Asa Pemisahan Horisontal

57
Hukum Properti Lengkap - Presentation Transcript 1. Arik Hariyono, Adv.DEM.,MSi, MAPPI (Cert) 2. o POKOK BAHASAN : PENGERTIAN PROPERTI UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK- POKOKAGRARIA (UUPA); UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DAN PP PP NO 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN; UU NO 12 TAHUN 1985 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 12 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN; UU NO 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN; UU NO 6 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 9 TAHUN 1994, PASAL 25 DAN DIJABARKAN DALAM PP NO 48 TAHUN 1994 DAN PP NO 27 TAHUN 1996 TENTANG PPH ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN; UU NO 8 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 11 TAHUN 1994, KHUSUSNYA PASAL 16C TENTANG PPN BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BARANG MEWAH; TINJAUAN ASPEK KERJASAMA PEMANFAATAN PROPERTI (BENTUK KERJASAMA INVESTASI BOT, BOO, DLL); 3. o P erundang-undangan yang menggunakan istilah “properti” adalah Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat, selaku Ketua BKP4N No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 23 Juni 1995 dirumuskan sebagai berikut: o “ properti (real property) adalah tanah hak dan atau bangunan permanen yang menjadi obyek pemilik dan pembangunan” (pasal 1 angka 4). 4. o Pengertian “property” menurut Common Law adalah sebagai berikut:

Transcript of Asa Pemisahan Horisontal

Page 1: Asa Pemisahan Horisontal

Hukum Properti Lengkap - Presentation Transcript

1. Arik Hariyono, Adv.DEM.,MSi, MAPPI (Cert) 2.o POKOK BAHASAN :

PENGERTIAN PROPERTI UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-

POKOKAGRARIA (UUPA); UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH

SUSUN DAN PP PP NO 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN; UU NO 12 TAHUN 1985 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU

NO 12 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN; UU NO 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

TANAH DAN BANGUNAN; UU NO 6 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU

NO 9 TAHUN 1994, PASAL 25 DAN DIJABARKAN DALAM PP NO 48 TAHUN 1994 DAN PP NO 27 TAHUN 1996 TENTANG PPH ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN;

UU NO 8 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 11 TAHUN 1994, KHUSUSNYA PASAL 16C TENTANG PPN BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BARANG MEWAH;

TINJAUAN ASPEK KERJASAMA PEMANFAATAN PROPERTI (BENTUK KERJASAMA INVESTASI BOT, BOO, DLL);

3.o P erundang-undangan yang menggunakan istilah “properti” adalah Surat

Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat, selaku Ketua BKP4N No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 23 Juni 1995 dirumuskan sebagai berikut:

o “ properti (real property) adalah tanah hak dan atau bangunan permanen yang menjadi obyek pemilik dan pembangunan” (pasal 1 angka 4).

4.o Pengertian “property” menurut Common Law adalah sebagai berikut:

Ownership or right to own something (pemilikan atau hak untuk memliki sesuatu benda)

Anything which can be owned (segala benda yang dapat dimiliki) Contoh: intellectual property, personal property.

Personal property = things (but not land) which belong to a person and can be inhereted by his heirs.

(Real) Property = land and building 5.o Di Indonesia hukum positif yang mengatur benda atau property adalah UU No. 5

Tahun 1960 tentang “Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria” dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Buku Kedua) tentang “BENDA”, yang membedakan:

Page 2: Asa Pemisahan Horisontal

Benda tak bergerak (real property) yaitu tanah atau tanah hak berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, baik karena alam maupun buatan manusia (bangunan perumahan dan lingkungannya),

Benda bergerak (atau persoanal property) yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan dan dihitung jumlahnya. Sedang benda bergerak dapat berupa berwujud (“tangible”) dan benda tak berwujud (“intangibles”), yaitu tagihan, hak paten, hak milik intelektual, dan lain-lainnya.

6.o Yang dimaksud dengan Real Property dalam kepustakaan tentang Real Estate

dalam textbook “ Real Estate ” oleh Larry E. Wofford, (Second Edition, 1986) adalah sebagai berikut:

o “ Real Property, which is defined as interest in land and all permanent attachments to land .

o Many people use the phrases “real property” and “real estate” to mean the same thing. Technically, such usage is incorrect, but it remains very common.

7.o “ Interest in Land” adalah kepentingan (kewenangan) yang diperoleh pemegang

hak dalam menguasai sebidang tanah berlandaskan hak atas tanah tertentu, yaitu kewenangan untuk menggunakan tanahnya, menunjuk tanah tersebut sebagai jaminan pelunasan hutang atau dibebani Hak Tanggungan, dapat menjual tanah yang bersangkutan dapat menyewakan bangunan yang didirikan di atas tanah itu kepada pihak lain.

o Kewenangan-kewenangan tersebut merupakan “a bundle of right” berdasarkan penguasaannya secara legal, sebagaimana yang diterapkan dan dilindungi oleh Hukum Tanah positif yang tertulis yaitu UUPA dan peraturan pelaksanaannya.

o Apa yang disebut “interest in land” meliputi pula “all attachment to land”. Ini berarti bahwa penguasaan sebidang tanah hak tertentu dapat meliputi pemilikan atas benda-benda yang terkait dengan tanah.

8.o Yang dimaksud dengan “all attachment to land” adalah “benda-benda yang

berkaitan dengan tanah”. Dapat berupa: Bangunan permanen (termasuk pula “fixtures”) Tanaman keras (tanaman berumur panjang) Hasil karya (patung, relief)

o Benda-benda tersebut berikut tanah HM atau HGU atau HGB atau Hak Pakai dapat ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, yaitu sebagai jaminan pelunasan hutang (pasal 4 UUHT).

o Benda-benda yang berkaitan dengan tanah pada suatu “real estate” (proyek perumahan) umumnya berupa: bangunan permanen yang melekat atau berkaitan dengan tanah, yaitu berbagai jenis rumah, rumah sederhana, rumah menengah, rumah besar disesuaikan dengan kelompok penghasilan pembelinya, demikian juga dengan rumah susun hunian, selalu dilengkapi dengan fasilitas sosial, prasarana lingkungan dan utilitas umum yang diperlukan oleh para penghuni perumahan yang bersangkutan.

9.10.

Page 3: Asa Pemisahan Horisontal

o Interest in real property o Selanjutnya “interest in real property” terdiri dari:

Present estate = a current right to passession of the land (hak untuk menguasai tanah sekarang)

Freehold estate = penguasaan dan penggunaan tanah dengan Hak Milik, umumnya di Indonesia tidak untuk keperluan bisnis.

Non Freehold estate = penguasaan dan penggunaan tanah yang bukan Hak Milik, misalnya HGU, HGB atau Hak Pakai, untuk pengembangan kegiatan usaha (bisnis) pada umumnya atau pembangunan perumahan.

Future estate = an interest that may become possesory at some future date (kewenangan untuk menguasai tanah yang akan diperoleh pada suatu tanggal tertentu di kemudian hari), misalnya hibah wasiat atau pewarisan menurut hukum

11.o Hak atas tanah apa saja yang termasuk dalam pengertian Real Property

UU Pokok Agraria menyediakan berbagai jenis tanah hak sebanyak 9 (sembilan) jenis dan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:

Hak atas tanah yang primer Hak atas tanah sekunder

o Hak atas tanah yang primer Hak atas tanah yang primer adalah hak-hak atas tanah yang bersumber

langsung pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah (pasal 1 ayat (1) UUPA) dan diberikan oleh Negara adalah sebagai berikut:

A. Hak Milik (untuk keperluan pribadi). B. Hak Guna Usaha; untuk usaha pertanian, perkebunan,

peternakan dan perikanan, agribisnis. C. Hak Guna Bangunan; untuk mendirikan bangunan,

perumahan, perkantoran, super blok, kawasan industri dan lain-lainnya.

D. Hak Pakai; selain untuk keperluan instansi pemerintah, keperluan khusus dapat pula untuk kegiatan lain seperti HGB di atas.

E. Hak Pengeloalaan; hak yang menyediakan tanah untuk keperluan pihak lain dan termasuk hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya, yaitu Pemerintah Daerah, BUMN, Departemen dan lembaga non departemen.

12.o Penjelasan hak-hak atas tanah yang primer

a s.d d; termasuk hak-hak atas tanah yang dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan usaha (bisnis) pada umumnya.

c dan d untuk bisnis di bidang property (perumahan tunggal dan rumah susun).

Page 4: Asa Pemisahan Horisontal

a s.d d adalah hak-hak atas tanah yang meliputi 5 (lima) syarat / sifat yang sangat penting dalam pengertian “interest in land” maupun “interest in property” baik bagi keperluan pribadi maupun bisnis, sebagai “a bundle of right” yang meliputi:

Memberi wewenang menggunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan tujuannya, baik untuk keperluan pribadi maupun kegiatan usaha (bisnis);

Mempunyai tanda bukti hak, sertifikat hak tanah dan setiap terjadi perubahan wajib didaftarkan;

Jangka waktu penguasaannya cukup lama dan turun temurun; Dapat beralih karena hukum kepada ahli waris pemegang haknya; Dapat ditunjuk sebagai jaminan pelunasan hutang dan juga dapat

dibebani Hak Tanggungan; Dapat diperjualbelikan; Bangunan yang didirikan di atas Hak Milik/HGB dan Hak Pakai

dapat disewakan kepada pihak lain. 13. Jenis Hak Pertama kali Diperpanjang Diperbaharui haknya HGU 35/25 tahun 25 tahun

35/25 tahun HGB 30 tahun 20 tahun 30 tahun Hak Pakai 25 tahun 20 tahun 25 tahun 14. Hak Pengelolaan (HPL); sifatnya khusus, tidak dapat dipunyai oleh WNI

maupun PT (swasta), jangka waktunya tidak terbatas, akan tetapi tidak memenuhi sifat-sifat lainnya yang disebutkan di atas.

Bagian-bagian tanah HPL dapat diberikan kepada pihak lain dengan Hak Milik, HGB, Hak Pakai untuk keperluan pribadi (perumahan sederhana yang dibangun Perum Perumnas) atau untuk keperluan bisnis (komplek eks Bandara Kemayoran). Dan HM, HGB, Hak Pakai tersebut memenuhi 6 syarat di atas.

o Status hukum subyeknya menentukan kelangsungan penguasaan dan penggunaan tanahnya

Di samping hal-hal yang disebutkan di atas perlu diperhatikan pula ketentuan yang mengatur persyaratan subjeknya untuk setiap jenis hak atas tanah sebagaimana diatur dalam pasal 21, 30, 36, 42 dan 45 UUPA. Status hukum pemegang haknya sangat menentukan kelangsungan penguasaan dan penggunaan tanah hak yang bersangkutan. Status subjeknya dan j e nis hak atas tanah yang disediakan adalah sebagai berikut :

15. Jika subjeknya tidak memenuhi syarat, maka akan mempengaruhi kelangsungan penguasaan atas tanah haknya, dengan disertai sanksinya jika kewajiban yang ditetapkan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, haknya hapus (dibatalkan) dan tanahnya menjadi tanah Negara, sebagaimana diatur dalam ketentuan di bawah ini : Hak Milik : Pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA HGU : Pasal 30 ayat (2) UUPA HGB : 36 ayat (2) UUPA Status Subjek Jenis Hak Yang Disediakan * Warga Negara Indonesia HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, dll

o * Badan Hukum Indonesia o Perseroan Terbatas o BUMN / BUMD

Page 5: Asa Pemisahan Horisontal

- HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, dll - HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Pengelolaan * WNA Penduduk Indonesia Hak Pakai, Hak Sewa * Badan Hukum Asing Hak Pakai, Hak Sewa

16.o Hak atas tanah yang sekunder

Hak-hak atas tanah yang sekunder a dalah hak-hak atas tanah yang diberikan di atas tanah Hak Milik dan bersumber secara tidak langsung pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah (pasal 1 ayat (1) UUPA). Pemilik tanah memberikan berdasarkan perjanjian pemberian hak baru dan pada asasnya selama masih diperlukan perjanjian yang bersangkutan dapat diperbaharui.

Hak-hak yang sekunder adalah: a. HGB b. Hak Pakai c. Hak Sewa d. Hak Gadai atas tanah e. Hak Usaha Bagi Hasil f. Hak Menumpan g

17.o Penjelasan atas hak-hak tanah yang sekunder

a s.d c telah diatur lebih lanjut dalam PP No. 40 / 1996 dan PP No. 41 / 1996, sehingga dapat memenuhi keperluan untuk pengembangan properti di wilayah perkotaan. Dapat pula dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dalam pengembangan properti, antara developer dan pemilik tanah dengan pola BOT (win-win project).

c s.d f biasanya di pedesaan dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan pribadi/sendiri oleh karena itu belum bisa dimasukkan dalam kegiatan bisnis, sekalipun cenderung memenuhi kebutuhan individual dari warga desa yang bersangkutan, namun jika produksi tanaman pangan melebihi kebutuhannya secara pribadi, dapat pula dijual kepada warga masyarakat lainnya yang memerlukannya.

18. HGB 30 tahun Diperbaharui 30 tahun Hak Pakai 25 tahun Diperbaharui 25 tahun Hak Sewa 25 tahun Diperbaharui 25 tahun

19.o Latar belakang :

Terbatasnya ketersediaan tanah sebagai tempat mendirikan bangunan (tempat usaha atau hunian);

Bertambahnya populasi penduduk; o KONSEP KONDOMINIUM

Berpangkal pada teori-teori tentang pemilikan atas suatu benda, yaitu: suatubenda dapat dimiliki oleh seseorang, dua orang atau bahkan lebih, yang dikenal dengan pemilikan bersama.

o Rumah susun dapat berupa flat, apartemen atau condominium yang bermakna kepemilikan secara bersama-sama, dimana inti sistem kondominium adalah pengaturan kepemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik

Page 6: Asa Pemisahan Horisontal

diatasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah;

o Asas-asas dalam sistem kondominium (rumah susun): Asas perlekatan (accessie/natrekking) Asas pemisahan horisontal

20.o ISTILAH KONDOMINIUM / RUMAH SUSUN

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN (1996) Rusun merupakan terjemahan dari Condominium,Flat atau

Apartment (Co – bersama, Dominium – pemilikan). Soni Harsono(1991)

Inti sistem kondominium adalah pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik diatasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.

21.o ASAS – ASAS DALAM SISTEM KONDOMINIUM

Asas Perlekatan (Accessie/ Natrekking) Bangunan menjadi bagian dari tanahnya, jadi dengan sendirinya

bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanahnya.

Hak pemilikan atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di atasnya (Pasal 571 ayat 1 KUH Perdata).

Bangunan yang didirikan di atas kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah (kecuali diperjanjikan lain).

Asas Perlekatan dibedakan menjadi 2 (dua) macam,yaitu : Perlekatan secara Horizontal (mendatar),yaitu meletakkan suatu

benda sebagai bagian yang tidak terpisah dari benda pokoknya (pasal 588 KUH Perdata), contoh : balkon pada rumah induknya.

Perlekatan secara Vertikal, yaitu perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada diatasnya maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya (pasal 571 KUH Perdata).

22.o Asas pemisahan Horizontal

Asas pemisahan horizontal adalah asas yang membagi, membatasi dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal.

Jika disimak lebih jauh tentang sistem kondominium dalam pembangunan rumah susun, yang mengandung pemilikan bersama atas sarana bangunan yang meliputi pemilikan bersama atas tanahnya, dengan jelas sistem ini menganut asas perletakan vertical. Di dalam sistem kondominium ada pemilikan bersama atas tanah dan sarana lain, sehingga setiap SRS itu mempunyai hak pemilikan bersama atas tanahnya yang juga dicantumkan dalam sertifikat pemilikan SRS. Dengan demikian, sistem kondominium yang dipergunakan dalam UURS tidak Sesuai dengan jiwa UUPA sendiri yang menganut asas pemisahan horizontal.

Page 7: Asa Pemisahan Horisontal

23.o ISI DAN SIFAT :

Isi hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS) meliputi : Hak perseorangan atas satuan rumah susun yang digunakan secara

terpisah; Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun; Hak bersama atas benda-benda; Hak bersama atas tanah;

Sifat HMSRS Meskipun HMSRS merupakan hak pemilikan perseorangan dengan

hak bersama,didalamhirarki hak penguasaan atas tanah pada hukumtanah nasional,HMSRS dikategorikan sebagai hak perseorangan

24.o Subyek Hak Milik Atas SRS

Perseorangan dan badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah;

Orang asing (WNA) sesuai dengan PP No 40 tahun 1996 dan PP No 41 tahun 1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

o Peralihan HMSRS Pasal 10 UURS menyatakan bahwa HMSRS dapat beralih kepada pihak

lain dengan cara pemindahan hak atau dengan cara pewarisan 25.o Pembebanan HMSRS

Pasal 12 dan 13 UURS menyatakan bahwa rumah susun dan HMSRS berikut tempat bangunan itu sendiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani :

Hipotik jika tanahnya Hak Milik atau Hak Guna Bangunan,dan; Fidusia jika tanahnya Hak Pakai atas tanah negara;

o Hapusnya HMSRS Pasal 50 PP No 4 tahun 1998 menetapkan bahwa hapusnya HMSRS dapat

terjadi karena Hak atas tanah hapus menurut peraturan-peraturan yang berlaku; Tanah dan bangunannya musnah; Terpenuhinya syarat (tidak terpenuhinya salah satu unsur dalam

pasal 8 UURS) Pelepasan hak secara sukarela

26.o NILAI PERBANDINGAN PROPORSIONAL o (SHARE VALUE) DALAM KEPEMILIKAN SRS

Landasan hokum UU no 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun PP no 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun

o Pengertian :

Page 8: Asa Pemisahan Horisontal

Angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun (SRS) terhadap hak-hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai SRS yang bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara bangunan menghitung biaya pembangunan keseluruhan untuk pertama kalinya dalam menentuan harga jualnya.

27.o FUNGSI NPP/SHARE VALUE

Digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat Hak Milik atas SRS

Digunakan sebagai dasar untuk menentukan hak dan kewajiban terhadap pemilikan dan pengelolaan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Menentukan hak suara (voting right) dari pemilik SRS Proporsi dana yang harus dibayar kepada pihak pengelola (management

coorporation) Hak atas keuntungan hasil penjualan tanah jika kepentingan bersama

dihentikan atau tanah dijual 28.o MAKSUD PENETAPAN NPP

Untuk mengetahui nilai masing-masing SRS terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dalam lingkungan rumah susun secara keseluruhan.

o DASAR PERHITUNGAN NPP PP no 4 tahun 1988 menentukan bahwa NPP dihitung berdasarkan luas

atau nilai SRS yang bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggaraan pembangunan pertama kali menghitung biaya pembangunan rumah susun secara keseluruhan.

o FORMULASI Berdasarkan Luas =

NPP = Luas Unit Satuan Rumah Susun Jumlah Luas Unit Seluruh SRS

Berdasarkan Nilai Bangunan NPP = Nilai Unit Bangunan SRS Total Nilai Bangunan Seluruh SRS

29.o HAK DAN KEWAJIBAN PENGHUNI RUSUN o Pasal 61 PP no 4 tahun 1988 menyebutkan beberapa hak penghuni rumah susun,

yaitu : Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib. Mendapatkan perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran

rumah tangganya Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni

o Kewajiban :

Page 9: Asa Pemisahan Horisontal

Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

Membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran; Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian dan benda

bersama; 30.o Larangan :

Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;

Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar SRS yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan (baik dari perhimpunan penghuni dan/atau dinas tata kota)

o FUNGSI PERHIMPUNAN PENGHUNI Membinan terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib dan aman; Mengatur dan membina kepentingan penghuni; Mengelola rumah susun dan lingkungannya;

31.o PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN o Pembentukan Perhimpunan Penghuni

Setelah rumah susun dihuni, UURS mewajibkan kepada para penghuni untuk membentuk perhimpunan penghuni dan setiap penghuni wajib menjadi anggotanya;

Perhimpunan penghuni dapat mewakilipara penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik kedalam maupun keluar pengadilan;

Keberadaan perhimpunan penghuni adalah untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian dan pengelolaannya;

Sebelum perhimpunan penghuni terbentuk maka Perusahaan Pembangunan Ruman Susun (PPRS) wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni dalam waktu secepatnya;

Perhimpunan penghuni dibentuk dengan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikota (khusus DKI disahkan oleh Gubernur)

32.o PENGELOLAAN o Sejak terbentuknya PP, maka PPRS diwajibkan untuk mengelolan dalamjangka

sekurang-kurangnya 3 (tiga) buan dan selama-lamanya 1 (satu) tahun; o Setelah PP terbentuk, pengelolaan SRS dilakukan oleh pemilik sesuai AD dan

ART. Tetapi berdasarkan pasal19 (4) UURS, PP dapat menunjuk suatu badan pengelolan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut;

o Badan pengelola harus berbadan hukum, profesional dan mempunyai unit organisasi, personal, dan peralatan

33.o Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994.

Page 10: Asa Pemisahan Horisontal

o Ketentuan lain yang merupakan derivasi Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994.

34.o Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan

bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan 0serta laut wilayah Republik Indonesia.

o Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau/bangunan.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah : Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan Jalan tol Kolam renang Pagar mewah Tempat olah raga Galangan kapal, dermaga Taman mewah Tempat penambpungan/kilang minyak, air, gas dan pipa minyak Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

35.o Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, maka Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga.

o Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan UU Pajak Bumi dan Bangunan.

o Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) berdasarkan SPOP (Surat Pemeberitahuan Objek Pajak).

36.o OBJEK PAJAK o Yang menjadi Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan. o Yang dikecualikan / tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan

Objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, misal : tempat peribadatan, sosial, pendidikan, dan kebudayaan nasional;

Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu;

Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Page 11: Asa Pemisahan Horisontal

o Sementara objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

37.o SUBJEK PAJAK o Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas tanah bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti hak. Subjek Pajak inilah yang dikenakan kewajiban membayar PBB atau yang menjadi wajib pajak.

38.o DASAR PENGENAAN PAJAK o Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah

harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

o NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan NJOP diperoleh melalui penilaian objek PBB tersebut. Sementara itu mengenai Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang ditetapkan terakhir oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/200 0 , setinggi-tingginya adalah sebesar Rp. 12.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOP TKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.

39.o DASAR PENGHITUNGAN PBB

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, maka besarnya NJKP untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan ditentukan sebagai berikut:

Sebesar 40% dari NJOP untuk: Objek Pajak Perkebunan, Objek Pajak Kehutanan, Objek Pajak Pertambangan Objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya apabila NJOP

1 Milyar rupiah. Sebesar 20% dari NJOP untuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan

lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah. 40.o DASAR PENAGIHAN PBB o Dasar Penagihan PBB ada tiga, yaitu:

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Tagihan Pajak (STP)

o Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Page 12: Asa Pemisahan Horisontal

SPPT adalah surat yang digunakan oelh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak.

Dasar Penerbitan SPPT Surat Pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat

Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Objek Pajak yang sebelumnya telah dikenakan IPEDA, SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data Objek Pajak yang telah ada pada Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan.

Waktu pelunasan SPPT Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-

lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jadi bila seorang Wajib Pajak menerima SPPT pada tanggal 1 Maret 1998, maka selambat-lambatnya pada tanggal 31 Agustus 1998 ia harus sudah melunasi PBB-nya. Tanggal 31 Agustus 1998 ini disebut juga tanggal jatuh tempo SPPT.

41.o Surat Ketetapan Pajak (SKP) o Dasar Penerbitan SKP

SKP diterbitkan apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

SKP diterbitkan/dibuat apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak berdasarkan SPOP yang dikembalikan oleh Wajib Pajak.

Waktu pelunasan SKP Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1

(satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP ol e h Wajib Pajak. Jadi, apabila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret 1998, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 1998. Tanggal 31 Maret 1998 ini disebut juga tanggal jatuh tempo SKP.

42.o Jumlah Pajak yang Terutang dalam SKP

Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitaannya disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 (tiga puluh) hari setelah diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.

o Contoh: A. Wajib Pajak A tidak menyampaikan SPOP berdasarkan data yang ada.

Kepala Kantor Pelayanan PBB mengeluarkan SKP yang berisi objek pajak dengan luas dan nilai jual.

Luas objek pajak menurut SPOP: Pokok Pajak = Rp. 100.000,00 Denda Aministrasi 25% X Rp. 100.000,00 = Rp. 25.000,00 Kewajiban Perpajakan = Rp. 125.000,00

Page 13: Asa Pemisahan Horisontal

B. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP, dasar penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya dengan pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.

Contoh: Berdasarkan SPOP diterbitkan SPPT Rp. 5.000.000,00 Berdasarkan pemeriksaan yang

seharusnya terutang dalam SKP Rp. 10.000.000,00 Selisih Rp. 5.000.000,00 Denda Administrasi 25% x Rp. 5.000.000,00 Rp. 1.125.000,00 Jumlah pajak dalam SKP Rp. 11.125.000,00

43.o Surat Tagihan Pajak (STP)

Dasar Penerbitan STP Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum

dalam SPPT, yaitu malampaui batas waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam SKP, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SK oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Besarnya Denda Administrasi dalam STP Besarnya denda administrasi karena Wajib Pajak terlambat

membayar pajaknya, melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2%

sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Saat Jatuh Tempo STP Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP

oleh Wajib Pajak. Misalkan STP diterima oleh Wajib Pajak tanggal 1 September 2000, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2000.

44.o HAK-HAK WAJIB PAJAK o Keberatan o Hal yang Mendasari Pengajuan Keberatan oleh Wajib Pajak yaitu:

Wajib Pajak merasa bahwa besarnya pajak terutang pada SPPT atau SKP yang diterimanya dari Kantor Pelayanan PBB tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kesalahan seperti:

Kesalahan pada luas objek pajak bumi dan/atau bangunan Kesalahan klasifikasi objek pajak bumi dan/atau bangunan Kesalahan pada penetapan/pengenaan pajak terutang

Page 14: Asa Pemisahan Horisontal

Terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan perundang-undangan tentang pajak (PBB) antara Wajib Pajak dengan aparat pajak.

45.o Syarat-syarat Pengajuan Keberatan o Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q

Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat manakala besarnya pajak terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP yang diterima dirasakan tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya.

o Syarat-syarat formal pengajuan keberatan adalah sebagai berikut : Surat pengajuan keberatan dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. Di dalamnya Wajib Pajak harus bisa memberikan alasan yang jelas. Surat

pengajuan keberatan ini harus dilampiri bukti-bukti resmi. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan

sejak diterimanya SPPT atau SKP, kacuali ada force majeure . Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Keberatan atas besarnya pajak terutang SPPT atau SKP harus diajukan

untuk tiap objek pajak dengan surat kebertan tersendiri pada tahun pajak, dan mencantumkan besarnya PBB yang benar menurut Wajib Pajak.

46.o Ketika mengajukan surat keberatan, Wajib Pajak harus bisa menunjukkan bukti-

bukti untuk memperkuat alasan atas keberatannya. o Keberatan yang tidak memenuhi ketentuan tidak dianggap sebagai Surat

Keberatan, tetapi bila masih dalam jangka waktu 3 bulan, KPP dapat meminta Wajib Pajak untuk melengkapai persyaratannya. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan mengajukan keberatan, kepala KPP wajib memberi penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.

o Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya penetapan. Kepala Kanwil/Kepala KPP harus memberi keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal diterimanya keberatan. Jika waktu di atas terlampaui, maka keberatan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kanwil/Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan yang berisi menerima seluruh pengajuan keberatan.

47.o PENGURANGAN o Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada Wajib Pajak perorangan atau

badan dalam hal: Kondisi objek pajak yang ada hubungannya dengan Subjek Pajak (misal

pensiun, tidak mampu bayar, dan lain-lain). Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya 75%, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat penghasilan Wajib Pajak dan besar PBB-nya.

Objek Pajak terkena bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya, serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan (bero), wabah penyakit, dan hama tanaman (puso). Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah

Page 15: Asa Pemisahan Horisontal

setinggi-tingginya 100% berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat persentase kerusakan.

48.o Cara Pengajuan Permohonan Pengurangan o Wajib Pajak bisa mengajukan permohonan tertulis dalam Bahasa Indonesia

tentang pengurangan PBB kepada Menteri Keuangan c.q Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.

o Cara pengajuan permohonan pengurangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai dengan Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) dapat diajukan secara perorangan maupun kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan).

Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB di atas Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) harus diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.

Permohonan pengurangan PBB untuk Wajib Pajak Badan harus dilampiri dengan:

Fotokopi SPPT/SKP dati tahun pajak yang diajukan permohonannya.

SPT PPh tahun pajak yang terakhir beserta lampirannya. 49.o Batas Waktu Permohonan Pengurangan

Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP, harus sudah memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari sejak diterimanya permohonan pengurangan, keputusan tersebut, dapat menerima seluruh permohonan, sebagian permohonan/menolak.

Keputusan pemberian pengurangan tersebut berlaku untuk satu tahun pajak yang bersangkutan.

Keputusan tersebut di atas berdasarkan hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan dengan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan pedoman sebagai berikut:

Permohonan diterima seluruhnya apabila hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan menunjukkan hal-hal yang sesuai dengan alasan-alasan permohonan pengajuan.

50. Permohonan diterima sebagian apabila dari hasil penelitian

administrasi dan/atau verifikasi lapangan didapatkan data yang sebagian sesuai dengan alasan-alasan permohonan pengurangan.

Permohonan ditolak seluruhnya apabila hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan didapatkan data yang tidak benar/bertentangan dengan alasan-alasan yang diajukan untuk permohonan pengurangan.

Page 16: Asa Pemisahan Horisontal

Apabila dalam jangka waktu permohonan 60 hari telah lewat dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap diterima dan diterbitkan pemberian pengurangan yang besarnya sesuai dengan permohonan pengurangan.

Jangka waktu 60 hari tersebut dihitung sejak tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut, dalam hal surat permohonan disampaikan secara langsung tanggal diterimanya Surat Permohonan dikirimkan melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.

51.o DALUWARSA PBB o Daluwarsa Penetapan PBB

Daluwarsa penetapan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk menetapkan PBB yang terutang karena lampaunya waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya PBB.

o Daluwarsa Penagihan PBB Daluwarsa penagihan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk

melakukan penagihan dengan surat paksa (berdasarkan UU PPSP) atas PBB, termasuk bunga, denda, kanaikan dan biaya penagihan.

o Hak untuk melakukan penagihan dengan surat paksa tersebut gugur setelah dilampauinya jangka waktu 10 tahun terutangnya pajak yang bersangkutan, kecuali:

Apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun tersebut melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai PBB yang penagihannya telah daluwarsa berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Telah dikeluarkan Surat Teguran dan Surat Paksa. Adanya pengakuan Wajib Pajak secara langsung ataupun tidak langsung,

antara lain: Dilakukan pembayaran pajak yang terutang tersebut Dilakukan permohonan penundaan/angsuran pembayaran pajak

o Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan piutang pajak dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut di atas.

52.o Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas

tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan membayar pajak menjadi Wajib Pajak (Pasal 4).

o Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB dikenakan kepada peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru (Pasal 2).

Pemindahan hak dapat terjadi karena jual-beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.

Page 17: Asa Pemisahan Horisontal

Sedangkan pemberian hak baru terjadi baik karena kelanjutan pelepasan hak ataupun di luar pelepasan hak.

53.o Hak atas tanah meliputi:

HAK MILIK , yaitu hak turun menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;

HAK GUNA USAHA , yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;

HAK GUNA BANGUNAN adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

HAK PAKAI adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langusng oleh Negara atau tanah milik orang lain sesuai perjanjian, yang bukan perjanjian sewa-menyewa ataui perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN adalah milik atas satuan yang bersifat bagian bersama, benda bersama, dan tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan;

hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

54.o Objek yang tidak dikenakan pajak adalah objek yang diperoleh:

perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum yaitu tanah/bangunan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pusat maupun daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, dan jalan umum.

Badan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;

Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk hak oleh Pemerintah, contoh:

Page 18: Asa Pemisahan Horisontal

Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa adanya perubahan nama;

Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya) menjadi hak baru;

Perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama, contoh: Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah berakhirnya HGB.

Orang pribadi atau badan karena wakaf, yaitu perbuatan orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian harta kekayaannya berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa pun.

Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. 55.o TARIF, DASAR PENGENAAN, DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Tarif BPHTB adalah tarif tunggal yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagaimana diatur dalam Pasal 6:

TRANSAKSI PEROLEHAN DASAR PENGENAAN

o jual beli o tukar-menukar o hibah o hibah wasiat o pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya o pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak o pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak o penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha, o hadiah

harga transaksi nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar

o penunjukan pembeli dalam lelang

harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang

56.o Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) kecuali penunjukan pembeli dalam lelang,

jika tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

Page 19: Asa Pemisahan Horisontal

o Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat untuk setiap kabupaten/kota berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat paling lambat satu bulan sebelum tahun pajak dimulai, dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional (Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 dan KMK NO. 516/KMK.04/2000).

57.o Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan,

menetapkan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak secara regional dengan ketentuan:

perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan darah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling tinggi Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

untuk perolehan lainnya, NPOP-TKP paling tinggi Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupaiah)

58.o Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak, yaitu sebagai berikut: BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)

o BPHTB yang terutang atas perolehan karena waris, hibah wasiat, adalah 50% dari yang seharusnya terutang (PP Nomor 111 tahun 2000), terutang sejak tanggal pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

o Untuk pemberian hak pengelolaan, pengenaan pajaknya diatur sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2000):

0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah, lembaga pemerintah alinnya dan Perum Perumnas.

50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, untuk penerima Hak Pengelolaan lainnya.

59.o SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

Saat terutang pajak atas perolehan atas tanah dan atau bangunan: Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, meliputi: jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.

Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.

Page 20: Asa Pemisahan Horisontal

Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal sudah keputusan hakim.

Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan, meliputi: hibah wasiat dan waris.

Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, meliputi: pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak dan pemberian hak baru di luar pelepasan hak.

Tempat terutang pajak adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

60.o PEMBAYARAN PAJAK

Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak (self assesment system). Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan di wilayah Kabupaten/Kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang disetor dengan Surat Setoran BPHTB (SSB) dan dipindahbukukan saldo penerimaan BPHTB ke Bank Operasional V BPHTB.

Kewajiban membayar sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan sebelum: Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani

oleh PPAT/Notaris. Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh Pejabat Lelang. Dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan, dalam

hal: Pemberian hak baru; Pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim, hibah

wasiat atau waris. 61.o Fungsi SSB antara lain adalah:

Digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran BPHTB yang terutang,

Sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,

Sebagai Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (SPOP PBB).

o Penyampaian SSB sebagaimana tersebut di atas dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

62.o PENETAPAN PAJAK

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kerang Bayar apabila berdasarkan hasil

Page 21: Asa Pemisahan Horisontal

pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Keputusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

63.o PENAGIHAN PAJAK

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), apabila:

pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; dari hasil pemeriksaan kantor Surat Setoran Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi dan atau bunga. Sanksi administrasi dikenakan berupa bunga sebesar 2% (dua

persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.

Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa. Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jangka waktu pelunasan pajak yang harus dibayar tersebut adalah paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima Wajib Pajak.

Jumlah pajak yang terutang berdasarkan hal di atas, apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak

Page 22: Asa Pemisahan Horisontal

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (UU NO. 19 tahun 2000).

64.o PENGURANGAN o Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :

87/KMK.03/2002 tentang PeWajib Pajak dapat mengajukan pengurangan BPHTB kepada Kepala Kantor PBB, Kepala Kanwil Ditjen Pajak, Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan RI dalam hal :

o a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak, yaitu : 1. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) yang memperoleh hak baru mellaui

program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis; (75 %)

2. Wajib pajak Badan yang memperoleh hak baru baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat Pemda setempat; (50%)

3. Wajib pajak OP yang mmperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana serta RSS yang diperoleh dari pengembang dan dibayar secara angsuran ; (25 %)

4. Wajib pajak OP yang menerima hibah hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan kelurga sedarah dalam garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah; (50%)

65.o Kondisi wajib pajak yang ada hubunganya dengan sebab-sebab tertentu:

1. WP yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah NJOP; (50%)

2.WP yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; (50%)

3.WP Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah; (75 %)

4.WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger); (100 %)

5.WP Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak; (50%)

66. 6. WP yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak

berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kabakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung

Page 23: Asa Pemisahan Horisontal

meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta; (50%)

7. WP Orang Pribadi Veteran, PNS, tni, polri, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah. (75 %)

o c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat. (50%)

67.o Kewenangan Memberikan Pengurangan BPHTB :

Kepala KP PBB atas nama Menkeu untuk huruf a, dan huruf b angka 1, 2, 6, 7 serta hurf c dalam hal pajak yang terutang setinggi-tingginya Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)

Kepala Kanwil Ditjen Pajak atas nama Menkeu untuk huruf a dan huruf b angka 1, 2, 6 , 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang antara Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dirjen Pajak atas nama Menkeu, dalam hal objek BPHTB selain a dan b . 68.o KEBERATAN DAN BANDING

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB).

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN).

o Syarat pengajuan keberatan: diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib

Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti

69. bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan

oleh fiskus tidak benar. diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal

diterimanya (dibuktikan dengan tanda terima dari DJP ataupun tanda pengiriman pos tercatat dari Kantor Pos) surat ketetapan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat

Page 24: Asa Pemisahan Horisontal

dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya, misalnya sedang sakit atau kena musibah.

o Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

70.o Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas keberatan dalam jangka

waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima atau meneruskan ke Kepala Kantor Wilayah DJP dalam jangka waktu 14 hari bila BPHTB yang terutang lebih dari Rp. 2.500.000.000,00. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

o Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. Jika tidak ada keputusan hingga jangka waktu tersebut lewat, keberatan dianggap dikabulan.

o Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan keberatan yang ditetapkan DJP.

o Permohonan banding diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan kebertan diterima, dilampiri salinan surat keputusan tersebut. Permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

o Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pemabayaran .

71.o DASAR HUKUM

Peraturan Pemerintah Nomor : 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 79 tahun 1999.

Keputusan Menteri Keunagan RI Nomor : 566/KMK.04/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.42/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.

72.o OBJEK PAJAK

Page 25: Asa Pemisahan Horisontal

o Yang menjadi objek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah :

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut berupa : penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; (selanjutnya disebut 2a)

penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; (selanjutnya disebut 2b)

penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. (selanjutnya disebut 2c)

73.o SUBJEK PAJAK

Yang menjadi subjek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas

o PEMBAYARAN Wajib Pajak harus membayar sendiri Pajak Penghasilan Pengalihan Hak

atas Tanah dan/atau Bangunan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. ( selanjutnya disebut No.4 )

74.o PEJABAT BERWENANG

Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan telah dipenuhi. Caranya, Wajib Pajak menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.

Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib selanjutnya menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

75.o Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat

Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 26: Asa Pemisahan Horisontal

o Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

o Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud, kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Subjek pajak yang ditunjuk.

76.o PEMUNGUTAN PPh

Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.

Bendaharawan atau pejabat tersebut selanjutnya wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungutnya itu ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.

Penyetoran pajak tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.

Bendaharawan atau pejabat dimaksud wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

77.o TARIF PAJAK PENGHASILAN (PPh)

Besarnya Pajak Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Bangunan adalah 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

o DASAR PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Dasar Pengenaan atau Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, kecuali:

Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;

Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dimaksud adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan

Page 27: Asa Pemisahan Horisontal

Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

78.o PENGECUALIAN PEMBAYARAN PPh - No. 4

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana No.4 adalah :

Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam 2a dan 2b yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

Orang pribadi yang menerima atau memproleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam 2c ;

Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan; 79.o PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN DAN KOPERASI

Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengenaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan Koperasi ini berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

o PPH FINAL Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis,

yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah bersifat final .

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), penghasilan yang diperoleh dari

Page 28: Asa Pemisahan Horisontal

penghasilan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada 2C.

80.o Contoh : o 1. Wajib Pajak Orang Pribadi o Rudi Hartono menjual rumah dan tanahnya yang berada di Jl Pondok Rangun

kepada Alan Budi Kusuma dengan harga Rp 50 juta. Rudi Hartono adalah seorang Wajib Pajak yang tiap tahunnya di atas PTKP. Maka perhitungan Pajak Pengasilan-nya sebagai berikut :

o Rp 50 juta x 5% : Rp 2,5 juta . o 2. Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya tidak melakukan transaksi pengalihan

hak atas tanah dan/atau bangunan o PT Indonesia Makmur adalah perusahaan pembuat raket bulu tangkis. Pada

tanggal 3 Juli 2001 perusahaan ini menjual tanahnya di Bekasi yang luasnya 500 M2 kepada PT Indonesia Jaya dengan harga Rp 75 juta. Maka perhitungan Pajak Penghasilannya sebagai berikut :

o Rp 75 juta x 5% : Rp 3,75 juta . 81.o Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak

atas tanah dan/atau bangunan o Masa Pajak Januari 2000 o - Penghasilan Netto bulan Januari 2000 = Rp 6.000.000,00 o - disetahunkan Rp 6.000.000,00 x 12 = Rp 72.000.000,00

PPh terutang o * 10 % x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 o * 15 % x Rp 25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00 o * 30 % x Rp 22.000.000,00 = Rp 6.600.000,00 o = Rp 12.000.000,00 o Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 untuk bulan Januari 2000

adalah 1/12 x Rp 12.850.000,00 = Rp. 1.070.833,00 o KETERANGAN : o Atas penghasilan yang telah diterima dan biaya-biaya yang telah terjadi sebelum

tanggal 1 Januari 2000 yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final maka tidak diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang termasuk tahun buku yang meliputi tanggal 1 Januari 2000 dan tahun-tahun pajak sesudah tahun 2000.

o Contoh : o - Penjualan tahun 2000 (menurut pembukuan komersial WP) = Rp 72.000.000,00 o - Uang muka/cicilan telah terkena PPh Final tahun 1999 = (Rp12.000.000,00) o - Penjualan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2000 = Rp 60.000.000,00 82.o DASAR HUKUM

Page 29: Asa Pemisahan Horisontal

Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 120/KMK.03/2002

Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-227/PJ/2002 tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan

83.o OBJEK PAJAK

Yang menjadi objek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan adalah tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri.

o SUBJEK PAJAK Yang menjadi subjek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari

Persewaan Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari menyewakan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas

o PEMBAYARAN DAN TARIF Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau

Bangunan dari wajib pajak Badan maupun orang pribadi bersifat final sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.

84.o JUMLAH BRUTO

Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan servive charge baik yang perjainjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

o TATA CARA PELUNASAN Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah,

subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak;

Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada ayat 1.

85.o KONTRAK DAN PEMBAYARAN

Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaannya sebelum Mei 2002, maka atas penghasilan yang

Page 30: Asa Pemisahan Horisontal

diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6 % (enam persen) dari jumlah bruto nilai sewa;

Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002, tetapi pelaksanaannya setelah April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai sewa;

Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani tetapi pelaksanaannya setelah April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai sewa;

86.o DASAR HUKUM

Pasal 16 C UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 Keputusan Menkeu Nomor : 554/KMK.04/2002 jo Keputusan Menkeu

Nomor : 320/KMK.03/2002 tanggal 28 Juni 2002. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-07/PJ. 53/1995 tanggal 17 Maret

1995 (seri PPN 6-95) 87.o MEKANISME

1. Suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi syarat :

a. dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan; b. yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal tidak

termasuk fasilitas penunjang, tetapi kalau untuk tempat usaha termasuk semua fasilitas penunjang.

c. luas bangunan 400 M2 atau lebih, untuk kegiatan yang dilakukan mulai 1 Juli 2002 luas bangunan 200 M2 atau lebih.

d. bangunan bersifat permanen, artinya konstruksi utama bangunan tahan sampai dengan 25 tahun atau lebih.

e. permulaan kegiatan membangun sendiri setelah 1 Januari 1995. 2.Kegiatan pembangunan yang dilakukan secara bertahap, sepanjang tidak

lebih dari 2 tahun, diperlakukan sebagai satu kesatuan kegiatan. 3. Dalam hal kegiatan pembangunan dilakukan untuk kepentingan pihak

lain, maka SSP-nya harus diserahkan kepada pihak yang berkepentingan karena tanggung jawab pembayaran berada di tangan pihak yang memanfaatkan;

88.o 4. Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan mulai dilakukan pada atau

sesudah 1 Januari 1995. o 5.Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan o 6. Dasar pengenaan pajak adalah 40 % dari seluruh pengeluaran (termasuk PPN)

pada bulan yang bersangkutan, sehingga PPN yang terutang dihitung dengan perkalian 10 % x 40 % x jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan;

Page 31: Asa Pemisahan Horisontal

o 7 .Pajak yang terutang dibayar ke Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.

89.o 8. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.32/1997

tanggal 5 Juni 1997 ditegaskan perlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan real estate yang dilakukan oleh pemilik kavling yang diperoleh setelah 1 Januari 1995, sebagai berikut :

a.Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling tersebut diperlakukan sebagai dibangun oleh real estate;

b. DPP-nya sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP real estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP real estate.

c. Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling tiap bulan dilaporkan kepada PKP real estate yang berkewajiban untuk memungut PPN yang terutang, kemudian menyetor dan melaporkan dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan;

d. Dalam hal bangunan sudah selesai, real estate terkait menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Apabila nilainya lebih besar dari pada perhitungan real estate, maka selisihnya harus dipungut PPN kemudian disetor dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN real estate yang bersangkutan. Apabila nilai tersebut lebih kecil maka selisihnya tidak dapat direstitusi.

e. Pajak Masukan atas perolehan BKP yang digunakan untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.

90.o Contoh Kasus :

PAIDIN adalah Direksi sebuah perusahaan. Pada tanggal 31 Desember 1994 mulai melakukan pembangunan rumah dengan luas seluruhnya 410 M2 yang dilakukan oleh tukang batu dan diawasi sendiri. Kegiatan ini memenuhi kriteria membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PAIDIN. Bangunan selesai dikerjakan dan siap untuk ditempati pada tanggal 31 Juni 1995. Karena kegiatan membangun sendiri rumah tinggal tersebut dilakukan oleh Paidin sebelum 1 Januari 1995, yang berarti bahwa Pasal 16 C UU PPN 1984 belum berlaku, maka tidak dikenakan PPN.

PT WANGUN BODI adalah sebuah perusahaan karoseri yang sudah dikukuhkan sebagai PKP sejak 20 Maret 1996. Pada tanggal 2 Januari 2001 mulai melakukan kegiatan membangun gedung untuk tanbahan gudang dan kantor administrasi untuk kegiatan manajemen. Luas seluruh bangunan 650 M2. Kegiatan ini tidak diserahkan kepada pemborong melainkan dilakukan oleh tukang batu dan tukang kayu yang dibayar harian dan diawasi sendiri. Dalam bulan Januari 2001 telah dikeluarkan sejumlah Rp 40 juta untuk pembelian bahan bangunan dan ongkos tukang. Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PT WANGUN BODI sebagai perusahaan karoseri ini dkenakan PPN. Adapun PPN yang terutang untuk Masa Pajak Januari

Page 32: Asa Pemisahan Horisontal

2001 dan wajib dibayar ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 Pebruari 2001 adalah : 10% x 40% x Rp 40 juta : Rp 1,6 juta. Pembayaran ini dilaporkan oleh PT WANGUN BD dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2001, formulir 1195 kode I.1.

91.o Yayasan ‘SLAMET’ mengelola sebuah rumah sakit ‘WARAS-WARAS’. Pada

tanggal 20 Juli 2001 mulai membangun gedung untuk garasi mobi ambulan dengan luas 500 M2. Pelaksanaannya dilakukan oleh tukang batu dan tykang kayu serta diawasi sendiri oleh direktorat teknis yayasan. Dalam bulan Juli 2001 telah dikeluarkan biaya sebesar Rp 10 juta. Kegiatan ini jelas dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan yayasan ‘SLAMET’. Oleh karena itu dikenakan PPN berdasar pasal 16C UU PPN 1984. PPN yang terutang untuk Masa Pajak Juli 2001 adalah : 10% x 40% x Rp 10 juta : Rp 400 ribu. Pajak ini harus disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 Agustus 2001, kemudian lembar ketiga dari SSP diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat sebagai laporan. Laporannya tidak menggunakan SPT Masa PPN, karena yayasan ‘SLAMET’ bukan PKP, melainkan menggunakan SSP lembar ketiga dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang di wilayahnya terletak bangunan yang sedang didirikan.

92.o MEKANISME PENGENAAN PPN ATAS PENYERAHAN RUMAH MURAH o Pengertian Umum o Berkenaan dengan penyerahan rumah murah, dalam Keputusan Presiden Nomor :

18 Tahun 1986 jo Keputusan Presiden Nomor : 37 Tahun 1998 diatur beberapa hal sebagai berikut :

Dalam pasal 2 diatur bahwa penyerahan rumah murah, rumag sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat.

93.o Dalam pasal 3 diatur bahwa :

a).Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak dari Kontraktor kepada Perum Perumnas untuk pemborongan pembangunan rumah tersebut dalam pasal 2 angka 2, ditanggung pemerintah;

b). Pajak Pertambahan Nilai .yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor dalam rangka pembangunan tempat-tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah, ditanggung oleh Pemerintah. Ketentuan ini mulai berlaku tanggal 6 Pebruari 1995.

94.o Perkembangan terakhir tentang PPN .yang terutang ditanggung oleh Pemerintah

atas penyerahan rumah murah telah dituangkan dalam Surat Edran Dirjen Pajak Nomor : SE-20/PJ.51/1997 tanggal 18 Agustus 1997 yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut :

Page 33: Asa Pemisahan Horisontal

Yang dimaksud rumah murah sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor : 18 Tahun 1986 jo Presiden Nomor : 22 Tahun 19997 (baca : Keputusan Presiden Nomor : 37 Tahun 1998) adalah :

a).Rumah tipe KPR 70 ke bawah yang meliputi : Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana.

b). Rumah susun sederhana yaitu Rumah Susun sederhana yang berlantai 4 (empat) sampai 8 (delapan) lantai dengan luas bangunan maksimum 54 M2.

c).Termasuk pengertian rumahn murah selain rumah tipe BTN / KPR 70 ke bawah adalah : Pondok Boro (Pondok Karyawan), Asrama Mahasiswa, Sarana ibadah, ibadah dan kepentingan social serta rumah beserta workshop dalam rangka Transmigrasi Swakarsa.

Pembangunan Rumah murah dapat dilakukan oleh Perum Perumnas atau pengembang lainnya.

Atas penyerahan Jasa Kena Pajak untuk pembangunan rumah murah yang dilakukan pemborong, PPN yang terutang ditanggung oleh Pemerintah.

Apabila terdapat kelebihan tanah pada suatu rumah murah, sepanjang luas tanah seluruhnya tidak melebihi standar luas tanah rumah murah tipe KPR/BTN 70 ke bawah, maka PPN atas kelebihan tanah tersebut tetap ditanggung pemerintah. Tetapi apabila kelebihan tanah tersebut dibayar tunai, maka PPN-nya tidak ditangung pemerintah.

95.o KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 524 /KMK.03/2001

TANGGAL 1 OKTOBER jo KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 248 / KMK.03/2002 TANGGAL 21 MEI 2002.

o Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 524/KMK.03/2001 tanggal 1 Oktober 2001 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.03/2002 tanggal 21 Mei 2002 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2002 dirumuskan beberapa pengertian rumah yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu sebagai berikut :

o a). Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah rumah dengan tipe T-21, T-27, T-36 yang perolehannya dibiayai fasilitas kredit kepemilikan bersubsidi maupun tidak bersubsidi dengan harga jual tidak melebihi batasan maksimum harga Rumah Sederhana T-36 sesuai dengan Keputusan Menteri Pemukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor 139/KPTS/M/2002.

o b). Rumah Susun Sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebgaai tempat hunian dengan luas maksimum 21 M2 (dua puluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian atau terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang pembangunannya mengacu pada Permen Nomor: 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.

96.o C). Pondok Boro adalah bangunan sederhana yang dibangun dan dibiayai oleh

perorangan atau Koperasi Buruh atau Koperasi Karyawan yang diperuntukkan

Page 34: Asa Pemisahan Horisontal

bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sector informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat.

o d). Asrama Mahasiswa dan pelajar adalah bangunan sederhana yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau pemerintah daerah yang diperuntukkan khusus utnuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat.

o e). Perumahan lainnya adalah Rumah Pekerja, yaitu tempat hunian yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat, yang persyaratan teknisnya memenuhi ketentuan tersebut dalam huruf a dan huruf b.

97.o Penyerahan Rumah Sederhana atau Sangat Sederhana melalui penjualan tunai dan

melalui cicilan bertahap yang disediakan oleh pengembang (bukan melalui fasilitas kredit pemilikan bersubsidi), PPN yang terutang tidak dibebaskan melainkan wajib dipu n gut oleh pengemba n g yang bersangkutan.

98.o PENYERAHAN RUMAH/TANAH SIAP BANGUN

Sebelum 1 Januari, penghitungan PPN yang terutang atas penyerahan rumah dan/atau tanah matang oleh perusahaan real estate dihitung tidak berdasarkan Harga Jual yang sebenarnya. Dalam penetapan Dasar Pengenaan Pajak bagi perusahaan real estat ikut dipertimbangkan pula kewajiban yang harus dipenuhi untuk membangun sarana lingkungan seperti jalan lingkungan, taman, sanitasi dan sarana untuk kepentingan umum/sosial lainnya.

Biaya untuk pembangunan fasilitas umum dan fasilitas social ini, oleh pengusaha dialokasikan secara proporsional dalam Harga Jual Rumah/bangunan atau tanah matang, yang diperkirakan besarnya adalah 20 % dari Harga Jual tanah matang. Bagian dari harga jual yang merupakan bagian dari biaya pembuatan fasilitas umujm dan fasilitas social, dimaksudkan tidak dikenakan PPN lagi.

Dalam surat Dirjen Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 16 Mi 1986 yang ditujukan kepada DPP REI, yang merupakan penyempurnaan terhdap SE Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.3/1985 tanggal 20 Agustus 1995 (seri PPN-60), ditegaskan bahwa untuk penyerahan Barang Kena Pajak berupa bangunan dan atau tanah matang yang dilakukan oleh pengusaha real estat, Dasar pengenaan Pajaknya ditentukan sebagai berikut :

99.o Untuk penyerahan tanah matang saja, Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung dari

Harga Jual tanah matang dikurangi 20 %. o Untuk penyerahan bangunan besrta tanahnya, Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung

dari Harga Jual Bangunan beserta tanahnya, dikurangi dengan 20 % dari harga jual tanah matang.

o Contoh :

Page 35: Asa Pemisahan Horisontal

o Sebuah perusahaan real estat di samping menyerahkan bangunan, menyerahkan juga kapling siap bangun. Harga jual kapling siap bangun Rp 100 juta. Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung dengan pola sebagai berikut :

o - Harga Pembebasan tanah : Rp 40.000.000,00 o - Biaya Pematangan : Rp 25.000.000,00 o - Biaya lain-lain : Rp 15.000.000,00 o - Margin Laba : Rp 20.000.000,00 o - Harga Jual Tanah Matang : Rp 100.000.000,00 o -/- 20% x Rp 100.000.000,00 : Rp 20.000.000,00 o - Dasar Pengenaan Pajak : Rp 80.000.000,00 100.o Pada suatu ketika perusahaan ini menyerahkan sebuah bangunan dengan luas

tanah yang sama, Harga Jual Rp 300 juta. Dasar Pengenaan Pajak dapat dihitung sebagai berikut :

o - Harga Pembebasan tanah : Rp 40.000.000,00 o - Biaya Pematangan : Rp 25.000.000,00 o - Biaya pembuatan bnagunan : Rp 150.000.000,00

Biaya lain-lain sehubungan dengan : o * tanah : Rp 15.000.000,00 o * bangunan : Rp 20.000.000,00 o : Rp 35.000.000,00 o - Margin Laba : o * tanah : Rp 20.000.000,00 o * bangunan : Rp 30.000.000,00 o : Rp 50.000.000,00 o - Harga Jual Seluruhnya : Rp 300.000.000,00 o -/- 20% x Rp 100.000.000,00 : Rp 20.000.000,00 o - Dasar Pengenaan Pajak :Rp 180.000.000,00 101.o Pada tanggal 21 Mei 2002 diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor :

SE-22/PJ.51/2002 tentang Pengenaan PPN atas Penyerahan Tanah dan atau Bangunan oleh Perusahaan real estat dan Industrial estat, yang mulai berlaku 1 Juni 2002. Surat Edar a n ini mencabut berlakunya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.3/1985 tanggal 20 Agustus 1985 dan Surat Dirjen Pajak Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 16 Mei 1986. Dengan demikian atas penyerahan rumah dan atau tanah oleh perusahaan real estat atau industrial estat yang dilakukan sejak 1 Juni 2002, PPN yang terutang dihitung dari Harga Jual tanpa terebih dahulu dikurangi 20 % dari harga jual tanah setelah dimatangkan.

o Ketentuan yang baru ini tidak mempengaruhi penghitungan PPN atas penyerahan rumah dan atau tanah yang dilakukan oleh perusahaan real estat dan industrial estat yang dilakukan sebelum 1 Juni 2002. Dengan demikian tidak perlu disesuaikan dengan kebijakan baru yang dituangkan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-22/PJ.51/2002 tersebut. Dalam hal pembayarannya dilakukan secara angsuran, sisa angsuran yang masih dibayar sesudah 1 Juni 2002 tidak terpengaruh oleh perubahan kebijakan ini.

102.

Page 36: Asa Pemisahan Horisontal

o Latar belakang : Pemerintah/BUMN atau swasta memiliki tanah dan atau bangunan yang strategis (bernilai ekonomis) sebagai sarana untuk menjalankan usaha, namun disisi lain tidak memiliki dana cukup, sehingga pembangunannya bisa diserakan kepada pihak lain (developer);

o Pengertian : Bentuk perjanjian kerjasama pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/ kekayaan negara, perorangan atau badan hukum dengan pihak lain;

o Dasar hukum : Perjanjian kerjasama dilandasi asas kebebasan berkontrak, dengan prinsip :

Kesepakatan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian; Perjanjian dibuat secara sah mengikat sebagai uu dan wajib mematuhi

dengan itikad baik; Tidak dapat ditarik kembali selain dengan persetujuan kedua pihak atau

karena uu; o Bentuk kerjasama penggunausahaan ; BOT, BTO, BOO, BT, KSO 103.o pemanfaatan tanah dan atau bangunan miliki/dikuasai Pemerintah oleh Pihak

ketiga dengan cara Pihak Ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama jangka waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu tertentu berakhir menyerahkan kembali tanah dan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaannya kepada Pemerintah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan;

Bangun Guna Serah Build-Operate-Transfer (BOT)

104.o Dalam jangka waktu tertentu diberi hak konsesi untuk mengelola bangunan yang

dibangun guna diambil manfaat ekonomi; o Manfaat ekonomi ini dapat terbagi dalam prosentase tertentu untuk investor dan

untuk pemilik sebagai sewa; o Setelah jangka waktu tertentu maka pengelolaan kembali kepada pemilik yang

semula hanya memiliki lahan saja dan tidak diperbaharui lagi; o Developertidak mempunyai hubungan hukumlagi dengan bangunan; o Asas : pemanfaatan, kepastian hukum, kerjasama saling menguntungkan, dan

musyawarah; o Contoh: Hotel, Pusat Perbelanjaan, Sarana Pariwisata, dll 105.o Bangun Guna Milik atau Build Operate Owned (BOO) adalah perikatan antara

Pemerintah dengan Pihak Ketiga dilakukan dengan ketentuan : Pemerintah mempunyai fasilitas (kewenangan) membangun infrastruktur; Pemerintah memberikan kewenangan kepada Pihak Ketiga infrastruktur

yang seharusnya disediakan oleh Pemerintah; Pihak ketiga secara keseluruhan bertanggungjawab atas pembiayaan

pembangunan, pengoperasian selama jangka waktu tertentu dan memiliki bangunan diatas tanah pihak lain;

Page 37: Asa Pemisahan Horisontal

Pemerintah memberikan persetujuan atas nilai jual yang ditetapkan oleh Pihak Ketiga dengan memberikan persetujuan atau pembayaran royalti setiap tahun berdasarkan keuntungan yang diperoleh;

106.o Kewenangan :

Mengelola, memanfaatkan, menyewakan sisa tanah yang belum dibangun; Mengurus izin-izin untuk pengembangan dan pembangunan : pengesahan

site plan, IMB, IPB,Amdal,etc; Memakai bagian dari bangunan sebagai kantor atau keprluan lain; Mengelola dan menyewakan bagian bangunan kepada pidak lain; Selama masa perjanjian kerjasama bertindak mewakili pemilik tanah

dalam berbagai urusan dan perbuatan serta tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan;

Kewenangan, Hak dan Kewajiban Developer Dalam Perjanjian BOT/BOO

107.o Kewajiban :

Membayar PBB dan Pajak lainnya; Selama masa perjanjian kerjasama pihak swasta bertanggungjawab atas

pengelolaan, pengaturan dan penerimaan uang sewa gedung beserta fasilitasnya;

Setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan, pihak developer wajib menyerahkan tanah dan bangunan kepada pemilik tanah dalam keadaan baik, utuh dan bebas dari segala tuntutan hukum atau pihak ketiga (jika BOT);

Setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan pihak developer menjadi pemilik bangunan dan tidak mempunyai kewajiban untuk mengalihkan pada pemegang hak atas tanah;

108.o adalah pemanfaatan tanah dan atau bangunan mlik/dikuasai Pemerintah oleh

Pihak Ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau menyediakan, menambah sarana lian berikut failitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintah untuk kemudian oleh Pemerintah tanah dan bangunan siap dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada Pihak Ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut Pihak Ketiga dikenakan konstribusi sejumlah uang yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan;

Bangun Serah Guna Build-Transfer-Operate (BTO)

109.o Bangun Serah atau Build and Transfer (BT) o adalah Perikatan antara Pemerintah dengan Pihak Ketiga dengan ketentuan:

Page 38: Asa Pemisahan Horisontal

tanah milik pemerintah; Pihak Ketiga membangun dan membiayai sampai dengan selesai; Setelah pembangunan selesai Pihak Ketiga menyerahkan kepada

Pemerintah Daerah; Pemerintah Daerah membayar biaya pembangunanya;

110.o Kerjasama Operasi (KSO) adalah perikatan antara Pemerintah dengan pihak

ketiga dimana Pemerintah menyediakan tanah dan/atau bangunan, dan pihak ketiga menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama-sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya “share”/penyertaan masing-masing pihak.

http://www.slideshare.net/prasetyosampurno/hukum-properti-lengkap