ASKEP PPOM
-
Upload
septi-asrini -
Category
Documents
-
view
159 -
download
3
Transcript of ASKEP PPOM
TUGAS PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
PPOM(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN)
E
I
A
DT
Disusun oleh kelompok 2:
Anggun sri permata (1002002)
Cici indra lasmita (1002004)
Dia fawziah (1002005)
Nopri hadi (1002012)
Septi asrini (1002016)
Yulia nengsih (1002020)
Dosen pembimbing: Ns.Rhona sandra M,kep
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES SYEDZA SAINTIKA
PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOM (penyakit paru obstruksi
menahun)” dengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tuntutan mata kuliah praktek
keperawatan medikal bedah I. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini telah memperoleh banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis patut menyampaikan terima
kasih kepada dosen pembimbing.
Penulis berupaya semaksimal mungkin agar makalah ini bisa menjadi baik dan
layak untuk sesama, namun penulis menyadari kesempurnaan masih jauh. Maka
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini
sangatlah diharapkan dan akan diterima dengan lapang dada. Kiranya semua bantuan
yang telah penulis dapatkan dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Padang, 27 maret 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis,
Emifisema paru-paru dan Asma bronkial.
Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun
dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya
keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin
dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-
60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas.
Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit
tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan
dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah.
Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah
buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit.
(Price & Wilson, 1994 : 695)
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah mempelajari praktek keperawatan medikal bedah 1 mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien PPOM
b. Tujuan khusus
Mengetahui tentang definisi dari PPOM
Mengetahui penyebab dari PPOM.
Mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.
Mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.
Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi,dengan PPOM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi PPOM
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002). PPOM merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru.
2. Macam-macam bentuk PPOM
I. BRONKITIS KRONIS
A. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner &
Suddarth, 2002)
B. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi
lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih
banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi
menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi
dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang
ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
C. Tanda dan Gejala
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru
total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
II. BRONKIEKTASIS
a. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus;
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas;
dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran
nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
b. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat
batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus
bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses
paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya
setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih
sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps
(ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan
jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual
terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
c. Tanda dan Gejala
i. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang
sangat banyak
ii. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
iii. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten
negatif terhadap tuberkel basil
d. Pemeriksaan Penunjang
i. Bronkografi
ii. Bronkoskopi
iii. CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
III.EMFISEMA
a. Pengertian
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth,
2002)
b. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang
kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan
peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat
terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.
Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir
penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan
peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler
pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan
dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri
pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal)
adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai,
distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal
jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan
aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik.
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus
dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu
inflasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada
menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong
(barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru
karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.
c. Tanda dan Gejala
i. Dispnea
ii. Takipnea
iii. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
iv. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
v. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
vi. Hipoksemia
vii. Hiperkapnia
viii. Anoreksia
ix. Penurunan BB
x. Kelemahan
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta
dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV
IV. ASMA
a. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner
& Suddarth, 2002)
b. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-
sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non
alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak
dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang , terjadi
bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa
mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon
beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos.
c. Tanda dan Gejala
1. Batuk
2. Dispnea
3. Mengi
4. Hipoksia
5. Takikardi
6. Berkeringat
7. Pelebaran tekanan nadi
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
Biasanya normal
Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak
menurun
3. Etiologi PPOM
PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar
bias dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus
PPOM. Feaktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status
pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi
pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang
berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita
PPOM.
4. Patofisiologi
Patofisiologi PPOM adalah sangat kompleks dan komprehensif sehingga
mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi
gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bias menimbulkan kerusakan
pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi
oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga
mekanisme berikut ini:
a. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi
dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi
aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi
ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada
alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi
menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun bias dilihat
pada pasien PPOM, dimana saluran pernafasan nya terhalang oleh mukus
kental atau bronchospasma. Di sini penurunan ventilasi akan terjadi, akan
tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara pasien
PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini
menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana
terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.
b. Mengalirnya darah kapiler pulmo
Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke
paru-paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa
mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret
pulmo yang menghambat alveoli.
c. Difusi gas yang terhalang
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari sati atau
da seba yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara
sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga
menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.
5. Tanda dan gejala
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adlah
malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah
ditandai dengan :
1) batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari.
2) Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek akut.
3) Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang
semakin banyak.
4) pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak
akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga
atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
5) Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak
mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
6) pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu makan karena produksi dahak
yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera
makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup
oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.
6. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :
a) Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya
penyakit.
b) Mobilisasi dahak.
c) Mengatasi bronkospasme.
d) Memberantas infeksi.
e) Penanganan terhadap komplikasi.
f) Fisioterapi, inhakasi terapi dan rehabilitasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
1. Pengkajian
Anamnesa
Dispnea adalah keluhan utama ppom klien biasanya mempunyai riwayat
merokok dan rwayat batuk kronis,bertempat tinggal atau bekerja di area dengan
polusi udara berat,adanya riwayat alergi pada keluarga,adanya riwayat asma
pada saat anak-anak.
Perawat perlu mengkai riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi
yang meliputi alergen,stres emosien ,peningkatan aktifitas fisik yang
berlebihan,terpapar dengan folusi udara,serta infeksk saluran
pernafasan.perawat juga perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum
klen,memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk
digunakan kembal.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit,di dapatkan kadar oksigen yang
rendah(hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang paling tinggi
(hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
penggumpulan sekresi. Setelah infeksi terjadi,klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia,penurunan berat badan,dan kelemahan adalah hal yang umum
terjadi.vena jugularis mungkin mengalami distensi selama aspirasi.pada
pengkajian yang dilakukan ditanggan,sering didapatkan adanya jari tabuh
(clubbing fringer) sebai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Sebagai pengkajian untuk menentukan predisposisi penyakit yang
mendasarinya, perawat perlu merujuk kembali pada penyakit yang
mendasari,yaitu asma brochial,bronchitis klonis dan empisema pada
pembahasan selanjut nya
Pemeriksaan fisik fokus
Inspeksi
Pada klien dengan kelainan PPOM,terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan ,serta penggunaan obat bantu napas (sternoklieidomastoid).
Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest
akbat udara yang terperangkap,penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang
dirapatkan, pernapasan abnormal yang tdak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
pada saat beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi. Pengkajian batuk produktf dengan sputum purulen disertai dengan demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi menngkat dan taktil fremitus biasanya menurun
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma
mendatar atau menurun.
Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronchi dan whezzing sesuai tingkat keparahan
obstruktif bronkhiolus.
Pengkajian diagnostik
Pengukuran Fungsi Paru
1. Kapasitas inspirasi menurun
2. Volume residu : meningkat pada bronkhitis, emfisiema, dan asma
3. FEV1 selalu menurun = derajat obstuksi progresf penyakit paru obstruksi
kronis
4. FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma
5. TLC normal sampai meningkat sedang (prodominan pada emfisema)
Analisa gas darah
PaO2 menurun PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nlai pH normal,
asdosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
Pemeriksaan laboratorium
1. Hemoglobulin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder
2. Jumlah darah merah meningkat
3. Eosinofil dan total IgE serum meningkat
4. Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun
5. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang
biasa ditemukan adalah streptochocus, pneumonia, hemophylus inffluenza
Pemeriksaan Radiologi Thorax foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru.
Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar
ruang udara retrosernal > (foto lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan
menyempit.
Pemeriksaan bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat korpulmonal, terdapat deviasi aksis kekanan dan P-pulmonal pada hantaran
II, III dan aVE. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio
R/S kurang dari 1 sering terdapat RBBB inkomplet.
Penatalaksanaan Medis
Intervensi medis bertujuan untuk :
o Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkhus dan
membersihkan sekret yang berlebihan.
o Memelihara keefektifan pertukaran gas.
o Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.
o Meningkatkan toleransi latihan.
o Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmatikus)
o Mencegah alergen/iritasi jalan napas.
o Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering
menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis.
Manajemen medis yang diberikan berupa :
1) Pengobatan farmakologi
Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dll)
Bronkhodilator
Adrenegin : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.
Nonadrenergik : aminofili, teofilin.
Antihistamin
Steroid
Antibiotik
Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 1/menit dengan nasal kanul.
2) Higiene paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru, meningkatkan
kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan
nebulizer, fisioterapi dada, dan postural drainase.
3) Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otak skeletal
agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat
4) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritasi jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok
dan perlu juga mencegah adanya elergen yang masuk tubuh.
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adannya dispnea.
Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan
sekaligus banyak.
