ASKEP CEDERA KEPALA

73
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekinder akibat cedera. Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak neuron tidak dapat di perbaiki lagi(Sylvia Anderson,2005:1171). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologic yang serius diantara penyakit neurologic dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahun akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 orang mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 orang dan 90.000 orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia Page 1

description

Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekinder akibat cedera. Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak neuron tidak dapat di perbaiki lagi(Sylvia Anderson,2005:1171).

Transcript of ASKEP CEDERA KEPALA

Page 1: ASKEP CEDERA KEPALA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.

Sebagian masalah merupakan  akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya

terjadi sekinder akibat cedera. Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit

dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut

(yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak neuron tidak dapat di perbaiki

lagi(Sylvia Anderson,2005:1171).

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera

kepala paling sering dan penyakit neurologic yang serius diantara penyakit

neurologic dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan

raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahun  akibat cedera kepala,

dan lebih dari 700.000 orang mengalami cedera cukup berat yang memerlukan

perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 orang dan 90.000

orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang

menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari

kasus ini berusia di bawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari

wanita. Adanya kadar alcohol dalam darah deteksi lebih dari 50% pasien cedera

kepala yang di terapi di ruang darurat. Lebih dari setengah dari semua pasien

cedera kepalanberat mempunyai signifikan terhadap cedera bagian tubuh

lainnya. Adanya syok hipovolemik pada pasien cedera kepala biasanya karena

cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami cedera

kepala adalah kerusakan otot akibat perdarahan atau pembengkakan otak

sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan

intracranial.(Smeltzer dan Suzanne, 2001:2209).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3). Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2

Page 1

Page 2: ASKEP CEDERA KEPALA

juta jiwa nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor,

diperkirakan sekitar 0,3-0,5% mengalami cedera kepala. Di Indonesia

diperkirakan lebih dari 80% pengendara kendaraan mengalami resiko

kecelakaan. 18% diantaranya mengalami cedera kepala dan kecederaan

permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak terlepas dari makin

mudahnya orang untuk memiliki kendaraan bermotor dan kecelakaan

manusia(Shell,2008).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana dan seperti apakah cedera otak itu?

2. Bagaimanakah proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien

dengan cedera otak?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui tentang cedera otak.

2. Untuk mengetahui proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien

dengan cedera otak.

Page 2

Page 3: ASKEP CEDERA KEPALA

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian

Banyak Istilah yang dipakai dalammenyatakan suatu trauma atau cedera

pada kepala di Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah

cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu

trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena

memakai gradasi respon Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan

yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal

neuroanatomi, neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar

kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang

didapat bisa sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan

asuhan pada klien dengan cedera kepala.

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara

anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut , kulit kepala, serta tulang dan

tentorium (helm) yang membungkusnya.

Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki

lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.

Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya

timbul sekunder dari cedera.

Efek efek ini Harus dihindari ddan ditemukan secepatnya oleh perawat

untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental

dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit

neurologis yang serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan pproporsi

Page 3

Page 4: ASKEP CEDERA KEPALA

epedemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan dua per tiga korban

dari kasus ini berusia dibawah 30 ttahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak

dari wanita lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat

mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanyak Syok

Hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubh

lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan

otak akibat pendarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap

cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

Pada beberap literature terakhir dapat disimpulkan bahwa cedera kepala

atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa

diikuti kontinuitas otak.

Berdasarkan GCS, cedera kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi

tiga gradasi, yaitu:

1. Cedera kepala ringan/ cedera otak ringan, bila GCS: 13-15

2. Cedera kepala sedang/ cedera otak sedang bila GCS: 9-12

3. Cedera kepala berat/ cedera otak berat bila GCS kurang atau sama dengan 8

Pada klien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misalnya oleh

karena afasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua

mata edema berat sehingga tidak dapat dinilai reaksi membuka matanya maka

reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika klien dilakukan

trakeostomi ataupun dilakukan inkubasi maka reaksi verbal dinilai “T”.

Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi

trauma oleh benda atau serpihan yang menembus jaringan otak, efek dari

kekuatan atau energy yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan

perlambatan (Akselerasi-deselerasi) pada otak.

Page 4

Page 5: ASKEP CEDERA KEPALA

2.2 Etiologi

Penyebab mengenai hal ini terutama pada trauma otak primer yaitu

terjadi disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung (aselerasi/

deselerasi otak) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui

akson ) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau

hipotensi sistematik. Adapun penyebab lain dari cedera otak diantaranya

adalah:

Menurut Masjoer Arif(2000) yaitu :

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.

Spasme pembuluh darah intrakranial.

Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.

Gejala depresi

Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu

Tertimpa benda keras.

Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :

Kecelakaan lalu lintas.

Terjatuh

Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.

Olah raga

Benturan langsung pada kepala.

Kecelakaan industri.

Luka, dan

Persalinan.

Page 5

Page 6: ASKEP CEDERA KEPALA

Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi

cedera kepala adalah:

Kecelakaan lalu lintas

Jatuh

Pukulan

Kejatuhan benda

Kecelakaan kerja atau industri

Cedera lahir

Luka tembak

Menurut Bunner dan Suddart (2000), Cedera kepala dapat disebabkan

oleh dua hal, yaitu :

Benda tajam, dimana dapat menyebabkan cedera setempat

Benda tumpul dimana dapat menyebabkan cedera keseluruhan.

Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :

1) Lokasi,

2) Kekuatan,

3) Fraktur infeksi/kompresi,

4) Rotasi,

5) Delarasi dan deselarasi.

Menurut Satyanegara,(1998:148)

Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua

mekanisme dasar yaitu:

a. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau

menabrak sesuatu obyek atau sebaliknya

b. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa

guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan

maupun yang bukan karena pukulan

Page 6

Page 7: ASKEP CEDERA KEPALA

Menurut Smeltzer (2001 : 2210; Long, 1996 : 203)

Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak,

misalnya tertembak peluru / benda tajam.

Trauma tumpul.

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat

sifatnya.

Cedera akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh

pukulan maupun bukan dari pukulan.

