Asma Pada Anak

5
78 Asma pada Anak Asma pada Anak Asma pada Anak Asma pada Anak Asma pada Anak Arwin AP Akib Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anak besar. Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan. Mekanisme sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakit alergi dapat memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melalui kontrol lingkungan dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dan keluarga merupakan unsur penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuan untuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upaya pengobatan asma anak tidak dapat dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yang merupakan anti-inflamasi terpilih untuk semua jenis dan tingkatan asma. Pemberian kortikosteroid topikal melalui inhalasi memberikan hasil sangat baik untuk mengontrol asma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada anak kecil tidak begitu mudah untuk dilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu inhalasi. Kata kunci: reaksi inflamasi, allergic march, mengi, relievers controllers Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 78 - 82 Alamat Korespondensi: Dr. Arwin A.P. Akib, Sp.A(K) Subbagian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jl. Salemba no. 6 Jakarta 10430. Telepon: 021-3161144 Fax.: 021-3907743. A asma diharapkan dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma. Patogenesis Reaksi inflamasi Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana sebagai bronkokonstriksi akibat proses inflamasi yang terjadi terus-menerus pada saluran napas. Karena itu pemberian anti-inflamasi memegang peranan penting pada pengobatan dan kontrol asma. Terlihat bahwa setelah pemberian inhalasi kortikosteroid akan terjadi penurunan bermakna sel inflamasi dan pertanda permukaan sel pada sediaan bilas dan biopsi bron- koalveolar. Pemberian bronkodilator saja tidak dapat mengatasi reaksi inflamasi dengan baik. Pada tingkat sel tampak bahwa setelah terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktik yang menimbulkan migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat molekul terjadi pelepasan berbagai mediator serta ekspresi serangkaian reseptor permukaan sma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap merupakan masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini di- perkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengo- batan asma anak. Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan

description

Kedokteran

Transcript of Asma Pada Anak

  • 78

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002

    Asma pada AnakAsma pada AnakAsma pada AnakAsma pada AnakAsma pada AnakArwin AP Akib

    Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan denganproses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anakbesar. Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yangharus dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan.Mekanisme sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakitalergi dapat memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melaluikontrol lingkungan dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dankeluarga merupakan unsur penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuanuntuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upayapengobatan asma anak tidak dapat dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yangmerupakan anti-inflamasi terpilih untuk semua jenis dan tingkatan asma. Pemberiankortikosteroid topikal melalui inhalasi memberikan hasil sangat baik untuk mengontrolasma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada anak kecil tidak begitu mudah untukdilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu inhalasi.

    Kata kunci: reaksi inflamasi, allergic march, mengi, relievers controllers

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 78 - 82

    Alamat Korespondensi:Dr. Arwin A.P. Akib, Sp.A(K)Subbagian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.Jl. Salemba no. 6 Jakarta 10430.Telepon: 021-3161144 Fax.: 021-3907743.

    Aasma diharapkan dapat membawa perbaikan dalampenatalaksanaan asma.

    Patogenesis

    Reaksi inflamasi

    Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhanasebagai bronkokonstriksi akibat proses inflamasi yangterjadi terus-menerus pada saluran napas. Karena itupemberian anti-inflamasi memegang peranan pentingpada pengobatan dan kontrol asma. Terlihat bahwasetelah pemberian inhalasi kortikosteroid akan terjadipenurunan bermakna sel inflamasi dan pertandapermukaan sel pada sediaan bilas dan biopsi bron-koalveolar. Pemberian bronkodilator saja tidak dapatmengatasi reaksi inflamasi dengan baik.

    Pada tingkat sel tampak bahwa setelah terjadipajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel mast,limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktikyang menimbulkan migrasi eosinofil dan sel radanglain. Pada tingkat molekul terjadi pelepasan berbagaimediator serta ekspresi serangkaian reseptor permukaan

    sma merupakan penyakit kronik terseringpada anak dan masih tetap merupakanmasalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan

    para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada dataepidemiologi Amerika Serikat pada saat ini di-perkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruhpopulasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak,pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, danremaja, serta mempunyai permasalahan masing-masingdengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya.

    Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi alergidan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikapkita terhadap pengobatan asma anak, terutama tentangperan anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengo-batan asma anak. Oleh karena itu pengertian yanglebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dinioleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalahlingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan

  • 79

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002

    oleh sel yang saling bekerjasama tersebut yang akanmembentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada orkestrasiproses inflamasi ini sangat besar pengaruh sel Th

    2

    sebagai regulator penghasil sitokin yang dapat memacupertumbuhan dan maturasi sel inflamasi alergi. Padatingkat jaringan akan tampak kerusakan epitel sertasebukan sel inflamasi sampai submukosa bronkus, danmungkin terjadi rekonstruksi mukosa oleh jaringanikat serta hipertrofi otot polos.

    Sensitisasi

    Berbagai penelitian asma pada anak memperlihatkanadanya suatu pola hubungan antara proses sensitisasialergi dengan perkembangan dan perjalanan penyakitalergi yang dikenal sebagai allergic march (perjalananalamiah penyakit alergi). Secara klinis allergic marchterlihat berawal sebagai alergi saluran cerna (diare alergisusu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi kulit(dermatitis atopi) dan kemudian alergi saluran napas(asma bronkial, rinitis alergi).

    Suatu penelitian memperlihatkan bahwa kelompokanak dengan gejala mengi pada usia kurang dari 3tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyaipredisposisi ibu asma, dermatitis atopi, rinitis alergi,dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengankelompok anak dengan mengi yang tidak menetap.Laporan tersebut juga menyatakan bahwa anak mengiyang akan berkembang menjadi asma terbuktimempunyai kemampuan untuk membentuk responslgE serta respons eosinofil pada uji provokasi berbagaistimuli. Proses sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejakawal masa kehidupan, secara bertahap mulai darirangsang alergen makanan dan infeksi virus, sampaikemudian rangsang aeroalergen. Proses tersebut akanmempengaruhi modul respons imun yang akan lebihcenderung ke arah aktivitas Th

    2.

    Kecenderungan aktivitas Th2 akan menurunkan

    produk IL-2 dan IFN- oleh Th2. Terbukti bahwa anak

    dengan respons IFN- rendah pada masa awalkehidupannya akan lebih tersensitisasi oleh aeroalergendan menderita asma pada usia 6 tahun dibandingkandengan anak dengan respon IFN- normal.

    Diagnosis

    Masalah penting pada morbiditas asma adalahkemampuan untuk menegakkan diagnosis, dan seperti

    telah kita ketahui bahwa diagnosis asma pada anaktidak selalu mudah untuk ditegakkan. Beberapa kriteriadiagnosis untuk itu selalu mempunyai berbagaikelemahan, tetapi umumnya disepakati bahwa hiperreaktivitas bronkus tetap merupakan bukti objektifyang perlu untuk diagnosis asma, termasuk untuk asmapada anak.

    Gejala klinis utama asma anak pada umumnyaadalah mengi berulang dan sesak napas, tetapi padaanak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satu-satunya gejala klinis yang ditemukan. Biasanya batukkronik itu berhubungan dengan infeksi saluran napasatas. Selain itu harus dipikirkan pula kemungkinanasma pada anak bila terdapat penurunan toleransiterhadap aktivitas fisik atau gejala batuk malam hari.

    Mengi pada bayi

    Sebagian besar manifestasi akan muncul sebelum usia6 tahun dan kebanyakan gejala awal sudah ditemukanpada masa bayi, berupa mengi berulang atau tanpabatuk yang berhubungan dengan infeksi virus.Hubungan antara mengi semasa bayi dengan kejadianasma pada masa kehidupan selanjutnya telah banyakdibahas, para peneliti umumnya melaporkan bahwahanya sebagian kecil saja (3-10%) dari kelompok bayimengi yang berhubungan dengan infeksi virus tersebutakan memperlihatkan progresivitas klinis menjadi asmabronkial.

    Infeksi virus semasa bayi yang menimbulkanbronkiolitis dengan gejala mengi terutama disebabkanoleh virus sinsitial respiratori (RSV), virus parainfluenza,dan adenovirus. Kecenderungan bayi mengi untukmenjadi asma sangat ditentukan oleh faktor genetikatopi. Sebagian besar bayi tersebut jelas mempunyairiwayat keluarga atopi serta menunjukkan positivitas lgEanti-RSV serum, dibandingkan dengan bayi mengi yangtidak menjadi asma.

    Kemampuan bayi untuk membentuk lgE anti RSVini diyakini sebagai status sensitisasi terhadap alergensecara umum. Jadi bayi mengi dengan ibu atopi yangmengandung lgE anti-RSV tersebut sudah dalamkeadaan tersensitisasi, dan hal ini merupakan faktorrisiko terjadinya asma. Sejalan dengan hal itu makabanyak peneliti telah melaporkan positivitas lgE spesifikterhadap berbagai alergen (susu, kacang, makanan laut,debu rumah, serbuk sari bunga) pada bayi merupakanfaktor risiko dan prediktor untuk terjadinya asma. Parapeneliti tersebut juga menyatakan semakin dini terjadi

  • 80

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002

    sensitisasi maka risiko untuk menjadi asma menetapjuga semakin besar. Dengan demikian maka tidakbegitu penting hubungan antara saat timbul mengipada bayi dengan besarnya risiko terjadinya asma,karena yang menentukan sebetulnya adalah seberapadini tejadi sensitisasi alergen pada bayi mengi tersebut.Penelitian umum bayi mengi memperlihatkan bahwakejadian asma akan lebih kerap pada bayi yang mulaimengi pada usia lebih besar, berbeda dengan perkiraansebelumnya bahwa semakin muda timbulnya mengimaka risiko untuk kejadian asma semakin besar.

    Atopi

    Sebagian sangat besar asma pada anak mempunyaidasar atopi, dengan alergen merupakan pencetus utamaserangan asma. Diperkirakan bahwa sampai 90% anakpasien asma mempunyai alergi pada saluran napas,terutama terhadap alergen dalam rumah (indoorallergen) seperti tungau debu rumah, alternaria, kecoak,dan bulu kucing.

    Telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besarpasien asma berasal dari keluarga atopi, dan kandunganIgE spesifik pada seorang bayi dapat menjadi prediktoruntuk terjadinya asma kelak di kemudian hari. Karenaitu sangat penting untuk menelusuri dan membuktikanfaktor atopi sebagai pendekatan diagnosis klinis padaanak dengan gejala klinis yang sesuai dengan asmabronkial. Riwayat atopi dalam keluarga, riwayatpenyakit atopi sebelumnya pada pasien, petanda atopifisis pada anak, petanda laboratorium untuk alergi, danbila diperlukan uji eliminasi dan provokasi, dapatmenunjang diagnosis asma pada anak tersebut.

    Tata laksana

    Pada masa anak terjadi proses tumbuh- kembang fisis,faal, imunologi, dan perilaku yang memberi peluangsangat besar bagi kita untuk melakukan upayapencegahan, kontrol, self-management, dan pengobatanasma. Walaupun medikamentosa selalu merupakanunsur penting pengobatan asma anak, harus tetapdiingat bahwa hal tersebut hanyalah merupakan salahsatu dari berbagai komponen utama penatalaksanaanasma. Penatalaksanaan asma yang baik harus disokongoleh pengertian tentang peran genetik, alergen,polutan, infeksi virus, serta lingkungan sosioekonomidan psikologis pasien beserta keluarga.

    Pendidikan dan penjelasan tentang asma padapasien dan keluarga merupakan unsur pentingpenatalaksanaan asma pada anak. Perlu penjelasansederhana tentang proses penyakit, faktor risiko,penghindaran pencetus, manfaat dan cara kontrollingkungan, cara mengatasi serangan akut, pemakaianobat dengan benar, serta hal lain yang semuanyabertujuan untuk meminimalkan morbiditas fisis danpsikis serta mencegah disabilitas.

    Bila ditangani dengan baik maka pasien asma dapatmemperoleh kualitas hidup yang sangat mendekatianak normal, dengan fungsi paru normal pada usiadewasa kelak walaupun tetap menunjukkan salurannapas yang hiperresponsif.

    Pencegahan

    Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahandini sensitisasi terhadap alergen sejak masa fetus,pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasienpenyakit atopi yang belum menderita asma, sertapencegahan serangan dan eksaserbasi asma.

    Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahanuntuk menghindari pajanan alergen dan polutan, baikuntuk mencegah sensitisasi maupun penghindaranpencetus. Para peneliti umumnya menyatakan bahwaalergen utama yang harus dihindari adalah tungau deburumah, kecoak, bulu hewan peliharaan terutamakucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutanharus dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlakdilarang merokok dalam rumah. Polutan yang telahdiidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asmaadalah asap kendaraan, kayu bakar, ozon, dan SO

    2.

    Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempatanak biasa berada, terutama kamar tidur dan tempatbermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupunbelum ada data yang menyokong, agaknya kita harusmenghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.

    Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahansensitisasi terhadap fetus dan bayi, antara lain denganmemberikan diet hipo dan non alergenik sertapenghindaran asap rokok. Walaupun secara teoritispemberian diet hipoalergenik pada masa trimester ketigakehamilan sangat menarik, ternyata bukti klinispenelitian tersebut tidaklah menggembirakan. Tidakterlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur5 tahun antara kelompok perlakuan dan kelola. Hasillebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat

  • 81

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002

    ASI dari ibu dengan diet hipoalergenik pada masa laktasi.Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok akan memba-hayakan perkembangan paru bayi baik dilakukan padamasa sebelum maupun setelah kelahiran, yangberpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinyamengi dan infeksi virus serta asma kronik anak.

    Berdasarkan pengetahuan dasar tentang prosessensitisasi dan allergic march maka upaya pencegahanasma dilakukan juga dengan mencegah dan meng-hambat perjalanan alamiah penyakit alergi. Upayatersebut antara lain adalah dengan mencegahtimbulnya suatu penyakit alergi (asma) pada anak yangtelah tersensitisasi. Suatu uji klinis multisenter ETAC(early treatment of the atopic child) telah menunjukkanmanfaat setirizin untuk menghambat timbulnya asmapada anak kecil penderita dermatitis atopi yang sudahtersensitisasi terhadap alergen tertentu tetapi belummenderita asma.

    Untuk anak yang sudah menderita asma dilakukanpengobatan pencegahan dan kontrol asma yangbertujuan untuk mencegah kekambuhan, ataumenurunkan kekerapan serta derajat serangan asma,dengan pemberian sodium kromolin, ketotifen,inhibitor dan antagonis leukotrien, serta kortikosteroid.

    Sodium kromolin sulit diaplikasi pada anak kecil,sedangkan inhibitor serta antagonis leukotrien barudianjurkan untuk anak besar (>12 tahun) saja.Ketotifen sejauh ini memberikan efek profilaksisterutama untuk asma ringan. Berbagai jenis anti-histamin generasi baru mungkin dapat bermanfaat pulasebagai pencegah asma tetapi uji klinis yang memadaiuntuk itu belum ada.

    Sejauh ini kortikosteroid merupakan antiinflamasiterpilih yang paling efektif untuk pencegahan asma.Pemberian kortikosteroid inhalasi dapat mengontrolasma kronik dengan baik, walaupun pada anak kecilrelatif lebih sulit dilakukan sehingga membutuhkanalat bantu inhalasi.

    Pengobatan Asma

    Pengobatan asma pada dasarnya bertujuan untukmendapatkan dan menjaga status aktivitas anak normaldan faal paru normal, mencegah timbulnya asmakronik, serta mencegah pengaruh buruk tindakanpengobatan. Secara umum obat asma dapat dibagimenjadi dua kelompok, yaitu obat pelega (relievers)dan obat pengontrol (controllers).

    Obat pelega asma bertujuan untuk melegakansaluran napas dan menghilangkan serangan sertaeksaserbasi akut dengan pemberian bronkodilator.Bronkodilator yang banyak dipakai saat ini adalah _

    2-

    agonis, selain xantin dan antikolinergik. Obatpengontrol asma bertujuan menjaga dan mengontroasma persisten dengan mencegah kekambuhan. Obatpengontrol asma yang banyak dipergunakan adalahkortikosteroid, selain anti-inflamasi lain seperti sodiumkromolin, nedokromil, inhibitor dan antagonisleukotrien, serta berbagai antihistamin generasi baru.

    Obat 2 agonis bermanfaat untuk dipakai sebagai

    terapi intermiten asma episodik, sebagai tambahan terapiintermiten, atau terapi rutin penunjang anti-inflamasipada asma relaps berulang atau kronis, sebelum aktifitasfisik untuk menghambat exercise induced asthma, danuntuk penolong asma akut. Obat ini tersedia dalambentuk oral, atau inhalasi yang efektif dilakukan denganinhaler dosis terukur, rotohaler, atau nebuliser.

    Teofilin merupakan preparat metil-xantin yangpada masanya sangat populer untuk terapi rumatanasma kronik ringan, dan sebagai penunjang pengobatanasma kronik berat. Walaupun saat ini masih banyakdipakai, teofilin tidak begitu menarik lagi setelahpengobatan anti-inflamasi untuk asma lebih terfokuskepada kortikosteroid. Selama ini efek anti-inflamasiteofilin memang masih sering dipertanyakan. Selainitu metabolisme teofilin diketahui akan terganggudalam keadaan demam oleh penyakit tertentu, sepertiinfluenza, atau oleh obat seperti eritromisin, simetidin,dan siprofloksasin. Pada anak, teofilin juga diketahuidapat mempengaruhi prestasi sekolah sehingga tidakdianjurkan untuk diberikan pada anak dengangangguan psikologis atau gangguan belajar.

    Obat antikolinergik selain bersifat bronkodilatorjuga akan mengurangi hipersekresi mukus danmengatasi iritabilitas reseptor batuk. Obat ini tersediadalam bentuk inhalasi dan nebulasi, terbukti efektifuntuk asma akut bila diberikan bersama b

    2-agonis.

    Seperti telah disebutkan maka pengontrol asmamerupakan pengobatan yang efektif untuk pencegahanasma dan dipergunakan untuk semua tingkatan asma.Kortikosteroid merupakan obat terpilih dan sangatefektif, baik dalam bentuk parenteral dan oral untukjangka pendek, maupun bentuk inhalasi yang terutamadicadangkan untuk pemakaian jangka panjang. Sejakmula pertama dipergunakan lebih dari 20 tahun laluterlihat bahwa kortikosteroid inhalasi jelas memberiefek terapi sangat baik untuk asma ringan, sedang, dan

  • 82

    Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002

    berat; baik untuk pengobatan jangka pendek maupunjangka panjang. Sejauh ini tidak ditemukan efek burukyang berarti bila diberi dengan dosis yang dianjurkan.

    Daftar Pustaka

    1. Gern JE, Lemanske Jr RF. Pediatric allergy: can it beprevented? Immunol Allergy Clin North Amer 1999;19:233-52.

    2. Wiesch DG, Meyers DA, Bleecker ER. Genetics ofasthma. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:895-901.

    3. Postma DS, Meijer GG, Koppelman GH. Definition ofasthma: possible approaches in genetic studies. Clin ExpAllergy 1998; 28suppl.1:S62-4.

    4. Maartinez FD. Asthma phenotypes. Wheezy infants andwheezy children. Immunol Allergy Clin North Amer1998 ; 18:25-33.

    5. Sherrill DL, Stein R, Halonen M, Holberg CJ, WrightA, Martinez FD. Total serum lgE and its association withasthma symptoms and allergic sensitization among chil-dren. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:28-36.

    6. Saphiro GG. Management of pediatric asthma. Care bythe specialist. Immunol Allergy Clin North Am 1998;18:1-23.

    7. Bergmann RL, Edenharter G, Bergmann KE, Lau S,Wahn U, Multicenter allergy study research group. So-cioeconomic status is a risk factor for allergy in parentasbut not in their children. Clin Exp Allergy 2000;30:1740-5.

    8. ETAC Study Group, Wahn U. Allergic factors associ-ated with the development of asthma and the influenceof centirizine in a doubleblind, randomized, placebo-controlled trial: first result of ETAC. Pediatr AllergyImmunol 1998; 9:116-24.

    9. Pedersen S. Safety and efficacy of inhaled corticosteroidin children. Immunol Allergy Clin North Am 1999;19:753-81.