Asites

7
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar takni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit pada dasarnya oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik. Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu misalnya underfilling, overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut teori underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. Akibat volune cairan intravaskular menurun. Ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi garam danair melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hari terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi

description

idk

Transcript of Asites

Page 1: Asites

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat

disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum

dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar takni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada

hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan

cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling

sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada

beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin

kompleks. Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit pada

dasarnya oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik.

Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu misalnya

underfilling, overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut teori underfilling asites dimulai

dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.

Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia

akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. Akibat volune

cairan intravaskular menurun. Ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi garam danair

melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan

intravaskular sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang

menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hari terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic

bed, peningkatan volume cairan intravaskular dan curah jantung. Teori overfilling mengatakan

bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma. Akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan

fungsi itu terjadi akibat peningkatan aktivitas hormon anti diuretik dan penurunan aktivitas

hormon natriuretik karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan

kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal menerangkan gangguan

neuroormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori itu adalah teori

vasodilatasi perifer. Menurut teori ini faktor patogenesis penyebab asites yang amayt penting

adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang

sering disebut faktor sistemik.

Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan

terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan vasodilatasi

Page 2: Asites

splanchnic bed oleh vasodilatator endogen. Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti

oleh peningkatan aliran darah akibat vaso dilatasi splanchnic bed menyebabkan hipertensi

porta menjadi menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi terutama

disinusoid dan selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul pada rongga peritoneum.

Vasodilatator endogen yang dicurigai berperan antara lain: glukagon, nitric oxide (NO),

calcitonine gene related peptide (CGRP), endotelin, faktor natriuretik atrial (ANF), polipeptida

vasoaktif intestinal (VIP), prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).

Vasodilatator endogen pada saatnya akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik, terdapat

peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi

dengan meningkatkan aktivitas saraf simpatik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan arginin

vasopresin. Akibat selanjutnya adalah peningkatan reabsorpsi air dan garan oleh ginjal dan

peningkatan indeks jantung.

Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan tampak perut membuncit seperti perut

katak, umbilikus seolah bergerak kearah kaudal mendekati simpisis os pubis. Sering dijumpai

hernia umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak samping

meningkat dan terjadi shifting dullness. Asites yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-

tanda fisik yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khusus misalnya dengan pudle sign untuk

menemukan asites. Pemeriksaan penunjang yang dapat memberiksan informasi untuk

mendeteksi asites adalag ultrasonografi. Untuk menegakkan diagnosis asites, ultrasonografi

mempunyai ketelitian yang tinggi. Parasenstesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap

pasien asites baru. Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang amat penting

untuk pengelolaan selanjutnya, misalnya:

1. Gambaran makroskopik.

Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan dengan keganasan. Warna kemerahan

dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur kapiler peritoneum.

Chillous ascites merupakan tanda ruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah

ke peritoneum.

2. Gradien nilai albumin serum dan asites.

Page 3: Asites

Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya

dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati bahwa gradien dikatakan tinggi

bila nilainya >1,1 gram/dL. Kurang dari nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat

pada asites transudasi dan berhubungan dengan hipertensi porta sedangkan nilai

gradien rendah lebih sering terdapat pada asites eksudat. Konsentrasi protein asites

kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites, misalnya protein asites < 3 gram/dL

lebih sering terdapat pada asites transudat sedangkan konsentrasi protein > 3 gram/dL

sering dihubungkan dengan asites eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena

nilai akurasinya hanya kira-kira 40%

3. Hitung sel.

Peningkatan jumlah sel leukosit menunjukkan proses inflamasi. Untuk menilai asal

infeksi lebih tepat digunakan hitung jenis sel. Sel PMN yang meningkat lebih dari

250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan. Sedangkan peningkatan MN lebih

sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosis.

4. Biakan kuman.

Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang dicurigai terinfeksi.

Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan menghasilkan kuman polimikroba

sedangkan peritonitis bakteri spontan monomikroba. Metoda pengambilan sampel

untuk biakan kuman asites sebaiknya disamakan dengan sampel untuk biakan kumah

dari darah yakni bed side innoculation blood culture bottle.

5. Pemeriksaan sitologi.

Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi asites dengan cara

yang baik memberikan hasil true positive hampir 100%. Sampel untuk pemeriksaan

sitologi harus cukup banyak (kira-kira 200ml) untuk meningkatkan sensitivitas. Harus

diingat banyak tumor penghasil asites tidak melalui mekanisme karsinomatosis

peritoneum sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan sitologi asites.

Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi:

1. Tirah baring.

Page 4: Asites

Tirah baring dapat memperbaiki efektivitas diuretika, pada pasien asites transudat yang

berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut

berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah

baring. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatik dan sistem renin-angiotensin-

aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah baring disini bukan istirahat total di

tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama

beberapa jam setelah minum obat diuretika.

2. Diet.

Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam

perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia ringan sampai sedang

bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam, mengingat

hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat relatif. Jumlah total Na dalah tubuh

sebenarnya diatas normal. Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCl kurang

dari 40 meq/hari tidak diperlukan. Konsentrasi NaCl yang amat rendah justru dapat

mengganggu fungsi ginjal.

3. Diuretika.

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,

misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja di

tubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika

distal lebih rendah daripada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak

berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Efektivitas obat ini bergantung pada

konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang dianjutkan antara

100-600 mg/hari. Jarang diperkukan dosis yang lebih tinggi lagi.

Diuretik loop sering dibutuhkan sebagai kombinasi. Diuretika ini sebenarnya lebih

berpotensi daripada diuretika distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme utama

reabsorpsi air dan natrium adalah hiperaldosteronisme, diuretika loop menjadi kurang

efektif.

4. Terapi parasentesis.

Page 5: Asites

Parasentesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada

mulanya karena berbagai komplikasi, parasentesis asites tidak lagi disukai. Beberapa

tahun terakhir ini parasentesis kembali dianjurkan karena mempunyai banyak

keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan baik. Untuk setiap

liyter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin

parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional tetap

diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan

Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter.

5. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari.

Asites sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati, dengan menyembuhkan

penyakit yang mendasari akan dapat menghilangkan asites. Sebagai contoh adalah

asites pada peritonitis tuberkulosa. Asites yang merupakan komplikasi penyakit yang

tidak dapat disembuhkan memerlukan pengobatan tersendiri. Asites eksudat yang

penyebabnya tidak dapat disembuhkan, misalnua karsinoma peritoneum, sering hanya

dilakukan pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang.