Askep gangguan berbicara

47
TUGAS: KMB II DOSEN: MUSRIANI S.KeP Ns ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM WICARA DISATRIA ,A PARAU DAN AFASIA OLEHKELOMPOK IV 1.LISNA WATI 2.TITIHUSNIATI 3.NURVITRI HANDAYANI 4.FIFI YANTI 5.DEWI YATI YULIANA 6.LD MAHMUD 7.FANDI AKLIM MANGKARSI 8.LD PARIAMLIN 9.ALHAFID 10. JASRIN AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN MUNA 2012

Transcript of Askep gangguan berbicara

TUGAS: KMB II

DOSEN: MUSRIANI S.KeP Ns

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM WICARA

“DISATRIA ,A PARAU DAN AFASIA

OLEHKELOMPOK IV

1.LISNA WATI

2.TITIHUSNIATI

3.NURVITRI HANDAYANI

4.FIFI YANTI

5.DEWI YATI YULIANA

6.LD MAHMUD

7.FANDI AKLIM MANGKARSI

8.LD PARIAMLIN

9.ALHAFID

10. JASRIN

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUNA

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya hingga penulis dapat merampungkan pembuatan makalah yang berjudul

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM WICARA

DISATRIA PARAU DAN AFASIA”

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung dan

memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam

penulisan askep ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan

pengetahuan penyusun, maka penyusun dengan senang hati menerima kritikan serta saran –

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini ini.

Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi

mendatang, khususnya mahasiswa D-III Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna.

Akhir kata, melalui kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan banyak terima

kasih.

Raha, februari 2012

penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang

bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga,

syaraf-syaraf,danotak.Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies

dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai

20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem

pendengaran dapat menjadi rusak.

Bahasa juga merupakan alat untuk menginterpretasikan dan mengekspresikan pikiran,

perasaan, dan kemauan dari seseorang kepada orang lain baik secara langsung maupun tidak

langsung. Bahasa merupakan kemampuan bahasa, pada umumnya dapat dibedakan atas

kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara).

Afasia adalah hilangnya kemampuan penggunaan bahasa karena cedera pada area bahasa

di otak. Kelainan ini tidak termasuk kelainan karena defisit fungsi-fungsi sensorik, intelektual,

atau psikiatrik, juga bukan kelemahan otot. Bagian otak yang rusak ini adalah lobus temporalis

sebelah kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kedua area ini mengatur penggunaan bahasa

seseorang. Kerusakan pada area-area tersebut dapat terjadi karena cedera kepala, tumor, stroke,

atau infeksi. Area bahasa ini mengatur penggunaan bahasa secara umum, seperti:

1. Berbicara

2. Menyimak

3. Menulis

4. Membaca

Kejadian paling sering pada afasia adalah karena kerusakan/lesi pada pusat bahasa di

otak, seperti area Broca. Area ini terletak pada hemisfer kiri atau bagian otak kiri. Namun ada

pula orang yang mengalami gangguan pada bagian otak kanan, walaupun jarang sekali

ditemukan.

Prognosis dari afasia sangat beragam, tergantung pada usia pasien, lokasi dan luas

lesi/kerusakan, dan jenis afasia. Tentunya semakin sempit luas lesinya, prognosisnya akan

semakin baik. Untuk membantu menentukan prognosis, diperlukan metode diagnosa yang baik,

yaitu dapat dilakukan dengan screening.

B.TUJUAN

1.Merealisasikan tugas yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan

2.Tujuan dari penulisan askep ini adalah untuk mengetahui proses keperawatan pada penyakit

tersebut

C.Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas pada kesempatan ini yaitu mengenai penyakit

Gangguan system wicara disatria , parau dan afasia yang menyangkut mengenai konsep penyakit

dan konsep askep.

BAB II

PEMBAHASAN

A.KONSEP PENYAKIT

A.DISATRIA

1.PENGERTIAN

Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan bicara

ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya

satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara.” (Rheni DharmaPerwira,2000.5.)

Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang

secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam

pembentukansuarapengucapan.

Disartria adalah suatu jenis kelainan bicara khususnya pada kelainan artikulasi yang

berdampak pada kejelasan produksi bunyi bicara, pada umumnya dikarenakan adanya

gangguan atau kelainan pada susunan saraf pusat, dan biasanya berdampak pula pada

gerakan -gerakan motorik ( motorik kasar ataupun halus ) sesuai dengan tingkat atau derajat

keparahan/kerusakan yang terjadi.

2.ETIOLOGI

Disartia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Disartria dapat juga disebabkan oleh penyakit serebellum, karena kehilangan koordinasi yang

menyebabkan bicara pelo dan sering berbicara eksplosif, atau bicaranya dengan kalimat –

kalimat terpenggal – penggal yang disebut scanning speech.

2. Kerusakan otak (Kelainan neuromuscular, Kelainan sensorimotor, Palsi serebral, Kelainan

persepsi)

3. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident (CVA) ) (stroke) Karena

trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat.