Kontak benturan (Gonjatan langsung).

Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek.

Kecelakaan lalu lintas

Jatuh

Kecelakaan industri

Serangan yang disebabkan karena olah raga

Perkelahian

2.3 Patogenesis

Metabolisme otak normal

Berat otak manusia normal kerkisar antara 1200 - 1400 gram,

merupakan 2% dari berat badan total manusia. Dalam keadaan istirahat otak

memerlukan oksigen sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan oksigen tubuh dan

memerlukan 70% glukosa tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi

tersebut disertai dengan aktifitas metabolik otak yang terjadi secara terus

menerus memerlukan aliran darah yang konstan kedalam otak, sehingga otak

memerlukan makanan yang cukup dan teratur. Dalam setiap menit, otak

memerlukan 800 cc oksigen dan 100 mgr glukosa sebagai sumber energi.

Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam beberapa menit akan

menimbulkan adanya gangguan pada jaringan otak yang bervariasi dari ringan

hingga yang berat berupa kematian sel otak.

Page 7

Page 8: ASKEP CEDERA KEPALA

Secara normal otak memerlukan glukosa untuk menghasilkan energi

melalui proses glikolisis dan siklus kreb serta membutuhkan ± 4 x ATP

/menit. Kecepatan metabolisme diotak adalah 30 μ mol/100 gr otak/menit atau

5mg/100 gr otak/menit. Kecepatan metabolisme oksigen di otak adalah 165 μ

mol/ 100 gr otak/ menit. Metabolisme glukosa terutama terjadi di mitokondria

yang akan menghasilkan senyawa fosfat berenergi tinggi seperti ATP. Maka

jaringan otak sangat rentan terhadap gangguan suplai glukosa dan oksigen.

Kebutuhan glukosa dan oksigen dihantarkan melalui aliran darah secara

konstan. Neuro-neuro otak mendapatkan seluruh sediaan energi dari

metabolisme oksidatif glukosa. Untuk melakukan fungsi-fungsinya, otak

memerlukan seperempat kebutuhan oksigen yang digunakan oleh tubuh per

menit.

Metabolisme aerob glukosa sangat efektif untuk menghasilkan energi

yang diperlukan. Satu molekul glukosa 38 molekul ATP, sedangkan

metabolisme anaerob hanya menghasilakannya ion laktat yang menghasilkan

perubahan pH intrasel.

Kebutuhan otak secara umum adalah konstan, tetapi secara lokal

bervariasi dan mampu beradaptasi terhadap pasokan darah. Hal ini mencegah

perubahan-perubahan yang mungkin timbul yang mungkin timbul dalam

tekanan perfusi yang dipengaruhi oleh sistem sirkulasi sentral dengan

autoregulasi. Hal ini dapat dicapai melalui kontraksi otot polos terhadap

berbagai tingkat resistensi arteri dan arteriole sesuai dengan tekana luminal. Hal

ini diduga akibat respon langsung mekanisme distensi dari otot polos atau suatu

reflek neurogenik sistem simpatis. Melalui autoregulasi yang memungkinkan

neuron dapat dipertahankan aliran darah otak total diatas rentang yang luas dari

tekanan perfusi.

Dalam keadaan normal, aliran darah otak pada orang dewasa antara 50-

55 mL/100 gr otak / menit. Bila aliran darah otak turun hingga kurang dari 18

ml/100 gr otak/menit merupakan ambang bawah gagalnya pompa ion.

Page 8

Page 9: ASKEP CEDERA KEPALA

2.4 Patologis

Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan

menjadi fokal dan difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul

bersamaan. Alternatif yang lain menggolongkan kerusakan otak menjadi primer

(terjadi sebagai dampak) dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal yang

menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).

Patologi Trauma Kepala

Patologi trauma kepala sangat bergantung pada bagian anatomis yang kepala

yang mengalami trauma ;

a. Laserasi pada kulit kepala, dapat menimbulkan perdarahan hebat karena

di kepala terdapat banyak pembuluh darah

b. Fraktur tengkorak ;

Fraktur linier, ringan atau hebat. Fraktur linear yang melibatkan rongga

udara perinasal dapat menimbulkan rhinore atau othore ari cairan cerebro

spinalis sedangkan faktur linear yang terbuka lebar dapat menimbulkan

herniasi. Fraktur linear dapat merobek pembuluh darah yang melewati tulang

tengkorak sehingga dapat terjadi perdarahan epidural atau subdural

Fraktur depresi ; depresi lebih dari 3mm dapat menimbulkan kerusakan

otak disamping sebagai akibat tekanan perdarahan

Fraktur dasar tengkorak dapat mengakibatkan rhinore atau otore

c. Perdarahan pada selaput otak ; trauma kepala dengan atau tanpa fraktur

dapat menimbulkan robekan pembuluh darah yang terdapat pada

duramater. Jenis perdarahan tersebut adalah :

Perdarahan epidural (antara tulang tengkorak dengan duramater).

Perdarahan yang terperangkap dalam tulang tengkorak kemudian menimbulkan

tekanan pada otak, hingga menekan nervus kranialis ketiga sehingga terjadi

Page 9

Page 10: ASKEP CEDERA KEPALA

dilatasi pupil pada sisi yang sama. Penekanan hemisfer berlanjut pada

penekanan batang otak sehingga berpindah pada sisi yang berlawanan.

Perpindahan yang cukup jauh menimbulkan defisit neurologi pada sisi yang

berlawanan(kontralateral) yang tidak dapat diperbaiki dan kematian.

Perdarahan epidural dapat berkembang sangat lambat. Mula-mula pasien tidak

sadar kemudian sadar tanpa tanda/gejala gangguan neurologis. Karena

perdarahan berlanjut maka pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, dari

mengantuk, sampai koma.

Perdarahan subdural (antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan

subdural dapat diklasifikasikan menjadi akut, sub akut, dan kronis. Perdarahan

akut karena trauma kepala yang hebat. Perdarahan sub akut terjadi setelah 1-15

hari trauma. Perdarahan kronik dapat terjadi pada anak-anak dan usila

d. Cedera otak, dapat berupa komotio, yaitu;hilangnya kesadaran untuk

sementara waktu tanpa kerusakan organ. Kontusio(memar otak);

hialngnya kesadaran sebagai akibat kerusakan yang jelas pada jaringan

otak, berupa edema, dan peningkatan tekanan intracranial

2.5 Klasifikasi Cedera Otak

1.Trauma kepala juga dapat di kategorikan menurut keadaan pasca trauma :

a. Tertutup

Merupakan hasil dari trauma accelerasi/decelerasi. Trauma ini

melibatkan struktur dalam kepala seperti substansi otak, CSF dan seluruh

pembuluh darah. Selama proses akselerasi / deselerasi akan menimbulkan

kerusakan di beberapa tempat. Saat terjadi benturan. Saat terjadi benturan otak

bergerak, hal ini dapat menyebabkan adanya luka pada jaringan otak, kerusakan

pembuluh darah dan syaraf yang kemungkinan akan terjadi perputaran otak.

Trauma kepala tertutup ini bisa menyebabkan:

Page 10

Page 11: ASKEP CEDERA KEPALA

1) Confusion dengan karakteristik hilang kesadaran yang terjadi dalam

waktu singkat.

2) Confusion yang bisa beraikbat pada memar pada jaringan otak.

3) Laserasi dapat terjadi pada pembuluh darah dan akan memicu untuk

terjadinya terdarahan sekunder

b. Terbuka

Keadaan ini terjadi apabila kepala berbenturan dengan benda tajam

seperti pisau, peluru sehingga luka menghubungkan antara udara luar dengan

isi rongga kepala. Kerusakan yang terjadi tergantung pada kecepatan objek

yang menembus tulang tengkorak dan lokasi otak yang terkena objek. Jika

kecepatan objek tinggi makan akan menghasilkan tenaga perusak yang lebih

besar dan akan berakibat.

2. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan Glascow coma scale ( GCS)

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif

kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya

penderita cedera kepala:

a. Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari

30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak,

tidak ada kontusio cerebral maupun hematoman.

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30

menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

Page 11

Page 12: ASKEP CEDERA KEPALA

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau

terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi

atau hematoma intracranial.

3. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan morfologi pencitraan atau radiologi

Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa,

2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi :

a. Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI --- Difus axonal injury

adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti

permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun

serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi)

dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer

(komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih

disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti

permukaan .

b. Kontsuio cerebri --- Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal

otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi.

Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah

adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan

besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang

terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.

Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim

otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai

kepala.

c. Edema cerebri --- Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler

akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya

kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada

daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan

Page 12

Page 13: ASKEP CEDERA KEPALA

karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan

hipovolemik.

d. Iskemia cerebri --- Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke

bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri

berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit

degeneratif pembuluh darah otak.

Page 13

Page 14: ASKEP CEDERA KEPALA

2.6 Patofisiologi

Page 14

Tahanan vaskuler sistemik

Gangguan autoregulasi

Trauma Kepala

1.Tik meningkat

Kebocoran cairan kapiler

Tulang Kepala

Fraktur LinearFraktur Communited

Fraktur DepressedFraktur Basis

Jaringan Otak

KomusioHematoma

EdemaKontusio

Respons fisiologis otak

Tek.pemb.darah pulmonal

Rangsangan simpatis

Kerusakan sel otak

Cedera otak sekunder

Hematoma pada kulit

Tekanan Hidrostatik

Cedera Otak

Kulit Kepala

Edema paru

Curah jantung menurun

Cedera otak primerRinganSedangBerat

3.Gangguan pola napas

Difusi terhambat

5. Intake Nutrisi Tidak Adekuat

Mual, Muntah

Katekolamin

Sekresi Asam Lambung

Kelainan Metabolisme

Hipoksemia Serebral

Gangguan KesadaranGangguan TTV

Kelainan Neurologis

Aliran darah ke otak

Gangguan Metabolisme

2. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral

Hipoksemia, Hiperkapnea

4.Gangguan Perfusi Jaringan

Stress Lokalis

Edema Otak

Produksi Asam Laktat

Page 15: ASKEP CEDERA KEPALA

2.7 Manifestasi klinis                                                                                         

Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal bergantung pada jumlah

dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya

menunjukan adanya fraktur.

Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan

karena alasan ini diagnosis akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan

dengan sinar-x.

Fraktur dasar tengkorak cederung melintasi sinus paranasal pada tukang

frontal atau lokasi tulang telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan

hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dari konjungtiva.

Suatu area ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (tanda

battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CCS keluar dari telinga

(rinorea serebrospinal). Keluarnya cairan serebrospinal merupakan masalah

serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme

masuk kedalam isi kranial melalui hidung, telinga atau sinus melalui robekkan

pada dura. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.

2.8 Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematom

intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. (Brunner & Suddarth,

2002 : hal. 2215)

a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena

ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun peningkatan

volume oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma.

b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui

atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark,

kerusakan otak ireversibel, dan kematian.

c. Defisit neurologik dan psikologik

d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)

Page 15

Page 16: ASKEP CEDERA KEPALA

e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,

abses otak)

f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat

badan)

Menurut Arief Mansjoer (2000), komplikasi dari cedera kepala berat,

yaitu:

a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup.

b. Fistel karotis kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksolftalmus, kemosis,

dan bruit orbita, dapat segera timbul atau beberapa hari setelah cedera.

c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai

hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.

d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dini(minggu

pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

Menurut Eka J. Wahjoepramono (2005 : 90) antara lain :

a. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi

Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang

terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas,

atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat

berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami

hipoksia.

b. Edema Serebral

Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan.

Edema serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di

dalam rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini

akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang

selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan otak.

Page 16

Page 17: ASKEP CEDERA KEPALA

c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu

pada perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada

perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan

dapat pula akibat terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri.

d. Herniasi Jaringan Otak

Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena

adanya hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan

intrakranial. Sampai batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun

bila tekanan semakin tinggi akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah

komplikasi berupa pergeseran dari struktur otak tertentu kearah celah-celah

yang ada.

e. Infeksi

Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan

memiliki resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh

lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya Meningitis,

Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses

otak.

f. Hidrisefalus

Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang

cukup sering terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.

