Asd

12
A. Indikator Produktivitas 1. Tabel monokultur No . Uraian PHT Non PHT Padi Organik Padi Organik Padi Non Organik 1. Varietas 64 SS Mentikwangi IR-64 Mikongga 2. Asal Benih produksi sendiri Beli Beli 3. Jarak Tanam 20x20 cm 20x20 cm 20x20 cm 4. Sistem Tanam Konvensional Konvensional Konvensional 5. Jumlah Benih/ha 25-50 kg 20kg/500m2 - 6. Jenis Pupuk yang Digunakan a. Pupuk Organik Pupuk kandang Pupuk Kandang (sampai merata) - b. Pupuk N - - Urea (50kg/250m2) c. Pupuk P - - TSP (15kg/250m2) 7. Umur Panen (hst) 120 hst 105 hst 105 hst 8. Cara Panen Mesin Tradisonal Tradisional 9. Hasil per ha 9-10 ton/ha 2-2,5 ton/500m2 -

description

aaa

Transcript of Asd

A. Indikator Produktivitas1. Tabel monokulturNo.UraianPHTNon PHT

Padi OrganikPadi OrganikPadi Non Organik

1.Varietas64 SSMentikwangiIR-64Mikongga

2.Asal Benihproduksi sendiriBeliBeli

3.Jarak Tanam20x20 cm20x20 cm20x20 cm

4.Sistem TanamKonvensionalKonvensionalKonvensional

5.Jumlah Benih/ha25-50 kg20kg/500m2-

6.Jenis Pupuk yang Digunakan

a. Pupuk OrganikPupuk kandangPupuk Kandang (sampai merata)-

b. Pupuk N--Urea(50kg/250m2)

c. Pupuk P--TSP(15kg/250m2)

7.Umur Panen (hst)120 hst105 hst105 hst

8.Cara PanenMesinTradisonalTradisional

9.Hasil per ha9-10 ton/ha2-2,5 ton/500m2-

10.Harga JualRp. 9.500,00Rp, 9.000,00-Rp, 8.500,00-

11.Harga Pasaran Rata-rataRp. 9.500,00Rp, 9.000,00-Rp, 9.000,00-

12.Keuntungan Petani-belumRp, 7.500.000,- s.d Rp, 9.000.000,-

2. Sistem pengairan yang digunakan:LahanPengairan Yang DigunakanKeterangan

PHTCampuranGabungan antara penggunaan air hujan dan irigasi permukaan yang diambil langsung dari mata air

Non PHTCampuranGabungan antara penggunaan irigasi teknis sederhana berupa irigasi permukaan dengan sistem irigasi tadah hujan.

3. Apabila dalam Satu Tahun Musim Tanam Melakukan Rotasi Tanaman, isilah dengan mengarsir dan mengisi jenis tanaman yang ditanamRotasi Tanaman (Jenis Tanaman dan Bulan)

Bulan

123456789101112

Komoditas I

Non PHT Organik

Non PHT Non Organik(Cabai & Bawang Merah)

+ produktifitas

4. Masalah-masalah utama yang dihadapiNo.UraianPHTNon PHT

1.Kekurangan Modal

2.Mahalnya tenaga kerjaTanaga kerja selama 1 hari Rp. 70.000,00

3.Langkanya ketersediaan pupuk (Harga? Ketepatan waktu?

4.Tingginya serangan Hama

5.Tingginya serangan Penyakit

6.Rendahnya harga jual

7.Rendahnya kesuburan tanah

8Air terkena limbah

9.Bencana alam

5. Peluang untuk penanaman baruLahanPola TanamJenis Komoditas

PHT

Non PHT

6. DokumentasiLahanDokumentasi

PHT

Non PHT

Lahan PHTPada praktikum Managemen Agroekosistem yang telah dilakukan, nama Petani yang di wawancarai adalah Bapak Sutarji. Lahan yang dimiliki seluas 1,5 ha yang mana ha merupakan lahan yang dimiliki oleh Bapak Sutarji sendiri, sedangkan sisanya merupakan warisan dari orangtuanya. Lahan sawah tersebut selalu ditanami dengan padi menggunakan sistem tanam konvensional yang mempunyai jarak pertanaman 20x20 cm. Varietas yang biasa digunakan adalah IR 64, Mentik Wangi, Serang, dan Barito sedangkan yang ditanam saat ini adalah varietas IR 64 SS yang asal benihnya diproduksi sendiri menggunakan hasil panen sebelumnya. Rata-rata pada setiap hektarnya, Pak Sutarji membutuhkan benih sebanyak 25-50 kg. Untuk pupuk yang digunakan, Beliau selalu menggunakan pupuk pupuk kandang yang diperoleh dari ternak sapi dan kambing yang beliau pelihara. Penggunaan pupuk sendiri pada saat pengolahan tanah, membutuhkan sebanyak 6-7 kuintal per hektar. Dari vaarietas yang ditanam sekarang, yaitu IR 64 SS, dari musim tanam hingga panen dibutuhkan waktu selama 120 hari. Untuk memanennya, Pak Sutarji menggunakan sabit sebagai alat pemotong jeraminya, sedangkan untuk merontokkannya, Beliau menggunakan mesin perontok padi dan alat perontok padi tradisional. Hasil panen per hektarnya minimal dapat mencapai 9-10 ton dengan harga jual per kilogramnya sebesar Rp. 9.500, 00- Rp. 9.600,00. Pengairan yang digunakan pada lahan sawahnya menggunakan irigasi campuran, yang mana air tersebut berasal dari tadah hujan dan dari mata air sumber yang ada di desaSumberngepoh. Dalam satu musim tanam, tidak terjadi rotasi tanaman, namun ada rotasi jenis varietas yang ditanam. Untuk penentuan varietas yang akan ditanam oleh petani, diputuskan oleh kelompok tani melalui rapat anggota. Masalah yang dihadapi oleh Pak Sutarji sebenarnya tidak terlalu serius. Namun beliau menerangkan bahwa untuk mencari tenaga kerja lumayan sulit dan sedikit mahal. Untuk upah tenaga kerja, dalam satu hari sebesar Rp. 70.000,00. Karena sulit dalam mencari tenaga kerja, beliau sering memperkerjakan anak-anak yang putus sekolah di desa tersebut. Ketersediaan pupuk tidak menjadi masalah karena menggunakan pupuk yang dihasilkan oleh ternak. Serangan hama dan penyakit pada lahan sawahnya, lumayan sedikit. Hama yang sering menyerang adalah tikus, walang sangit, dan burung. Sedangkan pada awal tanam padi, ketika memasuki misim hujan, kepiting menjadi masalah Beliau karena memakan tanaman yang masih kecil tersebutLahan Non PHTPada praktikum yang telah dilaksanakan nama petani yang diwawancarai adalah Bapak Mistar warga Desa Sumber Ngepoh, Lawang, Malang. Beliau mengelola sawah dengan luas lahan 750 m2 dengan rincian 500 m2 ditanami padi organik dan 250 m2 ditanami padi anorganik, letak kedua lahan tersebut terpisah cukup jauh. Sistem tanam yang digunakan adalah monokultur dengan varietas untuk pertanian organik menggunakan varietas mentik wangi dan untuk padi anorganik menggunakan varietas IR 64 atau Mikongga, jumlah benih yang diperlukan yaitu 20kg per 500 m2. Benih tersebut dikelola sendiri pada kelompok tani di Desa Sumber Ngepoh tersebut sehingga Bapak Mistar cukup membeli benih kepada Kelompok tani di desanya. Sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam konvensional dengan jarak tanam 20cm x 20 cm. Pada sawah organik menggunakan pupuk kandang (blotong) dan jerami saja sedangkan pada sawah anorganik menggunakan pupuk urea 50 kg dan cara pengaplikasian pupuk TSP adalah 10 kg TSP ditambah dengan 15kg urea pada satu kali aplikasi. Padi yang ditanam baik padi metik wangi, IR 64 dan Mikongga memiliki umur rata-rata panen 3,5 bulan. Cara pemanenan yang dilakukan adalah dengan cara tradisional menggunakan clurit atau semacamnya. Hasil panen yang diperoleh oleh Bapak Mistar kurang lebih 2-2,5 ton pada sawah organik, dengan harga jual beras Rp9000,- per kg sedangkan pada padi organik harga jual beras adalah Rp8.500,- per kg. Keuntungan yang didapat petani pada setiap kali panen berkisar Rp7.500.000 Rp 9.000.000,- per 500 m2. Sistem pengairan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman yaitu irigasi campuran yaitu menggunakan irigasi teknis sederhana dengan air berasal dari sumber air (sumber towo)dan tadah hujan. Pada lahan padi organik selalu ditanami padi sepanjang waktu dengan rotasi varietas tanaman padi saja tanpa ada rotasi tanaman jeis lain sedangkan pada lahan sawah anorganik yang dimiliki bapak Mistar yang luasnya 250 m2 dilaksanakan rotasi tanaman biasanya tanaman yang digunakan sebagai rotasi adalah tanaman cabai dan tanaman bawang merah.Masalah-masalah pertanian yang dihadapi berada pada tingkatan rendah atau dapat dikategorikan tidak ada masalah. Dari hasil wawancara dengan bapak Mistar beliau tidak pernah mengalami masalah kekurangan modal, tenaga kerja yang disewa juga tidak terlalu banyak karena dibantu oleh keluarganya sendiri dan biaya tenaga kerja di desa Ngepoh tersebut juga terbilang masih rendah yaitu tenaga kerja laki-laki mendapat upah Rp30.000,- sedangkan tenaga kerja perempuan mendapat upah Rp15.000 jika diberi makan dan Rp17.500,- apabila tidak diberi makan. Masalah seperti langkanya ketersediaan pupuk juga tidak pernah dialami karena pada desa tersebut memang telah membuat pupuk sendiri dengan memanfaatkan kotoran ternak dan jerami sehingga pupuk kimia hanya digunakan sesekali pada lahan sawah anorganik saja sehingga kebutuhan pupuk desa tidak pernah mengalami masalah kelangkaan. Tingginya seranga hama dan penyakit juga rendah tidak sampai menggagalkan panen dan sebagainya, hama yang biasa menyerang adalah wereng batang coklat, walang sangit, sundep yang jumlahnya tidak terlalu banyak sehingga tidak sampai mengalami resurgensi hama. Tanah pada desa tersebut juga subur sehingga tidak ada masalah mengenai rendahnya kesuburan tanah. Air pada daerah hilir sungai memang terkena air limbah dari pabrik alkohol tetapi air limbah tersebut malah menyuburkan tanaman sehingga tidak ada masalah air tercemar. Dan yang terakhir pada daerah tersebut memang memiliki potensi bencana alam seperti longsor tetapi persentasenya sangat rendah dan terjadinya sangat jarang.B. Indikator Stabilitas & KeberlanjutanNo.UraianPHTNon PHT

KeteranganSkorKeteranganSkor

1.Kecukupan dan ketersediaan pangan dan gizi seimbang:Tersedia di tempat itu3Tersedia di tempat itu3

2.Pangan yang diproduksi di dalam masyarakat:20-40% atau lebih5> 40 %5

Diperoleh dari produsen pangan lokal di luar masyarakat:25%125 %1

Tumbuh secara organik:65 %550 %3

Dari tanaman indigenous/asli:25%125 %1

3.Produksi surplus pangan:Dalam masyarakat12Dalam masyarakat12

4.Penggunaan rumah kaca untuk produksi panganTidak perlu-produksi pangan di lapangan sudah cukup4Tidak perlu-produksi pangan di lapangan sudah cukup4

5.Kelebihan pangan:Dijual1Dijual1

6.Penggunaan pestisida, herbisida, pupuk kimia dalam produksi pangan/pertanianTidak Pernah6Secara minimal1

7.Penggunaan benih dalam produksi makanan:Benih diserbukan terbuka6Benih diserbukan terbuka6

Total Skoring4637

Lahan PHTKecukupan dan ketersediaan pangan dan gizi seimbang tersedia di tempat itu. Hal ini dikarenakan, rata-rata pada daerah tersebut, lahan yang dimiliki oleh seorang petani dapat mencapai hampir 1 ha. Untuk pangan yang diprosuksi di dalam masyarakat sendiri sebesar 26-40%. Sedangkan pangan yang diperoleh dari local di luar masyarakat sebesar 25%, yang mana pangan luar masyarakat ini berupa bahan pelengakp untuk mencukupi kebutuhan pangan yang dihasilkan dalam masyarakat tersebut. Tanaman yang yang tumbuh secara organik sebersar lebih dari 65%. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa desa Sumberngepoh sendiri merupakan kawasan pertanaman padi organik. Dalam setiap produksinya, terjadi surplus dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan ketika panen raya, hasilnya sangat melimpah dan bahkan dapat mencukupi kebutuhan pangan yang ada di luar daerah tersebut. Surplus ini sebagian besar dijual kepada kelompok tani setelah sebelumnya petani mengambil beberapa untuk disimpan yang akan digunakan pada beberapa bulan ke depan, yaitu sekitar 6 kuintal. Tidak ditemukan bangunan rumah kaca di lahan petani, penggunaannya sendiri dirasa tidak perlu karena produksi pangan di lapangan sudah cukup. Dalam budidaya padinya, Pak Sutarji tidak pernah menggunakan pestisida, herbisida maupun pupuk kimia. Mungkin pada awalnya, yaitu sebelum tahun 1992 Ayah dari pak Sutarji menggunakan, namun setelah Beliau memutuskan untuk mengembangkan padi organik, maka penggunaan bahan kimia tersebut ditiadakan. Beliau menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam sekitar untuk mengendalikan hama dan penyakit. Misalnya, untuk mengendalikan hama walang sangit, Beliau membuat biopestisida dengan bahan Bawang putih, daun sirsak, dan urine kambing. Selain itu, dalam mengatasi hama tikus, beliau menggunakan anjing dan kucing yang Beliau pelihara untuk membantu dalam pengendaliannya. Dari hasil skoring stabilitas dan keberlanjutan diperoleh total skor sebanyak 46. Artinya, kawasan agroekositem yang ada di desa gepoh tersebut menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutanLahan Non PHTKecukupan dan ketersediaan pangan dan gizi seimbang pada Desa Ngepoh tersedia di tempat tersebut, pangan yang diproduksi di dalam masyarakat yaitu >40% dan pangan yang diperoleh dari produsen pangan lokal yang berada di luar masyarakat yaitu 25% karena pada Desa tersebut pangan lebih banyak tersedia di tempat tersebut sehingga pangan lokal dari luar hanya sedikit saja. Tanaman yang tumbuh secara organik yaitu 50% karena lahan pada desa Ngepoh tersebut walaupun banyak yang telah diolah secara organik ada juga yang daerah yang tercemar limbah pabrik alkohol diolah secara anorganik tetapi tidak sepenuhnya anorganik karena masih ada masukan pupuk organik serta penggunaan pestisida, herbisida, pupuk kimia dalam produksi padi tersebut hanya digunakan secara minimal saja. Tanaman indigenous/asli pada desa tersebut yaitu 25% karena benih padi yang ditanam menggunaka benih yang dibeli dari kelompok tani berupa varietas mantik wangi, IR 64 dan Mikongga. Dan penggunaan benih dalam produksi makanan dilakukan dengan diserbukkan secara terbuka. Sawah yang dikelola oleh petani tersebut mengalami surplus atau kelebihan pangan yang berada dalam masyarakat dan kelebihan pangan/surplus pangan tersebut kemudian akan dijual setelah kiranya kebutuhan keluarga sudah terpenuhi. Pada desa Ngepoh tersebut tidak ditemukan Rumah Kaca untuk produksi pangan karena dirasa tidak perlu karena produksi pangan dilapangan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan warga desa Ngepoh tersebut. Menurut hasil skoring dari setiap poin-poin pertanyaan didapatkan hasil skoringnya yaitu 37 yang mengindikasikan bahwa pada daerah tersebut menunujukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutanC. Indikator KemerataanNo.UraianPHTNon PHT

1.Pendapatan petani setiap musim tanam:> Rp, 5.000.000,-> Rp, 5.000.000,-

2.Sifat kepemilikan lahan petani:Lahan sendiriLahan sendiri

3.Luas lahan yang dimiliki setiap petani:2,5 1 ha2,5 1 ha

Lahan Non PHTDari indikator kemerataan ini dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani setiap musim tanam adalah > Rp5.000.000 yaitu Rp7.500.000 Rp9.000.000,- . Sifat dari kepemilikan lahan Bapak Mistar adalah lahan sendiri dan luas lahan yang dimiliki setiap petani adalah adalah < 0.25 ha karena pada Desa Ngepoh tidak semua petani memiliki lahan untuk digarap sehingga tingkat kemerataan adalah cukup merata.