ASKEP DM.docx
-
Upload
komang-nova-a-a -
Category
Documents
-
view
10 -
download
3
description
Transcript of ASKEP DM.docx
BAB I
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price &
Wilson, 2006).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskular dan
neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).
2.Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225
. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di
bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung
pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta
yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga
dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan
titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput
yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik
kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml
darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin
akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
3. Etiologi
a) Pada Diabetes tipe I:
Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin disebabkan oleh
kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan .
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.
2) Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai
jaringan asing.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor external yang dapat memicu
destruksi sel beta. Sebagai contoh virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b) Pada Diabetes tipe II
Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini sebenarnya tidak
begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena
DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan
penurunan produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis dan cepat pada usia
setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin dan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
3) Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga
akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak
hingga berdampak pada penurunan insulin.
4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena diabetes. Malnutrisi
dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin.
Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada
ketidakseimbangan kerja pankreas.
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan berpengaruh
terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas pada penderita obesitas disebabkan
karena peningkatan beban metabolisme glukosa un
tuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
Defisensi insulin
Penurunan ambilan glukosa
Peningkatan katabolisme protein
Peningkatan lipolisis
Peningkatan asam amino dan
glikoneogenesis
Makroangiopati :CHDStrokePVD
Hiperglikemia/DM
Pembuluh darah - Perubahan membran basalisArterosklerosisPerubahan pada saraf perifer
- Deuresis Osmotik :Poliuria disertai kehilangan elektrolit (sodium, chlorida, potassium dan pospat)PolidipsiPolifagia (ketidakseimbangan protein negatif
Peningkatan gliserol
Mikroangiopati :RetinopatyNeurophatyNephropatyErecting disfungsion
Kaki diabet Iskemik(KDI)Nyeri waktu istirahatPerabaan terasa dinginPulasi menurunUlkus sampai ganggren
Ganggren
Kaki Diabet Neuropati (KDN) :Kaki keringKesemutanMatirasaOdema kakiPulasai kaki baik syok
4. Pathofisiologi
- kelainan sel B pankreas
- gangguan sistem imunitas (auto-imun)
- Kelainan insulin (penurunan res-pon insulin)
- Faktor ling-kungan (infeksi, Diit tinggi KH, obesitas dan kehamilan)
5. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh Price & Wilson
(2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu :
a) Diabetes Melitus
1. Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin) 5-10% kejadian.
1) Akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
2) Idiopatik, tidak diketahui sumbernya.
Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia.
Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun. Biasanya bertubuh kurus pada
saat didiagnosis dengan penurunan BB yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami komplikasi
akut hiperglikemi: ketoasidosis diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Tipe 2 (onset maturity dan nondependen insulin) : 90-95% kejadian.
Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan terjadi di segala
usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Mayoritas penderita
obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah melalui penurunan berat badan. Agens
hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak
berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah
hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi.
Komplikasi akut: sindrom hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth, 2002).
3. Diabetes Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor
resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat gestasional
dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.
4. Tipe khusus lain
Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien
sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.
Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin yang berat dan
akantosis negrikans.
Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta.
Infeksi.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air
yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena
air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa
lapar yang luar biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di
ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan
bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama
bagian perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan
energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
7. Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
a) Komplikasi Metabolik Akut
1. Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah
yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti
jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada
jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh
bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan
metabolik sebagai berikut:
Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan
glukosa dalam darah.
Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa
hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi
glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia yaitu :
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
2. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun
relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum >
600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM
mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan
untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah
turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin
atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas
fisik yang berat. Tingkatan hypoglikemia adalah sbb:
(1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin
kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan
dan rasa lapar.
(2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar
untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa
didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
perilaku yang tidak rasional,
(3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur
atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa
pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat
dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien
yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat
disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas
yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa
b) Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik).
2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis
penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
8. Pemeriksaan diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut Sujono & Sukarmin
(2008) antara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling
sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT
115-140 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan
bukan diagnostik.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam
< 140 mg/dl.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau
terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison menyebabkan
peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang
yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap
sebagai hasil positif.
g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan dalam
diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
Kriteria Diagnosik.
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak hamil,
pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
b) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram
karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). (World Health Organization,
Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Report Series No. 727, 1985) kutipan
dalam Brunner & Suddarth (2002).
9. Penatalaksanaan medis
a) Diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet pada DM adalah:
1. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya harus mengikuti prinsip berikut:
1. Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman
2. Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan dengan komplikasi itu
3. Cukup vitamin dan mineral
1) Tepat jumlah :
Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
Tepat jumlah: karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani .
Penentuan gizi penderita dilaksanakan menurut Brocca:
Catatan: laki-laki
dibawah 160 cm atau perempuan dibawah 150 cm berlaku rumus
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan pasien:
Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30 untuk laki-laki dan 25
untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan Sedang Berat
100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja RT
Bersepeda
Aerobik
Bersepeda
BB idaman= 90% x (tinggi badan dlm cm – 100)x 1 kg
Kerja Lab
Kerja sekertaris
Mengajar
Jalan cepat
Berkebun
Memanjat
Menari, lari
Sepak bola
Tennis
Kerja ringan tambah 10% dari kebutuhan basal
Pada pasien kurus : 2300-2500 Kcal
Pada pasien normal: 1700-2100 Kcal
Pada pasien gemuk: 1300-1500 Kcal
Dewasa Kcalori/ kg BB idaman
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25-25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
2) Tepat Jenis
Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang diolah dengan
menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu, sirop. alkohol (Alkohol dapat
memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak
makan).
Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak jenuh , lontong,
ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
3) Tepat jadwal.
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
b) Olah raga.
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan
merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes
dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa
darah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih
banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan
insulin setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi
dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.
Obat-obatan
Indikasi pengobatan insulin:
1. Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar non ketotik
2. Diabetes dengan berat badan kurang
3. Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi dll)
4. Diabetes kehamilan
5. Diabetes tipe 1
6. Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral
Golongan obat-obat DM
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam saluran cerna
sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat
resistensi insulin.
o Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
o Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
o Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.
c) Penyuluhan Kesehatan
Informasi yg perlu diberikan :
1. Patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas
kadar glukosa darah dan efek terapi insulin ,makanan dan stress
2. Pendekatan terapi : cara pemberian insulin,
3. Dasar-dasar diit,
4. Pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
5. Pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.
6. Informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan bagaimana cara
menghubungi dokter.
10. Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang
terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan
koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena
hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya
tinggi.
11. Pencegahan
Upaya pencegahan penyakit diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pencegahan Primer
Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko
tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara :
Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan
dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung
tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi
makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.
Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga
berat badan agar tetap ideal.
Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan
pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat
b. Pencegahan Sekunder
Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga
komplikasi dapat dicegah.
Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin
terutama individu/populasi.
Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.
Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti :
apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa
darah, perencanaan makan, dan olah raga.
c. Pencegahan Tersier
Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi.
Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ.
Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.
12. Epidemologi
Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes Mellitus di
seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan meningkat mencapai
sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes Mellitus lebih dari 220 juta penderita di
tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025.
Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita Diabetes Mellitus
di tahun 2025. Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita. Saat ini penyakit Diabetes
Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita
Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika
Serikat.
Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus Tipe II
merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes Mellitus. Selain
faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak
sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.
Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata 50% dari
jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke
dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.
Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun meninggal
dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing
manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti
jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8
persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
a) Pengkajian
1) Identitas
Nama, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, cenderung meningkat pada
usia > 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli
Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar, jenis kelamin, status, agama, alamat,
tanggal MRS, diagnosa masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi
cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini biasanya
banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan aktivitas fisik yang sedikit.
2) Keluhan utama
(1) Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit
kepala.
(2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional,
penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan berlebih. Biasanya
penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu setelah memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan.
4) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan
hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker,
kontrasepsi yang mengandung estrogen.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi,
koma.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: takikardia, perubahan TD
postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih,
ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare.
5) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa
atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah, pembesaran
tiroid, napas bau aseton.
6) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon
menurun, kejang.
7) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda: pernapsan cepat
dan dalam, frekuensi meningkat.
8) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
9) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang lambat, penggunaan
obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik.
b) Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan adanya keseimbangan
volume cairan dan tidak teijadi syok hipovlemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N.80-88 x/menit, TD: 100-140/80-90 mmHg, S: 36,5- 37°C, RR: 16-
22 x/menit), nadi perifer teraba, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, haluaran urine >1500-1700
cc/hari, kadar elektrolit urin dalam batas normal.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan insulin.
Tujuan: setelahh diberikan tindakan 5x24 jam diharpakan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil:
peningkatan masa otot, nilai Hb normal, dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
mikrovaskular.
Tujuan: setelah diberikan tindakan selama 5x24 jam diharapkan tidak terjadi perubahan persepsi
sensori penglihatan.
Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur atau diplopia, visus 6/6, nilai
laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam batas: natrium: 135-147 meq/l, kalsium: 9-11
mg/dl, kalium: 3,5-5,5 meq/l, klorida: 100-106 meq/l.
4) Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan adanya peningkatan kemampuan dalam
beraktivitas.
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan badannya tidak letih atau berkurang, skala kekuatan otot 5,
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan integritas kulit membaik dan
tidak teijadi perluasan kerusakan.