Menurut (Tarwoto&Wartonah, 2007, hal 129) diantaranya :

1. Deficit neurologi fokal,

2. Kejang,

3. Pneumonia,

4. Perdarahan gastrointestinal,

5. Disritmia jantung,

6. Syndrome of inappropriate secretion of antideuretic hormone ( SIADH),

7. Hidrosefalus

8. Kerusakan control respirasi,

Page 17

Page 18: ASKEP CEDERA KEPALA

9. Inkontinensia bladder dan bowel

Adapun komplikasi pada klien cedera otak juga akan mengalami

kemunduran pada kondisi klien, yang diakibatkan dari perluasan hematoma

intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari cedera

kepala adalah:

1.      Peningkatan TIK

Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh

hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan

dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah

tingkat kritis (60 mmHg) yang berakibat kerusakan otak iskemik.

Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang

signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan

metode yang lebih akurat dan non invasive.

Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi

yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan

prognosis.

TIK yang normal: 5-15 mmHg

TIK Ringan : 15 – 25 mmHg

TIK sedang : 25-40 mmHg

TIK berat : > 40 mmHg

Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari

ventrikulus lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak kemudian dialirkan

langsung ke rongga sub arachnoid untuk diabsorpsi lewat vili arachnoid di

sagitalis.

Pengikatan / penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF

60%. Produksi CSF 0,3 – 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada

volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi ada 3 kali penggantian CSF selama

sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan tidak tergantung tekanan. Variasi

pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF.

Absorpsi CSF secara langsung dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat

utama penyerapan CSF, vili arachnoidalis (merupakan suatu katub yang diatur

Page 18

Page 19: ASKEP CEDERA KEPALA

oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak / jika tekanan sinus vena meningkat,

maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi

terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Kalau aliran CSF

tersumbat mengakibatkan hidrocephalus tipe obstruktif.

2.      Iskemia

Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat

menyebabkan perubahan fungsional pada sel normal.

Otak merupakan jaringan yang paling peka terhadap iskemia hingga

episode iskemik yang sangat singkat pada neuron akan menginduksi

serangkaian lintasan metabolisme yang berakhir dengan apoptosis. Iskemia

otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu iskemia global dan fokal. Pada

iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh cervical mengalami

gangguan sirkulasi darah yang segera pulih beberapa saat kemudian. Pada

iskemia fokal, sirkulasi darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya

terhambat oleh gumpalan trombus sehingga memungkinkan terjadi reperfusi.

Simtoma terhambatnya sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular

occlusion.(Wikipedia.org)

3.      Perdarahan otak

-  Epidural hematom:

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater

akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang

terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena

itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari.

Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,

hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian

dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

-  Subdural hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi

akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena

yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.

Page 19

Page 20: ASKEP CEDERA KEPALA

Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat

terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,

berfikir lambat, kejang dan edema pupil.

-   Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,

kapiler, vena.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi

pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

-   Perdarahan subarachnoid:

Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh

darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese,

dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.(Smeltzer, 2001; Tucker, 1998)

4.      Kejang pasca trauma.

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di

awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7

hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,

epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

5.      Demam dan mengigil :

Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan

memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek

sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis.

Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.

6.      Hidrosefalus:

Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non

komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala

dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat

penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan

muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.

Page 20

Page 21: ASKEP CEDERA KEPALA

7.      Spastisitas :

Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada

kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk

ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada :

Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam

posisioning.

Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder

dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin,

botulinum, benzodiasepin

8.      Agitasi

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal

dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi

juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi

sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan

antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin

dan terapi modifikasi lingkungan.

9.      Mood, tingkah laku dan kognitif

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding

gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons

Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan

kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %,

gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%.

Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.

Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk

perbaikan gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien

dengan problem gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte).

Dopamine, amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan

fungsi luhur. Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam

12 minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi

pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala, pre morbid dan

gangguan tingkah laku dapat membaik dengan antidepresan.

Page 21

Page 22: ASKEP CEDERA KEPALA

10.  Sindroma post kontusio

Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala

80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun

pertama:

Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah

lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya.kognitif: perhatian, konsentrasi,

memori.Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

2.10 Prognosis

Hasil penanganan cedera kepala traumatik berat sangat terkait dengan

skor GCS awal, ukuran dan reaktivitas pupil, usia, TIK (tekanan >20 mmHg

atau ketidakmampuan menurunkan TIK yang meningkat), massa intracranial,

hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg), dan saturasi O2 vena jugularis

<50%.

Fasilitas rehabilitasi cedera kepala sangat berpengaruh dalam hasil

penanganan pasien. Segera setelah pasien stabil secara medis dan neurologis,

sebaiknya segera dirujuk ke pusat rehabilitasi.

Mortalitas pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg

selama perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg

kematiannya 39%. Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat

mengalami gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama post trauma.

Lamanya koma berhubungan signifikan dengan pemulihan amnesia.

Pemeriksaan penunjang preditor prognosis cedera kepala:

Skor GCS: Penurunan kesadaran pada saat kejadian, penurunan

kesadaran < 30 menit, penurunan kesadaran setelah 30 menit, amnesia < 24

jam.

William, 2001 meneliti 215 cedera kepala : pasien-pasien cedera kepala

sedang dengan komplikasi (CT Scan +) terdapat gangguan fungsi neuropsikiatri

setelah 6 bulan. Rontgen tulang tidak direkomendasikan untuk evaluasi cedera

Page 22

Page 23: ASKEP CEDERA KEPALA

kepala ringan dan sedang dan sensitifitasnya rendah terhadap adanya lesi

intrakranial.

Faktor-faktor yang dapat menjadikan ”Predictor outcome” cedera

kepala adalah: lamanya koma, durasi amnesia post trauma, area kerusakan

cedera pada otak mekanisme cedera dan umur.

