ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

7
Penulisan essay ini berawal dari masalah yang saya temukan dalam wawancara mendalam. Dalam penugasan wawancara mendalam ini, saya memilih pengamen sebagai responden. Berawal dari permasalahan sama yang di alami oleh kedua responden dalam wawancara mendalam yang saya lakukan, yakni tentang ASKESKIN. Mereka kurang tahu dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sebagai akibatnya mereka lebih memilih untuk beristirahat dirumah atau membeli obat – obatan yang dijual secara bebas di warung daripada berobar di Puskesmas atau di Rumah Sakit. Mereka melakukannya tanpa tahu bahwa tindakan yang mereka lakukan tersebut dapat memperparah kondisi yang mereka alami walaupun tampak luarnya mereka merasa sudah sembuh hanya dengan cukup istirahat. Mengetahui keadaan tersebut, dapat disimpulkan tentang pentingnya penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah tentang program yang ditujukan pada rakyat. Dalam hal ini khususnya program bernama “ASKESKIN”. Essay ini ditulis untuk mengetahui apakah program askeskin itu dan pelaksanaannya di lapangan. Sebagai informasi tambahan, askeskin merupakan asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin. Diberikan bagi keluarga yang kurang mampu (dikategorikan miskin) untuk menjalani perawatan kesehatan baik rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Pemerintah dengan cuma-cuma. Pihak Pemerintah (Departemen Kesehatan) yang akan membayar semua biaya yang sudah dikeluarkan pihak Rumah Sakit Mekanisme pelayanan kesehatan pemegang askeskin adalah sebagai berikut. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang 1

description

cggggggggg

Transcript of ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

Page 1: ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

Penulisan essay ini berawal dari masalah yang saya temukan dalam wawancara mendalam.

Dalam penugasan wawancara mendalam ini, saya memilih pengamen sebagai responden.

Berawal dari permasalahan sama yang di alami oleh kedua responden dalam wawancara

mendalam yang saya lakukan, yakni tentang ASKESKIN. Mereka kurang tahu dalam

pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sebagai akibatnya mereka lebih memilih untuk

beristirahat dirumah atau membeli obat – obatan yang dijual secara bebas di warung daripada

berobar di Puskesmas atau di Rumah Sakit. Mereka melakukannya tanpa tahu bahwa

tindakan yang mereka lakukan tersebut dapat memperparah kondisi yang mereka alami

walaupun tampak luarnya mereka merasa sudah sembuh hanya dengan cukup istirahat.

Mengetahui keadaan tersebut, dapat disimpulkan tentang pentingnya penyuluhan yang

diberikan oleh pemerintah tentang program yang ditujukan pada rakyat. Dalam hal ini

khususnya program bernama “ASKESKIN”. Essay ini ditulis untuk mengetahui apakah

program askeskin itu dan pelaksanaannya di lapangan.

Sebagai informasi tambahan, askeskin merupakan asuransi kesehatan untuk masyarakat

miskin. Diberikan bagi keluarga yang kurang mampu (dikategorikan miskin) untuk menjalani

perawatan kesehatan baik rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Pemerintah dengan

cuma-cuma. Pihak Pemerintah (Departemen Kesehatan) yang akan membayar semua biaya

yang sudah dikeluarkan pihak Rumah Sakit

Mekanisme pelayanan kesehatan pemegang askeskin adalah sebagai berikut. Masyarakat

miskin dan tidak mampu yang memerlukan pelayanan kesehatan berkunjung ke puskesmas

dan jaringannya. Puskesmas dan jaringnya akan memberikan Pelayanan Kesehatan Dasar

sesuai kebutuhan dan standar Pelayanan. Pelayanan kesehatan rujukan diberikan atas dasar

indikasi medis dengan disertai surat rujukan dari Puskesmas, bagi masyarakat miskin rujukan

disertai kartu JPK MM Askeskin oleh PT Askes ( persero ). Rumah sakit wajib memberikan

rujukan balik ke puskesmas apabila kasus tersebut sudah dapat dilanjutkan di puskesmas.

Pelayanan Rawat inap di rumah sakit hanya diberikan di fasilitas kelas III. Dalam kondisi

Gawat Darurat masyarakat dapat langsung ke Rumah Sakit melalui Unit Gawat Darurat,

setelah mendapatkan pelayanan dilakukan verifikasi oleh petugas apabila terindikasi sebagai

keluarga miskin maka dapat menggunakan SKTM (surat ketererangan tidak mampu).

1

Page 2: ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

Kenyataannya dilapangan, banyak kendala yang terjadi dalam penerapan program

ASKESKIN. Seperti yang tertulis dalam artikel yang ditulis oleh Siswono dalam gizi.net :

Gizi.net - Subarjo (55 tahun) warga Bantul, harus pasrah ketika diminta untuk

membayar uang Rp 240 ribu setelah berobat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSD),

Wirosaban Yogyakarta. Bersamaan dengan Subarjo mengeluarkan uang, datang

rombongan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah, melakukan inspeksi mendadak (sidak)

ke RSD Wirosaban Yogyakarta. Saat itu Menkes memang sengaja bertandang ke

puskesmas dan RSU di Yogyakarta.

Menkes yang melihat peristiwa itu geram. Karena tahu bahwa Subarjo sudah

menunjukkan kartu sehat, tapi masih saja dikenai biaya kesehatan. Karena, dengan

kartu sehat itu ada jaminan mendapatkan pengobatan gratis di Puskesmas atau

rumah sakit kelas III. ''Pemegang kartu sehat harus gratis. Kembalikan uang bapak

ini,'' kata Menkes kepada petugas rumah sakit.