4. Gangguan Biokimia

Pembuatan neurotransmitor tidak cukup atau neutransmitor terlalu cepat dihanyutkan sehingga

penyampaian rangsangan terganggu. Penyakit Myasthenia gravis misalnya diakibatkan

diakibatkan kurangnya asetikolin sehingga otot-otot cepat capai. Penyakit Parkinson disebabkan

kekurangan produksi dopamine.

5. Trauma Karena jatuh, pukulan atau luka sebagian dari sistem saraf rusak.

6. Neoplasma (tumor) ,Sebuah tumor ini membuat tekanan pada sebagian sistem saraf.

7. Keracunan, dapat disebabkan racun alkohol (penyakit Korsakow) atau obat.

8. Radang di otak (ensefalitis), di saraf (neuritis) atau di otot (miositis).

9. Sistem saraf diserang virus (misalnya poliomyelitis) atau prion (penyakit Creutzfeldt-Jacob)

10. Degenerasi progresif

Semakin banyak bagian sistem saraf terkena. Penyebab bisa keturunan, seperti misalnya

‘distrofia otot keturunan’, penyakit Huntington atau penyakit Wilson. Pada penyakit Wilson

terdapat kekurangan putih telur pengikat tembaga, yang mengakibatkan tembaga terendap di

striatum dan di hati. Pada penyakit Multiple Sclerose, oleh karena reaksi oto-imun, terjadi

peningkatan demielinisasi (pemecahan lapis pelindung mielin akson).

11. Kelainan Kongenital

Sejak kelahiran sedah terdapat kerusakan di sistem saraf sentral, yang menyebabkan bicara tidak

berkembang dengan baik. (Reni Dharma Perwira-Prins, 2000. 13.)

12. Faktor Lingkungan

a. Sosial Ekonomi Rendah

Seseorang dengan keluarga social ekonmi rendah akan mengalami keterlambatan dalam

berbahasa karena fasilitas berbahasa dan pendidikan yang rendah pula dari orang tua.

b. Faktor Psikososial

Antara lain, stimulasi motivasi belajar, kualitas interaksi anak dan orang tua.

c. Faktor Keluarga dan Adat Iatiadat

Antara lain, pekerjaan keluarga, pendidikan, jumlah saudara, jenis kelamin, stabilitas rumah

tangga, kepribadian orang tua, adat istiadat.

3.MANIFESTASI KLINIS

Cara berbicara yang lemah dan gemetar

Lidah sukar dikeluarkan dan umumnya kaku untuk digerakan

Otot – otot bicara terganggu

4.PATOFISIOLOGI

Korteks serebri yang terdapat pada otak besar (serebrum)terdapat area yang dikenal

dengan area brodman sebagai area bicara broca.dimana area ini bertanggung jawab atas

pelaksanaanmotorik bicara.apabila lesi terjadi pada hemisfer dominan , maka kerusakan pada

area ini akan menyebabkan kesulitan dalam artikulasi pada waktu bicara, sehingga otot – wicara

susah untuk digerakan .

Disartria Artikulasi atau berbicara harus dibedakan dari fungsi berbahaya yang lebih

tinggi dan gangguan-gangguannya – disfasia. Artikulasi normal tergantung dari , koordinasi

laring, faring, lidah, bibir, dan respirasi oleh jaras kortikobulbar, bulbar, serebelar, dan

ekstrapiramidal.

Selain menilai percakapan pasien, harus dilakukan tes mengulang frase-frase yang agak sulit

(Inggris: baby hippopotamus, West Register Street, British Constitution).

Lesi pada bagian spesifik yang mengontrol jaras saraf dapat menyebabkan abnormalitas yang

khasseperti:

• Paralisis palatum – bicara sengau (seperti bicara lewat hidung),

• Lesi serebelum – bicara tidak jelas, dengan pola stakato atau skrining ireguler,

• Lesi ekstrapiramidal – bicara dengan nada monoton dan lemah,Kerusakan kortikobul

barbilateral Wicara lambat,menggerutu,spastik’.lingkungan,kerusakan,emosi:

dari poin di atas akan menyebabkan gangguan bicara,gangguan bicara akan menyebabkan

1. keluarga : cemas,kurang pengetahuan,koping keluarga tdk efektif.

2. hubungan sosial : gangguan komunikasi verbal,gangguan bermain, isos,interaksi sosial.

3. perkembangan akan menjadi intelegensia sehingga produktifitas akam menurun dan

menyebabkan resiko ketergantungan

5.TANDA DAN GEJALA

Karakteristik Disatria:

a. Ketidaktepatan artikulasi

b. Kekacauan wicara

c. Kekacauan fonem

d. Durasi vokal yang pendek

e. Perpanjangan pada fonem

f. Rata-rata bicara yang lambat

g. Cepat atau tersentak-tersentak

h. Ketidaktepatan penjedahan

i. Tidak dapat dipahami

j. Artikulasi buruk/tidak jelas

k. Susunan kata tidak tepat

l. Artikulasi lebih sedikit pada konteks bicara dibandingkan pada satu kata

m. Alat artikulasi yang kurang kuat dan kurang terkontrol

n. Satu nada, nada dan kenyaringan sering tidak terkontrol dan tidak jelas

o. Suara parau, kasar/keras, breathiness, dan hipernasalitas

p. Kehilangan pendengaran

q. Masalah pertumbuhan

6.KOMPLIKASI

Disartria tidak memiliki komplikasi, melainkan disartria merupakan komplikasi dari beberapa

penyakit syaraf, diantaranya ; stroke, myasthenia gravis, parkinson.

7.PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.BERA(BrainstemEvokedResponseAudiometry)

merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII,

pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus

auditorik.

2.Pemeriksaanaudiometric

Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-

anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan

audiometri:

a. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan

melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa

menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan

yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian

dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak.

b. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain,

misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia

mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 34 tahun bila anak cukup kooperatif.

c. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam

daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk

mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah

anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai

kemampuan anak dalam pembicaraan seharihari dan untuk menilai pemberian alat bantu

dengar(hearingaid).

d.Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.

3.CTscankepala

untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang

abnormal.

4.Timpanometri

digunakan untuk mengukur kelenturan membrana timpani dan system osikular. Selain tes

audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang

menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan IQ gabungan

5.EEG

6. EMG

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.Latihanbicaradenganbaik.

2. Pada anak dapat dilakukan Logopedi (terapi bicara)

B.KONSEP ASKEP

1.pengkajian

a.biodata

Identitas Klien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Alamat :

Identitas penanggung

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Hub. Dengan Klien :

Alamat :

b.Riwayat Penyakit sekarang

- Keluhan utama : kekakuan berbicara

- Riwyat Keluhan utama:

P : kekakuan berbicara

Q :-

R : mulut bagian dalam

S : -

T : Pada Saat beraktivitas

c.pemeriksaan fisik

Integritas ego:

Gejala :

- sulit untuk mengekspresikan diri nya

- Kecemasan keluarga

Tanda:

-Perasaan malu

Neuro sensiri

Gejala:- sulit untuk mengungkapkan kata - kata

Tanda: - lidah sulit dikeluarkan dan kaku untuk digerakan

-Cara bicara yang lemah dan gemetar

Interaksi sosial

Gejala:- kesulitan dalam berkomunikasi

Tanda:- menarik diri

Penyuluhan dan pembelajaran

Tanda:- keluarga sering menyatakan tentang kondisi klien

d. klasifikasi data

Data subyektif

-Keluarga mengatakan klien sulit untuk mengekspresikan diri

- Keluarga mengatakan cemas dengan keadaan klien

- Keluarga mengatakan klien sulit untuk mengungkapkan kata - kata

Data obyektif

- Nampak klien merasa malu

- Lidah sulit dikeluarkan dan kaku untuk digerakan

- Cara bicara yang lemah dan gemetar

- Menarik diri

- Keluarga sering mengatakan tentang kondisi klien

e. analisa data

Problem Etiologi symtom

Gangguan

komunikasi verbal

strok

Suplai darah keotak terganggu

Penurunan fungsi pada korteks

serebri dan area brodmen

DS;

- Keluarga mengatakan klien

kesulitan dalam

berkomunikasi

- Keluarga mengatakan

kesulitan dalam

mengungkapkan kata – kata

D0;

- Nampak cara bicara klien

Motorik wicara terganggu

Gangguan komunikasi verbal

lemah dan gemetar

- Nampak lidah klien sulit

untuk dikeluarkan dan kaku

digerakan

Gangguan harga diri Gangguan pada otot bicara

Kesulitan dalam berkomunikasi

Gangguan harga diri

DS:

- Keluarga mengatakan klien

sulit untuk mengekspresikan

dirinya

DO;

- Nampak klien merasa malu

- Nampak klien menarik diri

Anisetas keluarga Kurang terpajan informasi

Kurang pengetahuan

ansietas

DS:

- Keluarga mengatan cemas

dengan keadaan klien

DO:

- Keluarga sering

menanyakan keadaan klien

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi pada korteks serebri

dan area brodman ditandai dengan :

DS:

- Keluarga mengatakan klien kesulitan dalam berkomunikasi

- Keluarga mengatakan klien kesulitan dalam mengungkapkan kata - kata

DO:

- Nampak cara bicara klien lemah dan gemetar

- Nampak lidah klien sulit dikeluarkan dan kaku digerakan

Gangguan harga diri berhubungan dengan kesulitan dalam berkomunikasiditandai dengan

:

DS:

- Keluarga mengatakan klien susah untuk mengekspresikan dirinya

DO:

- Nampak klien merasa

- Nampak klien menarik diri

Anisetas berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai dengan

DS:

- Keluarga mengatakan cemas dengan keadaan klien

DO:

- Keluarga sering menanyakan keadaan klien

Prioritas masalah

- Gangguan komunikasi verbal

- Gangguan citra diri

- ansietas

C PERENCANAAN

NO

DX

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 7 hari

gangguan komunikasi

verbal teratasi

TUPEN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 4 hari

Gangguan komunikasi

verbal membaik dengan

criteria :

- klien mulai

berkomunikasi

dengan baik

- klien mulai bias

mengeluarkan

kata- kata

- otot bicara mulai

dapat digerakan

1.jelaskan efek gangguan

bicara

2.lakukan latihan untuk

memperbaiki variasi suara

3.lakukan latihan lidah

4.jelaskan keuntungan latihan

perbaikan bicara

1.pengertian

dapatmeningkatkan

kepatuhan pada latihan

perbaikan suara

2. latihan ini meningkatkan

kejelasan suara

3.latihan ini menguatkan

lidah dan meningkatkan

retan artikulasi

4.latihan setiap hari

membantu memperbaiki

kebersihan muscular

bicara dan meningkatkan

kecepatan volume dan

artikulasi

2 TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 6 hari

gangguan harga diri

teratasi

TUPEN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 3 hari

Harga diri klien mulai

membaik dengan criteria:

- klien tidak mulai

lagi

- klien mulai bias

mengekspresikan

dirinya

1.anjurkan klien untuk

mengekspresikan

perasaanya

2.beri dukungan terhadap

setiap perilaku yang

ditunjukan oleh klien

3.anjurkan keluarga klien

untuk meningkatkan

perhatian kepada klien

1.dapat mengetahui

perasaan yang dirasakan

oleh klien sehingga

memudahkan dalam

perawatan

2.dapat meningkatkan

minat atau partisipasi

klien dalam segala hal

termasuk dalam kegiatan

rehabilitasi

3.dapat meningkatkan rasa

percaya diri dan

mencegah terjadinya

perilaku merusak diri

3 TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 2 hari

Ansietas hilang

TUPEN;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 1hari

Ansietas berkurang

dengan criteria:

- kecemasan

keluarga

berkurang

-

1.observasi tingkat kecemasan

keluarga

2.beri kesempatan pada

keluarga untuk

mendiskusikan penyakit

klien

3.beri penjelasan tentang

penyakit klien pada keluarga

1.sebagai dasar untuk

menentukan rencana

tindakan selanjutnya

2. membuat keluarga lebih

memahami tentang

kondisi klien

3. menambah pengetahuan

keluarga sehingga

mengurangi ansietas

2.A PARAU

A.KONSEP PENYAKIT

1.PENGERTIAN

Suara parau merupakan gejala yang disebabkan kelainan dari pita suara.suara parau

merupakan suara yang digambarkan oleh penderita sebai suara yang kasar atau suara yang

susah keluar dan suara dengan nada rendah yang biasa atau normal .

Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang menyebabkan perubahan

suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah daripada

biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari

beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas

tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit.

Perubahan suara ini seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian

dari kotak suara (laring).

2.ETIOLOGI

Penyebab suara parau bermacam – macam yang prinsipnya menimpa laring dan

sekitarnya. Penyebap ini dapat berupa peradangan akibat infasi bakteri , tumor(neoplasma),

paralisis otot nyaring , kelainan laring seperti sikatris akibat operasi .suara parau dapat juga

disebabkan oleh pemakaian suara yang berlebihan dan sangat nyaring

4.PATOFISIOLOGI

Suara parau terjadi dimana pertemuan kedua pita suara yang normal sewaktu fonasi terganggu

oleh adanya udema akibat peradangan laring .saat akan mengeluarkan suara , pita suara bergerak

secara terpisah mengalami ketegangan . akibat proses peradangan tersebut pada laring maka

terjadi lesi pada saraf . bila hal ini tidak dapat di atasi maka pita suara menjadi lumpuh , dimana

pita suara menjauhi garis tengah sehingga menimbulkan celah di antara kedua pita suara yang

menyebabkan kompresi pita suara yang tidak sehat.

5.KOMPLIKAS

Dapat terjadi kelumpuhan pita suara

6.TANDA DAN GEJALA

Gejala awalnya dapat berupa batuk – batuk sesak napas disertai dengan demam kemudian suara

menjadi parau bahkan bias sampai tidak bersuara sama sekali ,dapat juga muncul gejala nyeri

saat menelan

7.PENATALAKSANAAN MEDIK

a.pemeriksaan laboratorium klinik

b.radiologik

c.patologi anatomic

d. laring diperiksa dengan menggunakan kaca laring

2.KONSEP ASKEP

1.PENGKAJIAN

A.Biodata

Identitas Klien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Alamat :

Identitas penanggung

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Hub. Dengan Klien :

Alamat :

B..Riwayat Penyakit sekarang

- Keluhan utama : nyeri

- P : nyeri

- Q : seperti ditusuk-tusuk

- R : mulut

- S : 3 (0-5)

- T : Pada Saat menelan

C.Pemeriksaan fisik

Nyeri /kenyamanan

Gejala; - Sakit saat menelan

Tanda; - Meringis

-Udema laring

-Gelisah

-cemas

pernapasan

gejala:- sesak nafas

-batuk

tanda: - frekuensi nafas meningkat

metabolisme tubuh

gejala:- badan terasa panas

-banyak keringat

tanda: - suhu tubuh meni

-keadaan umum lemah

penyuluhan / pembelajaran

gejala: - tidak mengetahui proses penyakitnya

tanda: - klien sering menanyakan penyakitnya

D.klasifikasi data

data subyektif:

- sakit saat menelan

- sesak nafas

- batuk

- badan terasa panas

- Banyak keringat

- Tidak mengetahui proses penyakitnya

Data obyektif

- Meringis

- Udema laring

- Gelisah

- Cemas

- Frekuensi nafas meningkat

- Suhu tubuh meningkat

- Keadaan umum lemah

- Klien sering menanyakan penyakitnya

E.ANALISA DATA

PROBLEM ETIOLOGI SYMTOM

Pola nafas tidak efektif Infaksi bakteri

Peradangan pada laring

Udema laring

Adanya sumbatan pada

laring

Dispneu

Pola nafas tidak

efektif

DS:

- Klien mengeluh sesak

nafas

- Klien mengeluh batuk

– batuk

DO:

- Frekuensi nafas

meningkat

Nyeri Infaksi bakteri

Peradangan pada laring

Udema

Merangsang mediator kimia

mengeluarkan prostat glandin

Inpuls dihantarkan kepusat

nyeri di thalamus

korteks serebri

Nyeri di presepsikan

DS:

- Klien mengeluh saat

sakit menelan

Do:

- Klien Nampak

meringis saat menelan

makanan

- Terdapat ydema pada

laring

hipertermia Infasi bakteri

Peradangan pada laring

Merangsang

susunansaraf otonom

dihipotalamus yang

mengatur suhu

Hipertermia

DS:

- Klien mengeluh

badanya terasa panas

- Klienmengeluh

keringatnya banyak

yang keluar

DO:

- Keadaan umum lemah

- Suhu tubuh meningkat

- Gelisah

Ansietas Kurang terpajan informasi

Kurang pengetahuan

Stress psikologi

ansietas

DS:

- Klien mengeluh cemas

Dengan keadaanya

- Klien mengatakan

tidak mengetahui

tentang proses

penyakitnya

DO:

- Espresi wajah Nampak

tegang

- Klien sering

menanyakan tentang

penyakitnya

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sumbatan pada laring ditandai dengan :

DS:

- klien mengeluh sesak nafas

- klien mengeluh batuk – batuk

DO:

- Keadaan umum lemah

- Frekuensi nafas meningkat

Nyeri berhubungan dengan udema ditandai dengan ;

DS: - Klien mengeluh sakit saat menelan

DO; - klien Nampak meringis saat menelan makanan

- Terdapat udema pada laring

Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada laring ditandai dengan :

DS:

- Klien mengeluh badanya terasa panas

- Klien mengeluh keringatnya banyak yang keluar

DO:

- Keadaan umum lemah

- Suhu tubuh meningkat

- Gelisah

Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ditandai dengan :

DS:

- Klien mengeluh cemas dengan keadaanya

- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang proses penyakitnya

DO:

- Ekspresi wajah Nampak tegang

- Klien sering menayakan tentang penyakitnya

C.PRIORITAS MASALAH

- Pola nafas tidak efektif

- Nyeri

- Hipertermi

- Ansietas

PERENCANAAN

NO.DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 6 hari

pola nafas kembali efektif

TUPEN:

Setelah diberi tindakan

keperawatan selama3 hari

pola nafas berangsur

membaik dengan criteria:

- Klien tidak mengeluh

sesak nafas

- Klien tidak mengeluh

batuk

1. Obserfasi pola nafas

klien

2. Atur posisi klien

senyaman mungkin

3. Beri oksigen yang

dilembabkan

4. Ciptakan lingkungan

yang nyaman

5. Beri minum banyak

pada klien

1.sebagai dasar

menentukan rencana

tindakan selanjutnya

2. dapat meningkatkan

ekspansi paru dalam

menerima oksigen

sehingga mengurangi

sesak

3 oksigen yang

dilembabkan dapat

mencegah iritasi yang

berlebihan pada laring

4.dapat mengurangi

kepengapan sehingga

pola pernapasan lebih

baik

5 dapat melonggarkan

pernafasan

2 TUPAN;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 4 hari

Nyeri hilang

TUPEN:

Setelah diberi tindakan

keperawatan selama 2 hari

Nyeri berkurang dengan

criteria :

- Klien tidak mengeluh

nyeri saat menelan

makanan

1. Observasi tanda –

tanda vital

2. Beri makanan dalam

bentuk lunak

3. Kolaborasi dalam

pemberian obat

analgetik

4. Anjurkan klien

untuk tidak makan

makanan dalam

bentuk padat atau

keras

1. Sebagai dasar

untuk

menentukan

tindakan

selanjutnya

2. Makan yang

lunak atau cair

dapat

mengurangi rasa

nyeri pada klien

saat menelan

3. Dapat menekan

pusat nyeri

4. Makanan yang

keras dapat

menambah rasa

nyeri saat

menelan

3 TUPAN;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 4 harI

hipertermi teratasi

TUPEN ;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 2 hari

Suhu badan berangsur

normal dengan criteria ;