Pengukuran outcome:

Beberapa pengukuran outcome setelah cedera kepala yang sering

digunakan antara lain:

Glasgow Outcome Scale (GOS) :

Terdiri 5 kategori, meninggal, status vegetative, kecacatan yang berat,

kecacaatan sedang (dapat hidup mandiri tetapi tidak dapat kembali ke sekolah

dan pekerjaannya), kembali pulih sempurna (dapat kembali bekerja/sekolah).

Dissabily Rating Scale (DRS)

Merupakan skala tunggal untuk melihat progress perbaikan dari koma

sampai ke kembali ke lingkungannya. Terdiri dari 8 kategori termasuk

komponen kesadaran (GCS), kecacatan (activity of daily living, handicap

dalam bekerja).

Fungsional Independent Measure (FIM)

Banyak digunakan untuk rehabilitasi terdiri dari 18 items skala yang

digunakan untuk mengevalusi tingkat kemandirian mobilitas, perawatan diri,

kognitif.

Beberapa pendekatan farmakologi yang digunakan banyak yang tidak

efektif. Strategi terapi masa yang akan datang lebih ditujukan pada fase

hipoperfusi awal antara lain: induksi hipertensi arterial, terapi farmakologi yang

dapat memperbaiki peningkatan resistensi mikrosirkulasi dan terapi hipotermi

yang dapat memproteksi neuron akibat iskemik.

Page 23

Page 24: ASKEP CEDERA KEPALA

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA OTAK

3.1 PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun obyektif pada gangguan

system persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,

lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian

keperawtan cedera kepala anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia

muda), jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering ngebut-ngebutan dengan

motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala

disertai penurunan tingkat kesadaran.

Riwayat Penyakit Sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan

lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian

yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konvulsi,

muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala,

paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung

dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat

kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intracranial. Keluhan

perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat

terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.

Page 24

Page 25: ASKEP CEDERA KEPALA

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila

klien tidak sadar), tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan

alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,

riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,

penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,

konsumsi alcohol berlebihan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi

dan diabetes mellitus.

Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Pengkajian maknisme koping yang digunakan klien untuk menilai

respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran

klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan

akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra

diri).

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami

kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan

konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah

marah, dan tidak kooperatif.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini

memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan

pengobatan memerlukan daan yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan

biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan

kuangan keluarga sehingga factor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi

dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap

Page 25

Page 26: ASKEP CEDERA KEPALA

fumgsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada

gaya hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua

masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam

hubunganya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan

mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan

individu.

Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Keadaan umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran

(cedera kepala ringan/cedera otak ringan GCS 13-15, cedera kepala sedang

GCS 9-12, cedera kepala berat/cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama

dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.

B1 (BREATHING)

Perubahan pada sistem pernapasan tergantung pada gradasi dari

perubahan jaringan selebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil

dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan : Inspeksi, didapatkan

klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu

napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/dada,

pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh

dan kesimerisanya. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya

atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga,

pneumothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang

kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu di nilai : retraksi dari

Page 26

Page 27: ASKEP CEDERA KEPALA

otot-otot interkostal, substernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks

(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot

interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.

Palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan

didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.

Perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan

trauma pada thoraks atau hematothoraks.

Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor,

ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk

yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan

tingkat kesadaran koma.

Pada klien cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pusat

pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien

dirawat di ruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil.

Pengkajian klien cedera otak berat dengan pemasangan ventilator secara

komprehensif merupakan jalur keperawatan kritis.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian

inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil

premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas

tambahan.

Page 27

TIK meningkat

Hipoksemia,Hiperkapnia

Me tahanan vaskular sistemik dan tekanan darah

Rangsang simpatis

Meningkatkan tekanan hidrostatik

Sistem pembuluh darah pelmonal tekanan darah

Edema paru

Peningkatan hambatan difusi -

Page 28: ASKEP CEDERA KEPALA

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)

hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala pada beberapa

keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,

takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan

homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.

Nadi brakikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit

terliht pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.

Hipotensi merupakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal

dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan

merangsang pelepasan antideuretik hormon (ADH) yang berdampak pada

kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air

oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit

meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan

cairan dan

elektrolit pada

sistem

kardiovaskular.

B3 (Brain)

Page 28

Trauma kepala

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Output urine menurun

Konsentrasi elektrolit meningkat

Resiko gangguan keseimbangan dan elektrolit

Page 29: ASKEP CEDERA KEPALA

Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama

disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya

perdarahan baik versifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan

epidural hematoma. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan

lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah

indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persyarafan. Beberapa

sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan

kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya

berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.

Kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Disfungsi ini dapat di tunjukan dalam lapang perhatian

terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang

menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi

mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan di manifestasikan oleh

labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, demam, dan kurang kerja sama.

Hemisfer : cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemisfer sebelah

kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral

sehingga kemungkinan terjatu ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera kepala

pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat

hati-hati, kelainan bidang pandag sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan

mudah frustasi.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I. Pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang merusak

anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi

penciuman/anosmia unilateral atau bilateral.

Page 29

Page 30: ASKEP CEDERA KEPALA

Saraf II. Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan

menurunkan lapangan pengelihatan dan mengganggu fungsi dari nervus

optikus. Perdarahan di ruang intrakranial, terutama hemoragia subarakhnoidal,

dapat disertai dengan perdarahan retina. Anomali pembuluh darah didalam otak

dapat bermanifestasi juga di fundus. Tetapi dari segala macam kelainan di

dalam ruang intrakranial, tekanan intrakranial dapat di cerminkan pada fundus.

Saraf III, IV, dan VI. Gangguan mengangkat kelopak mata terutama

pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus-kasus

trauma kepala dapat di jumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai

tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal

herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran.

Paralisis otot-otot okular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada

trauma kepala terdapat anisokoria di mana bukannya midriasis yang di

temukan, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada

sisi yang lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini di

sebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat

siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif,

sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.

Saraf V. pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis

nervus trigeminus, di dapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah.

Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan.

Saraf VIII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala

ringan biasanya tidak di dapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan

saraf vestibulokoklearis.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran

membuka mulut.

Saraf XI. Biala tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien

cukup baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus.

Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

Page 30

Page 31: ASKEP CEDERA KEPALA

Sistem motorik

Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu

sisi tubuh) adalah tanda yang lain.

Tonus otot, didapatkan menurun sampai hilang.

Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan

otot didapatkan grade 0.

Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena

hemiparase dan hemiplegia.

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau

periosteum derajat refleks pada respons normal.

Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang

lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul

kembali di dahului dengan refleks patologis.

Sistem sensorik

Dapat terjadi hemihipestasi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk

menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual

spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering

terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.

Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propreosepsi

(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta keulitan

dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan audiotirus.

B4 (bladder)

kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk

berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peingkatan retensi cairan dapat terjadi

akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala klien mungkin

mengalami inkontenensia urine karena konfusi, ketidakmamppuan

Page 31

Page 32: ASKEP CEDERA KEPALA

mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mnggunakan

urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol

sfinger urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan

kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.

B5 (bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nanfsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan

peningkaktan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

penurunan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan

peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menurunkan

kerusakan neurologis luas.

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya

lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidrasi.

Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknyadan kualitas bising

usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun

atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi

bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat

tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.

Page 32

Page 33: ASKEP CEDERA KEPALA

Akibat trauma terhadap sistem metabolis

Trauma

Tubuh perlu energi untuk perbaikan

Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen

utama

Hilang nitrogen ↑

Kelelahan/kelemahan fisik

Gambar. Mekanisme perubahan yang terjadi pada klien trauma

memberikan manifestasi pada perubahan status nutrisi tubuh dan kelemahan

fisik secara umum dampak dari trauma kepala.

B6 (Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh

ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban dan turgor kulit. Adanya

perubahan warna kulit, warna kerbiruan menunjukan adanya sianosis. Pucat

pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar

hameoglobin atau syok. Pucat pada klien dan sianosis yang menggunakan

ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning)

pada klien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penuruna aliran

darah portal akibat yang menggunakan respirator hipoksemia. Jaundice (warna

kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat adanya

penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan packed red cells (PRC)

Page 33

Page 34: ASKEP CEDERA KEPALA

dalam jangka waktu lama. Pada klien dengan kulit gelap, perubahan warna

tersebut tidak begitu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat

menunjukan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya

lesi dan dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensorik atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan

masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera

kepala meliputi :

1. CT scan (dengan/tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan

perubahan jaringan otak.

2. MRI

Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral angiography

Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak

sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.

4. Serial EEG

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.

5. Sinar-X

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER

Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.

7. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.

8. CSS

Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarakhnoid.

9. Kadar elektrolit

Page 34

Page 35: ASKEP CEDERA KEPALA

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai penekanan

intrakranial.

10. Screen toxicology

Untuk mendeteksi pengaruh otot yang dapat menyebabkan penurunan

kesadaran.

11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.

12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan

13. Analisa gas darah (AGD/astrup)

Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk

menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan

melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam.

Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain faktor

mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circullation) dan menilai

status neurologis, maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah

mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan

pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma

relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.

Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial yang

meninggi disbabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan

tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat

dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang

mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme serebral.

Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi

endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis.

Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk

mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang

teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.

Page 35

Page 36: ASKEP CEDERA KEPALA

Penatalaksanaan konservatif meliputi:

1. Bedrest total

2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

3. Pemberian obat-obatan

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringannnya trauma

Terapi hiperventilasi (trauma kepaa berat), untuk mengurangi

vasodilatasi.

Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%

atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

4. Makana atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak

dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofsufin,

aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari

kemudian diberikan makanan lunak.

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien

mengalami penurunan kesadaran cenderung terjadi retensi natrium dan

elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa

5% 8 jam pertama, ringer dextrosa8 jam kedua, dan dextrosa 5% 8 jam ketiga.

Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui

nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai

urenitrogennya

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan

desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya pendarahan

baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural

hematoma.

Page 36

Page 37: ASKEP CEDERA KEPALA

2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada

pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru

yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan

perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.

3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan

metabolism.

4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya

endotracheal/tracheostomy tube dan paralisis/kelemahan neuromuscular.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Risiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak

ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik

bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada

klien.

Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala,

mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat pepiledema. TTV dalam

batas normal.

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri

Kaji factor penyebab dari

situasi/keadaan individu/penyebab

koma/penurunan perfusi jaringan dan

kemungkinan penyebab peningkatan

TIK

Deteksi dini untuk

memprioritaskan intervensi,

mengkaji status neurologis/tanda-

tanda kegagalan untuk menentukan

perawatan kegawatan atau tindakan

pembedahan.

Memonitor tanda-tanda vital

tiap 4 jam.

Suatu keadaan normal bila

sirkulasi serebral terpelihara

dengan baik atau fluktuasi ditandai

Page 37

Page 38: ASKEP CEDERA KEPALA

dengan tekanan darah sistemik,

penurunan dari autoregulator

kebanyakan merupakan tanda

penurunan difusi local vaskularisasi

darah serebral. Dengan peningkatan

tekanan darah (diastolik) maka

dibarengi dengan peningkatan

tekanan darah intracranial. Adanya

peningkatan tekanan darah,

bradikardi, distrimia, dispnea

merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK

Evaluasi pupil, amati ukuran,

ketajaman, dan reaksi terhadap cahaya.

Reaksi pupil dan

pergerakan kembali dari bola mata

merupkan tanda dari gangguan

nervus/saraf jika batang otak

terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh

saraf III cranial (okulomotorik)

yang menunjukan keutuhan batang

otak, ukuran pupil menunjukan

keseimbangan antara parasimpatis

dan simpatis. Respons terhadap

cahaya merupakan kombinasi

fungsi dari saraf cranial II dan III.

Monitor temperature dan

pengaturan suhu lingkungan.

Panas merupakan refleks

dari hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan metabolisme dan O2

akan menunjang peningkatan

TIK/ICP (Intracranial Pressure).

Page 38

Page 39: ASKEP CEDERA KEPALA

Pertahankan kepala/leher pada

posisi yang netral, usahakan dengan

sedikit bantal. Hindari penggunaan

bantal yang tinggi pada kepala.

Perubahan kepala pada

satu sisi dapat menimbulkan

penekanan pada vena jugularis dan

menghambat aliran darah otak

(menghambat drainase pada vena

serebral), untuk itu dapat

meningkatkan tekanan intracranial.

Berikan periode istirahat antara

tindakan perawatan dan batasi lamanya

prosedur.

Tindakan yang terus-

menerus dapat meningkatkan TIK

oleh efek rangsangan kumulatif.

Ketidakefektifannya pola pernapasan yang berhubungan dengan

depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru

yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan

CO2 kegagalan ventilator.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah intervensi adanya

peningkatan, pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif,

mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-

faktor penyebab.

Intervensi Rasionalisasi

Berikan posisi yang

nyaman, biasanya dengan

peninggian kepala tidur tidur.

Balok ke sisi yang sakit. Dorong

klien untuk duduk sebanyak

mungkin.

Meningkatkan inspirasi

maksiamal, meningkatkan ekspansi paru

dann ventilasi pada posisi yang tidak sakit.

Observasi fungsi Distress pernapasan dan perubahan

Page 39

Page 40: ASKEP CEDERA KEPALA

pernapasan, catat frekuensi

pernapasan, dispnea, atau

perubahan tanda-tanda vital.

pada tanada vital dapat terjadi akibat stress

fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan

terjadinya syok sehubungan dengan

hipoksia.

Jelaskan pada klien

bahwa tindakan tersebut

dilakukan untuk menjamin

keamanan.

Pengetahuan apa yang diharapkan

dapat mengurangi ansietas dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap

rencana terapeutik.

Jelaskan pada klien

tentang etiologi/factor pencetus

adanya sesak atau kolaps paru-

paru.

Pengetahuan apa yang diharapkan

dapat mengembangkan kepatuhan klien

terhadap rancana terapeutik.

Pertahankan perilaku

tenang, bantu klien untuk

kontrol diri, dengan

menggunakan pernapasan lebih

lambat dan dalam.

Membantu klien mengalami efek

fisiologi hipoksia, yang dapat

dimanifestasikan sebagai

ketakutan/ansietas.

Periksalah alarm pada

ventilator sebelum difungsikan.

Jangan mematikan alarm.

Ventilator yang memilki alarm

yang bisa dilihat dan didengar misalnya

alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya

tekanan oksigen.

Taruhlah kantung

resusitasi disamping tempat

tidur dan manual ventilasi untuk

sewaktu-waktu dapat digunakan.

Kantung resusitasi/manual

ventilasi sangat berguna untuk

mempertahankan fungsi pernapasan jika

terjadi gangguan pada alat ventilator secara

mendadak.

Bantulah klien untuk

mengontrol pernapasan jika

Melatih klien untuk mengatur

napas seperti napas dalam, napas pelan,

Page 40

Page 41: ASKEP CEDERA KEPALA

ventilator tiba-tiba berhenti. napas perut, pengaturan posisi, dan teknik

relaksasi dapat membantuk

memaksimalkan fungsi daari sistem

pernapasan.

Perhatikan letak dan

fungsi ventilator secara rutin.

Pengecekan konsentrasi oksigen,

memeriksa tekanan oksigen

dalam tabung, monitor

manometer untuk menganalisis

batas/kadar oksigen.

Mengkaji tidal volume

(10-15 ml/kg). Periksa fungsi

spirometer.

Memerhatikan letak dan fungsi

ventilator sebagai kesiapan perawat dalam

memberikan tindakan pada penyakit primer

setelah menilai hasil disgnostik dan

menyediakan sebagai cadangan.

Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain : Dengan dokter,

radiologi, dan fisioterapi.

Pemberian

antibiotik.

Pemberian

analgesik.

Fisioterapi dada.

Konsul foto

thoraks.

Kolaborasi dengan tim kesehatan

lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi

klien atas pengembangan parunya.

Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya

endotracheal/ tracheostomy tube dan paralisis/ kelemahan neuromuskular.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam terjadi perilaku dalam menerapkan

Page 41

Page 42: ASKEP CEDERA KEPALA

komunikasi efektif.

Kiteria : Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai

kebutuhan.

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri

Kaji kemampuan klien untuk

berkomunikasi

Berbagia macam alasan untuk

menunjang selama pemasangan

ventilator sangat bervariasi seperti

klien dapat member isyarat dan

menggunakan tulisan (misalnya klien

COPD dengan kemampuan yang

kurang) atau kelemahan, comatose,

atau paralisis. Komunikasi dengan

klien ini bersifat individual.

Menentukan cara-cara komunikasi

seperti mepertahankan kontak

mata, pertanyan dengan jawaban ya

atau tidak, menggunakan kertas dan

pensil/bolpoin, gambar, atau papan

tulis: bahasa isyarat, perjelas arti

dari komunikasi yang disapaikan.

Mempertahankan kontak mata akan

membuat klien interest selama

komunikasi. Jika klien dapat

menggerakkan kepala, mengedipkan

mata, atau senang dengan isyarat-

isyarat sederhana, lebih baik dengan

menggunakan pertanyaan ya/tidak

Kemampuan menulis kadang- kadang

melelahkan klien, selain itu dapat

mengakibatkan frustasi dalam upaya

memenuhi kebutuhan komunikasi.

Keluarga dapat bekerja sama untuk

membantu memenuhi kebutuhan klien.

Pertimbangkan bentuk komunikasi

bila terpasang kateter intravena.

Kateter intravena yang terpasang di

tangan akan mengurangi kebebasan

menulis/memberi isyarat.

Letakkan bel/lampu panggilan di Ketergantungan klien pada ventilator

Page 42

Page 43: ASKEP CEDERA KEPALA

tempat yang mudah dijangkau dan

berikan penjelasan cara

menggunakannya. Jawab panggilan

tersebut dengan segera. Penuhi

kebutuhan klien. Katakana kepeda

klien bahwa perawat siapmembantu

jika dibutuhkan.

akan lebih baik dan rileks, perasaan

aman, dan mengerti bahwa selama

menggunakan ventilator, perawat akan

memenuhi segala kebutuhannya.

Buatlah catatan di kantor

perawatan tentang keadaan klien

yang tak dapat berbicara.

Mengingatkan staf perawat untuk

berespons dengan klien selama

memberikan perawatan.

Anjurkan keluarga/orang lain yang

dekat dengan klien untuk berbicara

dengan klien, memberikan

informasi tantang keluarganya, dan

keadaan yang sedang terjadi.

Keluarga/SO dapat merasakan akrab

dengan klien berada dekat klien

selama berbicara, dengan pengalaman

ini dapat membantu/memoertahankan

kotak nyata seperti merasakan

kehadiran anggota keluarga yang dapat

mengurangi perasaan kaku/janggal.

Kalaborasi

Evaluasi kebutuhan komunikasi

(berbicara) selama memakai

Tracheostomy tube

Klien dengan pengetahuan dan

keterampilan yang adekuat memiliki

kemampuan untuk menggerakkan

Tracheostomy tube bila berbicara.

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan

metabolisme.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh,

memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan

Page 43

Page 44: ASKEP CEDERA KEPALA

laboratorium.

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri : Evaluasi kemampuan makan

klien.

Klien dengan tracheostomy tube

mungkin sulit untuk makan,

tetapi klien dengan endotracheal

tube dapat menggunakan mag

slang atau member makan

parenteral.

Observasi/timbang berat badan jika

memungkinkan.

Tanda kehilangan berat badan (7-

10%) dan kekurangan intake

nutrisi menunjang terjadinya

masalah metabolisme, kandungan

glikogen dalam otot, dan

kepekaan terhadap pemasangan

ventilator.

Monitor keadaan otot yang menurun dan

kehilangan lemak subkutan.

Menunjang indikasi kekurangan

energy otot dan mengurangi

fungsi otot-otot pernapasan.

Catat pemasukan per oral jikia

diindikasikan. Anjurkan klien untuk

makan.

Nafsu makan biasanya berkurang

dan nutrisi yang masuk pun

berkurang. Menganjurkan klien

memilih makanan yang disenangi

dapat dimakan (bila sesuai

anjuran)

Berikan makanan kecil dan lunak. Mencegah terjadinya kelelahan,

memudahkan masuknya

makanan, dan mencegah

Page 44

Page 45: ASKEP CEDERA KEPALA

gangguan pada lambung.

Kajilah fungsi sistem

gastrointestinalyang meliputi suara

bising usus, catat terjadi perubahan di

dalam lambung seperti mual,

muntah.observasi perubahan pergerakan

usus misalnya diare, konstipasi.

Fungsi sistem gastrointestinal

sangat penting untuk

memasukkan makanan.

Ventilator dapat menyebabkan

kembung pada lambung dan

pendarahan lambung.

Anjurkan permberian cairan 2500

cc/hari selama tidak terjadi gangguan

jantung.

Mencegah terjadinya dehidrasi

akibat penggunaan ventilator

selama tidak sadar dan mencegah

terjadinya konstipasi.

Kolaborasi

Aturlah diet yang diberikan sesuai

keadaan klien.

Diet tinggi kalori, protein,

karbohidrat, sangat diperlukan

selama pemasangan ventilator

untuk mempertahankan fungsi

otot-otot respirasi. Karbohidrat

dapat berkurang dan penggunaan

lemak meningkat untuk

mencegah terjadinya produksi

CO2 dan pengaturan sisa

respirasi.

Lakukan pemeriksaan laboratorium yang

diindikasikan seperti serum, transferin,

BUN/Creatine dan glukosa.

Memberikan informasi yang tepat

tentang keadaan nutrisi yang

dibutuhkan klien.

3.4 IMPLEMENTASI

Page 45

Page 46: ASKEP CEDERA KEPALA

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk perilaku

yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat

sesuai dengan apa yang direncanakan (Merilynn E. Doenges, 2000).

Implementasi pada klien Cedera Kepala sedang meliputi pencapaian perfusi

jaringan serebral adekuat, status nutrisi adekuat, pencegahan cedera, penigkatan

fungsi kognitif, koping keluarga efektif, peningkatan pengetahuan tentang

proses rehabilitasi dan pencegahan komplikasi (Merilynn E. Doenges, 2000).

3.5 EVALUASI

Hasil yang diharapkan

1. Mencapai atau mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif, ventilasi,

dan oksigenasi otak

a. Tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi napas bormal saat

diauskultasi.

b. Membersihkan dan membuang sekret.

2. Tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan

a. Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal

b. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan dehidrasi

3. Mencapai status nutrisi yang adekuat

a. Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat aspirasi sebelum pemberian

makanan melalui selang lambung

b. Bebas dari distensi lambung dan murah

c. Memperlihatkan penurunan berat badan minimal

4. Menghindari cidera

Page 46

Page 47: ASKEP CEDERA KEPALA

a. Agitasi dan ketidakberdayaan berkurang

b. Dapat berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

5. Mempertahankan peningkatan fungsi kognitif dan meningkatkan memori

6. Anggota keluarga memperlihatkan mekanisme koping yang adaptif

a. Mempunyai hubungan dengan kelompok pendukung

b. Berbagi perasaan dengan tenaga pelayanan

7. Pasien dan anggota keluarga berpatisipasi dalam proses rehabilitasi sesuai

indikasi.

a. Melakukan peran aktif dengan identifikasi tujuan rehabilitasi dalam

berpartisipasi dalam menentukan aktivitas

b. Mempersiapkan keluarga untuk menerima pasien keluar dari rumah sakit

8. Tidak ada komplikasi

a. Mencapai TIK normal, tanda vital dan suhu tubuh normal dan

meningkatkan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang

b. Menggambarkan hasrat untuk berespons terhadap tindakan menurunkan

TIK

BAB 4

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN

Page 47

Page 48: ASKEP CEDERA KEPALA

Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera

otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun

secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respon

Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu

cedera di kepala.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal

neuroanatomi, neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar

kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang

didapat bisa sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan

asuhan pada klien dengan cedera kepala.

           

           

Page 48