Setelah Menkes menegur petugas, akhirnya petugas rela mengembalikan uang

berobat Subarjo sebesar Rp 240 ribu. Nominal uang ini bagi Subarjo cukup berarti

karena dia hanyalah seorang buruh di terminal bus kota Yogyakarta. Kalau sedang

sakit kencing batu seperti sekarang, dia harus hutang ke sana ke mari untuk biaya

pengobatan.

2

Page 3: ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

“Bapak Pagito merupakan satu dari sekian banyak masyarakat miskin yang kurang tahu dengan program ASKESKIN”

“Tempat Bapak Pagito biasa bekerja membuatnya beresiko terkena berbagai penyakit”

Bapak Pagito merupakan satu dari sekian banyak masyarakat miskin yang kurang tahu

dengan program ASKESKIN. Padahal program tersebut memang dikhususkan untuk

masyarakat miskin. Kurangnya sosialisasi merupakan kelemahan dari program tersebut,

sehingga masyarakat miskin yang menjadi sasaran dalam program tersebut kurang bisa

memanfaatkan layanan kesehatan yang seharusnya bisa didapat.

3

Page 4: ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

Menurut Zuber Syafawi dalam penerapan program ASKESKIN berpendapat sebagai berikut :

“Pemerintah maupun  Askes  gencar melakukan sosialisasi program Askeskin

kepada masyarakat. Sosialisasi itu, bisa menyangkut tujuan, penyelenggaraan,

prosedur pelayanan kesehatan, maupun pemantauan, dan evaluasi program. Hal itu

guna menghindari kesalahpahaman dan penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Bagaimana pun Askeskin hak masyarakat miskin dan tidak mampu, sehingga

sangat wajar bagi masyarakat untuk mengetahuinya.”

“Contoh paling nyata dari manfaat gencarnya sosialisasi Askeskin, imbuh dia,

pengurus RT dan RW setempat tanggap bila ada warganya yang sakit dan ternyata

miskin. Mereka dapat dengan cepat membawanya ke puskesmas atau rumah

sakit." tandas Zuber

Program ASKESKIN yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam

bidang kesehatan ternyata mengalami banyak hambatan saat diterapkan di lapangan. Hal tersebut

dikarenakan rumitnya proses dalam mekanisme pelayanan kesehatan dan kurang disosialisasikannya

nya program tersebut pada masyarakat miskin. Sehingga hal – hal yang seharusnya dilakukan

pemerintah dalam menangani masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Memperjelas ketepatan sasaran keluarga miskin melalui verifikasi lapangan.

Sasaran askeskin adalah orang miskin dan masyarakat tidak mampu. Hal ini tentunya dalam

rangka mencapai keterjangkauan biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena itu masyarakat

yang mampu menjangkau biaya kesehatan tidak diberi kesempatan mendapatkan

pengobatan gratis dengan askekin. Namun yang terjadi setelah diberlakukannya kebijakan

ini adalah munculnya orang miskin dadakan. Orang-orang yang berobat ke rumah sakit

berlomba-lomba ingin gratis. Hal ini merupakan penyakit sosial yang harus ditangani

secara tegas. Oleh karena itu perlu memperjelas ketepatan sasaran keluarga miskin melalui

verifikasi lapangan. Pemerintah bekerjama dengan pihak tertentu untuk menelusuri

kejujuran oknum pemberi askeskin (kepala desa, RT, dan sebagainya). Hal ini demi

tepatnya sasaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPK MM) dan

efisiensi dana yang ada.

4

Page 5: ASKESKIN Kurang Tersosialisasi

2. Pencerdasan pemegang askeskin

a. Pendidikan kesehatan.

Setelah kembali dari rumah sakit, pasien askeskin diharapkan bukan sekedar sembuh fisik

akan tetapi juga bertambah pengetahuannya tentang kesehatan sehingga mengubah sikap

dan perilaku dalam menjalani kehidupan. Meskipun rumah sakit berfokus pada intervensi

kuratif (pengobatan) rumah sakit juga bertanggung jawab dalam memberi pendidikan

kesehatan bagi pasien atau pun keluarga pasien. Kominukasi dengan pasien hendaklah

bukan sekedar anamnesis (tanay jawab seputar penyakit) akan tetapi juga memberi

informasi tenatng kesehatan. Misalnya pada pasien hipertensi deberi tahu makanan dan

pola hidup apa saja yang seharusnya dilakuakn atau ditinggalkan. Selain itu penting juga

memberi pendidikan tentang perilaku hidup bersih sehat.

b. Mengemukakan pendapat dan kritik.

Idealnya seorang pasien memberi masukan atau kritik dalam pelayanan yang diteriamnya.

Namun sebagaian besar pemegang askeskin yang nota bene berlatar belakang pendidikan

rendah tidak pernah memberi kritik kepada rumah sakit berkaitan dengan pelayanan

kesehatan yang ia terima.

3. Mengendalikan faktor di luar pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan bagi orang miskin adalah masalah yang kompleks. Sekalipun sudah

diajamin dengan askeskin, belum tentu warga memanfaatkannya dengan optimal.

Diantaranya adalah kendala jarak. Pertimbangan ongkos transport cukup menjadi hambatan

warga untuk datang ke rumah sakit seandainya ia dirujuk ke rumah sakit. Belum lagi jika

harus mendapat perawatan inap maka biaya yang dikeluarkan bertambah dengan biaya

hidup penunggu/ keluarga pasien. Pandangan masyarakat bahwa pengguna askeskin akan

mendapat perawatan yang jelek dan lambat turut membuat masyarakat enggan

menggunakan kartu askeskin dan memilih alternative pengobatan yang lain.

5