- Keringat berkurang

- Suhu badan normal

1. Obserfasi TTV

2. Beri kompres hangat

pada klien

3. Kolaborasi dalam

pemberian obat anti

piretik

1.sebagai dasar

menentukan rencana

tindakan selanjutnya

2.dapat terjadi

kompensasi sehingga

dapat menurunkan

panas tubuh

3.dapat menurunkan

panas tubuh dan

meningkatkan

penyembuhan

4. TUPAN;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 3 harI

Ansietas hilang

TUPEN ;

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 2 hari

ansietas berkurang dengan

criteria:

- Ekspresi wajah rileks

- Klien sudah paham

dengan proses

penyakit yang

dideritanya

1. Obserfasi tingkat

kecemasan klien

2. Beri penjelasan

tentang proses

penyakit klien

3. Beri kesempatan

kepada klien untuk

mendiskusikan

tentang penyakitnya

1. Sebagai dasar

untuk

menentukan

tindakan

selanjutnya

2. Menambah

pengetahuan

klien dan dapat

mengurangi

ansietas

3. Klien bisa lebih

paham tentang

penyakitnya

3.AFASIA

1.KONSEP PENYAKIT

1.PENGERTIAN

Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan

dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada

pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin

ada sebagai gejala yang menyertai.

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan,

trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai

lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca,

ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

2. ETIOLOGI

Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata

afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai

keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan

kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.

Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan

berbahasa.

3.MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan Gambaran klinik Afasia

Afasia global.

Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai oleh tidak

adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang

diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah,

baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat

terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi

(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga

terganggu berat.

Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah

bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri

media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir selalu

disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.

Afasia Broca.

Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang tidak lancar, dan

disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling banyak

mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-bahasa

(tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."

"Periksa...lagi...makan... banyak.."

Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara

spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun

pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami

kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud

ini").

Ciri klinik afasia Broca:

bicara tidak lancar

tampak sulit memulai bicara

kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)

pengulangan (repetisi) buruk

kemampuan menamai buruk

Kesalahan parafasia

Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat

yang sintaktis kompleks)

Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks

Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Afasia Wernicke.

Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien afasia Wernicke

ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak

mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg

diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.

Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya

menjawab pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal

saya lalu sana sakit tanding tak berabir".

Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya parafasik.

Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik afasia Wernicke:

Keluaran afasik yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi baik

Prosodi baik

Anomia (tidak dapat menamai)

Parafasia fonemik dan semantik

Komprehensi auditif dan membaca buruk

Repetisi terganggu

Menulis lancar tapi isinya "kosong"

Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,

walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan

berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan

dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis,

parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.

Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan manifestasi

klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering

lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan mengenai fasikulus

arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

Afasia transkortikal.

Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun fungsi

bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa,

namun komprehensinya lumayan.

Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk. Pasien

dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan membaca,

namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya, pasien

dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik, namun tidak

memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan menamai

lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang menderita

kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu mengulangi kalimat

yang panjang, juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan repetisi pada pasien

ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang didengarnya).

Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal:

Keluaran (output) lancar (fluent)

Pemahaman buruk

Repetisi baik

Ekholalia

Komprehensi auditif dan membaca terganggu

Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai

Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan.

Gambaran klinik afasia motorik transkortikal:

Keluaran tidak lancar (non fluent)

Pemahaman (komprehensi) baik

Repetisi baik

Inisiasi ot/fpunerlambat

Ungkapan-ungkapan singkat

Parafasia semantik

Ekholalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

Tidak lancar (nonfluent)

Komprehensi buruk

Repetisi baik

Ekholalia mencolok

Afasia transkortikal

disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit, di dalam zona

perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri

serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan anterior

yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau tidak melibatkan

korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar) dan

korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk kemampuan

mengulang yang baik.

Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:

Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yang

dijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest).

Oklusi atau stenosis berat arteri karotis.

Anoksia oleh keracunan karbon monoksida.

Demensia.

Afasia anomik.

Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan

tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia

anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika,

namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.

Gambaran klinik alasia anomik:

Keluaran lancar

Komprehensi baik

Repetisi baik

Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.

4.PATOFISIOLOGI

Skema kronologis terjadinya gangguan bahasa dan bicara secara umum.

Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di otak tiba-tiba mengalami gangguan.

Hal ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu :

- Terjadi penyumbatan pada pembuluh darah

- Kebocoran pada pembuluh darah.

Penyumbatan :

Disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh darah (trombosis) atau penggumpalan darah

(emboli) yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Dalam hal ini terjadi serangan

otak.

Kebocoran :

Di pembuluh darah terdapat bagian yang lemah (aneurisma). Bagian tersabut dapat menjadi

berpori-pori, selanjutnya mengalami kebocoran, bahkan pecah. Dalam hal ini terjadi pendarahan

otak.

Oleh para dokter, pendarahan otak disebut CVA Cerebro Vasculair Accident atau kecelakaan

vaskuler otak. Otak kita membutuhkan oksigen dan glukoso untuk dapat berfungsi. Jika terjadi

perdarahan otak atau gangguan lainnya seperti cedera otak, tumor, stroke, infeksi dan lain-lain

sehingga terjadi penyumbatan maupun kebocoran pembuluh darah. Maka lambat laun sel-sel

otak di bagian tersebut mengalami kematian. Di otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi

berbeda-beda. Pada kebanyakan orang, bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat

di sisi kiri otak diantaranya area broca dan area wernicke. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa

di otak, maka terjadi afasia.

5.TANDA DAN GEJALA

Gejala afasia adalah tanda-tanda klinis yang tidak normal dari fungsi reseptif atau

ekspresif yang secara reatif mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang. Gejala-gejala

yang dapat mengarah pada diagnosa afasia adalah sebagai berikut:

1. Ketidakmampuan berbicara spontan

2. Ketidakmampuan membentuk kata-kata

3. Ketidakmampuan menyebut nama suatu benda/objek

4. Ketidakmampuan mengulang suatu frase

5. Parafasia (mengganti huruf atau kata)

6. Agramatisme (ketidakmampuan berbicara dengan bahasa yang baik dan baku)

7. Produksi kalimat yang tidak lengkap

8. Ketidakmampuan membaca dan mrnulis

9. Ketidakmampuan untuk memahami bahasa

6.KOMPLIKASI

- Hipoksia serebral

- Embolisme serebral

7PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan

Pemeriksaan repetisi (mengulang)

Pemeriksaan menamai dan menemukan kata

Pemeriksaan sistem bahasa

Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)

Pemeriksaan berbicara - spontan

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tindakan dalam terapi wicara. Berikut, sifat tindakan dalam terapi wicara dapat dibedakan atas :

- Kuratif. Tindakan terapi wicara bertujuan untuk menyembuhkan gangguan/kelainan perilaku

komunikasi, agar dapat berkomunikasi secara wajar.

- Rehabilitatif atau Habilitatif. Tindakan terapi wicara bertujuan untuk memulihkan dan

memberikan kemampuan kepada penderita gangguan/kelainan perilaku komunikasi

sebagaimana kemampuan sebelum sakit atau sekurang-kurangnya mendekati kemampuan

komunikasi normal.

- Preventif. Tindakan terapi wicara bertujuan mencegah terjadinya gangguan/kelainan

perilaku komunikasi, sehingga seseorang dapat tumbuh dan perkembangan secara wajar.

- Promotif. Tindakan terapi wicara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perilaku

komunikasinya sehingga dapat meningkatkan tingkat kehidupan secara lebih optimal.

2.KONSEP ASKEP

1.Pengkajian

a.biodata

Identitas Klien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Alamat :

Identitas penanggung

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku/bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan :

Hub. Dengan Klien :

Alamat :

b.Riwayat Penyakit sekarang

- Keluhan utama : nyeri

- Riwyat Keluhan utama:

P : nyeri

Q : seperti ditusuk-tusuk

Setiap 2 jam

R : Kepala

S : 3 (0-5)

T : Pada Saat beraktivitas

c.pemeriksaan fisik

Neurosensorik

Gejala;

- Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi

- Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata - kata

Tanda:

- Klien Nampak sulit mengungkapkan kata – kata

Integritas ego

Gejala:

- Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya

Tanda:

- Klien Nampak frustasi

- Klien Nampak gelisah

kenyamanan

gejala;

- keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah

tanda;

- klien Nampak cemas

- klien Nampak takut

d.Klasifikasi data

Data subyektif

- Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi

- Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata - kata

- d Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya

- keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah

Data obyektif

- Klien Nampak sulit mengungkapkan kata – kata

- Klien Nampak frustasi

- Klien Nampak gelisah

- klien Nampak cemas

- klien Nampak takut

e.Analisa data

PROBLEM ETIOLOGI SIMTOM

Kerusakan

komunikasi verbal

Cedera kepala

Terjadai iskemia dan hemoralgi

serebral

Penghentian suplai darah ke otak

Devisit neurologis

DS:

- Keluarga mengatakan

Klien kesulitan dalam

berkomunikasi

- Keluarga mengatakan

klien sulit

mengungkapkan kata -

kata

DO:

Fungsi bahasa terganggu

Kerusakan komunikasi verbal

- Klien Nampak sulit

mengungkapkan kata –

kata

Gangguan harga

diri

Devisit neurologis

Gangguan fungsi bahasa

Kesulitan dalam berbicara

Gangguan harga diri

DS;

- Keluarga mengatakan

klien malu akan

keadaannya

DO:

- Klien Nampak frustasi

- Klien Nampak gelisah

Ansietas Kurang terpajan informasi

Kurang pengetahuan

Stress psikologis

ansietas

DS:

- keluarga mengatakan

klien selalu merasa

resah dan gelisah

DO:

- klien Nampak cemas

- klien Nampak takut

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan fungsi bahasa terganggu berhubungan

dengan :

DS:- Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi

-Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata - kata

DO: -Klien Nampak sulit mengungkapkan kata – kata

2. gangguan harga diri berhubungan dengan kesulitan dalam berbicara ditandai dengan:

