Asma

27
BAB I PENDAHULUAN A. Defenisi Asma adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunanai yang berarti terengah engah atau serangan nafas pendek.Merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. B. Etiologi Asma sering dijadikan alergi , idiopatik / non alergi, atau gabungan. Jenis Asma : a. Asma alergi disebabkan oleh allergen mis : serbuk sari, binatang, amarah, makanan dan jamur. b. Asma idiopatik/non alergi , tidak berhubungan dengan alerden spesifik .Faktor pencetusnya antara lain : common cold, infeksi traktus resperatorius, emosi, latihan, dan polutan lingkungan, agen farmakolosi seperti aspirin dan agens anti inflamasi non steroid, pewarna rambut, antagonis beta andrenergik dan agens sulfit ( pengawet makanan ) c. Asma gabungan. Asma ini mempunyai karakteristik dalam bentuk alergik maupun dalam bentuk idiopatik/ non alergi.

description

Asma

Transcript of Asma

Page 1: Asma

BAB IPENDAHULUAN

A. Defenisi

Asma adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunanai yang berarti terengah engah

atau serangan nafas pendek.Merupakan penyakit jalan napas obstruktif

intermitten, reversible dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara

hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

B. Etiologi

Asma sering dijadikan alergi , idiopatik / non alergi, atau gabungan.

Jenis Asma :

a. Asma alergi disebabkan oleh allergen mis : serbuk sari, binatang, amarah,

makanan dan jamur.

b. Asma idiopatik/non alergi , tidak berhubungan dengan alerden

spesifik .Faktor pencetusnya antara lain : common cold, infeksi traktus

resperatorius, emosi, latihan, dan polutan lingkungan, agen farmakolosi

seperti aspirin dan agens anti inflamasi non steroid, pewarna rambut,

antagonis beta – andrenergik dan agens sulfit ( pengawet makanan )

c. Asma gabungan.

Asma ini mempunyai karakteristik dalam bentuk alergik maupun dalam

bentuk idiopatik/ non alergi.

C. Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,

sumbatan mucus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstriksi bertambah

berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase

tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya peningkatan

volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF). Dan pasien akan bernapas pada

volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Kedalaman hiper

inflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan

Page 2: Asma

lancar. Untuk mempertahankan hiperinfalsi ini dipertukarkan otot-otot bantu

napas.

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara

objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi paru detik pertama) atau APE (Arus

puncak Ekspirasi) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan

saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun

kecil. Gejala mengi menandakan adanya penyempitan di saluran napas besar,

sedangkan pada saluran napas yang keil gejala batuk dan sesak lebih dominan

disbanding mengi.

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.

Ada daerah-daerah yag kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang

melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin

merupakan kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,

tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi

akibatnya pengeluaran CO2 jadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang

kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih

berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga nanti

tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan

hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat terjadi peningkatan

produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan

ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis

metabolic dan terjadi konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian

menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas

yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian

penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidak seimbangan ventilasi

perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setera dengan sirkulasi darah paru. 3).

Gangguan difusi gas ditingkat alveoli.

Ketiga factor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemi, hiperkapnia,

asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.

Page 3: Asma

Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat

mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi

berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:

1. Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)

2. Selaput lendir bronkus udema

3. Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal

tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan

batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang

sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.

Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema

dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat

kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen

saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat

deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia

serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang

berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus

yang kental.

Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen –

antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan

kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:

a. Histamin

Kontraksi otot polos

Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi

edema

Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa,

hidung dan mata

b. Bradikinin

Kontraksi otot polos bronchus

Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Vasodepressor (penurunan tekanan darah)

Page 4: Asma

Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah

c. Prostaglandina

bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

Stadium I

Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan

batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang

merangsang batuk

Stadium II

Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan

berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha

bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak

otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium

dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan

menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi

sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat

pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan

abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.

Stadium III

Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga

suara napas hampir tidak terdengar.

Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk

seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang

mendadak meninggi.

D. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi dan sesak

napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan

pada asma alergik mungkin diserai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya

batuk tanpa disertai secret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan

mengeluarkan secret baik baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent. Ada

sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi,

Page 5: Asma

dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicuragai,

perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau

uji provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering berhubungan antara pemajanan allergen dengan

gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asama alergik juga memberikan

gejala terhadap factor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang

merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.

Lain halnya dengan asama yang berkaitan dengan pekerjaan. Gejala

biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu.

Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepajang minggu, gejalanya

mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dengan lingkungan kerjanya,

seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji

provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin

diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

1. Wheezing

2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan

3. pernapasan cuping hidung

4. batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas

sempit

5. diaphoresis

6. sianosis

7. nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan

8. kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn

9. tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

E. Evaluasi Diagnostik

1) Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik

2) Foto rontgen dada

3) Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil

biasanya meningkat dalam darah dan sputum

4) Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)

Page 6: Asma

5) Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun

(alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH,

penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik)

F. Penatalaksanaan

Berdasarkan pathogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan asama

dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respon saluran napas,

mencegah ikatan allergen IgE, mencegah penglepasan mediator kimia, dan

merelaksasi otot-otot polos bronkus.

Mencegah ikatan allergen-IgE

a. Menghindari allergen.

b. Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil allergen yang dosisnya

mungkin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG (blocking

antibody) yang akan mencegah ikatan allergen dengan IgE pada sel mast.

Efek hiposensitisasi pada orang dewasa saat ini masih diragukan.

Mencegah penglepasan mediator

Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang

dicetuskan oleh allergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya disuga

mencegah penglepasan mediator dari monosit. Obat tersebut tidak dapat

mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi, oleh karena itu obat ini hnya dapat

dipakai sebagai obat profilaktik pada terapi pemeliharaan.

Golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain bersifat sebagai bronkodilator juga

dapat mencegah penglepasan mediator.

Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator

a. Simpatomimetik: 1). Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol,

prokaterol) merupakan obat-obat terpilih untuk mengatasi serangan asma akut.

Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Metere Dosed Inhaler) atau

nebulizer; 2). Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti agonis beta 2

pada serangan asma berat. Dianjurkan hanya dipakai pada asma anak atau

dewasa muda.

Page 7: Asma

b. Aminofilin dipakai sewaktu serangan asma akut. Diberikan dosis awal, diikuti

dengan dosis pemeliharaan.

c. Kortikosteroid. Tidak termasuk golongan bronkodilator tetapi secara tidak

langsung, dapat melebarkan saluran napas. Dipakai pada serangan asma akut

atau terapi pemeliharaan.

d. Antikolinergik (ipatropium bromide) terutama dipakai sebagai suplemen

bronkodilator agonis beta 2.

Mengurangi respon dengan jalan meredam inflamasi saluran napas

Asma baik yang ringan maupun yang berat menunjukkan inflamasi saluran napas.

Secara histiopatologis ditemukan adanya infiltrasi sel-sel radang serta mediator

inflamasi di tempat tersebut. Implikasi terapi proses inflamasi di atas adalah

meredam inflamasi yang baik dengan natrium kromolin, atau secara lebih poten

dengan kortikosteroid baik secara oral, parenteral, atau inhalasi seperti pada asma

akut atau kronik.

Pengobatan asma menurut GINA (Glonal Initiative for Asthma)

Ada enam komponen pengobatan asma adalah, yaitu:

1. Penyuluhan kepada pasien.

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan

kerja sama antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini dapat

tercapai bila pasien dan keluarganya memahami penyakitnya, obat-oabat yang

dipakai serta efek sampingnya.

2. Penilaian derajat beratnya asma.

Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan

uji faal paru dan analisa gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil

pengobatan.

3. Pencegahan dan pengendalian factor pencetus serangan.

Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan factor pencetus serangan

asma semakin berkurang atau derajat asma makin ringan.