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi,
akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektf.
2. Gangguan pertukaran gas yang b.d retensi CO2 peningkatan sekresi, peningkatan
pernapasan dan proses penyakit.
3. Resiko tinggi infeksi pernafasan (pneumonia) b.d akumulasi sekret jalan napas
dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d
penurunan nafsu makan
5. Gangguan ADL yang b.d kelemahan fisik umum dan keletihan.
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
yang b.d adanya
bronkhokontriksi,
akumulasi sekret
jalan napas dan
menurunnya
kemampuan batuk
efektf.
Dalam waktu 3x 24
jam setelah diberikan
intervensi jalan napas
kembali efektif
ditandai dengan
berkurangnya
sputum untuk
mempebaikai
ventilasi paru dan
pertukaran gas.
Kriteria hasil: tidak
ada bunyi napas
tambahan,dapat
mendemontrasikan
batuk efektif,
pernapasan normal.
- kaji
warna,kekentalan,d
an jumlah sputum
- atur posisi semi
fowler
- ajarkan cara batuk
efektif
- bantu klien latihan
napas dalam
- karakteristik
sputum
dapatmenunjuk
kan berat
ringannya
obstruksi
-meningkatkan
ekspansi dada
- batuk efektif
dapat
memudahkan
pengeluaran
sekret yang
melekat pad
ajaln napas
- ventilasi
maksimal
membuka
lumen jalan
napas dan
-auskultasi paru sebelum dan sesudah program latihan.
meningkatkan
gerakan sekret
ke dalam jalan
napas besar
untuk
dikeluarkan.
- Pemantauan yang adekuat dapat untuk mengevaluasi kondisi dan kesiapan pasien
2 Gangguan
pertukaran gas yang
b.d retensi CO2
peningkatan sekresi,
peningkatan
pernapasan dan
proses penyakit.
Tujuan: dalam waktu
3x24 jam setelah
diberikan intervensi
pertukaran gas
membaik.
Kriteria hasil:
Frekuensi napas
normal 16-20 x/i,
warna kulit normal,
tidak ada
dipsnea,GDA dalam
batas normal.
- kaji keefektifan
jalan napas
- kolaborasi untuk
pemberian
bronkhodilator
secara aerosol
- lakukan
fisioterapi dada
- kolaborasi untuk
-bronkhospasme
dideteksi ketika
terdengar bungi
mengi saat
diauskultasi
dengan stetoskop.
- terapi aerosol
membantu
mengencerkan
sekresi sehingga
dapat di buang.
- setelah inhalasi
bronkhodilator
nebulizer, klien
disarankan untuk
meminum air
putih untuk lebih
mengencerkan
sekresi.
pemantauan AGD
- Kolaborasi
pemberian
oksigen via nasal
- oksigen
diberikan ketika
tejadi
hipoksemia.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Ny.S
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Status : menikah
Pekerjaan : -
Alamat : jln lolong no.14 Padang
Pendidikan : SMP
No. RM :
Alasan masuk : Sesak napas
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau
factor lain yang mencetuskan serangan PPOM.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan klien dahulu pernah mengalami sesak napas sejak 3 tahun
yang lalu.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit gangguan pernapsan
sebelumnya.
e. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernapasan
Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan
periode inspirasi.
Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum,
pengangkatan bahu waktu bernafas).
Pernafasan cuping hidung.
Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
Bunyi nafas : wheezing, pemanjangan ekspirasi.
Batuk keras, kering, dan akhirnya batuk produktif.
2. Sistem kardiovaskuler
Takhikardi
Tensi 130/80 mmHg
Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada
waktu inspirasi).
Sianosis
Dehidrasi
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
7. Seksualitas
Penurunan libido.
8. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan
mobilitas fisik.
9. Aktivitas/istirahat
Keletihan, kelelahan,ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena sulit bernapas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi.
f. Pemeriksaan diagnostik
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa
waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema
paru dan Asma.
Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi
udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin,
Defisiensi anti oksidan
Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi,
Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme,
Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan
oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”
B. SARAN
Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu di harapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah
ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin arif.2012.asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta : salemba medika.
Somantri irman. 2008.keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan.penerbit salemba medika,Jakarta.
Brunner & suddarth.2001.buku ajar Keperawatan medikal bedah,ed 8.Jakarta:EGC.
Doenges marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Ed 3. Jakarta :EGC.