuti dengan timbulnya respons stres berupa peningkatan tekanan darah, spasme otot,

    dan sebagainya. Sedangkan pada fase persalinan dan kelahiran bayi, karakteristiknya

    berubah, disamping cemas dan gelisah yang intensitasnya jauh lebih berat dibanding pada

    fase kehamilan, juga timbul nyeri yang intensitasnya makin lama makin berat seiring

    dengan majunya proses persalinan. Dan akhirnya semua tanda dan gejala kecemasan dan

    nyeri akan mencapai puncaknya pada saat bayi menjelang lahir, dan sesudah lahir semua

    tanda dan gejala tersebut hilang.

    Stres persalinan tidak hanya berakibat pada ibu, tetapi juga terhadap janin. Sebab

    ibu yang mengalami stres, sinyalnya berjalan lewat aksis HPA (Hipotalamo-Pituitari-

    Adrenal) dapat menyebabkan lepasnya hormon stres antara lain ACTH, Kortisol,

    Katekolamin, -Endorphin, GH, Prolaktin dan LH/FSH. Akibatnya terjadi vasokonstriksi

    sistemik, termasuk diantaranya konstriksi vasa utero plasenta

    meyebabkan gangguan aliran darah didalam rahim, sehingga penyampaian oksigen

    (DO2) kedalam miometrium terganggu, berakibat melemahnya kontraksi otot rahim.

    Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya proses persalinan (partus lama) sehingga

    janin dapat mengalami kegawatan (fetal- distress). Disamping itu dengan meningkatnya

    plasma kortisol, berakibat menurunkan respons imun ibu dan janin. Dengan demikian

    stres persalinan dapat membahayakan janin dan ibunya. Akibat tersebut terbawa sampai

    periode pasca persalinan, misalnya terganggunya produksi ASI, melambatnya

    penyembuhan luka persalinan, kekuatan bayi menyusu ibu melemah sehingga

    penambahan berat bayi lambat. Hasil akhirnya kontak fisik ibu dan anak terganggu,

    dengan berbagai akibatnya.