4. Perencanaan obat-obat jangka panjang.

Page 8: Asma

Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan gejala

asma, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan: a). oabt-obat anti asma; b).

pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga; c). pengobatan

asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

Obat-obat anti asma. Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk

mencegah dan mengendalikan gejala asma, fungsi penggunaan obat-obat anti

asma antara lain:

Pencegah (controller) yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan

agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan ini yaitu obat-

obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang (long acting). Obat-obat anti

inflamasi khususnya kortikosteroid hirup adalah obat yang paling efektif sebagi

pencegah. Obat-obat anti alergi, bronkodilator atau obat golongan lain

seringdianggap termasuk obat pencegah. Meskipun sebenarnya kurang tepat,

karena obat-obat tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbatas misalnya

mengurangi serangan asma, mengurangi gejala asma kronik, memperbaiki fungsi

paru, menurunkan reaktivitas bronkus dan memperbaiki kualitas hidup. Obat anti

inflamasi dapat mencegah terjadinya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis

dan supresi. Dengan pengobatan anti inflamasi jangka panjang ternyata perbaikan

gejala asma, perbaikan fungsi paru serta penurunan reaktifitas bronkus lebih baik

bila dibandingkan bronkodilator. Termasuk golongan pencegah adalah

kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium kromolin, natrium

nedokromolin, teofilin lepas lambat (TLL), agonis beta 2 kerja panjang hirup

(salmeterol dan formoterol) dan oral, dan obat-obatan anti alergi.

Penghilang gejala (relever). Yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi

broonkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera.

Termasuk dalam golongan ini adalah agonis beta 2 hirup kerja pendek (short-

acting), kortikosteroid sistemik, anti kolinergik hirup, teofilin kerja pendek,

agonis beta 2 oral kerja pendek.

Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salutamol, terbutalin, prokaterol)

merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum

Page 9: Asma

kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani.

Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada asma episodic.

Peran kortikosteroid sistemik pada asma akut adalah untuk mencegah

pemburykan gejala lebih lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung mencegah

atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat darurat atau rawat inap.

Antikolinergik hirup atau ipatropim bromide selain sipakai sebagai tambahan

terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut, juga dipakai sebagai obat alternative

pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping agonis beta 2. Teofilin

merupakan agonis beta 2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa

memakai sediaan hirup.

Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga, maka menurut berat

ringannya asma dapat dibagi atas empat:

1. Asma intermitten

Gambaran klinis sebelum pengobatan

Gejala intermitten (kurang dari sekali seminggu)

Serangan singkat (bebrapa jam sampai hari)

Gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan.

Diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal.

Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20%.

Obat yang dipakai agonis beta 2 hirup, obat lain tergantung intensitas

serangan, bila berat dapat ditambahkan kortikoosteroid oral.

2. Asma persisten ringan

Gambaran klinis sebelum pengobatan

Gejala lebih dari satu kali seminggu, tetapi kurang dari 1 kali per hari.

Serangan mengganggu aktivitas dan tidur.

Serangan asma malam lebih dari dua kali per bulan.

Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.

Obat yang digunakan: setiap hari obat pencegah, agonis beta 2 bila perlu.

3. Asma persisten sedang

Gambaran klinis sebelum pengobatan

Page 10: Asma

Gejala setiap hari.

Serangan mengganggu aktivitas dan tidur.

Serangan asma malam lebih dari satu kali seminggu.

Setaiap hari menggunakan beta 2 agonis hirup.

Nilai APE dan VEP1 antara 60-80% dari nilai prediksi, variabilitas >30%.

Obat yang dipakai: setiap hari obat pencegah (kortikosteroid hirup) dan

bronkodilator kerja panjang.

4. Asma persisten berat

Gambaran klinis sebelum pengobatan

Gejala terus menerus, sering mendapat serangan.

Gejala asma malam sering.

Aktivitas fisis terbatas karena gejala asma.

Nilai APE dan VEP1 < 60% dari nilai prediksi, variabilitas > 30%.

Obat yang dipakai: setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid

hirup, bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral kerja panjang.

Tahap Obat Pencegah Harian Pilihan Lain

1. Asma Intermitten Tidak diperlukan

2. Asma Persisten Ringan Kortikosteroid hirup

(500µg BDP atau

ekuivalen)

BDP=Beclomethasone

diprooprionate

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Anti leukotrin

3. Asma Persisten Sedang Kortikosteroid hirup

(200-1000 µg BDP atau

ekuivalen) + LABA

(Long Acting Beta

Agonist)

Kortikosteroid hirup

(500-1000 µg BDP atau

ekuivalen) + teofilin

lapas lambat atau

Kortikosteroid hirup

(500-1000 µg BDP atau

ekuivalen) + oral LABA

atau

Kortikosteroid hirup

dosis tinggi (>1000 µg

Page 11: Asma

BDP atau ekuivalen)

Kortikosteroid hirup

dosis lebih tinggi (>1000

µg BDP atau ekuivalen)

+ anti leukotrin

4. Asama Persisten Berat Kostikosteroid inhalasi

(>1000 µg BDP atau

ekuivalen)+LABA satu

atau lebih obat berikut

bila diperlukan

Teofilin lepas lambat

Anti leukotrin

LABA oral

Kortikosteroid oral

Anti IgE

Penanganan Kegawat Daruratan

Terapi awal

1. Oksigen 4-6 liter/menit

2. Agonis beta 2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)

inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit samapi

1jam. Pemberian agonis beta 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis

salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan

diberikan perlahan.

3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam

12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau

pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut:

1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.

2. Pemeriksaan fisik normal.

3. Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%

Page 12: Asma

G. Komplikasi

1) Status asmatikus

2) Bronkhitis kronik, bronkhiolus

3) Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender

4) Pneumo thoraks

Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak

sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk

bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m

ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat

besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi

5) Kematian

H. Penyimpangan KDM

Page 13: Asma

BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan

masalah pernapasan

2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan

3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas,

perawatan sebelumnya

4. Pemeriksaan fisik

a. Pernapasan

- Napas pendek

- Wheezing

- Retraksi

- Takipnea

- Batuk kering

- Ronkhi

b. Kardiovaskuler

- Takikardia

c. Neurologis

- Kelelahan

- Ansietas

- Sulit tidur

d. Muskuloskeletal

- Intolerans aktifitas

e. Integumen

- Sianosis

- pucat

f. Psikososial

- Tidak kooperatif selama perawatan

Page 14: Asma

5. Kaji status hidrasi

- Status membran mukosa

- Turgor kulit

- Output urine

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme

dan udema mukosa

2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan

3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI

4. Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan

menurunnya intake oral

5. Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan

6. Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik

7. Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan]

C. Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme

dan udema mukosa

Tujuan :

- anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :

o tidak ada wheezing dan retraksi

o batuk menurun

o warna kulit kemerahan

- anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang

ditandai dengan saturasi oksigen 95 %

Intervensi:

a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas

R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan

diberikan

b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler

R/; mengembangkan ekspansi paru

Page 15: Asma

c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif

R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki

oksigenasi

d. Lakukan suction jika perlu

R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak

sendiri

e. Lakukan fisioterapi

R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru

f. Berikan oksigen sesuai program

R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi

g. Monitor peningkatn pengeluaran sputum

R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru

h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi

R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi

2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan

Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak

iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas

Intervensi :

a. Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan

HR, peningkatan RR

R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih

lanjut

b. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat

membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup

R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan

kenyamanan

c. Minta orang tua untuk selalu menemani anak

R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan

d. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam

Page 16: Asma

R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan

resistensi terhadap infeksi

e. Ajarkan teknik manajemen stress

R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress

3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI

Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan:

Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake

Intervensi:

a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang

disukainya

R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung

tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan

makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan

meningkatkan intake

b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna

R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada

GI sehingga sulit dicerna

c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi

R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive

4. Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan

menurunnya intake oral

Tujuan :

Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit

elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat

badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam

Intervensi:

a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam

R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya

b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan

R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar

Page 17: Asma

c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari,

tergantung usia dan berat badan anak

R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan

keseimbangan asam basa untuk mencegah syok

Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan

Tujuan :

5. Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan

perasaannya

Intervensi:

a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing

R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan

dan kecemasan

b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi

R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan

c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak

R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

Page 18: Asma

DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Masjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI; Jakarta.

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.