DS: - Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya

DO: - Klien Nampak frustasi

-Klien Nampak gelisah

3.ansietas berhubungan kurang pengetahuan ditandai dengan:

DS; - keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah

DO: - klien Nampak cemas

-klien Nampak takut

3.PRIORITAS MASALAH

- Kekurangan komunikasi verbal

- Gangguan harga diri

- ansietas

4.PERENCANAAN

NO.DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1

TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 2

minggu kerusakan

komunikasi verbal teratasi

TUPEN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 1

minggu kerusakan

komunikasi verbal mulai

membaik dengan criteria:

- klien mulai dapat

berkomunikasi

dengan baik

- klien dapat

mengeluarkan kata

- kata

1.kaji tingkat disfungsi

komunikasi klien

2.pertahankan kesalahan

dalam komunikasi dan

berikan umpan balik

3.minta klien untuk mengikuti

perintah sederhana

4..tunjukan objek dan minta

klien untuk menyebutkan

objek tersebut

5.konsultasi dengan ahli terapi

wicara

1.sebagai dasar untuk

menentukan rencana

tindakan selanjutnya

2. dengan mengetahui

kesalahan yang

diucap dapat

memberikan

pemahaman untuk

benar

3.untuk mengetahui

tingkat pemahaman

klien terhadap apa

yang diperintahkan

4.dapat memperlancar

cara bicara atau

komunikasi yang baik

5.dapat mengetahui

metode dalam

mengatasi masalah

komunikasi klien

2. TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama

selama 6 hari gangguan

harga diri teratasi

TUPEN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 3 hari

harga diri mulai membaik

dengan criteria:

- klien tidak merasa

malu lagi

- klien Nampak

tenang

1 . Identifikasi arti dari

kehilangan / perubahan

klien

2. anjurkan klien untuk

mengekspresikan dirinya

3.beri dukungan terhadap

setiap prilaku yang

dilakukan klien

4. anjurkan kepada keluarga

untuk meningkatkan

perhatian pada klien

1.sebagai dasar untuk

menentukan tindakan

selanjutnya

2. dapat mengetahui

perasaan yang

dirasakan oleh klien

sehingga

memudahkan dalam

perawatan

3. dapat meningkatkan

minat / partisipasi

klien dalam segala hal

termasuk dalam

kegiatan rehabilitasi

4. dapat meningkatkan

harga diri dan

mencegah terjadinya

prilaku menyimpang

3. TUPAN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 3 hari

ansietas hilang

TUPEN:

Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 2

hari ansietas berkurang

dengan kriteriadengan

criteria:

- klien Nampak

tenang

- klien tidak merasa

1. obserfasi tingkat

kecemasan klien

2. beri penjelasan

tentang penyakit

klien

3. beri kesempatan

pada klien untuk

mendiskusikan

tentang penyakitnya

1. sebagai dasar

untuk menentukan

tindakan

selanjutnya

2. menambah

pengetahuan klien

dan dapat

mengurangi rasa

asietas

3. klien bias lebih

paham tentang

penyakitnya

cemas dan takut

lagi

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Disartria adalah suatu jenis kelainan bicara khususnya pada kelainan artikulasi yang

berdampak pada kejelasan produksi bunyi bicara, pada umumnya dikarenakan adanya

gangguan atau kelainan pada susunan saraf pusat, dan biasanya berdampak pula pada

gerakan -gerakan motorik ( motorik kasar ataupun halus ) sesuai dengan tingkat atau derajat

keparahan/kerusakan yang terjadi.

Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang menyebabkan perubahan

suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah daripada

biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari

beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas

tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit.

Perubahan suara ini seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian

dari kotak suara (laring).

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan,

trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan

sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman,

membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

B.SARAN

Dalam penulisan askep ini masih kurang dari kesempurnaan karena kurangnya referensi

yang kami dapatkan. Jadi, kritik dan saran yang sifatnya membangun khususnya dari dosen

pembimbing maupun dari rekan-rekan pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan

askep ini kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. pendengaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pendengaran

2. tentang pendengaran www.widex.com

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Penerbit Buku

Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998

Long, Barbara C. Keperawatan Medikal Bedah 3. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Padjajaran. Bandung. 1996

Price, Sylvia Anderson. Patologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran. Jakarta. EGC. 1990

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.......................................................................................

DAFTARISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang........................................................................................

B. Tujuan....................................................................................................

C. Metode.................................................................................................

BABII KONSEP PENYAKIT SISTEM WICARA

A.Pengertian....................................................................................

B.Etiologi.................................................................................................

C.ManifestasiKlinis....................................................................................

D.Patofisiologi.............................................................................................

E.Komplikasi...............................................................................................

F.PemeriksaanPenunjang...........................................................................

G.PenatalaksanaanMedis............................................................................

BAB III KONSEP ASKEP KLIEN DENGAN ABSES PARU

A.Pengkajian............................................................................................

B.DiagnosaKeperawatan.........................................................................

C.Intervensi.................................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................

B.Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA