ASMADI ALSA

36
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PROGRAM AKSELERASI DI SMA: Tinjauan Psikologi Pendidikan UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Oleh: Prof.Dr. Asmadi Alsa

Transcript of ASMADI ALSA

Page 1: ASMADI ALSA

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PROGRAM AKSELERASI DI SMA:

Tinjauan Psikologi Pendidikan

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada

Oleh: Prof.Dr. Asmadi Alsa

Page 2: ASMADI ALSA

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PROGRAM AKSELERASI DI SMA:

Tinjauan Psikologi Pendidikan

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 6 Juni 2007

di Yogyakarta

Oleh: Prof.Dr. Asmadi Alsa

Page 3: ASMADI ALSA

Yang terhormat, Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Majelis Wali Amanat Universitas

Gadjah Mada; Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Majelis Guru Besar Universitas

Gadjah Mada; Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Senat Akademik Universitas

Gadjah Mada; Rektor dan Para Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada; Dekan dan Ketua Lembaga di lingkungan Universitas Gadjah Mada; Para Dosen, para tamu undangan, sahabat, dan segenap sanak

saudara yang berbahagia;

Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayat dan taufikNya kepada kita semua, sehingga kita dapat bersilaturahmi dan berkumpul menghadiri Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada saat ini. Selanjutnya perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Para hadirin yang saya hormati

Salah satu faktor penting agar suatu bangsa tetap eksis dan berperan dalam percaturan kehidupan di dunia internasional adalah sumber daya manusia yang dimiliki bangsa tersebut. Indonesia merupakan negara yang berpenduduk besar, namun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki lebih rendah dari bangsa-bangsa lain di kawasan Eropa dan Amerika; demikian pula bila dibandingkan dengan SDM negara-negara di kawasan Asia Timur dan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Singapura dan Malaysia.

Untuk meningkatkan kualitas SDM, instansi yang paling strategis adalah lembaga pendidikan. Individu yang cerdas dan

Page 4: ASMADI ALSA

2

berbakat (gifted and talented) merupakan aset bagi kualitas SDM suatu bangsa. Namun kecerdasan dan keberbakatan siswa tidak akan teraktualisasi dan berkembang secara optimal apabila tidak mendapatkan pendidikan yang sesuai. Selain itu komponen afektif dan psikomotorik juga tidak akan berkembang ke arah yang positif apabila sistem dan metode pembelajarannya tidak berjalan sesuai dengan kurikulum dan Sistem Pendidikan Nasional yang ditetapkan. Kasus IPDN pada awal 3 April 2007 yang lalu menyentak dan menyadarkan kita kembali; bahwa meningkatkan kualitas SDM bukan sekedar mendidik keterampilan fisik dan kecerdasan intelektual semata, tapi juga ranah afektif seperti kecerdasan emosi, yang menurut Goleman (1995) justru memberikan kontribusi yang lebih besar bagi keberhasilan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pemerintah Indonesia memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan siswa yang cerdas dan berbakat. Undang-Undang RI Nomer 20 Tahun 2003 Bab IV pasal 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.” Untuk menjalankan amanat Undang-Undang tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar bagi siswa SD, SMP dan SMA yang cerdas dan berbakat istimewa.

Tema pidato saya ini berkaitan dengan percepatan belajar siswa SMA yang cerdas dan berbakat istimewa tersebut, dengan mengambil judul “Keunggulan dan Kelemahan Program Akselerasi di SMA: Tinjauan Psikologi Pendidikan”

Para hadirin yang saya hormati

Program Akselerasi

Ada tiga model yang umum dipakai untuk mendidik siswa yang cerdas dan berbakat istimewa (gifted and talented), yaitu model akselerasi, model pemerkayaan (enrichment), dan model pengelompokan (grouping).

Istilah akselerasi memiliki arti pemberian perlakuan apapun yang memungkinkan bagi siswa yang cerdas dan berbakat untuk

Page 5: ASMADI ALSA

3

menyelesaikan sekolahnya secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya, sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu yang lebih singkat atau pada usia yang lebih muda.

Untuk model akselerasi, pengakomodasian perbedaan individual diantara siswa dapat dilaksanakan dengan empat cara (Elliot, dkk., 1999), yaitu: (1) masuk sekolah berdasar usia mental dan bukan usia kronologis, (2) loncat kelas, (3) waktu belajar dipersingkat, dan (4) masuk sekolah menengah atau universitas lebih awal.

Program akselerasi dengan cara mempersingkat waktu belajar memiliki tiga model, yaitu Model Kelas Reguler, Model Kelas Khusus, dan Model Sekolah Khusus. Pada Model Kelas Reguler, siswa tetap berada dalam kelas regulernya dan guru memberikan perlakuan akseleratif pada siswa sehingga dapat loncat kelas; pada Model Kelas Khusus, siswa dikelompokkan ke dalam satu kelas tersendiri dan diberi pengajaran akseleratif; dan pada Model Sekolah Khusus, siswa belajar di sekolah yang memang dikhususkan untuk mereka. Model yang diterapkan di Indonesia adalah Model Kelas Khusus, ditambah dengan adanya pemerkayaan (enrichment) (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan program akselerasi menurut Meier (2000) adalah:

1. Lingkungan belajar yang positif. Belajar terbaik adalah dalam lingkungan fisik, emosi, dan sosial yang positif, suasana yang tidak tegang dan menstimulasi terjadinya belajar

2. Melibatkan siswa secara total. Belajar terbaik apabila siswa secara total terlibat dan aktif serta mengambil tanggung jawab penuh terhadap belajarnya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap siswa secara pasif, tapi suatu yang secara aktif ditemukan sendiri oleh siswa. Oleh sebab itu program belajar akselerasi cenderung berbasis aktivitas daripada berbasis materi atau ceramah

3. Kolaborasi antara siswa. Umumnya belajar terbaik adalah dalam lingkungan kolaboratif. Aktivitas belajar yang baik adalah belajar bersama dan bekerja sama. Kalau metode pembelajaran konvensional menekankan kompetisi antara siswa secara

Page 6: ASMADI ALSA

4

individual, program belajar akselerasi menekankan kolaborasi antar siswa dalam suatu komunitas belajar

4. Kaya dengan gaya belajar. Belajar terbaik apabila siswa memiliki banyak pilihan atau cara belajar yang memungkinkan mereka menggunakan semua inderanya dalam belajar.

5. Belajar kontekstual. Belajar terbaik adalah berada dalam suatu konteks. Fakta dan keterampilan yang dipelajari secara terpisah sukar diserap dan cepat terlupakan. Belajar terbaik adalah dengan mengerjakan tugas dalam proses yang terus menerus dengan melibatkan diri dalam kehidupan nyata, mendapatkan umpan balik, melakukan refleksi diri, dan melakukan evaluasi diri.

Para hadirin yang saya hormati

Seleksi Siswa Program Akselerasi

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, antara lain kecerdasan. Tapi untuk bisa mengikuti program akselerasi tidak cukup dengan bermodalkan kecerdasan saja. Benbow dan Lubinski (Pyryt, 1999) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan dan mempunyai motivasi tinggi, akan lebih cepat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam mengikuti program akselerasi.

Assouline, dkk. (Pyryt, 1999) menyediakan instrumen untuk mengevaluasi kesesuaian siswa untuk mengikuti program akselerasi. Ada empat dimensi utama yang digunakan, yaitu (a) kemampuan akademik dan prestasi, (b) informasi dari sekolah sebelumnya, (c) kemampuan interpersonal, dan (d) sikap serta dukungan.

Berkaitan dengan kemampuan akademik dan prestasi, kandidat terbaik mengikuti program akselerasi adalah siswa yang skor IQ-nya paling tidak 145 dan prestasi belajarnya 1,5 atau 2 tahun di atas kelasnya yang terakhir.

Informasi dari sekolah sebelumnya juga dipakai sebagai dasar rekomendasi. Siswa yang tidak punya catatan absen, koordinasi motoriknya bagus, memiliki pengalaman kepemimpinan, memiliki motivasi belajar tinggi, menyukai dan mencari tantangan akademik merupakan kandidat yang sesuai untuk ikut program akselerasi. Selain

Page 7: ASMADI ALSA

5

itu kemampuan hubungan interpersonal, perkembangan emosi, citra diri, kedisiplinan, komitmen orangtua untuk berkolaborasi dengan sekolah, juga menjadi kriteria untuk mengikuti program akselerasi.

Seleksi Pelajar SMA Program Akselerasi di Indonesia.

Kualifikasi yang harus dipenuhi siswa untuk mengikuti kelas akselerasi di SMA meliputi aspek akademik, aspek psikologis, kesehatan fisik, dan kesediaan calon serta persetujuan orangtua. 1. Aspek Akademik: (a) Memiliki rata-rata Nilai Ujian Nasional

(UAN) dari sekolah sebelumnya di atas 8, (b) Skor tes kemampuan akademik dengan nilai sekurang-kurangnya 8 dan (c) Rata-rata nilai rapor minimal 8

2. Aspek Psikologis: (a). Memiliki IQ = 140 ke atas, atau minimal IQ =125 tapi dengan memiliki kreativitas dan keterikatan terhadap tugas yang menonjol, dan (b) Informasi Data Subyektif yang menunjuk-kan ciri-ciri keberbakatan, yang diperoleh dari siswa sendiri, teman sebaya, dan guru.

3. Kesehatan Fisik berdasar surat keterangan dokter 4. Kesediaan calon siswa dan persetujuan orangtua siswa, dengan

pernyataan tertulis mematuhi hak dan kewajiban serta mematuhi ketentuan lain yang ditentukan sekolah.

Para hadirin yang saya hormati

Perbedaan Program Akselerasi dan Program Reguler di Indonesia

Kurikulum program akselerasi memfasilitasi percepatan dan pengayaan belajar, dan dimaksudkan untuk mengembangkan siswa ke arah yang lebih positif bagi perilaku kognitif, kreativitas, komitmen tehadap tugas, perilaku kecerdasan emosi, dan perilaku kecerdasan spiritual (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Kurikulum yang dipakai program akselerasi dan program reguler pada dasarnya adalah sama, perbedaannya terdapat dalam hal sebagai berikut (Departemen Pendidikan Nasional, 2003):

Page 8: ASMADI ALSA

6

1. Program akselerasi lebih menekankan pada materi esensial dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi antara pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik dan sistematik, linier, dan konvergen.

2. Kurikulum program akselerasi dikembangkan secara terdiferensiasi, mencakup empat dimensi yang saling berhubungan, yaitu: a) Dimensi umum; yaitu kurikulum yang memberikan

keterampilan dasar, pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap, yang memungkinkan siswa berfungsi sesuai tuntutan masyarakat dan tuntutan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi

b) Dimensi diferensiasi; yaitu kurikulum yang berkaitan erat dengan ciri khas perkembangan siswa cerdas dan berbakat istimewa, yang merupakan program khusus dan pilihan terhadap bidang studi tertentu.

c) Dimensi non-akademis; yaitu bagian kurikulum yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar di luar kegiatan sekolah formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-ROM, wawancara pakar, kunjungan ke musium, dan sebagainya.

d) Dimensi suasana belajar; yaitu pengalaman belajar yang dijabarkan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Iklim akademik, sistem pemberian hadiah (rewards) dan hukuman (punishments), hubungan antara sesama siswa, antara guru dan siswa, antara guru, antara siswa dan orangtua, serta antara orangtua dan siswa, merupakan unsur-unsur lingkungan suasana belajar yang menentukan proses dan hasil belajar.

3. Kurikulum berdiferensiasi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa yang cerdas dan berbakat dengan cara memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan, percepatan, maupun dalam jenisnya. Modifikasi kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara:

Page 9: ASMADI ALSA

7

a). Mengenalkan isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh siswa kelas reguler

b). Memberi materi pelajaran secara lebih luas, mendalam, dan intensif.

c). Memberi pengalaman belajar baru yang tidak terdapat dalam kurikulum umum.

d). Memberi pengalaman belajar berdasarkan keterlibatan masyarakat sekitar, melalui kerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun swasta bagi kepentingan siswa maupun istansi.

4. Dalam pelaksanaannya, program kegiatan belajar dapat dilakukan secara tatap muka dengan guru pembina, dengan pakar, atau belajar sendiri berdasarkan bahan yang diberikan guru pembina atau yang dipilih sendiri oleh siswa, atau berdasar modul pemerkayaan.

5. Struktur program sama dengan kelas reguler, yang berbeda adalah waktu penyelesaian kurikulum yang lebih cepat daripada kelas reguler. Percepatan tersebut untuk mengefektifkan sistem pembelajaran dengan mengurangi pembahasan terhadap materi yang tidak esensial.

6. Kegiatan belajar-mengajar diarahkan pada terwujudnya proses belajar tuntas. Selain itu strategi pembelajaran juga diarahkan untuk memacu siswa lebih aktif dan kreatif sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing siswa.

Standar kompetensi yang diharapkan dapat dihasilkan melalui

program akselerasi adalah kepemilikan kemampuan: 1. Kualifikasi perilaku kognitif: daya tangkap cepat, mudah dan

cepat memecahkan masalah, dan kritis 2. Kualifikasi perilaku kreatif: rasa ingin tahu, imaginatif,

tertantang, dan berani mengambil risiko 3. Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas: tekun,

bertanggung-jawab, disiplin, kerja keras, keteguhan, dan berdaya juang

Page 10: ASMADI ALSA

8

4. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi: pemahaman terhadap diri sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri dan berbudi pekerti.

5. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual: pemahaman mengenai apa yang harus dilakukan siswa untuk mencapai kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain.

Para hadirin yang saya hormati

Keunggulan Kelas Akselerasi pada Umumnya

Keunggulan yang paling nyata program akselerasi adalah tersedianya kurikulum yang menantang bagi siswa cerdas dan berbakat. Kolesnik (1970) menyebutkan beberapa keuntungan bagi siswa cerdas mengikuti program akselerasi, yaitu: 1. lebih memberikan tantangan daripada program reguler 2. memberi kesempatan untuk belajar lebih mendekati kesesuaian

dengan kemampuan, sehingga mendorong motivasi belajar 3. terstimulasi oleh lingkungan sosial karena berada dalam satu

kelas dengan siswa lain yang kemampuan intelektualnya sebanding, sehingga lebih memberikan tantangan dan tidak memungkinkan bermalas-malasan dalam belajar

4. dapat lulus lebih cepat sehingga memungkinkan meraih gelar sarjana pada usia yang relatif muda

5. tidak banyak membebani biaya orangtua dan pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan Ablard, dkk. (1994)

menemukan bahwa sebagian besar siswa cerdas merasakan bahwa program akselerasi memberi dampak positif. Materi pelajaran yang menantang meningkatkan minat belajar siswa sehingga kemajuan belajarnya menjadi lebih cepat. Hasil penelitian Brody, dkk. (1988) menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa yang mengikuti program akselerasi saat di SMA, secara mencolok mencapai hasil yang memuaskan baik secara akademik maupun secara sosial. Brody dan Benbow (Pyryt, 1999) telah menguji keefektifan belajar

Page 11: ASMADI ALSA

9

mengikuti program akselerasi bagi siswa cerdas dan berbakat. Siswa yang mengikuti program akselerasi di SMA mempunyai Grade Point Average yang lebih tinggi, mendapat lebih banyak beasiswa, dan mempunyai aspirasi karir lebih tinggi daripada siswa yang tidak mengikuti program akselerasi. Hasil penelitian Sourther dan Jones (1991) menemukan bahwa program akselerasi berpengaruh positif terhadap perkembangan akademik siswa, tapi tidak berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosional siswa.

Stanley dan Davidson (1986) secara tegas mengatakan bahwa pengabaian terhadap prinsip akselerasi dalam mendidik siswa cerdas dan berbakat akan merugikan siswa tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa cerdas dan berbakat istimewa, baik laki-laki maupun perempuan, menghendaki perlakuan akselerasi, dan mengikuti program akselerasi dengan senang dan tanpa kesukaran. Gross (1999) menemukan bahwa program akselerasi membuat siswa cerdas dan berbakat menyukai kegiatan belajar mereka, dan meningkatkan harga diri mereka. Di Amerika Serikat, dampak positif penyelenggaraan program akselerasi menyebabkan pengakuan secara luas terhadap program tersebut (Departemen Pendidikan Amerika, dalam Richardson dan Benbow, 1990).

Para hadirin yang saya hormati

Keuntungan Penyelenggaraan Kelas Akselerasi SMA di Indonesia

Waktu belajar siswa SMA kelas akselerasi yang diperpendek dari tiga tahun menjadi dua tahun membuat aktivitas belajar siswa kelas akselerasi menjadi padat, jumlah jam belajar di sekolah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jam belajar siswa kelas reguler. Selain itu setiap hari siswa kelas akselerasi diberi tugas atau pekerjaan rumah, khususnya mata pelajaran non-esensial.

Aktivitas dan tugas belajar yang padat membuat siswa menggunakan banyak waktunya untuk belajar, melakukan kegiatan belajar bersama, menggunakan banyak sumber belajar, dan menggunakan berbagai strategi belajar, baik strategi kognitif maupun strategi mengelola lingkungan dan sumber daya. Aktivitas belajar yang padat menjadikan siswa kelas akselerasi mampu melakukan

Page 12: ASMADI ALSA

10

regulasi diri dalam belajar (Alsa, 2006). Pemerkayaan materi (enrichment) juga diperoleh siswa kelas akselerasi melalui tugas mandiri dan tugas kelompok yang dikerjakan di luar jam sekolah.

Beban dan tugas belajar di dalam dan di luar jam sekolah ternyata menjadi stressor positif (eustress) bagi siswa kelas akselerasi. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan fisik siswa sudah kuat, perkembangan kognitif siswa sudah siap, dan yang lebih penting adalah bahwa siswa cerdas dan berbakat, learning ratenya lebih unggul dibandingkan siswa normal seusianya. Mereka mampu mengubah sikap mental dalam menghadapi kecepatan dan kepadatan belajar, sehingga mereka lebih aktif, memiliki komitmen, dan fight dalam belajar; berbeda dengan keadaan mereka sebelumnya ketika di kelas reguler SMP, yang mereka nilai kurang gigih dan kurang daya juang (Alsa, 2006).

Label “lebih unggul” yang diberikan masyarakat kepada siswa kelas akselerasi, dan kebanggaan mereka sebagai siswa kelas akselerasi, secara psikologis membuat mereka menetapkan standar bagi perilaku belajarnya, sehingga mereka lebih termotivasi dan memiliki komitmen untuk memperoleh hasil belajar sesuai standar personalnya tersebut. Label “lebih unggul” juga membangun citra diri positif bagi siswa kelas akselerasi. Menurut teori disonansi kognitif (cognitive disonance theory), setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk menjaga citra diri positif, dan apabila kinerjanya tidak sesuai dengan citra diri positif yang ia miliki, maka ia akan mengalami ketegangan atau mengalami situasi yang tidak nyaman (discomfort) (Festinger, dalam Slavin, 1991). Situasi tidak nyaman ini menurut teori belajar kognitif justru merupakan sumber motivasi.

Penyelenggaraan kelas akselerasi di SMA memenuhi salah satu asumsi program akselerasi tentang belajar kolaboratif (collaborative learning). Dengan tugas-tugas belajar yang diberikan guru secara rutin, mendorong siswa kelas akselerasi membentuk komunitas belajar di antara mereka sehingga terjadi proses belajar kolaboratif, belajar bersama dan bekerja sama, saling bantu, saling mengkoreksi, dan saling bertanggung jawab terhadap keberhasilan belajarnya masing-masing. Metode ini efektif meningkatkan belajar, seperti telah dibuktikan melalui penelitian Levine (Meier, 2000).

Page 13: ASMADI ALSA

11

Para hadirin yang saya hormati

Kelemahan Kelas Akselerasi pada Umumnya

Selain diperolehnya keuntungan, Kolesnik (1970) mengemu-kakan adanya kelemahan program akselerasi, yaitu: 1. dengan loncat kelas akan mengurangi kesempatan siswa untuk

bersosialisasi dengan teman sebayanya 2. menimbulkan problem sosial dan emosional 3. beban tugas belajar yang banyak bisa menjadi tekanan (stressor)

bagi kesehatan mental 4. kesempatan untuk latihan kepemimpinan berkurang karena

masalah fisik dan kematangan sosialnya belum sematang siswa lainnya yang lebih tua

5. melakukan akselerasi dalam perkembangan intelektual, tapi tidak dalam aspek-aspek lainnya

6. belajar tidak sekedar menguasai ilmu pengetahuan, tapi berfikir, mencari dan menggali pengetahuan, mengerti, menilai, dan membandingkan.

Sebagai catatan bahwa kelemahan butir 1 dan 4 terjadi pada

program akselerasi dengan sistem loncat kelas, tapi tidak terjadi pada model kelas akselerasi.

Gibson (1980) mengatakan bahwa kelemahan utama program akselerasi adalah menyangkut penyesuaian sosial siswa. Richardson dan Benbow (1990) juga berpendapat sama, bahwa dampak negatif program akselerasi adalah pada perkembangan sosial dan emosional siswa. Tapi Ablard, dkk. (1994) mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan sosial yang dihadapi tidak berdampak besar karena kesempatan untuk mendapatkan tantangan intelektual jauh lebih berarti daripada kesulitan sosial yang dihadapi. Gross (1994) mengatakan bahwa program akselerasi tidak akan menimbulkan masalah pada perkembangan sosial dan emosional siswa apabila pelaksanaan program akselerasi dirancang secara matang dan dilakukan pemantauan terhadap performansi akademik siswa.

Page 14: ASMADI ALSA

12

Milgram (1991) mengatakan bahwa kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya permasalahan psikososial siswa akselerasi tidak perlu berlebihan, karena menurutnya siswa yang cerdas dan berbakat istimewa adalah kelompok inddividu yang memiliki karakteristik personal dan sosial yang lebih positif, mengalami kesukaran perilaku lebih sedikit dibandingkan siswa yang kecerdasannya normal, dan hanya sedikit yang mengalami problem penyesuaian psikologis. Terman (Eggen dan Kauchak, 1997) mengatakan bahwa selain kesehatan dan prestasi belajarnya lebih baik, anak yang memiliki kecerdasan istimewa juga memiliki penyesuaian diri yang lebih baik dibandingkan anak normal. Clark (1997) juga mengatakan bahwa anak cerdas dan berbakat istimewa penyesuaian emosinya lebih bagus daripada anak normal.

Banyak hasil penelitian yang membantah adanya dampak negatif program akselerasi, khususnya dalam perkembangan psikososial siswa. Penelitian yang dilakukan Kraus (Lindgren, 1976) menemukan bahwa penyesuaian sosial siswa yang mengikuti program akselerasi adalah baik. Oden (Lindgren, 1976) dari hasil penelitiannya juga menyimpulkan bahwa alumni program akselerasi memiliki penyesuaian sosial yang baik di masyarakat. Jadi tidak ada hambatan dalam perkembangan psikososial siswa akselerasi; yang terjadi adalah bahwa program akselerasi tidak dapat mempercepat perkembangan ranah afektif siswa. Hasil penelitian Nuraida, dkk. (2007) menemukan bahwa program akselerasi di SMA tidak memiliki dampak pada peningkatan kecerdasan emosi siswa.

Richardson dan Benbow (1990) dari hasil penelitiannya yang dilakukan secara longitudinal (dimulai sejak subjek duduk di kelas 2 SMP sampai lulus sarjana) menemukan bahwa tidak ada keterkaitan antara pendidikan akselerasi dengan interaksi sosial, penerimaan diri, harga diri, dan locus of control. Berdasar penelitiannya Brody dan Benbow (1987) menemukan bahwa tidak ada dampak negatif dari berbagai model pendidikan akselerasi. Elliot, dkk. (1999) mengatakan bahwa belakangan ini reaksi-reaksi negatif terhadap penyelenggaraan kelas akselerasi sudah jauh berkurang dan bahkan berubah menjadi positif dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Enam siswa kelas akselerasi dari tiga SMA Negeri di Yogyakarta, ketika diwawancarai mengatakan bahwa kegiatan belajar

Page 15: ASMADI ALSA

13

mereka tidak mengganggu pergaulan sosialnya, aktivitas organisasi yang ditekuni, kegiatan ekstra kurikuler, atau kegiatan-kegiatan lain yang selama ini mereka lakukan sebelum masuk kelas akselerasi. Menurut mereka yang berubah adalah, bahwa mereka hanya perlu mengatur waktu dan menambah jam belajar (Alsa, 2006).

Wahab (2003), berdasar hasil penelitiannya pada siswa kelas akselerasi di Yogyakarta dan Bandung menyimpulkan bahwa tidak benar siswa kelas akselerasi memiliki masalah personal dan sosial (psikososial). Kecakapan personal dan sosial siswa kelas akselerasi dalam kategori baik, bahkan ada beberapa yang baik sekali, ada yang kategori sedang, tapi tak ada yang berada dalam kategori kurang, apalagi kurang sekali.

Berdasar hasil-hasil penelitian yang diuraikan di atas, tidak ditemukan dampak negatif penyelenggaraan kelas akselerasi terhadap perkembangan psikososial siswa SMA. Walaupun demikian penulis berpendapat bahwa guru BP dan guru kelas akselerasi perlu melakukan pemantauan terhadap perkembangan perilaku dan kinerja akademik siswa kelas akselerasi semester pertama, apakah mereka mampu melakukan penyesuaian diri dengan padatnya aktivitas belajar. Kalau berdasar pemantauan ditemukan indikasi perilaku dan kinerja akademik siswa tidak bagus, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi siswa, dan selanjutnya diberi bimbingan untuk memperoleh pemecahan terbaik bagi siswa yang bersangkutan, termasuk kemungkinan siswa pindah jalur ke kelas reguler. Hal ini perlu dilakukan sebagai usaha preventif terhadap kemungkinan munculnya gangguan perkembangan psikososial siswa kelas akselerasi. Seperti yang ditemukan oleh Stanley dan Davidson (1986) dalam penelitiannya, diantara 44 siswa SMA program akselerasi, terdapat seorang siswa yang mengalami kesukaran pada awal masuk ke perguruan tinggi, walaupun kemudian ia mampu mengatasinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fadillah (2004) di dua SMA Negeri di Jakarta, menunjukkan bahwa siswa kelas akselerasi yang belajarnya berorientasi pada performance goal merasakan beban belajar yang lebih berat daripada siswa kelas akselerasi yang belajarnya berorientasi pada learning goal. Sekalipun demikian mereka tidak sampai terganggu belajarnya, justru beban tersebut menjadi stressor positif bagi siswa kelas akselerasi. Seperti

Page 16: ASMADI ALSA

14

yang dikatakan oleh Ogden (2000) bahwa beban belajar yang berat justru dipandang sebagai tantangan, yang meningkatkan motivasi belajar siswa yang kecerdasannya istimewa. Ormrod (2003) mengatakan bahwa siswa cerdas dan berbakat istimewa memiliki motivasi yang tinggi ketika menghadapi tugas-tugas yang menantang; mereka juga memiliki konsep diri akademik positif, memiliki fleksibilitas dalam berfikir, dan sangat fleksibel menggunakan pendekatan dalam belajar. Selain itu menurut Chauhan (1978) bahwa siswa dengan kecerdasan istimewa memiliki ego strength yang lebih bagus dibandingkan siswa normal.

Satu hal yang perlu dimengerti adalah bahwa anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal seusianya. Karena karakteristiknya tersebut seringkali sikap dan perilakunya ditafsirkan oleh lingkungannya sebagai “kurang sosial” dan tidak normatif. Ormrod (2003) mengatakan bahwa kemungkinan anak dengan kecerdasan istimewa mengalami kesulitan dalam pergaulannya dengan teman sebaya karena ia begitu berbeda dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.

Para hadirin yang saya hormati

Kekurangan Penyelenggaraan Kelas Akselerasi SMA di Indonesia

Kelemahan utama penyelenggaraan kelas akselerasi di SMA adalah bahwa percepatan pendidikan dari 3 tahun menjadi 2 tahun hanya terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan dan intelek) dan tidak terjadi pada ranah afektif dan ranah psikomotorik. Perkembangan potensi akademik siswa kelas akselerasi dipercepat, tetapi potensi-potensi yang lain, yang menurut Guilford (Eggen dan Kauchak, 1997) sebanyak 120, tidak dipercepat. Perkembangan kecerdasan logik dan kecerdasan verbal mampu diakselerasi, tapi jenis kecerdasan yang lain, yang menurut Gardner (Lefrancois, 1999) sebanyak sembilan, tidak dipercepat.

Berdasar pengamatan penulis, tidak semua dimensi kurikulum terdiferensiasi kelas akselerasi, yaitu dimensi yang membedakan dengan kurikulum kelas reguler, dapat terlaksana dalam penyelenggaraan pembelajaran, terutama yang menyangkut

Page 17: ASMADI ALSA

15

pendalaman serta pengalaman belajar variatif. Pemberian kedalaman materi dengan menggunakan kemampuan berfikir abstrak tingkat tinggi tidak terealisir; karena materi dan metode pembelajaran yang diterima siswa kelas akselerasi tidak berbeda dengan yang diterima oleh siswa kelas reguler. Perluasan pengetahuan dengan memberikan mata pelajaran di luar kurikulum reguler juga tidak terlaksana. Cara pembelajaran dan praktek di laboratorium yang diberikan kepada siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler juga relatif sama.

Pemberian pengalaman belajar dengan melibatkan siswa dalam kehidupan masyarakat, di instansi, kunjungan ke museum, atau pembelajaran oleh tokoh masyarakat, maupun pengalaman belajar melalui kegiatan eksplorasi, hampir tidak pernah dilakukan. Berdasar kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di kelas akselerasi tidak memenuhi salah satu asumsi penyelenggaraan program akselerasi tentang belajar kontekstual.

Seperti pada umumnya pembelajaran konvensional di kelas reguler, yang kurang memperhatikan perkembangan ranah afektif siswa, di kelas akselerasi juga terjadi demikian. Namun untuk kelas akselerasi kelemahan ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius, karena satu dari lima standar kompetensi yang akan dicapai program akselerasi berhubungan dengan ranah afeksi, seperti pemahaman diri sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri dan berbudi pekerti.

Beberapa mata pelajaran yang diasumsikan dapat menumbuh-kembangkan ranah afektif, seperti pelajaran agama, PPKn, IPS, dan semacamnya, karena metode pembelajaran yang dipakai guru masih konvensional (berbentuk ceramah), maka hasilnyapun hanya menyentuh ranah kognitif, diterima siswa hanya sebagai pengetahuan, dan belum tentu berpengaruh terhadap ranah afektif siswa. Pengembangan ranah afektif siswa sebenarnya tidak harus melalui mata pelajaran tertentu, tetapi dapat lebih efektif melalui metode pembelajaran yang sesuai, misalnya metode role playing, experiential learning, dan group inquiry (Bank, dkk,1981).

Selain menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik dan humanistik, juga mampu mengembangkan ranah afektif siswa. Konstruktivistik, menurut Marlow dan Page (1998) adalah teori

Page 18: ASMADI ALSA

16

tentang belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Piaget (Meyers dan Jones, 1993) mengatakan bahwa anak tidak menerima pengetahuan secara pasif, tapi mencari, menemukan dan menyusun sendiri pengetahuannya melalui aktivitas belajar. Pendidikan humanistik menggunakan pendekatan self-concept approach, multi-talent approach, values clarification and moral development approach dan creativity approach (Combs, 1978) untuk mengembangkan ranah afektif siswa.

Media belajar yang efektif untuk mengembangkan ranah afektif adalah kegiatan ekstra kurikuler. Glasser dan Lefkowitz (Slavin, 1991) misalnya, menyelenggarakan class meeting dengan kegiatan membahas masalah-masalah hubungan interpersonal, nilai-nilai seperti tenggang rasa, kerjasama, kejujuran, saling menghormati, dan sebagainya. Dalam praktek, kegiatan ekstra kurikuler siswa kelas akselerasi tidak banyak bedanya dengan siswa kelas reguler. Bahkan, beberapa siswa kelas akselerasi menjadi berkurang frekuensinya dalam mengikuti kegiatan ekstra kurikuler karena menghadapi tugas-tugas belajarnya yang padat. Kalaupun ada, kegiatan ekstra kurikuler untuk pengembangan ranah afektif dan psikomotorik siswa kelas akselerasi yang dirancang sekolah, tidak diprogram secara reguler, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kendala utama yang paling nyata bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan ranah afektif siswa, adalah padatnya kurikulum, sistem ujian nasional, dan ketidaksiapan guru menggunakan metode pembelajaran yang variatif. Kurikulum yang padat, membuat guru sebagai ujung tombak pembelajaran, tidak dapat leluasa mengembangkan metode pembelajarannya karena lebih berkonsentrasi menyelesaikan materi yang terdapat dalam kurikulum. Padahal berdasar kurikulum tahun 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru memiliki kewenangan yang sangat luas untuk secara kreatif dan inovatif mengembangkan metode pembelajarannya (Badan Standar Penddidikan Nasional, 2006). Selain itu, berdasar kurikulum berdiferensiasi guru juga dimungkinkan melakukan modifikasi kurikulum dalam hal alokasi waktu, penekanan pembelajaran, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Di sisi lain, karena kelulusan siswa hanya didasarkan pada mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional, “memaksa” guru lebih mengutamakan

Page 19: ASMADI ALSA

17

isi (content) mata pelajaran yang diujikan. Berdasar kondisi-kondisi tersebut, maka perkembangan ranah afektif yang menjadi salah satu standar kompetensi bagi siswa kelas akselerasi, secara relatif tidak berbeda dengan siswa kelas reguler.

Kelemahan lain penyelenggaraan kelas akselerasi adalah tidak dipenuhinya persyaratan IQ minimal siswa kelas akselerasi. Penelitian yang dilakukan oleh Rejeki (2005) di Solo, Alsa (2006) di Yogyakarta, dan Nuraida, dkk. (2007) di Jakarta, menemukan beberapa siswa SMA kelas akselerasi tidak memenuhi IQ minimal yang dipersyaratkan. Konsekuensinya, mereka harus belajar lebih keras, menggunakan sebagian besar waktunya untuk belajar agar tidak tertinggal dari teman-temannya sekelas. Akibatnya mereka tidak punya banyak waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Mereka inilah yang potensial mengalami permasalahan akademik, yang bisa berakibat pada gangguan perkembangan personal dan sosial. Oleh sebab itu sekolah harus memberikan prioritas pertama kepada kelompok siswa ini dalam memantau kinerja akademik dan perilaku mereka sebagai tindakan preventif.

Para hadirin yang saya hormati

Kesimpulan

Berdasar uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang penyelenggaraan kelas akselerasi di SMA sebagai berikut: 1. Siswa memperoleh percepatan dalam perkembangan intelektual

(ranah kognitif), tapi tidak memperoleh percepatan dalam perkembangan ranah afektif dan psikomotorik.

2. Aktivitas belajar yang padat mampu meningkatkan regulasi diri siswa dalam belajar, sehingga mereka lebih memiliki daya juang dalam belajar.

3. Label “lebih unggul” yang diberikan masyarakat menjadikan siswa kelas akselarasi memiliki standar personal dalam belajar, yang membuat mereka lebih termotivasi dan memiliki komitmen belajar untuk mencapai hasil sesuai standar personalnya.

Page 20: ASMADI ALSA

18

4. Tugas-tugas belajar yang banyak di luar jam sekolah mampu mengembangkan belajar kolaboratif diantara siswa, yang berpengaruh positif bagi kemampuan kerjasama antara siswa akselerasi.

5. Metode-metode pembelajaran dan kegiatan ekstrakulikuler yang dapat dipakai sebagai sarana untuk mengembangkan ranah afektif siswa tidak dimanfaatkan oleh sekolah dan guru kelas akselerasi.

6. Penyelenggaraan pembelajaran di kelas akselerasi tidak memenuhi salah satu asumsi penyelenggaraan program akselerasi, yaitu belajar kontekstual, suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kehidupan nyata, mendapatkan umpan balik, melakukan refleksi, dan melakukan evaluasi.

7. Padatnya aktivitas belajar siswa kelas akselerasi di SMA sejauh ini tidak menimbulkan dampak negatif. Meskipun demikian, sekolah tetap harus melakukan pemantuan terhadap kinerja akademik dan perilaku siswa pada semester awal, khususnya kepada siswa yang tidak memenuhi kualifikasi, karena kelompok inilah yang potensial mengalami masalah penyesuaian.

8. Kendala utama tidak tercapainya standar kompetensi siswa kelas akselerasi yang berkaitan dengan perkembangan ranah afektif, adalah kurikulum yang padat, sistem ujian nasional yang diberlakukan pemerintah, belum siapnya guru menggunakan metode pembelajaran yang variatif, dan interaksi antara ketiga faktor tersebut.

Para hadirin yang saya hormati

Sebelum mengakhiri pidato ini perkenankanlah saya mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya dan keluarga, sehingga saya memiliki kesempatan menyampaikan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar ini.

Selanjutnya, terimakasih saya sampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Penidikan Nasional, yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar dalam bidang Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi

Page 21: ASMADI ALSA

19

Universitas Gadjah Mada. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Majelis Wali Amanat, Majelis Guru Besar, Senat Akademik, dan Rektor Universitas Gadjah Mada, yang telah menyetujui dan mengusulkan pengangkatan saya sebagai Guru Besar. Tak lupa kepada Dekan Fakultas Psikologi UGM dan Senat Fakultas Psikologi UGM yang telah mengawali pengusulan saya untuk jabatan Guru Besar, juga saya ucapkan terimakasih.

Terimakasih saya sampaikan kepada guru-guru saya di SR, SMP, dan SMA; karena dengan akumulasi pengetahuan yang saya peroleh dari beliau-beliau, dan karena ridha Allah, mengantar saya ke Perguruan Tinggi. Terimakasih kepada semua dosen saya di Fakultas Psikologi UGM; karena dengan kuliah-kuliah yang mereka berikan membuat saya semakin tertarik mempelajari psikologi.

Secara khusus, saya sampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Masrun, MA, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya selaku asisten beliau, baik dalam pengajaran maupun dalam penelitian. Secara khusus pula saya sampaikan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Sri Mulyani Martaniah, MA, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk meniti karir sebagai dosen di Fakultas Psikologi UGM, ketika beliau menjabat sebagai Dekan. Beliau banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya sebagai tenaga edukatif baru di Fakultas. Terimakasih kepada Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA. Beliau adalah “gurunya guru” dalam mentransformasikan pengetahuan kepada mahasiswanya. Saya menjadi senang belajar Statistika karena cara beliau mengajarkannya. Terimakasih kepada almarhum Prof. Dr. Sumadi Suryabrata, MA, Ed.S, Prof. Dr. Bimo Walgito, Almarhumah Prof. Dr. Siti Rahayu Haditono, dan Almarhumah Prof. Dr. Sri Rahayu Partosuwido, yang telah membekali saya dasar ilmu psikologi. Terimakasih kepada rekan-rekan dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UGM yang telah bekerjasama secara baik selama ini.

Rasa hormat dan terimakasih yang mendalam saya haturkan kepada ayahanda Ali Supa’at (alm) dan ibunda, yang dengan penuh kasih sayang mengasuh, membesarkan, dan mendidik kami, anak-anaknya, tanpa pamrih dan tanpa merasa lelah.

Kepada ayah mertua H. Zayadi Notokartono (almarhum) dan Ibu (almarhumah), yang telah memberikan bimbingan dan doa restu

Page 22: ASMADI ALSA

20

kepada kami sekeluarga dalam menjalani kehidupan, saya haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Terimakasih kepada kakak dan adik-adik kandungku: Ishak, Asniarti, Ashari, Irawati, Arsul, Eddy, Ahmad, Ita, dan Ratna, beserta masing-masing keluarganya. Mereka semua memberikan spirit kepada saya dalam meniti karir saya sebagai dosen. Juga terimakasih kepada kakak-kakak dan adik iparku: Mas Rochman, Mas Faqih, Mas Fachruddin,Yu Tatik, dan Fauzin, beserta masing-masing keluarganya, yang telah memberikan atmosfir kebersamaan dan kerukunan dalam keluarga.

Terimakasih yang mendalam saya sampaikan kepada isteri saya tercinta, Zahriyani, yang telah mendampingi saya selama 30 tahun tanpa banyak mengeluh. Dukungan dan doanya bagi keberhasilan saya meniti karir merupakan hal yang sangat bernilai bagi saya. Kemudian terimakasih saya sampaikan kepada dua pemuda dan satu pemudi kebanggaan saya: Anggi, Ryan, dan Meita; yang selalu mendoakan keberhasilan saya.

Akhirnya, semoga apa yang telah saya capai ini mendapat barokah dari Allah SWT sehingga bermanfaat bagi saya pribadi, keluarga, dan masyarakat pada umumnya. Amin ya robbil alamin. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada hadirin sekalian atas kehadiran, kesabaran, dan perhatiannya mengikuti acara pidato pengukuhan saya ini sampai selesai.

Bilahittaufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum warohmatollahi wa barokatuh.

Page 23: ASMADI ALSA

21

DAFTAR PUSTAKA

Ablard, K.E., Mills, C.J., and Duvall, R. (1994). Acceleration of CTY math and science students (Tech. Rep. No. 10). Baltimore, M.D: John Hopkins University,Center for Talented Youth. http://cty.jhu.edu/ research/biblio/html (diambil tanggal 15 September 2003)

Alsa, A. (2006). Program Belajar, Jenis Kelamin, Belajar Berasar Regulasi Diri dan Prestasi Belajar Matematika pada Pelajar SMA Negeri di Yogyakarta.

Badan Standar Pendidikan Nasional (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP.

Brody, L.E. and Benbow, C.P. (1987). Acceleration strategies: How effective are they for the gifted? Gifted Child Quarterly, 31, 105-110. http://cty.jhu.edu/research/biblio/html (diambil tanggal 15 September 2003)

Brody, L.E., Lupkowski, A.E., and Stanley, J.C. (1988). Early entrance To college: A study of academic and social adjustment during the freshman year. College and University, 63 (4), 347-359. http://cty.jhu.edu/ research/biblio/html (diambil tanggal 15 September 2003)

Chauhan, S.S. (1978). Advanced Educational Psychology. New Delhi: Vikas Publishing House, PVT-LTD.

Clark, B. (1997). Growing Up Gifted (5th ed). Upper Saddle River, NJ: Merril/Prentice Hall.

Combs, A.W. (1978). Humanistic Education: Objective and Assesment. Washington: Association for Supervision and Curriculum Development Company.

Departemen pendidikan Nasional (2003). Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA (Satu Model Pelayanan Pendidikan bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa). Jakarta: Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional

Eggen, P. and Kauchak, D. (1997). Educational Psychology, Windows on Classroom. Third edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Page 24: ASMADI ALSA

22

Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J. and Travers, J.F. (1999). Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning. New York: McGraw-Hill Book Company.

Fadillah, (2004). Perbedaan Tipe Acievement goal dan tingkat stress pada siswa akselerasi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM.

Gibson, J.T. (1980). Psychology for The Classroom. Second edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence. Diterjemahkan oleh Hermaya, T. (1997). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gross, M. (1994). Radical Acceleration: Responding to Academic and Social Need of Extremely Gifted Adolscence. The Journal of Secondary Gifted Education V (4), Summer. www.dadivision-institute.org

Gross, M. (1999). From “the saddest sound” to the D Major Chord: The Gift of Accelerated Progression. Sydney: GERRIC.

Kolesnik, W.B. (1970). Educational Psychology. Second edition. New York: McGraw-Hill Book Company

Lefrancois, G.R. (1999). Psychology for Teaching. Singapore: Thomson Learning.

Lindgren, H.C. (1976). Educational Psychology in The Classroom. Fifth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Marlowe, B.A. and Page, M.L. (1998). Creating and sustaining Constructivist classroom. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc.

Meier, D. (2000). The Accelerated Learning Handbook. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Meyers, C. and Jones, T.B. (1993). Promoting Active Learning: Strategies for The College Classroom. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Company.

Milgram, Roberta, M. (Ed. (1991). Counceling Gifted and Talented Children: A Guide for Teachers, Councelors, and Parents. New Jersey: Alex Publishing Co.

Nuraida, Hawadi, L.F. dan Moesono, A. (2007). Dampak Program Akselerasi Indonesia yang Berbasis Kurikulum Nasional Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Peserta Akselerasi Tingkat SMA di Jakarta. Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas

Page 25: ASMADI ALSA

23

“Gifted Review”. Vol. 1 No. 1, halaman 47-54. Ogden, J. (2000). Health Psychology; 2nd edition. Philadelphia: Open

University Press. Ormrod, J.E. (2003). Educational Psychology, Developing Learners.

New Jersey: Upper Saddle River. Pyryt, M.C. (1999). Acceleration: Strategies and benefits. Paper

presented at the 9th annual SAGE conference, November 6-7,Calgary.Alberta.http://www.ucalgary.ca/~gifteduc/resources/articles/pyryt2.html (diambil tanggal 15 September 2003).

Rae, L. (2005). Melibatkan Pembelajaran Secara Aktif dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diterjemahkan oleh Kumala Insiwi Suryo. Jakarta: P.T. Gramedia.

Rejeki, S. (2005). Kompetensi Sosial Ditijnau dari Harga Diri dan Religiusitas pada Siswa Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler. Tesis (Tidak diterbitkan). Sekolah Pasca Sarjana UGM.

Richardson, T.M. and Benbow, C.P. Long-Term Effects of Acceleration on the Social-Emotional Adjustment of Mathematically Precocious Youths. Journal of Educational Psychology, Volume 8 No. 3, 464-470.

Slavin, R.E. (1991). Educational Psychology. Third edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Southern, W.T. and Jones, E.D. (1991). The Academic Acceleration of Gifted Children. New York: Teachers Colleges Press.

Stanley, J.C. and Davidson, J.E. (Eds.). (1986). Conceptions of giftedness. New York: Cambridge University Press.

Wahab, R. (2003). Bimbingan Sosial Pribadi Berbasis Model Perkembangan. Rangkuman Disertasi. Program Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia.

Page 26: ASMADI ALSA

24

Biodata

1. N a m a : Prof. Dr. Asmadi Alsa 2. N I P : 130530657 3. Tempat/Tgl lahir : Pagaralam, 10-09-1947 4. Agama : Islam 5. Pangkat/Gol. : Pembina Utama Muda/IVc 6. Alamat : Pogung Baru E-10

Yogyakarta. Telepon: 0274-563644 e-mail: asmalsa@ugm.

ac.id 7. Riwayat Keluarga:

a. Menikah : 6 November 1977 b. Isteri : Zahriyani c. Anak : (1) Anggifatra Fardian (2) Adityaz Febriandri (3) Armeita Zufrine Primaswari

8. Riwayat Pendidikan:

a. Sekolah Rakyat Negeri No. 5 Pagaralam, lulus 1961 b. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pagaralam, lulus 1964 c. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lahat, lulus 1967 d. Sarjana Muda, Fakultas Psikologi UGM, lulus 1971 e. Sarjana, Fakultas Psikologi UGM, lulus 1975 f. Magister, Sekolah Pascasarjana UGM, lulus 1984 g. Doktor, Sekolah Pascasarjana UGM, lulus 2006

9. Riwayat Kepangkatan:

Pangkat Golongan Terhitung mulai tanggal Calon PNS IIIa 1 Maret 1976 Penata Muda IIIa 1 April 1977 Penata Muda Tk. 1 IIIb 1 April 1978

Page 27: ASMADI ALSA

25

(Sambungan)

Pangkat Golongan Terhitung mulai tanggal Penata IIIc 1 April 1980 Penata Tk. 1 IIId 1 Oktober 1982 Pembina IVa 1 Oktober 1984 Pembina Tk. 1 IVb 1 Oktober 1991 Pembina Utama Muda IVc 1 Oktober 1998

10. Riwayat Jabatan Fungsional:

Jabatan Fungsional Terhitung mulai tanggal

Asisten Ahli Madya 1 April 1977 Asisten Ahli 1 April 1978 Lektor Muda 1 April 1980 Lektor Madya 1 Oktober 1982 Lektor 1 Oktober 1984 Lektor Kepala 1 Maret 1998 Guru Besar 1 September 2006

11. Riwayat Jabatan Struktural:

Jabatan Periode

Kepala Bagian Psikologi Pendidikan dan Psikometri

1. 1981-1983 2. Sejak April 2007

Pembantu Dekan Bidang Akademik

1985-1988

Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan

1998-2000

Page 28: ASMADI ALSA

26

12. Pengalaman Mengajar:

Program Periode

S1 Fakultas Psikologi UGM 1977-sekarang Program Pra-Pascasarjana UGM 2000-2004 Program Profesi/Magister Profesi Psikologi UGM

2004-sekarang

Program Magister Sains Psikologi Sekolah Pascasarjana UGM

2006-sekarang

Program Doktor Sekolah Pascasarjana UGM

2006-sekarang

Program Magister Sains Psikologi UII Yogyakarta

2006-sekarang

Program Magister Sains Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

2006-sekarang

Program Magister Sains Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

2006-sekarang

Program Magister Sains Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya

2005-sekarang

Program Magister Profesi Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya

2005-sekarang

Program Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mulai Mei 2007

13. Bimbingan Karya Tulis Mahasiswa

a. Skripsi : 1980-sekarang b. Tesis : 2006-sekarang c. Disertasi : 2006-sekarang

Page 29: ASMADI ALSA

27

14. Penghargaan:

a. Dosen Teladan 1 Fakultas Psikologi UGM Tahun 1987. b. Piagam Penghargaan Kesetiaan Pengabdian selama 25 Tahun di

UGM. SK Rektor UGM Tanggal 8 Januari 2002

15. Kelembagaan:

a. Anggota Komisi Pertimbangan Penelitian. Lembaga Penelitian UGM. Februari 1995 s/d. 2001

b. Tim Pengasuh Jurnal Penelitian Mediagama. Lembaga Penelitian UGM. Tahun 1998 s/d 2003

c. Tim Redaksi Jurnal Ilmiah Gama Sains. Lembaga Penelitian UGM. Tahun 2003 s/d 2005.

d. Dewan Redaksi Jurnal Psikologika. Fakultas Psikologi U.I.I. Tahun 2001 s/d sekarang

e. Mitra Bestari Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Arketipe. Fakultas Psikologi Universitas Putra Bangsa Surabaya. Tahun 1999 s/d 2000

f. Reviewer Jurnal Psikologi. Fak. Psikologi UGM. Tahun 2005 s/d sekarang

g. Staf Redaksi Gifted Review, Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas. Fakultas Psikologi UI. Februari 2007-sekarang.

h. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) 1977-sekarang i. Sekretaris Umum Asosiasi Psikologi Sekolah Indonesia: 2005-

2007 j. Anggota Majelis Guru Besar UGM: Sejak Februari 2007-

Sekarang k. Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada: sejak 2007-

sekarang l. Pembina Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi Yogyakarta:

1985-2005 m. Pembina Bagian Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Ubaya,

Surabaya: 1997-2002

Page 30: ASMADI ALSA

28

n. Anggota Tim Pendiri Fakultas Psikologi USM Semarang. SK Rektor USM No. 18/SK/USM.H.I/1999.

o. Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Internal PHK-A3 Fakultas Psikologi UGM: 2006-sekarang

p. Anggota Tim Pembuatan Soal Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Gadjah Mada. SK Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru UGM Tanggal 21 Februari 2004.

16. Penelitian:

a. Alsa, A. 1980. Hubungan Antara Inteligensi dengan Kesiapan Membaca Siswa kelas 1 SD. DP3M Ditjen Dikti.

b. Alsa, A. dan Bachroni, M. 1981. Perbedaan Efektivitas Antara Inteligensi dan Nilai Ujian Masuk SMA sebagai Prediktor Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri di Yogyakarta. DP3M Ditjen Dikti.

c. Alsa, A. 1982. Usia Mental yang Efektif untuk Belajar Matematika di SD Ungaran 1 Yogyakarta. DP3M Ditjen Dikti.

d. Alsa, A., Santoso, S.W. dan Bachroni, M. 1982. Usia Mental yang Efektif untuk Belajar Bahasa Indonesia di SD Ungaran 1 Yogyakarta. Fakultas Psikologi.

e. Alsa, A. Santoso, S.W. 1983. Pengaruh Jenis Pekerjaan Orangtua Terhadap Kesiapan Belajar Membaca pada Anak. DP3M Ditjen Dikti.

f. Alsa, A., Santoso, S.W. dan Bachroni, M. 1984. Hubungan Antara Subtes WISC Kelompok Verbal dengan Prestasi Membaca Pelajar SD. DP3M Ditjen Dikti.

g. Alsa, A. dan Bachroni, M. 1984. Para Pelajar Sekolah Dasar yang Inteligensinya Superior ditinjau dari Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Orangtuanya. DP3M Ditjen Dikti.

h. Alsa, A. 1984. Korelasi Antara Inteligensi, Usia, Jenis Kelamin dengan Kesiapan Membaca Siswa Kelas 1 SD. Fakultas Pascasarjana UGM (Tesis).

i. Alsa, A. dan Santoso, S.W. 1985. Kesiapan Fisik, Sosial, Emosional dan Psikis, sebagai Faktor-faktor Kesiapan Membaca,

Page 31: ASMADI ALSA

29

dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Membaca. DP3M-Ditjen Dikti.

j. Alsa, A. 1987. Perbedaan IP setahun Pertama antara Mahasiswa yang diterima melalui jalur PMDK dan mahasiswa yang diterima melalui jalur Ujian Tulis pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM Angkatan Tahun 1984 sampai dengan tahun 1987. DP3M Ditjen Dikti

k. Alsa, A., Rustam, A dan Santhoso, F.H. 1991. Hubungan Antara Inteligensi dan Kesuksesan Belajar di SMA dengan Aspirasi terhadap Pemilihan Program Studi di Perguruan Tinggi. DP3M. Ditjen Dikti.

l. Alsa, A. Irfan, S., dan Kumara, A. 1991. Konsistensi Aspirasi terhadap Pemilihan Program Studi di Perguruan Tinggi antara Sebelum dan Setelah melihat Besarnya Tingkat Kompetisi pada pelajar lulusan SMA. Dipresentasikan pada Kongres V dan Pekan Ilmiah Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia di Semarang tanggal 4-7 Desember 1991.

m. Alsa, A. 1995. Studi Eksperimental tentang Pengaruh Interferensi dan Rehearsal terhadap Retensi Belajar Matematika pada siswa kelas 5 Sekolah Dasar. DP3M. Ditjen Dikti.

n. Alsa, A. 1996. Tingkat Aspirasi dalam Memilih Program Studi di Perguruan Tinggi ditinjau dari Inteligensi dan Jenis Kelamin. Fakultas Psikologi UGM.

o. Alsa, A. Dan Santhoso, F.H. 1997. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat bagi Dosen Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora untuk Melakukan Penelitian melalui Lembaga Penelitian UGM. Lemlit UGM.

p. Hardjito, P. Alsa, A. 1997. Studi Eksperimental tentang Pengaruh Interferensi dan Rehearsal terhadap Retensi Belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 6 Sekolah Dasar. Ditjen Dikti.

q. Alsa, A. dan Hardjito, P. 1999. Pola Belajar Siswa kelas 6 SD yang memperoleh NEM tinggi. Ditjen Dikti.

r. Alsa, A. 2000. Profil Pekerjaan Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Fakultas Psikologi UGM.

Page 32: ASMADI ALSA

30

s. Alsa, A., Kumara, A., Susetyo, Y.F, Andayani, B. dan Purnamaningsih, E.H. 2002. Kajian Desain Kurikulum dan Model Pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar di Lima Provinsi. Science Education Quality Improvement Project. Direktorat Taman Kanak-Kanak. Depdiknas.

t. Alsa, A, Kumara, A., Susetyo, Y.F, Andayani, B, Purnamaningsih, Rustam, A. dan Haryanto, S. 2003. Pengembangan Model Belajar Mengajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah dasar di Tujuh Provinsi. Science Education Quality Improvement Project. Direktorat Taman Kanak-Kanak. Depdiknas.

u. Alsa, A. 2004. Kemampuan Terapan (Applicability) Model Pembelajaran Berdasar Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran IPS Sekolah Dasar pada Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Fakultas Psikologi UGM.

v. Alsa, A. 2004. Uji Coba Pembelajaran “Berpikir Kreatif” Mata Pelajaran IPS Sebagai Media Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Dasar. Dipresentasikan pada Temu Ilmiah Nasional dan dan Kongres IX Himpunan Psikologi Indonesia. Surabaya, 15-17 Januari 2004.

w. Alsa, A. 2006. Program Belajar, Jenis Kelamin, Belajar Berdasar Regulasi Diri, dan Prestasi Belajar Matematika pada Pelajar SMA Negeri di Yogyakarta (Disertasi).

17. Publikasi:

Penelitian yang dipublikasikan:

a. Alsa, A. Studi Eksperimental tentang Pengaruh Interferensi dan Rehearsal terhadap Retensi Belajar Matematika pada siswa kelas 5 Sekolah Dasar (Jurnal Psikologi Tahun XXIII nomer 2 tahun 1996, Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta)

b. Alsa, A. dan Santhoso, F.H. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat bagi Dosen Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora untuk Melakukan Penelitian melalui Lembaga Penelitian UGM (Jurnal

Page 33: ASMADI ALSA

31

Psikologi Tahun XXIV Nomer 1, 1997, Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta)

c. Alsa, A. Tingkat Aspirasi dalam Memilih Program Studi di Perguruan Tinggi Ditinjau dari Inteligensi dan Jenis Kelamin (Psikologika nomer 3 tahun II, 1997, Fakultas Psikologi UII Yogyakarta)

d. Alsa, A. dan Hardjito, P. Pola Belajar Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar dan Nilai Ebtanas Murni (Psikologika nomor 12 Tahun VI-2001)

e. Hardjito, P dan Alsa, A. Studi Eksperimental tentang Pengaruh Interferensi dan Rehearsal terhadap Retensi Belajar Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar (Jurnal Mediagama Universitas Gaadjah Mada, Januari 2002 Vol. IV nomor 1)

f. Alsa, A Kemampuan Terapan (Applicability) Model Pembelajaran Berdasar Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran IPS Sekolah Dasar pada Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Anima: Indonesian Psychological Journal, Volume 19, Nomer 2, Januari 2004).

g. Alsa, A Uji Coba Pembelajaran “Berpikir Kreatif” Mata Pelajaran IPS Sebagai Media Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Dasar, PSIKOLOGIKA Nomor 18 Tahun IX Juli 2004.

h. Putri, DSAR, Alsa, A, dan Widiana, HS. 2005. Perbedaan Sosialiasi Antara Siswa Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler Dalam Lingkungan Pergaulan di Sekolah. HUMANITAS: Indonesian Psycholo-gical Journal Vol. 2 No. 1 Januari 2005.

Makalah yang dipublikasikan:

a. Menumbuh-kembangkan Kemandirian dan Rasa Percaya Diri Siswa serta Implementasinya dalam Kurikulum Pendidikan Menengah Umum (Jurnal Al-Qalam, Edisi 18 Maret 1995. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta)

b. Kontroversi Uji Asumsi dalam Statistik Parametrik (Buletin Psikologi Terbitan Fakultas Psikologi UGM, Tahun IX Nomor 1,

Page 34: ASMADI ALSA

32

Juni 2001) c. Sistem Satuan Kredit Semester untuk Mempersiapkan Sarjana

Psikologi Menghadapi Era Globalisasi (Buletin Psikologi Terbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Tahun X Nomor 2 Desember 2002)

Buku Teks:

Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi (2003) Penerbit: Pustaka Pelajar Yogyakarta.

18. Pembicara dalam Seminar/Ceramah/Pelatihan

a. Pembicara dalam Kegiatan Penyegaran Mengenai Metodologi Penelitian Kuantitatif dan kualitatif bagi Dosen Fakultas Psikologi UNDIP Semarang. Semarang, 28-8-2002

b. Pembicara dalam workshop “Penelitian Dalam Berbagai Pendekatan serta Kombinasinya” Semarang: Fak. Psikologi UNISSULA Semarang. Semarang, 12-7-2004

c. Penatar dalam Penataran Metodologi Penelitian bagi para Dosen Muda UGM, oleh Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta, 13-18 November 2000.

d. Pembicara dalam Seminar Pola Asuh yang Mencerdaskan Anak. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta: 20-4-2002.

e. Pengajar pada Semiloka Penulisan dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah oleh Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta, 23-1-2002

f. Penyaji makalah pada “Seminar Tingkat Nasional tentang Hasil Ujicoba Tahap II Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Model Pembelajaran 7 Matapelajaran di 7 Sekolah Dasar. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. Jakarta, 14-15 November 2003.

g. Instruktur pada Pelatihan Analisis Data Penelitian, oleh Fak. Psikologi Universitas Semarang. Semarang, 20-21 Juli 2004.

h. Pembicara dengan Tema Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 4 Tempel. Yogyakarta, 13-10-2004

Page 35: ASMADI ALSA

33

i. Instruktur pada Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, oleh Bagian Psikologi Umum dan Eksperimen Fak. Psikologi UGM. Yogyakarta, 28 Maret – 11 April 2005

j. Instruktur pada Pelatihan Survey dan Analisis Data, oleh Jurusan Statistik FMIPA UII. Yogyakarta, 10-10-2004

k. Pembicara dalam Simposium KBK 2004 “Versus “PBL, oleh Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta, 3-3-2004.

l. Penyaji makalah pada Seminar Tingkat Nasional tentang Hasil Uji Coba Tahap II KBK dan Model Pembelajaran 7 (tujuh) Mata Pelajaran di SD, oleh Depdiknas. Jakarta, 14-11-2003

m. Penyaji makalah dalam Temu Ilmiah Nasional & Kongres IX HIMPSI. Surabaya, 15-17 Januari 2004

n. Pembicara dalam Diskusi Panel “Sekolah Bikin Pinter atau Bikin Bodoh”, oleh Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Salatiga, 10-6-2003

o. Pembicara dalam Seminar Nasional “Kekerasan di Dunia Pendidikan” oleh UNISSULA Semarang. Semarang, 24-8-2004.

p. Pembicara pada Seminar “Pro-Kontra Program Akselerasi Sekolah”. Fak. Psikologi UGM. Yogyakarta, 28-8-2004

q. Instruktur pada Pelatihan Metodologi Penelitian Dosen UPN Veteran Yogyakarta. Yogyakarta, 11-12 Januari 2005.

r. Instruktur pada Pelatihan Psikodiagnostika HIMPSI Provinsi Jawa Timur. Surabaya: 28 Agustus-2 September 1995.

s. Instruktur pada Pelatihan Psikodiagnostika HIMPSI Provinsi Jawa Tengah. Semarang, tahun 2002.

t. Instruktur pada Pelatihan Psikodiagnostika HIMPSI Provinsi Sumatera Utara. Medan: 18-22 Desember 2006.

u. Pembicara dalam “Seminar Anak Sholeh” oleh Lembaga Pendidikan Islam Terpadu (LPIT) Yogyakarta. Yogyakarta, 25 Desember 2006.

v. Reviewer dan Juri Lomba Karya Tulis Hasil Penelitian. Program Hibah Kompetisi PHK-A3 Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta, 9 Oktober 2006.

Page 36: ASMADI ALSA

34

w. Pembicara pada Workshop Standar Penilaian untuk Mengukur Prestasi Akademik Mahasiswa Program Hibah Kompetisi A2 Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta, 1 September 2006.

x. Instruktur pada Pelatihan Psikodiagnostika HIMPSI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: 12-22 Maret 2007.

y. Reviewer dan Juri pada kompetisi Hibah Bersaing Penelitian Dosen Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Bandung, 14 Mei 2007.