Kriteria hasil: teijadi perbaikan status metabolik yang dibuktikan oleh gula darah dalam batas
normal, bebas dari drainase purulen, menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka
bersih, tidak terdapat pembengkakan pada luka.
6) Perubahan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan peningkatan keefektifan pola
nafas.
Kriteria hasil: RR: 18-24 x/menit, pernafasan reguler, tidak berbau keton.
7) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat intervestasi
informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan informasi mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya dapat menyebutkan
penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit.
c) Intervensi Keperawatan
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik dapat dimanifestasikan oleh hipotensi,
takikardi, nadi teraba lemah.
(2) Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan membran mukosa.
RJ dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering di kulit sebagai
indikasi penurunan volume pada sel.
(3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
R1 memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB adalah air).
(4) Berikan cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
R/ mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi dan menghindari overload j
antung.
(5) Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah yang manis.
R/ menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masa otot.
(1) Timbang berat badan.
R/ mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang harus
dikonsumsi penderita DM.
(2) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula.
R/ menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk • mengambil glukosa.
(3) Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan Jumlah nutrisi. R/ meningkatkan
partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi.
(4) Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
R/ insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu
memindahkan ke dalam sel.
(5) Kolaborasi dengan ahli diet.
Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori karena kalau tidak terkontrol
akan beresiko hiperglikemia.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan perubahan
kimia endogen.
(1) Pantau TTV dan status mental.
R/ sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi fungsi mental.
(2) Kaji status persepsi penglihatan seperti menggunakan test visus dengan snellen card (apabila
memungkinkan).
R/ untuk mengkaji status persepsi pasien.
(3) Pantau pemasukan elektrolit melalui makanan maupun minuman seperti buah pisang dan
makanan yang mengandung garam.
R/ meningkatkan eksitasi persarafan dan mencegah kelebihan elektrolit seperti natrium
berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
4) Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
(1) Buat perencanaan dengan pasien dan indikasi aktivitas yang menimbulkan keletihan.
R/ aktivitas akan lebih terarah dan menghidari keletihan yang berlebihan.
(2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
R/ memberi kesempatan untuk mencukupkan produksi energi untuk aktivitas.
(3) Pantau nadi, pernafasan, TD, sebelum melakukan aktivitas.
R/ Mengindikasikan tingkat pemenuhan energi dengan tingkat aktivitas.
(4) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari.
R/ membantu menciptakan gambaran nyata dari produksi energi metabolik dan unsur glukosa.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
(1) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk.
R/ mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan terapi pilihan.
(2) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan.
R/ mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka.
(3) Balut luka dengan kasa steril
R/ meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
(4) Kolaborasi pemberian antibiotik.
R/ pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi.
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolik.
(1) Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
R/ mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma.
(2) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
R/ peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan benda keton
dalam tubuh.
(3) Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang berlebihan.
R/ mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak diperoleh dari glukosa melainkan
dari benda keton.
7) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat intervestasi
informasi.
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, prognosa, dan pengobatannya
R/ untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan menghindari kejemuan informasi.
(2) Lakukan pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai rencana pada satuan
acara pembelajaran (SAP).
R/ memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien dan bagi perawat dapat
mengetahui perkembangan pengetahuan pasien dengan pasti.
(3) Diskusikan bersama pasien tentang penyakitnya.
R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat pertimbangan dalam memilih
gaya hidup.
(4) Tinjau ulang program pengobatan.
R/ pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
8) Ketidakpatuhan pada diet rendah kalori yang berhubungan dengan ketidak sesuaian penyiapan
makanan khusus dan kurangnya dukungan keluarga.
(1) Tentukan alasan tingkah laku yang mengganggu pengobatan.
R/: Berbagai faktor mungkinterlibat dalam tingkah laku yang menggunggu rejimen pengobatan.
(2) Bantu pasien dan keluarga memahami kebutuhan untuk mengikuti penanganan sesuai
program dan konsekuensi akibat ketidakpatuhan.
R/: Memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang / kedalam konsep. Memastikan
bahwa pasien/orang terdekat memiliki informasi yang akurat/aktual untuk membuat pilihan-
pilihan.
(3) Berikan instruksi tertulis tentang manfaat dan lokasi aktivitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan keperluan.
R/: memudahkan pasien untuk melaksanakan diet dan mengarahkan pasien kemana harusnya
bertanya bila mengalami kesulitan dalam menjalankan diet,
(4) Konsultasikan dengan tim kesehatan lain tentang perubahan yang mungkin dalam program
pengobatan untuk mendukung kepatuhan pasien.
R/: pasien yang setuju akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan akan lebih mampu beker
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medlkal - Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC.
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tjokronegoro, Aijatmo (1996). Buku Ajar Urnu Penyakit Dalam Jilid I.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc
Jakarta: EGC.